Kualifikasi PUBG SEA Championship Season 2 Dibuka, Siapakah Yang Bakal Wakili Indonesia?

PUBG SEA Championship kembali hadir tahun 2019 ini. Tahun lalu, kompetisi ini menjadi jalan bagi Juggernaut Fortissimus (yang akhirnya menjadi bagian dari tim Aerowolf), bertanding di tingkat Asia dalam gelaran PUBG Asia Invitationals 2019.

Tahun ini, PUBG SEA Championship kembali menjadi jalan untuk bertanding di tingkat global. Indonesia, lagi-lagi mendapat kesempatan untuk turut bertanding di dalam kompetisi tersebut, lewat gelaran kualifikasi. Digelar oleh MET Events, kualifikasi Indonesia dari PUBG SEA Championship Season 2: akan diadakan pada 22-23 Juni mendatang.

Indonesia sebagai salah satu negara yang cukup terpandang di kancah kompetisi PUBG secara internasional, mendapat kesempatan yang cukup besar, berupa 3 slot untuk menuju ke gelaran PUBG SEA Championshipo 2019.

Bicara soal scene PUBG di Indonesia, tentunya kita tidak bisa melewatkan nama Aerowolf. Terakhir kali, mereka sudah mencapai tingkat internasional, bertanding dalam gelaran FACEIT Global Summit PUBG Classic 2019. Walau tidak jadi juara, torehan prestasi mereka cukup baik, bahkan sempat beberapa kali mendapat chicken dinner.

https://twitter.com/FACEITPUBG/status/1119998335107194881?s=19

“Kalau bicara untuk kualifikasi Indonesia, on paper, harusnya RRQ dan Aerowolf yang lolos. Tapi apakah ada strategi rahasia di balik padamnya scene PUBG Indonesia? itu saya sendiri juga nggak tahu ya.” jawab Arwanto “WawaMania” Tanumiharja, shoutcaster yang juga dianggap sebagai sosok pengamat kancah kompetitif PUBG di Indonesia.

Memang, jika bicara soal tim PUBG di Indonesia, dua tim tersebut masih jadi yang terdepan sampai saat ini. Secara historis, prestasi RRQ sebenarnya cukup tertinggal dibanding dengan Aerowolf, terutama secara tingkat internasional. Tapi kalau secara lokal Indonesia? Jangan tanya lagi, masih banyak yang cukup segan dari permainan rotasi serta bidikan dari Muhammad “CoppinLee” Alviansyah dan kawan kawan.

“Kalau RRQ memang disegani karena beberapa faktor. Pertama, mereka nggak ganti-ganti member tim. Kedua, mereka juga sudah teruji lewat kompetisi PUBG Asia Invitational kemarin. Jadi secara kerjasama, aim dan mentalitas pemain, RRQ sudah punya bukti nyata” Wawa membahas soal RRQ di kancah PUBG Indonesia

Sumber: Dokumentasi Resmi PUBG Mobile
Arwanto “WawaMania” Tanumihardja, shoutcaster yang kerap mengamati kancah kompetitif PUBG di Indonesia. Sumber: Dokumentasi Resmi PUBG Mobile

Mengingat ini adalah kualifikasi terbuka, semua tim punya kesempatan yang sama untuk memperebutkan kesempatan bertanding di Asia Tenggara. Pertanyaannya, akankah ada kejutan datang dari pemain-pemain PUBG Indonesia lain?

“Kalau bicara soal tim lain, mungkin bisa jadi tim Iconic atau Ghost Alliance. Kalau Iconic itu timnya Boneng dari Surabaya, dia ex-pemain PB. Kalau Ghost Alliance, dia pernah jadi wakil Indonesia bertandang ke Thailand dalam kompetisi besutan HP Omen.” Jawab Wawa.

Kualifikasi ini pasti akan menjadi sangat keras, setiap peserta punya kesempatan yang sama untuk meraih kesempatan berupa pengalaman bertanding dengan tim PUBG kelas dunia. Nantinya, 3 tim Indonesia terbaik dari kualifikasi akan bertanding dalam gelaran PUBG SEA Championship Season 2 Bangkok pada 29-30 Juni 2019 mendatang.

PUBG SEA Championship ID Qualifier
Sumber: Rilis Resmi MET

Setelah dari gelaran PUBG SEA Championship, jenjang pertandingan akan belanjut menuju ke kompetisi global yang bertajuk MET Asia Series: PUBG Classic pada 26-28 Juli 2019 mendatang. Mari kita doakan semoga mereka yang terbaik dapat mewakili Indonesia di tingkat Asia Tenggara dan juga dapat mewakili Indonesia di kancah PUBG tingkat internasional!

Team SoloMid Rambah Esports Rainbow Six: Siege, Akuisisi Roster Excelerate Gaming

Dunia esports Rainbow Six: Siege semakin ramai saja dengan masuknya sebuah organisasi ternama, yaitu Team SoloMid (TSM). Tim yang satu ini memang sudah lama dikenal aktif di dunia shooter, termasuk judul-judul esports ternama seperti Counter-Strike: Global Offensive dan Fortnite. Masuknya Team SoloMid ke Rainbow Six: Siege bisa dibilang merupakan perkembangan yang natural.

Roster pertama Team SoloMid untuk Rainbow Six: Siege terdiri enam orang mantan pemain tim Excelerate Gaming yang melepaskan divisi Rainbow Six pada tanggal 22 Mei lalu. Mereka adalah:

  • Matthew “Achieved” Solomon
  • Khalil “b1ologic” Pleas
  • Jason “Beaulo” Doty
  • Tommy “Krusher” Samuel
  • Bryan “Merc” Wrzek
  • Owen “Pojoman” Mitura (pelatih)

Excelerate Gaming dulunya merupakan pemenang Rainbow Six: Siege Challenger League Season 8, sehingga mereka berhak maju sebagai salah satu partisipan Pro League Season 9 yang merupakan divisi utama. Kemudian di bulan April kemarin, Excelerate Gaming mengakhiri musim dengan posisi peringkat 6, artinya mereka tidak terdegradasi dan akan bermain lagi di Pro League Season 10 mulai tanggal 17 Juni 2019.

“Sungguh sebuah mimpi yang jadi kenyataan bisa bergabung dengan TSM. Kami telah menonton TSM bermain di berbagai game selama beberapa tahun terakhir, dan tidak pernah berpikir suatu hari kami akan jadi bagian dari mereka. Ini merupakan tujuan kami semua—berjuang di Challenger dan berhasil masuk ke Pro League. Kami tak sabar menyambut season mendatang dengan roster ini, dan kami bersyukur akan kesempatan untuk menjadi bagian dari tim dan organisasi ini.” Demikian pernyataan tim TSM Rainbow Six dalam situs resminya.

