5 Alasan Kenapa Firma Hukum Sudah Mulai Dibutuhkan di Esports Indonesia

Industri esports Indonesia mungkin memang masih imut-imutnya. Namun demikian, pertaruhan di industri ini sudah tidak lagi dapat dipandang sebelah mata. Pertama, Moonton dengan Mobile Legends: Bang Bang (MLBB) nya sudah mulai mengenalkan sistem liga berbayar (franchising) senilai Rp15 miliar. Mengingat MLBB masih menjadi esports mainstream di ekosistem kita, pertaruhan yang lebih tinggi ini tentunya juga akan berpengaruh buat banyak pihak.

Kedua, dengan kondisi industri esports Indonesia sekarang pun, modal yang dikeluarkan untuk membangun entitas baru ataupun mempertahankan eksistensi juga sudah tidak bisa dibilang kecil.

Dengan demikian, keseriusan dan kehati-hatian jadi lebih dibutuhkan untuk bisa terus bertahan. Kepastian hukum di esports pun menjadi sebuah kebutuhan baru yang tak bisa dipandang remeh. Jadi, tanpa basa-basi lagi, berikut ini adalah 5 alasan kenapa firma hukum di esports Indonesia sudah mulai dibutuhkan.

Artikel ini merupakan hasil obrolan saya dengan Wibi Irbawanto. Kawan saya ini punya latar belakang yang cukup menarik karena, selain eksis di ekosistem esports Indonesia sebagai shoutcaster, ia juga berposisi sebagai Associate Lawyer di BACHRY & MORRIS – Law Office.

1. Situasi pasar yang sudah butuh kapasitas besar

Grand Final MPL ID S3. Sumber: MET Indonesia
Grand Final MPL ID S3. Sumber: MET Indonesia

Seperti yang tadi saya tuliskan di awal artikel, pertaruhan di industri esports Indonesia sudah cukup besar. Namun demikian, masih banyak para pelaku yang belum benar-benar paham dengan ketentuan yang sah demi hukum dan yang tidak.

Wibi pun memberikan beberapa contoh soal sejumlah ketentuan yang mungkin belum diketahui kebanyakan para pelaku esports Indonesia.

Pertama, Wibi mengatakan banyak entitas esports yang belum menyadari bahwa mendirikan PT (Perseroan Terbatas) itu saat ini lebih mudah. Kebanyakan orang masih berpedoman pada Undang-Undang Perseroan Terbatas No.40 Tahun 2007. Padahal, menurutnya, undang-undang ini sudah disimpangi oleh Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 2016.

Silakan konsultasi lebih lanjut ke Wibi atau yang lainnya tentang perbedaan antara keduanya, karena saya tidak mau membocorkan spoiler (padahal takut salah juga sebenarnya). Wibi pun memberikan contoh tadi karena ia yakin tidak banyak orang yang tahu ketentuan-ketentuan mana saja yang menyimpangi ketentuan lainnya.

Selain itu, perihal kontrak pemain/pekerja, Wibi menambahkan, ada banyak orang yang belum menyadari bahwa kontrak di Indonesia itu baru sah demi hukum jika yang pihak-pihak yang bersangkutan sudah berusia 21 tahun atau sudah menikah. Dasar hukumnya dari KUHPerdata Pasal 1329-1331. Sedangkan dasar hukum yang menyatakan kedewasaan adalah KUHPerdata Pasal 330.

Contoh terakhir yang diberikan oleh Wibi adalah soal perjanjian. Perjanjian antar pihak bisa saja sah demi hukum meski tidak disalin dalam tulisan (hitam atas putih) karena alat bukti persidangan itu tidak hanya bukti tertulis. Walaupun memang, pembuktian di persidangan akan jadi lebih sulit tanpa bukti tertulis. “Namun, bukan berarti tidak mungkin alias mustahil dibuktikan,” jelas Wibi.

Itu tadi masih teaser dari sejumlah pengetahuan yang dimiliki oleh satu orang. Bayangkan saja, firma hukum yang punya sekelompok orang-orang yang dibayar untuk mempelajarinya tentu punya pengetahuan kolektif yang lebih komprehensif.

2. Mendekatkan ekosistem esports dengan negara

Sumber: Piala Presiden Esports
Sumber: Piala Presiden Esports

Sebenarnya jika kita berbicara soal peran negara, menurut saya, kata kuncinya adalah “perpajakan”. Sedangkan jika berbicara soal perpajakan, mungkin memang konsultan/firma akuntansi yang seharusnya lebih paham. Namun menurut Wibi, firma hukum setidaknya tahu hal-hal apa saja yang dikenai pajak sekaligus bisa berkolaborasi dengan konsultan akuntansi tadi jika ada masalah yang harus diselesaikan.

Sebelumnya, disclaimer dulu, saya juga tidak tahu bagaimana urusan pajak setiap pelaku esports Indonesia saat ini; apakah sudah sepenuhnya taat pajak atau tidak. Namun, saya kira isu ini penting karena tidak sedikit para pelaku ataupun komunitas esports yang mengharap ataupun mencoba meminta perhatian pemerintah ke esports Indonesia.

Kenapa pajak itu penting disadari, dipahami, dan ditaati oleh ekosistem esports kita? Mungkin itu pertanyaan yang masih harus dijawab terlebih dahulu di sini.

Jawabannya, karena pajak adalah pendapatan negara. Saya pribadi sangat percaya bahwa hal ini penting jika kita ingin mendapatkan perhatian lebih dari negara. Jika esports Indonesia tidak mampu memberikan devisa bagi negara, keterlaluan saja jika mengharapkan peran serta pemerintah membangun esports kita.

Faktanya, kita butuh peran serta pemerintah untuk membangun infrastruktur yang akan sangat berpengaruh pada kemajuan esports Indonesia; seperti infrastruktur internet, transportasi, perlindungan (ataupun pengakuan) profesi, dan yang lain-lainnya.

Memastikan semua para pelaku di industri esports untuk taat dengan segala ketentuan negara, baik itu soal pajak ataupun hukum yang berlaku, menurut saya, adalah langkah awal untuk mendekatkan industri ini dengan peran serta pemerintah (jika memang ada tujuan untuk ke arah sana).

3. Perlindungan lebih untuk aset perusahaan/perorangan

Sumber: PUBG Mobile
Sumber: PUBG Mobile

Salah satu masalah yang kerap menghantui manajemen tim/organisasi esports adalah soal poaching pemain. Buat yang belum tahu, poaching pemain adalah mencoba memengaruhi pemain untuk pindah tim secara gerilya, alias tanpa sepengetahuan manajemen tim pemain yang diinginkan.

Padahal, pemain profesional di esports bisa dibilang sebuah aset perusahaan yang sangat berharga karena prestasi dan exposure tim bisa sangat bergantung pada salah satu atau dua pemain.

Di sisi lain, di banyak perbincangan warung kopi, ada juga sejumlah kasus para talent yang tidak dibayar oleh penyelenggara acara. Dalam hal ini, waktu dan keahlian talent tadi adalah aset perorangan yang perlu dilindungi.

Selain dua contoh tadi, ada banyak lagi contoh aset lain yang bisa dilindungi dengan mengajak firma hukum untuk berkolaborasi. IP (intellectual property) ataupun uang investasi juga sebenarnya bisa diasuransikan, menurut Wibi.

Sepengetahuan saya, sampai artikel ini ditulis, sudah ada beberapa perusahaan atau organisasi esports yang mempekerjakan orang-orang tertentu untuk mengurus masalah hukum di perusahaan tersebut. Namun demikian, tak jarang juga kapasitas itu tak sesuai dengan harapan yang diinginkan.

Kenapa ini bisa terjadi? Because it takes a genius to recognize its peers… Maksud saya seperti ini: jika Anda tidak bisa bermain musik, semua orang yang bisa bermain gitar tentu terlihat ahli untuk Anda. Demikian juga dengan, misalnya, orang yang memang punya pengalaman profesional 10 tahun lebih dalam hal tulis menulis tentu akan memiliki lebih banyak kriteria penilaian ketimbang yang pengalamannya baru di bawah 5 tahun.

