Review XCOM: Chimera Squad: XCOM 2 Versi Murah nan Sederhana

24 April 2020 yang lalu, XCOM: Chimera Squad tiba-tiba dirilis. Pasca dirilis, Chimera Squad juga tidak berhasil membangun hype yang dirasakan dari 2 game sebelumnya: XCOM: Enemy Unknown (2012) ataupun XCOM 2 (2016). Sebelum kita masuk ke review XCOM: Chimera Squad kali ini, izinkan saya bercerita sedikit tentang franchise XCOM.

Saya tahu bahwa game ber-genre Turn-Based Tactics memang nyatanya bukan buat semua gamer. Turn-Based Tactics memang mungkin lebih niche ketimbang game-game action yang jauh lebih ramah ke kalangan mainstream. Namun begitu, XCOM: Enemy Unknown sempat membuat gempar kalangan fans di luar genre strategi sekalipun karena menjadi iterasi atau reinkarnasi game klasik legendaris, UFO: Enemy Unknown (alias XCOM: UFO Defense) yang pertama dirilis tahun 1994.

Kesuksesan Enemy Unknown juga membuat XCOM 2 lebih populer lagi dari sebelumnya. Seri terakhir dari franchise XCOM adalah expansi XCOM 2, yaitu War of the Chosen (WotC) yang dirilis tahun 2017. Meski WotC mendapatkan respon positif namun, jika saya tidak salah, popularitasnya memang tak setinggi base game-nya. Mungkin ini juga yang membuat Chimera Squad tak lagi sepopuler dari 2 stand alone game sebelumnya.

Screenshot: Chimera Squad
Screenshot: Chimera Squad

Meski begitu, saya pribadi memang tidak memilih game untuk dimainkan dari popularitasnya. Saya sendiri tertarik membeli Chimera Squad karena pengalaman saya yang sangat berkesan saat memainkan Enemy Unknown ataupun XCOM 2.

Terakhir, sebelum kita masuk ke reviewnya, saya harus katakan bahwa, meski saya sangat menyukai Turn-Based Tactics; genre ini mungkin memang bukan yang paling favorit buat saya pribadi. Pasalnya, saya mencintai game-game yang tidak hanya asyik dari segi gameplay tapi juga menyuguhkan kedalaman cerita dan lore seperti Pillars of Eternity, Divinity: Original Sin, trilogi The Witcher, ataupun seri Mass Effect. Di sisi lain, Turn-Based Tactics seperti seri XCOM memang biasanya tidak berhasil mengikat saya dari segi kompleksitas cerita dan lore-nya — hanya dari sisi gameplay-nya saja yang menyenangkan untuk dipelajari.

Oh iya, inilah spesifikasi PC saya saat memainkan Chimera Squad:

CPU: AMD Ryzen 5 3600
Motherboard: GIGABYTE AB-350 Gaming 3
Kartu Grafis: Palit GeForce RTX 2070 Super JS
Memory: G Skill 16GB 3200MHz (running @3600MHz).
Storage: ADATA SX8200 PCIe SSD 1TB
Monitor: ASUS VG258QR (@144Hz)

Visualisasi Grafis dan Performa: 73/100

Nyatanya, game-game Turn-Based Strategy mungkin memang tidak menyuguhkan kecantikan grafis sebagai daya tarik utama — setidaknya jika dibanding Action RPG, FPS, ataupun genre-genre lainnya yang lebih ramah untuk kalangan gamer mainstream. 

Demikian juga Chimera Squad ini. Apalagi jika saya bandingkan dengan beberapa game yang saya mainkan sebelum Chimera Squad dalam 1 tahun terakhir ini. Assassin’s Creed Odyssey, The Outer Worlds, Doom Eternal, ataupun Borderlands 3 jauh lebih superior dalam urusan memanjakan mata Anda. Meski begitu, grafisnya juga tidak menyedihkan meski tak fantastis seperti Darksiders Genesis, Tales of Vesperia: Definitive Edition, ataupun Wolcen: Lords of Mayhem yang juga saya mainkan beberapa waktu belakangan.

