Risiko Kesehatan Esports Tak Hanya Akibat Perilaku Gaming, Tapi Juga Gaya Hidup

Sudah bukan rahasia lagi bahwa industri esports telah mendatang banyak manfaat bagi para pegiat dan penggemarnya. Mulai dari sekadar wujud hiburan baru, hingga menjadi lahan pekerjaan yang menggerakkan roda perekonomian dalam jumlah besar, industri baru ini dengan cepat menjadi bagian besar dari kehidupan banyak orang di seluruh dunia, terutama kawula muda.

Akan tetapi seperti dua sisi sebuah koin, bersama manfaat-manfaat itu esports juga menyimpan risiko buruk yang tak kasat mata. Satu hal yang mulai mendapat banyak perhatian adalah dampaknya terhadap kesehatan. Dewasa ini manusia dan gadget sudah sangat sulit dipisahkan, apalagi karena adanya berbagai media sosial yang menuntut perhatian setiap saat. Esports membuat kita menghabiskan lebih banyak waktu di depan layar perangkat elektronik, sehingga ada risiko yang bisa muncul akibat kelelahan mata, susah tidur akibat radiasi sinar biru, dan lain sebagainya.

Media kesehatan Amerika Serikat, Healio, baru-baru ini mengumpulkan pendapat dari para ahli kesehatan tentang efek positif maupun negatif yang dapat muncul dari pola hidup gaming seperti ini. Menurut mereka, para dokter dan tenaga medis lain sebaiknya lebih waspada bila menghadapi pasien yang merupakan partisipan dunia esports. Pasalnya, pasien-pasien dalam kategori ini rentan melaporkan gejala akan beberapa risiko kesehatan tertentu.

Risiko pertama adalah masalah-masalah yang muncul akibat kegiatan bermain game dalam jangka panjang itu sendiri. Paparan terhadap layar dalam waktu lama sering memunculkan keluhan mata, tapi selain itu juga keluhan berupa sakit leher, sakit punggung, serta sakit di tangan dan pergelangan tangan. Di dunia kesehatan bahkan ada keluhan yang dikenal dengan istilah “Nintendonitis”, yaitu rasa nyeri di jempol, tangan, atau pergelangan tangan akibat penggunaan beberapa perangkat Nintendo terus-menerus.

Nintendonitis
Perangkat gaming Nintendo dapat menimbulkan cedera Nintendonitis | Sumber: CBS News

Tapi dampak kesehatan ini tidak berhenti sampai di situ. Ada juga masalah-masalah lain yang muncul secara tak langsung, bukan karena perilaku gaming itu sendiri tapi merupakan akibat dari gaya hidup yang banyak diadopsi oleh para gamer.

Akibat kurangnya aktivitas fisik, para gamer ini rawan terkena obesitas serta penyakit-penyakit kardiovaskular (misalnya penyakit jantung, stroke, atau darah tinggi). Ditambah lagi perilaku gaming sering kali erat dengan konsumsi spontan makanan/camilain dengan tingkat kalori tinggi. Game juga memicu berbagai respons kerja dari tubuh, seperti detak jantung serta aktivitas mental yang meningkat.

Khusus untuk para gamer profesional, ada risiko tambahan yang muncul dari penggunaan berbagai zat stimulan. Contohnya minuman energi yang bisa meningkatkan daya konsentrasi, atau zat-zat pendongkrak performa lainnya. Hal ini sama bahayanya dengan olahraga konvensional, akan tetapi atlet esports punya risiko tambahan karena zat-zat tersebut digunakan dalam tubuh yang kurang banyak melakukan aktivitas gerak.

Konsumsi esports yang berlebihan juga dapat membuat para gamer kehilangan kesempatan untuk berinteraksi di dunia nyata, sehingga menurunkan kemampuan sosial mereka. Banyak orang tua yang membiatkan anak mereka bermain game karena game membuat anak-anak “diam”. Tapi game bukanlah babysitter. Justru anak tidak boleh dibiarkan diam di depan game tanpa pengawasan sebab mereka juga butuh kegiatan-kegiatan lain untuk mendukung tumbuh kembangnya.

NRG Biosteel
NRG, salah satu tim esports yang mempromosikan kesehatan atlet | Sumber: NRG

“Jika pasien atau orang tua mereka melaporkan gangguan tidur, stres, gampang marah, gelisah, isolasi sosial, atau terlihat memiliki kadar higienis rendah akibat kelalaian, dokter harus mengecek level interaksi online mereka, termasuk dalam esports,” ujar Sally Gainsbury, PhD., Deputy Director Gambling Treatment & Research Centre di University of Sydney. Hal-hal semacam ini, menurutnya, bisa jadi gejala kecanduan esports. Gejala kecanduan lainnya adalah ketika pasien tidak dapat lepas dari game secara sukarela, atau menunjukkan kemarahan ketika disuruh melakukannya.

“Banyak pemain esports berada di puncak dalam usia yang sama dengan ketika mereka lulus dari SMA atau kuliah,” ujar Todd Sontag, DO., anggota tim dokter dari Orlando Magic Gaming. Usia prima atlet esports memang biasanya berkisar antara 18 hingga 29 tahun, lebih singkat daripada atlet olahraga konvensional. “Dalam satu momen tak terduga, karier itu bisa berakhir, jadi kami menjaga adanya staf profesional dari berbagai bidang untuk membantu transisi tersebut.”

Beberapa staf kesehatan yang tergabung dalam Orlando Magic Gaming meliputi dokter tim, pelatih atletik, doktor bedah ortopedi, hingga konselor kesehatan mental. Para atlet memang bisa menghabiskan waktu 8 – 10 jam per hari untuk berlatih, tapi tidak semua jam latihan itu digunakan untuk bermain game. Mereka juga memiliki porsi untuk membangun kekuatan fisik dan ergonomis para pemain sehingga cedera dapat dihindari, sama seperti atlet-atlet olahraga konvensional.

Orlando Magic Gaming - Todd Sontag
Dr. Todd Sontag bersama atlet Orlando Magic Gaming, Brendan Hill | Sumber: Orlando Magic Gaming

Berbagai riset memang telah menunjukkan bahwa perilaku gaming memiliki potensi positif, bahkan manfaat medis. Akan tetapi potensi negatif di sini juga nyata adanya. Saat ini di Amerika Serikat belum ada panduan medis yang baku akan perilaku gaming dan esports. Namun ada beberapa usulan yang disampaikan oleh Joanne DiFransisco-Donoghue, PhD. (ahli fisiologi New York Institute of Technology College of Osteopathic Medicine). Usulan itu antara lain:

  • Pemain esports harus bersikap jujur tentang intensitas kegiatan dan keluhan mereka.
  • Dokter tim harus menanyakan “pertanyaan terfokus” seputar aktivitas fisik, nutrisi, performa akademik, keluhan muskoskeletal, dan mengevaluasi daya lihat serta perilaku sosial.
  • Adanya spesialis kesehatan mental untuk menilai perilaku kecanduan.
  • Personel kesehatan olahraga hendaknya melakukan tes kesehatan dan fleksibilitas tubuh secara terstandar sebelum musim kompetisi dimulai, menilai status aktivitas atlet, serta memberi rekomendasi yang diperlukan.
  • Spesialis terapi fisik dan terapi okupasi hendaknya siap siaga untuk menjadi rujukan dan mengevaluasi kemampuan ergonomis atlet.
  • Dokter mata (ophthalmologist) hendaknya siap siaga untuk menangani kemungkinan adanya kerusakan mata dari paparan sinar biru.

Dokter perawatan primer punya peran penting dalam menghindarkan para pegiat esports dari risiko-risiko kesehatan yang mungkin muncul. Para atlet juga harus paham bahwa ada hal-hal yang perlu ditangani dengan serius bila mereka tidak ingin karier mereka berhenti secara prematur. Sementara tanggung jawab tiap organisasi esports adalah memberi fasilitas kesehatan yang memadai, baik berupa pencegahan, pelatihan, serta perawatan medis yang diperlukan.