Divisi Rainbow Six bukan satu-satunya divisi di Excelerate Gaming yang telah resmi dibubarkan. Tim ini juga telah melepaskan divisi Call of Duty mereka, serta menjual slot franchise mereka di Call of Duty World League ke tim Elevate. Saat ini Excelerate Gaming menjadi tim esports yang hanya berkompetisi di cabang PlayerUnknown’s Battlegrounds (PUBG) saja.

Sementara itu bagi Team SoloMid, akuisisi roster Rainbow Six: Siege ini merupakan langkah yang bagus karena Excelerate Gaming telah terbukti memiliki performa yang meyakinkan baik di Challenger maupun di Pro League. Team SoloMid juga dikenal gencar mengorbitkan influencer/streamer, dan di antara keenam anggota divisi Rainbow Six: Siege ini kesemuanya telah memiliki channel sendiri di Twitch. Salah satu pemain yaitu Beaulo bahkan merupakan streamer terkenal yang sudah mempunyai lebih dari 300.000 follower.

Apakah dengan bergabungnya roster baru ini ke Team SoloMid akan membuat mereka lebih berprestasi lagi? Kita tunggu saja aksi mereka di Pro League nanti.

Sumber: Team SoloMid, Dot Esports

IGEC 2019 Bicara tentang Standar Jurnalisme Esports yang Baik dan Benar

Inven Global Esports Conference atau IGEC adalah konferensi tahunan yang diadakan oleh Inven Global dengan satu visi: autentisitas. Mereka ingin menciptakan wadah di mana para pakar industri esports bisa berkumpul dan mendiskusikan topik esports paling mendesak di tahunnya. Tahun 2019 ini, IGEC diadakan pada tanggal 4 Juni di University of California, dan menyajikan berbagai hiburan, kesempatan networking, serta diskusi-diskusi panel yang dihadiri sederet narasumber kawakan.

Ada satu panel diskusi yang sangat menarik perhatian di IGEC 2019, yaitu panel berjudul “Esports Journalism: The Good, The Bad, and The Ugly”. Acara ini dihadiri oleh tokoh-tokoh senior industri esports, termasuk Nick D’Orazio (Director of Strategic Content, Inven Global), Christopher “MonteCristo” Mykles (caster Overwatch League), Duncan “Thooorin” Shields (Esports Journalist of the Year 2017), Richard Lewis (kreator konten, jurnalis esports senior), serta Yoonsup “Locodoco” Choi (kreator konten, mantan pelatih LCS) sebagai moderator.

Inven Global telah merilis transkrip lengkap diskusi panel tersebut, yang bisa Anda baca keseluruhannya lewat tautan ini. Tapi bila Anda merasa membaca transkrip acara sepanjang 45 menit terlalu melelahkan, berikut beberapa intisarinya.

“Jurnalis esports” adalah label yang rancu

Poin pertama yang dibahas dalam panel ini adalah bahwa sebetulnya “jurnalis esports” itu sendiri merupakan label yang cukup aneh. Karena bila kita berbicara tentang esports, cakupannya bisa luas sekali. Kreator konten yang membahas tentang strategi pertandingan dengan detail, dan penulis yang mempublikasikan tentang drama dan gosip tim-tim esports, sama-sama bisa disebut sebagai jurnalis esports.

Richard berpendapat bahwa penting untuk memahami adanya berbagai macam jurnalisme. Mulai dari blog berisi opini, tulisan-tulisan sejarah, serta ulasan game, semuanya bisa dikategorikan jurnalisme. Tapi setiap jenis juga punya level manfaat berbeda-beda. Sekadar repost artikel dan memasang judul-judul clickbait, bobotnya tentu akan berbeda dengan tulisan tentang statistik tim dan strategi permainan.

Seorang jurnalis yang baik punya tanggung jawab untuk menghadirkan konten dengan value yang baik pula. Atau setidaknya berusaha untuk terus meningkatkan kualitas. “Bila Anda melakukan hal sampah itu (jurnalisme value rendah), dan Anda tidak punya keinginan untuk maju ke level berikutnya, saya tidak bisa menghormati Anda,” ujar Richard.

IGEC 2019 - Photo 1
Sumber: Inven Global

Unsur “jurnalis” lebih penting dari unsur “esports”

Mirip seperti banyak karier lainnya, jurnalis juga pekerjaan yang butuh passion. Ketika kita memiliki passion terhadap sesuatu, kita ingin mengerjakan hal itu terus bahkan hingga seumur hidup. Dan kita merasa nyaman apabila telah menjadi bagian dari suatu ekosistem, mendapat banyak kenalan di dalamnya, serta diakui sebagai “teman” oleh banyak pihak.

Akan tetapi seorang jurnalis punya tanggung jawab berat untuk selalu netral dan tidak takut menyampaikan fakta, meskipun mungkin fakta itu bisa membuat kita kehilangan relasi bahkan pekerjaan. Di sini seorang jurnalis esports bisa mengalami konflik batin. Ia mungkin akan berusaha menghindari pemberitaan hal yang buruk bagi ekosistem esports karena merasa merupakan bagian dari ekosistem itu.

Richard berkata bahwa di industri ini, jurnalisme investigatif adalah jenis jurnalisme yang punya value paling tinggi. Jurnalisme seperti ini penting untuk menjaga supaya industri tetap berjalan dengan jujur, tapi juga merupakan pekerjaan yang paling berbahaya sehingga banyak orang takut melakukannya. Terkadang memberitakan sesuatu bisa membuat jurnalis dibenci banyak orang, namun semestinya jurnalis tidak boleh takut akan hal-hal seperti itu.

MonteCristo menambahkan, “Orang-orang yang telah berada di industri ini selama 10 – 15 tahun sadar bahwa industri ini terkadang bisa eksploitatif dan korup. Ini masalah yang besar. Kami melakukan hal ini (jurnalisme investigatif) karena kami sangat peduli tentang esports, dan kami tidak mau terus membiarkan eksploitasi terjadi terus-menerus.”

Giving a voice to the voiceless

Jurnalis adalah pekerjaan yang bisa jadi membuat pelakunya dibenci banyak orang. Tapi yang sering kali orang lupa adalah bahwa seorang jurnalis (yang baik) sebetulnya tidak melakukan hal-hal yang membuatnya dibenci karena memang ia ingin dibenci. Juga bukan karena si jurnalis membenci pihak-pihak yang ia beritakan. Justru sebaliknya.

