Satu dari Tiga Orangtua di Eropa Biarkan Anak Beli Item Dalam Game

Tiga per empat anak dan remaja pada rentang umur 6-15 tahun di Jerman, Spanyol, Italia, Inggris, dan Prancis bermain video game, menurut survei yang dilakukan oleh GameTrack. Itu berarti, ada sekitar 24 juta anak dan remaja yang bermain game. Kebanyakan anak dan remaja tersebut menggunakan konsol dan perangkat mobile (tablet dan smartphone) untuk bermain game. Sementara itu, dari semua anak dan remaja yang bermain game, sebesar 36 persen melakukan melakukan in-game purchase atau pembelian dalam game.

Satu hal yang menarik, sepertiga orangtua di lima negara yang GameTrack survei membiarkan anak mereka untuk membeli item dalam game. Dari semua orangtua yang membiarkan anaknya melakukan in-game purchase, sebanyak 85 persen telah membuat perjanjian dengan anak mereka. Hampir 60 persen orangtua membuat perjanjian bahwa sang anak harus meminta izin terlebih dulu sebelum mereka membeli sesuatu dalam game. Sementara sebanyak 21 persen orangtua juga memasang parental control tool pada perangkat yang digunakan anak untuk bermain game.

Sumber: ISFE
Orangtua yang setuju anaknya melakukan pembelian dalam game. | Sumber: ISFE

Orangtua yang membiarkan anaknya melakukan pembelian dalam game merasa, uang yang sang anak habiskan dalam game merupakan bagian dari uang jajan mereka. Dan anak-anak boleh menggunakan uang jajan untuk apapun yang mereka mau, termasuk membeli item dalam game. Sebagian orangtua percaya, mempercayai anak dengan uang adalah bagian dari edukasi. Tentang jumlah uang yang dihabiskan oleh anak dan remaja dalam game, 62 persen mengaku bahwa mereka menghabiskan kurang dari €20 (sekitar Rp312 ribu). Sementara itu, dua per tiga responden mengaku pernah mendengar tentang sistem Pan European Game Information (PEGI). Angka ini stabil jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

CEO Interactive Software Federation (ISFE), Simon Little mengatakan bahwa dia cukup senang melihat orangtua aktif melibatkan diri dalam keputusan anak untuk melakukan in-game purchase. “Sebagai industri, kami selalu berusaha memberikan yang terbaik pada para pemain game dan melakukan kampanye edukasi di Eropa, mendorong orangtua untuk berdialog dengan anak-anak mereka tentang kegiatan mereka di dunia online, dan ketika diperlukan, menggunakan alat parental control untuk membatasi atau memblokir pembelian yang dilakukan anak, untuk membatasi waktu bermain dan mengendalikan interaksi online anak,” katanya, menurut laporan Talk Esport.

Lebih lanjut dia berkata, “Game menawarkan pengalaman yang memperkaya kehidupan lebih dari setengah warga Eropa, membuat standar baru untuk inovasi, edukasi, dan menginspirasi cara baru untuk memahami dan berinteraksi dengan dunia di sekitar kita. Mendorong anak untuk bermain game dengan bertanggung jawab adalah kunci agar semua anak kita bisa menikmati media yang unik ini. Baik industri dan orangtua memiliki peran penting dalam hal ini.”

Dampak Ekonomi League of Legends Championship Series Capai Rp76 Miliar

Jumlah merek non-endemik yang bekerja sama dengan organisasi atau liga esports kini terus bertambah. Sayangnya, umur industri esports yang masih sangat pendek berarti tidak ada rekam jejak yang bisa digunakan oleh perusahaan sebagai tolok ukur. Riot Games, pemilik properti intelektual League of Legends, lalu bekerja sama dengan Nielsen dengan tujuan untuk mengukur nilai kerja sama mereka dengan liga League of Legends.

Salah satu data yang didapatkan oleh Riot terkait League of Legends Championship Series, liga untuk kawasan Amerika Utara, adalah dampak ekonomi dari turnamen ini. Babak final dari LCS Summer Split diadakan di Detroit, Michigan. Riot mengatakan, keberadaan turnamen ini memberikan dampak ekonomi sebesar US$5,44 juta (sekitar Rp76 miliar). Sebelum ini, Riot juga mengungkap, babak final dari League of Legends European Championship (LEC) Spring Split memberikan dampak ekonomi sebesar US$2,25 juta (sekitar Rp31,5 miliar) pada Rotterdam, tempat turnamen tersebut diadakan, menurut laporan The Esports Observer.

Sebagai perbandingan, turnamen Major dari Rainbow Six yang diadakan di Rayleigh memberikan dampak ekonomi sebesar US$1,45 juta atau sekitar Rp20,5 miliar. Memang, turnamen esports bisa mendorong industri pariwisata lokal. Alasannya, para fans esports biasanya berasal dari seluruh dunia. Jadi, ketika sebuah turnamen esports diadakan di sebuah kota, para fans rela untuk datang meski mereka berasal dari kawasan atau bahkan negara yang berbeda.

Sumber: Riot Games
Sumber: Riot Games

Selain dampak ekonomi, dalam laporan tentang performa LCS, Riot juga membahas beberapa hal lain, seperti jumlah penonton. Mereka mengatakan, 53 ribu orang datang langsung ke studio LCS di Detroit dan St Louis. LCS juga disiarkan secara online. Secara total, turnamen tersebut ditonton selama 2,4 juta jam, lapor Esports Insider. Pada puncaknya, jumlah concurrent viewers mencapai 609 ribu. Sementara jumlah concurrent viewer rata-rata mencapai 433 ribu. Dengan Average-Minute-Audience (AMA) 124 ribu, Riot mengklaim bahwa LCS adalah liga olahraga terpopuler ketiga di kalangan warga Amerika Serikat yang berumur 18 sampai 34 tahun.