Esports dapat memberikan banyak manfaat, asalkan para partisipannya tidak melakukannya di level yang ekstrem tanpa pengawasan serta pelatihan yang tepat,” kata Sontag.

Sumber: Healio

Valve Rilis Dota 2 Battle Pass 2019, Apa Implikasinya Terhadap Scene Esports?

Kita kini telah kembali lagi ke masa-masa tersebut. Masa-masa ketika bermain Dota 2 jadi lebih menyenangkan dari sebelumnya, karena kehadiran The International Battle Pass! Kalau Anda juga main MOBA di mobile Anda tentu sudah kenal fitur seperti ini. Battle Pass kurang lebih seperti Starlight Member di Mobile Legends atau Codex di Arena of Valor.

Lalu apa bedanya The International Battle Pass dengan sistem membership di MOBA lainnya? Seperti namanya, Battle Pass ini dibuat untuk mengumpulkan hype menuju ke Dota 2 The International 2019 (TI 2019). Tahun ini Dota 2 The International kembali pada bulan Agustus. Bedanya, kalau tahun-tahun sebelumnya TI hanya diselenggarakan di Seattle Amerika Serikat, tahun ini TI hadir di Shanghai, China.

Seperti tahun-tahun sebelumnya, sebagian dari hasil penjualan Battle Pass akan disumbangkan ke dalam total hadiah Dota 2 The International 2019. Menyambut perilisan Battle Pass ini, mari kita sedikit membahas sesuatu yang sedikit esensial. Apa implikasi Dota 2 Battle Pass bagi esports Dota 2? Sebelum membahas hal tersebut, mari kita bahas singkat seputar asal usul Battle Pass terlebih dahulu.

Sumber: Dota 2 Official Media
Dota 2 The International selalu penuh sesak seperti ini. Apakah hal ini disebabkan oleh Battle Pass? Sumber: Dota 2 Official Media

Sistem seperti ini pertama kali muncul di tahun 2013 dalam bentuk The International Compendium. Dalam Compendium, pemain bisa menebak berbagai hal seputar TI, mulai dari pemain dengan jumlah kill terbanyak, hero yang paling sering digunakan, bahkan sampai menebak pemenang TI. Pemain akan mendapat token setiap tebakan yang benar, dan token mata uang tersebut bisa digunakan untuk membeli item kosmetik di dalam game.

Sistem tersebut ternyata berhasil membuat membuat para pemain menjadi penonton esports Dota 2. Bagaimana tidak? Siapa yang tidak mau mendapat macam-macam item in-game gratis dengan bermodalkan US$2.50 saja (Sekitar Rp35 ribu dengan nilai tukar uang terkini). Lalu, kalau sudah membeli Compendium, Anda tentu mau tak mau harus menonton esports Dota 2 bukan? Setidaknya, supaya tebakan Anda tidak hanya berdasarkan asumsi buta saja.

Compendium ternyata sukses berat. Pada tahun 2014, Dota 2 mengantungi rekor dunia sebagai turnamen esports dengan total hadiah terbesar, yaitu sebesar US$11 juta (Sekitar Rp157 miliar). Baru pada 2015, sistem ini diubah menjadi Battle Pass. Sistem Battle Pass menawarkan lebih banyak konten menarik bagi para pemain, lebih banyak sumbangan hadiah untuk TI, dan tentunya lebih banyak keuntungan bagi Valve.

Sumber: Dota 2 Official Blog
Sumber: Dota 2 Official Blog

Kalau dalam Compendium pemain harus menebak untuk mendapat poin, dalam Battle Pass pemain cukup menjalankan misi saja. Setiap misi selesai, Anda mendapat level, hadiah item dan kosmetik lainnya akan Anda dapatkan setelah mencapai level tertentu. Sistem tebakan juga tidak hilang. Seperti pada Compendium, Anda bisa menebak berbagai hal seputar TI untuk mendapatkan EXP Battle Pass. Tak mau repot? Anda juga bisa beli level. Untuk tahun ini setiap US$9.99 (sekitar Rp147 ribu) Anda akan mendapat 24 level.

Sistem tersebut berhasil kumpulkan US$18 juta (sekitar Rp257 miliar) total hadiah untuk The International 2015. Dengan tema konten yang berganti-ganti dan konten yang semakin menarik tentunya, Battle Pass berhasil menarik perhatian pemain Dota 2 setiap tahunnya. Alhasil jumlah hadiah tersebut terus meningkat setiap tahunnya. Mengutip Unikrn, berikut total hadiah yang dikumpulkan sistem Battle Pass dari tahun ke tahun.

  • The International 2014: US$10,931,105 (Sekitar Rp157 miliar)
  • The International 2015: US$18,429,613 (Sekitar Rp257 miliar)
  • The International 2016: US$20,770,460 (Sekitar Rp297 miliar)
  • The International 2017: US$24,787,916 (Sekitar Rp357 miliar)
  • The International 2018: US$25,532,177 (Sekitar Rp365 miliar)

Lalu apa arti Battle Pass yang laku keras ini bagi esports Dota 2 secara internasional? Apa benar langgengnya esports Dota 2 secara internasional disebabkan karena Dota 2 The International Battle Pass laku keras? Agar lebih jelas, mari kita mengintip dari data milik salah satu website pencatat jumlah penonton online andalan tim Hybrid, Esports Charts.

Dalam sebuah data komparasi, Esports Charts mencoba membandingkan jumlah penonton TI 7 dan TI 8. Menariknya ada kenaikan jumlah penonton secara global. Jumlah penonton rata-rata pada tahun 2018 ada sebanyak 523.562, meningkat dibandingkan tahun 2017 yang hanya ditonton oleh 406.198 penonton saja. Jumlah penonton terbanyak di saat bersamaan juga meningkat drastis. Pada TI 8 jumlah penonton online mencapai 14.960.473 penonton, meningkat jika dibandingkan dengan TI 2017 yang hanya ditonton oleh 10.935.350 penonton saja.

Sumber: Esports Charts
Komparasi jumlah penonton TI 7 dengan TI 8 yang dirangkum oleh ESC. Sumber: Esports Charts

Jika melihat data ini, kita mungkin bisa saja menyimpulkan, bahwa semakin laku penjualan Battle Pass semakin banyak juga penonton The International. Sebab secara angka, keduanya meningkat berbarengan. Tetapi langsung lompat kepada kesimpulan tersebut akan membuat pembahasan ini jadi seperti artikel cocoklogi.

Walaupun jumlah penonton esports Dota meningkat berbarengan dengan peningkatan jumlah penjualan Battle Pass, nyatanya ada banyak faktor alasan seseorang menonton esports Dota. Contohnya, jumlah penonton tayangan berbahasa Russia yang meningkat. Mungkin hal tersebut terjadi karena performa Virtus Pro yang sedang bagus pada musim tersebut, walau akhirnya harus kalah di oleh EG di lower bracket.

Tetapi, satu hal yang bisa diasumsikan adalah, para pembeli Battle Pass tersebut mungkin adalah penonton Dota 2 The International. Apalagi bagi mereka yang membeli Battle Pass level 1, mereka mungkin akan berjuang sekuat tenaga demi bisa meningkatkan level Battle Pass setinggi-tingginya, agar bisa mendapat hadiah item kosmetik. Jadi, mereka mungkin jadi nonton esports Dota 2, agar dapat menebak berbagai trivia seputar TI dengan tepat, dan mendapat poin XP Battle Pass.

Lalu apakah kehadiran Battle Pass juga berarti menjadi kesuksesan bagi game Dota 2 itu sendiri? Kalau sukses secara materi, mungkin jawabannya iya. Valve mungkin sudah bergelimang harta hanya dari penjualan Battle Pass saja. Tapi kalau maksud sukses di sini adalah banyak orang yang bermain Dota karena Battle Pass, hal ini sepertinya masih jadi hal yang patut dipertanyakan.

