Masuki Pasar Gaming, LINE Bakal Rilis LINE POD

LINE membuka masa pra-registrasi untuk platform gaming LINE POD pada minggu lalu. Perusahaan asal Jepang itu menjelaskan LINE POD sebagai “solusi bermain game lengkap” yang memungkinkan pengguna untuk memainkan game mobile dan PC melalui satu platform. Tentu saja, pemain juga bisa log in melalui akun LINE mereka. LINE POD juga sudah dilengkapi dengan fitur open chat.

LINE POD akan dirilis pada Mei 2020 di sejumlah negara, termasuk Indonesia, Ada 6 negara lain yang mendapatkan akses ke LINE POD selain Indonesia, yaitu Filipina, Hong Kong, Malaysia, Singapura, Taiwan, dan Thailand. Saat ditanya tentang alasan LINE memilih negara-negara tersebut, melalui email, perwakilan LINE menjawab, “Kami ingin memperluas layanan kami di negara-negara Asia Tenggara di mana LINE cukup dikenal oleh banyak orang di wilayah ini.”

LINE POD
Game-game yang tersedia di LINE POD. | Sumber: LINE

Salah satu tujuan LINE meluncurkan platform gaming ini adalah untuk memasuki pasar gaming. Mengingat nilai industri game pada 2020 diperkirakan akan menembus US$159,3 miliar, tidak heran jika LINE tergiur untuk memasuki industri tersebut. Selain LINE, ByteDance, perusahaan induk TikTok, juga dikabarkan berencana untuk lebih serius menggarap pasar game pada tahun ini.

Melalui LINE POD, LINE ini menyasar semua gamer, baik gamer PC maupun mobile. Karena itu, game-game yang ada di dalam LINE POD juga memiliki genre yang beragam. Salah satu game yang ada di LINE POD adalah Free Style, game basket yang menawarkan gameplay 3v3 layaknya basket jalanan.

Selain itu, Anda juga akan menemukan game strategi Game of Thrones Winter is Coming. LINE juga berhasil mendapatkan hak untuk merilis game fantasi MMORPG ArcheAge secara eksklusif di platform gaming barunya. Game MMORPG lain yang tersedia di LINE POD antara lain Rebirth Online, serta Hunter’s Arena: Legends yang menggabungkan genre MMORPG dengan battle royale.

Sejatinya, LINE dikenal sebagai aplikasi messaging. Namun, perlahan tapi pasti, LINE mulai merambah ke bisnis lain, termasuk ke pembayaran, dengan memperkenalkan LINE Pay. Dan kini, mereka mencoba untuk menembus pasar gaming dengan LINE POD. Di LINE POD, terdapat POD Store, yang merupakan tempat bagi Anda untuk membeli item atau paket game. Untuk melakukan pembelian, Anda dapat menggunakan Coins yang bisa Anda beli menggunakan LINE Pay.

CEO Baru TikTok Mau Kembangkan Bisnis Gaming dan Musik

Kevin Mayer, mantan Head of Streaming Services Disney akan menjabat sebagai CEO TikTok per 1 Juni 2020 mendatang. Dalam wawancara dengan The Wall Street Journal, Mayer berkata bahwa selain mengembangkan bisnis utama TikTok, yaitu video, dia juga tertarik untuk mengembangkan bisnis-bisnis terkait yang juga memiliki potensi bisnis besar. Dua industri yang dia maksud adalah gaming dan musik.

Saat ini, semakin banyak organisasi esports yang membuat akun resmi di TikTok, sebut saja FaZe Clan, Team SoloMid, dan G2 Esports. Di Indonesia, juga ada beberapa organisasi esports yang membuat akun resmi TikTok, seperti EVOS Esports, Bigetron Esports, dan Onic Esports. TikTok bahkan baru saja mengumumkan kerja sama dengan WHIM Indonesia, perusahaan manajemen talenta di bawah EVOS.

Para streamer juga sudah merambah ke TikTok, misalnya Tyler “Ninja” Blevins atau Imane “Pokimane” Anys. TikTok juga telah bekerja sama dengan Fortnite serta menggandeng Collegiate StarLeague untuk membuat turnamen esports. Hanya saja, semua usaha TikTok untuk memasuki ranah game dan esports dianggap belum maksimal.

tiktok gaming musik
Tyler “Ninja” Blevins juga punya akun TikTok. | Sumber: Kotaku

“Bagi TikTok, mereka tampaknya belum menemukan cara terbaik untuk masuk ke pasar gaming,” kata Jason Wilhem, CEO TalentX Gaming pada Business Insider. TalentX Gaming adalah perusahaan joint venture antara ReKTGlobal — perusahaan induk dari organisasi esports Rogue — dengan TalentX, perusahaan manajemen talenta yang membawahi sejumlah kreator terbaik di TikTok. “Ada banyak hal yang harus Anda persiapkan untuk dapat melakukan streaming game. Terlihat jelas bahwa TikTok belum mempersiapkan fitur tersebut, tapi kami akan memikirkan cara untuk mengatasi masalah ini.”

Sementara di dunia musik, TikTok telah memberikan dampak yang cukup besar walau umur mereka sebagai media sosial terbilang muda. Setiap bulan, lagu-lagu yang menjadi trending song di TikTok selalu berhasil masuk dalam daftar Hot 100 di Billboard. Tak hanya itu, musisi seperti Drake juga menggunakan dance challenges di Tiktok untuk mempromosikan lagu barunya.