Screenshot: Chimera Squad
Screenshot: Chimera Squad

Chimera Squad menawarkan environment yang bisa dihancurkan. Tembok-tembok yang digunakan untuk berlindung juga bisa dihancurkan dengan menggunakan granat. Environment yang dinamis ini tak hanya menyenangkan untuk dilihat tetapi juga menambah kompleksitas gameplay.

Di sisi lain, karena grafisnya yang tidak bombastis, Chimera Squad juga jadi cukup ramah terhadap PC kelas menengah ataupun bawah. Saya juga tidak merasakan ada masalah apapun soal performanya — mengingat game-game bergrafis sederhana juga bisa saja bermasalah dengan performanya seperti yang saya rasakan dengan PoE 2: Deadfire.

Jika berbicara soal Chimera Squad, tidak sedikit orang-orang yang membandingkannya dengan Gears Tactics — yang memang dirilis dalam waktu berdekatan dan memiliki genre yang sama. Berbicara soal grafisnya, Gears Tactics nampaknya menyuguhkan grafis yang lebih fantastis — setidaknya dari video-video yang saya lihat karena saya memang belum memainkannya. Mungkin lain kali saya akan menuliskan reviewnya jika saya sudah memainkannya nanti.

Screenshot: Chimera Squad
Screenshot: Chimera Squad

Gameplay: 70/100

Dari sisi gameplay, Chimera Squad memang faktanya lebih sederhana ketimbang XCOM 2 ataupun Enemy Unknown (EU). Namun, bukan berarti gameplay-nya menyedihkan juga. Saya bahkan menghargai upaya Firaxis dalam usahanya membuat gameplay yang berbeda dari XCOM 2 ataupun EU.

Di dua game sebelumnya, strategi dan perhitungan Anda diuji dari 2 sisi (dari sisi membangun fasilitas dan dari strategi saat pertempuran). Penyederhanaan dari Chimera Squad yang lebih terasa adalah dalam hal strategi di luar pertempuran. Meski penyederhanaan strategi di dalam pertempuran juga cukup terasa, seperti equipment yang variasinya tak sebanyak XCOM 2, Chimera Squad tetap memaksa saya memelajari gameplay dan berpikir matang di setiap turn.

Screenshot: Chimera Squad
Screenshot: Chimera Squad

Jika di dua game sebelumnya, turn Anda dibagi jadi masing-masing kubu sehingga Anda bisa memilih sendiri karakter di kubu Anda yang ingin dijalankan lebih dulu. Di Chimera Squad, turn ini dibagi jadi masing-masing karakter. Hal inilah yang pembeda terbesar yang saya rasakan antara Chimera Squad dengan game-game XCOM modern lainnya. Pasalnya, perbedaan turn ini jadi memaksa Anda untuk memerhatikan urutan jalan jadi lebih seksama dan berhati-hati.

Perbedaan turn ini juga jadi memungkinkan variasi strategi baru. Misalnya, Anda jadi bisa memilih skill untuk memundurkan turn musuh selain hanya sekadar memberikan damage.

Selain soal perbedaan turn, perbedaan lain antara Chimera Squad dengan XCOM 2 juga ada pada karakter-karakter yang Anda gunakan untuk pertempuran. Jika pada XCOM 2, Soldier yang digunakan di-generate secara acak (alias random generated), masing-masing Squad Anda di sini unik. Meski keputusan ini juga membuat strategi di luar pertempuran jadi lebih sederhana, karakter-karakter unik di Chimera Squad jadi memberikan nilai lebih dari sisi plot cerita dan karakter yang akan saya bahas di bagian berikutnya.

Berhubung jadi akan terlalu panjang jika saya jelaskan semuanya lewat tulisan, Anda bisa menonton perbedaan-perbedaan apa saja yang ditawarkan oleh Chimera Squad dibanding XCOM 2 di video buatan GameSpot di bawah ini.