Mengutip Steamcharts, jumlah pemain Dota belakangan tidak pernah menyentuh angka satu juta pemain. Rekor jumlah pemain Dota adalah pada Maret 2016, ketika itu mereka mencapai angka 1,2 juta pemain. Sejak saat itu, jumlah pemain Dota 2 berada pada rata-rata 500 ribu pemain. Bahkan pada bulan-bulan ketika Battle Pass rilis, jumlah pemain Dota 2 tetap bertahan di kisaran angka tersebut. Salah satu contoh kongkritnya adalah pada bulan Mei 2018, ketika Battle Pass 2018 rilis. Jumlah pemain Dota 2 yang dicatatkan oleh Steamcharts ketika itu adalah sebanyak 474.325 pemain. Ada peningkatan, namun hanya meningkat sebanyak 43.984 pemain saja jika dibandingkan dengan bulan April 2018.

Tak bisa dipungkiri, jumlah pemain Dota kini segitu-segitu saja. Namun, The Internationals tetap menjadi salah satu program esports paling ditonton oleh gamers. Sumber: Dota 2 Official Media
Tak bisa dipungkiri, jumlah pemain Dota kini segitu-segitu saja. Namun, The Internationals tetap menjadi salah satu program esports paling ditonton oleh gamers. Sumber: Dota 2 Official Media

Jika melihat dari data-data tersebut, satu yang bisa disimpulkan adalah Battle Pass tidak banyak berpengaruh kepada peningkatan jumlah pemain Dota 2. Namun dampaknya kepada esports tidak bisa langsung disimpulkan, karena ada ragam faktor alasan seseorang menonton esports Dota, bukan sesederhana karena ada Battle Pass saja.

Jadi bagaimana? Apakah Anda membeli Dota 2 The International Battle Pass tahun ini?

Menilik Geliat dan Perkembangan Esports R6S di Indonesia

Buat yang memang peduli dengan ekosistem esports Indonesia, sebenarnya masih banyak komunitas game tertentu yang termarginalkan seperti Fighting Game Community, komunitas PES, Hearthstone, FIFA, CS:GO, Sim Racing, dan yang lain-lainnya. Kali ini, kita akan membahas satu lagi yaitu komunitas esports R6S (Rainbow Six: Siege) di Indonesia.

Saya pribadi dan Hybrid sendiri memang menolak untuk hanya membahas apa yang sedang ramai di Indonesia. Kenapa? Karena saya tahu betul bagaimana rasanya dipinggirkan… Plus, sudah banyak juga media-media lain yang membahas game dan esports yang sedang jadi tren saat ini.

Jadi, tanpa basa basi lagi, mari kita berkenalan lebih dekat dengan salah satu komunitas esports yang mungkin kecil dari sisi jumlah namun dewasa dan ambisius, R6 IDN.

Kali ini, saya ditemani oleh Bobby Rachmadi Putra yang merupakan Community Leader untuk R6S di Indonesia untuk menjadi narasumber kita.

Awal Mula dan Cerita Komunitas R6S di Indonesia

Sumber: Komunitas R6S Indonesia
Sumber: Komunitas R6S Indonesia

Sebelum komunitas ini bermukim di Facebook Group, menurut cerita Bobby, sudah ada komunitas R6S di KASKUS sejak trailer pertama R6S dirilis untuk E3 2013. Namun demikian, saat game ini dirilis di Desember 2015, thread starter di forum digital terbesar tadi justru tidak membeli game-nya. Karena itulah, Bobby bersama 3 orang lainnya (Izzan, DarkTangoCat, dan Harris) membuat komunitas Discord untuk R6S.

Di saat yang sama, ternyata Bobby pun menemukan sudah ada yang membuat grup di Facebook untuk R6S. 2 komunitas dari platform yang berbeda ini pun bergabung.

Kegiatan komunitas R6S di grup Facebook ini pun sudah beragam mulai dari diskusi alias tanya jawab seputar tips dan trik R6S, membantu pihak Ubisoft menyelesaikan masalah bug in-game, nonton bareng turnamen internasional, gathering di event offline (kala itu ESL Clash of Nation), ataupun Art Competition (cosplay dan fan art). Satu hal yang menarik, Ubisoft sendiri yang menyediakan hadiah (total Rp3,5 juta) untuk Art Competition komunitas ini.

Satu hal yang saya sendiri kagumi dengan komunitas R6S ini adalah anggotanya yang boleh dibilang cukup dewasa soal perilakunya. Kebetulan saja, saya sendiri juga moderator untuk 2 game esports populer di Indonesia saat ini; jadi saya tahu betul bagaimana perbandingannya. Saya tak perlu sebutkan nama game-nya ya berhubung saya takut dihujat warganya; yang jelas 2 game esports (mobile) tersebut adalah 2 dari 3 game esports paling ramai saat ini.

Sayangnya, kebanyakan pelaku industri esports Indonesia saat ini masih hanya memperhatikan jumlahnya semata, tanpa memperhatikan kedewasaan perilaku para pemainnya. Sayangnya, memang kebanyakan pelaku industri esports Indonesia masih terjebak pada soal volume sebagai satu-satunya tolak ukur. Mungkin lain kali, kita akan bahas lebih jauh soal ini.

Tentang Ajang Kompetitif R6S di Indonesia

R6 IDN Star League S1 - Poster
Sumber: R6 IDN

Meski bisa dibilang kecil dari sisi jumlah, komunitas R6 IDN cukup rajin dalam memberikan ruang kompetitif.

Sebelum kita membahas turnamen-turnamennya yang ada saat ini, mari kita melihat ke belakang sejenak untuk melihat perkembangan ekosistem esports R6S dari waktu ke waktu.

Bobby bercerita bahwa turnamen R6S pertama yang mereka buat adalah kompetisi 17an di tahun 2016. Kala itu, hadiah turnamennya masih berupa kaos custom. Di tahun ini, masih belum ada turnamen lainnya meski memang komunitas ini kerap bermain bersama (random fun match).

Tahun 2017, komunitas ini kembali menggelar kompetisi 17an namun dengan peserta yang lebih banyak. Di tahun ini, R6 IDN juga menggelar turnamen rutin mereka yang diberi nama Indonesian Series League (kala ini masih disebut Indonesian Tournament Series).

Untuk turnamen pertama mereka ini, total hadiahnya sebesar Rp3 juta yang didapat dari biaya pendaftaran dan iuran para pengurus komunitas. Turnamen ini dimulai saat itu karena mereka melihat komunitasnya sudah mulai ramai. Selain itu, tujuan turnamen ini adalah untuk menggaet lebih banyak pemain R6S untuk bergabung bersama komunitasnya.

Di tahun 2018, R6 IDN pun membuat turnamen baru yang jenjangnya lebih rendah, yang diberi nama Community Cup.

Sumber: R6IDN Official Media
Sumber: R6IDN

Indonesian Series League (ISL) pun berlanjut di awal tahun (sekitar bulan April) 2018. Namun, ISL kedua ini masuk dalam rangkaian turnamen Run N Gun 4 Nations. Kala itu, ISL 2 berfungsi sebagai kualifikasi untuk menentukan siapa wakil Indonesia yang bisa berlaga di turnamen yang melibatkan peserta dari 4 negara, Indonesia, Thailand, Singapura, dan Filipina.

Di bulan April 2018 ini juga, Bobby pun mengaku sudah cukup intens berkomunikasi dengan pihak Ubisoft. Kita akan membahas lebih jauh tentang dukungan Ubisoft ke R6 IDN di bagian selanjutnya.

ISL 3 adalah turnamen pertama R6 IDN yang mendapatkan dukungan langsung dari Ubisoft. Total hadiah yang ditawarkan oleh turnamen ini pun mencapai Rp10 juta. Kala itu, ISL 3 juga sudah diikuti oleh 32 tim (satu tim berisikan 5 orang pemain). Bulan Desember 2018, ISL 4 pun digelar.

Di 2019 ini, R6 IDN sudah merencanakan jenjang kompetitif yang lebih rapih dari sebelumnya. ComCup masih ada (sampai artikel ini ditulis, sudah sampai ComCup ke 12) dan menjadi turnamen dengan jenjang terendah. R6 IDN juga menyesuaikan beberapa peraturan untuk ComCup di awal tahun ini agar lebih sesuai dengan jenjangnya.

