Mengenal Lebih Dekat Laptop Terbaru HP di Kuala Lumpur dalam Acara HP HomePlanet

Dalam rangkaian acara HP Home Planet tanggal 15 dan 16 November 2018, HP mengenalkan 3 laptop terbaru mereka ke awak media. Acara sendiri diadakan di Kuala Lumpur, lebih tepatnya di area MITEC. Laptop yang diperkenalkan adalah dua laptop HP Spectre dan x360 dan satu HP Spectre Folio. Untuk Spectre x360 baru, sebenarnya sudah diperkenalkan secara global pada akhir bulan Oktober lalu.

Filosofi “Keep Reinventing” di HP Spectre Folio

Di acara HomePlanet, produk ini diperkenalkan oleh Josephine Tan, Vice-President, Product Management Consumer Notebooks HP Inc. Perkenalan dibuka dengan sebuah jargon yang sedikit banyak menjelaskan seperti apa HP memandang produk konsumen saat ini dan menjadi landasan untuk perjalanan HP di tahun fiskal yang baru, yaitu HP Keep Reinventing. 

 

 

HP HomePlanet

Penjelasan ini akhirnya mengajak awak media untuk mengenal sebuah laptop yang dalam bahasa Tan sebagai “a PC crafted in a leather”, HP Spectre Folio.

Laptop ini merupakan convertible PC alias laptop yang bisa dilipat dengan elemen kulit yang menutup sebagian besar tampak luar dan sebagian bagian dalam perangkat. Setelah melihat produknya, saya menjadi paham mengapa laptop ini disebut oleh HP sebagai sebuah PC yg dijahit ke dalam bahan kulit bukannya laptop yang hanya dibungkus kulit.

HP HomePlanet

Meski saat peluncuran saya hanya bisa memfoto dan hands-on, namun sedikit banyak mendapatkan kesan yang ingin disampaikan oleh HP lewat produk premium Sepctre Folio ini.

Meski sebenarnya kalau boleh bercanda, apapun produk yang disematkan kulit pasti nilainya akan naik, apalagi kalau geunine leather. Demikian juga dengan Spectre Folio ini. Namun setelah mendengarkan penjelasan dan berbincang singkat dengan Josephine Tan pada saat sesi tanya jawab, kesan saya akan produk ini cukup berubah.

Tan menjelaskan komposisi Sepctre Folio yang bisa Anda lihat di foto berikut ini:

Intinya adalah unsur desain yang diwakili oleh kulit, sangat intim menyatu dengan bagian teknis yang diwakili oleh unsur metal dan spesifikasi teknis sebuah PC. Pemilihan bagian mana yang terbungkus kulit, posisi antara alumunium dan magnesium pada bagian bawah keyboard dan bagaimana menempatkan perangkat keras seperti motherboard dan juga baterai bahkan SIM card (Folio memiliki fitur 4G) juga dipikirkan secara maksimal. Bagaimana kesan hangat – human bisa melekat di perangkat ini, alih alih kesan dingin – robot/perangkat keras.

Menarik untuk melihat filosofi ini diperkenalkan secara cukup mendalam oleh perusahaan yang tidak begitu dikenal menonjolkan sisi desain, meski HP dikenal memiliki laptop hing end yang mengadopsi unsur desain cukup kuat di seri Spectre. Tetapi yang begitu dalam membawa unsur desain di laptopnya, saya kira Folio bisa dibilang adalah kali pertama.

HP HomePlanet

Pengalaman Hands-on

Pengalaman saya sendiri dengan perangkat ini adalah sebuah perangkat yang tidak hanya sebagai alat komputasi saat tertentu saja tetapi sebuah perangkat yang bisa saya gunakan kapan pun, semacam tas multi fungsi atau notebook tulis offline (yang kerap dibawa kemanapun kita pergi). Tampilan desain kulit bisa membawa kesan santai namun ketika dibuka, fungsi komputasi penuh bisa dengan mudah langsung saya pakai.

Meski dari sisi berat tidak ringan seperti tablet atau iPad, tetapi dengan fungsinya yang cukup penuh sebagai PC, berat perangkat ini masih bisa saya tolerasnsi. Keyboard-nya bisa dibilang cukup nyaman, dan layar sentuh 13 inci (4K) menjadikan Folio sebagai PC yang bisa juga berubah jadi seolah-olah tablet dengan layar besar. Fasilitas stylus sebagai alat pendukung jika ingin menjadikan PC ini sebagai alat menggambar atau anotasi yang powerfull baik untuk desainer atau pekerja modern yang memberikan catatan revisi pada slide presentasi. Dukungan baterai disebutkan HP bisa sampai 18 jam, tentunya angka ini akan bergantung pada penggunaan laptop.

Keraguan saya akan produk ini di bagian luar hanya pada cara finishing pinggir kulit yang dilakukan HP, karena dari kasat mata bagian pinggir luar perangkat ini tidak terlihat dijahit, artinya ini mungkin akan berpengaruh pada ketahanan dalam waktu lama saat pemakaian.

HP Spectre Folio

Berbicara tentang ketahanan gores bagian kulitnya, Josephine Tan menjelaskan bahwa kulit yang digunakan itu adalah genuine leather, jadi layaknya kulit asli lain, goresan halus bisa dihilangkan dengan mengusapnya.

Untuk spesifikasinya, dapat dilihat sebagai berikut:

Prosesor Intel® Core™ i5 atau i7 – Y series
GPU Intel UHD Graphics 615
RAM 8GB
Penyimpanan HDD/SSD. 1TB SSD PCIe NVMe
Baterai 54Wh, 6-cell.
Dimensi 320 x 234 x 15.2 mm
Berat 1.50 kg
OS Windows 10 Home

 

Jika Anda merasa sudah siap untuk merogoh kantong karena ingin membeli, Anda harus merogoh lebih banyak karena Spectre Folio sayangnya belum masuk pasar Indonesia, saat tulisan ini diterbitkan Anda bisa membelinya di Singapura atau Malaysia. Untuk pasar Indonesia, mari kita bahas dua produk lain yg diperkenalkan HP di acara Home Planet ini, yaitu HP Spectre x360 ukuran 13 inci dan 15 inci.

Hands-on dengan Spectre x360 baru layar 13 inci dan 15 inci

Saya sendiri jatuh hati dengan Spectre x360 baru dengan layar ukuran 13 inci, meski secara spesifikasi kalah dengan layar 15 inci namun secara ukuran bagi saya cukup pas untuk dibawa bekerja secara mobile.

 

HP Spectre x360

Keyboard juga menjadi bagian penting yang saya alami saat hands-on, keyboard versi 13 inci bagi saya terasa lebih lembut dari yang 15 inci saat mencoba mengetik. Untuk desain sendiri, ada sesuatu yang sedikit ingin coba saya ceritakan lebih banyak karena ini berhubungan dengan slogan HP yang ingin ditonjolkan HP tahun depan yaitu keep reinventing.

Desain yang ingin ditonjolkan HP di Spectre yang baru salah satunya yaitu bagian pinggir bagian kanan dan kiri, diujung. Jika biasanya ujung ini bentuknya sudut menyiku, maka kini bentuknya seperti terpotong. Dan HP menempatkan colokan untuk mengisi daya di bagian ini dan diujung satunya lagi diletakan tombol power.

Kalau dilihat dari atas/depan, maka desain laptop ini pun terlihat menyegarkan karena berbeda dengan yang ada dipasaran. Memang ujung-ujung laptop ini jadi berubah lancip dan sekilas desainnya modern dan mungkin bisa jadi terlalu futuristik bagi sebagian orang. Namun, kembali lagi ketika merunut dengan visi apa yang ingin dicapai oleh HP di tahun berjalan dan di tahun depan, bentukan seperti ini menjadi angin segar ditengah bentuk laptop yang terkesan monoton.

Jika pabrikan ponsel berlomba untuk menghadirkan desain yang bisa ikut tren (mendorong layar penuh dengan slider atau kamera pop up), mengapa tidak dengan pabrikan laptop yang mencari desain-desain baru untuk perangkat mereka.

Untuk finishing bahan serta elemen lain yang bisa disentuh, pengalaman hands-on memang tidak bisa menggambarkan semuanya, tetapi kesan yang saya dapatkan adalah baik dan membayangkannya akan cukup menyenangkan untuk mendukung produktivitas. Apalagi tipe laptop high end ini adalah convertible, jdi bisa digunakan dengan berbagai mode karena layarnya bisa dilipat.

Spesifikasi untuk Spectre x360 dengan layar 15 inci antara lain bisa dilihat dari foto ini (untuk Spectre x360 layar 13 inci spesifikasinya lebih rendah dari layar 15 inci):

 

Penutup

HP HomePlanet

Jauh di lubuk hati yg paling dalam, ada rasa kebahagiaan ketika pabrikan laptop mencoba menembus batas untuk menghadirkan perangkat yang modern. Dari sisi model, saya kira Spectre terbaru ini bisa menjadi semacam base model untuk laptop ke depannya, meski secara desain bisa terlalu futuristik bagi sebagian orang, dengan cut-cut yang cukup tegas, namun penempatan kabel charger yang ada di pojok dengan desain laptopnya yang juga bersikukuh adalah sebuah kesegaran.

Seri Folio juga memberikan kesegaran tersendiri, awalnya saya hanya menganggap sebuah perangkat yang ditempel oleh kulit, tapi ternyata pembuatannya lebih dalam dari itu. Keputusan berimbang antara desain dan mesin dalam proses desain menjadi garis merah yang ingin diceritakan dari perangkat ini.