Kapasitas dan pengetahuan soal hukum saya kira juga demikian. Firma hukum seharusnya memang diisi oleh orang-orang yang berkecimpung di ranah ini. Jadi standar mereka, kemungkinan besar, lebih tinggi ketimbang perusahaan esports saat mencari satu karyawan untuk mengurus masalah hukum.

4. Pragmatis, bukan dramatis

Sumber: ESL Indonesia
Sumber: ESL Indonesia

Buat yang baru masuk ke ekosistem ataupun industri esports Indonesia, Anda mungkin heran kenapa ada banyak sekali drama yang terjadi di media sosial… Jujur, saya sendiri juga jengah melihatnya. Namun demikian, selain mencari ruang eksistensi, minimnya konsekuensi, ataupun mungkin sekadar mengusir kebosanan; saya kira ada juga yang memang berharap muncul solusi dari sana.

Sayangnya, biasanya, drama itu hanya jadi sebuah lose-lose solution atau malah tak ada manfaatnya sama sekali; selain memuaskan hasrat nyinyir dalam diri.

Pertikaian di jejaring sosial tadi tentu saja jauh berbeda dengan peperangan yang terjadi di meja hijau, di depan para hakim. Pertama, hasilnya sudah lebih jelas siapa yang menang dan yang kalah; dan bagaimana bentuknya. Kedua, aturan mainnya pun sudah lebih jelas dan lebih baku. Ketiga, yang tak kalah penting, peperangan itu hanya diketahui oleh orang-orang yang memang berkepentingan.

Drama di media sosial itu seringnya mengundang komentar para warganet yang tak jarang hanya memperkeruh suasana. Ditambah lagi, drama di media sosial itu, bagi saya, seperti dua orang tua yang bertengkar di depan anak-anaknya… Pamali alias ora elok

Dengan aktifnya firma hukum atau orang-orang yang memang punya kapasitas di sana, harapan saya, hal ini dapat mengurangi drama di media sosial karena ada solusi yang lebih jelas untuk dijalani.

5. War by proxy

Sumber: Dota 2 via Flickr
Sumber: Dota 2 via Flickr

Tahun 2018 kemarin, berakhir sebuah peperangan besar panjang antara Samsung dan Apple di pengadilan atas tuntutan hukum masalah hak paten. Menariknya, selama proses hukum berjalan, kedua perusahaan tetap saja bekerja sama untuk divisi yang berbeda misalnya soal suplai display.

Saya kira kedua hal tadi bisa terjadi di saat yang sama karena pertikaiannya terjadi lewat pihak ketiga. Pertikaian antar dua pihak yang langsung berhadapan, tanpa pihak ketiga, kemungkinan besar akan memutuskan hubungan keduanya karena jadi terasa personal. Perang yang terasa personal tadi bisa jadi mengganggu jalannya ekosistem jika pihak-pihak yang bertikai punya andil besar di sana, apalagi jika sampai menyeret pihak lainnya lagi yang lebih suka untuk bersikap netral.

Firma hukum ataupun pihak ketiga lainnya, saya kira bisa menjadi penengah ataupun perwakilan pertikaian agar jadi tak terasa personal dan mengganggu keberlangsungan ekosistem.

Penutup

Akhirnya, saya juga tidak tahu seperti apa kondisi industri dan ekosistem esports Indonesia 5 ataupun 1 tahun ke depan. Namun, satu hal yang saya percayai, peluang keberhasilan industri akan jauh lebih besar jika dikerjakan oleh para profesional yang memang ahli di bidangnya masing-masing.

Sebaliknya, menganggap remeh satu aspek (seperti soal hukum, media, pemasaran, bisnis, dkk.) akan memperlambat laju pertumbuhan keseluruhan industri, sekaligus mempermalukan diri sendiri…

Asosiasi Olahraga Video Games Indonesia (AVGI) Sah Diresmikan. Saingan IESPA?

Kabar mengenai asosiasi baru di industri game dan esports Indonesia memang sudah santer terdengar di belakang layar sejak beberapa bulan silam. Namun, baru kemarin (16 Juli 2019), satu asosiasi baru diumumkan lewat konferensi pers mereka di hotel Red Top, Jakarta Pusat. Asosiasi baru ini bernama Asosiasi Olahraga Video Games Indonesia (AVGI).

Ada dua Menteri yang turut hadir dan memberikan sambutan dalam acara kali ini. Mereka adalah Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara dan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi.

“Pemerintah tidak lagi menjadi regulator, khususnya terkait hal-hal baru. Tapi menjadi fasilitator, bahkan akselerator.” Ujar Rudiantara dalam sambutannya.

Menariknya, hanya ada 2 figur esports yang berada di dalam jajaran pengurus asosiasi ini. Meski memang ada 2 orang lagi dari ekosistem esports yang saya kenal berjaket AVGI di acara tersebut, namun keduanya biasanya berada di balik layar.

Di posisi Ketua Umum AVGI ada nama Rob Clinton Kardinal yang merupakan mantan pemilik organisasi esports baru, ONIC, dan juga anak dari Robert Joppy Kardinal (anggota DPR RI dari Fraksi Partai Golongan Karya). Rob sendiri juga sebelumnya mengumumkan melepas kepemilikannya atas ONIC melalui akun Instagram nya.


Sedangkan satu nama lagi ada Angki Trijaka yang menjabat sebagai Sekretaris Jendral AVGI. Angki Trijaka sendiri bukan orang baru di dunia esports karena sebelumnya ia merupakan Wakil Ketua IESPA, yang dipimpin oleh Eddy Lim.

Dalam rilis yang diberikan di kesempatan yang sama, Rob Clinton memberikan komentarnya, “Berbagai faktor ini (standarisasi, benchmarking, hingga regulasi), khususnya regulasi sangat penting karena selain dapat membantu perkembangan industri olahraga elektronik, juga dapat memotivasi para pelaku dan atlet olahraga elektronik untuk terus berprestasi membawa nama Indonesia ke tingkat lebih tinggi.”

Di sesi tanya jawab bersama rekan-rekan media, saya pun bertanya apa perbedaan AVGI dengan 2 organisasi di industri game yang sudah lebih dulu ada, IESPA dan AGI?

Angki menjawab, “Ada beberapa hal yang membedakan AVGI dengan IESPA. AVGI itu mencakup semuanya yang terlibat dalam ekosistem dan industri esports. Kalau IESPA itu hanya mengurusi pemain esports. Perlu di-quote ya, kita totally different dengan IESPA. Namun, kalau pemerintah lebih percaya yang mana itu urusan para petinggi-petinggi, tapi so far itu domain yang membedakan.”

Menurutnya, Angki juga menambahkan, ada sejumlah hal yang belum diatur oleh IESPA yang sebenarnya sangat krusial buat industri esports. “Misalnya saja jadwal turnamen yang bertabrakan, kasus poaching pemain antara tim, dan standarisasi untuk masuk menjadi atlit esports. Kita perlu lah merendahkan ego kita demi kepentingan bersama supaya industri ini maju.” Ujar Angki.

Satu pertanyaan lagi muncul dari media lain tentang sinergi antara AVGI, IESPA, dan AGI. Rob Clinton yang kali ini menjawab, “kalau bersinergi kita tidak menutup kemungkinan untuk itu.”

Saat ini, AVGI juga mengklaim sudah memiliki pengurus di 19 provinsi. Rencana mereka dalam waktu dekat ini adalah membangun database untuk tim dan para pemain esports profesional.

Rob Clinton saat memberikan sambutannya. Dokumentasi: Hybrid
Rob Clinton saat memberikan sambutannya. Dokumentasi: Hybrid

Mengingat esports Indonesia memang sekarang sudah cukup besar (seperti franchising liga yang melibatkan banderol harga sebesar Rp15 miliar), tentunya memang lebih besar pula resiko yang harus disanggupi dan kerja sama yang harus dikolaborasikan. Meski memang berarti lebih banyak juga keuntungan yang mungkin didapatkan. Bagaimana perjalanan AVGI ke depannya ya?