Di atas ComCup, ISL juga masih dipertahankan untuk menjadi turnamen dengan jenjang yang lebih tinggi. Selain ComCup dan ISL yang sudah ada di tahun sebelumnya, R6 IDN juga memperkenalkan 2 turnamen baru yang ditujukan untuk jenjang yang lebih tinggi lagi: Star League dan Major Event.

Star League sendiri sudah berjalan dari awal tahun (Januari) 2019. Turnamen ini diposisikan di atas ISL karena memang ada kualifikasinya dan dibagi jadi 2 kelas. Untuk Major Event, Bobby masih belum bisa banyak bercerita tentang ini. Namun yang pasti, Major Event ini akan menjadi kulminasi dari semua ajang kompetitif R6S di Indonesia.

Dari penjelasan tadilah, saya kira memang komunitas ini bisa disebut ambisius. Pasalnya, setidaknya dari yang saya tahu, tidak banyak scene esports game lainnya yang punya jenjang kompetitif yang rapih seperti yang yang coba ditawarkan oleh R6 IDN. R6 IDN ini punya jenjang kompetitif dari tingkat rookie (ComCup), semi-pro (ISL), dan profesional (Star League); hingga kulminasi dari semua jenjang kompetitif tadi (Major Event).

Padahal, R6 IDN memang hanya komunitas biasa (bukan perusahaan EO ataupun publisher) meski memang mereka dapat dukungan langsung dari Ubisoft; yang bisa dibilang sebagai salah satu publisher game terbesar di dunia saat ini.

Bentuk Dukungan Ubisoft ke R6 IDN dan Rencana Mereka

Seperti cerita Bobby tadi, Ubisoft sendiri sebagai publisher R6S sudah memberikan dukungan langsung ke komunitas dan esports scene R6S di Indonesia. Namun seperti apa sebenarnya dukungan mereka?

Menurut cerita Bobby, semua kegiatan dari komunitas R6 IDN mendapatkan dukungan dari Ubisoft. Bentuk dukungan tersebut meliputi prize pool (uang tunai untuk hadiah kompetisi, termasuk art competition-nya), in-game currency (R6S Credits), ataupun merchandise (seperti kaos, gantungan kunci, dan kawan-kawannya).

Saat awal dukungan, Ubisoft juga mengirimkan dana yang dapat digunakan untuk komunitas ini membeli perlengkapan streaming.

Lalu apa sebenarnya tujuan Ubisoft memberikan dukungan langsung ke komunitas ini? Bobby pun bercerita bahwa tujuan Ubisoft adalah untuk mendukung semua kegiatan komunitas R6S, sekaligus meningkatkan popularitas game ini di Indonesia. Rencana Ubisoft ini sebenarnya tak hanya untuk Indonesia tapi juga untuk Asia Tenggara dan Asia secara keseluruhan.

Rencana konkret Ubisoft sendiri sebenarnya sudah cukup banyak untuk Indonesia, Asia Tenggara, dan Asia. Namun hal tersebut masih tak dapat dibuka untuk publik. Semoga saja, Ubisoft dan sejumlah rekanannya dapat turut meramaikan kembali esports PC di Indonesia ya!

Scene Esports & Notable Teams R6S di Indonesia

Jika tadi saya sudah menjelaskan kompetisi-kompetisi R6S di Indonesia dan jenjangnya, sekarang mari kita lihat kondisi scene esports R6S di Indonesia.

Saat ini, menurut data dari ComCup terakhir, ada 30 tim yang ikut serta turnamen tersebut. Ada belasan tim lain juga yang sudah sering terdengar di berbagai kompetisi garapan R6 IDN. Sayangnya, berhubung akan jadi terlalu panjang, saya tak bisa menyebutkan semuanya.

Meski demikian, ada beberapa notable tim R6S yang yang patut diceritakan. Pertama, ada tim yang bernama iNation. iNation merupakan salah satu tim R6S tertua di Indonesia. Selain itu, saat artikel ini ditulis, pemilik tim iNation (yang juga punya bisnis warnet) juga punya 3 tim lagi selain iNation.

Selain iNation, ada tim Ferox. Tim Ferox juga salah satu tim tertua di sejarah kompetisi R6S di Indonesia. Istimewanya, tim ini memiliki para pemain yang punya skill individu dan gameplay yang unik. Permainan mereka bisa saja berubah tergantung dari siapa lawan yang dihadapi.

Setelah itu, ada yang namanya tim Scrypt. Scrypt bisa dibilang sebagai tim R6S Indonesia yang paling baik catatan prestasinya. Pasalnya, tim ini pernah mewakili Indonesia bertanding di ajang ESL Pro League APAC Finals tahun 2018. Kala itu, tim ini juga diakuisisi oleh Aerowolf, organisasi esports Indonesia yang bisa dibilang paling fokus mengejar esports PUBG.

Sudah berpisah dengan Scrypt, Aerowolf sekarang juga masih punya tim R6S sebenarnya. Namun tim R6S Aerowolf saat ini terdiri dari para pemain asal Singapura. Aerowolf, Scrypt, dan Ferox, ketiganya masuk ke dalam ESL Pro League kawasan APAC untuk musim ini.

Klasemen sementara R6 Pro League Wilayah APAC-SEA. Sumber: Pro League
Klasemen sementara R6 Pro League Wilayah APAC-SEA. Sumber: Pro League

Jika berbicara soal jumlah pemain atau penonton, R6S sendiri mungkin memang masih kalah dibanding Dota 2; apalagi dibanding esports game mobile. Namun demikian, satu hal yang perlu dicatat, pemain ataupun penggemar R6S tadi mungkin memang tak akan mungkin mengalahkan jumlah esports mobile.

Kenapa? Karena R6S sendiri memang game berkelas, jika tak mau dibilang mahal. Saat artikel ini ditulis, R6S masih dibanderol dengan harga Rp229 ribu di Steam. Itu pun versi paling murahnya. Ada versi Deluxe-nya yang di harga Rp345 ribu dan versi paling lengkapnya (Ultimate Edition) yang mencapai nominal Rp1,149 juta.

Itu tadi masih harga game-nya, belum harga komponen (PC) yang dibutuhkan untuk bermain R6S dengan nyaman. Rekomendasi sistem minimal yang dicantumkan di Steam ataupun website resmi mereka memang cukup terjangkau namun spesifikasi tersebut belum ideal untuk kelas esports-nya.

Bobby dan saya setuju bahwa kartu grafis minimal yang dibutuhkan untuk bermain R6S dengan nyaman adalah GeForce GTX 1060 atau yang setara. Belum lagi, saya tahu betul gamer FPS di PC itu adalah yang paling rewel soal monitor yang refresh rate-nya di atas 60Hz. Saya pun mencoba membuat simulasi spek PC yang dibutuhkan agar nyaman bermain R6S. Hasilnya? Saya butuh lebih dari Rp20 juta untuk mendapatkan sebuah desktop gaming untuk R6S. Disclaimer, standar spek PC saya mungkin sedikit lebih tinggi dari kebanyakan gamer; jadi mungkin spek desktop di harga belasan juta bisa dikompromikan untuk yang sedikit lebih terbatas.

Karena itulah, pasar esports R6S, termasuk di Indonesia, memang mungkin tidak akan bisa masif layaknya game ponsel namun para gamer R6S sebenarnya bisa dikategorikan ke dalam pasar menengah atas. Pasar ini bisa jadi cocok untuk target pemasaran produk-produk mahal (jika menghitung perkiraan daya beli gamer R6S). Namun sayangnya, sepertinya masih belum banyak para pelaku industri esports Indonesia yang memperhitungkan daya beli pasarnya. Lain kali, mungkin saya akan mencoba membahas soal ini lebih detail.