Terlepas dari semua perbedaan tadi, sekali lagi saya katakan bahwa Chimera Squad memang nyatanya tak sekompleks XCOM 2. Namun begitu, dengan gameplay yang lebih sederhana, game ini juga bisa jadi pengantar buat gamer yang belum pernah bermain Turn-Based Strategy sebelumnya.

Plot Cerita dan Karakter: 67/100

Seperti yang saya tuliskan di bagian awal artikel, saya memang belum pernah menemukan game Turn-Based Strategy yang menyuguhkan kedalaman cerita, karakter, ataupun lore yang fantastis. Demikian juga dengan yang saya rasakan dengan Chimera Squad.

Meski begitu, ada satu perubahan soal Squad/Soldier di Chimera Squad yang berhasil memberikan nilai lebih di aspek ini. Seperti yang saya tuliskan sebelumnya di aspek gameplay, masing-masing pasukan Anda di sini unik dan tak lagi randomly generated. Jadi, jika pasukan Anda sebelumnya tidak memiliki karakteristik apapun (dalam hal narasi cerita), masing-masing Squad di Chimera Squad jadi memiliki karakteristik yang berbeda-beda.

Screenshot: Chimera Squad
Screenshot: Chimera Squad

Torque, misalnya, adalah alien ular perempuan yang cukup jenaka. Sedangkan Cherub memiliki optimisme yang cukup menghibur. Blueblood dan Shelter juga memiliki background ceritanya masing-masing. Karakteristik-karakteristik tadi muncul dari dialog-dialog yang sebenarnya dikemas dengan cukup menarik.

Sayangnya, meski memang jadi lebih menarik dibanding XCOM 2 dari sisi karakteristik karakter-karakternya, menurut saya Firaxis melewatkan kesempatan untuk memanfaatkan peluang ini dengan lebih matang. (Tiny) Tina, Handsome Jack, atau Mr. Torgue dari seri Borderlands jauh lebih kuat dan memorable ketimbang karakter-karakter dari Chimera Squad yang saya sebutkan di paragraf sebelumnya.

Sedangkan untuk plot ceritanya, Anda juga mungkin tak bisa berharap banyak dari Chimera Squad. Namun, meski memang aspek ceritanya tak bisa disejajarkan dengan game-game besutan Obsidian ataupun CD Projekt, aspek cerita dan karakteristiknya juga tidak bisa dibilang membosankan atau menyebalkan… Karena saya tahu tidak sedikit juga game-game yang bahkan tidak menawarkan aspek ini, seperti kebanyakan game-game multiplayer, kompetitif, atau yang gratisan. Saya juga bahkan beberapa kali menemukan gamegame yang cerita dan karakter-karakternya terlalu membosankan atau bahkan menyebalkan (terlalu chessy atau cringe) sehingga membuat saya langsung menjauhi game tersebut.

Screenshot: Chimera Squad
Screenshot: Chimera Squad

Fitur Tambahan dan Durasi Permainan: 65/100

Sebelum saya menutup review ini, ada beberapa aspek lagi yang mungkin cukup menarik untuk dibahas yang akan saya rangkum dalam satu bagian.

Pertama, saya menyelesaikan Single Player Campaign-nya sebanyak dua kali. Awalnya, saya bermain di mode normal dengan tingkat kesulitan Expert. Sedangkan saat kedua kalinya, saya menyelesaikannya dengan Mode Ironman plus Hardcore dengan tingkat kesulitan Impossible.

Dengan menyelesaikannya lebih dari satu kali, Chimera Squad berarti cukup menyenangkan buat saya — meski memang tidak sepanjang yang saya harapkan. Steam mencatat durasi saya bermain Chimera Squad sebanyak 49 jam. Bandingkan saja dengan saat saya bermain The Outer Worlds, saya sudah cukup puas menyelesaikan Campaign-nya satu kali (dengan catatan durasi permainan di EGS sebanyak 37 jam). Saat saya menulis ini, saya juga sedang bermain Tales of Vesperia: Definitive Edition yang sebenarnya sudah membuat saya kebosanan meski belum selesai satu kali playthrough (walaupun catatan Steam saya di game ini sudah mencapai 50 jam).