Di sisi lain, seperti yang saya sebutkan di atas, untuk seri Spectre x360 yang baru juga membawa kesegaran dengan diamond cut yang multi fungsi.

Memang kalau berbicara laptop, maka tidak akan bisa lari dari bayang-bayang seram pangsa pasar yang stagnan, apalagi laptop yang di jelaskan di atas ini semua premium alias mahal. Namun pasar untuk perangkat seperti ini tetap ada. Saya sendiri belakangan ini menyadari bahwa pilihan laptop highend yg secara desain bisa menyaingi MacBook (dari sisi kalau dikeluarkan orang akan melirik), masih tidak sebanyak segmen konsumen menengah atau bahkan gaming.

Ketersediaan

HP tidak menyebutkan kapan ketiga laptop di atas akan hadir di Indonesia namun dari rilis yang saya terima, harga untuk Spectre x360 layar 13 inci sudah tertera harganya dalam rupiah, yaitu : Rp24.499.000. Sedangkan untuk yang Sepctre Folio, belum ada informasi, HP masih mencari mitra yang tepat untuk menjualnya, namun disebutkan akan hadir tahun 2019.

Hands-on Singkat dengan OPPO Find X

Waktu pertama kali melihat perangkat OPPO Find X, satu hal yang saya ingat adalah kalimat penutup pada salah satu artikel yang saya tulis tentang OPPO. Di artikel itu saya berharap bahwa OPPO membawa perangkat flagship mereka kembali ke Indonesia. Lebih jauh, saya berharap OPPO membawa inovasi mereka kembali ke Indonesia dan tidak hanya bermain di segmen menengah saja.

Akhirnya, harapan saya tersebut akan terkabulkan, tinggal menunggu waktu, dalam hitungan jam saja OPPO akan memperkenalkan Find X di Indonesia. Undangan telah disebar dan kita tinggal menunggu peresmian kehadiran perangkat highend full display ini tanggal 18 Juli dan menanti penjualan perdana pada Agustus bulan depan.

OPPO Find X

Menjelang kehadiran perangkat ini, saya dan beberapa rekan media diundang untuk towel-towel (meminjam istilah khas mas Herry SW) dengan perangkat OPPO Find X. Meski tidak semua fitur boleh dibahas, lumrah karena produk ini belum dirilis resmi, namun saya mendapatkan kesan awal yang cukup menggembirakan alias excited dengan kehadiran perangkat ini.

Untuk informasi perangkat, Anda bisa membaca artikel DailySocial di sini yang membahas Find X ketika dirilis di Paris beberapa waktu lalu. Di artikel ini saya akan lebih membahas pengalaman singkat saya bermain dengan OPPO Find X, terutama ketika menikmati kinerja ‘mesin’ kamera yang bisa terlihat dan bisa tersembunyi dibalik desain body.

Pengalaman Unik Kamera OPPO Find X

Saat mencoba saya tidak diperkenankan untuk membahas hasil detail kamera dari perangkat ini, lagi-lagi cukup wajar karena memang perangkat ini belum resmi diperkenalkan di pasar Indonesia. Namun hal itu cukup terobati dengan keseruan melihat operasional kamera Find X, baik saat membuka kamera ataupun menutup aplikasi kamera.

OPPO Find X

Kecepatan munculnya kamera setelah kita membuka aplikasi juga cukup cepat, tidak ada delay yang mengganggu dan pengalaman yang saya ingat mirip dengan ketika kita membuka aplikasi di smartphone ‘biasa’. Untuk suara mesin saat bagian smartphone terangkat juga sebenarnya tidak terlalu terdengar, ketika saya mendekatkan perangkat ketelinga saya, baru saya bisa mendengar suara seperti robot Transformer saat berubah bentuk.

Cara munculnya modul kamera di OPPO Find X memang berbeda dengan di perangkat lain, misalnya sebut saja Vivo NEX (saya belum mencoba NEX tetapi sempat mencoba APEX). Di Find X bagian yang terangkat bisa dibilang lebih luas, bagian atas yang memuat kamera belakang dan depan ikut terangkat. Motor terletak di tengah (bagian dalam) sehingga bagian pinggir dan kanan bisa terlindungi bagian body yang terangkat. Pilihan teknis seperti ini bisa jadi membuat Find X terlihat lebih kokoh dibandingkan smartphone yang hanya bagian kecil kameranya saja yang muncul.

Find X

 

Face Unlock yang cepat

Hal lain yang cukup membuat saya terkejut adalah, ternyata face unlock dari perangkat ini cukup cepat. Proses mendeteksi wajah sampai perangkat terbuka kuncinya cukup memberikan impresi awal yang sangat menyenangkan.

OPPO Find X tidak menyediakan fitur fingerprint, jadi pilihan untuk membuka perangkat adalah dengan passcode atau face unlock. Jadi, saat perangkat terkunci (sudah diatur untuk membuat dengan fitur face unlock) dan pengguna menekan tombol power, otomatis modul kamera akan terangkat dan membawa wajah, lalu ketika wajah dikenali maka perangkat terbuka kuncinya. Proses ini jika dijelaskan membawa beberapa tahap, tetapi ketika dicoba, prosesnya cukup cepat. Saya mencoba beberapa kali dan tidak ada kendala sama sekali.

Pertanyaan yang sering muncul ketika membahas Find X adalah, bagaimana dengan debu, lalu gampang rusak ngga nih bagian yang terangkat? Untuk pertanyaan kedua, sedikit banyak telah saya coba jawab di atas. Meski memang harus diuji dengan pemakaian, tetapi dengan bagian yang terangkat lebih banyak, dan keseluruhan bagian atas ikut terangkat, setidaknya pertanyaan ringkih atau tidak bisa sedikit terjawab.

OPPO Find X

Saat mencoba kemarin juga kesan awalnya cukup kokoh, bahkan saya baru menemukan hal baru yang sebelumnya tidak saya ketahui. Untuk mengembalikan posisi bagian yang terangkat (kamera) ke posisi semula, bisa dengan menekan bagian kamera dari sisi atas. Jadi ada pilihan lain selain menutup aplikasi kamera, atau menekan tombol power. Dan saat mencobanya, kesan kokoh dari kamera (atau bagian body yang terangkat) cukup terasa, tidak ada bagian yang goyang, cukup kokoh.

Untuk debu sendiri, memang perlu diuji dengan pemakaian rutin. Namun unit yang saya coba kemarin juga tidak lepas dari debu, ada beberapa debu yang menempel di bagian modul yang terangkat, dan tetap bisa berfungsi secara baik serta normal. Artinya, perangkat ini, termasuk modul kamera yang terangkat tidak seringkih yang dibayangkan saat diperkenalkan pertama kali.

Body yang Keren dan Layar Penuh

Dari sisi tampilan dan pengalaman genggam, Find X menghadirkan elemen smartphone highend, dari sisi balutan warna dan efek yang diberikan saat memantulkan cahaya. Perangkat yang saya coba adalah yang berbalut kombinasi warna merah agak pink dan elemen hitam atau yang memiliki nama resmi Bordeaux Red. Finishing body baik bagian belakang maupun pinggir juga sudah cukup mencerminkan smartphone kelas atas. Enak untuk digenggam, menyenangkan untuk disentuh.

OPPO Find X

Selain kamera, bagian layar dari OPPO Find X menjadi bagian yang banyak dibahas. Smartphone ini disebut-sebut sebagai salah satu yang menyajikan tampilan layar benar-benar penuh, salah satu alasannya adalah tersembunyinya elemen kamera depan (dan flash) serta sensor lain di dagu maupun dahi perangkat. Bagian depan perangkat hanya menyisakan sedikit bagian hitam di seluruh pinggir layar dan layar ukuran 6.4 inci serta rasio layar 19.5:9.

Menunggu informasi harga dan ketersediaan

Untuk pengalaman detail lain memang tidak akan mungkin dibahas secara detail karena waktu mencoba yang cukup singkat. Semoga nanti ketika perangkat telah diperkenalkan, DailySocial bisa ikut mencoba perangkat dengan waktu yang lebih lama sehingga bisa menceritakan pengalaman yang lebih lengkap.

Untuk harga sendiri, meski belum ada angka resmi namun OPPO menyebutkan dalam rilis bahwa harganya akan 2-3 juta lebih murah dari harga yang diumumkan di Paris beberapa waktu lalu. Untuk versi yang akan dijual di Indonesia, OPPO mengkonfirmasi lewat rilis bahwa versi Find X tertinggi yaitu RAM 8GB dan ROM 256GB yang akan hadir di sini. Namun untuk pengisian daya, masih belum diputuskan apakah versi VOOC atau SuperVOOC. Sedangkan untuk warna versi warna Bordeaux Red dan Glacier Blue akan hadir juga di Indonesia.

Untuk ketersediaan sendiri akan hadir mulai Agustus 2018, setelah 18 Juli kemungkinan juga akan tersedia proses pre order, meski untuk lebih jelas, semua informasi ini akan diumumkan saat peluncuran 18 Juli nanti.

OPPO Find X

Menyasar Kaum Pekerja, Vivo V9 Varian 6GB Diperkenalkan di Indonesia

Kepada awal media hari Jumat 22 Juni kemarin, Vivo memperkenalkan varian terbaru dari seri V9 yaitu Vivo V9 6GB. Varian ini tidak hanya mengalami peningkatan dari sisi RAM tetapi yang paling menarik adalah digunakannya prosesor Snapdragon 660.

Prosesor Snapdragon (SD) 660 bisa ditemukan di seri X21 dari Vivo, namun untuk seri V9, ini adalah kali pertama. Dan kalau di rilis resminya, ada penambahan embel-embel AIE sebagai penunjuk Artificial Intelligence Engine untuk merujuk pada elemen AI yang ada di smartphone V9.