Scene Esports R6S Internasional

Sumber: Ubisoft
Sumber: Ubisoft

Lalu bagaimana dengan scene esports R6S di dunia internasional? Barangkali ada juga tim-tim lain seperti BOOM ID yang lebih tertarik untuk mengejar prestasi internasional, ijinkan saya sedikit bercerita sedikit tentang ini.

Di dunia internasional, R6S sendiri mungkin memang masih di bawah Dota 2 ataupun LoL dari sisi popularitas ataupun prize pool turnamen. Namun demikian, R6S di sana, menurut saya, sudah sangat mendekati CS:GO (berhubung CS:GO memang tak punya jenjang rapih seperti The International ataupun World Championship).

Di tingkat internasional, R6S punya 2 turnamen utama, yaitu ESL Pro League dan R6 Invitational. Sistem kompetisinya mungkin lebih mirip dengan LoL ketimbang Dota 2. ESL Pro League dapat diibaratkan seperti LCS, LCK, LPL, ataupun liga-liga LoL tiap-tiap kawasan. Pasalnya, Pro League R6S juga dibagi jadi 4 kawasan (Eropa, Amerika Utara, Amerika Latin, dan Asia Pasifik), setidaknya sampai artikel ini ditulis.

Sedangkan R6 Invitational adalah gelaran puncak dari esports R6S di dunia. Turnamen ini bisa diibaratkan seperti World Championship-nya LoL. Selain 2 kompetisi utama tadi, R6S juga punya sejumlah turnamen kelas Minor seperti yang ada di DreamHack 2017 dan 2018. Terakhir kali, G2 yang menjadi juara untuk turnamen paling bergengsi di R6S dan membawa pulang hadiah sebesar US$800K.

Penutup

R6S. Courtesy of Ubisoft.
R6S. Courtesy of Ubisoft.

Akhirnya, Bobby dan kawan-kawan komunitas R6S Indonesia memang punya harapan kepada kawan-kawan media, tim esportsevent organizer, ataupun sponsor untuk turut memeriahkan esports R6S di Indonesia.

Saya pribadi sebenarnya juga tertarik melihat masa depan esports R6S di Indonesia. Pasalnya, bisa dibilang R6S adalah salah satu game esports termahal yang ada di Indonesia (yang bisa mengalahkannya, dari sisi harga perangkat, mungkin hanya dari Sim Racing). Jika R6S bisa populer di Indonesia, hal ini akan mematahkan anggapan banyak orang, lokal ataupun internasional, yang mengatakan bahwa Indonesia hanya cocok untuk pasar low-end.

Plus, di sisi industri esports-nya sendiri, bagi saya pribadi; lebih sehat saja jika industrinya punya target pasar yang berbeda-beda kelas ekonominya. Ponsel saja punya klasifikasi target pasar dari yang kelas bawah sampai kelas sultan. Demikian juga dengan industri-industri subur lainnya, seperti pendidikan, properti, F&B, dkk, semuanya punya klasifikasi pasar yang berbeda-beda.

Sedangkan di esports Indonesia, sepertinya belum banyak yang menyadari hal ini karena kebanyakan pelakunya masih mengejar volume masif yang biasanya memang hanya bisa ditawarkan kelas low-end

Disclosure: Hybrid adalah media partner dari Rainbow Six: Siege Indonesia Community (R6 IDN)

Strategi Pemerintah Denmark untuk Wujudkan Ekosistem Esports yang Sustainable

Pemerintah Denmark baru-baru ini mengumumkan dukungan mereka yang lebih serius terhadap perkembangan esports dalam negeri. Di tahun 2019 ini, Denmark akan memiliki suatu seminar esports atau Esports Panel yang bertugas merancang ekosistem esports berkesinambungan di Denmark. Esports Panel ini tidak hanya akan mendorong unsur-unsur positif dalam dunia esports, tapi juga menangani aspek-aspek negatif yang ada di dalamnya.

Dilansir dari Esports Insider, Kementerian Kebudayaan Denmark menyatakan bahwa mereka mengincar beberapa tujuan penting dalam program ini, antara lain:

  • Pembangunan struktur esports yang sustainable.
  • Penguatan pengembangan talenta nasional.
  • Pembentukan visi umum seputar integritas esports, termasuk mengatasi sikap komunitas toxic, kecurangan, dan perjudian.
  • Pengembangan komunitas, asosiasi, serta peran mereka dalam kehidupan para atlet.
  • Peningkatan partisipasi perempuan.
  • Pengembangan oportunitas komersial, kewirausahaan, dan pembukaan lapangan kerja yang baik di esports.
  • Bidang-bidang lainnya yang mendukung pengembangan esports, seperti perubahan undang-undang, regulasi, dan lain-lain.
IEM Katowice 2019 - Astralis
Astralis saat menjuarai IEM Katowice 2019 | Sumber: IEM

Dukungan pemerintah Denmark pada esports sama sekali bukan hal baru. Perdana Menteri Denmark, Lars Loekke Rasmussen, bahkan pernah hadir dalam acara pembukaan turnamen Counter-Strike: Global Offensive Blast Pro Series di Copenhagen, bulan November 2018 lalu. Beliau juga telah mengadakan kunjungan ke markas Astralis, tim CS:GO papan atas yang memenangkan ESL Pro League Season 8. Rasmussen bahkan sempat bermain CS:GO bersama pemain-pemain Astralis.

Esports adalah olahraga. Memang benar olahraga,” demikian kata Rasmussen dalam kunjungannya waktu itu. Tidak hanya bermain, Rasmussen datang ke Astralis untuk berbincang seputar strategi esports, figur teladan di dunia esports, serta segala pengalaman stakeholder dari level akar rumput hingga institusi.

Kementerian Kebudayaan Denmark menyatakan dalam siaran pers bahwa 96% dari remaja pria di Denmark suka memainkan video game, bahkan setengah dari mereka bermain video game setiap hari. Sementara itu hampir 50% dari semua penduduk dewasa Denmark bermain game, baik di PC, mobile, atau console. Denmark juga merupakan rumah dari perusahaan gaming peripheral ternama SteelSeries, serta sejumlah tim dan pemain esports terbaik dunia termasuk Astralis, OG, dan Fnatic.

Mengingat bahwa jumlah penduduk Denmark relatif kecil, yaitu sekitar 5,8 juta jiwa, munculnya talenta-talenta hebat seperti ini merupakan pencapaian tersendiri. Ada banyak faktor yang terkait, mulai dari sistem pendidikan yang sangat memfasilitasi kegiatan ekstrakurikuler, exposure media yang tinggi terhadap esports, serta dukungan pemerintah.

Pembentukan Esports Panel ini hanyalah salah satu dari sekian banyak wujud dukungan pemerintah Denmark terhadap iklim esports negaranya. Mereka juga getol menggenjot pembangunan infrastruktur yang memadai, mendanai program-program serta fasilitas esports di berbagai sekolah, bahkan pemberian fasilitas kesehatan dan fitness pada talenta-talenta tersebut. Dukungan ini juga datang dari berbagai level pemerintahan, dari pusat hingga pemerintah daerah.

Dengan dukungan serta pengakuan begitu kuat, Denmark kini telah berhasil menjadikan esports sebuah profesi yang dihormati, jauh dari stigma-stigma negatif yang mungkin masih banyak melekat di negara lain. Tentunya kita berharap kemajuan serupa juga bisa terjadi di Indonesia. Pertanyaannya, kapan hal itu akan terjadi?

Sumber: Esports Insider, The Esports Observer

DA Arena Kembali Hadir! Menjadi Sarana Hidupkan Kembali Jagat Kompetitif Dota Indonesia

Invasi mobile esports yang semakin agresif di Indonesia, mau tak mau membuat esports game PC kini jadi semakin terpojok. Apalagi juga mengingat perhatian pengembang game esports PC cenderung minim terhadap pasar Asia Tenggara, yang beda jauh jika dibandingkan dengan Moonton, yang sangat mendukung perkembangan scene esports Mobile Legends di Indonesia.

