Cloud9 Lebarkan Sayap ke Brasil, Mulai dengan Rekrut Tim Esports Apex Legends

Organisasi esports ternama asal Amerika Serikat, Cloud9, belakangan ini semakin gencar melakukan ekspansi ke berbagai penjuru dunia. Baru saja awal April lalu mereka mengakuisisi tim Rainbow Six: Siege asal Korea Selatan, sekarang Cloud9 kembali melebarkan sayap dengan merekrut roster Apex Legends dari negara Brasil.

Roster Apex Legends Cloud9 terdiri dari tiga orang, yaitu ninexT (Nino Pavolini), isnoul (Gabriel Ceregatto), dan noted (Vince Mancinni). Ketiganya punya pengalaman bermain berbagai first person shooter, seperti Rainbow Six atau Overwatch, juga merupakan para streamer yang cukup populer. Cloud9 sebetulnya pernah merekrut pemain Brasil sebelum ini, yaitu Jukes (Flavio Fernandes) di divisi League of Legends. Akan tetapi ia hanya berperan sebagai streamer, bukan atlet kompetitif. Baru kali ini Cloud9 memiliki skuat penuh bermain di wilayah Brasil.

noted
Vince Mancinni alias noted | Sumber: HVMN

Cloud9 bukan satu-satunya tim esports besar yang mulai merambah dunia esports Apex Legends. Sebelumnya, Team Liquid, 100 Thieves, serta NRG Esports juga telah melakukan hal yang sama. Begitu pula Cloud9 bukan satu-satunya tim dari wilayah Amerika Utara yang merambah Brasil belakangan ini. Tim Immortals tahun lalu juga merekrut tim Brasil untuk cabang Counter-Strike: Global Offensive. Luminosity Gaming telah memiliki tim CS:GO dan PUBG asal Brasil, sementara OpTic Gaming sempat memiliki tim CS:GO Brasil khusus wanita namun hanya bertahan tiga bulan sebelum bubar.

Dengan jumlah pemain lebih dari 50 juta jiwa di seluruh dunia (dan terus bertambah), Apex Legends kini memang sudah menyandang status salah satu battle royale terpopuler dunia. Akan tetapi sebetulnya kondisi Apex Legends sedang agak mengkhawatirkan. Sempat merajai Twitch di awal tahun, belakangan viewership game ini sedang turun drastis. Penyebabnya bisa bermacam-macam, namun ada dua hal yang paling menonjol di kalangan komunitas.

Pertama, ketika Battle Pass dirilis, ternyata konten di dalamnya mengecewakan banyak penggemar. Respawn sendiri selaku developer telah mengakui hal ini dan berjanji akan merilis konten yang lebih substansial di Battle Pass berikutnya. Respawn juga lebih berkomitmen dalam memperbaiki bug, melawan cheater, serta memastikan performa game stabil ketimbang merilis konten baru. Konsekuensinya, Apex Legends jadi terasa membosankan karena tidak ada konten untuk menjaga agar para pemain tetap tertarik.

Selain itu keluhan yang paling sering didengungkan adalah bahwa Apex Legends masih sangat miskin fitur. Tidak ada pilihan untuk bermain Solo atau Duo, tidak ada variasi mode atau arena permainan, bahkan tidak ada lobby. Fitur terakhir ini terutama sangat krusial bila Respawn ingin Apex Legends tumbuh sebagai sebuah esports.

Dalam pengumuman di situs resminya baru-baru ini, Respawn menyatakan bahwa mereka berkomitmen untuk menjaga pertumbuhan Apex Legends di jangka panjang. Namun mereka juga tidak mau memforsir para karyawannya dalam bekerja. Ketimbang merilis konten kecil terus-menerus, Respawn merasa lebih tepat bila mereka merilis konten lebih jarang, namun memastikan bahwa setiap kontennya berkualitas dan bermakna. Semoga saja itu keputusan yang tepat.

Sumber: The Esports Observer, Cloud9, EA

R-Tech dan sbyrazor Bertandang ke Singapura untuk Versus Masters 2019

Tanggal 27-28 April 2019 ini, BeastAPAC bekerja sama dengan PVP Esports menggelar Versus Masters 2019 (VS Masters). VS Masters ini merupakan sebuah event yang menjadi program Versus Community untuk mengembangkan komunitas gaming di Asia.

Acara yang disponsori oleh Singtel dan digelar di Singtel Recreation Club ini akan mempertandingkan 9 game fighting (dengan 10 cabang) berbeda, sebagai berikut:

  1. Super Smash Bros Ultimate
  2. Street Fighter V: Arcade Edition
  3. Tekken 7 (masuk dalam rangkaian Tekken World Tour Dojo Event)
  4. Soul Calibur VI
  5. Blazblue Cross Tag Battle
  6. Under Night In-Birth
  7. Ultra Street Fighter IV
  8. Dragon Ball Fighter Z
  9. Mortal Kombat 11 (PS4)
  10. Mortal Kombat 11 (Nintendo Switch)

Untuk kompetisi Tekken 7 nya sendiri, setidaknya ada dua jagoan Tekken Indonesia yang akan ikut bertandang ke sana yaitu Christian ‘R-Tech’ Samuel dan Sean Sebastian ‘sbyrazor’ Wijaya (yang bisa dipastikan sampai artikel ini ditulis). Oh iya, selain itu, Valerie Christi-Ann, seorang shoutcaster fighting dari Indonesia, juga turut menjadi shoutcaster di gelaran ini.

Saya pun berbincang-bincang dengan Bram Arman, Co-Founder Advance Guard sekaligus sesepuh di Fighting Game Community (FGC) Indonesia, dan Christian Samuel mengenai kompetisi ini.

Buat yang tidak terlalu mengikuti esports fighting Indonesia, menurut cerita dari Bram, event ini menjadi event keempat dari Valerie menjadi shoutcaster event internasional. Shoutcaster ini memulai debut internasionalnya saat memandu pertandingan di Abuget Cup 2018.

Sedangkan R-Tech mungkin bisa dibilang sebagai salah satu pemain Tekken 7 Indonesia terbaik bersama dengan Muhammad ‘Meat’ Adrian Jusuf. Pemain Alter Ego ini sudah langganan juara turnamen Tekken 7 tingkat nasional seperti ESL Fighting Arena, dan turnamen Tekken 7 KASKUS Battleground 2018.

Di sisi lainnya, sbyrazor adalah salah seorang pemain Tekken 7 yang biasanya masuk peringkat 8 di turnamen lokal Jakarta.

IEC Kratingdaeng 2018. Source: Advance Guard
Meat (kiri) melawan R-Tech (kanan) di IEC Kratingdaeng 2018. Source: Advance Guard

Seperti yang saya cantumkan di atas, turnamen Tekken 7 di VS Masters merupakan bagian dari rangkaian Tekken World Tour Dojo. Anda bisa membaca tautan tadi untuk info lebih lengkap soal jenjang esports Tekken 7 yang digunakan di tahun 2019 ini.

Namun singkatnya, Tekken World Tour (TWT) menggunakan sistem jenjang yang mirip dengan Dota 2 dan FIFA 19; yang berbasis poin. Para pemenang turnamen yang masuk dalam rangkaian TWT (di sini disebut Dojo) akan mendapatkan poin tertentu, berdasarkan peringkat dan jenis turnamennya. 19 pemain dengan poin tertinggi (rankingnya bisa dilihat di sini) di akhir musim akan langsung mendapatkan undangan untuk bertanding di kompetisi Tekken 7 paling bergengsi di dunia, Tekken World Tour Finals.

Tekken World Tour 2019 - Ranking Points
Pembagian Ranking Points TWT 2019 | Sumber: Bandai Namco

TWT musim ini sendiri memang baru saja dimulai dengan gelaran pertama yang bertajuk MIXUP di Lyon, Perancis, tanggal 20 April 2019 kemarin.

Lalu bagaimana sebenarnya peluang pemain Indonesia di turnamen kali ini?

R-Tech yang rendah hati sempat memberikan komentarnya, “Saya ga berani ngomong sampe mana. Cuma saya selalu do the best aja. Hehe.” Ujarnya. Sedangkan Bram menjelaskan bahwa, menurutnya, Indonesia setidaknya ada di 3 besar di dunia persilatan Tekken 7 se-Asia Tenggara.

“Kalau menurut saya pribadi, masih di bawah Thailand dan Filipina.” Ujar Bram. R-Tech juga setuju dengan pendapat Bram soal posisi Indonesia di dunia persilatan Asia Tenggara tadi. Dari Thailand sendiri, ada pemain Tekken 7 bernama Book. Sedangkan Filipina memiliki 2 bintang, Doujin dan AK. Setidaknya 3 nama itulah yang disebutkan Bram saat saya tanyakan jagoan-jagoan Tekken 7 dari Thailand dan Filipina.

Akhirnya, mampukah 2 jagoan Tekken kita meraih poin TWT pada pertandingan VS Masters 2019 kali ini? Kita doakan saja yuk!

Disclosure: Hybrid adalah media partner dari Advance Guard.

Baru Tiga Bulan Bergabung, Dendi Hengkang dari Tim Dota 2 Tigers Bersama Xepher

Belum lama berselang semenjak Dendi (Danil Ishutin) bergabung dengan tim Dota 2 asal Malaysia, Tigers, pada bulan Januari 2019 lalu. Kini atlet esports asal Ukraina itu dikabarkan sudah berpindah tim lagi. Namun rupanya tidak hanya Dendi yang hengkah dari Tigers. Satu pemain lagi ikut pergi bersamanya, pemain yang namanya pasti tak asing lagi. Dia adalah Xepher (Kenny Deo) yang merupakan pemain asal Indonesia.