Sementara music producer Tiagz berhasil mendapatkan jutaan penggmar karena dia menulis lagu tentang tren di TikTok. Para pengiklan juga menemukan cara untuk memanfaatkan tren musik dan tarian di TikTok. Misalnya, Warner Bros. Entertainment membuat musik original dan dance challenge untuk mendapatkan miliaran view dan jutaan komentar di TikTok.

“Menurut saya, TikTok sekarang menjadi salah satu platform tempat musik dirilis,” kata Evan Horowitz, CEO Movers+Shakers, perusahaan kreatif. “Wajar saja jika perusahaan-perusahaan membuat musik yang populer di komunitas TikTok sehingga musik itu bisa menjadi tren dan sukses di luar platform tersebut.”

Sumber header: Jesse Grant/Getty Images for Disney via Business Insider

Antara TikTok dan Esports: Bagaimana Keduanya Berpeluk Mesra Merenda Tawa

Tim olahraga tradisional, seperti kesebelasan sepak bola, biasanya punya kota yang mereka sebut sebagai rumah. Misalnya, Jakarta adalah markas Persija sementara Persib di Bandung. Ini memudahkan tim-tim tersebut untuk mendapatkan penggemar di kota asalnya, seperti Persija dengan The Jakmania. Namun, tidak begitu dengan organisasi esports. Fans tim atau organisasi esports bisa datang dari mana saja, terlepas dari kota atau negara asal tim atau organisasi tersebut. Tentu saja, lain ceritanya ketika tim esports membawa nama negara, seperti dalam Asian Games atau SEA Games.

Hal lain yang membedakan esports dengan olahraga tradisional adalah pertandingan esports diadakan secara digital dan biasanya disiarkan di platform streaming seperti YouTube, Facebook, atau Twitch. Karena itu, bagi organisasi esports, media sosial adalah cara paling sesuai untuk mengumpulkan dan berinteraksi dengan fans. Pertanyaannya, media sosial yang mana? Kini, ada beberapa media sosial populer, seperti Facebook, Instagram, Twitter, dan  TikTok. Masing-masing platform memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing.

Dari semua media sosial itu, TikTok adalah yang paling baru. Lalu, bagaimana peran TikTok dalam industri gaming dan esports saat ini?

Apa Uniknya TikTok?

TikTok adalah platform media sosial buatan ByteDance, perusahaan asal Beijing, Tiongkok. TikTok mengkhususkan diri untuk menyajikan konten berupa video pendek dengan durasi 3 sampai 60 detik. Satu hal yang membedakan TikTok dari media sosial lainnya adalah cara mereka menggunakan artificial intelligence. Kebanyakan media sosial, seperti Facebook dan Instagram, menggunakan algoritma untuk menentukan konten yang tampil di lini masa pengguna.

TikTok kini menjadi semakin populer. | Sumber: 9to5mac
Cara TikTok menggunakan AI menjadi salah satu keunikannya. | Sumber: 9to5mac

Sementara itu, TikTok akan menganalisa ketertarikan dan preferensi pengguna berdasarkan interaksi mereka dengan konten. Jadi, video yang muncul di lini masa TikTok Anda ditentukan berdasarkan pada berapa lama Anda menonton sebuah video. Semakin lama Anda menonton, itu berarti ketertarikan Anda semakin tinggi. Ini bukan berarti TikTok adalah satu-satunya platform yang menggunakan AI. Jangan salah, media sosial atau platform streaming seperti YouTube dan Spotify juga tetap menggunakan AI. Hanya saja, biasanya pengguna tetap diminta untuk memilih genre atau tipe konten yang mereka sukai.

Oke, reputasi TikTokmemang tidak sepenuhnya cemerlang. Maaf saja, saya sendiri masih sering mengidentikkan TikTok dengan konten alay. Saya yakin saya bukan satu-satunya yang berpikir begitu. Namun, tak bisa dipungkiri TikTok digemari begitu banyak orang. Menurut data dari Sensor Tower per April 2020, TikTok telah diunduh sebanyak 2 miliar kali di Apple App Store dan Google Play Store. Pandemi virus corona menjadi salah satu pendorong pertumbuhan jumlah install TiKTok. Sepanjang Q1 2020, TikTok telah diunduh sebanyak 315 juta kali di App Store dan Google Play. Sementara menurut Datareportal, jumlah pengguna aktif bulanan TikTok mencapai 800 juta orang.

Jumlah pertumbuhan donwload TikTok. | Sumber: Sensor Tower
Jumlah pertumbuhan donwload TikTok. | Sumber: Sensor Tower

India menjadi negara dengan total install TikTok terbesar, mencapai 611 juta download atau sekitar 30,3 persen dari total unduhan. Sementara Tiongkok duduk di posisi nomor 2 dengan total install mencapai 196,6 juta (9,7 persen). Amerika Serikat ada di posisi ketiga dengan total unduhan 165 juta (8,2 persen). Sementara itu, untuk kawasan Asia Tenggara, Sensor Tower memperkirakan bahwa total install aplikasi TikTok mencapai 190 juta pada Mei 2019, menurut laporan Strait Times. Untuk kawasan Asia Tenggara, Indonesia menjadi negara dengan jumlah install TikTok terbanyak. Mengingat Indonesia adalah negara dengan populasi terbanyak ke-4 di dunia, hasil itu tidak aneh.