Perubahan lain yang dilakukan adalan penurunan untuk resolusi untuk kamera depan, jadi 12MP, tetapi disematkan sensor dual pixel (setiap piksel pada sensor terdiri dari 2 photodiode (2PD) terpisah dan 24 juta unit fotografis) yang disebutkan tetap bisa memberikan hasil maksimal untuk foto dengan kamera depan alias selfie serta dukungan 4K untuk video.

Vivo V9 - 6GB

Kenapa baru sekarang?

Vivo menyebutkan bahwa pasar yang disasar untuk V9 6GB ini adalah white collar, alias para pekerja kantoran. Dengan target ini tentu saja penambahan RAM menjadi masuk akal, karena yang difokuskan adalah performa untuk mendukung produktivitas. Pertanyaannya adalah, kenapa baru sekarang? Mengapa harus merilis V9 dengan SD 450 yang menurut saya tidak cocok dengan kesan kebaruan yang ingin dibawa V9.

V9 sendiri diposisikan sebagai penerus V7, hadir dengan notch dan berbagai elemen modern lain, agak kurang pas jika harus diisi oleh prosesor SD 450, minimal seri 6xx, atau sama seperti perangkat yang dirilis di India yang menggunakan SD 626. Namun, nasi telah menjadi bubur, dan Vivo sepertinya juga cukup tahan dengan serbuan kritik para penikmat gadget, penjualan juga diklaim baik, bahkan mereka masih merilis varian tambahan untuk V9 SD 450 sebelum akhirnya memperkenalkan V9 versi 6GB dengan SD 660.

Berbicara tentang spesifikasi selain RAM dan prosesor telah disebutkan di atas, V9 varian 6GB ini membawa ROM 64GB yang bisa diperluas sampai 256GB, lalu baterai 3260mAh lalu untuk UI atau antar muka disematkan Funtouch OS 4.0 berbasis Android 8.1, 2 slot nano SIM dan 1 slot micro SD. Untuk urusan kamera, belakang 13MP dan 2MP, untuk kamera depan 12 MP dengan dual pixel.

Vivo V9 - 6GB

Dengan harga jual 4.3 juta tentu saja pasar range ini bukan pasar yang mudah ditaklukkan, di sisi lain, dengan harga dan spesifikasi seperti yang ditawarkan, Vivo V9 malah menjadi produk yang menarik untuk dilirik, sebagai gambaran OPPO F7 dengan RAM yang sama ditawarkan di atas 5 juta rupiah meski memang ruang penyimpanannya 128GB. Dengan peningkatan prosesor ini, Vivo V9 versi 6 GB juga bisa mengambil tempat untuk bersaing dengan beberapa smartphone terbaru, misalnya saja Asus Zenfone 5 atau Redmi Note 5 (meski untuk yang satu ini harganya memang lebih murah).

Bermain strategi mengolah pangsa pasar

Peluncuran varian baru, biasanya lebih ke gimmick belaka bukan menambahkan value tambahan. Varian baru biasanya identik dengan strategi promosi, menyasar segmen baru, bermitra dengan partner baru, dan berbagai elemen pemasaran lain bukan peningkatan teknis. Meski ada pula satu dua pabrikan yang merilis varian baru dengan membawa peningkatan, baik itu RAM atau elemen teknis lain.

Saya tidak bisa melepas keheranan saya mengapa versi yang SD 660 ini tidak pertama kali dirilis saat V9 hadir, namun setidaknya Vivo menyematkan beberapa pembaruan pada varian terbaru mereka ini, tidak hanya perubahan warna atau hanya sebatas perubahan sasaran konsumen saja. RAM yang lebih besar, teknologi kamera yang diperbaharui, serta prosesor yang lebih mumpuni, setara seri X yang tidak (belum) masuk pasar Indonesia, adalah beberapa diantaranya.

Varian baru ini setidaknya bisa memberikan daya tarik tersendiri bagi konsumen yang sudah merilik Vivo namun masih ragu untuk memiliki ponselnya. Dengan ‘harga nanggung’ (kisaran 4jutaan) Vivo V9 varian 6GB setidaknya bisa membawa magnet tersendiri.

Vivo V9 - 6GB

Untuk pangsa pasar sendiri, sebenarnya penyebutan white collar sebagai target pasar masih bisa diperdebatkan apakah ini gimmick atau bukan, karena kalau melihat dari presentasi Vivo, beberapa nilai jual V9, di luar dukungan RAM lebih besar untuk produktivitas, masih tetap ditonjolkan, misalnya saja gaming experience, fotografi selfie dengan dual pixel, enhanced graphics dan tentu saja performa yang lebih ditingkatkan dari varian sebelumnya.

Sayangnya, meski ditawarkan untuk kalangan para pekerja, tidak ada optimasi dari sisi aplikasi, baik itu aplikasi khusus untuk mendukung produktivitas atau misalnya optimasi notifikasi, performa ketika mengerjakan aplikasi tertentu atau fitur pendukung produktivitas lainnya. Fitur yang mendukung produktivitas ‘hanya’ dihadirkan dari kemampuan transisi aplikasi yang cepat dengan dukungan RAM 6GB. Terus terang, untuk menyasar kaum para pekerja, saya sendiri lebih suka jika Vivo menghadirkan fitur-fitur khusus sesuai segmentasinya.

Berbicara tentang apakah varian 6GB ini akan menghantam varian yang telah dijual sebelumnya, seperti biasa ‘jawaban standar’ akan kita temukan. Vivo yakin bahwa dua varian ini memiliki segmen sendiri sehingga tidak akan saling ‘memakan’ dengan varian lain, dari strategi marketing juga nantinya akan dibuat berbeda.

Meski demikian, kalau memposisikan sebagai konsumen, jelas saya akan memilih varian ini, memang di pasar kita bisa mendapatkan harga V9 varian awal dijual lebih murah dari harga pertama kali ditawarkan, namun dengan menambah kurang lebih 500 ribu saja (dengan perkiraan harga jual V9 biasa 3.8 juta), kita bisa mendapatkan RAM 6GB dengan prosesor yang jauh lebih menarik dari varian awal Vivo V9.

Harga jual dan ketersediaan

Vivo V9 varian 6GB dijual seharga 4.299.000, preorder akan dimulai per 28 Juni di JD.id dan dilanjutkan online super selling day di Shopee, Lazada, Akulaku.com. Untuk penjualan fisik akan mulai dilakukan pada bulan Juli. Akan tersedia pilihan warna merah dan hitam, serta disebutkan bahwa akan ada hadiah langsung untuk pembelian paket penjulan Vivo V9 – 6GB.

Mengulang Strategi, OPPO hadirkan F7 Youth dan Edisi Khusus ‘Kosmetik’

OPPO hadirkan varian versi hemat untuk smartphone anyar mereka yaitu F7 Youth, serta kerja sama dengan brand kosmetik untuk hadirkan versi terbatas dengan brand Shiseido. Untuk versi F7 Youth ‘polos’ akan tersedia mulai tanggal 1 Juni sedangkan untuk versi special edition Shiseido (versi F7 Youth warna hitam) sudah tersedia untuk dipesan sejak 23 Mei sampai 1 Juni di Lazada.

Tentang Spesifikasi OPPO F7 Youth

OPPO F7 Youth sendiri bisa dibilang adalah versi hemat dari F7 yang memiliki beberapa kesamaan, di sisi lain ada pula spesifikasi yang ‘dipangkas’ alias lebih rendah dari F7.  Meski menjadi versi hemat, satu hal yang ingin ditonjolkan adalah performa prosesor, yaitu Helio P60 dijamin oleh OPPO akan sama dengan F7. Sedangkan untuk fitur yang dipangkas antara lain adalah absennya fingerprint dan notch serta berkurangnya spesifikasi kamera depan dan belakang. F7 Youth hadir dengan kamera belakang 13MP dan depan ‘hanya’ 8MP, turun drastis dari kamera depan F7 yang 25MP.

Tentu saja untuk harga pun, F7 Youth jadi lebih murah dari F7. Ditawarkan dengan harga 3.799.000 rupiah untuk versi yang standar sesangkan yang paket Shiseido adalah 3.899.000 rupiah. Versi bundling kosmetik hanya akan tersedia 200 saja dan dijual secara online lewat Lazada (varian warna hitam). Sebagai informasi, harga F7 yang 64GB adalah 4.2 juta rupiah Sedangkan 128GB adalah 5.5 juta rupiah.