Kepindahan kedua pemain ini diumumkan oleh Tigers lewat halaman Facebook mereka beberapa waktu lalu. Menurut pernyataan dari Dendi di pengumuman tersebut, alasan dirinya pindah dari Tigers adalah karena mereka tidak berhasil meraih hasil yang memuaskan di turnamen-turnamen.

“Terima kasih telah memberikan saya kesempatan besar untuk bermain di Asia Tenggara bersama Tigers. Ini adalah pengalaman yang hebat dan menyenangkan. Sayangnya hasil yang kami raih tidak begitu bagus sehingga saya memutuskan untuk mencoba sesuatu yang baru. Saya sangat berharap kalian bisa meraih sukses dan mencapai tujuan yang kalian inginkan,” demikian ujar Dendi.

Tigers | DreamLeague Season 10
Tigers ketika menjuarai DreamLeague Season 10, masih bersama inYourdreaM | Sumber: Tigers

Dalam tiga bulan terakhir Tigers sempat meraih runner-up di turnamen BTS Spring Cup: Southeast Asia dan Cobx Masters 2019 Phase II. Namun dua turnamen ini bisa dibilang termasuk turnamen kecil. Di turnamen yang lebih signifikan, seperti StarLadder ImbaTV Dota 2 Minor, ESL One Birmingham 2019, MDL Disneyland Paris Major, serta OGA Dota PIT Minor 2019, Tigers selalu gugur sebelum berhasil melaju ke babak utama. Ini tentu cukup timpang dibandingkan pencapaian Tigers di akhir 2018, yang berhasil menjadi juara DreamLeague Season 10 setelah mengalahkan Na’Vi.

Meski performanya kurang maksimal, tampaknya Dendi dan Xepher sama-sama meninggalkan Tigers dengan baik-baik. Ini tercermin dari pernyataan Tigers bahwa kedua pemain telah sama-sama menunjukkan rasa persaudaraan dan dedikasi yang kuat, dan Tigers telah belajar banyak dari mereka. Ke depannya Tigers akan mulai mencari pemain baru lagi untuk membentuk skuat hebat yang bisa bersaing di kompetisi besar, terutama turnamen-turnamen Dota Pro Circuit (DPC).

Tigers - Dendi Join
Dendi ketika bergabung dengan Tigers | Sumber: Tigers

Manajer Tigers, Xero (Dawei Teng), juga mengungkapkan rasa terima kasihnya pada kedua pemain. “Berpisah dengan para pemain selalu merupakan bagian tersulit dari menjadi seorang manajer, terlebih-lebih dengan kepergian Kenny dan Danil. Ketika Kenny baru bergabung dengan tim ini, dia adalah anak pemalu yang kesulitan berbicara bahasa Inggris dengan yang lainnya, tapi kecintaannya pada game (Dota 2) mendorong keterbatasannya dan ia telah tumbuh begitu pesat baik sebagai pemain ataupun sebagai manusia.

Mood Danil yang selalu ceria dan mudah menular telah menopang kami melewati masa-masa sulit, dan kami akan mengenang waktu yang ia habiskan bersama tim dan pengalaman yang ia bagikan dengan kami semua. Posisi mereka akan sulit digantikan, tapi kami akan berjuang. Kami sangat senang bekerja bersama Kenny dan Danil, dan kami berharap yang terbaik dalam usaha mereka di masa depan,” ujar Xero.

Belum ada kabar pasti tentang ke mana kedua pemain ini akan pindah nantinya. Namun menurut CEO Na’Vi, Yevhen Zolotarev, Dendi sebetulnya masih terikat kontrak pada Na’Vi. Jadi statusnya di Tigers hanyalah pemain pinjaman.

Sementara itu beberapa waktu lalu inYourdreaM (Muhammad Rizky) yang merupakan mantan pemain Tigers telah bergabung dengan tim dalam negeri yaitu EVOS. Andai Xepher pindah ke tim yang sama dengan inYourdreaM, artinya mereka akan bermain bersama kembali seperti ketika memenangkan DreamLeague Season 10. Dan hal itu pastinya akan sangat seru bagi iklim Dota 2 di tanah air.

Sumber: Tigers

Tak Terduga, Rex Regum Qeon Membubarkan Divisi Dota 2

Sore ini, (25 April 2019) berita mengejutkan datang dari salah satu pionir organisasi esports di Indonesia. Tim Rex Regum Qeon, baru-baru ini mengumumkan melepas divisi Dota 2 lewat kanal media sosial instagram. Dalam postingan tersebut, sama sekali tak ada sedikitpun penjelasan soal alasan pelepasan divisi tersebut.

Dalam caption hanya tertulis bentuk terima kasih manajemen Rex Regum Qeon, atas semua perjuangan yang telah diberikan divisi Dota 2 selama ini. Terakhir kali, tim Dota 2 Rex Regum Qeon ini beranggotakan “Rusman” Hadi, Yusuf “Yabyoo” Kurniawan, Rivaldi “R7” Fatah, dan Adi Syofian “Acil” Asyauri.

RRQ bubar Dota #1
Sumber: Instagram @teamrrq

Berita pembubaran ini jadi mengejutkan, karena mengingat tim Rex Regum Qeon yang lahir dan berkembang bersama dengan scene Dota 2 di Indonesia. Sebelum BOOM.ID menjadi buah bibir di kalangan penikmat esports Dota 2, Rex Regum Qeon bisa dibilang adalah raja pertama yang menduduki tahta tim terkuat di kancah kompetitif Dota 2 Indonesia.

Mengutip Dota 2 Liquidpedia, awal mula sejarah panjang organisasi Rex Regum Qeon adalah kompetisi Asian Cyber Games 2013. Dalam kompetisi tingkat Asia tersebut, salah satu roster terkuat Dota 2 Indonesia bertanding, yang menjadi cikal bakal dari Rex Regum Qeon. Jajaran pemain mengikuti kompetisi tersebut adalah, Farand “Koala” Kowara, Azam “Nafari” Aljabar, Ritter, Rene “Minerva” Michael Halim, dan Gehenna.

Walau meraih hasil yang kurang maksimal, namun momen tersebut menjadi momen yang patut diingat dari sejarah esports Dota 2 di Indonesia. Hal tersebut mengingat turnamen tersebut yang melahirkan RRQ. Sejak saat itu, kancah Dota 2 jadi melekat dengan organisasi esports yang punya arti nama King of Kings ini. Namun sejak tahun 2017, prestasi RRQ Dota 2 mulai berangsur menurun.

Berkali-kali mereka harus puas berhenti di posisi 10 besar, walau masih sempat menjadi runner-up dan peringkat ketiga di beberapa turnamen. Terakhir kali mereka harus puas berada di peringkat 6 dalam gelaran ESL Indonesia Championship 2019, yang dimenangkan oleh BOOM.ID.

Terkait pelepasan divisi Dota 2 ini, redaksi Hybrid.co.id mencoba menghubungi Wilbert Marco selaku Head of Team Manager Rex Regum Qeon. “Mungkin berita ini agak mengejutkan bagi para penggemar esports di Indonesia ya, tapi keputusan ini sebetulnya sudah dipikirkan masak-masak oleh pihak manajemen dari sebelum-sebelumnya.” jawab Marco menjelaskan.

Sumber: Dokumentasi RRQ - Wilbert Marco
RRQ saat GESC Indonesia Dota 2 Minor 2018. Sumber: Dokumentasi RRQ – Wilbert Marco

“Kalau soal alasan, salah satunya alasannya adalah karena manajemen kami kesulitan mencari pemain yang cocok, untuk melengkapi line-up agar dapat bersaing dengan tim-tim lain. Hal ini juga mengingat pemain Dota 2 di Indonesia yang kini sudah semakin sedikit.” Marco melanjutkan soal alasan pembubaran divisi Dota 2 Rex Regum Qeon.

Kalau permasalahaannya adalah soal talent pool Dota 2 di Indonesia, bagaimana dengan mencoba menarik pemain dari luar negeri? Marco menjawab seraya mencoba mengingatkan, bahwa RRQ sebelumnya pernah mendatangkan Bokerino dan Xrag dari Filipina. Namun percobaan tersebut ternyata tidak berbuah baik. “Sayangnya kehadiran mereka memunculkan beberapa kendala, seperti bahasa, visa, dan lain sebagainya” Jawab Marco lebih lanjut.

Pembubaran ini mungkin bisa dibilang sebagai kekecewaan terbesar bagi fans esports di Indonesia, setidaknya bagi saya sendiri yang masih menganggap RRQ sebagai salah satu pionir dalam scene esports Dota 2 Indonesia. Tapi apa mau dikata jika itu memang jalannya. Good luck bagi Yabyoo dan kawan-kawan, good luck juga untuk RRQ. Semoga ini menjadi keputusan terbaik bagi kedua belah pihak, #VivaRRQ!

5 Tim Esports Indonesia Dengan Catatan Kemenangan Beruntun di Kancah Lokal

Belakagan, kemenangan beruntun seakan menjadi tema besar di berbagai cabang game dalam kancah esports Indonesia. Ada berbagai tim berhasil meraih kemenangan beruntun di beberapa kompetisi, mulai dari yang berskala besar sampai skala kecil.

Memang tim yang ada di daftar ini terkenal sangat kuat di kancah lokal. Kalau bicara indikator tim yang kuat, menurut saya setidaknya ada dua faktor penting, yaitu kemampuan individual dan kerjasama tim yang solid. Masalahnya, para tim ini kuat secara kerjasama tim dan kemampuan individual, yang membuat mereka jadi sulit sekali dikalahkan. Sejauh ini ada 5 tim esports Indonesia yang sedang tak terkalahkan, siapa saja mereka?