Industri esports, sebagaimana industri-industri lainnya, digerakkan oleh para pemilik modal dan pemangku kepentingan. Pihak-pihak ini, contohnya perusahaan atau organisasi esports, pada dasarnya adalah sebuah bisnis dan mereka pasti selalu berusaha mendatangkan keuntungan sebesar-besarnya. Terkadang usaha itu merugikan orang lain, dan orang yang dirugikan tidak punya kekuatan untuk melawan.

IGEC 2019 - Photo 2
Sumber: Inven Global

Richard memberi contoh kasus Rick Fox, pendiri organisasi Echo Fox. Rick Fox adalah tokoh besar di dunia esports, dan terkenal sebagai salah satu pionir yang berani mengambil risiko meski para investor belum banyak melirik. Akan tetapi yang tidak banyak orang tahu adalah ternyata Rick Fox diperlakukan buruk oleh investornya sendiri.

Tokoh sebesar Rick Fox pun ternyata bisa mendapat eksploitasi dan ia tak berkuasa melawan karena “musuh” yang ia hadapi adalah pemilik modal. Apalagi para aktor industri lainnya, yang kekuatannya mungkin tidak sebesar Rick Fox. Di sinilah jurnalis berperan menjaga supaya industri esports kembali ke jalan yang benar. Mereka berperan untuk mengekspos hal-hal seperti itu supaya terjadi perubahan. Mereka berperan memberikan suara kepada orang-orang yang tidak memiliki suara.

Thooorin menganalogikan pekerjaan jurnalis seperti adegan di film 300, ketika Leonidas melempar tombaknya dan berhasil melukai Xerxes sang raja Persia. Xerxes memang tidak kalah atau mati. Tapi Leonidas menunjukkan kepada orang-orang bahwa Xerxes bukan dewa, hanya manusia biasa, dan bisa terluka. “Satu luka kecil itu nilainya lebih besar dari yang mungkin Anda bayangkan,” ujar Tooorin.

Kaitan antara motivasi dan jenis konten

Seperti dibahas sebelumnya, jurnalisme itu tipenya bisa bermacam-macam. Demikian pula investigasi bukan satu-satunya wujud jurnalisme yang bisa kita ciptakan. Mungkin seorang jurnalis punya minat yang besar terhadap suatu hal, namun tidak ada orang yang peduli terhadap hal itu. Di sini Thooorin memberi dorongan supaya kita menciptakan tipe konten sesuai dengan apa yang kita sukai.

Thooorin sendiri lebih banyak menciptakan konten bertipe sejarah, dan ia lebih suka menyebut diri dengan label “Esports Historian” daripada jurnalis. Ketika ia baru memulai, tipe konten yang ia buat tidak banyak dicari oleh peminat esports. Tapi ternyata sekarang konten-konten tersebut mendatangkan manfaat. Salah satunya adalah manfaat bagi para atlet yang sudah pensiun.

“Pemain-pemain (yang sudah pensiun) ini tahu bahwa alasan orang-orang mengingat nama mereka adalah karena Anda menulis cerita tentang mereka. Harus ada seseorang di luar sana yang menunjukkan bahwa sejarah itu hidup di masa sekarang,” kata Thooorin. Jurnalis boleh membuat konten dengan tipe apa saja sesuai dengan motivasi yang ia miliki. Tapi yang pasti adalah konten itu harus memiliki value, dan harus dibuat dengan tujuan membuat ekosistem industri esports jadi lebih baik.

Efek media sosial terhadap jurnalisme

“Media sosial secara umum adalah sebuah anugerah sekaligus masalah besar,” kata Richard. Di satu sisi, media sosial membuat kita punya platform sendiri yang bebas dan tidak dikendalikan oleh pihak tertentu. Tapi di sisi lain, kita tidak bisa mengendalikan bagaimana orang-orang di sana menggunakan konten kita. Bisa saja isinya dicatut, dipelintir, atau malah dianggap bohong. “Media sosial adalah mimpi buruk. Bagus untuk discovery (penyebaran konten), tapi tidak untuk selain itu,” tambahnya.

Reddit adalah media sosial yang menurut Richard punya masalah ekstra, karena di Reddit ada sistem moderasi oleh manusia. Padahal moderator itu sendiri isinya adalah orang-orang tak dikenal dari segala penjuru internet yang belum tentu punya kompetensi di bidangnya. Mereka bisa menyensor atau melarang suatu konten tampil di Reddit tanpa alasan yang jelas. Bahkan Inven Global pun saat ini diblokir (shadowbanned) oleh para moderator di subreddit League of Legends.

Meski mungkin tidak separah Reddit, platform media sosial lainnya juga sebetulnya punya masalah serupa. Facebook contohnya, punya kebijakan tersendiri tentang apa yang boleh dan tidak boleh kita post di sana. Twitter pun punya rekam jejak melakukan penghapusan terhadap akun-akun tertentu.

Terhadap kebebasan media dalam menyampaikan informasi, media sosial sebenarnya berdampak buruk. Tapi media sosial juga punya manfaat, utamanya yaitu sebagai tempat untuk membangun brand. “Anda bisa menulis artikel di Medium, dan bila isinya benar, tidak akan ada orang yang menghentikan Anda. Ada banyak contoh bagus akan orang-orang yang menciptakan brand sendiri lewat media sosial,” jelas Nick.

IGEC 2019 - Photo 3
Sumber: Inven Global

Dunia media butuh platform monetisasi yang independen

Apa masalah yang harus diselesaikan oleh dunia jurnalisme di masa depan? Para narasumber panel sepakat bahwa masalah utamanya adalah monetisasi. Industri esports butuh dikritisi dan dijaga, tapi yang jadi masalah adalah kebanyakan platform monetisasi media pun sebetulnya berada di bawah kekuasaan para pemangku kepentingan.

Richard memberi contoh misalnya Twitch. Dulunya Twitch berpotensi jadi solusi akan masalah tersebut, tapi kemudian Twitch dibeli oleh Amazon. Amazon adalah korporasi besar yang bahkan memiliki outlet media sendiri, jadi kita tidak bisa berharap banyak pada kenetralannya.

YouTube pun kini dipaksa oleh Wall Street Journal untuk menghilangkan iklan dari jenis-jenis konten tertentu. Contohnya konten tentang Counter-Strike, dengan alasan karena Counter-Strike adalah game yang mengandung unsur senjata api. Sulit menjaga kenetralan dan independensi bila jurnalis menggantungkan monetisasi pada platform-platform seperti ini.