TikTok di Dunia Gaming dan Esports

Setelah sukses mendapatkan audiens dengan TikTok, ByteDance — perusahaan induk TikTok — mulai tertarik untuk masuk ke industri game. Beberapa tahun belakangan, ByteDance telah merilis game-game kasual yang menggunakan iklan sebagai sumber pemasukan. Biasanya, game-game tersebut dipopulerkan melalui TikTok. Namun, pada Januari 2020, ByteDance dikabarkan akan membuat divisi game. Pasalnya, mereka ingin menggarap game yang lebih serius. Lewat game ini, ByteDance hendak menyasar kalangan gamer hardcore yang rela mengeluarkan uang untuk membeli item dalam game.

Masih pada Januari 2020, TikTok juga bekerja sama dengan Fortnite untuk menyelenggarakan acara #EmoteRoyaleContest. Sementara pada April 2020, TikTok menggandeng Collegiate StarLeague (CSL) untuk mengadakan turnamen esports bertajuk TikTok Cup. Dalam turnamen tingkat universitas ini, ada 4 game yang dipertandingkan, yaitu Fortnite, League of Legends, Counter-Strike: Global Offensive, dan Rocket League.

Sementara itu, di Indonesia, TikTok menggandeng WHIM Indonesia, perusahaan manajemen yang mengelola organisasi esports EVOS Esports dan influencer mereka. Hartman Harris, Chief of Business Operation EVOS Esports mengatakan bahwa melalui kerja sama ini, EVOS ingin mengembangkan bisnis influencer mereka. “Kita yakin bahwa TikTok akan lebih menarik untuk fans kami, termasuk EVOS Esports, terutama mereka yang berasal dari Gen Z yang suka dengan lagu hits tapi dengan penyajian format konten yang berbeda,” kata Hartman.

Hartman menjelaskan, masing-masing platform media sosial memiliki market dan fungsi yang berbeda-beda. Meskipun begitu, dia mengaku pasti ada audiens yang overlap antara satu media sosial dengan yang lain. “Karena itu, kita harus bikin setiap konten menarik dan bikin penasaran,” ujarnya. “Fungsi setiap platform berbeda-beda, sehingga mood orang juga berbeda-beda saat pakai platform yang berbeda. Instagram kebanyakan untuk image, YouTube untuk video panjang, TikTok untuk video pendek dengan lagu yang hits dan lucu.”

Mengingat setiap platform media sosial memiliki fungsi yang berbeda, para kreator konten, termasuk influencer di WHIM, tidak bisa serta-merta membuat satu konten yang dibagikan ke seluruh media sosial. “Karena setiap platform itu berbeda-beda, kita harus customize setiap konten juga, untuk dicocokkan dengan audiensnya, tapi semua ada benang merahnya,” jelas Hartman.

Emperor jadi salah satu influencer di bawah EVOS. | Sumber: Esports.id
Emperor jadi salah satu influencer di bawah EVOS. | Sumber: Esports.id

WHIM Indonesia membawahi sejumlah influencer ternama di dunia gaming, seperti Jonathan “Emperor” Liandi, Dyland Maximus Zidane alias Dyland PROS, Anastasia “Angel” Angelica, dan Jeanice Ang aka Jeanice. Masing-masing influencer tentu memiliki daya tarik yang berbeda-beda. Hartman mengungkap, ciri khas masing-masing influencer di WHIM biasanya memang sesuai karakter mereka sendiri. “Setiap orang punya khas sendiri, kita hanya bantu memoles,” ungkapnya. Sementara soal pembuatan konten, semua melalui tim kreatif WHIM. “Diawalin dengan process planning, lalu production, lalu edit.”

Ketika ditanya soal tujuan kerja sama antara WHIM Indonesia dan TikTok, melalui pesan singkat, Hartman menjawab, “Untuk bisa menjalin hubungan yang lebih erat dan membangun industri kreator konten di Indonesia melalui TikTok, platform yang sangat besar.” Lebih lanjut dia berkata, “Kami ingin bisa menghubungkan lebih banyak konten kreator dengan para brand. Agar konten kreator mudah mendapat brand, dan para brand bisa mendapat kreator yang tepat.” Selain itu, melalui kerja sama ini, WHIM Indonesia juga akan mendapatkan berbagai insight dari TikTok, mulai dari cara membuat video yang lebih engaging sampai tren konten TikTok di luar negeri yang bisa diterapkan di pasar lokal.

Seperti Apa Konten di TikTok?

EVOS Esports memiliki akun resmi di TikTok, lengkap dengan centang biru. Mereka sudah mengunggah 141 video dan mengumpulkan 249,9 ribu pengikut. EVOS bukanlah satu-satunya tim esports Indonesia yang punya akun TikTok. Dua tim seports lain yang juga memiliki akun di TikTok adalah Bigetron Esports yang telah mengunggah 41 video dan mendapatkan 49,9 ribu pengikut, serta Onic Esports dengan 21 video dan 8 ribu pengikut.