EVOS AOV

Sumber:
Sumber: Facebook @IndoESL

Tim esports Indonesia ini belakangan baru meraih prestasi yang begitu gemilang di kancah lokal. Saat ini, EVOS AOV beranggotakan Hartawan “Wyvorz” Muliadi, Satria Adi “Wiraww” Wiratama, Sutandyo “MythR” Raihan, Farhan “Hanss” Akbari Ardiansyah, Hartanto “Pokka” Luis, dan Wibisono “Carraway” Henrikus Teja sebagai pemain cadangan.

Selama musim kompetisi 2018-2019, lima jawara ini sudah memborong gelar juara dari hampir semua kompetisi AOV yang diselenggarakan secara lokal Indonesia. Sejak Februari hingga April 2019 ini, mereka sudah berhasil memenangkan 4 kompetisi secara berturut-turut. Kompetisi tersebut adalah, AOV Star League Season 2 yang diselenggarakan pada Februari 2019, Grand Final Kaskus Battleground Season 4 pada Maret 2019, ESL Indondesia Championship serta ESL Clash of Nation pada akhir Maret 2019.

Memasuki season 2018-2019, penampilan EVOS AOV terhitung cukup stabil. Padahal, mereka sempat berganti roster saat pergantian musim. Ketika itu, Randy “CL” Shimane, Muhammad “Naitomea”, dan Mustain “Mumuy” Al, keluar dari tim karena alasan tertentu. Menggantikan ketiga pemain tersebut, masuklah Wyvorz, MythR, dan Pokka, yang kini tampil menjadi pemain inti.

Kendati sempat kalah dua kali selama liga ASL, namun chemistry antar pemain terbentuk sepanjang musim tersebut, yang membuat permainan mereka jadi sangat solid. Puncak kemenangan mereka adalah saat tim AOV Indonesia akhirnya bisa membuktikan diri di hadapan tim-tim Asia Tenggara dalam kompetisi ESL Clash of Nations 2019.

Sebagai salah satu program esports yang paling saya amati, saya mengakui memang EVOS AOV bisa dibilang sebagai tim paling stabil di kancah AOV. Senjata utama tim ini adalah ketenangan yang luar biasa dari seluruh anggota tim. Dalam keadaan kalah sekalipun, mereka tidak pernah keteteran, tetap fokus memanfaatkan keadaan sebaik mungkin. Alhasil, kemenangan mereka kerap datang ketika tim lawan kelabakan karena kesalahan sepele nan fatal yang mereka lakukan, meski sedang dalam keadaan unggul.

BOOM.ID Dota 2

ESL Indonesia Championship - BOOM.ID
BOOM.ID juara Dota 2 ESL Indonesia Championship | Sumber: ESL Indonesia

Setelah membahas MOBA untuk Mobile, kini kita akan bicara soal MOBA di PC. Siapakah tim esports Indonesia dengan kemenangan beruntun di kancah MOBA PC? Siapa lagi kalau bukan divisi Dota 2 dari BOOM.ID. Roster tim BOOM.ID ini berisikan talenta-talenta berbakat, yaitu Rafli “Mikoto” Fathur Rahman, Randy “Dreamocel” Sapoetra, Saieful “FBZ” Ilham, Tri “Jhocam” Kuncoro, dan Alfi “Khezcute” Nelyphyana.

Nama BOOM.ID di kancah Dota 2 memang terbilang sangat bersinar, terutama di kancah lokal. Dalam kancah lokal, BOOM.ID bisa dibilang sudah tidak bisa dikalahkan lagi. Tim ini juga sudah tiga kali bertanding di kancah internasional, tepatnya pada kompetisi DPC Minor. 

Kalau hanya mencatat kompetisi lokal terbesar saja, kemenangan beruntun BOOM.ID belum berhenti dari tahun 2018 lalu. Kompetisi lokal yang berhasil dimenangkan BOOM.ID adalah, Indonesia Games Championship 2018 yang diselenggarakan oleh Telkomsel, Predator League 2019 Indonesia Qualifier, dan ESL Indonesia Championship 2019. Fakta menarik lainnya adalah, dari tiga kompetisi besar tersebut BOOM.ID menang mulus tanpa ada kekalahan sekalipun, baik dalam format best of 3 ataupun best of 5.

Dahulu roster Dota 2 BOOM.ID bisa dibilang jadi roster dream team. Sebab, ketika itu tim ini diisi oleh carry dan midlaner yang bisa dibilang terbaik pada masanya. Mereka berdua adalah Dreamocel dan Muhammad “InYourDream” Rizky. Namun, karena suatu hal, InYourDream akhirnya memutuskan untuk berpisah jalan dengan BOOM.ID, yang akhirnya digantikan oleh FBZ. Banyak penggemar Dota ragu dengan kemampuan FBZ awalnya. Namun ia berhasil membuktikan dirinya pertama kali saat IGC 2018 lalu. Akhirnya, BOOM.ID Dota berhasil melaju dengan baik-baik saja walau tanpa kehadiran InYourDream; bahkan perstasinya jadi lebih baik.

Kendati sudah tak terkalahkan di kancah lokal, hal lain yang masih ingin dibuktikan BOOM.ID adalah kemampuannya di kancah internasional. Sejauh ini, BOOM.ID masih belum bisa berbuat banyak dalam dua kompetisi minor terakhir yang mereka ikuti. Tercatat, dua kali mereka harus puas berada di peringkat 7-8, berada di posisi terbawah dan gagal lolos dari fase grup. Kini mereka sedang menjalani Minor ketiga mereka, yaitu OGA Dota PIT Minor 2019, yang diselenggarakan di Kroasia. Akankah BOOM.ID dapat memecahkan kutukan dan membuktikan dirinya di kancah internasional?

Bigetron PUBG Mobile

Sumber: Tencent Official Media
Sumber: Tencent Official Media

Berlanjut ke kancah esports yang belakangan sedang populer di kalangan gamers, yaitu PUBG Mobile. Kalau AOV punya EVOS yang sudah hampir tak terkalahkan, di PUBG Mobile ada tim Bigetron yang juga sedang berada dalam kemenangan beruntun. Tim ini beranggotakan Made Bagas “Zuxxy” Pramudita, Made Bagus “Luxxy” Prabaswara, Robby “Natic” Mahardika Saputra, dan Muhammad “Ryzen” Albi.

Seperti EVOS AOV, catatan kemenangan beruntun Bigetron PUBG Mobile banyak berasal dari kompetisi lokal. Sampai saat ini, sepertinya banyak tim sedang berpikir keras mencari cara untuk mengalahkan tim ini, entah secara strategi ataupun skill individu. Kalau berdasarkan kompetisi PUBG Mobile yang resmi digelar Tencent, mereka sudah menang berturut-turut sejak 2018 lewat kompetisi PUBG Indonesia National Championship 2018, dan PUBG Mobile Clash Open 2019.

Catatan kemenangan beruntun mereka lalu terus berlanjut setelah PINC 2018. Kompetisi yang berhasil mereka menangkan setelah PINC 2018 adalah, Indonesia Pride Weekdays Championship yang digelar oleh Mineski pada November 2018, dilanjut dengan Indonesia Esports Games pada awal Januari 2019, dan tak lupa juga Metaco Circuit Cup Season 1 yang baru saja selesai pada April 2019 lalu.

Alasan kemenangan beruntun tersebut, mungkin karena tim PUBG Mobile Bigetron yang sangat solid, karena sudah bermain bersama sejak lama. Zuxxy, Luxxy, dan Natic sendiri sudah bermain bersama sejak Rules of Surivival masih menjadi salah satu game Battle Royale terpopuler di mobile. Ketika bermain RoS secara kompetitif, mereka juga berhasil menjadi juara nasional dalam kompetisi Rules of Survival Indonesia Championship. Mereka bertiga akhirnya memutuskan hijrah ke PUBG Mobile dan berhasil mempertahankan tradisi juara tersebut.

Kini, pembuktian Bigetron PUBG Mobile berikutnya adalah di kancah internasional. Terakhir kali mereka menempati peringkat 4 dalam kompetisi PUBG Mobile Star Challenge (PMSC) yang diselenggarakan di Dubai, Uni Emirat Arab. Walau bukan peringkat yang sebegitu buruk, namun tetap saja mereka masih belum pernah menjadi juara di kancah internasional. Ketika itu kompetisi PMSC dijuarai oleh tim PUBG Mobile asal Thailand, RRQ.Athena. Mereka keluar sebagai juara karena taktik permainan agresif, yang dilengkapi dengan kemampuan individual yang sangat baik.

Onic Mobile Legends

Sumber: Piala Presiden Official Media
Sumber: Piala Presiden Official Media

Organisasi Onic Esports bisa dibilang sebagai pendatang baru di ekosistem esports Indonesia. Baru berdiri sejak tahun 2018 lalu, Onic Esports langsung menggebrak dengan mencatatkan kemenangan beruntun pada divisi Mobile Legends. Onic Mobile Legends beranggotakan Teguh “Psychoo” Iman Firdaus, Muhammad Julian “Udil” Ardiansyah, Adriand “Drian” Larsen Wong, Maxhill “Antimage” Leonardo, dan satu pemain asal Malaysia, Lu “Sasa” Kai Bean.

Tercatat, tim Onic Mobile Legends hampir tidak terkalahkan sepanjang awal musim 2019 ini. Catatan kemenangan beruntun ini juga terjadi selama Mobile Legends Professional League, liga utama Mobile Legends yang diselenggarakan oleh Moonton. Tercatat, dari 11 pertandingan yang harus mereka jalani, Onic Esports tidak pernah sekalipun kalah dan berhasil mengumpulkan poin sempurna.