Richard malah mencetuskan ide, seharusnya platform-platform itulah yang bergerak dengan cara membuat divisi berita sendiri. “Mereka punya begitu banyak uang, jadi mengapa tidak mendirikan divisi berita? Kita butuh platform baru dengan model monetisasi solid yang tak bisa diganggu gugat sehingga para jurnalis bisa melakukan pekerjaannya tanpa perlu memiliki majikan,” ujarnya. Thooorin menambahkan bahwa masalah ini tidak berlaku hanya di esports, tapi juga dunia media secara umum.

Jurnalisme autentik tidak akan pernah mati

Sebagai penutup, para narasumber berkata bahwa penting bagi seluruh penggemar maupun pelaku industri esports untuk selalu mendukung jurnalisme berkualitas, meskipun jurnalisme itu mengekspos kenyataan-kenyataan yang tidak mengenakkan. Karena hanya dengan begitulah kita bisa terus meningkatkan kualitas industri ini.

Sebaliknya, para jurnalis juga harus menjaga integritasnya dan mengedepankan nilai-nilai jurnalisme. Richard berkata, “Pada akhirnya, jika Anda lebih mementingkan aspek esports dibandingkan aspek jurnalisme, ada jutaan hal lain yang bisa Anda lakukan. Sudah jelas Anda bukan jurnalis dan Anda merasa tidak nyaman sendiri suatu saat nanti.”

Para calon jurnalis juga tidak perlu takut untuk menggeluti jurnalisme esports, meskipun hal-hal yang dibahas dari tadi seolah-olah menunjukkan bahwa bidang ini adalah profesi yang sangat tidak enak. Memang akan ada pihak-pihak yang melakukan blacklist. Akan ada orang-orang yang benci, atau berusaha menyetir dan menyingkirkan jurnalis dari dalam industri. Sebagian mungkin berpendapat bahwa “jurnalis esports” akan hilang ketika industri esports sudah membesar, karena pemberitaan esports dicaplok oleh media-media mainstream.

Tapi bagaimana pun juga, jurnalisme yang sesungguhnya tidak akan bisa disingkirkan. Mereka akan tetap bertahan, tetap dibutuhkan orang, dan tetap akan membuat banyak pihak tidak senang. Jurnalis media mainstream boleh saja mencoba menulis tentang esports, tapi (tanpa maksud merendahkan) mungkin pengetahuan yang mereka miliki mengenai industri esports tidak sedalam seorang jurnalis esports sungguhan.

“Orang-orang yang sebenarnya kita butuhkan adalah orang-orang yang sudah berada cukup lama di industri ini untuk menyampaikan cerita-ceritanya. Para penggemar esports bisa mengenali seorang (jurnalis) palsu. Mereka tahu ketika Anda tahu apa yang Anda bicarakan, dan tahu ketika Anda sedang membual,” ujar Thooorin.

Sumber: Inven Global

Srikandi Esports Indonesia Unjuk Gigi di Kancah CS:GO Asia

Selain kemenangan beruntun, kebangkitan para srikandi esports seakan menjadi tema besar lain di kancah Indonesia. Setelah SFI.Queen unjuk gigi dan menjadi runner-up dalam gelaran Mobile Legends FSL Elite, kejutan pun seakan tidak berhenti, kali ini datang dari srikandi esports Indonesia di kancah CS:GO. Memang scene kompetisi game FPS tertua ini terbilang sedang meredup di Indonesia, namun hal tersebut bukan halangan bagi tim Celeste untuk menorehkan prestasi di sana.

Terbentuk dengan cukup dadakan, Aulia “Aphrolyn” Brilian dan kawan-kawan berhasil lolos ke tingkat Asia dalam gelaran ZOWIE DIVINA Women’s Asia CS:GO Championship 2019. Tim ini merupakan roster yang dipimpin oleh Aphrolyn” dan dua punggawa bekas tim FF Gaming, yaitu Risalma “Oreophelia” Agnia serta Monica “Naove” Chavela.

Mengutip dari postingan resmi laman ZOWIE DIVINA, kemenangan Celeste yang disebut sebagai Cinderella story ini benar-benar tidak diduga sebelumnya. Postingan tersebut juga menyebutkan bahwa tim tersebut baru terbentuk beberapa hari sebelum kualifikasi berlangsung. Lebih lanjut membahas soal ini, saya lalu turut berbincang dengan sang kapten tim, Aphrolyn.

Sumber: Facebook ZOWIE DIVINA
Peripheral gaming ZOWIE, lewat brand ZOWIE DIVINA, yang giat mendorong pemberdayaan perempuan dalam esports. Selain kompetisi CSGO, mereka juga pernah menggelar kompetisi PUBG khusus perempuan pada tahun 2018 lalu. Sumber: Facebook ZOWIE DIVINA

Membahas soal lolosnya tim Celeste, Aphrolyn mengakui bahwa mereka tidak menyangka bisa lolos. “Soalnya dari para peserta terdaftar, aku melihat ada beberapa tim yang sudah punya teamwork. Udah gitu, tim kami juga sifatnya cabutan, main bareng berlima cuma dari h-2 kompetisi aja. Saat tanding, kita beneran cuma mengandalkan skill individu aja.” Aprholyn menceritakan pengalamannya saat bertanding di fase kualifikasi.

Seperti yang Anda baca, benar adanya tim Celeste dibuat secara dadakan oleh Aphrolyn dan kawan-kawan. “Iya tim kita pemainnya cabutan semua, 1 player dari Brunei, lalu sisa dua lagi emang pemain Indo.” Aphrolyn cerita soal komposisi pemain tim Celeste.

“Awalnya aku juga sebenarnya cuma diajak. Kepingin ikut bareng FF Gaming, tapi sayang ada 2 player nggak bisa ikut. Akhirnya Risalma ‘oreophelia’ Agnia dan Monica ‘Naove’ Chavela masuk deh sebagai stand in. Kita sebenarnya cuma niat iseng, eh ternyata bisa lolos ke China, bener-bener berkah yang nggak kita duga.”

Dengan tim yang seadanya, mereka sempat menghadapi musuh yang cukup berat. Hal Itu terjadi ketika pertandingan final kualifikasi tim Celeste. Mereka menghadapi tim bernama Ponyos, tim CS:GO perempuan asal Mongolia. Pertandingan ketika itu berlangsung keras, dengan skor akhir 2-1 dari seri best of 3.