EVOS Esports Juarai INDOESPORTS LEAGUE CS:GO X DA ARENA

Jumat, 12 Juli 2019, EVOS Esports berhasil menjadi juara kompetisi CS:GO hasil kerja sama Indoesports dan DA Arena. Menariknya, EVOS Esports berhasil mengalahkan tim CS:GO legendaris asal Indonesia; TEAMnxl>.

Turnamen yang mempertandingkan 32 tim CS:GO Indonesia ini mempertemukan tim-tim CS:GO besar seperti TEAMnxl>, EVOS Esports, Akara, dan kawan-kawannya. Namun demikian, BOOM ID yang baru-baru ini menggandeng 2 pemain kelas kakap (Flipzjdr dan Roseau) tidak kami temukan di turnamen ini.

Seluruh pertandingan selain partai final menggunakan format Bo1 (Best of One). Sedangkan finalnya, format Bo3 yang digunakan.

Di pertandingan finalnya, TEAMnxl memang berhasil memenangkan Game pertamanya dengan skor 16-7. Namun, EVOS Esports berhasil menyamakan kedudukan dengan memenangkan Game kedua dengan skor 16-5. EVOS Esports yang sekarang diperkuat oleh pemain CS:GO senior, Aditya “voogy” Leonard, yang juga mantan pemain nxl berhasil mencuri Game ketiga dengan skor akhir 16-11.

Turnamen ini menarik karena sudah jarang sekali turnamen CS:GO yang diadakan di Indonesia. Selain itu, TEAMnxl yang dulu merajai dunia persilatan CS:GO Asia Tenggara selama beberapa tahun dan mencetak banyak pemain berprestasi sepertinya memang menurun performanya selama beberapa tahun belakangan, meski masih diperkuat oleh pemain-pemain lama seperti Vega Tanaka dan Richard Permana.

Sumber: Indoesports
Sumber: Indoesports

Bagaimana kelanjutan scene esports CS:GO di Indonesia ya? Menurut bisikan-bisikan yang saya dengar, akan ada sejumlah turnamen nasional CS:GO lagi yang akan digelar tahun ini. Apakah CS:GO akan kembali mewarnai agenda esports tanah air seperti beberapa tahun silam?

Bagaimana juga dengan TEAMnxl>? Apakah mereka bisa kembali ke puncak kejayaan mereka seperti dulu?

 

Meninjau Kembali tentang Tren BA Esports Cantik di Indonesia: Sebuah Opini

Bagi Anda pemerhati industri ataupun fans esports Indonesia, Anda mungkin akan menemukan sejumlah foto ataupun video gadis-gadis cantik yang mendapat predikat Brand Ambassador (BA) di media sosial tim-tim esports dalam negeri.

Jika Anda cukup kritis, Anda mungkin akan menyadari bahwa tren ini anomali karena tidak ada gadis-gadis berparas rupawan yang diberi label BA esports tadi di media sosial tim-tim besar luar negeri (seperti Fnatic, Team Liquid, SKT T1, Astralis, dkk.). Di tim sepakbola Indonesia, seperti Persija dan Persib, tren ini juga tidak ditemukan. Di tim olahraga luar negeri pun (macam Juventus, Barcelona, ataupun LA Lakers) saya tidak menemukan penampakan gadis-gadis muda yang jadi bintang iklan tim tersebut di media sosialnya masing-masing.

Sebelum lebih jauh, saya ingin katakan terlebih dahulu bahwa tulisan ini ditujukan untuk mempertanyakan signifikansi tren gadis-gadis yang jadi BA esports ke ekosistem kita di Indonesia.

Namun demikian, berhubung saya juga tidak ingin meremehkan ataupun mencederai intelektualitas Anda, saya telah menghubungi berbagai pihak terkait untuk menjawab kenapa tren ini ada di Indonesia sebelum mencoba mengurai signifikansinya.

Kali ini, saya telah menghubungi Justin W (Managing Director untuk ONIC Esports), Yohannes Siagian (Vice President EVOS Esports), Gary Ongko (Owner/CEO dari BOOM ID), dan Agustian Hwang (Country Manager untuk MET Events) untuk mencoba memahami tren ini dari perspektif yang berbeda-beda.

Definisi BA Esports

Jujur saja, dari awal saya katakan, saya sebenarnya kurang setuju dengan istilah brand ambassador untuk kebanyakan gadis-gadis yang saya maksud di atas. Pasalnya, brand ambassador harusnya lebih dari sekadar jadi bintang iklan.

Icha “Mochalatte” Annisa, salah satu talent untuk MET Events dan dikenal sebagai shoutcaster untuk PUBGM dan Free Fire, juga sempat saya tanyai pendapatnya saat bertandang ke kantor Hybrid. Icha juga mempertanyakan kualifikasi apa yang membuat seseorang bisa disebut jadi BA tadi? “Apakah cukup dengan cantik dan hobi bermain game? Mungkin sebenarnya lebih tepat disebut sebagai talent saja, seperti saya di MET Events.” Ujar gadis cantik yang lebih memilih berperan sebagai shoutcaster ini.

Saya sepenuhnya setuju dengan pendapat Icha tadi. Pasalnya, memang ada tokoh-tokoh di ekosistem kita yang memang sudah layak disebut BA untuk timnya masing-masing. Icha sendiri menyebutkan nama Audrey dari FFGaming sebagai contoh. Sedangkan saya menambahkan nama Richard Permana dari TEAMnxl.

Menurut Justin, ONIC Esports juga sebenarnya tidak mengenal posisi BA esports. Ia berpendapat bahwa BA esports itu deskjob nya tidak jelas. “Kalau dari kita, ga bisa nemuin (deskjob-nya) itu. Mungkin tim lain ada ya. Mungkin dari tim lain ada ya. Kalau kita ga ada. Kita bisa aja punya talent cewek dan dianggap BA sama khalayak luas. Namun, internally, kita sendiri enggak pakai istilah BA.” Ujar sang Managing Director yang timnya baru saja memenangkan MSC 2019.

Dengan demikian, gadis-gadis yang tadi saya sebut sebagai BA tadi, selanjutnya akan saya sebut sebagai talent di artikel ini. Lalu pertanyaannya, kenapa ada tren talent gadis-gadis cantik di Indonesia? Inilah 3 jawaban yang saya dapatkan.

1. Jalan pintas menuju popularitas

Sumber: Red Arrow Studios
Sumber: Red Arrow Studios

Buat Anda yang cukup kritis memperhatikan postingan di media sosial, Anda akan melihat bahwa akun gadis-gadis cantik memang lebih mudah mendapatkan angka engagement tinggi. Mereka-mereka yang berparas pas-pasan mungkin harus punya prestasi tersendiri untuk menyamai tingkat engagement yang sama dengan postingan selfie mereka yang rupawan.

Padahal, punya prestasi di bidang apapun itu faktanya tidak mudah dan tidak murah. Demikian juga dengan tim-tim esports. Jadi juara tingkat Minor ataupun kompetisi tingkat internasional itu jelas lebih sulit ketimbang membayar gadis-gadis ABG sebagai model iklan.

Membangun tim yang mampu menjuarai kompetisi tingkat internasional jelas tidak murah karena butuh pemain-pemain berbakat, manajemen yang baik, ataupun pelatih juga yang jelas tidak murahan. Ditambah lagi, butuh waktu juga untuk mengasah kemampuan para pemainnya. Sedangkan membayar gadis-gadis untuk jadi talent itu sebenarnya bisa dibilang jauh lebih murah.

Menurut cerita-cerita yang saya dengar langsung dari orang-orang belakang layar, para gadis yang jadi bintang iklan tim esports tadi range gajinya mulai dari bayaran setingkat UMR sampai belasan juta Rupiah. Sedangkan membangun tim juara ongkosnya bisa mencapai puluhan atau bahkan ratusan juta Rupiah.