F7 Youth - hitam

Untuk warna, F7 Youth hanya akan disajikan dalam warna hitam (diamond black) dan merah (solar red) saja. Lebih lengkap spesifikasi F7 Youth bisa dilihat di bawah ini:

Parameter Dasar
Warna: Solar Red dan Black Diamond
Sistem Operasi: ColorOS 5.0, berbasis Android 8.1 Oreo
Prosesor: 64- Bit 8 Core Mediatek Helio P60 2.0 Ghz. Dual-Core AI Processor
GPU: ARM Mali-G72 MP3 800MHz
RAM: 4GB
RAM: Type LPDDR4X
Penyimpanan: 64GB (Mendukung perluasan micro SD card hingga 256GB)
Baterai: 3.410 mAh

Tampilan
Ukuran Layar: 6.0 inci, aspek rasio 18:9
Resolusi: 2160 x 1080
Warna: 16 Juta Warna
Screen To Body Ratio: 84.8%

Kamera
Tipe Sensor: CMOS
Sensor Kamera Depan: 8MP sensor HDR
Diafragma Kamera Depan: 2.2
Sensor Kamera Belakang: 13MP sensor HDR
Diafragma Kamera Belakang: 2.2
Mode Video: 1080P, 720P

Jaringan
Tipe SIM Card: Dua buah MicroSIM 4G VoLTE
Efek Suara: Dirac
GPS: Mendukung
Bluetooth: Mendukung
Wi-Fi: Mendukung
NFC: Tidak mendukung
OTG: Mendukung
Sensor: Light Sensor, G-sensor, Acceleration sensor, Magnetic induction, Proximity Sensor

Beberapa pangkasan juga terjadi dari kualitas layar serta bahan, meski desain yang dimiliki F7 Youth masih sama dengan F7. Untuk layar ini sebenarnya agak menjadi perhatian saya, karena saya sendiri cukup menyukai kualitas layar yang dihadirkan F7 yaitu 2280 x 1080 FHD+ dibandingkan dengan F7 Youth (2160 x 1080). Untuk dimensi sendiri hampir tidak kelihatan berbeda, meski di atas ada perbedaan sedikit, namun perbedaan ada di rasio layar, F7 19:8 dan F7 Youth 18:9 dan untuk ukuran layar F7 6.23 inci dan F7 Youth 6 inci.

Notch dan rasio layar ke body juga menjadi perhatian karena saya adalah salah satu pengguna Android yang menyambut gembira kehadiran notch, layar yang lebih besar lebih menyenangkan untuk menikmati konten video, bermain game serta beberapa aplikasi yang bisa memaksimalkan screen to body ratio yang lebih besar.

Dengan kualitas layar yang baik dan rasio yang lebih besar, akan lebih menyenangkan ketika menjelajah berbagai hal dengan ponsel, misalnya aplikasi, fotografi, browsing internet, multimedia, dan berbagai hal terutama yang berkaitan dengan tampilan visual. Memang jika dibandingkan secara angka tidak jauh berbeda, tetapi F7 memiliki FHD+ yang tentunya, di atas kertas, akan menyajikan pengalaman yang lebih baik.

Untuk desain sendiri, saat hands-on pas acara peluncuran, saya tidak terlalu menemukan pengalaman yang berbeda, nyaman digenggam dengan desain yang terasa kotak namun dengan lekukan di ujung-ujung ponsel. Serta tampilan belakang yang tetap menarik meski menjadi fingerprint magnet.

OPPO F7 vs F7 Youth

Meski demikian, untuk urusan spesifikasi ini, lagi-lagi kita akan ditemukan dengan urusan marketing. Strategi OPPO untuk seri F ini memang sepertinya mengikuti seri sebelumnya, jika F5 hadir dengan 6 varian, maka tidak heran jika F7 pun hadir dengan beberapa varian. Saat ini tersedia 3 varian, termasuk F7 Youth, yaitu F7 versi 64 GB, lalu versi 128 GB dan jika ditambahkan dengan yang F7 Youthe special edition, maka menjadi 4 varian (warna tidak dihitung, jika dihitung maka bertambah dua karena varian OPPO F7 ada tiga (hitam, abu dan merah). Varian awal (tertinggi) diperkenalkan awal, lalu turunannya diperkenalkan selanjutnya agar semua segmentasi pasar (khususnya dari sisi harga) bisa terjangkau.

Tentang segmen F7 Youth

Berbicara tentang segmen, F7 Youth sendiri ditujukan, tentu saja bagi penikmat gadget yang tidak mau memilih F7 varian awal, atau yang merasa jika harganya kemahalan namun tertarik dengan elemen desain serta beberapa fitur yang dimiliki F7. Harga yang ditawarkan, meski terpaut sekitar kurang dari 500 ribu saja, bisa jadi adalah faktor penting untuk segmen konsumen tertentu.

F7 Youth memang tidak menawarkan beberapa fitur seperti notch, yang menjadikan rasio layar dengan body cukup besar, serta beberapa keunggulan lain, namun untuk urusan performa prosesor sama persis dengan F7. Lalu desain body juga sama, pilihan warna juga sama meski bahannya agak sedikit beda. Kemampuan kamera, meski dari megapikselnya lebih rendah, namun keduanya dilengkapi sensor HDR. Untuk aplikasi kamera juga sama, pengguna bisa merasakan AI beauty khas OPPO, AR Stiker dan beberapa fitur yang dimiliki F7.

Intinya, dengan harga yang lebih murah, konsumen yang mendambakan untuk memiliki perangkat OPPO terbaru yang tersedia di pasaran, tetap bisa menikmati berbagai fitur yang disematkan OPPO di perangkat anyar mereka. Tentu saja, karena versi ‘hemat’ akan ada beberapa pengurangan dari sisi spesifikasi dan fasilitas lain.

Strategi bundling kosmetik dan ambassador baru

Bahasan tentang strategi pemasaran alias di luar teknis perangkat muncul kembali jika membicarakan tentang program bundling. Setelah F7 dengan MARC kini OPPO menjadi kerja sama dengan Shiseido dan menghadirkan F7 Youth special edition. Selain mendapatkan F7 Youth, konsumen yang membeli paket ini juga mendapatkan Shiseido Perfect UV.

Kalau dalam penjelasan standarnya, masing-masin pihak, OPPO dan Shiseido menyebutkan bahwa ada kesamaan market yang ingin disasar sehingga mereka bisa bekerja sama. Segmen yang ingin disasar adalah anak muda serta yang aktif berkegiatan di luar ruang. Bundling juga terkait dengan pemilihan ambassador terbaru mereka, atau dalam istilah OPPO, Selfie Expert Member, Vanesha Prescilla. Pemilihan ambassador baru ini tentu secara logika diharapkan memberikan image atas produk yang sedang dijual oleh OPPO, dalam hal ini F7 Youth, karena para fans dari aktris pemain Milea ini tentunya diharapkan juga akan menggunakan (baca: membeli) perangkat OPPO untuk smartphone mereka.

Strategi bundling ini sepertinya menjadi trademark dari perangkat OPPO, meski bukan satu-satunya yang menjalin kerja sama serupa, namun berkaca dari F5, strategi yang digunakan bisa dibilang diulang. Meski untuk segmen, perbandingan keduanya ada perbedaan dengan merek yang sebelumnya dipilih dengan yang sekarang, termasuk dari spesifikasi perangkatnya.

F7 Youth

Kalau harus mengomentari, saya hanya bisa berpendapat, bahwa jika F5 berhasil menjadi salah satu produk paling laris OPPO dengan menjalankan blundling, maka jika strategi yang sama diulang, maka OPPO telah memiliki pertimbangan penjualan tentang hal tersebut, alias cukup yakin bahwa dengan strategi yang sama penjualannya tetap bisa meroket.

Tentang strategi jumlah varian, bocoran produk baru dan distribusi produk OPPO

Dalam sesi tanya jawab di acara peluncuran kemarin, saya tidak bisa tidak menahan untuk menanyakan tentang berapa varian yang akan dihadirkan untuk F7, mengingat banyaknya varian untuk F5. Aryo Meidianto A, PR Manager dari OPPO menjelaskan bahwa lifecycle F7 sendiri adalah 8 bulan, dan jika dalam rentang waktu ini F7 laku dipasaran, maka akan dirilis varian-varian yang lain. Meski jarak waktu antara satu varian dan varian lain tidak baku, namun semua akan dirilis dalam rentang waktu lifecycle dari satu produk, untuk F7 adalah 8 bulan.

Jadi jika dalam tulisan terdahulu saya cukup takjub dengan banyaknya varian F5, maka untuk yang seri F7 ini saya akan semakin maklum jika akan dirilis dalam banyak varian. Karena pada intinya adalah penjualan, artinya varian yang dirilis adalah untuk mengambil berbagai segmen yang tidak bisa disentuh olah satu atau dua varian saja. Atau bisa jadi, untuk mendorong penjualan agar semakin meningkat, maka di rilis varian tambahan untuk semakin memperluas segmen pasar yang bisa membeli perangkat.

Jika memposisikan sebagai konsumen, bisa jadi harapan saya adalah semakin banyak varian, karena pilihan semakin banyak dan tentu saja range harga yang akan ditawarkan menjadi lebih bervariasi. Namun, kalau sebagai penikmat gadget, saya lebih tertarik dengan 1-3 varian saja, dan mengajak OPPO untuk menghadirkan produk yang benar-benar baru dari perangkat yang berbeda.

OPPO

Kalau melihat rumor yang ada di jagat internet, sepertinya kita tinggal menunggu ada yang baru dari OPPO, saya berharap tidak perlu menunggu 8 bulan setelah lifecycle F7 selesai. Sebenarnya saya agak rindu untuk melihat OPPO membawa flagship mereka untuk penikmat gadget tanah air. Setelah berhasil mendulang penjualan dari seri menengah, mungkin kini waktu yang tepat bagi OPPO untuk kembali menghadirkan flagship mereka di sini.

Oh ya, sedikit info jika ada yang penasaran dengan penjualan OPPO F7, meski tidak ada info jumlah penjualan unit, saya mendapatkan informasi bahwa penjualan OPPO F7 ini 3 kali lipat dari penjualan OPPO F5 saat diluncurkan dalam rentang waktu tertentu. Penjualan F7 pada periode yang sama (satu bulan saat awal peluncuran) sudah berkali-kali lipat mengalahkan penjualan F5. Jika F5 merupakan produk laris OPPO, maka F7 bisa dibilang lebih laris lagi, minimal saat diluncurkan.