“Itu sebetulnya karena kita suka teledor beberapa kali after pasang C4. Udah gitu kita juga beberapa kali keculik satu persatu, ditambah lagi AWPer musuh memang bermain dengan sangat baik” Aphrolyn menjabarkan keadaan ketika ia melawan Ponyos.

Lolos ke tingkat Asia, Aphrolyn dan kawan-kawan akan bertanding di Shanghai, China pada 20-23 Juni 2019 mendatang. “Kita sih persiapannya mungkin lebih banyak main bareng aja, supaya chemistry terbentuk. Sisanya ya paling latihan kaya biasa.” Aphrolyn cerita soal persiapan yang akan dilakukan untuk ZOWIE DIVINA Women’s Asia CS:GO Championship 2019.

Sumber: Facebook ZOWIE DIVINA
Sumber: Facebook ZOWIE DIVINA

Roster Celeste CS:GO

  • Ryona “Tarathiel” Tan
  • Rina “Vulincible” Sufri
  • Risalma “oreophelia” Agnia
  • July “Eisberg” Kusuma
  • Aulia “aphrolyn” Brillian
  • Monica “Naove” Chavela

Pemenang kompetisi di Shanghai juga akan mendapat kesempatan untuk bertanding di Valencia, Spanyol, dalam gelaran DreamHack Showdown. Mari kita doakan agar para srikandi esports Indonesia ini dapat membanggakan nama Indonesia di tingkat kompetisi Asia atau bahkan yang lebih tinggi lagi nantinya. Maju terus srikandi esports Indonesia!

Aerowolf Mobile Legends Lepas 3 Jagoan, Kenapa?

Kemarin (13 Juni 2019), Aerowolf mengumumkan lepas 3 pemainnya sekaligus di hari yang sama. Ketiga pemain yang berpisah dengan Aerowolf tadi adalah:

  • Agung “Billy” Tribowo
  • Fadhil “Rave” Abdurrahman
  • Joshua “LJ” Darmansyah

3 pemain ini sebenarnya layak dianggap papan atas karena mereka lah sang juara Mobile Legends: Bang Bang (MPL) Indonesia Season 1, bersama Watt (Supriadi Dwi Putra) dan G (Afrindo Valentino). Kala itu, mereka masih mengusung nama NXL.

Bagi saya pribadi, kemenangan tim tersebut di S1 juga menjadi momen tak terlupakan yang membuat MPL ID memiliki ceritanya sendiri. Pasalnya, kala itu, tak ada yang menjagokan kelima pemain ini. RRQ, EVOS, dan Bigetron PK mungkin adalah yang digadang-gadang jadi jawara di S1.

Sumber: Aerowolf
Sumber: Aerowolf

Perjuangan mereka di Grand Final S1 memang begitu dramatis: sempat turun ke lower bracket saat bertemu EVOS Esports pertama kali, namun berhasil naik kembali ke upper bracket dan membalas dendam dengan memaksa EVOS Esports bertekuk lutut di partai terakhir.

Berkat prestasi gemilang tadi, satu tim ini pun langsung diboyong ke Aerowolf. Kala itu, mereka terlihat seperti tim paling kompak di antara tim-tim lainnya. Sayangnya, kekompakan mereka tak berlangsung lama. Watt pun pindah ke ONIC di Season 2 (kemudian pindah lagi ke Louvre di Season 3). Sedangkan Afrindo berpisah dengan Aerowolf dan masuk ke EVOS Esports sebelum memasuki MPL S3.

Meski ditinggal Watt di S2, tim ini tetap terlihat konsisten performanya walau memang harus rela melepas gelar juara bertahan. Kehilangan Afrindo di S3, Billy, LJ, dan Rave tetap mampu membuat Aerowolf sebagai tim yang tak bisa dipandang sebelah mata. Sayangnya, tim ini kembali gagal mengulang cerita sukses mereka di S1.

Sumber: Aerowolf
Sumber: Aerowolf

Terlepas dari menyurutnya prestasi mereka dari waktu ke waktu, ketiga pemain ini tetap saja masuk kategori kelas kakap dan punya peluang besar untuk kembali memuncaki dunia persilatan MLBB Indonesia.

Lalu kenapa Aerowolf melepas 3 pemain bintang ini sekaligus, mengingat MPL ID S4 seharusnya akan berjalan setelah MSC 2019 (jika masih mengikuti pola kompetisi MLBB di tahun 2018)?

Menurut penjelasan dari Arwanto Tanumiharja (yang mungkin lebih dikenal dengan panggilan WaWa Mania), Manajer Tim Aerowolf untuk divisi Mobile Legends, kontrak ketiga pemain ini memang sudah habis dan mereka tak ingin memperpanjang.

“Karena kontrak emang habis sih dan mereka ga perpanjang karena mungkin mau mencari peruntungan di tempat lain.” Ujar WaWa seraya berseloroh.

Dengan lepasnya tiga pemain ini, Aerowolf berarti sudah tak lagi memiliki pemain dari angkatan pertama mereka. Namun, terbersit pertanyaan juga bagaimana dengan pemain lainnya, dari angkatan yang lebih baru? Sayangnya, sang Manajer pun hanya ingin membahas soal 3 pemain tadi kali ini.

Sumber: Aerowolf
Sumber: Aerowolf

Lalu bagaimana dengan penggantinya? Sayangnya, WaWa juga belum dapat memberikan penjelasan soal ini namun ia memberikan bocoran soal timeline mereka. “Harusnya (akan diumumkan) sebelum IENC.” Jawab sang Manajer. Jadi, buat para fans Aerowolf, Anda juga bisa mengikuti sendiri perkembangan tim ini lewat Facebook Page ataupun Instagram Aerowolf.

Ke mana ketiga pemain ini akan berlabuh nanti? Saya pun menghubungi salah satu shoutcaster MLBB, Mochammad Ryan Batistuta, yang biasa dikenal dengan nama ‘KB’ untuk menanyakan pendapat dan prediksinya.

“Sayangnya, 3 player Aerowolf ini belum ada kabar akan ke mana. Potensi yang mereka miliki memang kelihatan bagus di Season 1 namun memudar setelah sang kapten (G) serta Watt hilang. Sebenarnya, Aerowolf punya nama baru, Trust, yang bisa jadi potensi besar namun 3 pemain tadi sudah terlanjur keluar.” Jelas KB.