Kalau ditambah dengan kompetisi lain yang diikuti selain dari liga resmi, maka mereka catatan kemenangan beruntun mereka dimulai sejak akhir-akhir tahun 2018. Mereka sudah tak terkalahkan sejak Indonesia Pride Weekdays Championship season 4,5, dan 6, Indonesia Esports Games 2018, Dunia Games League 2019, sampai kompetisi Piala Presiden Esports 2019 dan Mobile Legends Star League Season 3.

Salah satu alasan kemenangan beruntun dari tim Onic Esports ini, adalah berkat kemampuan individu Udil dan Sasa. Saat ini, kemampuan mereka bisa dibilang sudah berada di atas rata-rata pemain Mobile Legends Indonesia. Ditambah lagi, permainan tim mereka juga sangat kompak, karena Anti-Mage, Psychoo, dan Drian yang juga sama jagonya dan bisa mengimbangi permainan Udil dan Sasa.

Secara lokal, mereka sudah tidak bisa dikalahkan. Tetapi bagaimana dengan di tingkat internasional? Sementara ini, kompetisi antar-negara berikutnya dalam kancah Mobile Legends adalah Mobile Legends Southeast Asia Cup 2019. Kompetisi setingkat Asia Tenggara ini terakhir kali didominasi oleh Aether Main, (Sekarang menjadi roster Bren Esports) tim Mobile Legends asal Filipina. Tapi semisal Onic Esports juga berhasil mengalahkan Filipina dan memenangkan MSC 2019, saya rasa Moonton harus mempertimbangkan menyelenggarakan kompetisi Mobile Legends tingkat internasional.

RRQ.Endeavour Point Blank

Sumber: Dokumentasi Pribadi
Sumber: Dokumentasi Pribadi Akbar Priono

Terakhir ada tim RRQ.Endeavour. Sebagai salah satu tim terkuat di kancah Point Blank, tim ini mungkin bisa dibilang sudah mencapai status legenda. Kenapa? Salah satunya adalah karena gaung prestasinya yang sudah mencapai tingkat internasional. Tim ini diperkuat oleh Benny “Moza” Setiawan, Heriyanto “F1re”, Irvan “KingLeo” Ardiansyah, Yulius “NextJacks”, dan Armario “Talent” Falentino Bochem.

Jika melihat prestasi tim ini berdasarkan kompetisi PBNC saja, maka catatan kemenangan beruntun mereka sudah dimulai sejak tahun 2017. Mereka berhasil memenangkan Point Blank National Championship secara berturut-turut, yaitu pada tahun 2017 dan tahun 2018. Tidak berhenti di kancah lokal saja, mereka juga berhasil jadi tim Indonesia yang menorehkan prestasi di kancah Internasional, lewat gelaran Point Blank International Championship 2017.

Walau begitu, tak seperti 4 tim sebelumnya, Endeavour sebenarnya sempat gagal juara di PBGC 2018. Jadi bisa dibilang kemenangan beruntun milik RRQ.Endeavour kurang sempurna, namun tetap mendominasi kancah esports PB di Indonesia. Selain dari kompetisi tersebut, mereka juga mencatatkan diri sebagai juara PBGC 2017, Indonesia Games Championship 2017, dan menjadi pemuncak klasemen di Indonesia Esports Premiere League TBOF musim tahun 2018.

Pemain kunci dari RRQ.Endeavour adalah NextJacks, yang terkenal memegang Point Man di dalam tim. Sebagai Point Man, NextJacks kerap menggunakan senjata laras panjang yang dentumannya bisa membuat musuh bergidik ketakutan. Walau menggunakan senjata laras panjang, bidikan flickshot super cepat NextJack membuat dia menjadi mesin pembunuh efisien yang efisien di dalam game, entah itu jarak jauh ataupun jarak dekat. Berkali-kali ia berhasil melakukan clutch moment, bahkan berhasil memenangkan pertarungan satu lawan beberapa orang sekaligus.

Melihat kelima tim ini yang sudah sangat kuat di kancah lokal, harapan saya cuma satu, yaitu mereka bisa membuktikan diri lebih jauh lagi dengan memenangkan kompetisi internasional. Dari daftar tersebut, baru ada RRQ.Endeavour saja yang benar-benar menjadi pemenang di kancah internasional.

Sebagai pengamat dan penggemar, mari kita doakan agar prestasi tim-tim tersebut bisa semakin cemerlang, dan mencapai tingkat internasional.

Beginner’s Guide – 3 Hal yang Perlu Dilakukan Pemain Tekken 7 Pemula

Bermain game fighting itu mungkin bisa dibilang susah-susah gampang. Awalnya Anda mungkin bisa jumawa bilang game fighting itu gampang, setelah berhasil menang menggunakan teknik “asal tekan tombol”. Tapi “asal tekan tombol” atau button mashing itu cuma baru setitik kecil bagian dari game fighting saja.

Kenapa? Karena game fighting sebenarnya punya ragam mekanik yang perlu dipelajari. Ditambah, kalau Anda ingin belajar lebih dalam, Anda juga harus mempelajari dan menghafal berbagai tombol serta kombinasi tombol yang harus ditekan. 

Kalau Anda baru-baru ini tertarik dengan Tekken 7 karena banyak kompetisi bermunculan di berbagai tempat, kami punya beberapa tips pemula yang cocok untuk Anda. Bekerja sama dengan komunitas game fighting Indonesia, berikut panduan singkat bermain Tekken 7 dari Hybrid.

Pelajari Dasar-Dasar Serangan dan Pertahanan

Sumber: Tekken Official Media
Sumber: Tekken Official Media

Button mashing adalah salah satu tindakan yang kerap dilakukan oleh mereka yang baru main game fighting. Maksud tindakan button mashing sendiri adalah tindakan asal tekan berbagai tombol yang ada di joystick secara cepat, dengan harapan bisa mengeluarkan suatu jurus atau gerakan tertentu untuk memenangkan pertarungan.

Tetapi, belajar game fighting lewat tindakan button mashing sebenarnya adalah kegiatan yang kurang tepat. Kenapa? Anda sebagai pemain jadi tidak belajar apapun. Mungkin Anda bisa jadi terkejut ketika karakter Anda mendadak mengeluarkan suatu gerakan atau jurus tertentu, tanpa tahu menekan tombol apa sebelumnya. Jadi tekan tombol dengan lebih pelan-pelan, agar Anda paham, tombol atau kombinasi tombol apa bisa mengeluarkan gerakan apa.

Kalau sudah paham dengan gerakan-gerakan dasar karakter yang Anda mainkan, hal dasar lain yang perlu dipelajari adalah dasar-dasar menyerang atau bertahan. Seperti baku hantam di dunia nyata, Anda tidak boleh terlalu bernafsu untuk terus-terusan menyerang di dalam baku hantam digital ini. Kalau Anda terus melakukan serangan membabi-buta, bisa-bisa Anda malah dikerjai oleh musuh yang tahu celah di antara serangan Anda.

Bicara soal serangan dan pertahanan, ilmu paling dasar adalah tentang jenis-jenis serangan dan cara menangkisnya. Dalam Tekken 7 ada tiga jenis serangan dengan karakteristiknya masing-masing. Pertama ada serangan HIGH. Seperti namanya, serangan ini fokus pada bagian atas tubuh karakter. Serangan tipe cenderung sangat cepat dan memberi keuntungan kepada yang menyerang. Serangan ini bisa ditangkis dengan menekan tombol mundur.

Kalau Anda sudah semakin jeli, serangan ini juga bisa dihindari dengan cara menunduk atau tepatnya dengan menekan tombol bawah. Contoh paling umum dari serangan high adalah kombinasi pukulan jab kiri dan kanan, yang bisa dikeluarkan dengan menekan tombol KOTAK dan SEGITIGA.

1
Dalam Training Mode, ada satu mode yang bisa membuat Anda mengetahui jenis serangan apa yang diberikan suatu karakter. Sumber: wccoftech

Selanjutnya ada serangan MIDDLE. Serangan yang fokus pada bagian tengah ini cukup unik, karena bisa ditangkis dengan cara berdiri sambil tekan mundur, atau menunduk sambil tekan down back. Serangan tipe ini biasanya memberi reward tertentu, salah satunya yaitu bisa dilanjut menjadi satu kombo panjang. Reward yang besar tentu datang dengan resiko yang juga besar.

Alhasil serangan middle cenderung punya kelemahannya tersendiri. Beberapa serangan middle akan luput ketika ditangkis, membuatnya bisa dibalas dengan serangan cepat ketika berhasil ditangkis. Contoh serangan middle adalah tendangan lutut milik Bryan Fury. Serangan ini bernama Knee Strike, yang mematikan karena bisa dilanjut dengan serangan kombinasi. Serangan tersebut bisa dikeluarkan dengan menekan tombol arah depan + X.

Terakhir ada serangan LOW. Serangan ini fokus menyerang tubuh bagian bawah karakter musuh. Anda harus menekan bawah belakang atau down back agar dapat menahan serangan yang satu ini. Serangan ini cenderung cukup cepat dan kerap kali luput dari pengawasan musuh.

Karena karakteristiknya yang cepat, damage serangan bawah cenderung kecil. Tetapi ada juga beberapa serangan bawah yang mematikan, membuat musuh tergelincir dan bisa dilanjut dengan serangan kombinasi (Contoh: tendangan sapu bawah milik Bryan Fury yang bernama Snake Edge).

