Kenapa Menonton Turnamen Esports Gratis? Perlukah Tiket Berbayar?

Dari awal kemunculannya, esports memang sering disandingkan dengan olahraga tradisional. Beberapa kompetisi esports bahkan telah menggunakan model serupa dengan olahraga tradisional, seperti model franchise yang digunakan oleh Mobile Legends Professional League (MPL). Di luar negeri, beberapa liga telah menerapkan sistem kandang-tandang, seperti Overwatch League dan Call of Duty League. Penonton esports juga digadang-gadang akan terus naik dari tahun ke tahun, menyaingi olahraga tradisional.

Hanya saja, ada satu perbedaan antara pertandingan olahraga tradisional dan esports, setidaknya di Indonesia, yaitu soal tiket menonton. Jika Anda ingin menonton pertandingan sepak bola di Gelora Bung Karno, antara klub lokal sekalipun, Anda pasti harus membayar tiket. Namun, lain halnya dengan turnamen esports. Saat ini, kebanyakan turnamen esports masih mengizinkan penonton untuk datang secara gratis. Memang, ada beberapa kompetisi yang mencoba menawarkan tiket berbayar, tapi terkadang, hal ini justru membuat jumlah penonton turun.

Apakah Turnamen Esports Offline Penting?

Pandemi virus corona memaksa banyak kompetisi olahraga dibatalkan, mulai dari balapan sampai liga sepak bola. Untungnya, kompetisi esports masih bisa diadakan secara online, meski ada beberapa kendala yang harus diselesaikan. Memang, pertandingan esports sebenarnya bisa diadakan secara online sepenuhnya. Pertandingan bisa diadakan selama para peserta terhubung ke internet. Sementara untuk menyiarkan pertandingan itu, pihak penyelenggara bisa memanfaatkan berbagai platform streaming game seperti YouTube, Facebook Gaming, dan Twitch. Meskipun begitu, bukan berarti turnamen esports tak perlu digelar offline.

Salah satu masalah ketika turnamen esports diadakan secara online adalah ping yang tinggi, terutama jika pertandingan mempertemukan dua tim yang berada di negara atau bahkan benua yang berbeda. Masalah lainnya adalah soal validitas pertandingan. Saat pertandingan esports diadakan secara offline, pihak penyelenggara bisa memastikan bahwa tidak ada pemain yang bermain curang, bahwa semua perlengkapan yang digunakan peserta tidak dimodifikasi. Jika pertandingan diadakan secara online, penyelenggara harus mengambil langkah pencegahan seperti mendatangkan pengawas ke tempat tim berlaga.

Mobile Legends Pro League diadakan secara online karena pandemi virus corona. | Sumber: Moonton
Mobile Legends Pro League Season 5 diadakan secara online karena pandemi virus corona. | Sumber: Moonton

Sekalipun semua masalah teknis di atas bisa diselesaikan, tetap ada alasan untuk menyelenggarakan turnamen esports secara offline. Apa itu? Sensasi. Di era serba internet ini, Anda dapat dengan mudah menemukan video konser dari band favorit Anda di YouTube. Pertandingan olahraga bergengsi — seperti Piala Dunia — juga pasti disiarkan di televisi. Namun, hal ini tidak menghentikan orang-orang untuk datang ke konser Maroon 5 atau pergi jauh-jauh ke negara tempat Piala Dunia diselenggarakan. Padahal, jelas jauh lebih mudah dan nyaman untuk menonton konser/pertandingan sepak bola dari rumah. Begitu juga dengan turnamen esports.

CEO Mineski Global Indonesia, Agustian Hwang juga setuju dengan pengalaman event offline yang tidak dapat disuguhkan lewat online. “Kalau menurut pandangan saya, kiblat esports adalah olahraga konvesional lainnya, seperti sepakbola. Walaupun pertandingan sepakbola dapat dinikmati melalui televisi ataupun platform online lainnya, ada beberapa experience yang tidak dapat dinikmati secara online seperti atmosfer pertandingan saat memberikan dukungan langsung tim yang bertanding, kesempatan meet and greet dengan pemain ataupun figur-figur esports, koleksi merchandise event maupun team, dan masih banyak lagi.” Jelasnya.

“Menonton secara online dan offline itu sangat berbeda. Hype yang diciptakan saat menonton offline jauh lebih asik daripada saat menonton online saja,” kata Reza Ramadan, Head of Broadcast and Content, Moonton saat dihubungi melalui pesan singkat. Dia juga menjelaskan tentang pentingnya penyelenggaraan turnamen esports offline bagi pihak penyelenggara turnamen. “Turnamen offline tetap dibutuhkan karena berfungsi untuk menjembatani berbagai pihak seperti para fans yang ingin menonton tim kesayangannya secara langsung dan punya chance besar untuk bertatap muka serta aktivasi untuk sponsor sehingga mereka bisa berinteraksi secara langsung dengan para audiens.”

Irliansyah Wijanarko, Chief Growth Officer, RevivalTV juga mengatakan hal yang sama. “Pengalaman yang didapatkan oleh pemain dan penonton pastinya beda banget, antara offline dan online,” ujarnya saat dihubungi oleh Hybrid.co.id. “Adrenalinnya, euforianya, ajang temu kangen sama teman-temannya, pengalaman bisa foto bareng pemain profesional, teriak-teriak taunting lawan, dan pastinya bentuk apresiasi ketika juaranya nyata dan disaksikan oleh ribuan pasang mata lainnya.”

Mobile Legends Profesional League
Saat RRQ menjuarai MPL Season 5. | Dokumentasi: MPL Indonesia

Dia membandingkan turnamen esports offline dengan konser musik. Selama sebuah kegiatan offline masih bisa memberikan pengalaman yang unik, maka para penonton akan tetap tertarik untuk datang. “Dan pada dasarnya, sebagai manusia, kita adalah makhluk komunal. Jadi, pastinya interaksi dengan orang-orang yang punya ketertarikan yang sama (yang datang ke turnamen esports juga) bakal jadi sebuah nilai plus,” katanya.

Kenapa Penonton Esports Indonesia Enggan Membayar Tiket?

Jika dibandingkan dengan menonton secara online, turnamen esports offline memang dapat memberikan pengalaman yang unik bagi para penontonnya. Namun, hal itu bukan berarti para penonton rela untuk membayar tiket demi menonton. Irli memperkirakan, saat ini, 9 dari 10 turnamen esports di Indonesia bisa ditonton secara gratis.