Screenshot: Chimera Squad
Screenshot: Chimera Squad

Oh iya, selama saya bermain tadi, sayangnya saya harus merasakan dua kali gamebreaking bug yang sangat menyebalkan karena terjadi saat Ironman dan Hardcore Mode. Pertama, ada satu kali pertempuran saat musuh (Enemy Reinforcement) tidak datang-datang. Hal ini jadi membuat pertempuran tidak bisa diselesaikan. Bug ini juga dialami oleh pemain lainnya.

Bug kedua adalah saat fase Breaching yang menunjukkan “Required value not met” untuk salah satu karakter saya. Otomatis, game juga jadi tak bisa dilanjutkan jika hal ini terjadi. Salah satu solusi dari dua bug tadi adalah reload savegame sebelumnya namun hal ini tak bisa dilakukan dengan Ironman Mode. Untungnya, Chimera Squad masih memungkinkan untuk mengaktifkan fitur Console Commands. Meski memang jadi sedikit aneh, setidaknya saya tidak perlu mengulang campaign Ironman Mode saya tadi dari awal.

Selain dari fitur Console Commands yang bisa diaktifkan, Chimera Squad juga bisa di-modding. Anda juga bahkan bisa mengunduh gratis Chimera Squad Development Tools dari Steam jika tertarik untuk modding game ini. Sayangnya, jujur saja karena ukuran Development Tools-nya 70GB dan base game-nya tidak terlalu menarik, saya belum mencobanya secara langsung. Padahal, biasanya saya sangat tertarik untuk bereksperimen sendiri soal modding.

Screenshot: Chimera Squad
Screenshot: Chimera Squad

Komunitas modding Chimera Squad sendiri mungkin bisa dibilang cukup baik. Meski baru dirilis bulan April, saat saya menulis artikel ini di bulan Juni, sudah ada 93 items di Steam Workshop dari Chimera Squad. Beberapa mods di sana juga menarik sebenarnya karena ada yang memberikan karakter-karakter baru untuk dimainkan. Namun demikian, ketertarikan saya untuk modding game ini sendiri tidak sebesar yang saya rasakan saat bermain PoE 2: Deadfire, The Witcher 3, D:OS 2, ataupun Skyrim.

Average Score: 68.75/100

Akhirnya, seperti yang Anda lihat dari skor di masing-masing bagian, Chimera Squad mungkin memang tidak menyuguhkan salah satu aspek yang sangat berkesan. Namun demikian, ia juga tidak memiliki aspek yang menyedihkan.

Misalnya, dibandingkan dengan The Outer Worlds (TOW) yang saya review sebelumnya. TOW memang superior dalam hal grafis, plot, cerita, dan karakternya dibanding Chimera Squad. Namun TOW sangat menyedihkan dalam hal durasi permainan dan aspek modding — yang biasanya disuguhkan dari game-game Obsidian. Sedangkan Chimera Squad lebih rata dalam setiap aspeknya — makanya itu juga nilai rata-ratanya lebih tinggi. Meski begitu, nilai rata-rata yang lebih tinggi bukan berarti bisa jadi lebih favorit/berkesan buat saya pribadi.

Screenshot: Chimera Squad
Screenshot: Chimera Squad

Terlepas dari hal tadi, dengan kompleksitas gameplay yang lebih sederhana, dialog antar karakter yang cukup menghibur, dan harga yang sangat terjangkau (Rp210 ribu saat artikel ini ditulis) saya sungguh percaya Chimera Squad tetap layak dibeli dan dimainkan jika Anda memang fans game strategi turn-based ataupun fans XCOM.

Selain itu, bagi Anda yang ingin mencoba genre strategi turn-based pertama kali, Chimera Squad juga akan menjadi pengantar yang cukup ramah untuk pemula. Chimera Squad mungkin juga cocok bagi Anda yang tidak punya PC kelas high-end namun sedang kebingungan mencari game baru dengan harga yang cukup terjangkau.