Terkait sponsorship, Riot mengatakan bahwa pada tahun ini, mereka mendapatkan 11 rekan baru. Mereka juga bangga karena 91 persen dari perusahaan yang menjadi rekan mereka membuat kontrak lebih dari satu tahun atau memperbarui kontrak mereka. Ini menunjukkan bahwa mereka puas dengan apa yang mereka dapatkan. Beberapa sponsor LCS antara lain Honda, Alienware, dan Red Bull.

Dapat Dukungan dari Tencent, Global Esports Federation Resmi Berdiri

Global Esports Federation resmi berdiri pada Senin, 16 Desember 2019. Bermarkas di Singapura, badan esports global ini dibuat dengan tujuan untuk membuat esports menjadi lebih kredibel. GEF memiliki tiga tujuan, yaitu mengembangkan esports, menjadi wadah untuk membuat esports menjadi ekosistem yang berkelanjutan, dan menjadi otoritas terkait koordinasi badan esports internasional. Konkretnya, mereka akan mengatur tentang gaji atlet esports dan memastikan mereka tidak menggunakan doping, membuat peraturan dan struktur kepemimpinan esports, dan mendorong pembuatan federasi esports nasional dengan standar dan regulasi yang jelas.

Chris Chan, Sekretaris Jenderal dari Singapore National Olympic Council (SNOC), akan menjadi presiden dari GEF. Sementara jabatan wakil presiden akan dipegang oleh Vice President, Tencent, Edward Cheng. Tencent memang menjadi rekan global pertama dari GEF. Salah satu rencana GEF adalah mengadakan Global Esports Games pada tahun depan. Chan berkata, dia berharap bahwa ajang esports internasional tersebut akan diikuti oleh perwakilan dari berbagai negara.

Ketika ditanya tentang bagaimana GEF akan dapat memastikan semua anggotanya mematuhi regulasi dan memenuhi standarisasi yang mereka buat, Chan menjelaskan, GEF akan menggunakan sistem serupa National Olympic Committee (NOC). Jadi, sebuah badan esports baru akan diakui sebagai anggota jika mereka setuju untuk mengikuti peraturan yang telah ditetapkan oleh GEF. Dan hanya anggota GEF yang bisa ikut serta dalam Global Esports Games.

Vice President dan President dari GEF. | Sumber: Esports Insider
Vice President GEF Edward Cheng dan President GEF Chris Chan. | Sumber: Esports Insider

“Semoga, masyarakat dapat memahami esports dengan lebih baik, dan pada akhirnya, kami harap olahraga ini akan bisa menjadi bagian dari ajang olahraga paling bergengsi, yaitu Olimpiade,” kata Chan pada Channel News Asia. Sebelum ini, International Olympics Committee (IOC) juga telah mengungkapkan pendapat mereka tentang kemungkinan esports menjadi bagian dari Olimpiade. Mereka mengatakan, saat ini, mereka hanya akan mempertimbangkan untuk memasukkan game olahraga ke dalam Olimpiade.

“GEF akan mengembangkan kredibilitas dan reputasi esports di mata masyarakat berdasarkan pondasi dan nilai olahraga, serta memanfaatkan teknologi dan inovasi untuk olahraga. Komitmen dan visi Tencent terlihat jelas dari keputusan mereka untuk menjadi Founding Global Partner dari GEF. Keterlibatan Tencent akan membantu kami dalam mendorong pertumbuhan, edukasi, budaya, dan keberlanjutan ekosistem esports,” kata Chan, dikutip dari Esports Insider.

Saat ini, telah ada asosiasi esports internasional lain selain GEF, seperti International Esports Federation (IeSF) yang bermarkas di Busan, Korea Selatan. Chan mengatakan, GEF tidak berniat untuk bersaing dengan IeSF. “Kami tidak bermaksud untuk melawan IeSF. Mereka mungkin melihat kami sebagai ancaman. Tapi, bukan itu tujuan kami,” ujar Chan.

Sumber header: Esports Insider

Genre Game Populer di Industri Game Dalam 10 Tahun Terakhir

Dalam 10 tahun belakangan, industri game berkembang pesat. Gamer tak lagi dikaitkan dengan pecundang anti-sosial yang tak punya teman. Faktanya, berkat popularitas esports, tak sedikit gamer yang justru diusung sebagai pahlawan. Tim esports tak melulu membawa nama tim, tapi juga membawa nama negara, seperti saat tim-tim esports mewakili Indonesia di ajang SEA Games 2019. Dalam 10 tahun belakangan, tren di dunia game juga telah berubah. Muncul beberapa genre game populer di industri game.

Pada tahun 2000-an, MMORPG menjadi salah satu genre favorit. Blizzard meluncurkan World of Warcraft pada 2004. Selama enam tahun ke depan, game tersebut diklaim sebagai “MMO King”. Namun, melewati tahun 2010, Blizzard mulai kesulitan untuk memberikan update konten yang tetap menarik bagi para pemain WoW. Studio game lain menganggap ini sebagai kesempatan untuk membuat game MMORPG untuk menggantikan WoW. Karena itulah, pada awal 2010-an, muncul berbagai game MMORPG. Sebagian bahkan diklaim sebagai “WoW killer”. Dan memang, beberapa game tersebut sukses, seperti Star Wars: The Old Republic yang bahkan bertahan sampai sekarang. Meskipun begitu, WoW tetap bertahan, seperti yang disebutkan oleh Polygon.