Tapi lagi-lagi, untuk menyeimbangkan permainan, serangan bawah yang bisa dilanjut kombinasi biasanya akan luput ketika ditangkis. Lebih lanjut, kalau Anda sudah semakin jeli, serangan low juga bisa Anda parry dengan menekan tombol bawah depan atau down forward. Low parry ini sangat mematikan! Karena lawan yang terkena akan tergelincir, yang lalu bisa dilanjut dengan serangan kombinasi balasan.

Saatnya Memilih Karakter!

1
Sumber: Youtube Chaos Production

Kalau Anda sudah paham soal dasar-dasar menyerang dan bertahan di Tekken 7, selanjutnya yang harus Anda lakukan adalah memilih karakter. Bisa jadi sebelumnya ketika belajar soal dasar-dasar serangan dan pertahanan, Anda baru coba-coba karakter saja, dan merasa belum cocok dengan karakter yang Anda mainkan.

Pada titik ini, agar Anda jadi semakin mahir bermain, Anda harus pilih satu karakter untuk Anda dalami seluk-beluk berbagai jenis gerakan milik karakter tersebut. Ketika memilih karakter, salah satu hal yang juga perlu Anda pertimbangkan adalah soal kenyamanan.

Kenapa kenyamanan jadi salah satu faktor? Salah satu alasannya adalah agar Anda bisa lebih bersemangat untuk terus belajar bermain di Tekken 7. Soal kenyamanan ini bisa datang dari beragam aspek. Mungkin Anda tidak terlalu peduli dengan gerakan karakternya, tapi Anda suka dengan karakter perempuan yang cantik dan anggun? Silahkan coba gunakan karakter-karakter perempuan tersebut. Sebenarnya, beberapa karakter perempuan di Tekken 7 juga punya pilihan gerakan yang cukup bagus kok!

1
Sumber: Tekken Official Media

Mungkin bisa jadi juga Anda adalah penggemar gerakan beladiri tertentu? Tekken 7 juga menyediakan beberapa karakter yang gerakannya berdasarkan dari bela diri di dunia nyata; Contohnya seperti saya, yang menggunakan Hwoarang karena suka dengan gerakan-gerakan bela diri Taekwondo. Belajar suatu karakter hanya karena suka itu tidak salah, tapi memang punya kelemahannya tersendiri.

Kelemahannya adalah, bisa jadi karakter yang Anda pelajari ternyata sangat sulit dan membuat kemampuan bermain Anda jadi tidak berkembang; lagi-lagi contohnya adalah saya, yang jadi merasa stuck karena kelimpungan mempelajari gerakan milik Hwoarang. Kalau Anda mentok, Bram Arman Co-Founder komunitas Advanced Guard, punya beberapa saran karakter Tekken 7 yang lebih mudah dipelajari.

Bram menyebut bahwa salah satu karakter yang mudah dipelajari adalah Katarina. Alasan utamanya adalah, karena ragam serangan Katarina ini cocok untuk pemula. Bagaimana ragam serangan yang cocok untuk pemula? Menurut Bram adalah serangan serangan yang cepat, jangkauan yang panjang, variatif, dan punya damage yang besar.

Serangan cepat berarti Anda punya timing lebih renggang untuk bisa mendaratkan serangan ke hadapan musuh. Damage besar tentunya membuat anda bisa lebih mudah menggerus HP musuh, tanpa perlu melakukan kombinasi serangan panjang. Serangan variatif membuat serangan Anda lebih sulit dibaca oleh musuh, membuat serangan Anda punya kesempatan lebih besar untuk masuk. Selain Katarina, Bram juga menyebut karakter lain yang ramah bagi pemula. Karakter tersebut adalah Claudio dan Asuka.

Learn From the Pros

1
Jangan salah kira, perempuan cantik ini adalah jagoan Tekken loh! Sumber: Red Bull Esports

Nah! Kalau Anda sudah memahami dasar-dasar serangan dan pertahanan, sudah punya karakter gacoan untuk dimainkan, hal selanjutnya yang perlu dilakukan agar Anda bisa cepat lebih jago adalah dengan belajar dari ahlinya. Seperti kuliah, sekolah, atau kursus, perlu orang yang lebih jago untuk membantu kita mempelajari sesuatu.

Begitu juga di dalam Tekken 7, kalau Anda merasa stuck lagi, Anda bisa belajar dari cara pro player bermain. Apa saja yang dipelajari? Gerakan-gerakan yang dipilih ketika menyerang, jeda waktu yang tepat untuk melakukan counter attack, dan terakhir adalah kombinasi gerakan yang dilakukan untuk memaksimalkan serangan yang dilakukan. 

Tetapi ketika menonton pertandingan pro player, pastinya Anda harus menonton pertandingan terbaru. Kalau menonton pertandingan jaman dulu, bisa jadi ilmu yang dipelajari dari sana sudah tidak relevan untuk masa kini. Kenapa tidak relevan? Mungkin karena efek serangan dari suatu karakter sudah berubah, atau damage-nya sudah berubah, dan berbagai perubahan lainnya yang mungkin terjadi.

Selain pro player Anda juga bisa belajar main Tekken lewat beberapa content creator. Platform Youtube punya beberapa content creator yang membuat video seputar  Tekken. Salah satu yang paling terkenal adalah Legendary Mihawk, yang menyajikan ragam kombinasi serangan dari suatu karakter, mulai dari kombinasi yang paling mudah dieksekusi sampai yang tersulit.

6
Salah satu konten khas That Blasted Salami, pembahasan suatu karakter secara mendalam. Sumber: Youtube That Blasted Salami

Kalau Anda terlalu malas untuk membuka move list dan mempelajari gerakan suatu karakter satu persatu, belajar kombinasi bisa jadi salah satu pilihan. Belajar kombinasi bisa membuat Anda jadi mengetahui, tombol apa akan mengeluarkan gerakan apa, yang mungkin saja bisa digunakan secara terpisah di dalam pertarungan.

Content creator lain yang juga perlu disimak adalah That Blasted Salami. Sosok ini menyajikan pembahasan terperinci dari suatu karakter, yang dapat memudahkan Anda mempelajari suatu karakter. Creator ini juga kerap membahas perubahan suatu karakter setelah update, dan implikasinya di dalam pertarungan.

Pembahasan milik That Blasted Salami biasanya mencakup gerakan-gerakan yang perlu diketahui dari suatu karakter. Tetapi Anda harus tekun ketika menonton konten breakdown karakter milik That Blasted Salami. Sebab satu video dengan tema tersebut biasanya bisa berdurasi sampai dengan satu jam, untuk membahas satu karakter secara mendalam. Tapi dijamin, setelah Anda pelajari, Anda bisa memahami suatu karakter mulai dari luar sampai dalam.

Kurang lebih itu 3 hal paling mendasar yang harus Anda ketahui, ketika Anda ingin mulai belajar game fighting lewat Tekken 7. Bekerja sama dengan komunitas game fighting Indonesia, Anda juga bisa pantau media sosial Advance Guard, untuk lanjutan panduan menarik lain seputar game fighting.

 

Kisah Hidup Tokido, Legenda Street Fighter yang Dijuluki “Sang Iblis”

Musim panas 2017 adalah masa yang tak terlupakan bagi pemuda bernama Victor Woodley. Tak lama menjelang datangnya turnamen fighting game terbesar dunia, Evolution Championship Series (EVO), Woodley yang saat itu masih berusia 18 tahun baru saja menandatangani kontrak profesional bersama tim esports Panda Global. CEO Panda Global, Alan Bunney, berkata bahwa Woodley akan menjadi salah satu “kuda hitam” di tahun 2017, dan itu bukan tanpa alasan.

Performa Woodley memang sedang hebat-hebatnya. Ia baru saja memenangkan tiga turnamen bergengsi berturut-turut, menumbangkan sederet nama besar dunia Street Fighter seperti Justin Wong, Yusuke Momochi, dan Fuudo. Setelah bergabung bersama Panda Global, Woodley pun langsung memenangkan satu turnamen lagi, yaitu ELEAGUE Street Fighter V Invitational 2017 yang memberikannya hadiah sejumlah US$150.000 (sekitar Rp2,1 miliar).

Sepak terjang si darah muda menimbulkan badai di komunitas fighting game. Sebagian terkesima dengan permainannya, tapi sebagian lainnya justru tak suka karena Woodley punya kebiasaan melakukan trashtalk—sesuai dengan nickname yang ia pakai, “Punk”. Orang pun mulai bertanya-tanya. Apakah Victor Woodley merupakan pemain jenius yang akan jadi legenda baru Street Fighter? Lagi pula bila para mantan juara EVO saja bertekuk lutut, siapa yang bisa menghentikannya?

Punk
Victor “Punk” Woodley, pemain Street Fighter paling ditakuti di tahun 2017 | Sumber: Gamereactor

Untuk sejenak mereka lupa, bahwa jauh sebelum karier Punk melejit, pernah ada seorang jenius lain dari seberang dunia. Jenius yang memenangkan turnamen EVO ketika ia baru berusia 17 tahun—bahkan lebih muda dari Punk.

The Beginning

Jenius itu adalah seorang pria asal Jepang bernama Hajime Taniguchi. Lahir di Okinawa pada tanggal 7 Juli 1985 dari pasangan dokter gigi Hisashi Taniguchi dan Yukiko Taniguchi, Hajime sejak kecil tergolong anak yang pintar. Ia tidak punya banyak teman di sekolah karena keluarganya sering berpindah rumah, jadi waktu luangnya kebanyakan dihabiskan untuk bermain game. Sang ayah, mendukung hobi putranya namun tetap perhatian pada edukasi, selalu berjanji akan membelikan game terbaru bila Hajime berhasil meraih nilai yang baik di sekolah.