“Kalau pun berbayar, biasanya penonton dapat reward produk yang nilainya sama dengan harga tiket,” kata Irli. Contohnya, dalam Dunia Games League, penonton yang membeli tiket masuk juga akan mendapatkan kartu SIM Telkomsel berisi pulsa dengan nominal yang senilai harga tiket. Contoh lainnya adalah Mobile Legends Professional League. Reza menjelaskan, harga tiket MPL berkisar Rp20 ribu-an. Selain dapat menonton pertandingan MPL secara langsung, orang-orang yang membeli tiket juga akan mendapatkan in-game items senilai dengan tike tersebut.

“Hal ini demi mengajarkan fans esports di Indonesia ‘kebiasaan’ membeli tiket,” ujarnya. Memang, salah satu faktor mengapa kebanyakan turnamen esports tidak menjual tiket adalah karena penonton esports yang sudah terlanjur terbiasa datang ke acara tanpa harus mengeluarkan uang sepeserpun untuk membeli tiket.

Free Fire Asia Invitational. | Sumber: YouTube
Free Fire Asia Invitational. | Sumber: YouTube

“Kita terbiasa untuk datang ke acara esports dengan gratis. Dan kebanyakan orang yang datang pun memang orang-orang yang mau menonton pertandingannya saja,” ungkap Irli. “Karena marketnya masih berkembang dan animonya masih luar biasa untuk menarik orang-orang datang ke acara offline, jadi tidak diperlukan banyak compliment show atau hiburan lain selain game itu sendiri. Sehingga, penyelenggara tidak punya banyak opsi dalam melakukan eksperimen terkait acara yang mereka adakan.”

Irli menjelaskan, karena kebanyakan penonton datang untuk menonton pertandingan antara tim esports, jika penyelenggara mengadakan hiburan lain — misalnya, mengundang penyanyi sebagai acara pembuka atau penutup — hal itu justru menjadi sia-sia. “Sering kali, ketika guest star-nya tampil, penonton malah sudah bubar,” aku Irli. “Jadi, dari pihak penyelenggara juga tidak bisa memungut bayaran untuk hiburan tambahan. Karena pada akhirnya, penonton datang hanya untuk menonton main event-nya.”

Irli menyebutkan, alasan lain mengapa penonton esports enggan membayar tiket adalah soal ekslusivitas. “Beda dengan panggung hiburan lainnya seperti olahraga atau musik, para tokoh di esports sangat aktif. Kebanyakan dari mereka melakukan livestream dan membuat konten di YouTube serta Instagram, sehingga para fans-nya merasa ‘connected’ hampir setiap hari,” ujar Irli. Karena itulah, bagi para fans, bertemu dengan idolanya di turnamen offline atau event besar tak lagi terasa istimewa. “Nggak spesial, begitulah.”

Menurut Reza, alasan mengapa kebanyakan turnamen esports di Indonesia masih gratis adalah karena pasar esports Tanah Air yang masih muda, sesederhana itu. “Market Indonesia kan bisa dibilang masih baru, jadi perlu diedukasi. Sementara di luar sana, kebanyakan orang sudah terbiasa untuk menjual tiket acara offline secara proper, karena mereka memang sudah start jauh lebih dulu dari Indonesia.”

Evil Geniuses menjuarai GESC 2019 di Jakarta. | Sumber: RevivalTV
Evil Geniuses menjuarai GESC 2019 di Jakarta. | Sumber: RevivalTV

Irli mengungkap, target audiens dari sebuah turnamen esports juga akan memengaruhi harga tiket. “Ketika ada event internasional untuk game PC, dengan pemain yang rata-rata lebih dewasa, mereka akan lebih bersedia membayar ekstra untuk mendapatkan pengalaman eksklusif, bertemu dengan pemain profesional idola mereka dari luar negeri,” jelas Irli. “Sementara untuk mobile game, dengan audiens yang lebih muda, mereka kebanyakan belum punya buying power yang cukup dan masih mikir macam-macam kalau mau datang ke event.”

Namun, Agus memiliki pendapat yang berbeda. Dia berkata, pantas atau tidaknya sebuah turnamen esports menjual tiket tergantung pada kualitas dari acara itu sendiri. “Menurut pandangan saya, untuk memungut bayaran dari ticketing akan tergantung pada kualitas dari event dan fitur apa saja yang ditawarkan pada audiens sehingga mereka rela untuk spending. Jadi, kaitannya bukan dari segi target audiensnya, tapi dari segi value yang dapat diberikan dari event tersebut untuk audiens,” ujar pria yang akrab dengan panggilan Agus ini.

Sementara dari sudut pandang pihak penyelenggara turnamen, mereka juga punya alasan sendiri mengapa mereka memilih untuk tidak menjual tiket. “Alasan utamanya mungkin adalah untuk mengejar target jumlah audiens yang datang, yang ditetapkan pihak sponsor,” ujar Irli. Dia menjelaskan, biasanya, pada tahap pengajuan proposal pada sponsor, pihak penyelenggara akan menjanjikan bahwa acara mereka akan mendatangkan sekian banyak penonton. Jika penyelenggara turnamen menjual tiket, ada kemungkinan jumlah penonton yang datang justru turun dan tidak mencapai target. “Sehingga, jika dirasa biaya produksi sudah ditutup oleh uang dari sponsor, tidak perlu lagi menjual tiket untuk mendapatkan revenue.”

Apakah Turnamen Esports Offline di Indonesia akan Terus Gratis?

Saat ditanya apakah di masa depan, turnamen esports offline di Indonesia akan mulai menyediakan tiket berbayar, Irli mengatakan, “Aku yakin, nantinya penyelenggarakan akan menyediakan tiket dan harganya makin lama makin mahal, walau harga juga tergantung pada seberapa eksklusif event-event esports yang diadakan di Indonesia.” Seiring dengan waktu, gen Z yang menjadi target audiens utama turnamen esports mobile game saat ini juga akan tumbuh dewasa, sehingga mereka akan memiliki buying power yang lebih besar. Meskipun begitu, Irli percaya, uang bukanlah sumber utama mengapa turnamen esports di Indonesia tidak menjual tiket pada para penonton.