Sebagai penutup artikel yang sejatinya menjadi berita tentang peluncuran OPPO F7 yang kini menjadi semi longform yang membahas tidak hanya spesifikasi, saya ingin membahas singkat tentang cara atau strategi distribusi OPPO yang menarik untuk dilirik, di era munculnya istilah ‘hape goib’.

Dijelaskan oleh Aryo, OPPO sendiri telah memiliki pabrik di Indonesia dengan kapasitas produksi sebanyak 1.5 juta unit per bulan. Jumlah ini tentunya untuk melayani distribusi OPPO – yang tidak hanya menjual secara online, tetapi bisa dibilang lebih kuat di penjualan offline – baik di kota besar atau pun kota tier 2 dan 3.

Dalam penjelasan singkat saat berbincang kemarin, saya juga mendapatkan kesan bahwa OPPO lebih memilih untuk semudah mungkin menyediakan barang untuk konsumen agar biar mudah dibeli. Mereka memiliki pabrik dengan kapasitas yang cukup besar sehingga distribusinya bisa disebar untuk menghindari unit kosong saat konsumen mendatangi toko mereka. Unit yang sulit didapatkan karena stok kosong atau tidak tersedia bisa membuat dampak negatif untuk vendor (brand smartphone), karena sudah cari barang dan konsumen malah bisa beralih ke produk pesain.

F7 Youth - Shiseido

Well, masing-masing brand smartphone memang punya strategi sendiri-sendiri, ada yang memangkas biaya distribusi dengan flash sale teramat sering, ada pula yang menyiapkan rantai distribusi sebelum akhirnya mengumumkan penjualan dimulai dan merasa ‘santai’dengan banyaknya banner di pinggir jalan, ada pula yang menggunakan metode pre order untuk mensiasati stock yang belum tersedia sambil membuat hype agar tidak tersalip saingan. Kalau memposisikan sebagai konsumen, saya ada di sisi yang ingin mudah mendapatkan barang ketika ingin membeli. Bukan membela brand tertentu, tetapi sebagai mantan penjual, tujuan menjual barang (dalam hal ini pemilik brand smartphone) adalah produk yang dibeli konsumen, strategi pemasaran dan produksi tentunya harus dioptimalkan agar konsumen bisa dengan mudah menemukan produk ketika ingin membeli.

Kembali ke strategi OPPO untuk F7 apakah akan berhasil mengulangi apa yang mereka lakukan untuk F5? Kalau melihat klaim OPPO tentang penjualan awal atas F7, sepertinya OPPO bisa dengan nyaman menggunakan strategi yang serupa untuk menuai penjualan. Meski demikian, di tengah persaingan ketat smarphone tanah air, tentunya persaingan tidak akan mudah ditaklukkan begitu saja, tetap menarik untuk melihat apa yang akan dilakukan OPPO selanjutnya dan bagaimana reaksi pesaing.

NB: Rumor juga menyebutkan bahwa sub-brand OPPO yang ditujukan untuk penjualan online, Realme, akan segera hadir di Indonesia. Plus, sepertinya kita akan menikmati kejutan produk baru sebelum akhir tahun. 

OPPO F7 Youth

Menilik Strategi Samsung untuk Galaxy A6 dan A6 Plus

Sejak awal menyetujui untuk ikut undangan media experience seri Galaxy A6 dan A6+ (plus) di Bali, saya memiliki niat untuk mencari jawaban atas beberapa pertanyaan tentang perangkat ini. Tentang posisinya di antara seri smartphone Samsung lainnya, kebingungan tentang segmen pasar, prosesor dan tentu saja fitur-fitur yang ada.

Setelah acara rilis tanggal 8 kemarin, pada hari selanjutnya rekan media, termasuk saya, diajak untuk ikut acara media experience, yang diawali dengan tanya jawab bersama dua perwakilan dari Samsung yaitu Jo Semidang, IM Marketing Director SEIN dan Denny Galant, Head of IM Product Marketing, plus sedikit ngobrol dengan perwakilan Samsung saat experience berlangsung.

Memperbaharui cara penamaan perangkat 

Dari acara QnA dan ngobrol singkat setidaknya ada beberapa hal yang bisa (dan tidak bisa) menjawab berbagai pertanyaan saya di awal artikel. Pertama-tama, kita bisa jadi harus menarik topik ke non teknis melihat perubahan strategi yang ingin dilakukan Samsung untuk penamaan perangkat mereka, tidak lagi berdasarkan besaran layar tetapi dua versi dengan penambahan keterangan plus untuk yang layar lebih besar. Jadi angka 6 pada Galaxy A6/A6+ bukan merujuk pada besaran inci tetapi menjadi versi ‘murah’ dari duo A8.

Selanjutnya adalah tentang strategi pemasaran, bagaimana Samsung mengfokuskan pada komunikasi fitur dari masing-masing seri, tak hanya tinggi-tinggian spesifikasi. Galaxy A6/A6+ ini berulang-ulang dijelaskan (baik pada saat tanya jawab maupun saat wawancara – door stop) ditujukan untuk pengguna millennials yang mementingkan lifestyle alias gaya hidup, berbeda dengan segmen yang disasar seri J (yang paling tinggi) misalnya.

Fitur yang disematkan dihadirkan untuk memenuhi kebutuhan dari target yang ingin di sasar, meski di beberapa sisi ada kesamaan dengan seri di bawah seri A6, baik dari spesifikasi dan harga, namun Samsung bersikeras bahwa seri A6 ini lebih menonjolkan efek gaya, beda dengan seri J misalnya yang bukan dikomunikasikan sebagai smartphone stylish. Dan apabila dibandingkan dengan A8, maka segmen yang ingin disasar beda lagi. A8 kelasnya lebih tinggi dari A6.

Galaxy A6/A6+

Selain dari komunikasi marketing, beberapa fitur yang disertakan juga dikatakan Samsung telah berdasarkan riset. Ketika ada rekan media yang bertanya tentang mengapa A6/A6+ ini tidak memiliki fitur tahan air seperti A8, maka jawabannya adalah (lagi-lagi dari sisi marketing). Galaxy A8 ditujukan untuk konsumen yang mementingkan fitur tahan air sedangkan segmen yang disasar seri A6 belum mementingkan hal tersebut, tetapi mementingkan hal lain, misalnya kemampuan kamera (termasuk Bixby Vision dan Live Focus), audio, layar, desain, dan berbagai fitur yang dibawa duo A6.

Samsung menjelaskan bahwa perangkat A6 ini menjadi semacam tangga dari jajaran seri mid range menuju ke flagship. Mereka menyebutkan jenis segmen smartphone ini sebagai semi flagship.

Meski sedikit maklum dengan strategi perilisan seri A6, yang menurut saya lebih ke marketing, karena kalau dari spesifikasi, bisa saja dibuat lebih sederhana, J untuk low ke mid, A untuk mid range dan S untuk flagship. Namun sepertinya, untuk melayani pasar Indonesia, tidak bisa sesederhana itu. Kita bisa melihat OPPO yang sampai merilis lebih dari 5 varian untuk satu seri, pilihan Samsung untuk tetap sederhana dalam merilis seri produk juga bisa jadi terpentok oleh persaingan. Meski dalam sesi tanya jawab Samsung enggan disamakan dengan brand lain, yang berlomba-lomba menjual smartphone berharga murah dengan spesifikasi yang cukup tinggi, namun saya tidak bisa tidak untuk tetap melihat bahwa A6 dan A6+ ini hadir untuk menghadang gempuran produk smartphone baru yang memiliki rasio layar kekinian, dual camera atau bahkan untuk bersaing dengan smartphone selfie (karena di A6+, kamera depannya sudah 24 MP).

Menitik beratkan pada strategi pemasaran

Mendengar penjelasan saat QnA, saya kira tidak berlebihan jika saya menyebutkan bahwa Galaxy A6/A6+ ini memang akan berkutat lebih di strategi pemasaran, bukan spesifikasi. Karena dijelaskan Samsung sendiri bahwa komunikasi yang mereka lakukan adalah yang akan berfokus pada pengalaman yang didapat daru duo seri A ini, mengkomunikasikan tentang value atau benefit dari perangkat termasuk dari brand-nya. Fitur seperti low light camera, desain metal, dukungam Dolby Atmos (dalam bentuk software) di sisi audio, serta layar infinity adalah beberapa keunggulan yang akan dipromosikan untuk perangkat ini, kalau dari sisi kamera ada fitur live focus untuk A6+, Bixby Vision yang saya kira bisa menggaet para traveler millennials, AR stiker, bahkan sampai dengan 3 slot untuk dua SIM dan satu penyimpanan eksternal. Untuk spesifikasi prosesor, besaran RAM, pilihan perbedaan prosesor untuk kedua perangkat ini bahkan baterai sepertinya tidak akan ditonjolkan dalam materi untuk promosi dua perangkat A6. Lagi-lagi, gaya hidup dan fitur-fitur yang menunjang dan pengalaman menggunakan fitur tersebut, yang akan ditonjolkan.

Tentang prosesor yang berbeda

Untuk masalah prosesor, bagi kami penikmat gadget dan pewarta teknologi, bisa jadi agak mengernyitkan dahi ketika dijelaskan bahwa Galaxy A6 menggunakan prosesor Exynos 7870 dan Galaxy A6+ menggunakan Snapdragon 450. Mengapa tidak dibalik? Mengapa harus dibedakan? Dan mengapa harus 450 bukan 6xx? Jawaban Samsung bisa jadi cukup normatif (cari aman), mereka menjelaskan bahwa berdasarkan riset akhirnya RnD mereka memutuskan bahwa untuk spesifikasi dan fitur yang ada di dua perangkat, masing-masing sudah sesuai dengan prosesor yang dipilih, target konsumen juga menjadi bahan riset dalam menentukan pilihan prosesor untuk dua perangkat ini.