Hajime mulai mengenal game dari judul keluaran Nintendo yang sangat populer di akhir era 80an, yaitu Super Mario Bros. Namun menginjak bangku sekolah dasar, ia bertemu dengan game yang akan mengubah hidupnya di masa depan: Street Fighter II. Hajime sebetulnya menyukai segala jenis game. Ia merupakan penggemar judul-judul JRPG, seperti seri Final Fantasy dan Dragon Quest. Tapi sejak mencoba Street Fighter II di rumah seorang teman, benih jiwa kompetitif Hajime mulai tumbuh.

Street Fighter II - 30th Anniversary Collection
Tokido menyukai fighting game sejak era Street Fighter II | Sumber: Capcom

Ia mulai menghabiskan banyak waktu untuk bermain Street Fighter II sendirian, di samping berbagai game lainnya. Namun sesekali, ketika keluarganya pulang kampung ke Okinawa, Hajime punya kesempatan untuk bertanding melawan sepupunya yang lebih tua—dan selalu kalah. Dalam wawancaranya dengan theScore esports, Hajime pun mengakui bahwa sepupunya itu adalah seorang pemain fighting game yang sangat baik.

Tidak puas dengan kekalahan itu, Hajime terus-menerus berlatih, bukan hanya di Street Fighter namun juga fighting game lainnya. Hingga akhirnya suatu hari, Hajime berhasil menang dari sepupunya dalam pertandingan Virtua Fighter 2. Kemenangan itu membuatnya lebih percaya diri dan lebih mendedikasikan diri untuk mengasah keahlian di genre game yang sangat disukainya.

Enter Tokido

Menginjak usia SMP, kegemaran Hajime bermain fighting game telah berubah menjadi kegiatan yang lebih sosial. Ia lebih sering bertanding bersama teman, juga berpartisipasi di turnamen-turnamen. Selama era SMP hingga SMA inilah Hajime mulai membangun reputasi sebagai salah satu pemain fighting game yang kuat di Jepang.

Virtua Fighter 2
Virtua Fighter 2, revolusioner pada masanya | Sumber: Emuparadise

Ada satu ciri khas dari gaya permainan Hajime yang sebetulnya efektif namun membuat banyak orang kesal, yaitu kebiasaannya untuk selalu memainkan karakter maupun strategi paling optimal demi kemenangan. Tidak peduli apa game yang ia mainkan, tidak peduli se-cheesy (murahan) apa pun sebuah taktik, ia sama sekali tidak sungkan karena ia sangat haus akan kemenangan. Toh ia tidak melakukan perbuatan curang.

Gaya permainan ini sangat mencolok ketika ia memainkan King of Fighters. Mengandalkan karakter Iori Yagami—yang dalam ceritanya pun merupakan tokoh jahat—Hajime selalu bermain dengan spamming tiga gerakan terus-menerus. Seorang kakak kelas Hajime kemudian menyematkan nickname padanya. “Tokido”, yang merupakan singkatan dari tiga gerakan itu: Tonde (melompat), Kick (menendang), dan Doushita (kalimat yang dilontarkan Iori Yagami ketika mengeluarkan fireball). Hajime tidak keberatan menerima nickname tersebut. Sejak saat itu, ia pun menyebut dirinya sebagai Tokido.

The King of Fighters XIII - Iori Yagami
Iori Yagami, karakter yang memunculkan nickname “Tokido” | Sumber: Steam Card Exchange

Momen besar dalam hidup Tokido terjadi di tahun 2002. Saat itu ia sedang berusia 17 tahun, dan sedang duduk di tingkat terakhir bangku SMA. Esports belum populer seperti sekarang, jadi impian untuk menjadi gamer profesional pun tak terbayangkan di benaknya. Rencana hidup Tokido adalah melanjutkan pendidikan ke jenjang kuliah, mengambil gelar S2, kemudian mencari pekerjaan mapan.

Dengan rencana hidup demikian, Tokido sadar bahwa ia tidak bisa bermain game selamanya. Di saat yang bersamaan, ia mendengar kabar akan adanya turnamen fighting game tingkat dunia di Los Angeles yang bernama Evolution Championship Series (EVO). Merasa bahwa mungkin inilah turnamen terakhir yang bisa ia ikuti, Tokido kemudian meminta izin pada ayahnya untuk pergi ke Los Angeles, dengan janji bahwa sepulang dari kejuaraan tersebut ia akan fokus pada pendidikan.

Father

Hisashi Taniguchi adalah ayah yang serius, bahkan kaku. Yang tidak banyak orang tahu, semasa mudanya Hisashi pernah punya impian untuk menjadi musisi. Apalagi waktu itu instrumen synthesizer sedang booming. Hisashi sangat menyukai synthesizer, namun sayangnya instrumen tersebut sangat mahal dan Hisashi sendiri merasa tidak begitu berbakat dalam bermain musik. Ia akhirnya memilih jalur karier sebagai dokter gigi, namun kecintaannya pada bidang musik tak pernah padam.

Tokido - Family
Tokido bersama keluarganya | Sumber: ELEAGUE via theScore esports

Minat besar pada musik bahkan membantu kariernya di dunia kedokteran. Salah satu riset yang pernah ia lakukan adalah tentang cara membantu pasien kanker yang harus menjalani pelepasan rahang saat perawatan. Pemahaman Hisashi akan suara, serta keahliannya di bidang prosthetic (anggota tubuh buatan), merupakan bekal untuk membantu para pasien tersebut belajar berbicara kembali. Dengan uang yang dikumpulkannya sebagai dokter gigi pun, Hisashi akhirnya dapat menggapai impiannya untuk membeli synthesizer dan menggubah musik sendiri.

Pengalaman hidup itu diperkuat lagi dengan posisi Hisashi yang sedang menjabat sebagai wakil presiden sebuah universitas. Ia kerap mendengar keluhan dari para mahasiswanya, termasuk berbagai konflik antara mahasiswa dan orang tua yang terjadi saat sedang merencanakan masa depan. Karena itu, ketika Tokido meminta izin untuk berkompetisi di turnamen dunia, ia langsung tahu apa yang harus dilakukan.

“Oh, kamu ingin pergi ke Amerika Serikat untuk ikut turnamen video game? Oke, ayah akan bayari,” kata Hisashi pada Tokido. Jawaban yang membuat Tokido sendiri terkejut, karena ia tak menyangka ayahnya yang kaku itu akan mau membiayainya untuk bermain game. Tokido pun berangkat ke EVO 2002 sebagai kontestan termuda asal Jepang (juga satu-satunya pemain Jepang yang bisa berbahasa Inggris). Oleh-oleh yang dibawanya pulang, adalah gelar juara dunia untuk game Capcom vs. SNK 2: Mark of the Millennium 2001, uang hadiah senilai US$1.500, serta sebuah kebanggaan besar.

Seluruh uang hadiah itu kemudian habis, digunakan oleh Tokido untuk bermain game lebih sering lagi di arcade center.

Tokido - EVO 2002 Champion
Tokido ketika menjuarai EVO 2002 | Sumber: James Chen via Reddit

Professional

Apa yang Anda lakukan setelah meraih gelar juara dunia? Bagi Tokido, tidak ada yang banyak berubah. Rencana hidupnya tetap sama. Ia melanjutkan pendidikan di salah satu kampus paling prestisius di Jepang, The University of Tokyo alias Todai, dengan jurusan teknik kimia material. Di sela-sela kesibukan kuliahnya, Tokido masih tetap menekuni fighting game sebagai hobi. Ia juga beberapa kali datang kembali ke turnamen EVO, bahkan meraih gelar juara lagi di tahun 2007 untuk cabang Super Street Fighter II Turbo.

Tahun 2008, Tokido lulus dari Todai, kemudian mulai melakukan persiapan untuk ujian masuk program magister. Namun sayangnya ia merasa kesulitan dalam ujian itu dan mendapat hasil yang sangat buruk. Rencana hidup Tokido harus berubah. Ia berada di persimpangan jalan, tak yakin apa yang harus dilakukan berikutnya.

Saat itu yang terbayang di Tokido adalah mencari pekerjaan, dan Jepang punya kultur kuat dalam hal ini. Di Indonesia kita mungkin sudah terbiasa melihat karyawan berpindah-pindah perusahaan, namun di Jepang umumnya ketika seseorang sudah mendapat pekerjaan penuh waktu, ia akan bertahan di pekerjaan itu untuk jangka yang lama—bahkan seumur hidup. Jadi bagi Tokido ini adalah keputusan yang sangat besar.

Tokido mengaku sempat ingin mencari pekerjaan di pemerintahan. Stereotype pekerjaan ini adalah gaji yang tidak begitu tinggi namun sangat stabil, dan ia akan punya waktu serta kesempatan berlibur untuk menjalankan hobinya yaitu bermain fighting game. Tapi kemudian santer kabar yang cukup menghebohkan komunitas fighting game Jepang. Daigo Umehara, sang legenda Street Fighter yang sempat “banting setir” menjadi pemain mahyong, memutuskan untuk kembali ke dunia fighting game sebagai gamer profesional. Untuk pertama kalinya di Jepang, atlet esports—khususnya esports fighting game—terlihat punya potensi sebagai sebuah profesi.

Kembalinya Daigo, ditambah dengan popularitas Street Fighter IV yang waktu itu baru saja dirilis, membuat ekosistem fighting game tumbuh bergairah. Tidak hanya di Jepang, namun juga di belahan dunia lain seperti Amerika Serikat. Tokido yang waktu itu berusia 24 tahun kemudian berkonsultasi kepada ayahnya tentang kemungkinan untuk menjadi gamer profesional seperti Daigo. Sama seperti enam tahun sebelumnya ketika Tokido meminta izin pergi ke EVO, kali ini pun sang ayah langsung mengizinkan.