Masih di awal 2010-an, sementara banyak studio game sibuk untuk membuat MMORPG, Defense of the Ancients — yang pada awalnya merupakan mod dari Warcraft 3 — mulai mendapatkan jumlah pemain yang cukup banyak. Sayangnya, DotA masih terikat dengan Blizzard karena menggunakan properti mereka. Para developer lalu tergerak untuk membuat game MOBA dengan desain serupa DotA. Hanya saja, kali ini, game itu tidak lagi menggunakan IP milik Blizzard. Lahirlah League of Legends pada 2009 dan Heroes of Newerth pada 2010. Namun, Heroes of Newerth akhirnya kalah populer oleh Dota 2 yang dirilis oleh Valve pada 2013. Sampai sekarang, baik Dota 2 maupun League of Legends masih memiliki jumlah pengguna bulanan aktif yang cukup banyak.

Dota 2. | Sumber: Steam
Dota 2. | Sumber: Steam

Sejak saat itu, popularitas MOBA mulai menyaingi MMORPG. Sama seperti di era keemasan WoW, banyak developer yang juga membuat game MOBA, seperti Vainglory dan Heroes of the Storm. Meskipun begitu, League of Legends dan Dota 2 tetap merajai genre MOBA. Sekarang, keduanya juga menjadi game esports paling populer. Salah satu alasannya karena kedua game ini memang menuntut para pemainnya untuk berpikir strategis dan bekerja sama dengan anggota tim masing-masing. Pada saat yang sama, gameplay yang kompleks menjadi pisau bermata dua bagi dua game MOBA tersebut, karena ini membuat jumlah pemain mereka stagnan dan tidak kunjung bertambah. Jangan menjadi profesional, jika seorang pemain ingin bisa dianggap “jago” dalam bermain Dota 2 atau League of Legends, mereka harus bisa memperhatikan banyak detail sekaligus, mulai dari skill masing-masing karakter, sinergi antara satu karakter dengan karakter lain, penempatan wards, dan lain sebagainya. Seolah itu tidak cukup buruk, tak semua pemain Dota 2 atau League of Legends mau membantu para pemain baru. Tak sedikit pemain yang sedang belajar yang mendapatkan kecaman.

Meskipun begitu, game MOBA tetap hidup sepanjang 10 tahun belakangan. Bahkan ketika game mobile menjadi semakin populer, juga muncul berbagai game MOBA untuk pemain mobile. Sebut saja Mobile Legends yang menjadi salah satu game esports terpopuler di Tanah Air.

Munculnya beberapa genre baru

Sama seperti World of Warcraft yang tampaknya tak lagi bisa digoyahkan. Dota 2 dan League of Legends tampaknya akan tetap bertahan sebagai game MOBA populer. Namun, itu bukan berarti industri game stagnan begitu saja. Setelah MOBA, kini muncul genre battle royale. Genre ini dipopulerkan oleh PlayerUnknown’s Battleground. Melihat popularitas battle royale, developer lain dengan cepat membuat game bergenre serupa, seperti Fortnite dari Epic Games atau Apex Legends dari Electronic Arts.

Tak berhenti sampai di situ, beberapa franchise game pun juga mendapatkan mode battle royale, seperti Fallout 76 dan Call of Duty: Black Ops 4. Bahkan Tetris sekalipun mendapatkan mode battle royale dengan kemunculan Tetris 99. Game racing seperti Forza Horizon 4 pun akan mendapatkan mode battle royale — yang saat ini disebut “The Eleminator” oleh Playground Games. Selama sebuah game memungkinkan puluhan pemain untuk bertemu dan bersaing dengan satu sama lain, maka game itu dapat dibuat menjadi battle royale. Tentu saja, tak semua game battle royale atau mode battle royale dalam sebuah game disambut dengan baik.

Tetris 99. | Sumber: Engadget
Tetris 99. | Sumber: Engadget

Battle royale bukan satu-satunya genre yang menjadi populer dalam satu dekade ini. Genre lain yang mulai diminati para developer adalah auto battlers. Dalam game auto battlers, pemain hanya akan diminta untuk memilih sejumlah karakter yang lalu akan melakukan battle secara otomatis. Pada akhir pertandingan, pemain yang masih memiliki karakter — atau memiliki karakter paling banyak — keluar sebagai pemenang. Saat ini, ada beberapa game auto battlers didasarkan pada IP dari game yang sudah ada, seperti Dota Underlords dari Dota 2 dan Teamfight Tactics buatan Riot Games.

Selain itu, loot shooter menjadi salah satu genre yang menjadi populer dalam 10 tahun belakangan. Genre ini muncul ketika Borderlands dirilis pada 2009. Ketika itu, Borderlands menawarkan jutaan senjata bagi para pemainnya. Borderlands terbukti sukses. Buktinya, belum lama ini, Borderlands 3 baru saja dirilis.

Namun, melakukan hal yang sama berulang kali bisa membosankan, tak peduli sebanyak apa item yang ditawarkan oleh developer. Salah satu kunci kesuksesan dari game loot shooter adalah membuat gameplay yang menarik, membuat pemain tak keberatan untuk melakukan hal yang sama — menembakkan senjata dan menjelajahi peta — berulang kali. Saat ini, game-game loot shooter menawarkan tema yang bervariasi, mulai dari tema high-fantasy sci-fi dalam Destiny 2 sampai dunia post-apocalyptic yang diusung dalam Tom Clancy’s The Division 2. Satu masalah dalam game loot shooter adalah pemain dituntut untuk bermain dalam waktu lama — sampai puluhan jam — untuk mendapatkan senjata atau perangkat terbaik. Ini bisa menyebabkan pemain merasa jenuh.