Kendati kancah lokal esports game PC yang kini sedang meredup, namun game seperti Dota tetap memiliki khalayaknya tersendiri kancah internasional. Berangkat dari hal tersebut, Digital Alliance bersama dengan INDOESPORTS menyelenggarakan Dota 2 INDOESPORTS League x DA Arena.

Sumber: INDOESPORTS Official Media
Sumber: INDOESPORTS Official Media

Memperebutkan total hadiah sebesar Rp20 juta, kompetisi ini diselenggarakan dengan maksud untuk mencari talenta baru di kancah Dota Indonesia yang kini sudah semakin sedikit. Soal regenerasi pemain Dota 2 di Indonesia ini memang menjadi satu masalah yang sudah mencapai tingkat meresahkan.

Rex Regum Qeon dan The Prime NND, dua organisasi esports yang tumbuh besar berkat Dota 2, baru-baru ini malah membubarkan divisi Dota 2 milik mereka. Keduanya punya alasan yang sama, kesulitan mencari pemain baru untuk mengisi kekosongan bangku roster mereka. Anton, General Manager ThePrime Esports juga turut menceritakan hal tersebut. Ia mengatakan, kalaupun ada, pemain berbakat tersebut biasanya masih sedang sekolah atau kuliah di daerah masing-masing.

Hybrid juga sempat membahas soal regenerasi pemain, yang memang sudah cukup lama menjadi masalah. Dalam pembahasan tersebut, Yabes Elia, Senior Editor Hybrid, berbincang dengan Yohannes Siagian, VP EVOS Esports. Kalau bicara soal pemain, salah satu yang jadi sorotan adalah soal para atlet yang matang dikarbit. Masalah tersebut muncul karena tidak adanya jalur ataupun wadah yang jelas untuk bertanding, sehingga banyak pemain yang mendadak langsung naik ke level profesional.

Terkait kompetisi ini Bambang Tri Utomo selaku Chief Operation Officer dari INDOESPORTS turut memberikan komentarnya. “Alasan kami mengadakan kompetisi ini, karena kami yakin esports PC masih menjadi salah komoditi utama di kancah internasional. Kenapa Dota 2? karena kami merasa peminatnya masih cukup banyak di Indonesia dan juga masih punya nilai kompetitif yang tinggi di tingkat internasional.”

Bambang Tri Utomo juga bicara lebih lanjut soal regenerasi pemain Dota 2 di Indonesia. “Saya melihat organisasi tim esports mengalami kendala di Dota karena dua hal, minimnya kompetisi dan regenerasi pemain. Maka dari itu kami berharap kompetisi ini bisa menjadi wadah bertanding bagi siapapun yang masih punya semangat berkompetisi di kancah Dota.” Lalu untuk jangka panjang, Bambang juga mengatakan rencananya untuk menghadirkan kompetisi ini satu kali di setiap kuartal tahun 2019.

Sumber: Facebook Dimas Surya Rizki
Sumber: Facebook Dimas Surya Rizki

Tak cuma memperebutkan total hadiah yang cukup besar, kompetisi ini juga akan menghadirkan para shoutcaster ternama di jagat kompetisi Dota. Mereka sendiri adalah Dimas “Dejet” Rizky, Feraldo “Feraldoto” Vadriansyah, Achmad “CaptRigel” Ichsan dan Resha “ARS” Ariasena.

Sebagai salah satu penggemar esports Dota, saya sendiri tentu berharap banyak pihak yang memperhatikan jagat kompetitif Dota, dan juga peran komunitas untuk menjaga game ini tetap hidup di Indonesia. Semoga saja kehadiran kompetisi seperti ini, bisa kembali menghidupkan jagat kompetisi Dota 2 di Indonesia.

Ubisoft dan ESL Luncurkan Turnamen Six Masters 2019 di Melbourne

Australia mungkin masih belum punya nama sebesar negara-negara lain seperti Korea Selatan atau Tiongkok di dunia esports, tapi ekosistem esports negeri kanguru itu cukup stabil dalam perkembangannya. Mulai tahun 2018 lalu misalnya, Australia memiliki ajang esports besar yang bernama Melbourne Esports Open. Dipersembahkan oleh JB Hi-Fi, ajang tersebut dihadiri oleh lebih dari 12.000 penggemar esports dan mempertandingkan sejumlah game populer, termasuk Overwatch, Counter-Strike: Global Offensive, Pokemon, serta Fortnite.

Melbourne Esports Open juga dibantu penyelenggaraannya oleh organizer ternama dunia yaitu ESL, juga didukung organizer lokal TEG Live. Tahun ini, ESL kembali akan mendukung penuh Melbourne Esports Open 2019 dengan skala yang lebih besar. Bila ajang tahun lalu digelar di Melbourne Park, ajang tahun ini menggunakan dua venue sekaligus yang berdekatan, yaitu Melbourne Park dan Olympic Park. JB Hi-Fi, ESL, serta TEG Live berkomitmen untuk menghadirkan hiburan esports yang lebih besar dan lebih baik.

Melbourne Esports Open 2018 - Photo 1
Melbourne Esports Open 2018 | Sumber: Sarah Cooper/MEO

Salah satu kompetisi yang dihadirkan di dalam Melbourne Esports Open 2019 adalah Six Masters 2019, turnamen Rainbow Six: Siege terbesar sepanjang sejarah yang pernah digelar di seluruh Australia & New Zealand (ANZ). Turnamen ini mempertandingkan 12 tim terbaik di wilayah ANZ untuk berebut tiket LAN final pada tanggal 31 Agustus dan 1 September 2019 di Margaret Court Arena. Jumlah hadiah yang ditawarkan saat ini masih belum diumumkan.

https://twitter.com/Rainbow6ANZ/status/1124240889822375937

Sebelumnya, Six Masters 2018 digelar bersamaan dengan acara PAX Australia 2018. Mengusung hadiah senilai AUD25.000 (sekitar Rp251,5 juta), Six Masters 2018 bisa dibilang merupakan “turnamen kecil-kecilan”. Bahkan jumlah kursi penonton yang disediakan di lokasi hanya berjumlah 200 buah, padahal jumlah penonton membludak jauh dari itu. Tahun ini Ubisoft dan ESL tampaknya sudah sadar bahwa esports Rainbow Six: Siege di ANZ punya banyak peminat, sehingga mereka memindahkan venue ke Margaret Court Arena yang berkapasitas 7.500 orang.

Melbourne Esports Open 2018 - Photo 2
Melbourne Esports Open 2018 | Sumber: Dylan Esguerra/MEO

“Kami gembira dapat mengumumkan bahwa Rainbow Six akan tampil di Melbourne Esprots Open, dan memiliki keberadaan yang besar dengan Six Masters 2019. Rainbow Six telah mengalami perkembangan kuat di wilayah ini, dan kami tak sabar melihat respons para penggemar di event,” ujar Nick Vanzetti, MD & Senior Vice President dari ESL Asia-Pacific Japan.

Selain Six Masters 2019, Melbourne Esports Open 2019 juga menampilkan turnamen-turnamen lain yang tak kalah seru. Misalnya Overwatch Contenders Australia Finals di tanggal 1 September, League of Legends OPL Finals tanggal 31 Agustus, dan lain-lain. Fortnite dan Pokemon termasuk dalam jajaran game yang kembali tampil di ajang ini.

Sumber: Melbourne Esports Open

Capcom Luncurkan Liga Street Fighter V Amatir Resmi Pertama di Amerika

Beberapa waktu lalu Capcom baru saja mendirikan anak perusahaan bernama Capcom Media Ventures, yang bertugas menangani segala kegiatan esports dan media hiburan secara global. Saat peluncuran perusahaan itu diresmikan, salah satu program yang mereka umumkan adalah rencana untuk membuat liga Street Fighter V di tingkat amatir. Liga itu dalam waktu dekat akan segera terwujud, bahkan dengan format yang lebih menarik daripada liga amatir biasanya.