Midas

Karier profesional Tokido telah dimulai, namun saat itu ia masih belum mendapat sponsor. Untuk memenuhi kebutuhannya Tokido mengambil beberapa pekerjaan paruh waktu, tapi semua itu ia lakukan semata-mata untuk mendukung aktivitasnya di dunia fighting game. Di era inilah Tokido mulai meraih reputasi sebagai seorang pemain jenius. Bagai raja Midas yang mampu mengubah benda apa pun yang ia sentuh menjadi emas, Tokido menunjukkan bahwa ia dapat berkompetisi di level sangat tinggi, apa pun game yang ia mainkan.

Tokido - Murderface
Tokido selalu berwajah serius saat bertanding | Sumber: Karaface

Di periode 2008 – 2015, Tokido berhasil menjuarai kompetisi di segudang game berbeda. Mulai dari Tekken, Soulcalibur, The King of Fighters, Tekken, Street Fighter x Tekken, Marvel vs. Capcom, BlazBlue, hingga Persona 4 Arena. Setiap kali ada turnamen fighting game besar, rasanya aneh jika nama Tokido tidak masuk ke babak Top 16, bahkan ia juga langganan tampil di Grand Final.

Seiring berjalannya waktu reputasi Tokido semakin melesat, dan ia mulai memperoleh beberapa nickname lain dari para penggemarnya. Salah satu yang paling terkenal adalah “Murderface”, karena Tokido selalu menunjukkan wajah sangat serius ketika ia bermain. Tokido juga mendapat julukan “The Demon” sebab karakter andalannya adalah Akuma.

Sebetulnya Tokido pertama kali memilih untuk memainkan Akuma atas saran dari Daigo Umehara, karena menurutnya Akuma adalah karakter kuat yang lebih mudah digunakan dibanding karakter lain, misalnya Ryu. Tapi di tangan Tokido, Akuma bukan hanya kuat namun juga menjadi sangat cheesy. Tokido bahkan menciptakan sebuah taktik bernama Tokido Vortex, yaitu taktik yang memanfaatkan banyak gerakan salto (Demon Flip) sehingga lawan bingung bagaimana harus merespons dan pasti terkena damage.

Meski terkenal tak punya belas kasihan terhadap lawan, di balik gaya bermainnya yang kejam itu Tokido juga disukai banyak orang karena ia memiliki kepribadian yang ramah dan eksentrik. Ia adalah orang yang humoris dan sering melakukan hal-hal aneh di atas panggung. Bahkan ada masa di mana setiap kali akan bertanding, Tokido selalu mengukur jarak ideal antara wajahnya dengan layar monitor menggunakan meteran!

Tahun 2011 merupakan tahun yang penting bagi Tokido. Di tahun inilah ia akhirnya bergabung dengan tim Mad Catz, bersama dengan Daigo Umehara. Bersama dengan salah satu pemain veteran Jepang lainnya yaitu Mago (Kenryo Hayashi), Tokido juga menjadi host untuk acara streaming yang disebut Topanga TV. Dalam acara ini mereka bermain secara rutin dan membagikan berbagai tips fighting game pada pemirsa, sekaligus mengadakan pertandingan-pertandingan eksibisi antara pemain-pemain top. Sepanjang era Street Fighter IV, karier Tokido berkembang pesat dan ia telah masuk ke zona nyaman seorang atlet esports. Hanya saja, ada satu masalah.

Tokido tidak pernah menjadi juara EVO.

Tokido - Ruler
Tokido memanfaatkan segala cara demi kemenangan | Sumber: TokidoFans

Focus Attack

Ketika kita berbicara tentang legenda di dunia Street Fighter, nama yang pertama kali mencuat pastilah Daigo Umehara. Hal ini bukan tanpa alasan. Daigo memang punya sejarah prestasi yang luar biasa, serta berbagai catatan rekor yang sulit disaingi. Di luar kariernya sebagai atlet fighting game Daigo juga memiliki usaha clothing line sendiri, telah menjadi penulis buku, bahkan menjadi trainer dalam seminar-seminar bisnis.

Bukan berarti Daigo tak pernah kalah sama sekali. Di berbagai turnamen langkah Daigo sempat terhenti oleh jawara-jawara lainnya. Tapi itu tak menggoyahkan status Daigo sebagai “The Beast”, sang pemain buas namun karismatik yang menjadi wajah terdepan dunia Street Fighter. Berada dalam satu tim yang sama, Tokido semakin menyadari betapa jauhnya perbedaan kemampuan antara Daigo dan dirinya.

Tokido tidak puas dengan kondisi seperti ini. Ia tidak puas hanya menjadi seorang pemain hebat. Ia ingin menjadi yang terhebat, karena ia tahu bahwa hanya pemain-pemain terhebat saja yang bisa bertahan di dunia fighting game. Untuk meraih tujuan tersebut, ketika Street Fighter V dirilis pada tahun 2016, Tokido memutuskan meninggalkan semua fighting game lainnya dan fokus pada Street Fighter saja.

Tokido and Daigo
Tokido sempat menjadi kawan satu tim Daigo Umehara | Sumber: CEOGaming via Kusa3k

Di awal perilisan Street Fighter V, Akuma yang menjadi andalan Tokido belum masuk ke dalam jajaran karakter yang bisa dimainkan. Sebagai pengganti, Tokido memilih Ryu dan mulai berlatih keras. Setelah sempat gugur di Grand Final beberapa kali, Tokido akhirnya meraih gelar juara di turnamen bergengsi, Community Effort Orlando (CEO) 2016. Turnamen ini merupakan rematch antara dirinya dengan Infiltration (Lee Seon-woo), juara Street Fighter V yang mengalahkannya di beberapa Grand Final sebelumnya.

Sepak terjang Tokido meraih momentum yang tinggi, tapi lalu terjadi sebuah masalah. Organisasi Mad Catz yang menaungi Tokido harus melepaskan divisi esports fighting game mereka karena kendala finansial. Sempat menjadi free agent beberapa lama, Tokido kemudian bergabung dengan tim Echo Fox, bersama sederet nama besar fighting game lain termasuk Justin Wong, Momochi, dan SonicFox (Dominique McLean). Sementara Daigo Umehara bergabung dengan tim di bawah bendera Red Bull.

Memasuki tahun 2017, Akuma akhirnya hadir di Street Fighter V, dan Tokido pun segera beralih ke karakter favoritnya itu. Karena baru berganti karakter wajar saja bila performa Tokido di turnamen sedikit menurun di masa-masa ini. Hingga pertengahan tahun Tokido masih berusaha beradaptasi, sementara di belahan dunia lain sebuah ancaman baru tengah mengintai. Ancaman yang bernama Punk.

Carnage

Apa yang membuat seseorang diakui sebagai legenda? Alasannya bisa bermacam-macam, mulai dari keahlian, prestasi, reputasi, atau lainnya. Tokido sudah memiliki beberapa di antaranya, tapi masih ada sesuatu yang kurang. Ia belum punya suatu momen ikonik yang menahbiskan statusnya sebagai seorang legenda, seperti EVO Moment #37 milik Daigo Umehara yang sangat terkenal. Dan di tanggal 16 Juli 2017, momen ikonik itu akhirnya terjadi.

Tokido hanyalah salah satu dari sekian banyak veteran fighting game yang turut berkompetisi dalam EVO 2017. Daigo Umehara, Momochi, Bonchan, Justin Wong, MenaRD, Infiltration, Haitani, Dogura, Mago, GamerBee, Nemo, Ricki Ortiz, Fuudo, dan masih banyak lagi, juga menjadi partisipan di turnamen fighting game terbesar dunia itu. Di antara nama-nama besar tersebut, Tokido dan Punk termasuk di dalam jajaran pemain yang lolos ke babak Top 8, tapi ada perbedaan besar di antara keduanya.

Bila Punk adalah rising star yang punya rekam jejak gemilang menjelang EVO, Tokido justru terlihat masih agak kesulitan beradaptasi dengan karakter barunya. Bila Punk melenggang ke Top 8 lewat Winners’ Bracket dan mendominasinya, Tokido justru harus merangkak di Loser’s Bracket dengan ancaman eliminasi. Bila Punk digadang-gadang sebagai kandidat paling kuat untuk jadi juara, banyak orang bahkan tidak memperhitungkan kemungkinan Tokido yang akan meraihnya.

Lebih mengkhawatirkan lagi, Tokido sebenarnya sudah pernah kalah dari Punk di turnamen EVO ini. Mereka sempat bertemu di babak Top 32, dan saat itu Punk menang meyakinkan dengan skor 0-2. Punk-lah orang yang mengirim Tokido ke Losers’ Bracket, dan bila Tokido ingin jadi juara, Punk jugalah yang harus ia kalahkan di Grand Final.

Perjalanan Tokido di babak Top 8 adalah perjalanan yang mengagumkan. Bagai kerasukan iblis, satu-persatu kandidat kuat juara ia paksa berkemas pulang. Ia mengalahkan Filipino Champ, yang dikenal sebagai pemain Dhalsim terbaik dunia. Ia mengalahkan NuckleDu, ahli Guile yang sebelumnya juara Capcom Cup 2016. Ia mengalahkan Itabashi Zangief, salah satu pemain pertama yang meraih peringkat Master di Capcom Fighters Network (CFN) saat itu. Ia mengalahkan Kazunoko, kandidat kuat lain yang meraih juara 3 di Capcom Cup 2016. Jalan Tokido di EVO 2017 adalah sebuah “pembantaian besar”, dan pembantaian itu masih belum berakhir.