Tak semua genre yang muncul dan menjadi populer dalam 10 tahun belakangan adalah genre serius. Ialah clicker game, yang mulai populer ketika developer Orteil meluncurkan prototipe Cookie Clicker — kini menjadi salah satu game paling populer di Steam. Seperti namanya, dalam clicker game, Anda cukup mengklik satu tombol atau sejumlah tombol untuk mendapatkan reward. Seiring dengan berjalannya waktu, untuk setiap klik yang Anda lakukan, reward yang Anda dapatkan dalam game bertambah. Reward ini bisa muncul dalam bentuk beragam, poin atau uang atau sesuatu yang lain. Reward yang telah Anda kumpulkan akan bisa Anda gunakan untuk melakukan upgrade. Sampai akhirnya, Anda tak lagi perlu melakukan klik terlalu sering.

Game clicker tersedia di PC dan mobile. Salah satu contoh clicker game buatan Indonesia adalah Tahu Bulat buatan Own Games. Dalam game ini, semakin sering Anda mengklik, semakin banyak pengunjung yang datang, yang berarti semakin banyak uang yang Anda dapatkan. Setelah uang terkumpul, Anda bisa memperbaiki peralatan Anda — mulai dari speaker sampai mencari bumbu tahu bulat baru — sehingga Anda bisa mendapatkan uang lebih banyak per detiknya. Biasanya, clicker game cukup populer di kalangan mobile gamer, karena Anda bisa memulai dan berhenti bermain kapan saja.

Tahu Bulat. Sumber: DailySocial
Tahu Bulat. Sumber: DailySocial

Game gratis yang menghasilkan

Selain soal genre, dalam 10 tahun belakangan, satu tren lain yang mulai terlihat adalah perubahan model bisnis dari developer. Dulu, Anda harus membeli sebuah game sebelum dapat memainkannya. Sekarang, Anda bisa memainkan game dengan gratis. Namun, skin atau item kosmetik lainnya harus Anda beli. Selain itu, juga muncul game dengan model Pay-to-Win. Jadi, selama Anda bermain gratis, Anda tidak akan bisa mengalahkan pemain yang mengeluarkan uang ekstra.

League of Legends adalah salah satu contoh game gratis yang hanya menjual skin. Model bisnis ini terbukti menguntungkan. Pada 2018, Riot Games mendapatkan US$1,4 miliar dari League of Legends. Fortnite juga bisa dimainkan secara gratis. Epic hanya menjual battle pass dan skin. Dari sini, mereka berhasil mendapatkan US$2,4 miliar.

Selain model freemium, sistem lain yang kini mulai diadopsi oleh para developer game adalah early access. Menurut Polygon, orang pertama yang menggunakan sistem ini adalah Markus “Notch” Persson untuk membuat Minecraft. Satu keuntungan yang ditawarkan game early access adalah developer dapat mengumpulkan uang sambil berusaha menyelesaikan proses pengembangan game. Bagi sebagian developer, termasuk Persson, ini memungkinkan mereka untuk fokus sepenuhnya mengembangkan game, tanpa harus mengambil pekerjaan lain untuk menyokong hidup mereka.

Minecraft. | Sumber: Microsoft via Engadget
Minecraft. | Sumber: Microsoft via Engadget

Sistem early access juga bisa membantu developer untuk mengembangkan game sesuai ekspektasi gamer. Ketika game yang diluncurkan di bawah label early access memiliki masalah — ada bug, konten yang kurang menarik, dan lain sebagainya — developer memiliki kesempatan untuk memperbaiki masalah tersebut. Dan ada beberapa game AAA yang menjadi lebih baik setelah mendapatkan masukan dari para gamer, seperti Rainbow Six: Siege. Keuntungan lain yang didapatkan oleh developer dengan model early access adalah mereka dapat tetap memberikan update secara berkala, sehingga perhatian para pemain tetap tertuju pada game buatan mereka.

Hanya saja, terkadang, game yang telah diluncurkan dengan label early access tak pernah dirilis secara sempurna, yang akan membuat sebagian orang bingung dengan arti dari “early access”. Game seperti PlayerUnknown’s Battleground dan Minecraft resmi diluncurkan satu tahun setelah versi early access muncul. Sayangnya, tidak semua game seperti itu. DayZ, misalnya, resmi diluncurkan pada Desember 2018 setelah versi early access bisa dimainkan sejak Desember 2013. Contoh lainnya adalah Star Citizen.

Star Citizen bermula sebagai proyek Kickstarter. Developer game ini lalu mulai membuka donasi di situsnya sendiri. Game itu didesain sebagai game bertema luar angkasa yang memungkinkan para pemainnya untuk saling bertempur dan berdagang. Namun, konsep gameplay dari Star Citizen begitu kompleks sehingga proses pengembangannya pun memakan waktu yang sangat lama. Karena itu, sang developer merilis game ini meski belum selesai, agar para pemain bisa mencobanya. Versi pertama memungkinkan pemain untuk memodifikasi pesawat luar angkasa dan memarkir pesawat itu di dalam hangar. Setelah itu, sang developer terus menambahkan fitur untuk game tersebut. Star Citizen juga memiliki elemen first person shooter dan penjelajahan luar angkasa. Sayangnya, sampai sekarang, tidak ada benang merah yang membuat semua elemen dalam game menyatu dan menjadikannya sebagai game menjadi koheren. Hingga sekarang, masih belum diketahui kapan game ini akan diluncurkan.