Bekerja sama dengan platform turnamen Super League Gaming (SLG), Capcom akan menggelar liga dan turnamen kelas amatir pertama di Amerika Serikat. Liga ini digelar dengan nama Street Fighter League: Amateur-US, senada dengan liga profesionalnya yang telah berjalan yaitu Street Fighter League: Pro-US. Uniknya adalah liga amatir ini akan menggunakan sistem kompetisi berbasis lokasi, mirip seperti Overwatch League.

Street Fighter V - Screenshot 1
Sumber: Steam

Dalam Street Fighter League: Amateur-US, kota-kota besar di Amerika Serikat akan memiliki suatu tim gabungan yang merupakan wakil dari kota tersebut. Kemudian para pemain akan maju ke pertandingan sebagai wakil kotanya masing-masing untuk melawan wakil dari kota lain, mirip seperti pertandingan sepak bola.

Karena ini level amatir, “tim” yang menjadi perwakilan tiap kota itu bukanlah organisasi sungguhan seperti tim-tim Overwatch League, melainkan hanya sekumpulan komunitas lokal yang tergabung di bawah payung komunitas Super League. Saat ini format kompetisi serta detail teknisnya belum diumumkan, tapi dalam wawancara dengan GameDaily.biz, Andy Babb (Executive Vice President Super League Gaming) berkata bahwa turnamen dan liga ini akan mengedepankan unsur inklusivitas, diversitas, integritas, serta semangat kompetisi yang sehat.

Street Fighter V - Screenshot 2
Sumber: Steam

“Komunitas Street Fighter sangat kuat dan bergairah, sehingga cocok sekali dengan komunitas esports amatir lokal yang dibangun oleh Super League secara nasional. Dan yang paling penting, Capcom memiliki visi jelas tentang pentingnya ekosistem amatir dalam komitmen umum mereka terhadap esports. Setiap pemain yang menghadiri acara esports profesional pasti ingin bisa bermain layaknya para profesional itu. Capcom mengerti pentingnya memberikan kesempatan itu kepada komunitas kompetitif dan untungnya mengakui rekam jejak Super League dalam mewujudkannya untuk sejumlah penerbit game lain yang punya pemikiran serupa,” demikian tutur Andy Babb.

Super League sendiri memiliki misi untuk menciptakan ekosistem gaming yang sehat, yang mereka sebut sebagai “good gaming movement”. Mereka ingin menciptakan lingkungan gaming yang tidak toxic, serta bisa menerima gamer dari segala level kemampuan, usia, gender, dan sebagainya. Misi tersebut juga sangat cocok dengan komunitas fighting game yang sejauh ini dikenal sangat inklusif, karena ketika para atlet sudah naik ke arena, satu-satunya yang dilihat orang adalah kemampuan bertarung mereka.

Street Fighter V - Screenshot 3
Sumber: Steam

Nantinya, seluruh kompetisi dalam Street Fighter League: Amateur-US akan diproduksi, disiarkan, dan didistribusikan oleh Super League lewat Twitch dan YouTube, ditambah dengan berbagai konten-konten spesial seperti highlight atau profil para pemain. Mereka akan betul-betul menghadirkan pengalaman esports otentik layaknya esports profesional. Dilansir dari The Esports Observer, Yoshinori Ono (Executive Producer Street Fighter) berkata bahwa model bisnis berbasis komunitas milik Super League sangat cocok dengan para pemain Street Fighter.

Selain mengadakan liga dan turnamen amatir resmi, Super League juga akan mengintegrasikan Street Fighter V: Arcade Edition ke dalam platform turnamen mereka. Ini memungkinkan siapa saja untuk mengadakan turnamen amatir sendiri dengan memanfaatkan software milik Super League serta koneksi ke berbagai venue yang berafiliasi dengan mereka.

Street Fighter V - Screenshot 4
Sumber: Steam

Peluncuran turnamen dan liga amatir ini sangat menarik karena dapat membuka berbagai potensi baru. Mulai dari peningkatan sustainability ekosistem esports Street Fighter, pencarian talenta-talenta baru, oportunitas bisnis, hingga jangkauan audiens yang lebih luas. Sebagai ekosistem yang tumbuh dengan kuat di akar rumput, program-program yang menyentuk akar rumput secara langsung seperti ini sangat menguntungkan penggemar. Mudah-mudahan saja nantinya liga amatir ini bisa digelar resmi di negara-negara lain juga, dan semakin banyak penerbit fighting game lain yang melakukan hal serupa.

Sumber: The Esports Observer, GameDaily.biz

Resmi Sudah, Kenny “Xepher” Deo Bergabung dengan Tim GeekFam

Baru-baru ini muncul kabar terbaru soal tim yang akan menjadi naungan bagi salah satu pemain Dota Indonesia yang go internasional, Kenny “Xepher” Deo. Setelah kurang lebih tujuh bulan bersama Tigers, kini muncul sebuah kabar bahwa Xepher pindah ke tim Geek Fam. Sebelumnya, pada 23 April lalu, tim Tigers mengumumkan perpisahan dengan pemain posisi Support 4 asal Indonesia tersebut.

Kepergian Xepher ketika itu berbarengan dengan kepergian dari Danil “Dendi” Ishutin, salah satu pemain midlaner yang masih menjadi panutan banyak pemain Dota sampai saat ini. Dalam perpisahan tersebut, Dawei “Xero” Teng sempat sedikit memberikan komentar singkatnya soal Xepher.

Sumber: Facebook @TigersDota2
Sumber: Facebook @TigersDota2

“Ketika baru bergabung Kenny adalah bocah pemalu yang kesulitan berkomunikasi dengan anggota tim lain menggunakan bahasa inggris. Namun, kecintaannya terhadap Dota telah mendorong dirinya sampai batas. Kini ia telah berkembang pesat, baik secara player Dota ataupun individu.” Dawei Teng lewat media sosial Tigers Dota.

Meski bersama dalam waktu yang cukup singkat, Xepher sempat mengalami masa kejayaannya tersendiri ketika bersama Tigers. Puncaknya adalah ketika Xepher, InYourDream dan kawan-kawan berhasil memenangkan DreamLeague Season 10, mengalahkan Navi 3-2 dalam seri best-of-5.

Kini bersama GeekFam, masa depan apa yang bakal menunggu Xepher di sana? Terakhir kali, tim asal Malaysia ini baru saja memindahkan roster utama mereka menjadi sub-roster. Para pemain yang diturunkan menjadi sub-roster tersebut adalah Justine “Tino” Ryan, Vincent “AlaCrity” Yoong, Lee “kYxY” Kong Yang, Mark “Shanks’ Jubert Redira, dan Pang “BrayaNt” Jian Zhe.

Durasi roster GeekFam tersebut terbilang cukup dini. Baru bergabung sekitar bulan Januari 2019 lalu, GeekFam mendadak menurunkan roster tersebut pada dua hari lalu (3 Mei 2019). Terakhir kali, mereka harus puas berada di peringkat ketiga pada gelaran Asia Pasific Predator League 2019, setelah kalah 2-0 dari BOOM.ID pada babak loser bracket finals.

Sumber: Instagram @teamgeekfam
Sumber: Instagram @teamgeekfam

Xepher di dalam tim GeekFam berarti akan membangun roster baru lagi, mengumpulkan pemain-pemain terbaik di Asia Tenggara. Melihat keputusan Xepher kali ini, sebenarnya bisa dibilang cukup masuk akal. Mengapa? Hal ini mengingat scene Dota 2 di Indonesia yang belakangan sedang melesu. Berbagai organisasi esports yang lahir dari Dota malah melepas divisi Dota 2, seperti The Prime dan juga Rex Regum Qeon.

Akankah nantinya Xepher mengajak pemain asal Indonesia lain untuk membangun roster GeekFam? Yang pasti adalah, mari kita doakan semoga GeekFam bisa menjadi rumah bagi Xepher untuk berkembang menjadi lebih baik lagi ke depannya!

 

ONIC Esports Sah Jadi Tim Terkuat di Indonesia Berkat Kemenangan Mereka di MPL ID S3

MPL Indonesia Season 3 (MPL ID S3) akhirnya selesai digelar dan menemukan juaranya. ONIC, yang beberapa bulan terakhir selalu juara di setiap pertandingan Mobile Legends tingkat nasional, akhirnya sah menjadi tim MLBB terkuat di Indonesia musim ini.