EVOS, Bigetron, dan Onic juga memiliki akun Instagram, yang fokus pada gambar dan video. Lalu, konten seperti apa yang disajikan di TikTok? Hartman menyebutkan bahwa EVOS membedakan konten yang mereka unggah di akun media sosial yang berbeda-beda. Untuk memastikan kebenaran pernyataan itu, saya lalu mencari tahu tentang konten buatan EVOS di TikTok dan membandingkannya dengan konten di Instagram. Di akun Instagram resmi EVOS, Anda akan menemukan konten seperti ucapan selamat ulang tahun untuk anggota tim, video kilas balik pada momen-momen menarik, give away, atau pengumuman pengunduran diri pemain. Namun, di TikTok, konten buatan EVOS jauh lebih… nyeleneh santai.

Salah satu video dengan view terbanyak di akun TikTok EVOS adalah video dari Dyland PROS saat dia melakukan Lalala Challenge. Video pendek tersebut berhasil mendapatkan 159,5 ribu view dan lebih dari 4,5 ribu komentar. Bagi Anda yang tidak tahu (seperti saya sebelum menulis artikel ini), Lalala Challenge menantang Anda untuk membuat gerakan tangan sesuai dengan serangkaian emoji. Tentu saja, gerakan yang Anda buat harus sesuai dengan ritme lagu.

Contoh orang-orang yang melakukan Lalala Challenge. | Sumber: YouTube
Contoh orang-orang yang melakukan Lalala Challenge. | Sumber: YouTube

Contoh konten lainnya di akun TikTok resmi EVOS adalah Pass the Brush Challenge. Di sini, para ML Ladies menunjukkan tampilan mereka sebelum dan sesudah menggunakan makeup sebelum mereka “menyerahkan” kuas makeup ke rekan mereka. Jika Anda berpikir konten-konten tersebut nirfaedah, saya tidak akan menyalahkan Anda. Tapi, tak bisa dipungkiri itu menghibur banyak orang. Di tengah pandemi seperti sekarang, kita tahu betapa pentingnya hiburan.

Dan jangan salah, organisasi-organisasi esports yang membuat akun TikTok tak terbatas pada organisasi esports lokal. Organisasi esports global sekalipun juga punya akun di TikTok. Ini beberapa daftar organisasi esports global yang memiliki jumlah pengikut hingga puluhan atau bahkan ratusan ribu di TikTok.

  • Team SoloMid – 544,9 ribu pengikut
  • 100 Thieves – 286,5 ribu pengikut
  • G2 Esports – 286,1 ribu pengikut
  • Spacestation Gaming – 100,1 ribu pengikut
  • Cloud9 – 42,6 ribu pengikut
  • FaZe Clan 30,5 ribu pengikut
  • Fnatic R6 – 10 ribu pengikut

Tak hanya organisasi esports, beberapa streamer ternama juga memiliki akun TikTok, seperti Tyler “Ninja” Blevins yang memiliki 2,5 juta pengikut atau Imane “Pokimane” Anys dengan 2 juta pengikut. Para penyelenggara turnamen juga bekerja sama dengan TikTok untuk mempopulerkan turnamen mereka. Misalnya, dalam League of Legends World Championship 2019, Riot Games bekerja sama dengan TikTok untuk merilis lagu original berjudul “GIANTS”. Lagu tersebut bisa digunakan oleh pengguna TikTok sebagai latar belakang musik dari konten yang mereka buat.

“Sebagai tambahan, para influencer di TikTok juga menghadiri turnamen secara langsung, mendorong terciptanya konten yang otentik, sehingga jumlah view naik dengan cepat dan kini telah menembus 1 miliar view,” kata Alay Joglekar, Social Media Lead, Riot Games pada The Esports Observer. Dia merasa, Riot mendapatkan pelajaran berhraga dari kerja sama tersebut. “Setelah kerja sama pertama, kami berencana untuk menjalin kerja sama yang lebih erat lagi dengan TikTok agar kami bisa memberikan pengalaman yang lebih menarik bagi fans lama dan baru kami.”

Pada April 2020, ESL juga bekerja sama dengan TikTok. Perusahaan penyelenggara turnamen itu membuat dua channel. Satu channel untuk menunjukkan highlight dari pertandingan Counter-Strike: Global Offensive dan satu channel lain untuk konten esports umum. Selain itu, ESL dan TikTok juga membuat dua tagar khusus: #progamer dan #mygaminglife. ESL mengatakan, dua channel mereka mendapatkan total view 2,3 juta hanya dalam waktu 4 hari. Sementara dalam waktu 10 hari, mereka berhasil mendapatkan 2,5 miliar view. ESL mengaku, melalui kerja sama ini, mereka memang menargetkan generasi Z, yang terlahir pada sekitar pertengahan 1990-an sampai awal 2010-an.

Kesimpulan

Pada awalnya, TikTok mungkin memiliki reputasi sebagai media sosial untuk anak-anak alay. Sampai sekarang, reputasi itu mungkin belum sepenuhnya menghilang. Tapi, tak bisa dipungkiri bahwa TikTok kini menjadi media sosial yang sangat populer, khususnya di kalangan gen Z. Dan coba tebak industri apa yang penontonnya juga datang dari generasi milenial dan gen Z? Esports. Jadi, jangan heran jika para pelaku esports bekerja sama dengan TikTok, mengingat audiens keduanya memiliki kemiripan.

Besides, if you can’t beat them, join them!