Star Citizen. | Sumber: PC Gamer
Star Citizen. | Sumber: PC Gamer

Kesimpulan

Satu hal yang pasti, selama satu dekade belakangan, tidak ada satu game atau developer pun yang berhasil memberikan game yang jauh lebih populer dari game-game lain. Walau PUBG menjadi game battle royale pertama, banyak pemain yang tertarik game battle royale lain ketika game itu dirilis. Uniknya, masing-masing game dan genre memiliki pemain setia tersendiri. Misalnya, meskipun Fortnite, Apex Legends, dan PUBG sama-sama merupakan game battle royale, mereka memiliki gamer setia yang berbeda-beda. Pemain Fortnite menyukai game itu karena Epic lebih menitikberatkan pada interaksi sosial. Sementara gamer Apex Legends lebih suka dengan pacing dari game tersebut. Dan PUBG disukai karena memaksa para pemainnya untuk bekerja sama dengan satu sama lain.

Di satu sisi, ini adalah kabar baik. Karena semua developer bisa membuat game online dengan life cycle yang lama. Di sisi lain, semakin banyak game yang muncul, semakin ketat pula persaingan untuk mendapatkan pemain setia. Semua orang hanya memiliki waktu 24 jam dalam sehari. Dan tidak semua waktu tersebut bisa mereka gunakan untuk bermain. Jadi, sebuah game harus bisa memenangkan hati para pemainnya agar mereka rela menghabiskan waktu luangnya untuk bermain game.

Pendapatan Total PUBG Mobile Capai Rp21 Triliun

Tahun ini adalah tahun yang sangat baik untuk Player Unknown’s Battleground Mobile. PUBG Mobile Club Open Global Finals 2019 – Fall Split berlangsung dengan sukses. Tim Indonesia berhasil merebut gelar juara dan membawa pulang US$180 ribu (sekitar Rp2,5 miliar) dari total hadiah US$500 ribu (sekitar Rp7 miliar). Tak hanya itu, pendapatan dari game ini juga fantastis. Sejak diluncurkan pada Maret 2018, pendapatan total PUBG Mobile telah mencapai US$1,5 miliar (sekitar Rp21 triliun), menurut data dari Sensor Tower. Belanja para pemain mulai meninkat sejak Battle Pass tersedia pada Mei 2018. Sepanjang tahun, PUBG Mobile telah mendapatkan US$1,3 miliar (sekitar Rp18 triliun). Pada Q3 2019 saja, pendapatan game ini mencapai US$496 juta (sekitar Rp7 triliun).

Kontribusi pendapatan terbesar untuk PUBG Mobile berasal dari Tiongkok, yang menyumbangkan sekitar 46 persen (sekitar US$614 juta atau Rp8,6 triliun) dari total pendapatan game tersebut. Ini menunjukkan betapa besarnya pasar Tiongkok. Sementara negara dengan kontribusi terbesar kedua adalah Amerika Serikat dengan sumbangan sebesar US$293 juta (sekitar Rp4,1 triliun). Dengan kontribusi US$117 juta (sekitar Rp1,6 triliun), Jepang menjadi negara ketiga dengan kontribusi pendapatan terbesar, menurut laporan Dot Esports.

Total pendapatan per kuartal dari PUBG Mobile. | Sumber: Sensor Tower
Total pendapatan per kuartal dari PUBG Mobile. | Sumber: Sensor Tower

Sementara dari segi jumlah download, PUBG Mobile telah diunduh sebanyak 555 juta kali di seluruh dunia. India menjadi negara dengan jumlah download terbesar, dengan total download mencapai 116 juta kali. Memang, saat ini, scene esports di India, khususnya mobile esports, tengah berkembang pesat. Salah satu indikasinya adalah jumlah total hadiah turnamen esports yang naik lebih dari dua kali lipat. Tiongkok menjadi negara dengan kontribusi jumlah download terbesar kedua dengan total download 108 juta kali. Namun, satu hal yang harus diingat, total download di Tiongkok ini hanya berasal dari Apple App Store karena Google Play Store tidak bisa digunakan di Tiongkok. Menyusul di posisi ketiga adalah Amerika Serikat dengan total jumlah download mencapai 42 juta kali.

Tahun ini, pemerintah Tiongkok memperketat regulasi tentang game yang boleh diluncurkan di negaranya. Kekerasan menjadi salah satu hal yang dilarang dalam sebuah game. Pengetatan regulasi ini membuat Tencent tak bisa memonetisasi PUBG Mobile. Tencent menyelesaikan masalah ini dengan meluncurkan versi khusus Tiongkok yang berjudul Game for Peace. Dengan kesuksesan PUBG Mobile, tak heran jika Tencent siap mengeluarkan US$5 juta (sekitar Rp70 miliar) untuk mengadakan berbagai turnamen esports PUBG Mobile pada tahun depan. Asia Tenggara menjadi salah satu target pasar perusahaan Tiongkok.

Sumber header: Sensor Tower

Hanya Game Esports Olahraga yang Berpotensi Masuk Olimpiade

Esports tidak hanya berkembang sebagai industri, competitive gaming juga kini menjadi semakin diakui sebagai olahraga. Pada tahun lalu, Indonesia sebagai tuan rumah Asia Games menggelar eksibisi pertandingan esports. Sementara pada tahun ini, esports menjadi salah satu cabang olahraga bermedali. Esports bahkan menyumbangkan dua medali perak untuk Indonesia. Pada tahun depan, pertandingan esports dari Street Fighter dan Rocket League akan menjadi acara pembuka Olimpiade 2020. Karena itu, tidak heran jika sebagian orang percaya, hanya masalah waktu sebelum esports menjadi bagian dari Olimpiade.