“Aku percaya, uang sebenarnya bukan faktor utama, walau memang cukup berpengaruh, sesuai target market game itu sendiri. Faktor utamanya adalah habit yang terbentuk di kalangan penonton,” ujar Irli. “Acara-acara esports besar di Indonesia, seperti MPL, PMPL, dan Free Fire itu gratis. Sebuah kompetisi level tertinggi dari sebuah game diadakan secara gratis dan acara itu diadakan resmi oleh publisher-nya sendiri. Jadi, saat ini, yang pegang kendali adalah para publisher. Mereka yang mengatur tren terkait game mereka.” Jika turnamen resmi yang diadakan oleh pihak publisher gratis, maka penonton akan berpikir bahwa turnamen yang diadakan oleh pihak ketiga seharusnya juga gratis. Apalagi, jika acara tersebut tidak lebih baik atau megah dari turnamen yang diadakan oleh publisher.

Penonton yang membludak pada babak final MPL Season 4. | Sumber: Moonton
Penonton yang membludak pada babak final MPL Season 4. | Sumber: Moonton

Reza menjelaskan, saat ini, Moonton sudah menyediakan tiket untuk MPL. Namun, tiket bukan merupakan sumber pemasukan. “Saat ini, kami menyediakan tiket demi mengedukasi fans esports untuk berkomitmen dan menghindari overcapacity di satu arena,” ujarnya. “Contoh kasusnya adalah saat MPL Season 4. Antusiasme fans yang sangat luar biasa mengharuskan kami untuk menahan mereka di luar stadion. Dan kami mengerti kekecewaan mereka: sudah datang jauh-jauh tapi tidak kebagian kursi atau bisa masuk ke dalam stadion. Dan jumlahnya tidak sedikit, mencapai ribuan. Kami ingin mengatasi masalah tersebut. Salah satunya dengan ticketing.”

“Untuk pemasukan, ada banyak sekali sumbernya. Salah satunya adalah sponsorship dari berbagai pihak. Seperti di Season 5, kami punya Realme dan NimoTV sebagai sponsor utama kita,” jawab Reza ketika ditanya tentang sumber pemasukan bagi penyelenggara turnamen esports. Lebih lanjut dia mengungkap, jika dibandingkan dengan sumber pemasukan utama, seperti sponsorship, potensi pemasukan dari penjualan tiket tidak terlalu signifikan. Jadi, tidak heran jika penyelenggara tak terlalu mengejar penjualan tiket turnamen esports, setidaknya untuk saat ini. Soal pendapatan, Agus menambahkan, selain pemasukan dari sponsor, acara esports juga bisa mendapatkan pemasukan dari penjualan merchandise dan juga hak siar.

Irli mengatakan, total pemasukan penyelenggara dari penjualan tiket hanya akan mencapai sekitar 10-25 persen dari total pendapatan mereka. “Misalnya, harga rata-rata tiket Rp50 ribu. Dengan kapasitas Tennis Indoor Senayan untuk seatings dan festival adalah 4 ribu orang, maka jumlah pemasukan maksimal yang didapatkan oleh penyelenggara adalah Rp200 juta per hari. Biasanya, acara diadakan selama 2 hari, jadi total pemasukan dari penjualan tiket adalah Rp400 juta, maksimal. Sementara menyewa Tennis Indoor untuk acara dua hari memakan biaya sekitar Rp440 juta, ditambah biaya sewa waktu instalasi dan tear down sekitar Rp200 juta-an lagi. Belum lagi biaya produksi yang diperlukan untuk memasang panggung dan lain-lain. Secara total, mengadakan acara selama 2 hari di Tennis Indoor bisa menghabiskan biaya minimal Rp2 miliar,” ungkap Irli panjang lebar.

Lebih lanjut, Irli mengatakan, salah satu kelemahan penggunaan tiket berbayar adalah jumlah penonton yang terbatas. Masalahnya, orang-orang yang telah membeli tiket pasti ingin bisa datang dan pergi sesuka hati mereka. Sementara, acara esports biasanya berjalan selama sekitar 8 jam dalam sehari. Menurut Irli, penjualan tiket justru bisa berdampak negatif pada audiens offline. “Mungkin mereka baru datang sore ketika pertandingan mulai memanas. Mungkin, mereka juga datang di awal, tapi tim favoritnya gugur, sehingga mereka pulang terlebih dahulu. Hal ini membuat stadion terlihat ‘kosong’, seolah-olah tak ada penonton yang datang,” ujarnya. Padahal, pihak penyelenggara tak mungkin menjual kembali tempat duduk yang telah dibeli karena sewaktu-waktu, pemilik tiket bisa kembali datang.

Free Fire Shopee Indonesia Masters 2019 Season 2 digelar di Tennis Indoor Senaya. | Sumber: BolaSport.com
Free Fire Shopee Indonesia Masters 2019 Season 2 digelar di Tennis Indoor Senaya. | Sumber: BolaSport.com

“Saat ini, kebanyakan penyelenggara turnamen esports yang audiesnya besar, seperti MPL dan Free Fire, menggunakan sistem rolling,” jelas Irli. “Setiap pertandingan, 4 ribu orang akan masuk ke stadion dan duduk. Ketika ada istirahat antar match dan orang-orang keluar, para penonton yang masih mengantre akan dipersilahkan masuk, begitu terus hingga selseai. Sehingga, pada akhirnya, walau Tennis Indoor kapasitasnya hanya 4 ribu orang, jumlah audiens yang menonton bisa mencapai 12-16 ribu orang per hari. Dan hal ini akan membuat sponsor senang. Mengingat sebagian besar sumber pemasukan datang dari sponsor, ya mau nggak mau, penyelenggara harus buat mereka senang.”

Bagaimana Bentuk Kerja Sama dengan Sponsor?

Seiring dengan semakin populernya esports, semakin banyak perusahaan yang tertarik untuk menjadi sponsor, termasuk merek non-endemik, seperti merek makanan atau perusahaan otomotif. Tentu saja, masing-masing perusahaan punya tujuan sendiri untuk menjajaki esports. Karena itulah, Reza mengatakan, bentuk kerja sama antara sponsor dan penyelenggara turnamen juga biasanya berbeda-beda. “Misalnya, pada MPL Season 5, kita punya sponsor Realme dan Nimo TV. Bentuk kerja sama kami dengan keduanya tentu jauh berbeda, walau benefit bagi mereka mungkin ada yang mirip, seperti placement logo. Meskipun begitu, objektif dari setiap sponsor ketika mereka menjalin kerja sama dengan kami pasti berbeda-beda.”