“Ada kemungkinan 3 punggawa Aerowolf ini akan menuju RRQ tapi ini masih prediksi aja sih. Memang belum ada informasi valid soal tim selanjutnya.” Tutup kawan saya yang katanya baru punya pacar baru ini… Eh…

Complexity Gaming dan U.S. Army Luncurkan Kerja Sama untuk Program Esports

Complexity Gaming semakin aktif saja mengembangkan organisasi esports mereka di tahun 2019 ini. Setelah melakukan rebranding besar-besaran—termasuk mengubah ejaan resmi nama tim menjadi tidak lagi menggunakan huruf L besar—dan membangun markas dengan fasilitas-fasilitas canggih, kini mereka menjalin kerja sama dengan angkatan bersenjata Amerika Serikat alias U.S. Army. Hal ini diumumkan Complexity Gaming lewat siaran pers di situs resmi mereka pada hari Kamis, tanggal 13 Juni 2019.

U.S. Army memiliki program yang bernama Better Opportunities for Single Soldiers (BOSS). Program tersebut bertujuan untuk menjaga kesejahteraan serta kualitas moral para prajurit yang single atau terpisah secara geografis dari keluarganya, supaya mereka memiliki ketahanan serta kesiapan lebih tinggi untuk bergabung dalam pertempuran. BOSS memiliki tiga komponen utama yaitu rekreasi, pelayanan masyarakat, serta kualitas hidup.

Lewat kerja sama dengan Complexity Gaming, U.S. Army akan mengintegrasikan esports ke dalam program BOSS. Caranya yaitu dengan menciptakan fasilitas atau kegiatan unik baik di markas Complexity maupun di instalasi-instalasi U.S. Army, supaya para prajurit bisa masuk lebih dalam ke dunia gaming kompetitif, dan para atlet esports bisa menyelami dunia keprajuritan. Pertukaran kultur ini tidak hanya seputar kegiatan keprofesian, namun juga menyentuh aspek kehidupan sehari-hari kedua belah pihak.

GSPC Opening
Peresmian GSPC di bulan Mei lalu | Sumber: Complexity Gaming

“Bekerja sama dengan U.S. Army dan program BOSS adalah momen membanggakan bagi organisasi Complexity,” kata Daniel Herz, Chief Revenue Officer Complexity Gaming. “Kami merasa sangat tersanjung bisa turut mendesain program pengalaman bersama yang mendukung para anggota angkatan bersenjata Amerika Serikat lewat esports.”

Pada tanggal 13 – 16 Juni, atlet-atlet Complexity akan tinggal di markas U.S. Army di Fort Bliss, El Paso, Texas, dan menjalani latihan layaknya para prajurit. Selama tiga hari, para atlet akan mempelajari berbagai ilmu keprajuritan, seperti pelajaran akan disiplin dan ketekunan. Para prajurit juga berkesempatan bertanding melawan para atlet Complexity di beberapa game populer, ditambah lagi dengan beberapa kegiatan lain seperti meet and greet dan giveaway.

Sebaliknya, dari tanggal 28 – 30 Juni nanti beberapa prajurit terpilih akan bergabung dengan atlet-atlet Complexity di markas mereka, GameStop Performance Center (GSPC). Prajurit ini akan mendapatkan pelatihan gaming dari staf Complexity, termasuk latihan kognitif di fasilitas Mind Gym dan penggunaan decompression porch. Di akhir boot camp, para prajurit akan bertanding dalam turnamen esports yang disiarkan langsung di channel Twitch Army Entertainment. Masyarakat juga dapat mengenal para prajurit lebih dekat lewat beragam konten di jalur-jalur media sosial Complexity.

“Program ini adalah kesempatan besar bagi BOSS. Para prajurit akan mengalami apa yang diperlukan untuk menjadi seorang atlet esports profesional, yang mana saya percaya selaras dengan pilar-pilar program BOSS. Kesempatan ini mempromosikan kompetisi yang sehat dan dapat menjadi jembatan untuk acara-acara atau program lain di masa depan,” kata Sersan Staf Adrian Mooney, perwakilan BOSS dari U.S. Army.

Kerja sama antara Complexity dan U.S. Army tidak akan berakhir dalam satu kali program ini saja. Mereka masih akan terus menjalin hubungan untuk mencari dan melaksanakan kegiatan-kegiatan unik seputar esports yang dapat diterapkan sebagai sarana rekreasi para prajurit, untuk membantu menurunkan tingkat stres atau depresi serta meningkatkan rasa percaya diri mereka.

Sumber: Complexity Gaming

Esports Global Fund, Ventura Baru dalam Dukungan Asosiasi Esports Inggris

Esports dewasa ini telah mengubah dunia gaming menjadi sebuah industri hiburan dengan skala global. Dibandingkan olahraga tradisional, esports memiliki beberapa kelebihan antara lain ekosistem yang lebih inklusif, serta tidak terbatas pada ruang dan jarak. Ini berujung pada munculnya model bisnis baru yang lebih cepat dan scalable, serta bertumpu pada teknologi secara signifikan.

Perkembangan industri esports yang pesat pada akhirnya juga memunculkan permintaan yang tinggi dari dunia investasi untuk menemukan strategi yang tepat untuk menanamkan modal di sektor ini. Namun hingga sekarang kebanyakan investasi yang terjadi adalah investasi di perusahaan startup atau perusahaan privat. Sementara belum ada lembaga pendanaan yang bertindak sebagai penyedia modal institusional (institutional capital) yang signifikan.

Esports Global Fund (EGF) berusaha menjawab tantangan tersebut. Ventura baru yang akan diluncurkan pada tanggal 1 Juli 2019 ini terdiri dari sekelompok investor, entrepreneur, financier, serta gamer yang memahami potensi esports, perkembangannya, serta kebutuhannya akan investor-investor yang berpengalaman dan punya ikatan kuat. Menurut klaim mereka, saat ini EGF adalah satu-satunya pengelola investasi (fund) global di bidang esports yang berbasis di Eropa dan bersifat open-ended.

“Tujuan kami adalah untuk menciptakan fund yang belum pernah ada di dunia fund esports, menurut kami itu artinya menggunakan salah satu negara Eropa sebagai markas, mendaftarkan fund di Nasdaq, dan menempatkan diri kami di bawah pengawasan regulator, semuanya sambil menciptakan fund yang open-ended, kekal, dan bersifat liquid sebagian dengan target apresiasi modal jangka panjang,” ujar Investment Director EGF David Martin, dilansir dari GamesIndustry.biz.