Chimera Squad Ialah Spin-Off Sekaligus ‘Penerus’ Seri XCOM

Kesuksesan reboot XCOM memicu lahirnya rentetan permainan strategi turn-based generasi baru, contohnya Phoenix Point, Mutant Year Zero, Phantom Doctrine hingga Battletech. Tapi sejauh ini, game yang betul-betul layak jadi penerusnya hanyalah XCOM 2. Banyak fans berharap agar Gears Tactics betul-betul mengesankan seperti janji Xbox Game Studios, namun kabar baiknya, kita juga mendapatkan satu alternatif lagi.

Secara tiba-tiba, Firaxis mengumumkan ‘babak selanjutnya’ dari seri XCOM yang mereka namai Chimera Squad. Konsepnya cukup menarik karena XCOM: Chimera Squad bukanlah sekuel ataupun expansion pack. Ia merupakan spin-off sekaligus penerus kisah XCOM 2. Chimera Squad bukan hanya digarap buat para fans XCOM, namun juga diracik sebagai gerbang masuk bagi pendatang baru ke franchise ini.

Ketika dua game XCOM sebelumnya difokuskan pada perjuangan manusia melawan penindasan alien, latar belakang Chimera Squad sedikit berbeda. Lima tahun telah berlalu setelah pemerintah bayangan Advent berhasil ditumbangkan, dan manusia serta alien akhirnya dapat hidup harmonis. Kini mereka harus membangun ulang peradaban yang sebelumnya berantakan akibat konflik. Chimera Squad ialah nama dari pasukan khusus antar-spesies penjaga keamanan Kota 31.

Di XCOM: Chimera Squad, pemain akan mengendalikan dan mengelola tim berisi 11 agen (semuanya didesain oleh Firaxis). Game tetap mempertahankan formula strategi turn-based khas XCOM, namun ada banyak hal yang dimodifikasi developer. Perbedaan karakteristik, latar belakang, serta kemampuan unik masing-masing agen sengaja diusung untuk memberi warna pada tim. Pendekatan ini kabarnya terinspirasi dari expansion pack XCOM 2: War of the Chosen.

Sejumlah perubahan lain juga lebih fundamental. Ketika misi dimulai, pemain dipersilakan memilih lokasi penerjunan pasukan – developer menyebutnya Breach Mode. Beberapa tempat bisa diinfiltrasi oleh agen tertentu, dan tiap pilihan punya keuntungan dan kekurangannya sendiri. Perbedaan selanjutnya terletak pada bagaimana turn diterapkan. Sewaktu perintah dieksekusi, agen Chimera dan pasukan musuh akan beraksi bersama-sama; tidak bergantian seperti sebelumnya.

Dan karena tiap anggota Chimera Squad merupakan bagian dari narasi permainan (mereka akan berinteraksi dengan sesamanya), Firaxis juga menghilangkan sistem permadeath (kematian permanen). Saat seorang agen tumbang di tengah misi, rekannya harus menstabilkan kondisinya. Jika gagal, misi tersebut akan gagal. Kondisi ini berbeda dari game sebelumnya, ketika misi bisa diselesaikan meski hanya tersisa satu orang di tim Anda.

XCOM Chimera Squad 1

Hal menarik lain dari Chimera Squad adalah cara 2K Games menyajikannya. Terlepas dari kontennya yang orisinal, permainan dijajakan di harga expansion pack. Saat dirilis di tanggal 24 April nanti, Anda bisa memilikinya cukup dengan mengeluarkan uang Rp 105 ribu. Harganya akan naik jadi Rp 210 ribu di tanggal 2 Mei 2020. Buat sekarang, game baru tersedia untuk Windows PC via Steam.

Via US Gamer.