Sementara itu, Irli mengatakan, salah satu jenis bentuk kerja sama yang diinginkan oleh kebanyakan sponsor adalah adanya experience booth di tempat turnamen. Di booth tersebut, para penonton akan bisa langsung mencoba produk dari milik sponsor. “Tapi, kebanyakan, sponsor berharap penyelenggara akan bisa memberikan solusi ke mereka: kegiatan apa yang bagus untuk audiens esports,” ujarnya. Sayangnya, tidak semua penyelenggara memerhatikan hal ini. Dia berkata, ada banyak EO yang berpikir, “Yang penting sponsor mendapatkan eksposur” tanpa memerhatikan apakah keuntungan yang didapat sponsor maksimal atau tidak. Hal ini akan berdampak buruk karena menyebabkan sponsor kapok untuk kembali menjalin kerja sama di masa depan.

Namun, penyelenggara tak bisa hanya memuaskan sponsor tanpa memedulikan kepuasan pengunjung. “The worst thing that can happen to the audience adalah ketika mereka datang ke acara offline dan disodorin produk sponsor gede-gede ke muka mereka,” kata Irli. “Mereka datang untuk lihat tim esports, bukan untuk dipaksa beli barang sponsor. Organizer harus memikirkan cara dan bahasa yang cocok sama target market-nya, untuk memastikan audiens merasa produk sponsor sesuai dengan ketertarikan mereka dan memang mendukung game terkait.”

Kesimpulan

Pada dasarnya, esports memang kegiatan digital. Pertandingan esports bisa dilakukan secara online, tanpa mengharuskan para peserta bertatap muka. Namun, turnamen esports offline tetap memberikan pengalaman yang berbeda, sehingga tetap ada orang-orang yang lebih memilih untuk menonton pertandingan esports secara langsung daripada sekadar melalui online.

Hanya saja, kebanyakan turnamen esports offline belum menjual tiket berbayar. Ada beberapa alasan mengapa hal ini terjadi, mulai dari pasar yang belum matang, masyarakat yang sudah terlanjur terbiasa menonton gratis, sampai masalah eksklusivitas sebuah acara. Ke depan, seiring dengan berkembangnya esports, tak tertutup kemungkinan penyelenggara turnamen esports akan menjual tiket berbayar.

“Menurut saya, Indonesia punya potensi paling besar dibandingkan negara lain di wilayah SEA dalam perkembangan esports-nya. Jadi ketika tren sistem turnamen home-away muncul saya yakin Indonesia yang akan menjadi negara pertama yang akan implementasi.” Tutup Agus.

Sumber header: ESL via Fortune

Gen.G Kerja Sama dengan Puma untuk Buat Merchandise Baru

Perusahaan sportswear asal Jerman, Puma, baru saja menandatangani kontrak kerja sama dengan tim esports asal Korea Selatan, Gen.G. Sayangnya, tidak diketahui berapa nilai kontrak tersebut. Satu hal yang pasti, kerja sama antara Puma dan Gen.G akan berjalan selama lebih dari satu tahun. Melalui kerja sama ini, Puma akan menyediakan jersey untuk atlet profesional dan streamer dari Gen.G. Tim pertama yang mendapatkan jersey dari Puma adalah tim League of Legends Gen.G yang berlaga di League of Legends Champions Korea (LCK).

“Saya bangga karena Gen.G menjadi rekan esports pertama Puma di Asia,” kata Chief Operating Officer Gen.G, Arnold Hur, seperti dikutip dari Inven Global. “Melalui kerja sama dengan Puma, saya tidak sabar untuk melihat kolaborasi antara pelaku esports, fashion, dan gaya hidup. Meskipun sekarang adalah waktu yang sulit bagi semua orang, industri esports masih akan terus tumbuh dan Gen.G akan memimpin jalan untuk menumbuhkan dan mempopulerkan industri esports.”

Melalui kerja sama ini, Puma dan Gen.G juga akan berkolaborasi untuk membuat merchandise berupa pakaian dan aksesori yang akan bisa dibeli oleh masyarakat. Sebelum ini, Puma juga telah menjalin kerja sama dengan organisasi esports lain. Pada 2019, Puma berkolaborasi dengan Cloud9, khususnya dengan tim League of Legends mereka yang berlaga di liga Amerika Utara. Perjanjian kerja sama keduanya lalu diperluas sehingga mencakup semua tim esports Cloud9, kecuali tim Overwatch League, London Spitfire.

“Gen.G adalah salah satu pemimpin di industri esports dan kami sangat senang karena dapat bekerja sama dengan mereka,” kata Head of Puma Korea, Rasmus Holm. “Kami akan bekerja sama untuk terus mendukung industri esports dengan menyediakan produk dan layanan terbaik bagi para pemain profesional, streamer, dan fans.”

Saat ini, Gen.G telah menjalin kerja sama dengan berbagai perusahaan dan organisasi. Pada Maret 2020, mereka baru saja menandatangani kontrak dengan dealer Mercedes-Benz di Korea Selatan. Sementara pada tahun lalu, mereka telah bekerja sama dengan University of Kentucky, Bumble, serta LA Fitness dan Simple Habit.

IEFTL Minggu ke-5, Ghazeto Perbesar Jarak dengan Remaong FC

Minggu lalu merupakan minggu ke-5 dari Indonesia Efootball Team Lobby (IEFTL). Saat ini, Ghazeto Storia masih menduduki posisi puncak di klasemen sementara dengan 52 poin dan selisih gol sebesar 49. Selisih poin Ghazeto dengan Remaong FC, yang kini menjadi runner-up, cukup jauh, mencapai 17 poin. Remaong FC sempat memuncaki klasemen sementara pada minggu ke-1. Namun, mereka tergelincir ke posisi ke-4 pada minggu ke-2. Sekarang, Remaong FC duduk di peringkat ke-2 dengan 35 poin.

Selisih poin antara tim-tim di peringkat 2 sampai peringkat 6 sangat tipis. Posisi ke-3 dan ke-4 diduduki oleh Garuda Ten dan Gatot Kaca. Keduanya sama-sama memiliki 34 poin. Hanya saja, Garuda Ten memiliki selisih gol yang lebih besar, mencapai 23 sementara selisih gol Gatot Kaca hanya mencapai 11. Tim yang duduk di peringkat ke-5 dan ke-6 juga memiliki poin yang sama, yaitu 33 poin.