Chester King
Chester King, founder dan CEO British Esports Association | Sumber: University of Salford

EGF membuka pengumpulan dana investasi untuk maksimal 150 slot anggota, dengan kontribusi masing-masing investor sebesar minimal 125.000 Euro (sekitar Rp2,01 miliar). Menurut laporan GamesIndustry.biz, saat ini EGF telah mengumpulkan dana sebesar 30 juta Euro, dan sedang dalam negosiasi untuk mengumpulkan 50 juta Euro lagi. EGF sendiri menargetkan nilai aset sebesar 100 juta Euro dalam tiga tahun mendatang.

Ventura ini juga mendapat dukungan penuh dari asosiasi esports Inggris (British Esports Association, BEA). Bahkan CEO BEA yaitu Chester King juga menjabat sebagai penasihat dalam pengelolaan dananya. Dalam pernyataan tujuan di situs resminya, EGF berkata bahwa modal yang terkumpul akan digunakan untuk investasi di beragam vertikal bisnis, termasuk di antaranya bisnis semikonduktor, hardware dan software IT, pakaian, properti (venue), brand, dan properti intelektual.

Banyak pihak belakangan ini mulai mengkhawatirkan bahwa esports hanyalah akan menjadi bubble, bukan industri yang berkelanjutan. Meskipun industri esports diprediksi masih akan terus tumbuh hingga tahun 2021, profitabilitas lembaga-lembaga yang bergerak di bidang esports masih dipertanyakan. Namun para pegiat industri esports juga sudah banyak yang sadar akan hal ini dan menggeser fokus dari pertumbuhan ke sustainabiliy.

Industri esports di tahun 2018 juga semakin diminati oleh para penanam modal karena sudah masuk ke fase kedewasaan. Mudah-mudahan adanya lembaga pendanaan seperti EGF dapat membantu mendorong iklim investasi yang lebih stabil di industri esports. Apalagi mengingat EGF diisi oleh stakeholder dari segala macam aspek berbeda. Investasi di industri esports kita harapkan tidak hanya menjadi “bakar-bakar uang” saja, tapi menjadi suatu investasi yang menghasilkan di jangka panjang nanti.

Sumber: Esports Global Fund, GamesIndustry.biz, British Esports Association

Serius Garap Esports, Pro Evolution Soccer Hadir Dengan Nama Baru Untuk Seri 2020

Gelaran E3 kembali menghadirkan kejutan bagi para penggemar game sepakbola. Setelah pada 8 Juni kemarin EA Sports memberi kejutan lewat FIFA 20 mode VOLTA Football, kali ini kejutan datang dari pesaingnya. Konami, dalam gelaran E3 mengumumkan seri terbaru dari game sepakbola andalannya, Pro Evolution Soccer.

Setelah lama dikenal dengan nama PES, tahun ini Konami memberikan perubahan berarti dari segi nama. Berubah nama menjadi eFootball PES 2020, tahun ini game Pro Evolution Soccer menampilkan penambahan serta perubahan fitur-fitur. Lewat trailer ditayangkan, PES 2020 menawarkan beberapa macam hal. Beberapa di antaranya seperti, mekanik gameplay yang terus berusaha dipoles agar jadi semakin baik, dan juga beberapa mode baru.

Dari segi gameplay ada beberapa hal yang dimunculkan di dalam trailer seperti finese dribble, context-sensitive kick accuracy, skill dan ability baru, serta cara baru untuk bertahan. “Kalau soal gameplay, memang kelihatan ada perubahan yang cukup signifikan bagi player, contohnya seperti penggunaan analog kanan yang akan jadi lebih responsif dan beda jika dibanding dengan seri sebelumnya. Semoga bakal lebih responsif dan kebebasannya lebih terasa dalam mengekspresikan gaya permainan kita di eFootball PES 2020.” komentar Valentinus Sanusi, selaku salah satu penggerak komunitas PES di Indonesia, atas trailer eFootball PES 2020.

Lalu kalau dari segi mode yang ditampilkan, ada beberapa hal yang sebenarnya jadi sorotan pada trailer tersebut. Salah satu yang jadi jualan Konami adalah Remastered Master League. Kini mode Master League dijanjikan akan lebih menarik dengan beberapa tambahan. Beberapa tambahan tersebut adalah, legend managers, yang memungkinkan pemain menggunakan pesepakbola legenda sebagai manajer tim. Selain itu ada juga interactive dialogue system serta sistem transfer pemain yang juga dijanjikan akan jadi lebih realistis.

Selain dari perubahan-perubahan yang ditunjukkan lewat trailer, Konami juga sebenarnya masih punya beberapa hal seputar eFootball PES 2020 yang masih “disembunyikan”. Salah satunya adalah soal esports. “Saya sangat optimis kalau bicara PES dan esports. Saat sesi developers talk, mereka juga bicara bahwa gameplay memang sengaja diubah agar jadi menarik dan kompetitif.”

Sumber: Valentinus
Sumber: Valentinus

“Lebih lanjut soal PES dan esports, sebetulnya masih banyak yang disembunyikan. Contohnya, mereka juga menyebut soal project eleven, yang belum diungkap kejelasannya. Lalu saya juga sebenarnya sudah ada bocoran soal alasan penambahan ‘eFootball’ di depan nama PES 2020, tapi nanti itu tunggu pengumuman resmi dari Konami saja deh…hehe.” Valen berbicara lebih lanjut seputar PES 2020 dan esports.

Memang sampai saat ini, Konami terbilang masih butuh perjuangan yang lebih panjang untuk menyempurnakan PES jika dibanding EA Sports dengan game FIFA miliknya. Saya sendiri, sedari dulu cukup enggan bermain PES cuma karena alasan yang cukup sepele; karena lisensi tim yang kurang lengkap. Kendati sepele, hal tersebut sebenarnya punya peran tersendiri, salah satunya adalah untuk melengkapi aspek pengalaman bermain game sepakbola yang lebih imersif.

Tetapi, sepertinya akan lebih banyak alasan untuk bermain Pro Evolution Soccer di tahun ini. Salah satunya adalah karena banyaknya penawaran yang diberikan Konami, entah lewat penambahan fitur, perbaikan gameplay, atau usaha Konami fokus di ekosistem esports lewat game eFootball PES 2020; yang tentunya membuat PES jadi semakin menarik.