 

Divinity: Fallen Heroes Ialah Sekuel Original Sin II Dengan Sentuhan ala XCOM

Bersama The Witcher 3 dan trilogi Dark Souls, banyak orang setuju bahwa Divinity: Original Sin II merupakan permainan role-playing modern terpenting. Game kreasi Larian Studios itu istimewa berkat kombinasi kompleksnya dunia dan cerita, karakter-karakter unik, serta bagaimana ia memberikan para pemain keleluasaan dalam memecahkan masalah dan menyelesaikan tugas.

Dua tahun hampir berlalu semenjak Divinity: Original Sin II melakukan debutnya di Windows. Dan secara mendadak, tim developer dari Belgia itu mengumumkan Divinity: Fallen Heroes di tengah minggu ini. Game baru tersebut sangat menarik karena berperan sebagai sekuel sekaligus spin-off dari Original Sin II. Lewat pengembangannya, Larian mecoba bereksperimen dengan formula baru, berangkat dari gameplay taktis di dua Original Sin terdahulu.

Fallen Heroes mungkin bisa dideskripsikan sebagai Final Fantasy Tactics-nya seri Divinity. Dan menggali lebih dalam, game punya sejumlah kesamaan dengan seri XCOM. Itu artinya, ia siap memuaskan dahaga penggemar permainan strategi kelas kakap – tetapi dilatarbelakangi jagat fantasi, bukan sci-fi. Di sana Anda dapat merekrut pasukan dari berbagai ras, lalu meng-upgrade dan membekali mereka dengan perlengkapan yang lebih baik.

Uniknya, kita akan menemui banyak hal familier di Divinity: Fallen Heroes. Pertama, karakter-karakter Divinity: Original Sin II seperti Malady, Fane, Ifan, Lohse, Sebille, Red Prince, dan Beast akan hadir lagi serta membantu Anda mengerjakan misi. Kedua, perahu perang Lady Vengeance kembali jadi markas dan pusat misi. Anda tidak bisa membangun atau menambah ruang seperti di XCOM, tapi dipersilakan buat mengunjungi area berbeda dan berdialog dengan penghuninya.

Satu lagi kesamaan antara Fallen Heroes dan XCOM adalah sistem kematian permanen. Itu artinya, keputusan keliru dapat menyebabkan karakter favorit yang telah Anda asuh sedimikian rupa tewas. Game juga tidak kalah menantang: musuh akan mencoba menyergap Anda dan mereka bisa menggunakan kemampuan serupa para hero di tim Anda. Untuk meminimalkan korban, pemain dituntut buat berpikir dan mengeksekusi langkah matang-matang.

Seperti dalam Original Sin, elemen memegang peranan penting dalam pertempuran. Genangan oli bisa menghambat gerakan musuh dan membakar mereka jika disulut api. Lawan yang basah kuyup dapat lebih mudah membeku. Lalu selain mematikan, elemen racun bisa pula meledak. Namun berbeda dari XCOM, beberapa level punya kondisi kemenangan yang bervariasi karena Fallen Heroes juga mengedepankan elemen narasi dan cerita.

Divinity: Fallen Heroes diproduksi secara kolaboratif oleh Larian dan Logic Artists. Game dijadwalkan untuk meluncur di sejumlah platform gaming di tahun ini juga, tetapi developer belum mengungkap detailnya secara lebih spesifik. Tebakan saya, Fallen Heroes kemungkinan akan tersedia di PC, Xbox One dan PS4 – dan saya pribadi berharap ada versi Nintendo Switch-nya.

Sumber: Situs Divinty: Fallen Heroes. Tambahan: PC Gamer.

Akhirnya XCOM: Enemy Unknown Diluncurkan Untuk Perangkat Android

Sempat muncul rumor yang menyatakan bahwa XCOM mungkin tidak akan pernah hadir di Android. Kita hanya bisa menerka-nerka apakah hal tersebut juga merupakan bagian dari persaingan game eksklusif yang dilakukan Apple dan Google. Tapi untungnya hal tersebut tidak terjadi, XCOM: Enemy Unknown meluncur di Google Play tanggal 23 April lalu. Continue reading Akhirnya XCOM: Enemy Unknown Diluncurkan Untuk Perangkat Android