Sumber header: CNET/Angela Lang

Team Singularity Kerja Sama dengan KontrolFreek

Team Singularity bekerja sama dengan perusahaan pembuat aksesori controller, KontrolFreek. Melalui kerja sama ini, Team Singularity akan menjadi bagian dari program Esports Forge pada Master tier. Team Singularity adalah organisasi esports pertama yang masuk ke dalam program yang baru KontrolFreek luncurkan tersebut. Melalui program Esports Forge, KontrolFreek ingin memberikan dukungan pada tim dan atlet profesional untuk mencapai tujuan mereka.

“Kami senang karena bisa bekerja sama dengan Team Singularity dan kami menyambut kedatangan mereka dengan tangan terbuka ke #FreekNation. Dengan kerja sama ini, Team Singularity menjadi organisasi esports pertama yang masuk ke dalam program Esports Forge pada Master tier,” kata President dan CEO KontrolFreek, Ashish Mistry, seperti dikutip dari Esports Insider.

“Program ini dibuat untuk membantu tim dan atlet esports profesional dalam mencapai impian mereka dengan memanfaatkan bantuan yang kami berikan, termasuk pengalaman kami dalam bekerja bersama organisasi-organisasi esports terbaik dunia. Selain program ini, kami juga berencana untuk melakukan kerja sama lain dengan Team Singularity dan melakukan berbagai kegiatan brand activation sepanjang 2020 demi mempererat hubungan kami dengan mereka.”

Team Singularity KontrolFreek
KontrolFreek memiliki program baru bernama Esports Forge.

Team Singularity adalah organisasi esports yang memiliki tim profesional di berbagai game, seperti Counter-Strike: Global Offensive, Fortnite, PUBG, Call of Duty, Rocket League, League of Legends dan lain sebagainya. Beberapa bulan belakangan, Team Singularity berhasil menjalin kerja sama dengan Blocksport dan NOCCO. Dalam kerja samanya dengan Blocksport, Team Singularity merilis aplikasi mobile mereka sendiri. Sementara NOCCO adalah perusahaan minuman asal Nordik yang menawarkan energy drink tanpa gula.

“Kami senang dapat bekerja sama dengan KontrolFreek dalam perjalanan kami menjadi tim esports terbaik di dunia,” kata Founder dan CEO Team Singularity, Atle S. Stehouwer tentang kerja sama mereka dengan KontrolFreek. “Kami tidak sabar untuk menjadi salah satu tim yang mewakili program Esports Forge. KontrolFreek menawarkan jajaran produk yang lengkap, baik untuk pemain profesional ataupun fans yang ingin bisa bermain lebih baik. Dan kami senang bisa  bergabung dengan komunitas mereka serta membantu mereka dalam membuat dan menguji produk baru yang diinginkan oleh komunitas.”

Sumber header: Twitter

Di Tengah Pandemi, Game Jadi Salah Satu Aplikasi Hiburan Favorit

Salah satu topik yang diangkat dalam rangkaian survei DailySocial dan Populix adalah aplikasi hiburan yang paling sering diakses oleh pengguna smartphone selama pandemi. Saat ditanya aplikasi apa yang sering digunakan selama pandemi, 66% responden menjawab aplikasi hiburan. Angka ini hanya 2% lebih rendah rendah dari jumlah responden yang mengatakan bahwa aplikasi yang paling sering mereka gunakan selama pandemi adalah aplikasi produktivitas.

Aplikasi hiburan yang dimaksud dalam survei mencakup aplikasi media sosial, streaming video, streaming musik, dan game. Ketika dihadapkan dengan pertanyaan tentang jenis aplikasi hiburan yang digunakan, sebanyak 79% responden mengatakan, mereka memilih aplikasi media sosial sebagai hiburan, sebanyak 67% memilih aplikasi streaming video, dan 63% responden memilih game.

Soal lama bermain game, mayoritas responden — sebanyak 44% — menghabiskan waktu selama 1 sampai 3 jam dalam sehari. Sementara 31% responden mengaku, mereka hanya menghabiskan waktu 1 jam untuk bermain game setiap harinya. Hanya 15% responden yang menghabiskan waktu bermain selama 3 sampai 5 jam. Sementara jumlah rseponden yang bermain selama lebih dari 5 jam setiap harinya justru lebih sedikit, hanya mencapai 9% responden. Kebanyakan orang bermain setelah jam kerja usai, yaitu pada 5 sore sampai 8 malam.

Pademi game hiburan
Hasil survei DailySocial dengan Populix. | Sumber: DailySocial

Sementara itu, menurut laporan The Impact of Covid-19 Pandemic dari GDP Ventures, game mengalami pertumbuhan pesat, baik dalam total unduhan dan total konsumsi. Data dari Agate dan Statista menunjukkan bahwa secara global, total unduhan aplikasi game naik 39% menjadi 4 miliar pada Februari 2020. Di Asia, tingkat pertumbuhan total unduhan game justru lebih tinggi. Total unduhan game untuk kawasan Asia naik 46 persen pada Februari 2020 menjadi 1,6 miliar.

Diperkirakan, total unduhan game masih akan terus naik selama pandemi virus corona belum berakhir. Karena tingginya pertumbuhan unduhan game ini, tidak heran jika permintaan akan iklan dalam game juga mengalami kenaikan. Pada Q1 2020, permintaan iklan di game naik hingga 100 persen.