Sedikit menggali, saya mendapatkan informasi bahwa untuk perangkat dua kamera, dalam hal ini A6+, prosesor yang lebih sesuai adalah yang SD 450 karena telah mendukung untuk performa atas dual camera. Saya menanyakan hal ini di sela-sela experience dengan perangkat dan penjelasan yang saya terima seperti yang saya sebutkan di awal paragraf ini. Meski demikian, jika melihat situs resmi Samsung, Exynos 7870 ini telah mendukung dual camera 8MP + 8MP.

Strategi pemasaran menjadi kunci lagi, bahwa menurut data yang dimiliki Samsung, pengguna yang menjadi sasaran dari perangkat ini tidak terlalu mementingkan detail dari spesifikasi, tetapi fitur yang bisa dilakukan smartphone. Meski prosesor menjadi kunci atas apa yang dilakukan perangkat, namun bisa jadi Samsung telah memperkirakan hal ini, jadi berbagai fitur yang disematkan di A6/A6+ telah disesuaikan dengan prosesor yang ada, meski tidak paling canggih tetapi cukup untuk menjalankan fitur yang disodorkan perangkat.

Jo Semidang, IM Marketing Director SEIN dan Denny Galant, Head of IM Product Marketing

Komunikasi yang masuk dalam strategi pemasaran adalah garis merah yang saya dapatkan dari penjelasan Samsung untuk mengenalkan dan memasarkan A6/A6+ ke konsumen. Samsung akan bekerja cukup keras untuk mengkomunikasikan ini, tentunya ditengah gempuran perangkat-perangkat lain yang dengan caranya masing-masing mencoba menggaet konsumen, yang bisa jadi juga menjadi sasaran Samsung untuk perangkat dua A6.

Akankah Samsung akan berhasil?

Sebenarnya jika menyamaratakan bahwa konsumen tidak peduli spesifikasi (besaran kamera, tipe prosesor, besaran baterai dll), bagi saya tidak fair juga, karena banyak pula konsumen yang mencari perangkat berdasarkan spesifikasi. Tetapi menyamaratakan bahwa spesifikasi di atas segalanya juga kurang tepat, kerena kebutuhan konsumen tentu saja berbeda-beda.

Samsung tentunya punya keunggulan dari sisi brand (yang telah besar di Indonesia), mereka pun memiliki tim RnD yang tentunya memiliki data tentang konsumen mereka (baik konsumen setia atau calon konsumen baru). Belum lagi biasanya meraka memiliki promo bonus dengan ekosistem perangkat Samsung. Di sisi lain, tentu saja kita tidak bisa menampikkan bahwa strategi brand-brand lain juga cukup menggoda konsumen. Pilihan untuk di segmen menengah itu cukup banyak, masing-masing dengan godaan yang berbeda-beda, mulai dari dual camera, rasio layar 18:9, kamera selfie mumpuni, fitur-fitur software, sampai dengan desain yang tidak hanya nyaman di genggam tetapi mencuri perhatian dengan warna dan bawah.

Ada brand yang memiliki data bahwa konsumen lokal sensitif dengan harga, ada brand yang memiliki data bahwa fitur adalah daya tarik utama. Masing-masing dengan strateginya sendiri dan cara promosi (komunikasi) yang sama-sama ingin mencuri perhatian konsumen.

Tentunya menarik untuk melihat bulan Juni nanti ketika A6/A6+ dijual ke publik. Apakah akan ada antrian yang dibagikan sebagai bagian pemasaran? Ataukah akan ada promo penjualan online dengan berbagai bonus? Atau Samsung akan menitikberatkan pada para toko offline sebagai pintu utama penjualan? Dunia gadget dan segala keramaiannya, bisa jadi tidak pernah semenarik saat ini. Mari kita ikuti terus ‘kisah-kisahnya’.

Spesifikasi yang saya kutip dari rilis Galaxy A6/A6+ bisa dilihat di gambar berikut. Untuk harga sendiri: Samsung Galaxy A6+ 4.899 ribu dan Samsung Galaxy A6 3.799 ribu.

Spesifikasi A6/A6+

Di Bali, Samsung Perkenalkan Galaxy A6 dan A6 Plus, Tersedia Juni 2018

Bertempat di Omnia, Bali, tanggal 7 Mei 2018 Samsung memperkenalkan jajaran smartphone terbaru mereka, Samsung Galaxy A6 dan A6+ (A6 Plus). Smartphone ini menambah deretan perangkat pintar seri A dari Samsung yang dijual untuk pasar Indonesia.

Galaxy A6 menghadirkan 3 pilihan warna, gold, blue dan black. Keduanya memilki perbedaan dari layar, Galaxy A6 hadir dengan layar 5.6 inci HD+ dan Galaxy A6+ hadir dengan layar 6 inci FHD+. Dalam rilisnya Samsung menonjolkan beberapa hal seperti Low Light, Dual Camera untuk A6+, desain metal, layar Infinity Display (rasio layar 18,5:9) serta live focus untuk A6+. Dan, yang paling bikin saya penasaran, dukungan teknologi Dolby Atmos untuk mendengarkan audio dengan earphone.

Berita tentang kehadiran Galaxy A6 ini memang sudah ‘didengar’ penikmat gadget, saat setelah bocor akhirnya diumumkan secara resmi. Menurut informasi yang saya terima, rekomendasi harga retail untuk perangkat ini (baik online atau offline) adalah: Galaxy A6: 3,799,000 dan Galaxy A6+: 4,899,000.

Galaxy A6+

 

 

Galaxy A6

Seperti yang diumumkan dalam rilis resmi, spesifikasi perangkat ini adalah:

specs A6
Info lain untuk fitur adalah: Bixby Vision yang mendukung 56 bahasa, face recognition, 3 slot (2 slot untuk SIM dan 1 slot untuk micro SD. Penyimpanan internal bisa diperluas hingga 256GB untuk A6 dan sampai 400GB untuk A6+.

Pengalaman hands on super singkat kalau dari sisi desain sih saya merasa nuansa seri J7 menempel lekat di sana, dan mengingatkan  dengan beberapa perangkat merek baru lain yang baru rilis, alias cukup pasaran. Hadir dengan efek mirip notch di belakang untuk antena, grip-nya cukup menyenangkan, karena saya pernah menggunakan J7 Prime, kesan awal hampir tidak ada masalah dari sisi desain, alias familier.

Untuk UI sendiri khas Samsung dengan basis Android Oreo. Meski belum sempat mencoba detail untuk kamera, namun ada beberapa menu pilihan fitur yang juga jadi unggulan seperti (Bixby Vision, Live Focus, Stiker untuk A6+ dan minus Live Focus untuk A6). Mencoba beberapa kali di suasana cahaya minim saya merasa kameranya bisa mengambil gambar, tetapi untuk kualitas memang meski diuji lebih. Sedikit memudahkan, fitur pengaturan cahaya saat fokus bisa mengatur agar foto foto ter-capture. Untuk fokus live focus bisa diatur untuk efek bokeh-nya.

Samsung

Untuk keunggulan di atas kertas yang ditawarkan Samsung seperti saya kutip dari rilis untuk kamera adalah: untuk A6 16MP untuk kamera belakang dan 16MP (F1.7) untuk kamera depan (f1.9), sedangkan A6+ hadir dengan kamera belakang 16 MP (f.17) serta 5 MP (f1.9) dan kamera depan 24 MP (f1.9). Untuk A6+ ada fitur Live Focus sehingga pengguna bisa mengatur ‘efek bokeh’ dari hasil tangkapan kamera.

Untik pengalaman hands on akan lebih detail setelah saya dan rekan media diundang untuk media experience dengan perangkat A6 ini di hari kedua rangkaian media experience Samsung Galaxy A6 dan A6+ di Bali.

Pertanyaan untuk siapa seri ini ditujukan, mengingat Samsung memiliki seri J (tersedia versi spesifikasi paling tinggi seperti J7 Plus atau yang lebih murah J7 Plus) dan seri A di atas A6 seperti A8. Apakah perangkat ini dirilis demi tuntutan persaingan? – Karena beberapa merek lain yang baru dirilis di pasar lokal membawa dua kamera belakang, rasio 18:9, kamera selfie dengan spesifikasi menggoda. Kalau melihat spesifikasi yang dihadirkan, saya sulit untuk tidak mengamini, bahwa Samsung ingin tetap relevan di tengah gempuran merek lain dengan spesifikasi untuk menggoda kelas menengah.

Atau, bisa jadi kita mengiyakan penjelasan Samsung, bahwa duo A6 ini hadir untuk menjawab kebutuhan kalangan millennials akan smartphone, yang menurut mereka tidak hanya mencari smartphone yang andal dari spesifikasi, tetapi yang keren secara desain.

Samsung Galaxy A6 dan A6+mulai bisa dibeli tanggal 3 Juni baik di toko offline maupun online.

A6/A6+

[Hands-on] OPPO F7, Desain Menggoda dan Kamera yang Bisa Diandalkan

OPPO kembali merilis smartphone untuk pasar Indonesia. Setelah seri F5 yang hadir dengan berbagai varian dan menjadi ‘tumpuan’ penjualan mereka, kini hadir penerus seri populer itu yakni OPPO F7.

