Traveloka Segera Tutup Layanan “Traveloka Eats” dan “Traveloka Send”

Traveloka segera menutup layanan pesan-antar makanan dan logistik, Eats dan Send. Keputusan tersebut diambil karena mulai bangkitnya industri pariwisata yang menjadi bisnis utama perusahaan sejak awal berdiri. Penutupan ini menyusul layanan online grocery “Traveloka Mart” yang sudah tutup akhir Agustus 2022.

Melansir dari informasi yang disampaikan Traveloka kepada merchant, Eats akan efektif berhenti beroperasi pada 31 Oktober 2022. Disampaikan pada tanggal tersebut, Traveloka Eats tidak lagi menerima transaksi baru; akan melakukan rekapitulasi data transaksi dan melaksanakan kewajiban pembayaran; dan, pengembalian dana oleh para pihak, jika ada.

Saat dihubungi oleh DailySocial.id, narasumber Traveloka menyatakan bahwa pemberhentian kedua layanan ini adalah bagian dari strategi bisnis dan prioritas perusahaan. “Seiring dengan bangkitnya sektor perjalanan, kami sangat antusias menyambut hal ini ke depannya,” ucapnya, Jumat (30/9).

Lebih lanjut, sebelum tenggat waktu berakhir, pihaknya memastikan selama proses berlangsung, karyawan, mitra dan konsumen tetap menjadi fokus utama perusahaan, demi memastikan transisi yang baik sesuai aturan yang berlaku. Tak hanya itu, terus berkoordinasi dengan para mitra, serta menyediakan dukungan dalam proses pemberhentian layanan Eats dan Send ini berlangsung.

Sebagai catatan, langkah eksploratif Traveloka masuk ke lifestyle superapp makin gencar sejak awal pandemi. Saat itu semangatnya adalah agar perusahaan tetap relevan dengan kebutuhan gaya hidup masyarakat. Mart, Eats, dan Send adalah tiga layanan yang baru dirilis dalam kurun waktu tersebut. Bukan kabar burung, tapi kebetulan ketiganya merupakan vertikal bisnis yang tak terlepas dari subsidi yang besar demi akuisisi pengguna.

Traveloka Eats sudah hadir sejak 2021, telah menjangkau kota Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, Bali, dan Medan. Perusahaan merekrut armada pengantaran sendiri, selain didukung oleh armada dari Lalamove. Armada inilah yang juga diutilisasi untuk solusi Send yang baru dirilis pada awal bulan ini. Baru seumur jagung, solusi ini baru tersedia di Jabodetabek untuk pengantaran maksimal 12 km.

Namun demikian, sebenarnya ada layanan lain yang tidak memiliki keterkaitan langsung dengan bisnis akomodasi dan perjalanan di superapp Traveloka, misalnya layanan investasi emas bekerja sama dengan Pegadaian. Menurut informasi di aplikasi, mereka akan segera melengkapi opsi produk investasi dengan instrumen lainnya.

Selain produk investasi, menurut catatan DailySocial.id, selama pandemi Traveloka juga merilis solusi lainnya, yakni QuickRide yang memanfaatkan API dari Blue Bird untuk pemesanan taksi, Health untuk layanan telekonsultasi dengan dokter, dan Online Xperience Tur Visual yang dikemas dengan metode siaran langsung. Seluruh layanan di atas bisa dipastikan tidak berat dari segi investasi yang harus dikeluarkan perusahaan karena memanfaatkan API dari pihak ketiga.

Dibandingkan dengan kompetitor terdekatnya, misalnya Tiket.com dan Pegipegi, cara Traveloka membangun ekosistem layanan memang berbeda. Mereka tidak membatasi hanya pada layanan yang bersinggungan langsung dengan perjalanan dan penginapan. Lebih dari itu Traveloka mencoba menawarkan pengalaman gaya hidup yang lengkap dalam satu aplikasi. Para rivalnya masih tetap fokus untuk memperdalam layanan perjalanan dan akomodasi dengan berbagai fitur pendukungnya.

Industri pariwisata mulai rebound

Kemarin (29/9) saat pengumuman fasilitas pinjaman dari investor ternama, Co-founder & CEO Traveloka Ferry Unardi menyampaikan, bisnisnya terus mengalami peningkatan dan industri pariwisata kembali bangkit dari pandemi. Dana segar yang diterima ini nantinya akan dimanfaatkan untuk memperkuat neraca kami dan memungkinkan kami untuk terus fokus pada bisnis utama, sekaligus membangun bisnis masa depan.

Seiring dengan gencarnya vaksinasi global dan faktor lainnya, per kuartal II 2022, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat peningkatan signifikan kunjungan turis ke Indonesia mencapai 172% dibandingkan kuartal yang sama di tahun sebelumnya. Dibandingkan sebelumnya, turun 75% menjadi 4,02 juta pada 2020 dari 16,11 juta pada 2019.

Angka tersebut turun lebih jauh lagi menjadi 1,56 juta pada akhir 2021 karena pembatasan perjalanan yang lebih ketat oleh pemerintah. Menyusul pula merebaknya virus corona varian Delta pada Juli 2021.

Pandemi tersebut menjadi pukulan telak bagi industri pariwisata Indonesia. Laporan Industri Perjalanan & Pariwisata Dunia menyoroti bahwa, sebelum pandemi, industri pariwisata Indonesia menyumbang 5,9% dari total PDB negara dan mempekerjakan sekitar 13,1 juta orang pada 2019. Kontribusi itu terhenti selama pandemi. Namun, dengan pandemi COVID-19 yang menunjukkan tanda-tanda melambat, pemerintah Indonesia akhirnya mendorong untuk menghidupkan kembali sektor tersebut.