Ditambah lagi, uang itu juga mudah dicari. Sedangkan pengalaman itu tak hanya butuh uang tapi juga butuh waktu yang tidak sebentar.

2. Kondisi pasar esports Indonesia

Faktanya, segala sesuatu yang berhubungan dengan eksploitasi asmara atau bahkan seksualitas itu punya peluang besar untuk laris manis di pasaran, di berbagai penjuru dunia. Namun bedanya, para pejuang feminisme di komunitas barat itu jauh lebih agresif dari pada di Indonesia.

Hal itu juga yang dipercayai oleh Yohannes Siagian. Menurutnya, jika tren ini dilakukan di tim-tim luar, hal tersebut justru malah bisa mendatangkan kritikan.

“Kalau melihat situasi entertainment dan celebrity dunia dengan adanya gerakan #metoo dan aksi-aksi lain yang mengedepankan kesetaraan hak wanita dan menuntut tidak adanya diskriminasi terhadap wanita, bisa saja sebuah tim esports atau franchise olahraga lain di USA atau Eropa justru mendapat backlash yang negatif apabila mereka mempromosikan seorang BA berdasarkan kecantikan atau penampilannya.” Jelas Yohannes yang juga merupakan Kepala Pengembangan Program Esports Sekolah PSKD.

Di sisi lain, selain soal budaya massa pasar esports Indonesia, jumlah pasar esports Indonesia sendiri juga sebenarnya tidak sebesar yang dibayangkan. Padahal, jumlah fans-fans atau follower inilah yang biasanya dilihat dan dihitung oleh sponsor. Tim-tim mancanegara (macam Fnatic, Liquid, Astralis, dkk.) mungkin memang kelihatannya besar jumlahnya namun, faktanya, fans mereka tidak hanya berasal dari satu negara.

Dokumentasi: Riot Games
Dokumentasi: Riot Games

Hal inilah mungkin yang tidak disadari banyak orang melihat jumlah fans tim-tim esports internasional. Jumlah fans dari berbagai negara itulah yang membuat jumlahnya besar. Sedangkan fans-fans tim esports dalam negeri biasanya berasal dari Indonesia, mengingat kebanyakan konten media sosial tim-tim esports dalam negeri memang masih berbahasa Indonesia.

Gary Ongko, bos besar dari BOOM ID juga sudah menyadari hal ini. “Masalahnya sekarang kan tim-tim Indonesia belum rutin masuk kompetisi internasional (Minor, Major, ESL Pro League, dkk.). Mungkin nanti gayanya (pakai talent-talent gadis cantik) bisa berubah kalau udah rutin ikut turnamen-turnamen besar (tingkat dunia).”

3. Paradigma industri di usia remaja

Industri digital di Indonesia sendiri memang mungkin masih remaja. Karena itulah, para pelakunya juga mungkin masih sangat terpaku pada tolak ukur kuantitas user semata dalam waktu secepat-cepatnya.

Khusus untuk poin ketiga, pendapat ini merupakan hasil dari pengamatan saya pribadi sebagai orang berkecimpung di industri game dan media dari tahun 2008. Tolak ukur kesuksesan yang terpaku pada sebatas kuantitas dan serba instan ini bisa ditemukan di semua sisi pelaku industrinya, mulai dari media, content creator, tim esportsevent organizer, dan juga sponsor.

Memang, saya juga tidak menafikkan bahwa sudah ada juga yang mulai menyadari pentingnya mengejar tolak ukur lain seperti kualitas user (karena faktanya memang ada yang namanya good quality user) ataupun kualitas content. Ada juga yang menyadari bahwa kesuksesan itu butuh waktu dan proses yang tidak sebentar.

Saya pribadi pun sebenarnya tidak bisa menyalahkan paradigma tadi karena saya kira proses pendewasaan industri memang harus melalui fase itu. Ibaratnya, kebanyakan kaum muda itu ya memang maunya jadi selebriti yang tenar dan dikagumi semua orang dalam waktu sesingkat-singkatnya. Namun seiring waktu kita jadi dewasa, kita tahu bahwa ada banyak hal lain yang seharusnya dikejar selain soal ketenaran. Semakin dewasa, saya kira kita juga semakin sabar menjalani proses.

Sebelum ada yang protes, saya pakai kata ‘dewasa’ ya; bukan tua…

Sumber: Team Liquid
Sumber: Team Liquid

Idealnya, bagi saya pribadi, kualitas dan kuantitas (baik itu user ataupun content) itu berbanding lurus. Namun demikian kesulitannya adalah standar kualitas itu juga yang mungkin berbeda-beda, sesuai dengan pengalaman masing-masing individunya.

Saya juga sebenarnya percaya bahwa industri (baik pelaku ataupun pasar) apapun itu juga lambat laun akan semakin dewasa, yang membedakan hanyalah soal waktu; siapa sajakah yang lebih dulu dewasa. Namun demikian, kita sebagai bagian dari pelaku ataupun pasar esports Indonesia, kita juga bisa memilih untuk mengambil peran dalam mendewasakan industri.

4. Skill komersial pemain masih yang perlu diasah

Seperti yang pernah saya tuliskan juga saat saya mencoba mengurai permasalahan ekosistem Dota 2 di Indonesia, tren gadis-gadis yang jadi pemandu sorak di ekosistem esports Indonesia ini juga terkait dengan minimnya skill komersial para pro player esports di Indonesia.

Dokumentasi: DreamHack
Dokumentasi: DreamHack

Pasalnya, di luar negeri, peran-peran brand ambassador itu justru tidak jarang juga dipanggul oleh para pemain timnya. Gary mencontohkan jika Fnatic punya pindaPanda dan iceiceice yang bisa mempromosikan brand tim tersebutMereka bisa jadi icon tim tersebut meski jabatannya bukan BA. Sedangkan Yohannes juga menambahkan para icon dari tim olahraga yang juga bisa memainkan peran sebagai BA, seperti Ronaldinho untuk Barcelona ataupun Magic Johnson untuk LA Lakers.

Di Indonesia sendiri, memang sayangnya belum banyak para pemain yang punya kemampuan dari sisi komersial tadi. Jika saya harus memberi contoh, 2 nama pemain Indonesia yang langsung muncul di kepala saya adalah Richard Permana dari TEAMnxl> dan JessNoLimit dari EVOS Esports. Keduanya berperan aktif berinteraksi dengan komunitas ataupun media membawa bendera timnya masing-masing, sebagaimana peran BA yang semestinya – bukan hanya sebatas jadi bintang iklan.

Agustian Hwang, yang merintis perjuangan MET di Indonesia sampai sebesar sekarang ini, mengatakan, “Kesulitannya dari para player yang existing mayoritas belum fokus pada pengembangan diri dari sisi komersialnya.”

Sumber: OhBaby via Instagram
Sumber: OhBaby via Instagram

Saya tahu memang sebenarnya tidak mudah menemukan individu-individu yang punya kapasitas di dua hal yang berbeda, misalnya punya paras yang rupawan tapi juga cukup lincah bermain game seperti ohbaby dari IOG ataupun cukup pintar berbicara seperti Mochalatte di atas. Ataupun, jago bermain game tetapi juga pandai bersikap terhadap media ataupun fans.

Namun demikian, saya sungguh percaya bahwa skill itu bisa dilatih asalkan ada yang mau mengajarkan dan individunya sendiri mau belajar.

Tilikan signifikansi tren gadis-gadis yang jadi BA esports

Setelah tadi saya mencoba menjabarkan kenapa tren ini ada di Indonesia, izinkan saya memberikan opini saya terhadap dampak yang mungkin terjadi.

Pertama, jika boleh saya memberikan masukan, titel BA seharusnya tak lagi diberikan dengan mudah buat yang hanya sekadar jadi bintang iklan. Kenapa? Karena sebutan BA bisa jadi titel dengan kasta tertinggi buat individu-individu yang memang pintar membawa nama baik brand-nya masing-masing.