OPPO F7

Saya berkesempatan untuk mencoba perangkat OPPO F7 beberapa hari sebelum dirilis resmi di Indonesia. Karena waktu peminjaman yang singkat, saya tidak sempat melakukan review secara lengkap, meski demikian saya kebetulan menjalankan trip ke luar negeri, dan akhirnya memutuskan untuk menyimpan kamera mirorless saya di hotel dan menggunakan smartphone ini untuk keperluan fotografi selama di sana.

IMG_20180407_100652

Secara rata-rata, saya menggunakan OPPO F7 ini hanya untuk 3 fungsi selama mencoba, fotografi (kamera belakang dan depan), media sosial (Twitter, Instagram dan sedikit Facebook), dan terakhir Google Maps (tentu saja!), dengan koneksi tethering dari smartphone lain.

Desain

Ketika pertama kali memegang perangkat ini, saya dibuat cukup heran karena OPPO memilih jalur lain, alih-alih meneruskan bentuk body dan sudut a la OPPO F5. OPPO F7 tampil dengan feel kotak tetapi tidak kaku. Mengingatkan pada model smartphone Sony yang compact.

OPPO F7

Satu hal dari sisi desain yang membuat saya terkejut adalah, tampilan ‘kotak’ ini ternyata nyaman, terutama ketika traveling dan butuh untuk mengeluarkan smartphone dari saku celana secara cepat dan kemudian memasukkan kembali. Feel ketika digenggam saat menggunakan juga cukup baik, gabungan antara bahan body belakang yang plastik tetapi telah dilapisi gorilla glass yang glossy, meski menjadi fingerprint magnet namun nyaman.

Untuk warna sendiri, desain OPPO F7 yang saya coba, Moonlight Silver, telah membuat saya kesulitan untuk mendapatkan warna asli dari smartphone saat memotretnya.

Fotografi

Review singkat seperti tulisan ini tentu saja tidak bisa dijadikan patokan dalam menilai kemampuan kamera secara lengkap, apalagi saya tidak sempat mengulik lama dan langsung membawa F7 traveling, jadi apapun hasilnya, harus saya nikmati.

OPPO F7

OPPO F7

Namun, untuk keperluan media sosial (Instagram terutama), hasil dari
OPPO F7 ini sama sekali tidak mengecewakan, setidaknya dengan momen dan cahaya yang tepat saya bisa mendapatkan warna yang cukup kaya, shutter yang cepat memudahkan untuk mengambil beberapa foto, dan efek bokehnya juga bisa menjadi fitur pelengkap, terutama saat selfie.

Namun demikian, di beberapa kesempatan, efek bokeh dari selfie yang saya ambil agak sedikit ‘memaksa’ dengan tampilan bokeh (pinggir objek) yang kurang rapih. Selain itu, jika latar belakang saya cukup terang, maka hasil selfie biasanya tidak akan baik. Meski demikian, di saat yang tepat, efek bokeh ini bisa membuat tampilan foto menjadi lebih memungkinkan untuk mendapat like di IG. 😀

Layar

Salah satu kenyamanan lain selain genggaman yang cukup saya nikmati dari OPPO F7 ini adalah tampilan layarnya. Secara spesifikasi layar perangkat ini hadir dengan rasio 18:9 19:9 dengan notch di ujung atas. Resolusi yang dihadirkan 2280 x 1080 piksel. Dari spesifikasi ini menghadirkan pengalaman menikmati konten yang baik, hasil layar terlihat terang dan kaya warna. Setidaknya untuk segmen yang disasar, F7 bisa memberikan fitur yang cukup baik untuk masalah display.

OPPO F7

 

 

Untuk spesifikasi lainnya, OPPO F7 ini menghadirkan prosesor Helio P60, kamera depan 25 MP dan sensor HDR Sony IMX 576 dan 16 MP sensor HDR untuk kamera belakang. Dual MicroSIM 4G VoLTE, warna yang saya coba adalah Moonlight Silver dan RAM 4GB serta penyimpanan 64 GB. Untuk barera 3400 mAh.

OPPO F7 dijual seharga 4.199 juta rupiah. Pre sale telah dimulai baik secara offline atau pun online. Akan tersedia pula varian 128 GB, info lebih lengkap bisa dinikmati di artikel liputan peluncuran hanya di DailySocial.

Sparks

  • Desain menyenangkan digenggam
  • Tampilan belakang yang keren
  • Hasil kamera yang cukup mumpuni
  • Kualitas layar yang baik

Slacks

  • Efek bokeh terkadang terlalu ‘maksa’
  • Bahan body – fingerprint magnet
  • Kamera selfie agak takluk jika latar belakang cukup terang

OPPO F5: 6 Varian, Sumbang Penjualan Terbanyak, Selanjutnya?

Apa yang diharapkan dari sebuah smartphone yang ditujukan bagi pasar yang mementingkan gaya hidup? Sebuah acara tak biasa, di kota hip dan sebuah produk mengkilap?

Gelaran acara pembuka OPPO media experience di Bali beberapa waktu lalu bagi saya mencoba menghadirkan hal itu. Acara digelar di Anvaya Beach Resort Bali dengan konsep sunset beach party, menghadirkan brand ambassador, komunitas pengguna, dan sebuah perangkat smartphone yang diposisikan sebagai pengejewantahan gaya hidup anak muda, setidaknya dari pilihan warna dan polesan yang dinamakan Dashing Blue.

OPPO F5 Dahsing Blue Media Event Bali

OPPO mengundang awak media, blogger dan komunitas OPPO fans dalam sebuah acara yang diadakan di Bali. Perangkat yang dihadirkan dan dipromosikan adalah OPPO F5 Dashing Blue, varian keenam dari seri F5. Sebenarnya bukan peluncuran per se, karena versi Limited Special telah dijual dalam jumlah terbatas dan disebutkan telah sold out. Versi yang kini dipromosikan adalah versi ‘biasa’ tanpa kemasan khusus dan bonus tambahan.

Acara pertama didesain dengan konsep fun dan menonjolkan gaya hidup, selaras dengan smartphone F5 Dashing Blue, dibuka oleh Alinna Wenxin – Marketing Director OPPO Indonesia, dilengkapi oleh penjelasan Aryo Meidianto A – PR Manager, dan tentu saja turut dihadirkan Isyana Saraswati sebagai wajah pilihan promosi OPPO.

Meski hujan mengubah banyak rencana acara kemarin, namun konsep yang dihadirkan OPPO saya pikir merepresentasikan sasaran market dari OPPO F5 secara keseluruhan dan, tentu secara khusus varian F5 Dashing Blue. Meski pada pengenalan awal versi Dashing Blue brand kosmetik dan fashion designer yang ditarik sebagai co-branding, namun acara leisure yang diadakan kemarin dengan mengundang komunitas OPPO dan para awak media mencoba untuk mengejewantahkan semangat ‘selfie’ yang biasanya lekat dengan aktivitas gaya hidup.

Varian terbaru OPPO F5, warna Dashing Blue

F5 Dashing Blue sendiri adalah varian terbaru dari OPPO F5 yang dikatakan OPPO hadir untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Perangkat ini hadir dengan spesifikasi teknis Prosesor Octa-core MT6763T, RAM 4GB dan ROM 32GB yang bisa diperluas sampai 256GB), layar 6 inci serta batera 3200mAh. Varian selain dari OPPO F5 Dashing Blue versi ‘biasa’ antara lain adalah OPPO F5, F5 Youth, F5 6GB, F5 Limited Special Package (versi Dashing Blue dengan paket kosmetik dari MAC), dan F5 Passion Red. Perbedaan terletak dari warna, RAM, spesifikasi sampai kemasan bundle.

OPPO F5 Dashing Blue

Proses pemilihan warna dashing blue atas riset pasar dan disuguhkan untuk menyasar pengguna muda yang aktif bersosial media, gemar selfie dan pengguna yang ingin mengekspresikan diri mereka lewat pilihan smartphone yang digunakan. Data penjualan varian warna F5 sebelumnya juga menjadi dasar atas pemilihan warna dashing (berkilau) ini. OPPO pernah menghadirkan warna blue dengan pilihan finishing doff, dan OPPO F5 varian warna merah (passion red), laris manis dipasaran.

Jika Anda penasaran mengapa OPPO sampai menjual varian sebanyak 6 buah dari hanya satu seri ponsel? Demikian juga saya. Jawabannya bisa jadi adalah strategi, bisa pula berhubungan dengan pasar Indonesia yang memiliki karakter sendiri, atau bisa pula karena daur hidup serinya belum habis.

Satu yang pasti, penjualan seluruh varian OPPO F5 dalam kurun waktu November 2017 sampai saat ini (awal Februari 2018), adalah yang terlaris dari semua varian smartphone OPPO lainnya dalam jangka waktu tersebut. Dalam persentase, sebesar 35% dari total penjualan OPPO di Indonesia bulan November 2017 – Februari 2018 ‘diambil’ oleh OPPO F5 (semua varian).

Jika produk Anda laris, tentu ‘memeras’ sampai titik tertentu adalah sebuah strategi, apalagi persaingan perebutan klasemen 5 besar smartphone di Indonesia sangat kompetitif dan tidak jarang memakan korban dengan mendepak beberapa nama yang pernah masuk ke luar daftar elit 5 besar penjualan terbanyak smartphone di Indonesia.

OPPO F5 Dashing Blue

Strategi rilis tahunan yang biasa digunakan untuk smartphone flagship ala Apple (iPhone X) dan Samsung (Note 8 dan S8) tentu kurang cocok untuk seri F5 (dilihat dari spesifikasi dan harga), sedangkan memborbardir segmen menengah dengan banyak pilihan akan menguras banyak tenaga. Satu seri banyak varian, ada versi eksklusif dan mem-branding dengan fitur yang mengeksploitasi selera pengguna Asia khususnya Indonesia seperti yang OPPO lakukan, menarik untuk dicermati.