Terkait hal ini, International Olympic Committee (IOC) mengatakan, mereka siap untuk memasukkan game-game yang merupakan simulasi dari olahraga di dunia nyata, seperti sepak bola atau basket. Itu berarti, pertandingan dari game-game FIFA, MLB The Show, dan NBA 2K memiliki potensi untuk menjadi bagian dari Olimpiade, mengingat ketiga game itu merupakan game yang didasarkan pada olahraga asli, yaitu sepak bola, baseball, dan bola basket. Sayangnya, game-game olahraga biasanya tak terlalu populer di kalangan penggemar esports.

David L. | Sumber: Talk Esport

David Lappartient. | Sumber: Talk Esport

Salah satu game esports paling populer adalah Dota 2. Selain itu, Counter-Strike: Global Offensive juga cukup populer. Meskipun keduanya memiliki genre yang berbeda, dua game itu memiliki satu kesamaan. Dalam dua game tersebut, tim yang ingin menang harus bisa membunuh tim lawan. Dan inilah yang membuat IOC enggan untuk memasukkan Dota 2, CS:GO, atau game serupa ke Olimpiade. Karena game yang memiliki unsur pembunuhan dianggap bertentangan dengan nilai dalam Olimpiade itu sendiri.

International Cycling Union (UCI) President, David Lappartient, yang juga merupakan chairman dari grup esports IOC berkata, “Tentang game elektronik yang didasarkan pada olahraga, Summit melihat potensi besar untuk bekerja sama dan mengintegrasikan game itu pada kegiatan olahraga.” Sayangnya, game esports yang tidak memiliki nilai olahraga di dunia nyata tampaknya tidak akan menjadi bagian dari Olimpiade dalam waktu dekat.

IOC mengatakan, saat ini, mereka harusnya fokus pada para pemain juga gamer dan bukannya pada game esports tertentu. “Dengan fokus pada atlet, ini akan mendorong mereka untuk berpartisipasi dalam olahraga sehingga mereka bisa mendapatkan keuntungan dari gaya hidup yang sehat,” ujar Lappartient, menurut laporan Talk Esports. Memang, menjadi atlet esports tidak semudah kelihatannya. Karena itu, organisasi esports biasanya cukup memerhatikan kesehatan fisik dan mental para pemainnya.

Kenapa Perusahaan Tiongkok Mau Masuki Pasar Esports Asia Tenggara?

Dari segi total hadiah, turnamen esports kini bisa menawarkan total hadiah setara atau bahkan melebihi kompetisi olahraga tradisional. Contohnya, The International 2019 yang menawarkan total hadiah lebih dari US$34 juta (sekitar Rp476 miliar). Dan turnamen esports kini tak melulu mengadu game PC. Mobile esports juga mulai menjadi semakin populer. Tencent bahkan menyiapkan US$5 juta (sekitar Rp70,6 miliar) untuk semua turnamen esports PUBG Mobile pada tahun depan.

Tahun ini, PUBG Mobile Club Open Fall Split Global Finals merupakan turnamen PUBG Mobile dengan total hadiah terbesar. Turnamen tersebut menawarkan total hadiah sebesar US$500 ribu (sekitar Rp7 miliar) Sebesar US$180 ribu (sekitar Rp2,5 miliar) dibawa pulang oleh Bigetron yang keluar sebagai pemenang. Diadakan di Malaysia, PMCO Fall Split Global Finals diselenggarakan oleh VSPN, perusahaan penyelenggara turnamen esports asal Tiongkok. Perusahaan smartphone asal Tiongkok, vivo, menjadi salah satu sponsornya. Selain itu, ada beberapa perusahaan Malaysia yang juga menjadi sponsor seperti merek minuman 100 Plus, perusahaan pengantar makanan Hungry, dan perusahaan telekomunikasi Yoodo. Meskipun begitu, vivo tetaplah menjadi salah satu rekan bisnis terbesar dari Tencent Esports.

“Saya tidak bisa mewakili Tencent dan vivo, tapi saya percaya, tujuan kami sama — untuk menjadi perusahaan global, tidak hanya perusahaan Tiongkok,” kata Wang Chenfan, Vice President of VSPN, pada The Esports Observer, ketika ditanya mengapa perusahaan-perusahaan Tiongkok — Tencent, VSPN, dan vivo — tertarik untuk masuk ke pasar esports Asia Tenggara. “Sejak VSPN didirikan pada 2016, kami telah mengadakan beberapa turnamen esports di luar Tiongkok; khususnya di kawasan Asia Tenggara dan Asia Pasifik, termasuk demonstrasi kompetisi esports dalam Asian Games di Jakarta, 2018 PUBG Mobile Star Challenge (PMSC) di Dubai, dan PMSC di Taipei tahun ini.”

Acara PMCO Fall Split Global Finals. | Sumber: VSPN/Tencent via The Esports Observer
Acara PMCO Fall Split Global Finals. | Sumber: VSPN/Tencent via The Esports Observer

Tidak aneh jika perusahaan Tiongkok tertarik untuk masuk ke pasar esports di Asia Tenggara. Asia Tenggara merupakan kawasan dengan pertumbuhan industri gaming paling besar pada tahun ini. Pada 2019, industri gaming di kawasan itu naik 17,4 persen dari tahun lalu, menurut Newzoo. Tak hanya itu, esports juga mulai diakui sebagai olahraga di negara-negara Asia Tenggara. Hal ini terlihat dari diadakannya pertandingan eksibisi esports dalam Asian Games pada 2018 dan esports menjadi cabang olahraga bermedal dalam SEA Games 2019.