Sumber: The Verge via Twitter
Sumber: The Verge via Twitter

Dengan jenjang yang jelas untuk orang-orang yang memang serius di sisi branding dan komersialisasi, menurut saya, mereka akan lebih terpacu untuk meningkatkan skill-nya dan lebih aktif berinteraksi (tidak hanya sekadar duduk di pojok ruangan seorang diri atau sekadar foto bersama fans).

Faktanya, justru karena saya percaya ranah ini juga tidak mudah untuk dipelajari, mengumbar titel dengan terlalu mudah justru malah mengurangi keseriusan untuk belajar ataupun malah melecehkan mereka-mereka yang benar-benar punya kapasitas soal ini. Misalnya saja seperti titel wartawan atau jurnalis yang seolah diobral murah meriah buat mereka-mereka bahkan tak tahu kaidah-kaidah jurnalistik yang benar.

Kedua, seperti yang saya ungkapkan di bagian pertama, penggunaan para gadis sebagai talent itu memang berguna sebagai jalan pintas menuju popularitas. Nah, ketakutan saya, jalan pintas ini bisa dianggap jadi solusi permanen.

Misalnya saja, sebuah tim jadi tak lagi fokus mengejar prestasi karena sudah merasa mendapatkan cukup popularitas dan pendapatan dari memanfaatkan kecantikan talent mereka. Sponsor pun juga bisa merasa tak perlu lagi mencari tim berprestasi selama mereka punya gadis cantik yang dilabeli BA tadi.

Memang, faktanya, mengejar prestasi dan popularitas bisa dikerjakan secara bersamaan dan paralel; selama punya sekumpulan sumber daya manusia yang memang punya kapasitas di dua hal tadi. Selain itu, sampai hari ini, menurut saya sendiri kebanyakan tim-tim besar esports Indonesia memang masih mencoba menjalankan keduanya beriringan bersama.

IEM Chicago 2018. Source: ESL
IEM Chicago 2018. Source: ESL

Namun sekali lagi, jalan menuju juara di tingkat internasional itu penuh liku dan jurang terjal. Sebaliknya, ada banyak sekali gadis-gadis muda yang selalu siap diorbitkan jadi selebriti media sosial. Buat saya pribadi, aneh dan ironis saja dilihat jika ada tim esports yang akhirnya hanya sekadar jadi sekumpulan selebriti sosmed namun nihil prestasi.

Ditambah lagi, saya kira perkembangan esports Indonesia juga tidak akan beranjak ke mana-mana jika sudah tidak ada lagi tim-tim yang peduli dengan prestasi di tingkat internasional.

Semoga saja, saya yang terlalu paranoid…

Team Scrypt Juarai ESL Indonesia R6S Community Cup Pertama

Team Scrypt resmi jadi juara Community Cup untuk R6S gelaran ESL Indonesia. Melihat catatan perjalanan di turnamen ini, Scrypt begitu dominan beraksi mengalahkan musuh-musuhnya.

Bahkan di babak finalnya, Scrypt menang dengan skor akhir 21-6. Anda bisa melihat bracket perjalanan Scrypt dari babak 16 besar di screenshot di bawah ini.

Sumber: ESL Play
Sumber: ESL Play

Team Scrypt sendiri mungkin memang harusnya tak boleh mengikuti kompetisi kelas komunitas… Wkwkwkw… Pasalnya, mereka bisa dibilang salah satu dari 3 tim terkuat di Asia Tenggara. Sebelum ini, Scrypt menempati peringkat 3 untuk kualifikasi Raleigh Major wilayah Asia Tenggara. Scrypt juga jadi satu-satunya tim yang berisikan para pemain Indonesia di liga profesional resmi R6S, ESL Pro League.

Bobby Rachmadi Putra, Community Leader dari R6IDN, komunitas yang digandeng ESL untuk menjalankan Community Cup kali ini, memberikan komentarnya tentang kompetisi ini, “thank you banget buat semua tim yang udah daftar dan ikut berkompetisi di turnamen ESL R6S Community Cup Indonesia. Ternyata antusiasmenya ramai sekali ya! Kompetisi ini sangat penting bagi kita untuk mengetahui dan mengerti secara jelas bahwa R6 di Indonesia sudah meluas dengan ramainya event ini. Yang pasti, nantinya bakalan ada event-event menarik lagi dari ESL Indonesia yang bekerjasama langsung dengan community R6IDN. Jadi ditunggu ya guys! Dan 1 lagi, SCRYPT need a nerf!”

Stefano Adrian, Project Manager dari ESL Indonesia, juga kami tanyakan komentarnya untuk kompetisi ini. “Dengan adanya Community Cup R6 pertama kali yang dijalankan dari ESL Indonesia, kami sangat kagum dengan komunitas R6 dengan 32 tim yang mendaftar dan antusiasme para player R6 Indonesia. Ke depannya, kami berencana akan menjalankan tournament ini mungkin ke tingkat yang lebih tinggi lagi.”

Bagaimanakah kelanjutan kerja sama ESL dengan esports R6S di Indonesia? Apalagi mengingat ESL adalah EO yang ditunjuk Ubisoft untuk menjalankan scene esports R6S di tingkat global.

Nike Teken Kontrak Kerja Sama dengan FURIA, Organisasi Esports asal Brazil

Organisasi esports asal Brazil, FURIA, mengumumkan kerja sama jangka panjang bersama Nike. Seragam baru hasil kerja sama antar keduanya ini dikenakan pada tanggal 2 Juli 2019, pada gelaran esports CS:GO, ESL One Cologne.

Kolaborasi ini sangat menarik karena 2 hal. Pertama, Nike adalah brand pakaian olahraga (sportswear) terbesar di dunia. Kedua, ini kali pertama Nike kerja sama dengan tim esports. Meski begitu, hal ini bukanlah pertama kalinya Nike melirik ke esports.

Mereka sudah memberikan dukungan kepada pemain legendaris League of Legends (LoL) dari Tiongkok, Jian “Uzi” Zihao di 2018. Selain itu, Nike juga sudah menandatangani kesepakatan rekanan selama 4 tahun dengan TJ Sports untuk liga LoL Tiongkok (LPL).

Dalam artikel yang dirilis di situs mereka sendiriJaime Pádua F. Filho, CEO dari FURIA Esports mengatakan, “kontrak dengan Nike ini bisa dibilang sebagai pionir tersendiri dan menambahkan kredibilitas sekaligus kesinambungan dari proyek kami. Dengan dukungan Nike, kami akan melanjutkan pekerjaan kami mewujudkan banyak impian dan membentuk atlet-atlet hebat dengan kerja keras, talenta, dan daya juang. Kami sudah berhasil menjalankan ini di CS:GO dan kami berharap bisa mengaplikasikannya ke aspek lainnya.”

Selain CS:GO, FURIA sendiri memang punya beberapa divisi game sseperti PUBG dan Dota 2. Selain itu, mereka juga punya FURIATV yang diklaim sebagai kanal streaming terbesar di dunia yang dimiliki oleh tim esports.

Sumber: Dexerto
Sumber: Dexerto

FURIA sendiri memang bisa dibilang tim CS:GO yang cukup besar dari Amerika Latin. Namun demikian, tim yang dibentuk pada bulan Agustus 2017 ini belum pernah menorehkan sejarah sebagai juara Major (karena baru Cloud9, tim di luar Eropa, yang pernah menjadi juara Major CS:GO).

Menurut statistik sendiri, pada saat artikel ini ditulis, FURIA berada di peringkat 7 dunia, menurut versi HLTV.

Lalu, kira-kira bagaimana dengan di Indonesia ya? Sampai hari ini, mungkin peluang terbesar kerja sama antara brand industri olahraga dan esports di Indonesia ada di Bali United, tim sepakbola yang punya IOG Esports. Pasalnya, mereka harusnya sudah punya kedekatan dengan brand-brand olahraga besar yang ada di Indonesia.

[Opini] Melihat Lebih Jauh tentang Polemik MPL ID Season 4

Belakangan ini memang muncul sebuah polemik baru di industri/ekosistem esports Indonesia. Polemik itu adalah soal sistem liga franchise dari MPL ID Season 4 (S4) yang diterapkan Moonton di esports Indonesia.