IEFTL Minggu ke-5
Klasemen sementara IEFTL minggu ke-5. | Sumber: Facebook

Sementara itu, Ghazeto Storia berhasil mempertahankan posisinya di puncak klasemen sejak minggu ke-2. Memang, berdasarkan data dari IEFTL, Ghazeto merupakan tim dengan winning streak paling lama. Mereka berhasil memenangkan 20 pertandingan berturut-turut. Tak hanya itu, mereka juga memegang undefeated streak paling lama dengan 22 pertandingan tanpa kalah.

IEFTL diadakan dengan dua format pertandingan, yaitu liga dan IEFTL Cup. Pertandingan liga utama diadakan setiap hari Kamis dan Jumat sementara pertandingan IEFTL Cup diadakan setiap 2 minggu pada hari Selasa. Menurut data dari IEFTL, sepanjang minggu ke-5, tercipta 877 gol, dengan 737 gol tercipta di liga dan 140 sisanya di IEFTL Cup. Hal itu berarti, jumlah rata-rata gol pada setiap pertandingan IEFTL — baik liga maupun cup — mencapai 2,55 gol.

IEFTL Minggu ke-5
Statistik IEFTL minggu ke-5. | Sumber: Facebook

Masih menurut data statistik IEFTL, Ghazeto Storia dinobatkan sebagai tim penyerang terbaik. Hal ini terlihat dari fakta bahwa mereka mencetak gol paling banyak, yaitu 88 gol. Garuda Ten menjadi tim ofensif terbaik ke-2 dengan total gol 81, diikuti oleh Aliansi dengan 77 gol, Remaong FC dengan 73 gol, dan JCC E-Sports dengan 60 gol. Untuk soal kemampuan bertahan, Volcano menjadi tim dengan pertahanan terbaik, diikuti oleh Gatot Kaca, Aco Glory, Remaong FC, dan Ghazeto Storia.

Di Tengah Pandemi Corona, Microsoft Punya Strategi Khusus untuk Rilis Xbox Series X

Microsoft dan Sony akan meluncurkan konsol baru mereka pada 2020. Hal ini berarti, mereka harus siap menghadapi masalah yang mungkin muncul akibat pandemi virus corona. Head of Xbox, Microsoft, Phil Spencer, mengaku bahwa Microsoft telah menyiapkan strategi khusus untuk mengatasi masalah tersebut.

“Pada awalnya, ketika kami mulai bekerja dari rumah, muncul kekhawatiran akan masalah suplai dan tentang bagaimana kami akan menguji hardware kami,” kata Spencer pada BBC ketika ditanya bagaimana pandemi virus corona memengaruhi rencana Microsoft dalam meluncurkan Xbox Series X. Namun, dia mengungkap, Microsoft berhasil mengatasi masalah itu. “Kita menyiapkan alat penguji di rumah dan kami semua menggunakan alat tersebut, jadi kami bisa memastikan bahwa tidak ada masalah pada konsol baru kami.”

Spencer juga sadar, pandemi akan menyebabkan perubahan besar pada perekonomian. “Kami melihat banyak orang dipecat. Dan hal ini menyulitkan kami,” kata Spencer. “Gaming adalah hobi dan bukannya kebutuhan utama. Bisnis kami tidak melibatkan makanan atau tempat tinggal. Jadi, ketika kami meluncurkan konsol baru, kami ingin benar-benar memahami keadaan masyarakat. Bagaimana agar kami bisa membuat konsol kami memiliki harga yang terjangkau?”

Xbox series x corona
Microsoft masih akan merilis Xbox Series X pada 2020. | Sumber: Business Insider

Salah satu strategi Microsoft untuk memudahkan masyarakat membeli Xbox Series X adalah menyediakan program berlangganan Xbox All Access. Program tersebut memungkinkan seseorang untuk membeli konsol baru Microsoft dengan mencicil setiap bulan. “Jika Anda tidak ingin membeli konsol baru sekarang dan memilih untuk tetap menggunakan konsol yang Anda miliki sekarang, kami tetap akan memberikan dukungan pada konsol tersebut,” ujar Spencer. “Dan melalui teknologi seperti smart delivery, Anda bisa membeli game untuk konsol lama dan memainkannya di konsol baru. Dengan ini, pelanggan kami bisa memilih opsi terbaik bagi mereka.”

Spencer mengaku optimistis industri gaming akan bertahan di tengah resesi. Dia memberikan contoh resesi yang terjadi di Amerika Serikat pada 2008-2009. Industri gaming dapat melalui resesi tersebut dengan baik. Pasalnya, ketika seseorang membeli konsol dan game, mereka akan memainkannya hingga ratusan jam. “Harga memang penting, tapi strategi kami akan fokus pada para pemain dan bukannya pada konsol,” ujarnya.

Selama ini, total penjualan menjadi salah satu tolok ukur kesuksesan sebuah konsol. Namun, Spencer mengungkap, belakangan, perusahaan mulai menggunakan tolok ukur yang berbeda. Kini, perusahaan pembuat konsol lebih tertarik untuk meningkatkan tingkat interaksi pemain dan tidak melulu fokus pada jumlah penjualan konsol. “Jika masyarakat tidak mau membeli Xbox baru pada tahun ini, hal itu bukan masalah. Strategi kami tidak fokus pada berapa banyak Xbox yang kami jual sepanjang tahun 2020. Kami fokus untuk memberikan layanan via Xbox Game Pass,” kata Spencer.

Memang, salah satu fitur yang Microsoft sediakan di Xbox Series X adalah backward compatibility. Dengan begitu, pemain bisa langsung memainkan ribuan game yang diluncurkan untuk Xbox generasi sebelumnya di Xbox Series X.

Sumber header: MSpoweruser

NetEase Buka Sakura Studio di Jepang, Fokus ke Game Konsol Next-Gen

NetEase baru saja mengumumkan bahwa mereka akan membuka studio baru di Tokyo, Jepang. Studio yang dinamai Sakura Studio tersebut akan fokus untuk membuat game-game dari konsol generasi berikutnya, seperti Sony PlayStation 5 dan Xbox Series X.

“NetEase Games berharap, kami dapat mengintegrasikan teknologi dan keahlian manufaktur kami untuk memberikan pengalaman bermain game yang sama sekali baru bagi gamer,” kata NetEase, seperti dikutip dari Games Industry.