Di tengah pandemi virus corona, industri game adalah salah satu industri yang justru mengalami pertumbuhan. Alasannya, banyak orang yang menjadikan game sebagai hiburan atau bahkan pelarian sementara di tengah karantina. Buktinya, industri game di Tiongkok justru tumbuh 30% di tengah pandemi. Total belanja game oleh konsumen di Amerika Serikat juga mengalami kenaikan 9% pada Q1 2020 dari tahun lalu.

Sumber header: Google

T1 Investasi ke Startup Analitik Esports, Mobalytics

Organisasi esports T1 Entertainment & Sports mengumumkan bahwa mereka menanamkan investasi di startup analitik esports, Mobalytics. Sayangnya, tidak disebutkan berapa besar investasi yang T1 tanamkan. Dalam kerja sama ini, fokus pertama dari kedua perusahaan adalah Valorant, game shooter buatan Riot Games yang kini masih dalam tahap beta. Mobalytics akan membuat program latihan untuk tim Valorant dari T1.

“Semua pemain, pelatih, dan tim di T1 menggantungkan diri pada analisa in-game. Inilah alasan mengapa kami pikir, kami harus berinvestasi di Mobalytics,” kata CEO T1, Joe Marsh, seperti dikutip dari The Esports Observer. “Kami sangat senang dapat bekerja sama dengan tim Mobalytics dalam membuat program latihan baru untuk tim Valorant. Jadi, kami akan bisa mengembangkan talenta baru dan berkembang dalam game terbaru dari Riot.”

Mobalytics memenangkan TechCrunch Disrupt Battlegrounds pada 2016. Tak hanya itu, mereka juga telah menjalin kerja sama dengan sejumlah publisher game. Selain membuat program latihan untuk Valorant, Mobalytics juga akan menyediakan tool dan analitik untuk game-game buatan Riot lainnya, seperti League of Legends, Teamfight Tactics, dan Legends of Runeterra. Sebelum ini, Mobalytics juga pernah bekerja sama dengan tim esports League of Legends lain, seperti Golden Guardians.

T1 Mobalytics
Brax jadi pemain Valorant pertama dari T1. | Sumber: ONE Esports

“T1 akan menjadi rekan strategis yang sangat baik untuk Mobalytics,” kata Marsh. “Dari segi tim, para pemain dan pelatih Valorant kami dapat memberikan insight penting untuk tool mereka. Sementara untuk produk terkait League, setelah tool tersebut dioptimasi untuk liga Korea Selatan, kami akan bekerja sama dalam mendekatkan diri dengan komunitas esports Korea Selatan dan fans T1 agar dapat meningkatkan performa tool mereka. Saya juga akan menjadi penasehat internal bagi tim Mobalytics saat mereka berusaha membuat lebih banyak layanan baru.”

T1 paling dikenal dengan tim League of Legends mereka. Tim tersebut berlaga di League of Legends Champions Korea (LCK). Saat ini, mereka adalah tim dengan jumlah trofi League of Legends World Championship (LCW) paling banyak. T1 juga tertarik untuk masuk ke dalam scene esports Valorant. Mereka telah merekrut Braxton “Brax” Pierce, mantan pemain Counter-Strike: Global Offensive profesional, untuk menjadi anggota tim Valorant. Selain itu, mereka juga telah mengadakan turnamen Valorant pada April 2020 lalu.

“Kami sangat senang dapat bekerja sama dengan T1 dan belajar dari pemain serta staf elite seperti Faker serta Brax dan membantu mereka berlatih dengan lebih baik,” kata pendiri Mobalytics, Amine Issa, menurut laporan Esports Insider. “Tujuan kami adalah untuk membantu semua pemain yang ingin dapat bermain lebih baik, tidak hanya para pemain profesional.”

IEFTL Minggu ke-3, Ghazeto Storia Masih Puncaki Klasemen

Minggu ke-3 dari Indonesia Efootball Team Lobby (IEFTL) baru saja berakhir. Ghazeto Storia, yang merebut posisi pertama dari Remaong FC pada minggu ke-2, masih duduk di peringkat pertama. Dari 4 pertandingan selama minggu ke-3, Ghazeto berhasil memenangkan semua pertandingan, termasuk ketika mereka melawan tim unggulan Aliansi dan Remaong FC. Melawan Aliansi, mereka menang dengan skor tipis 2-1 sementara saat berhadapan dengan Remaong FC, mereka menang dengan skor 5-1. Kini Ghazeto memiliki 28 poin dengan selisih goal sebanyak 23.

Sementara itu, tim Gatot Kaca, yang duduk di peringkat 2 pada minggu ke-2, kini harus puas dengan peringkat 7. Dari 4 pertandingan pada minggu ke-3, Gatot Kaca hanya bisa memenangkan 1 pertandingan. Ketika melawan Ghazeto pada hari ke-7, tim Gatot Kaca harus bertekuk lutut dengan skor tipis 0-1. Tak hanya itu, mereka juga kalah melawan tim Aco Glory dengan skor 0-2 dan hanya bisa bermain imbang ketika menghadapi tim Volcano.