Berhubung akan terlalu panjang jika harus menjelaskan sistem franchise ini, Anda bisa membaca dulu artikel yang telah kami rilis sebelumnya: Mengupas Seputar Liga Esports Berbayar, Sistem Liga Franchise.

Saya rasa saya tak perlu panjang lebar juga menjelaskan soal pro kontranya, karena Anda bisa menemukannya di media game lainnya. Di sini, saya hanya ingin menuangkan pendapat saya tentang sistem franchising esports yang diterapkan untuk MPL ID S4.

Jadi, langsung saja kita masuk ke topik pembahasannya.

Keuntungan adalah motivasi utama sebuah industri tetap berjalan

Faktanya, esports adalah sebuah bentuk industri. Berarti, esports haruslah memberikan keuntungan buat para pelakunya; termasuk tim, EO, player, talent, media, sampai publisher-nya.

Sistem franchising liga yang diterapkan ini adalah salah satu cara para pelaku esports mendapatkan keuntungan. Tim esports ataupun event organizer memang sudah terlihat jelas dari mana asal pendapatan dan keuntungannya. Namun bagaimana dengan publisher/developer game-nya?

Game Free-to-Play seperti Mobile Legends: Bang Bang (MLBB) memang punya sistem bisnis micro-transaction (in-app purchase) namun saya kira itu beda urusan dan beda kebutuhan dengan esports-nya. Setidaknya, mereka juga butuh orang-orang baru yang khusus menggarap esports. Sumber Daya Manusia (SDM) orang-orang esports ini juga tentunya butuh kapasitas dan kemampuan yang berbeda dengan yang berperan sebagai publisher/developer game.

Itu tadi masih soal kebutuhan SDM. Masih banyak lagi kebutuhan soal esports yang butuh dana besar agar dapat berjalan dengan baik.

Kemenangan ONIC di MPL ID S3
Kemenangan ONIC Esports di MPL ID S3

Untuk apa publisher game menggarap esports jika mereka tidak diuntungkan? Justru saya malah lebih takut jika Moonton tak bisa mendapatkan keuntungan dari esports Indonesia dari tahun ke tahun. Karena mereka bisa saja jera dan berhenti fokus pada esports.

Ingat Vainglory…?

Saya sudah berkarier di industri game Indonesia sejak 2008. Jadi, saya juga sudah melihat masa kejayaan ataupun kemelorotan sejumlah publisher game di Indonesia. Kawan-kawan saya yang tadinya bekerja untuk publisher-publisher tersebut pun akhirnya harus rela kehilangan pekerjaan karena perusahaannya tak mampu menemukan cara baru untuk terus meraih laba.

Sistem liga berbayar adalah salah satu cara saja untuk mendapatkan keuntungan dari esports. Kita bisa lihat ada strategi lain yang digunakan namun tujuannya tetap sama: profit!

Buat yang tahu Dota 2, Anda seharusnya tahu apa itu The International (TI). Kenapa Valve rajin sekali mengadakan TI setiap tahun? Salah satunya saya yakin karena keuntungan besar yang mereka dapatkan dari penjualan Battle Pass untuk setiap TI.

Sumber: Dota 2
Sumber: Dota 2

Tahukah Anda bahwa total hadiah (prize pool) untuk setiap TI itu hanya 25% dari total penjualan Battle Pass? Hitungan kasarnya, jika ada tambahan prize pool sebesar US$25 juta untuk TI, nilai total pendapatan Valve dari Battle Pass adalah US$100 juta. Lalu di mana uang sisanya yang senilai US$75 juta? Sebagian tentunya digunakan untuk menggelar event megah tadi namun sebagian juga jadi keuntungan untuk Valve.

Sekali lagi, ini industri. Bagaimanapun juga keuntungan (laba) perusahaan adalah salah satu tolak ukur paling penting dalam mengukur keberhasilan setiap pelaku industri; lebih penting daripada sekadar popularitas atau jumlah penggunanya.

Selain itu, andaikan Moonton dan para pelaku yang terlibat dengan MPL ID S4 sukses besar, cerita ini bisa (dan mungkin harus dipastikan) terdengar di industri esports dunia. Jika Moonton benar-benar dapat meraih keuntungan besar dari esports Indonesia, saya yakin banyak publisher/developer di luar sana yang ikut tertarik menggarap esports tanah air. Semut mana yang tidak akan mendatangi tempat gula berada?

Faktanya, pasar esports Indonesia dilihat tidak menguntungkan buat para developer/publisher internasional; makanya tidak pernah dilirik karena pasarnya dianggap punya daya beli yang rendah. Sepanjang karier saya sampai hari ini, saya belum pernah dengar ada kabar bahwa Valve, Blizzard, EA, dan raksasa-raksasa publisher/developer lain mau mendirikan kantor dan serius menggarap pasar di Indonesia.

Jika berkaca dari sejarah, cerita sukses industri game sebenarnya pernah terjadi di Indonesia. Saya masih ingat betul tahun 2009, saat Point Blank (PB) sukses meraih untung besar dari pasar gamer Indonesia. Buktinya, setelah PB, jadi banyak publisherpublisher Korsel lain yang masuk Indonesia karena tergiur dengan keuntungan yang bisa mereka raih.

RRQ.O2 as MPL ID S2 champion. Source: MLBB
RRQ.O2 as MPL ID S2 champion. Source: MLBB

Namun demikian, cerita sukses itu hanyalah soal in-app purchase (micro transaction) dari game-game Free-to-Play; bukan soal keuntungan yang bisa diraih dari menggarap esports Indonesia. Makanya, sampai sekarang pun Indonesia sebenarnya masih jadi target pasar utama game-game buatan ataupun rilisan Korsel dan Tiongkok (meski jadi bergeser ke platform mobile).

Justru dengan sistem liga berbayar yang ingin dicoba oleh Moonton ini, menurut saya pribadi, yang sebaiknya kita lakukan sebagai bagian dari ekosistem dan industri esports tanah air adalah mendukung penuh (agar sukses), mengawasi, dan memastikan cerita sukses itu terdengar ke seluruh penjuru dunia. Dengan tujuan memancing lebih banyak pelaku esports dunia melirik pasar Indonesia.

Antara Investasi, Penjual, dan Pembeli

Jujur saja, waktu saya mendengar kabar liga berbayar ini pertama kali, saya juga cukup skeptis melihat besaran angkanya. Namun karena kebetulan saya mendapatkan banyak bocoran soal ini, saya jadi lebih optimis.

Istilah dan kerangka berpikir yang ditawarkan oleh mereka-mereka yang kontra itu memang membeli kursi agar bisa bermain di MPL ID S4. Namun faktanya tidak hanya itu, karena ada profit sharing (bagi hasil) juga yang dijanjikan. Jadi, perspektif dan terminologi yang bisa dibilang lebih optimis (positif) adalah ‘biaya investasi’.

Nah berbicara soal investasi, mereka-mereka yang memang punya pengalaman bisnis cukup lama tentu tahu bahwa tidak ada yang namanya investasi dengan resiko 0%. Semua bentuk investasi pasti punya nilai resikonya masing-masing. Bahkan beli rumah ataupun menabung di bank juga punya resikonya sendiri. Katanya, pelihara tuyul pun pasti ada resikonya… Nyahahahaha

Menurut bisikan dari rumput-rumput yang bergoyang, sudah lengkap juga 8 tim yang sudah membayar sebagian dari biaya investasi itu. Sayangnya, untuk daftar lengkap tim-timnya, kita harus menunggu pengumuman resmi dari Moonton. Walaupun, (saya kasih clue) jika Anda melihat pergolakan bursa transfer tim MLBB dan Anda cukup pintar, terlihat juga tim-tim mana saja yang sudah mempersiapkan diri.

Sumber: MPL
Sumber: MPL

Jika desahan-desahan di bawah meja yang tadi saya dengar itu benar, hal ini berarti memang nilai investasi yang disebutkan itu ada pasarnya. Jika penjual dan para pembelinya sepakat dengan harga yang ditawarkan, kenapa kita yang pihak ketiga harus protes?