NetEase adalah perusahaan game terbesar kedua di Tiongkok setelah Tencent. Selama ini, perusahaan game Tiongkok biasanya tidak terlalu memerhatikan game konsol karena pemerintah melarang penjualan konsol. Selain itu, kontribusi game konsol ke total pemasukan industri game tidak mencapai dari 1 persen. Namun, belakangan, Tencent mulai tertarik untuk membawa game mereka ke konsol. Tencent juga menjadi distributor Nintendo Switch di negara asalnya. Jadi, tidak aneh jika NetEase juga tidak mau kalah.

Game PC dan mobile buatan NetEase terkenal dengan kualitasnya. Belum lama ini, mereka mencoba untuk masuk ke pasar game konsol dengan melakukan porting game battle royale mereka ke konsol,” kata Daniel Ahmad, analis senior di Niko Partners, perusahaan analisa game yang fokus ke pasar Asia, menurut laporan Pocket Gamer. “Sekarang, mereka mulai mempertimbangkan untuk menggunakan strategi multiplatform dengan membuat game yang bisa dimainkan di berbagai platform.”

Pada akhir Mei 2020, NetEase memberikan laporan keuangan terbarunya. Ketika itu, mereka mengatakan bahwa pemasukan mereka sepanjang Q1 2020 mencapai 17,1 miliar yuan (sekitar Rp33,8 triliun), naik 18,3 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu. Memang, di tengah pandemi virus corona, industri game di Tiongkok justru mengalami pertumbuhan. Begitu juga di Amerika Serikat.

Saat mengumumkan laporan keuangan mereka, NetEase juga membanggakan fakta bahwa beberapa game mereka mendapat pengakuan internasional, khususnya di Jepang. Dua game NetEase, Knives Out dan Identity V, memang terbukti populer di Negeri Sakura tersebut.

Sumber header: Facebook

Riot Games Bakal Investasikan Rp142,8 Miliar ke Studio Game Milik Kaum Minoritas

Pembunuhan George Floyd, seorang pria berkulit hitam, menyebabkan ribuan warga Amerika Serikat turun ke jalan untuk protes, menuntut kesetaraan hak bagi orang-orang berkulit hitam. Hal ini mendorong Riot Games untuk ikut serta dalam membantu golongan minoritas tumbuh dan berkembang di dunia gaming.

“Di Riot Games, kita memiliki platform tidak hanya untuk mendukung gerakan penting, tapi juga memberikan kesempatan yang bisa mengubah hidup banyak orang. Salah satunya adalah dengan membuka akses ke modal dan sumber daya, karena peningkatan ekonomi bisa memberikan kesetaraan,” kata President Riot Games, Dylan Jadeja, seperti dikutip dari VentureBeat. Dia menjelaskan, melalui tim Corporate Development, Riot akan memberikan modal sebesar US$10 juta (sekitar Rp142,8 miliar) pada bisnis-bisnis game yang didirikan oleh perempuan dan golongan minoritas lainnya.

Tak hanya itu, Riot Games juga bekerja sama dengan Florida A&M University untuk membuat kurikulum khusus game bagi calon programmer. Mereka juga akan memberikan beasiswa bagi siswa berkulit hitam yang tertarik dengan pengembangan game. Beasiswa senilai US$50 ribu (sekitar Rp701 juta) itu akan diberikan melalui Thurgood Marshall Scholarship Fund. Riot juga akan terus memberikan investasi ke organisasi pendidikan, seperti Girls Who Code, Urban TxT, Reboot Representation, dan lain sebagainya, menurut laporan Daily Esports.

Untuk melawan rasisme, Riot memberikan US$1 juta (sekitar Rp14,3 miliar) dari Dana Dampak Sosial mereka ke The Innocence Project dan American Civil Liberties Union (ACLU). Sebagai lembaga nirlaba, The Innocence Project bertujuan membantu orang-orang tak bersalah yang dituduh telah melakukan kejahatan. Sementara ACLU merupakan organisasi yang melindungi hak masyarakat Amerika Serikat melalui jalur hukum.

Riot bukan satu-satunya perusahaan game yang membuat donasi dalam melawan rasisme. Sebelum ini, Electronic Arts juga telah memberikan donasi sebesar US$1 juta pada Equal Justice Initiative serta National Association for the Advancement of Colored People (NAACP) Legal Defense & Educational Fund. Sementara Zynga, pembuat FarmVille, juga menyumbangkan US$1 juta ke sejumlah organsiasi, seperti ACLU, NAACP, Thurgood Marshall College Fund, Northside Achievement Zone, dan Race Forward.

Selama belasan tahun, Riot Games dikenal sebagai developer yang hanya membuat satu game, yaitu League of Legends, salah satu game esports paling populer di dunia. Namun, belakangan, mereka meluncurkan beberapa game baru, termasuk Valorant.

Afrika Selatan Punya Sim Driver Muda Berbakat, Junior McColl

Di tengah pandemi virus corona, semakin banyak turnamen balapan virtual yang diadakan. Jadi, tidak heran jika muncul bintang baru dalam dunia sim racing. Ialah Junior McColl, sim driver berumur 12 tahun yang berhasil masuk tiga besar dalam berbagai balapan virtual di Afrika Selatan.

Ketika ditanya oleh RedBull tentang apa yang Junior sukai dari sim racing, dia menjawab, “Semuanya.” Dia lalu menjelaskan bahwa ada banyak hal yang dia sukai tentang balapan virtual. Dia berkata, dia senang menonton Formula 1 dan Lewis Hamilton adalah pembalap favoritnya. Dia berharap, dia akan bisa menjadi pembalap F1 untuk Mercedes Benz. Setiap hari, dia bercerita, dia berlatih selama sekitar 2 jam. Terkadang, dia menghabiskan waktu latihan hingga 5 jam pada akhir pekan.

Junior memiliki kakak, Morgan McColl, yang juga merupakan pembalap muda yang kini ada di bawah naungan Toyota/Castrol Development Team. Junior yakin, dia akan bisa mengalahkan kakaknya pada akhir tahun. Saat ini, Junior dan Morgan masih harus saling berbagi simulator yang sama. Untungnya, sang ayah, Robert McColl mengatakan, Junior akan mendapatkan simulatornya sendiri dalam waktu dekat.