Meskipun begitu, pasar Asia Tenggara juga menawarkan tantangan tersendiri. Salah satunya adalah bahasa. Negara-negara di Asia Tenggara memiliki bahasa masing-masing. “Jika dibandingkan dengan Tiongkok, Asia Tenggara terdiri dari sejumlah negara dengan bahasa dan budaya yang berbeda,” ujar Chenfan. “Kami perlu menyiapkan beberapa penerjemah dan shoutcaster dari beberapa bahasa.” Sebagai perbandingan, di Tiongkok, turnamen esports biasanya hanya memiliki shoutcaster dalam tiga bahasa, yaitu Inggris, Mandarin, dan Korea. Masalah lainnya adalah budaya. Penyelenggara turnamen harus menyiapkan tempat untuk ibadah bagi pemain muslim yang berasal dari negara dengan mayoritas beragam Islam, seperti Indonesia.

Dapat Investasi, Game.tv Bakal Mudahkan Komunitas Buat Turnamen Amatir di Discord, Facebook, dan Twitter

Di tengah perkembangan pesat esports, semua mata tertuju pada para tim dan pemain superstar yang berlaga di turnamen level dunia. Namun, Rosen Sharma, CEO BlueStacks — software yang memungkinkan Anda untuk menjalankan aplikasi Android di komputer — percaya bahwa turnamen esports di tingkat grassroot penting. Karena itu, pada 2018, dia mendirikan Game.tv yang mengembangkan Tourney, platform turnamen esports untuk game mobile.

Berbeda dari kebanyakan platform turnamen esports lainnya, Tourney tidak memiliki aplikasi sendiri. Sebagai gantinya, platform ini diintegrasikan di media sosial dan aplikasi chatting seperti Facebook, Twitter, dan Discord. Dengan begitu, komunitas dapat mengakses dan menggunakan Tourney dengan lebih mudah. Game.tv mengatakan, Tourney kini telah digunakan oleh ratusan streamer untuk mengadakan turnamen di kalangan para fans mereka. Selain itu, Tourney juga digunakan oleh komunitas game, seperti komunitas dari Animal Tower Battle yang aktif di Discord. Mereka menggunakan Tourney untuk menyelenggarakan turnamen setiap minggu.

“Kami menggunakan Discord seperti pemain basket menggunakan lapangan basket untuk bermain,” kata Yuriy Yaroyov, Vice President of Growth Marketing, Game.tv, seperti dikutip dari VentureBeat. Game.tv tadinya menjadi bagian dari BlueStack. Namun, melihat tingginya minat para pengguna, sekarang mereka telah menjadi perusahaan mandiri dengan markas di California, Amerika Serikat.

“Kami melihat adanya potensi besar untuk pengadaan turnamen esports seiring tumbuhnya komunitas. Jadi, kami membuat perusahaan terpisah,” kata Yaroyov. Setiap hari, Tourney digunakan untuk menyelenggarakan sekitar 300 turnamen. Dan angka ini masih terus naik. “Kami fokus pada esports secara global dan mengembangkan pondasi untuk komunitas esports dan pemain amatir.”

Sumber: VentureBeat
Sumber: VentureBeat

Yaroyov menambahkan, sekarang, komunitas esports sangat fokus pada para pemain profesional yang berlaga di turnamen bergengsi seperti The International atau League of Legends World Championship. “Tidak ada orang yang mempertanyakan bagaimana para pemain itu bisa menjadi profesional. Kami berusaha untuk membangun jalan ke sana. Kami menghilangkan halangan yang ada,” ujarnya. Memang, berbeda dengan olahraga tradisional yang sudah memiliki struktur yang jelas untuk mengembangkan atlet amatir menjadi atlet profesional, esports belum memiliki struktur yang jelas.

Game.tv baru saja mendapatkan kucuran dana sebesar US$25 juta. Pengumpulan dana kali ini dipimpin oleh Intel Capital. Arun Chetty, Managing Director, Intel Capital berkata, “Ketika platform milik Game.tv menembus 10 ribu turnamen dalam waktu singkat, kami merasa bahwa ini memiliki potensi besar. Sebagai pendukung dari esports dan teknologi baru, Intel selalu mencari cara untuk meningkatkan adopsi esports. Kami percaya, Game.tv memiliki visi dan teknologi yang unik. Dan dengan pedanaan ini, mereka akan bisa memberikan kontribusi besar untuk pasar esports.”

Dana ini akan digunakan untuk mengembangkan Tourney. Dengan investasi ini, keberadaan bot Discord, dan aplikasi web, Game.tv berharap mereka akan bisa terus mengembangkan komunitas gaming mereka melalui sponsorship untuk turnamen dan plugin ekstra lainnya.

Pandangan Komite Olimpiade Soal Esports

Esports tidak hanya terus tumbuh sebagai industri, competitive gaming juga semakin diterima oleh masyarakat sebagai olahraga. Pada tahun lalu, esports menjadi olahraga eksibisi dalam Asian Games. Sementara pada tahun ini, esports telah menjadi cabang olahraga dengan medali. Indonesia berhasil memenangkan dua medali perak dalam game Mobile Legends dan Arena of Valor. Pada 2020, pertandingan esports Street Fighter dan Rocket League juga masuk ke sebagai kegiatan pre-event Olimpiade 2020. Tyler “Ninja” Blevins, salah satu streamer paling populer saat ini, bahkan mengatakan bahwa hanya masalah waktu sebelum esports masuk ke dalam Olimpiade.

Setelah mengadakan Olympic Summit ke-8, International Olympics Committee (IOC) mengungkap pandangan mereka tetang esports. Sebelum ini, IOC menganggap bahwa esports bisa dianggap sebagai kegiatan olahraga. Ketika itu, mereka juga meyebutkan bahwa keberadaan esports bisa membuat generasi muda lebih tertarik dengan Olimpade. Memang, sebagian besar penonton esports adalah generasi milenial dan gen Z.