Ibaratnya, sepatu itu juga ada yang harganya sampai Rp4 juta. Ada action figure yang harganya puluhan juta juga. Ada mobil yang harganya bahkan sampai milyaran. Desktop PC yang saya gunakan juga total harganya lebih dari Rp30 juta. Kalaupun Anda tidak mau/mampu membeli tawaran itu, bukan berarti Anda harus protes juga minta turunkan harga.

“Turunkan harga Bugatti Chiron jadi belasan juta Rupiah!”

Ditambah lagi, jika ada sepatu seharga Rp4 juta, bukan berarti tidak akan ada juga sepatu seharga Rp200 ribu… Saya kira Moonton juga sadar betul dengan hal ini. Dengan MPL yang pakai sistem tertutup (baca penjelasannya di artikel kami sebelumnya) dan ditujukan untuk kasta tertinggi, saya yakin akan ada turnamen-turnamen lain untuk kasta yang lebih rendah.

Sekarang juga ada 3 tingkatan turnamen resmi dari Moonton sendiri, dari MSC yang paling tinggi, MPL, sampai MIC (Mobile Legends Intercity Championship).

Apalagi, saya juga yakin para petinggi tim-tim esports yang sudah menyanggupi untuk membiayai investasi tadi juga bukan orang-orang bodoh. Mereka pasti akan aktif mengawasi dan memberikan segudang tuntutan kepada Moonton (karena posisi mereka sekarang jadi investor untuk MPL ID). Mereka juga pasti tahu butuh ajang kompetisi yang lebih rendah untuk mencari bibit-bibit baru yang disiapkan untuk regenerasi pemain-pemain lama.

Dokumentasi: Hybrid
Dokumentasi: Hybrid

Akhirnya, saya sendiri juga sebenarnya setuju dengan Yohannes Siagian, Vice President EVOS Esports, yang kami mintakan pendapatnya di artikel sistem liga franchisebahwa kita masih belum bisa melihat dampaknya positif atau negatif di Indonesia karena memang belum pernah diterapkan.

Meski begitu, saya juga melihat sistem ini juga bisa mendewasakan industri esports tanah air. Kenapa? Karena higher stakes and risks yang memaksa para pelaku industri yang terkait lebih cermat dan berhati-hati dalam mengambil keputusan.

Plus, peluang kesuksesan liga berbayar yang mungkin mampu menarik lebih banyak pelaku industri global ke Indonesia itu terlalu berharga untuk dilewatkan begitu saja…

Daftar Tim yang Pastikan Slot Closed Qualifier TI9. BOOM ID is In!

Hari ini (1 Juli 2019), Wykrhm Reddy, tokoh dari komunitas Dota 2 internasional mengumumkan daftar tim peserta yang mendapatkan undangan ke Closed Qualifier TI9 untuk berbagai wilayah.

Berikut ini adalah daftar tim dan masing-masing wilayahnya:

Asia Tenggara:

  • Mineski
  • BOOM ID

Tiongkok:

  • EHOME
  • RNG
  • Team Aster
  • Team Sirius

CIS:

  • Gambit Esports
  • NA’VI
  • Team Spirit
  • Team Empire
  • Winstrike Team

Eropa:

  • The Final Tribe
  • Chaos

Amerika Utara:

  • J.Storm
  • Forward Gaming
  • compLexity
  • Beastcoast

Amerika Latin:

  • paiN Gaming
  • Team Ham
  • Team Anvorgesa
  • Thunder Predator
Sumber: Wykrhm Reddy via Twitter
Sumber: Wykrhm Reddy via Twitter

Dari Closed Qualifier ini,  hanya ada 1 kursi dari masing-masing wilayah untuk diperebutkan ke kompetisi Dota 2 paling megah sedunia, The International 9 (TI9). Karena itulah, hanya ada 6 slot tersisa buat mereka-mereka yang ingin bertanding dengan 12 tim terbaik dunia yang sudah mengamankan kursi mereka lewat perolehan DPC poin, musim 2018-2019.

12 tim yang berhak mendapatkan undangan langsung ke TI9 adalah sebagai berikut:

  1. Team Secret
  2. Virtus.pro
  3. Vici Gaming
  4. Evil Geniuses
  5. Team Liquid
  6. PSG.LGD
  7. Fnatic
  8. Ninjas in Pyjamas
  9. TNC Predator
  10. OG
  11. Alliance
  12. Keen Gaming
Sumber: Wykrhm Reddy via Twitter
Sumber: Wykrhm Reddy via Twitter

Peluang BOOM ID ke TI9?

Jika melihat peta persilatan Asia Tenggara musim ini, faktanya, inilah peluang terbesar BOOM ID untuk membawa 5 pemain Indonesia merasakan megahnya kompetisi Dota 2 terakbar di alam semesta.

Kenapa? Karena 2 tim unggulan dari Asia Tenggara musim ini, TNC Predator dan Fnatic sudah memastikan lolos lewat jalur DPC. Maka dari itu, dua tim besar Asia Tenggara yang tersisa punya peluang besar untuk lolos ke ajang utama yaitu Mineski dan BOOM ID.

Jika berbicara soal sejarah, Mineski mungkin memang punya rekam jejak yang lebih baik. Mineski pernah jadi juara Major saat memenangkan DAC (Dota 2 Asia Championship) 2018. Dari sejarah pertarungan keduanya, Mineski juga lebih banyak menang saat bertemu BOOM ID.

Namun begitu, sejarah mencatat BOOM ID juga pernah membukukan setidaknya 3 kemenangan melawan tim asal Filipina tadi.

Sumber: Gosugamers.net
Sumber: Gosugamers.net

Ditambah lagi, faktanya, dibanding dengan TNC dan Fnatic, Mineski yang saat ini memang bisa dibilang lebih lemah. Karena itulah, BOOM ID sendiri juga sebenarnya punya peluang untuk mengalahkan kembali dan merebut kursi kehormatan buat kawasan Asia Tenggara.

Marzarian “Owljan” Sahita, General Manager dari BOOM ID yang saya hubungi sempat memberikan komentarnya mengenai kesempatan Closed Qualifier ini.

“Lumayan berdebar-debar karena tentunya kita semua yang ada di BOOM ID, atau bahkan para pecinta Dota 2 Indonesia, berharap Dreamocel, Jhocam, Khezcute, Fbz & Mikoto bisa kembali membuat rekor bukan hanya sebagai player; tapi juga tim yang terdiri dari 5 orang Indonesia pertama yang mampu masuk ke The International. Hal ini mungkin terlihat sederhana, tapi menurut saya, impact-nya akan sangat berpengaruh terhadap scene esports di Indonesia jikalau BOOM ID berhasil lolos.” Terang Ojan, sapaan akrab kawan saya yang satu ini.

Ojan saat jadi pembicara untuk Hybrid Day di SMA 1 PSKD. Dokumentasi: Hybrid
Ojan saat jadi pembicara untuk Hybrid Day di SMA 1 PSKD. Dokumentasi: Hybrid

“Kalau berbicara soal peluang, semua bisa dibilang relatif. Namun demikian, kita optimis dengan pengalaman dan chemistry yang telah dibentuk cukup lama ini bisa menjadi salah satu keunggulan. Dari sisi teknis, kita juga sudah mempersiapkan coach dan analyst serta memberikan waktu kepada tim Dota 2 untuk lebih fokus ke latihan.” Tutup sang General Manager yang kabarnya sedang cari pacar ini… Eh…

Tak lengkap juga sepertinya jika saya tidak menghubungi Brando Oloan, sang Manajer Tim BOOM ID untuk Dota 2. “Ini memang peluang terbesar Indonesia buat ke TI. Tahun ini, kita juga sudah melakukan banyak persiapan. Kita siap! Gua PEDE!” Ujar Brando semangat.