Junior McColl
Ilustrasi balapan virtual F1. | Sumber: F1.com

White Rabbit Gaming Sim Driver, Jason Absmeier mengaku bahwa Junior memiliki potensi. “Saya rasa, membiarkan anak 12 tahun beradu dengan kami para pembalap ‘tua’ adalah hal yang menarik. Melihat potensinya, saya merasa senang karena itu berarti, masa depan sim racing akan aman selama beberapa tahun atau mungkin beberapa dekade ke depan,” kata Absmeier, dikutip dari RedBull. “Saya berharap, akan ada perusahaan yang tertarik untuk membelikan simulator untuknya. Saat ini, Junior masih harus berbagi dengan kakaknya. Saya bisa membayangkan jika keduanya berebut simulator tersebut.”

Absmeier bukan satu-satunya pembalap Afrika Selatan yang mengakui bakat Junior. Pembalap White Rabbit Gaming lainnya, Bruno Cadilhe juga melihat bahwa Junior memiliki potensi. “Fakta bahwa Junior McColl masih sangat muda memang mengagumkan. Dia cukup dewasa walau masih ada banyak hal yang harus dia pelajari,” katanya. “Dia akan menjadi salah satu pembalap terbaik jika dia mau mencoba mengerti bagaimana caranya dia bisa berkendara dengan lebih cepat. Dia punya potensi. Dia akan memerlukan pelatih yang tepat agar dia bisa merealisasikan potensinya.”

Ketika diberitahu bahwa banyak orang menaruh perhatian padanya, Junior tampak agak terkejut. Sambil tertawa, dia mengaku bahwa dia tidak mengerti kenapa banyak orang yang tertarik dengan apa yang dia lakukan. Namun, dia tetap senang. Selain aktif dalam balapan virtual, Junior juga senang untuk bermain game NBA di PlayStation. Meskipun begitu, fokus utamanya tetaplah sim racing.

Sumber header: RedBull

Balapan Khusus Perempuan Adakan W Series Esports League

Seri balapan khusus perempuan W Series bakal mengadakan kompetisi balapan virtual untuk menggantikan balapan yang dibatalkan karena virus corona. Kompetisi yang dinamai W Series Esports League ini akan diselenggarakan pada 11 Juni 2020. Balapan tersebut akan diikuti oleh 18 pembalap profesional yang telah lolos kualifikasi untuk bertanding di W Series.

W Series Esports League terdiri dari 10 balapan. Para peserta akan menggunakan mobil virtual yang sama, yaitu Tatuus Formula Renault 2.0. Pasalnya, mobil tersebut memiliki performa serupa mobil balap W Series Tatuus Formula 3. Untuk mengadakan turnamen balapan virtual tersebut, W Series bekerja sama dengan perusahaan aksesori komputer Logitech G, perusahaan media dan komunitas esports milik Logitech, Beyond Entertaiment, dan software sim racing iRacing.

W Series Esports League
W Series Esports League ditujukan untuk 18 pembalap perempuan.

“Saat ini, tidak ada balapan yang dilangsungkan. Jadi. tujuan dari W Series Esports League adalah untuk membantu para pembalap kami mengasah kemampuan mereka dan menghibur para fans kami,” kata CEO W Series, Catherine Bond Muir, dikutip dari Motorsport. “Kami ingin menyediakan lingkungan yang kompetitif bagi para pembalap kami. Sekarang, semakin banyak pembalap yang merasa frustasi karena tidak bisa ikut serta dalam balapan. Saya tidak yakin balapan menggunakan sim racing akan memberikan pengalaman yang sama dengan balapan bisaa. Namun, saya rasa, memastikan para pembalap kami tetap bisa bersaing dengan satu sama tetaplah penting.”

Selama pandemi virus corona, esports balapan memang tumbuh pesat. Ada banyak turnamen balapan virtual yang diadakan, termasuk oleh Formula 1, Formula E, dan NASCAR. Belum lama ini, Lamborghini juga mengadakan turnamen esports sendiri.

“Saat ini, balapan virtual adalah satu-satunya balapan yang ada. Menurut saya, sebagian besar pembalap juga senang ikut serta dalam sim racing, walau balapan virtual tentu saja berbeda dari balapan sebenarnya,” kata runner-up W Series tahun lalu, Beitske Visser pada The Esports Observer. “Jauh lebih menyenangkan untuk mengendari mobil sebenarnya. Meskipun begitu, sejauh ini, saya juga menikmati sim racing. Saya pikir, hal ini dapat membantu kami untuk tetap aktif balapan di kala kita tidak bisa mengadakan balapan sebenarnya. Kami menghabiskan banyak waktu untuk mempelajari lintasan yang ada.”

Nimo TV Adakan Turnamen Nimo TV Mobile Legends Arena, Terbuka untuk Umum

Platform streaming game Nimo TV akan mengadakan turnamen Mobile Legends bernama Nimo TV Mobile Legends Arena (NMA). Turnamen tersebut terbuka untuk umum. Tujuan Nimo TV mengadakan turnamen itu adalah untuk mencari pemain Mobile Legends baru yang berbakat. Total hadiah yang ditawarkan oleh Nimo TV mencapai Rp100 juta.

“Indonesia telah melahirkan banyak atlet esports dan mengukir prestasi di mata dunia,” kata Tobby, PIC Nimo TV Indonesia dalam pernyataan resmi. “Sebagai salah satu pelaku industri esports, kami yakin Nimo TV juga dapat berperan dalam menciptakan bintang-bintang Mobile Legend baru. Kompetisi Nimo TV Mobile Legends Arena diharapkan bisa menjadi batu loncatan bagi orang-orang yang ingin menggeluti profesi sebagai pemain profesional serta memotiviasi para pemain Mobile Legends untuk berkarya dalam industri game live streaming.” Memang, salah satu cara untuk menjadi pemain profesional adalah dengan unjuk gigi di turnamen esports.

Jika Anda tertarik untuk ikut serta dalam NMA, Anda bisa mendaftarkan diri di sini. Pendaftaran dibuka sampai tanggal 7 Juni 2020. Babak kualifikasi akan diadakan pada 8-14 Juni 2020 menggunakan sistem single elimination dan format pertandingan best of one. Dalam pernyataan resmi, Nimo TV menyebutkan bahwa akan ada sekitar 256 sampai 512 tim yang berlaga di babak kualifikasi.

Nimo TV Mobile Legends Arena
Nimo TV mencari pemain Mobile Legends berbakat via NMA. | Sumber: Nimo TV

Dari babak kualifikasi, akan dipilih 48 tim terbaik untuk maju ke babak round robin. Sama seperti babak kualifikasi, babak round robin menggunakan metode single elimination dan format best of one. Tim yang menang di babak round robin akan mendapatkan 1 poin sementara tim yang kalah akan kehilangan 1 poin. Babak round robin akan diadakan tepat setelah babak kualifikasi, yaitu pada 15-21 Juni 2020.