IEFTL Minggu ke-3
Klasemen sementara dari IEFTL Minggu ke-3. | Sumber: Facebook

Kapten tim Gatot Kaca, Tri Susanto sempat diwawancara sebelum timnya melawan Ghazeto. Hasil wawancara ini lalu diunggah ke Facebook. Ketika ditanya tentang strategi Gatot Kaca untuk melawan Ghazeto, Tri menjawab, “Untuk strategi melawan Ghazeto kemungkinan Gatot Kaca akan menekan lawan di seluruh lapangan, menekan barisan pertahanan dalam setiap kesempatan dan tidak memberi ruang bergerak pada pemain terbaik Ghazeto.”

Dia mengakui, Ghazeto merupakan tim kuda hitam yang dapat menghambat ambisi mereka untuk menjuarai IEFTL musim ini. Meskipun begitu, dia mengungkap, semua pemain Gatot Kaca memiliki tujuan yang sama, yaitu untuk bermain dengan fun tanpa harus memikirkan menang dan kalah. “Yang penting unggul minimal 1 gol di setiap pertandingan,” katanya sambil bergurau. Menurut Tri, ada 3 tim yang merupakan pesaing terberat di IEFTL musim ini, yaitu Remaong FC, Aliansi, dan Garuda Ten.

IEFTL minggu ke-3
Jumlah gol yang dicetak tim IEFTL setelah minggu ke-2 berlalu. | Sumber: Facebook

IEFTL menggunakan 2 format kompetisi, yaitu liga dan cup. Minggu lalu, tim IEFTL mengumpulkan data tentang produktivitas tim-tim yang ikut serta dalam IEFTL. Dari data itu, terlihat bahwa tim JCC E-Sports merupakan tim yang paling produktif dalam mencetak gol.

Per minggu ke-2, tim tersebut telah mencetak 38 gol: 11 gol pada ajang piala dan 27 gol pada liga. Itu artinya, per pertandingan, mereka mencetakk 4,75 gol. Tim yang paling produktif ke-2 adalah Garuda Ten dengan rata-rata gol per pertandingan sebanyak 4,38 gol. Ghazeto menjadi tim yang paling produktif membuat gol nomor 3. Mereka mencetak 4,25 gol per pertandingan.

Q1 2020, Total Belanja Game AS Capai Rp162 Triliun

Total belanja konsumen di Amerika Serikat untuk video game pada Q1 2020 mencapai hampir US$10,9 miliar (sekitar Rp162 triliun), naik 9 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Ini adalah total belanja game paling tinggi di AS dalam satu kuartal. Menurut laporan The NPD Group, yang berjudul Q1 2020 Games Market Dynamics: US, sebagian besar spending tersebut digunakan untuk membeli game. Secara total, total belanja untuk game mencapai US$9,58 miliar (sekitar Rp142,5 triliun), naik 11 persen dari tahun lalu.

“Di tengah masa sulit seperti sekarang, game memberi kenyamanan pada masyarakat dan memungkinkan mereka untuk saling terhubung dengan satu sama lain,” kata Analis The NPD Group, Mat Piscatella, seperti dikutip dari Games Industry. “Karena masyarakat telah lama harus diam di rumah, mereka menjadikan game sebagai pelarian dan hiburan. Selain itu, game menjadi alat bagi mereka untuk tetap terhubung dengan teman dan keluarga mereka. Baik game di konsol atau mobile, PC atau virtual reality, penjualan game pada kuartal satu naik.”

total belanja game AS
Animal Crossing jadi salah satu game terpopuler di AS.

Beberapa game yang populer di kalangan konsumen Amerika Serikat antara lain Animal Crossing: New Horizons, Call of Duty: Modern Warfare, DOOM Eternal, Dragon Ball Z: Kakarot, Fortnite, Grand Theft Auto V, Minecraft, MLB The Show 20 dan NBA 2K20.

Selain penjualan game, penjualan hardware dan aksesori serta program berlangganan layanan game juga mengalami kenaikan. Penjualan hardware pada Q1 2020 naik 2 persen dari tahun lalu menjadi US$773 juta (sekitar Rp11,5 triliun). Menariknya, penjualan semua konsol kecuali Nintendo Switch mengalami penurunan. Sementara itu, penjualan aksesori gaming mencapai US$503 juta (sekitar Rp7,5 triliun), naik 1 persen jika dibandingkan dengan tahun lalu.

Tak hanya di Amerika Serikat, di Tiongkok, total belanja game juga mengalami kenaikan. Alasannya, para gamer menghabiskan lebih banyak waktu untuk bermain game selama karantina akibat pandemi virus corona. Ini membuat mereka menghabiskan uang lebih banyak dalam game. Selama pandemi, game shooter menjadi salah satu genre paling populer. Menurut Newzoo, nilai industri game pada 2020 akan naik 9,3 persen dari tahun lalu, menjadi US$159,3 miliar (sekitar Rp2.370 triliun).

EVO Online tak Sertakan Super Smash Bros. Ultimate

Evolution Championship Series, turnamen game fighting terbesar di dunia, harus dibatalkan pada tahun ini karena pandemi virus corona. Sebagai gantinya, turnamen yang juga dikenal dengan nama EVO itu akan diadakan secara online. EVO 2020 seharusnya diadakan di Las Vegas pada akhir pekan di bulan Juli. Namun, karena format turnamen diganti online, maka EVO akan berlangsung selama 5 akhir pekan, yaitu sepanjang bulan Juli.