Meskipun begitu, sekarang, IOC mengatakan, mereka ingin fokus pada game yang didasarkan pada olahraga tradisional, seperti sepak bola atau basket. Memang, sebelum ini, IOC pernah menyatakan kekhawatiran mereka tentang game esports yang menampilkan kekerasan secara eksplisit atau mengandung konten yang melanggar nilai Olimpiade. Mengingat anggota IOC berasal dari berbagai negara, game shooting yang bertema militer bisa menjadi masalah sensitif bagi sebagian anggotanya.

Anggota IOC dalam Summit ke-8. | Sumber: Business Insider

“Tentang game elektronik yang didasarkan pada olahraga, Summit melihat potensi besar untuk bekerja sama dan mengintegrasikan game itu pada kegiatan olahraga,” kata IOC dalam pernyataan resmi, dikutip dari Business Insider. “Banyak simulasi olahraga yang membuat para pemainnya bergerak berkat teknologi Virtual dan Augmented Reality, membuatnya semakin menyerupai olahraga tradisional. Sementara game elektronik yang lain, Summit memutuskan, sekarang, acara olahraga harusnya fokus pada pemain dan gamer daripada pada game tertentu.”

Itu artinya, IOC ingin mendorong para pemain dan gamer untuk ikut serta dalam olahraga tradisional dan mengubah gaya hidup mereka agar menjadi lebih sehat. Memang, pemain profesional bisa menghabiskan waktu setidaknya delapan jam untuk berlatih setiap harinya. Mereka juga menghadapi berbagai tantangan yang mungkin tidak diketahui oleh masyarakat umum. Para gamer profesional juga mendapatkan tekanan mental layaknya atlet olahraga tradisional. Karena itu, organisasi esports biasanya menyediakan psikolog dan tak melulu mendorong pemainnya untuk bermain game untuk berlatih. Mereka juga berusaha mendorong para pemainnya untuk hidup dengan lebih sehat. Organisasi esports Gen.G bahkan memulai kampanye hidup sehat yang disebut Player Wellness Campaign.

Sumber header: The Drum

Twitch Tanda Tangani Kontrak Eksklusif dengan DrLupo, LIRIK, dan TimTheTatman

Twitch menandatangani kontrak eksklusif dengan tiga streamer ternama, yaitu Ben “DrLupo” Lupo, Saqib “LIRIK” Zahid, dan Timothy “TimTheTatman” Betar. Melalui perjanjian ini, ketiga streamer tersebut akan melakukan streaming eksklusif di Twitch selama beberapa tahun ke depan. Sayangnya, tidak diketahui berapa nilai dari kontrak eksklusif ini.  Konsultan esports Rod Breslau memperkirakan, kontrak ini bernilai jutaan dollar per tahunnya.

Satu hal yang pasti, kontrak tersebut akan membantu Twitch untuk mempertahankan posisi mereka sebagai platform live streaming terpopuler. Lupo dan Betar telah menyiarkan konten di Twitch sejak 2012, sementara Zahid mulai melakukan streaming pada 2011. Secara total, ketiganya memiliki lebih dari 10 juta pengikut di Twitch. Menurut laporan The Washington Post, selama menjadi streamer di Twitch, ketiga streamer ini telah mendapatkan 550 juta view di Twitch.

“Kami senang karena DrLupo, LIRIK, dan TimTheTatman akan tetap setia pada Twitch,” kata Mike Aragon, Senior VP of Content and Partnerships, Twitch, menurut laporan The Verge. “Mereka adalah pemain dan rekan yang hebat, dan masing-masing dari mereka memiliki gaya streaming yang unik yang benar-benar disukai oleh para fans mereka. Sejauh ini, mereka telah mendapatkan berbagai pencapaian, dan kami senang dapat bekerja sama dengan mereka sehingga mereka bisa melanjutkan kesuksesan mereka di masa depan.”

DrLupo, TimTheTatman, Ninja, dan CouRage. | Sumber: Twitter
DrLupo, TimTheTatman, Ninja, dan CouRage. | Sumber: Twitter

Sebelum kabar ini diumumkan, para penonton Betar sempat bercanda bahwa dia akan pindah ke Mixer. Tampaknya, Twitch menyadari bahwa  menjadi platform streaming terbesar tak menjami para streamer akan setia pada mereka. Dengan menjalin kerja sama jangka panjang, Twitch bisa memastikan beberapa top streamer mereka tak berpindah ke platform lain.

Sebelum ini, ada beberapa streamer yang menjadi populer di Twitch sebelum pindah ke platform streaming lain. Misalnya, Tyler “Ninja” Blevins dan Michael “Shroud” Grzesiek yang pindah ke Mixer, platform streaming milik Microsoft, Jack “CouRage” Dunlop yang mendapatkan kontrak eksklusif dengan YouTube Gaming, atau Gonzalo “ZeRo” Barrios yang pindah ke Facebook Gaming. Grzesiek mengaku bahwa jumlah penontonnya sekarang tak sebanyak ketika dia masih ada di Twitch, tapi dia tidak menyesali keputusannya karena dia merasa, komunitas Mixer lebih baik dari penonton di Twitch.

Seiring dengan semakin populernya esports, persaingan antara platform streaming juga semakin ketat. Dan Microsoft memiliki alasan tersendiri mengapa mereka berkeras untuk bertahan di industri gaming dan esports. Kabar baik untuk para streamer, kini mereka dapat memilih layanan streaming yang mereka gunakan.