Dari babak round robin, 16 tim terbaik akan melaju ke babak playoff, yang diadakan pada 26-28 Juni 2020. Babak playoff masih menggunakan sistem single elimination. Hanya saja, tim akan berlaga dengan format best of three. Pada babak final, pemenang akan ditentukan berdasarkan best of five. Tim yang berhasil duduk di peringkat 1-4 akan dapat berpartisipasi dalam Star Battle bersama 20 pemain profesional dan influencer Mobile Legends. Star Battle diadakan setiap Jumat, Sabtu, dan Minggu mulai 10 Juli sampai 2 Agustus 2020.

Nimo TV Mobile Legends Arena
Pembagian hadiah di Nimo TV Mobile Legends Arena. | Sumber: Nimo TV

Dalam Star Battle, 40 peserta akan dipilih secara acak untuk membentuk sebuah tim. Setiap minggu, 8 tim ini akan bertanding dengan satu salam lain dalam format best of one. Jika menang, setiap peserta akan mendapatkan poin 25. Sementara jika kalah, peserta akan kehilangan 25 poin. Menariknya, pemenang Star Battle bukanlah tim, tapi individu. Peserta yang mendapatkan poin paling banyak akan keluar sebagai pemenang. Selain itu, juga ada hadiah untuk peserta yang mendapatkan gelar Most Popular Player.

“Babak playoff dan Star Battle akan disiarkan secara live di Nimo TV dan diharapkan dapat menghibur serta memberikan panggung untuk para pemain Mobile Legends,” kata Veronica, Local Manager Nimo TV Indonesia. “Anda bisa mendaftarkan diri ke Nimo TV Moble Legends Arena secara gratis. Kami juga telah menyiapkan total hadiah lebih dari Rp100 juta. Hadiah akan diberikan pada aku Nimo TV pemenang dalam bentuk gems.”

Disclosure: Hybrid adalah media partner acara Nimo TV Mobile Legends Arena (NMA).

Lenovo Perkenalkan Legion 5, Legion 5i, dan IdeaPad Gaming 3i

Pasar gaming di Indonesia semaking berkembang. Menurut data dari GfK, pasar laptop gaming di Indonesia pada Q1 2020 naik 94 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Memang, secara global, industri game juga masih terus tumbuh. Newzoo memperkirakan, nilai industri game pada 2020 naik 9,3 persen dari tahun 2019, menjadi bernilai US$159,3 miliar. Lenovo melihat tren ini sebagai kesempatan.

“Berbicara soal physical distancing, kita melihat adanya perubahan perilaku pada konsumen. Menurut data Twitter, pembicaraan terkait industri game kini tengah berkembang,” kata Budi Janto, General Manager, Lenovo Indonesia, dalam webinar yang diadakan pada Rabu, 3 Juni 2020. “Data survei Twitter Indonesia menunjukkan, sebagian besar orang bermain game menggunakan smartphone, diikuti oleh laptop/desktop.” Memang, sepanjang pandemi, industri game justru menunjukkan tren positif. Hal ini bisa terlihat dari tumbuhnya industri game di Tiongkok pada Q1 dan naiknya spending gamer di Amerika Serikat.

Lenovo baru saja memperkenalkan jajaran laptop gaming teranyar mereka. Mereka membagi laptop-laptop gaming mereka ke dalam tiga kategori, yaitu seri 3 untuk gamer pemula, seri 5 untuk konsumen profesional (orang-orang yang menggunakan laptopnya tak hanya untuk bermain, tapi juga bekerja), dan seri 7 yang ditujukan untuk gamer hardcore.

Dua laptop baru dari Lenovo antara lain Legion 5i dan Legion 5. Keduanya memiliki layar IPS 15,6 inci dengan refresh rate 144Hz dan sudah mendukung 100 persen sRGB. Dua laptop ini juga sudah mendukung RAM DDR4 hingga 16GB atau SSD NVMe 512GB. Untuk masalah sistem pendingin, Lenovo menggunakan ColdFront 2.0 Thermal.

Lenovo Legion 5i
Lenovo Legion 5i. | Sumber: Lenovo

Salah satu perbedaan antara Legion 5 dan 5i adalah prosesor. Legion 5i menggunakan prosesor Core dari Intel sementara Legion menggunakan prosesor Ryzen buatan AMD. Untuk Legion 5i, Lenovo menawarkan prosesor hingga Core i7-10750H dengan GPU hingga NVIDIA GTX1660Ti. Sementara pada Legion 5, Anda bisa memilih hingga Ryzen 7 4800H serta GPU serta GPU sampai NVIDIA GTX 1650Ti. Baik Legion 5 dan 5i telah dilengkapi dengan WiFi 6 serta baterai 80Whr. Harga Legion 5i dimulai dari Rp16.999.000 sementara Legion 5 dihargai mulai dari Rp15.999.000.

Ian Tan, Gaming Lead, Lenovo Asia Pacific menjelaskan, gamer yang menjadi target pasar Lenovo biasanya tak hanya menggunakan laptopnya untuk bermain, tapi juga untuk bekerja, seperti melakukan video editing. Karena itulah, mereka melengkapi laptop Legion baru mereka dengan layar 100 persen sRGB. “Konsumen kami menginginkan laptop yang bisa digunakan untuk bermain dan bekerja,” ujar Tan. “Jadi, filosofi kami adalah desain minimalis dan performa maksimal.”

Selain Legion 5 dan 5i, Lenovo juga menyediakan IdeaPad Gaming 3i untuk pasar entry gaming. Meskipun ditujukan untuk gamer pemula, laptop ini juga sudah menggunakan WiFi 6. Spesifikasi dari IdeaPad Gaming 3i beragam. Lenovo menyediakan prosesor hingga Intel Core i7-10750H, GPU hingga NVIDIA GTX 1650Ti, serta RAM hingga DD4 16GB dual slot atau SSD NVMe 512GB. Untuk masalah layar, Anda bisa memilih hingga layar IPS 15,6 inci dengan refresh rate 120Hz. Harga laptop ini dimulai dari Rp13.499.000. Ketiga laptop baru Lenovo ini akan resmi diluncurkan pada 25 Juni 2020.