Mengutip dari Organisasi Buruh Internasional (ILO/International Labour Organisation), sektor pariwisata industri ini merupakan pendorong utama pertumbuhan ekonomi, pengembangan usaha dan penciptaan lapangan kerja, terutama bagi perempuan, pemuda, pekerja migran dan masyarakat lokal.

Sebelum krisis COVID-19, sektor pariwisata menyumbang satu dari 10 pekerjaan di seluruh dunia dan sekitar 10 persen dari PDB global. Sektor ini mempekerjakan sebagian besar perempuan dan pemuda. Pada 2019, perempuan menyumbang lebih dari 50% pekerja di sektor ini, dan mayoritas dari semua pekerja di bidang pariwisata berusia di bawah 35 tahun.

Pariwisata adalah salah satu industri yang paling terpukul oleh pandemi COVID-19 dan konsekuensinya sangat terasa di sektor informal, defisit pekerjaan yang layak juga paling menonjol. Pekerjaan informal atau kasual sering kali melibatkan perempuan, kaum muda, masyarakat adat dan suku, pekerja migran dan komunitas lokal, yang akibatnya terkena dampak secara tidak proporsional.

Application Information Will Show Up Here

Traveloka Masuk Layanan Logistik On-Demand Lewat Fitur “Traveloka Send”

Traveloka yang sejak pandemi menjelma menjadi superapp gaya hidup, makin perdalam solusi dengan merambah vertikal on-demand logistik melalui kehadiran “Traveloka Send”. Untuk sementara layanan ini baru tersedia untuk konsumer yang berlokasi di Jabodetabek. Belum ada keterangan resmi yang disampaikan perusahaan terkait ini, pun saat dihubungi oleh DailySocial.id.

Menurut laman situsnya, layanan ini disediakan oleh grup Traveloka di bawah badan hukum PT Ciptaloka Karsa Teknologi. Adapun mitra pengemudinya memanfaatkan mitra sendiri dan pihak ketiga independen yang telah bekerja sama.

Pada tahap awal, Traveloka Send baru tersedia untuk pengiriman maksimal 12 km. Persyaratan lainnya, barang maksimal memiliki berat 5 kg atau dimensi lebih besar dari 40x40x30 cm3, dan tidak bisa digunakan untuk mengirim barang seperti peledak, hewan hidup, logam mulia, dan jenis-jenis tertentu lainnya.

Traveloka sejauh ini memiliki mitra pengemudi yang direkrut untuk mengakomodasi pengiriman layanan pesan-antar makanan Traveloka Eats, selain juga didukung oleh Lalamove.

Bisa dikatakan, masuk ke vertikal logistik ini jadi salah satu cara Traveloka dalam meningkatkan utilitas mitra pengemudi agar mereka memperoleh tambahan penghasilan di luar Traveloka Eats. Traveloka Eats itu sendiri baru tersedia di Jabodetabek, Bandung, dan Bali.

“Tes ombak” ala Traveloka

Seperti diketahui, pada bulan lalu Traveloka resmi menutup layanan e-grocery Traveloka Mart setelah beroperasi selama enam bulan sejak dibuka pada Maret 2022. Manajemen menyampaikan penutupan ini merupakan bagian dari strategi bisnis dan prioritas perusahaan.

Seperti kebanyakan pemain e-grocery lainnya, Traveloka Mart menyajikan kemitraan dengan berbagai peritel besar dan toko-toko yang menjual kebutuhan sehari-hari, seperti produk segar dan makanan beku. Setelah transaksi terjadi, mitra pengemudi akan mengantarkan pesanan ke rumah konsumen.

Meski tidak ada data pendukung, disinyalir keputusan untuk menutup Traveloka Mart karena kalah saing dengan pemain quick commerce yang sejatinya menjadi spesialis di vertikal tersebut. Ditambah lagi, strategi “bakar duit” yang jorjoran untuk akuisisi konsumen, tidak bisa dipertahankan dan difokuskan di layanan ini saja apabila Traveloka mau jadi perusahaan yang berkelanjutan. Fokus perusahaan harus ditempatkan pada layanan yang terus mencetak pertumbuhan yang stabil.

Layanan on-demand bisa dikatakan tidak sebakar duit dari layanan e-grocery. Menurut Co-founder dan CEO RaRa Delivery Karan Bhardwaj, banyak orang bersedia membayar dua hingga tiga kali lebih banyak untuk pengiriman hari yang sama dibandingkan pengiriman hari berikutnya, dan biaya yang lebih tinggi untuk pengiriman dalam waktu satu jam. Menjadikan bisnis pengataran ini dinilai bisa menguntungkan dan berkelanjutan.

Namun demikian, sebenarnya ada layanan lain yang tidak memiliki keterkaitan langsung dengan bisnis akomodasi dan perjalanan di superapp Traveloka, misalnya layanan investasi emas bekerja sama dengan Pegadaian. Menurut informasi di aplikasi, mereka akan segera melengkapi opsi produk investasi dengan instrumen lainnya.

Dibandingkan dengan kompetitor terdekatnya, misalnya Tiket.com dan Pegipegi, cara Traveloka membangun ekosistem layanan memang berbeda. Mereka tidak membatasi hanya pada layanan yang bersinggungan langsung dengan perjalanan dan penginapan. Lebih dari itu Traveloka mencoba menawarkan pengalaman gaya hidup yang lengkap dalam satu aplikasi. Para rivalnya masih tetap fokus untuk memperdalam layanan perjalanan dan akomodasi dengan berbagai fitur pendukungnya.

Application Information Will Show Up Here