Pada Februari 2020, penyelenggara EVO mengumumkan lineup game yang akan diadu dalam turnamen tersebut. Sayangnya, dalam EVO Online, ada satu game yang terpaksa untuk tidak disertakan, yaitu Super Smash Bros. Ultimate. Memang, pihak penyelenggara belum memberikan pernyataan resmi terkait alasan mereka melakukan itu. Meskipun begitu, diduga, alasan mengapa Super Smash Bros. tak lagi disertakan dalam EVO Online adalah karena sistem pertandingan online dari game itu agak bermasalah, menurut laporan IGN.

Untungnya, pertandingan dari game-game lain masih akan tetap dilangsungkan. Inilah game-game yang akan diadu dalam EVO Online:

  • Dragon Ball FighterZ
  • Granblue Fantasy Versus
  • Samurai Shodown
  • Soulcalibur 6
  • Street Fighter 5: Champion Edition
  • Tekken 7
  • Under Night In-Birth Exe:Late[cl-r]

Selain itu, penyelenggara EVO juga akan mengadakan turnamen terbuka dari 4 game fighting yang sebelumnya tidak menjadi bagian dari turnamen EVO. Keempat game tersebut antara lain Killer Instinct, Moratl Kombat 11: Aftermath, Skullgirls 2nd Encore, dan Them’s Fightin’ Herds, lapor Polygon.

Seperti yang sudah diumumkan sebelumnya, EVO Online juga akan menyertakan turnamen khusus untuk Marvel vs. Capcom 2 dalam rangka merayakan ulang tahun ke-20 dari game tersebut. Turnamen yang dinamai “20urnament of Champions” itu akan menggunakan sistem undangan.

Sebelum ini, komunitas Smash juga pernah berselisih dengan penyelenggara EVO. Dalam EVO Japan 2020 yang diadakan pada Februari, komunitas Smash meradang karena hadiah turnamen Smash hanyalah controller Nintendo Switch Pro, meski turnamen tersebut disponsori oleh Nintendo. Padahal, turnamen dari game lain menawarkan total hadiah berupa uang tunai yang cukup besar. Misalnya, dalam turnamen Street Fighter dan Tekken 7, dua game fighting paling populer, pemenang dapat membawa pulang hadiah sebesar US$9 ribu atau sekitar Rp122 juta.

Sumber header: Twitter

Twitch Perkenalkan Safety Advisory Council

Twitch masih menjadi platform streaming game nomor satu sampai saat ini. Namun, itu bukan berarti platform milik Amazon itu tidak memiliki masalah sama sekali. Justru sebaliknya, ada berbagai kritik yang dilayangkan pada Twitch. Salah satunya adalah mereka dianggap gagal untuk melindungi para streamer dari penonton yang toxic. Setelah pindah ke Mixer, Michael “Shroud” Grzesiek mengatakan bahwa komunitas di Mixer lebih baik. Untuk mengatasi masalah ini, Twitch mengubah sistem pemblokiran agar memudahkan para streamer menyaring penonton toxic.

Sayangnya, penonton toxic bukan satu-satunya masalah yang dihadapi oleh Twitch. Mereka juga diprotes karena tidak adil dalam menegakkan peraturan terkait konten seksual, membiarkan kreator konten berlaku rasis, dan sering memberikan hukuman pada streamer perempuan. Sebagai jawaban dari kritik-kritik tersebut, Twitch membuat Safety Advisory Council. Diharapkan, dewan tersebut akan membantu Twitch dalam mengambil keputusan sehingga mereka dapat memulihkan reputasi mereka, baik di mata streamer maupun penonton, lapor Games Industry.

Safety Advisory Council terdiri 8 anggota yang merupakan ahli dalam dunia online dan juga kreator Twitch. Mereka dipilih karena dianggap memahami peraturan, konten, dan komunitas di Twitch. Empat orang ahli yang Twitch pilih adalah CEO dari lembaga nirlaba The Diana Award, Alex Holmes, Director of the Center for Democracy and Technology’s Free Expression Project Emma Llansó, profesor dari Florida Atlantic University Dr. Sammer Hinduja, Director of Research AnyKey T.L. Taylor. Sementara 4 streamer yang masuk dalam Safety Advisory Council antara lain Steph “FerociouslySteph” Loehr, Kason “Cupahnoodle”, Kjetil “Zizaran”, dan Ben “CohhCarnage” Cassell.

“Ketika membuat dewan ini, kami merasa, penting untuk menyertakan para ahli yang bisa memberikan sudut pandang eksternal, serta streamer Twitch yang memahami sudut pandang dan tantangan yang dihadapi oleh para kreator konten,” ujar Twitch, seperti dikutip dari TechCrunch. “Masing-masing anggota dewan dipilih dengan hati-hati berdasarkan pengetahuan mereka tentang komunitas Twitch dan pengalaman pribadi serta profesional mereka.”

Dalam artikel di blog, Twitch menjelaskan bahwa Safety Advisory Council akan memberikan saran pada mereka saat mereka tengah membuat peraturan baru atau merevisi peraturan lama, juga saat membuat produk atau fitur baru. Selain itu, dewan tersebut akan membantu Twitch dalam melindungi kelompok marginal serta mendukung gaya hidup sehat yang menyeimbangkan kehidupan pribadi dengan dunia profesional.