 

Justin Wong Sponsori 5 Pemain Fighting Game ke Turnamen CEO 2019

Kebersamaan dan solidaritas sudah lama jadi bagian tak terpisah dari kultur komunitas fighting game alias FGC. Bukan hal baru juga ada anggota-anggota komunitas yang bahu-membahu membantu kawannya agar bisa memperoleh biaya untuk bertanding di turnamen bergengsi. Para pemain profesional yang sudah sukses pun sering ada yang membiayai perjalanan atau akomodasi para pemain fighting game, terutama yang berasal dari negara sama atau punya potensi besar.

Justin Wong adalah salah satu atlet fighting game profesional yang melestarikan tradisi tersebut. Menyambut kompetisi Community Effort Orlando (CEO) 2019, Wong akan mensponsori lima pemain untuk turut bertanding di sana. Mereka terdiri dari LostSoul (Eli Rabadad), Princess Slim (Jeremiah Amos), Taji256 (Tajh Fletcher), Wazminator (Tasman Stephenson), dan Zaferino (Zaferino Barros).

https://twitter.com/JWonggg/status/1138533287486414849

Bila Anda tidak familier dengan nama-nama di atas itu wajar saja, karena Justin Wong memang memilih pemain-pemain yang belum begitu terkenal di dunia esports. Tapi masing-masing dari mereka memiliki keunikan serta prestasi tersendiri. LostSoul misalnya, sempat menjadi juara 3 di EVO untuk cabang Guilty Gear Xrd. Princess Slim pernah menjadi juara turnamen Red Bull Conquest 2018 regional Philadelphia untuk turnamen Street Fighter V: Arcade Edition. Dan seterusnya, sesuai ciri khas masing-masing. Kelima pemain ini akan bertarung di bawah bendera TEAM JWONG dalam CEO 2019 nanti.

Meski bukan turnamen fighting game terbesar di dunia, CEO juga merupakan salah satu turnamen yang paling prestisius di Amerika Serikat. Kompetisi di dalamnya mencakup Capcom Pro Tour Premier Event, Mortal Kombat Pro Kompetition, Tekken World Tour Master Event, serta Dragon Ball FighterZ World Tour, juga ARCREVO World Tour (Guilty Gear dan BlazBlue).

Di kalangan komunitas fighting game, baik EVO maupun CEO sama-sama menyandang predikat turnamen supermajor, alias turnamen kasta tertinggi. Turnamen ini juga sudah langganan menjadi bagian dari Capcom Pro Tour sejak tahun 2014. Lucunya, meski memiliki nama “Community Effort Orlando”, acara ini tidak digelar di kota Orlando, melainkan di Daytona Beach. Alex Jebaily, founder CEO, memindahkan lokasinya sejak 2018 lalu karena venue yang digunakan di Orlando tidak lagi cukup untuk menampung pengunjung yang tiap tahun kian membludak.

“Saya senang bisa membantu FGC dan berharap akan mengejutkan kalian dengan lineup EVO setelah CEO,” ujar Justin Wong dalam cuitannya di Twitter. Tampaknya Wong juga akan mensponsori pemain lagi di EVO 2019 nanti. Seperti apakah performa TEAM JWONG di ajang CEO 2019? Jangan lupa untuk menyaksikan kompetisinya di tanggal 28 – 30 Juni 2019.

Sumber: EventHubs, Justin Wong, CEO Gaming

Turnamen Dota 2 DreamLeague Season 12 Akan Digelar di Rotterdam, Belanda

Gelaran DreamLeague telah lama menjadi salah satu ajang kompetisi yang prestisius di dunia esports Dota 2. Musim lalu DreamLeague Season 11 bahkan didapuk menjadi salah satu turnamen Major di Dota Pro Circuit (DPC) periode 2018 – 2019, dengan nama julukan Stockholm Major. Kali ini DreamHack selaku organizer akan memboyong DreamLeague Season 12 ke kota—bahkan negara—yang belum pernah mereka kunjungi sebelumnya, yaitu kota Rotterdam di Belanda.

Berhubung DreamHack adalah organizer yang berbasis di negara Swedia, umumnya turnamen DreamLeague pun digelar di Swedia pula. Sebelum ini hanya ada satu kali DreamLeague yang berlangsung di luar Swedia, yaitu DreamLeague Season 7 di Atlanta, Amerika Serikat. Jadi DreamLeague Season 11 punya posisi yang masih cukup spesial.

Seperti musim-musim sebelumnya, DreamLeague Season 12 masih disponsori oleh CORSAIR, dan menawarkan hadiah senilai total US$250.000 (sekitar Rp3,56 miliar). Acara dilangsungkan pada tanggal 18 – 20 Oktober 2019, berlokasi di gedung Rotterdam Ahoy yang memiliki kapasitas tempat duduk kurang lebih 16.000 penonton. Gedung ini beberapa waktu lalu juga digunakan oleh Riot Games untuk menggelar turnamen League of Legends European Championship (LEC) Spring Finals di bulan April.

Jumlah hadiah yang ditawarkan memang jauh lebih kecil daripada DreamLeague Season 11/Stockholm Major yang menawarkan hingga US$1.000.000. Itu karena DreamLeague Season 12 tidak termasuk ke dalam Dota Pro Circuit. Maklum, DPC periode 2018 – 2019 sebentar lagi akan berakhir, dan kita akan memasuki persiapan menuju turnamen The International 2019 pada bulan Agustus. Namun siapa tahu, bisa saja ada perubahan rencana dan DreamLeague Season 12 jadi bagian dari DPC musim 2019 – 2020. Masih ada waktu cukup panjang hingga bulan Oktober nanti.

DreamLeague Season 12 - Poster
Sumber: DreamHack

“Senang sekali bisa melanjutkan event besar musim lalu di Stockholm dengan mengirimkan pengalaman DreamLeague ke negara baru,” ujar co-CEO DreamHack, Marcus Lindmark, dilansir dari The Esports Observer. “DreamHack Rotterdam akan menjadi latar yang sempurna untuk CORSAIR DreamLeague Season 12 dengan ribuan penggemar esports dan gaming berkumpul di Rotterdam Ahoy untuk festival selama tiga hari.”

DreamHack Rotterdam adalah nama acara festival gaming yang menaungi turnamen DreamLeague Season 12. Acara ini merupakan menu utama dari ajang besar yang disebut Rotterdam Games Week. Selain turnamen Dota 2 DreamLeague Season 12, ada juga turnamen Counter-Strike: Global Offensive bernama DreamHack Open 2019 yang menawarkan hadiah senilai US$100.000. Omen by HP berperan sebagai presenting partner yang menjadi sponsor utama acara DreamHack Rotterdam.

Sumber: The Esports Observer, DreamHack, Rotterdam Games Week