Perdebatan panjang, yang terkadang melelahkan, tentang spesifikasi, penggunaan teknologi terbaru, dan sederet fasilitas high end yang disematkan dalam smartphone untuk menjadi yang terbaik bisa jadi tak menjadi pilihan OPPO dalam menjalankan strategi penjualan mereka. Setidaknya itu yang saya lihat dari OPPO F5. Ia tak memiliki kamera belakang ganda, OS Android bukan yang paling baru, dan memiliki body yang sebenarnya biasa saja jika tanpa ‘tempelan’ pilihan warna yang keren atau gimmick tambahan lain. Dari RAM pun, 3 varian OPPO ‘hanya’ memiliki 4 GB, satu hadir dengan RAM 3 GB dan satu 6 GB. Keunggulannya ada di kamera depan, varian tertinggi hadir dengan kamera 20 MP (yang menjadi jualan utama) serta rasio layar yang sudah kekinian, 18:9.

Kalau hanya pilihan warna, toh merek lain meluncurkan varian warna, setidaknya 3, saat merilis smartphone. Apakah hanya itu yang membuat OPPO percaya diri dengan F5? Selain gimmick fasilitas non teknis perangkat (bekerjasama dengan merek kosmentik dan prancang busana), jawabannya bisa jadi ada dalam tagline yang dipilih oleh OPPO untuk menemani nama empat huruf yang wajib ditulis dengan huruf kapital. Selfie Expert yang kini berubah menjadi Selfie Leader. You got that right. Ternyata fokus pada selfie yang OPPO lakukan selama ini membuahkan hasil, dan masih relevan dengan pasar Indonesia.

OPPO F5 Dashing Blue

Saya sempat ragu sebenarnya atas pilihan OPPO (dan brand lain) yang fokus berjualan dengan jargon selfie dan yakin bahwa tren ini akan berumur pendek alias tren sesaat. Tapi jika melihat penjualan OPPO, sepertinya keraguan saya dibayar tuntas oleh OPPO.

OPPO F5 hadir dengan fokus pada kamera depan 20 Mega piksel dan fitur yang disebut OPPO sebagai berikut: “Keunggulan perangkat F5 terdapat pada kamera depan yang dilengkapi dengan teknologi A.I. (Artificial Intelligence) atau kecerdasan buatan. Teknologi ini memungkinkan perangkat OPPO untuk dapat mempelajari karakter wajah pengguna dan menghasilkan foto yang  tampak natural.”

Selfie + A.I., menyasar pasar Indonesia, kombinasikan dengan pertumbuhan dan tren media sosial plus pergeseran penggunaan smartphone sebagai alat foto (kamera utama). Meski saya bukan penggemar selfie, tapi melihat klaim penjualan OPPO, saya pikir kombinasi ini tepat dalam pertarungan ranah smartphone lokal. Setidaknya untuk saat ini.

What Next OPPO?

Maka pertanyaan selanjutnya adalah, what next OPPO? Dalam sesi door stop kemarin, saya sempat menanyakan perihal apa yang akan OPPO kembangkan setelah selfie, Aryo Meidianto A – PR Manager OPPO Indonesia menjelaskan bahwa OPPO akan mengembangkan AI yang kini telah ada. Jadi teknologi AI yang kini telah ada akan terus dikembangkan lebih deep lagi. Pemilihan untuk terus mengembangkan sisi AI ini disebutkan juga selaras dengan perkembangan teknologi terkait AI (terutama yang berhubungan dengan facial recognition) yang maju dengan cukup pesat.

OPPO menjelaskan dalam rilis bahwa, “teknologi ini (AI) memungkinkan perangkat OPPO untuk dapat mempelajari karakter wajah pengguna dan menghasilkan foto yang tampak natural.” Bisa diprediksi bahwa kamera depan smartphone OPPO, setidaknya yang dijual di Indonesia, ke depannya akan tetap membawa fitur ini dengan spesifikasi kamera yang tepat tetap tinggi, minimal 20 MP untuk versi tertentinggi varian tertinggi. Selain itu akan ditambahkan pula fitur lain seperti AI.

OPPO F5 Dashing Blue

Meski berfokus pada AI, OPPO sendiri tidak memperlebar cara memaksimalkan AI ini lewat dukungan perangkat keras yang memiliki kemampuan untuk kinerja kecerdasan buatan, fokusnya pada optimasi perangkat lunak yang ada di smartphone mereka.

Menanti yang Baru

Sebagai pemerhati tentu saja saya menginginkan untuk melihat inovasi dari sisi perangkat secara keseluruhan (bukan hanya penambahan varian) dari smartphone yang dirilis OPPO.  Penggunaan prosesor dengan teknologi terkini, OS terbaru, dual kamera, desain body yang revolusioner, layar penuh tanpa bezel, optimasi OS untuk memberikan pengalaman penggunaan atau UX yang lebih baik, fitur AR dan masih banyak pilihan pengembangan inovasi smartphone lain yang bisa diterapkan.

Memang, OPPO F5 Dashing Blue hadir dengan spesifikasi yang cukup baik, meski di beberapa sisi bukan yang terbaik. Dari sisi desain juga jauh dari jelek, body plastik tetapi dengan finishing yang baik dan cukup keren.

Namun ketika berbicara tentang OPPO, saya diajak untuk melihat dari sisi apa yang konsumen inginkan, bukan hanya tentang apa teknologi terbaru yang harus ada di sematkan di smartphone. Terdengar agak berfokus pada penjualan sih memang, tetapi di tengah persaingan yang sangat ketat (baca: keras) penjualan smartphone di tanah air, di banyak sisi, strategi OPPO ini bisa dimaklumi.

Jadi jika OPPO memilih untuk terus mengembangkan ranah selfie dengan berbagai fitur lain, salah satunya dengan elemen AI dan spesifikasi kamera depan yang tinggi (di atas 20 MP), dan mengganti tagline “selfie expert” menjadi “selfie leader”, maka dari sisi bisnis startegi ini bisa dimaklumi. Namun dari sisi konsumen yang menginginkan pembaruan secara kontinyu hadir dari perangkat smartphone, saya masih menunggu kejutan OPPO selanjutnya. Setidaknya, saya merindukan ‘keberanian’ OPPO saat merilis kamera smartphone yang bisa diputar seperti OPPO N1 dan menghadirkannya di pasar Indonesia.

Contoh foto menggunakan kamera belakang dan depan OPPO F5 Dashing Blue.

(Speed Review) Beoplay M5, Desain Menyenangkan Berpadu Suara yang Merdu

Mendengar nama brand Bang and Olufsen setidaknya ada beberapa hal yang melintas dikepala saya. Salah satunya adalah brand audio premium. Kesan itu saya dapatkan di perangkat speaker Beoplay M5.

 

Beoplay M5

Hadir dengan desain minimalis dengan bahan luar fabric, kesan premium langsung terasa. Bang and Olufsen juga dikenal dengan desain perangkat mereka yang keren. Meski bentuknya agak pasaran untuk speaker yang ditempatkan diruangan, Beoplay M5 hadir dengan beberapa detail yang tetap membawa kesan keren yang kerap hadir di perangkat Bang and Olufsen.

Sembilan puluh lima persen body luar perangkat ini diisi oleh bahan fabric yang menjadi bagian utama alias speaker perangkat. Bagian atas hadir dengan bahan aluminium yang juga memiliki beberapa fungsi. Dengan menekannya Anda bisa pause dan play musik yang sedang diputar, lalu menggeser 15 persen bentuk bulat piringan ini akan menaikkan atau menurunkan volume.

Beoplay M5

Untuk terkoneksi dengan perangkat ini bisa melalui aplikasi resmi dari Bang and Olufsen. Dengan aplikasi ini, koneksi yang didapatkan bisa lebih deep, termasuk beberapa layanan yang pemutar musik yang telah terintegerasi seperti Deezer. Untuk layanan lain seperti Spotify, bisa menggunakan metode Spotify Connect. Perangkat ini juga telah memiliki built in Chromecast untuk koneksi antar perangkat Bang and Olufsen.

Untuk suara sendiri Beoplay M5 menurut saya bisa dibilang cocok untuk digunakan sebagai speaker ruang tengah atau ruang keluarga. Fitur 360 sound-nya memungkinkan pengguna untuk menikmati suara dari semua sisi. Selain itu, di aplikasinya, speaker ini juga memiliki fitur pengaturan untuk penempatan posisi speaker, apakah di belakangnya tertutup (dinding), di tengah atau akan diletakkan di pojok. Dimanapun Anda menempatkan speaker ini, Anda bisa menikmati suaranya dengan baik. Meski demikian, dari pengalaman saya mencobanya, suara terbarik (bass, mid, high) akan lebih terasa detail dari depan atau bagian utama speaker.

Beoplay M5

Terkoneksi secara wireless, namun Beoplay M5 tidak memiliki baterai, jadi Anda harus mencolokkan perangkat ini ke daya listrik untuk bisa digunakan. Konsep speaker ini sendiri memang untuk menyatu dengan ruangan jadi bukan untuk dibawa berpindah-pindah.

Beoplay M5

Sparks

  • Desain keren
  • Suara yang dihasilkan berkualitas baik
  • 360 sound yang memungkinkan speaker di tempatkan di tengah
  • Muti-room feature (chromecast built-in)

Slacks

  • Harga cukup mahal
  • Tidak bisa dibawa mobile, harus selalu tersambung ke listrik
  • Bobot perangkat cukup berat