The International 2019 - Schedule
Sumber: Wykrhm Reddy via Twitter

Akhirnya, Anda bisa melihat jadwal di gambar di atas jika ingin mendukung dan menonton langsung perjuangan kawan-kawan kita dari BOOM ID. Namun sebelum Closed Qualifier (Regional Qualifiers), ada juga Open Qualifier buat tim-tim Asia Tenggara ataupun Indonesia lainnya.

Apakah tim-tim Indonesia lainnya juga bisa mendapatkan kesempatan bertanding di Closed Qualifier, seperti PG.Barracx, EVOS Esports, dan kawan-kawannya? Bagaimana perjuangan BOOM ID nanti? Apakah mereka benar-benar dapat membawa nama Indonesia ke panggung megah TI9? Kita doakan saja ya.

Aerowolf Juarai Kualifikasi Raleigh Major SEA, Tim Indonesia Peringkat 3

28 Juni 2019, Aerowolf akhirnya berhasil menjuarai kualifikasi Raleigh Major regional Asia Tenggara setelah mengalahkan Xavier Esports dari Thailand.

Aerowolf sendiri sebenarnya merupakan organisasi esports asal Indonesia namun roster tim R6S (Rainbow Six: Siege) mereka terdiri dari pemain-pemain luar negeri, Tiongkok, Malaysia, Singapura, dan Taiwan. Meski demikian, semua pemain mereka saat ini memang sedang kuliah dan berdomisili di Singapura.

Tim Indonesia yang memang berisikan para pemain Indonesia, Team Scrypt, juga sebenarnya berhasil melangkah sampai Lower Bracket Final. Sayangnya, mereka harus tumbang melawan Xavier. Meski begitu, prestasi dan perjuangan mereka tetap tak bisa dipandang sebelah mata karena mereka bisa finis top 3 di tingkat Asia Tenggara.

Ketiga tim ini, Xavier, Aerowolf, dan Scrypt, juga memang sebenarnya bisa dibilang yang terkuat di peta persilatan R6S Asia Tenggara.

Dengan kemenangan mereka di kualifikasi ini, Aerowolf, tidak bisa langsung masuk ke Raleigh Major. Mereka harus kembali bertanding untuk kualifikasi APAC melawan tim-tim Jepang, Korea Selatan, Australia-Selandia Baru (ANZ).

Berikut ini adalah tim-tim yang akan berlaga di kualifikasi APAC untuk Raleigh Major:

  • Aerowolf (Regional Asia Tenggara)
  • Cloud9 (Regional Korea Selatan)
  • CYCLOPS Athlete Gaming (Regional Jepang)
  • 0RGL3SS/Oddity (Regional ANZ)

Dari 4 tim yang berlaga, hanya ada 1 slot yang diberikan untuk ke ajang utama Raleigh Major. Meski demikian, ada 3 slot tim yang diberikan untuk regional APAC. 2 tim APAC lainnya yang langsung mendapatkan invitation adalah Nora-Rengo (Regional Jepang) dan Fnatic (Regional ANZ).

Menurut Ajie “WildLotus” Zata, pemain dan manajer Team Scrypt, final kualifikasi APAC nanti adalah antara Aerowolf melawan 0RGLESS. Namun Aerowolf yang akan memenangkan pertandingan final tadi. “Aerowolf saat ini memang sedang bagus-bagusnya dan bisa dibilang yang terbaik di Asia Tenggara sekarang. Mereka bahkan sempat mengalahkan telak jagoan Korsel, Cloud9, di Pro League APAC Final.”

Untuk main event Raleigh Major, yang akan digelar di kota Raleigh, Amerika Serikat (tanggal 12-18 Agustus 2019), ada 16 tim yang akan bertanding dengan pembagian sebagai berikut:

  • 1 juara Six Invitational 2019: G2 Esports (EU)
  • 8 finalis Pro League Season IX:
    • Evil Geniuses (NA)
    • DarkZero (NA)
    • Team Empire (EU)
    • LeStream Esport (EU)
    • FaZe Clan (LATAM)
    • Immortals (LATAM)
    • Fnatic (APAC)
    • Nora-Rengo (APAC)
  • 4 tim hasil Open Qualifier:
    • Amerika Utara (TBD)
    • Eropa (TBD)
    • Amerika Latin (TBD)
    • Asia-Pasifik (TBD)
  • 1 juara Allied Esports Vegas Minor (Team Secret)
  • 1 juara DreamHack Valencia (TBD)
  • 1 tim undangan dari negara tuan rumah (TBD)

Raleigh Major sendiri akan menyuguhkan total hadiah sebesar US$500K (sekitar Rp7,2 miliar) dengan pembagian hadiah sebagai berikut:

  • Juara 1: US$200.000
  • Juara 2: US$80.000
  • Juara 3 – 4: US$40.000
  • Juara 5 – 8: US$20.000
  • Juara 9 – 12: US$10.000
  • Juara 13 – 16: US$5.000

Apakah Aerowolf benar-benar bisa juara di kualifikasi APAC dan bertemu dengan 15 tim R6S terbaik dari seluruh penjuru dunia?

Rainbow Six: Siege Raleigh Major
Sumber: Ubisoft

Luminosity Gaming Melebarkan Sayap ke R6S

Setelah TSM (Team SoloMid) masuk ke esports R6S, kali ini giliran Luminosity Gaming (LM) yang turut meramaikan esports FPS besutan Ubisoft. Sama seperti TSM yang mengakuisisi tim yang sudah jadi (Excelerate Gaming), LM juga mengakuisisi tim jagoan asal Amerika Utara; 92 Dream Team.

Roster tim ini saat dibeli terdiri dari Muteeb “PiXeL” Chaudary, Tom “Tomas” Kaka, Richie “Rexen” Coronado, Kian “Hyena” Mozayani, Coal “awD” Phillips, dan coach Anthony “ViiRuS” Ybarra.

PiXeL adalah pemain yang sudah bermain NA Challenger League selama 3 musim. Sedangkan Tomas adalah pemain R6S sejak Season 1 (sekarang Season 10) yang sebelumnya melatih untuk TSM. ViiRuS juga sudah bermain R6S dari Season 1 di console sebelum hijrah ke PC. Hyena adalah sang kapten tim yang sebelumnya bermain CS:GO. Rexen merupakan sang entry fragger untuk LM saat ini. Bersama dengan Hyena, Rexen berhasil memanjat rank T3 ke tingkat Pro League hanya dalam waktu 6 bulan. Terakhir ada awD, pemain R6S yang sebelumnya jadi atlit atletik saat ia masih sekolah.

Di artikel yang dirilis oleh LM di situs mereka sendiri, Steve Maida, President of Luminosity Gaming, sempat memberikan komentarnya. “Kami sangat kagum melihat perkembangan Pro League R6S. Tak hanya soal jumlah penontonnya tapi juga bagaimana pendekatan Ubisoft dalam menciptakan ekosistem esports yang stabil. Ekosistem adalah satu aspek yang mendukung pertumbuhan sehat bagi para pemain dan organisasinya. Kami sungguh tidak dapat menemukan tim yang lebih baik dari 92 Dream Team. Mereka adalah sekumpulan anak muda yang hebat yang berhasil meraih pencapaian dengan sumber daya yang sangat terbatas. Kami tak sabar melihat mereka terbang dan menjulang tinggi membawa bendera Luminosity Gaming.”

Dengan demikian, LM otomatis turut meramaikan Pro League R6S wilayah NA (North America) bersama dengan EG dan TSM. Untuk tambahan informasi, tim Indonesia sendiri juga ada yang turut meramaikan Pro League R6S, yaitu Team Scrypt, di wilayah APAC (Asia Pacific).

Sumber: ESL
Sumber: ESL

Buat yang belum tahu, Luminosity Gaming sendiri merupakan organisasi esports yang mengawali perjalanan mereka di CS:GO dan cukup berprestasi di scene ini. LM sendiri juga pernah menjadi rumah bagi streamer dan pemain Fortnite paling populer di dunia, Tyler “Ninja” Blevins.

LM juga baru-baru ini melakukan ekspansi ke Apex Legends sebelum ke R6S.