Perjalanan ONIC menjadi juara MPL ID S3 memang terbilang mulus tanpa hambatan. Tim ini memang sudah dominan dan menempati peringkat pertama di klasemen akhir Regular Season. Sama seperti tajuk MPL ID S3 kali ini (New History), ONIC juga berhasil membuat sejarah baru dengan mematahkan ‘kutukan’.

Pasalnya, di Season 1 dan 2, posisi pertama di Regular Season justru tak berhasil jadi juara di Playoff/Grand Final. Di Season 2, ONIC juga sebenarnya yang berhasil meraih posisi pertama di klasemen akhir Regular Season. Namun, kala itu, RRQ yang berhasil jadi juara MPL ID S2.

Di Grand Final MPL ID S3 ini, ONIC berhasil melanggeng mulus di Upper Bracket tanpa kekalahan. Namun demikian, ada beberapa hal menarik yang bisa dibahas dari Grand Final Season 3 ini.

2 tim dari organisasi esports besar Indonesia, PSG.RRQ dan EVOS Esports, yang jadi finalis MPL ID S2 justru gugur di hari pertama. Keduanya memang harus memulai Playoff ini dari Lower Bracket karena performa mereka yang tak maksimal di Regular Season. Performa mereka juga tak beranjak naik di babak ini.

PSG.RRQ sebenarnya sempat memenangkan game pertama melawan Bigetron. Namun Bigetron yang sekarang diasuh oleh mantan pemain LoL legendaris asal Indonesia, Ruben “rubeN” Sutanto, berhasil membalikkan keadaan dan menutup kemenangan dengan skor 2-1. Di sisi lainnya, EVOS juga berhasil ditaklukkan oleh Alter Ego. Masuknya dua bintang, Afrindo ‘G’ Valentino dan Gustian ‘Rekt’, ke EVOS di awal musim kemarin ternyata tak membuahkan hasil yang memuaskan.

Namun demikian, menariknya lagi, Bigetron dan Alter Ego yang berhasil mengalahkan dua finalis Season 2 juga langsung kandas keesokan harinya. Bigetron harus kalah dari Tantyo ‘Doyok’ dan kawan-kawannya dari SFI Critical. Sedangkan Alter Ego harus pulang merasakan dominasi Louvre Esports yang sekarang berisikan pemain bintang seperti Kido, Watt, Marsha, Jeel, dan Yor.

Sayangnya, pemain-pemain bintang tadi masih tak mampu menundukkan Udil dan kawan-kawannya di ONIC di partai pamungkas, setelah mengalahkan SFI Critical di final Lower Bracket. ONIC Esports bahkan berhasil menuai hasil sempurna tanpa balas di pertandingan terakhir mereka dengan skor 3-0 (Bo5).

Dominasi ONIC di dunia persilatan MLBB musim ini memang begitu kental. Hybrid pun sempat bertanya ke Ryan ‘KB’ Batistuta, yang bisa dibilang sebagai shoutcaster paling aktif untuk MLBB tentang hal ini.

Ia percaya tim ONIC memiliki bonding yang unik, yang makin akrab saat bertengkar. Namun tak hanya itu, latihan, mekanik, dan skill individu mereka juga cukup stabil. “Mungkin para pemain ONIC cinta banget sama game-nya. Feeling mereka berbeda dengan tim-tim lain. ONIC mampu memberikan kejutan di saat tim-tim lain tak terpikirkan untuk melakukan hal yang sama.” Jawab KB yang juga memandu jalannya pertandingan final MPL ID S3.

Meski begitu, performa RRQ di musim kedua MPL ID juga begitu cantik. Namun, belum sampai berselang satu tahun, kedigdayaan mereka luntur. Namun justru karena itulah, dunia persilatan esports MLBB di Indonesia akan selalu menarik untuk diikuti.

Apakah ONIC masih bisa mempertahankan keperkasaannya sampai di Season 4 nanti? Bagaimana mereka akan menghadapi tim-tim tangguh di tingkat Asia Tenggara di MSC 2019? Kita tunggu saja ya!

Dokumentasi: Hybrid / Akbar Priono
Dokumentasi: Hybrid / Akbar Priono

compLexity Gaming Rebranding Besar-Besaran, Kini Selaras dengan Dallas Cowboys

compLexity Gaming adalah salah satu organisasi esports terkenal di Amerika Serikat yang sudah berusia belasan tahun. Organisasi ini memiliki tim di sejumlah game berbeda, termasuk Counter-Strike: Global Offensive, Rocket League, dan Hearthstone, namun para penggemar esports kebanyakan akan mengenal mereka sebagai tim kuat di kancah Dota 2.

Satu yang mungkin banyak orang tak tahu adalah bahwa compLexity Gaming (alias coL) sebetulnya dimiliki oleh Jerry Jones yang juga merupakan pemilik tim American Football profesional Dallas Cowboys. Dalam situs resminya, compLexity Gaming menyebut Dallas Cowboys sebagai “tim saudara” (sister team). Dan kini, setelah lebih dari 16 tahun berkecimpung di bidang esports, compLexity Gaming akhirnya melakukan rebranding besar.

compLexity Gaming - old
Wujud jersey lama compLexity Gaming | Sumber: compLexity Gaming

Rebranding itu muncul dalam wujud perubahan logo serta warna tema yang digunakan tim secara menyeluruh. Bila dulu compLexity Gaming identik dengan warna merah, putih, dan hitam, kini mereka mengganti warna menjadi biru putih dan mengubah logo menjadi sebuah bintang, mirip dengan logo Dallas Cowboys. Hal ini dilakukan memang dengan tujuan untuk menyelaraskan brand dengan Dallas Cowboys.

“Kami tidak hanya mengganti sebuah logo. Kami membangun di atas sejarah compLexity sebagai inovator di ruang esports dengan cara membuka jalan baru sekali lagi,” kata Jason Lake, founder dan CEO compLexity Gaming, di situs resminya. “Perluasan visi ini mengambil semua pengalaman yang kami dapat sebagai organisasi esports papan atas selama 16 tahun dan menaikkannya ke level yang lebih tinggi—menghasilkan standar baru dan merevolusi bagaimana organisasi esports seharusnya beroperasi,” lanjutnya.

Logo bintang yang memiliki lima sudut juga merupakan simbolisasi 5 prinsip utama yang ingin diusung compLexity Gaming sebagai sebuah brand. Prinsip-prinsip tersebut yaitu:

  • Competition: Terus membangun tim-tim yang kompetitif.
  • Community: Merangkul para penggemar esports baik lokal ataupun global.
  • Culture: Memperhatikan kebutuhan para penggemar yang dinamis dan beraneka ragam.
  • Cause: Berkontribusi pada gerakan-gerakan mulia di dunia.
  • Convergence: Memanfaatkan kemajuan teknologi dari olahraga tradisional untuk terus mengembangkan dan membentuk ekosistem esports secara menyeluruh.

Kelima prinsip di atas semuanya bertujuan untuk mencapai visi compLexity, yaitu kesuksesan jangka panjang dan sustainability di dunia esports. Secara praktis, penyelarasan brand ini kemungkinan akan berpengaruh pada popularitas compLexity Gaming. Mereka yang tadinya merupakan penggemar Dallas Cowboys bisa jadi akan tertarik untuk mendukung compLexity Gaming, begitu juga sebaliknya.

Ke depannya, compLexity Gaming ingin terus menjaga komitmen untuk memajukan industri esports menuju apa yang disebut “Esports 3.0”, di mana para atlet esports mendapat perlakuan setara dengan atlet olahraga tradisional. Termasuk dalam usaha tersebut yaitu pendirian markas baru yang disebut GameStop Performance Center, di mana terdapat beragam fasilitas pelatihan serta perawatan tercanggih untuk para atlet esports, di samping ruang publik, fasilitas untuk sponsor, dan lain sebagainya.

Sumber: compLexity Gaming