Raging Demon

Berhadapan kembali dengan Punk di Grand Final, Tokido mengamuk. Segala macam kejadian menghebohkan yang mungkin terjadi di sebuah pertandingan fighting game, dapat Anda temukan di sini. Di bawah sorotan kamera, disaksikan ratusan ribu penonton di seluruh dunia, dan memikul beban sebagai wakil dari dua negara yang telah lama bersaing di dunia fighting game, kekuatan mental kedua pemain benar-benar diuji. Lalu di tengah ketegangan yang kian memuncak, apa yang dilakukan oleh Tokido?

Ia melakukan Taunt Combo. Melawan Punk. Di Grand Final EVO.

Tokido sebetulnya bisa menang dengan cara biasa, tapi itu tidak cukup. Ia juga melakukannya dengan gaya. Taunt Combo adalah sebuah pernyataan dari Tokido bahwa di panggung turnamen terbesar dunia ini ia tidak hanya ingin menang dari Punk—ia ingin menghancurkannya. Tak sekadar menghajar karakter yang ada di layar, Tokido juga menghantam mental Punk dengan telak, seolah mengingatkannya agar tidak sombong karena semakin tinggi seseorang terbang, semakin keras pula jatuhnya.

Ketika Tokido berhasil melakukan bracket reset, sorak sorai penonton begitu gegap gempita. Diikuti langsung oleh sebuah ronde dengan kemenangan Perfect, rasanya sulit untuk percaya bahwa Tokido sebelumnya bahkan tidak dianggap favorit juara. Lalu ketika Tokido menghabisi Punk dengan jurus pamungkas Raging Demon, saat itulah semua orang sadar. Mereka sedang menyaksikan sebuah momen bersejarah di dunia fighting game.

Tokido - Winning Pose
Pose kemenangan Tokido di EVO 2017 | Sumber: ESPN

Sepuluh tahun. Selama itulah Tokido menunggu. Berlatih, bertanding, dan mengejar kembali gelar juara dunia yang dulu pernah diraihnya. Dan ia berhasil, setelah melalui proses yang luar biasa. Kemudian bukannya sombong atau membanggakan diri. Ketika ia diwawancara di atas panggung, ia menutup hari dengan sebuah pesan: “Fighting game is something so great.”

Another Beginning

“Fighting game is something so great.” Fighting game adalah sesuatu yang hebat. Apa makna ungkapan tersebut? Di kemudian hari Tokido menjelaskan, bahwa menurutnya, fighting game adalah salah satu hal di dunia ini yang pasti akan memberikan hasil sesuai dengan usaha kita. Lagi pula, dalam pertarungan satu lawan satu, kita tidak bisa menyalahkan siapa-siapa kecuali diri kita sendiri ketika kita gagal. Sebaliknya, bila kita mau bekerja keras, maka impian kita pasti akan terwujud.

Tokido - EVO 2017 Champion
Juara dunia setelah sepuluh tahun lamanya | Sumber: Capcom Fighters

EVO 2017 seolah menjadi titik balik dalam karier Tokido. Sejak saat itu ia telah memenangkan sejumlah gelar bergengsi lainnya, seperti SEA Major 2017, ELEAGUE Street Fighter V Invitational 2018, Canada Cup 2018, dan banyak lagi. Dalam sirkuit kompetisi Capcom Pro Tour 2018, Tokido juga menjadi pemimpin klasemen dengan perolehan poin yang sangat jauh dibandingkan saingan terdekatnya. Dan kini, tak ada lagi yang meragukan kemampuan Tokido sebagai salah satu atlet Street Fighter terbaik dunia—bahkan mungkin yang terbaik.

Semangat untuk selalu menyempurnakan kemampuan dan memperbaiki diri, serta kepercayaannya pada kekuatan kerja keras, membuat Tokido sangat cocok dengan profesinya sebagai atlet esports fighting game. Setelah menjuarai EVO pun ia tak berhenti membuktikan diri, termasuk menantang Daigo Umehara dalam acara duel yang disebut Kemonomichi (Way of the Beast).

Di pertarungan berformat First to 10 (alias Best of 20) itu, The Demon harus tunduk kepada The Beast dengan skor 5-10. Tokido sadar, meski sudah menjadi juara dunia, jalan panjang masih terbentang di hadapannya. Tujuan akhir Tokido bukan “hanya” juara dunia. Bukan “sekadar” jadi pemain terkuat. Ia ingin sesuatu yang lebih dari itu. Ia ingin melampaui Daigo Umehara. Seperti mantan teman satu timnya itu, suatu hari nanti, ia ingin menjadi seorang legenda.

Satu yang mungkin Tokido tak sadar, adalah bahwa sebenarnya, ia sudah seorang legenda

Hasil Kualifikasi IGL FIFA 19 FUT Minggu 7, Tinggal Selangkah Menuju Big League

Babak kualifikasi ketujuh Indonesia Gaming League (IGL) FIFA 19 FUT telah selesai digelar pada hari Minggu, 21 April 2019 kemarin. Dengan demikian artinya hanya tersisa satu kualifikasi lagi yang akan dilaksanakan tanggal 28 nanti. Kualifikasi kali ini diikuti oleh 325 pemain, angka yang cukup baik bahkan lebih tinggi dari minggu pertama yang menggaet 320 peserta.

Sampai saat ini, keseluruhan kualifikasi IGL FIFA 19 FUT telah diikuti oleh lebih dari 1.000 pemain. Meski hasilnya positif, pihak IGL berharap angkanya bisa lebih tinggi lagi. “Sebenarnya kita ingin (player yang mendaftar) lebih banyak di minggu ketujuh guna memperketat iklim kompetisi. Namun, berhubung minggu lalu merupakan libur panjang, kita tak bisa menyalahkan juga. Mungkin sebagian player sudah memiliki agenda lain di minggu tersebut. Kami masih optimis bisa mencapai target awal yakni 2.000 player mendaftarkan diri di online qualifier,” kata Stephen Clinton, Wakil Ketua Umum IGL, dalam siaran pers.

Salah satu faktor yang mendukung ramainya minggu 7 yaitu adanya libur panjang akibat Pemilu serta Jumat Agung yang jatuh berdekatan. Selain itu, kualifikasi kali ini tidak bertabrakan dengan kompetisi lokal ataupun internasional lain.

Clinton menambahkan, “Kita akan coba maksimalkan seminggu terakhir guna menjaring peserta sebanyak-banyaknya. Kebetulan minggu ini tak ada agenda tanding berskala apa pun. Jadi jelas, kesempatan kita untuk merangkum peserta sebanyak-banyaknya terbuka lebar. Apalagi mereka yang gagal di minggu sebelumnya bisa dipastikan akan kembali meramaikan event ini. Kita juga tak menutup kemungkinan player baru akan coba meramaikan kualifikasi terakhir besok.” Clinton optimis bahwa total pendaftaran kualifikasi IGL FIFA 19 FUT akan mencapai target awalnya, yaitu 2.000 peserta.

Seperti biasa, minggu ini telah terpilih tiga jagoan FIFA dari berbagai kota untuk maju ke babak liga (Big League). Berikut ini nama-nama peserta tersebut.

Brian Hadianto

IGL - Brian Hadianto
Sumber: vivagoal.com

Asal: Cimahi

PSN ID: FRK_KingBrich

Tim: Freak Esports

Brian maju ke kualifikasi IGL bersama tim asal Jakarta, Freak Esports. Dengan skuat berformasi 4-2-3-1 serta total nilai pemain senilai 4.241.500 Coin (sekitar Rp6,3 juta), permainan Brian cukup mencerminkan gaya possession game yang diterapkan oleh berbagai klub besar Eropa.

Brian juga menggunakan kombinasi pemain-pemain lama dan baru yang masing-masingnya memiliki kemampuan individu tinggi. Di lini pertahanan misalnya, ia memasang David Luiz dan Sol Campbell. Lapangan tengah dijaga oleh Roy Keane dan Dennis Bergkamp, ditambah Marek Hamsik sebagai gelandang serang. Sementara selaku striker tunggal adalah legenda Real Madrid, Raul Gonzalez, dibantu oleh Sadio Mane dan Kylian Mbappe sebagai penyuplai bola dari dua sisi sayap.

“Saya cukup bangga bisa lolos ke Big League dan bisa mengalahkan player FIFA yang memiliki skuat lumayan wah. Bahkan saat kualifikasi, saya berada di Hell’s Bracket yang berisi pro player dari berbagai daerah. Beruntung sekaligus terkejut saya bisa lolos,” ujar Brian yang di kesehariannya merupakan pebisnis ini.

Rama Anggara

IGL - Rama Anggara
Sumber: vivagoal.com

Asal: Madiun

PSN ID: ar4sely-m

Tim: Madiun Village

Rama tampil sebagai underdog yang cukup mengejutkan di kualifikasi IGL pekan ketujuh. Dengan nilai skuat 2.692.000 Coin, Rama berhasil mengalhkan beberapa pemain dengan reputasi besar di kualifikasi. Pola permainan long ball ala Premier League jadi strategi andalan, namun ia menyelipkan duet penyerang buas negara latin di lini depan, Lionel Messi dan Alejandro Gomez.

Sementara itu di lini lainnya Rama menunjukkan bahwa ia menggemari liga Italia. Nama-nama seperti Leonardo Bonucci, Pavel Nedved, Marek Hamsik, hingga Gianluigi Donnarumma tampil di sini, meskipun ada juga Luis Figo yang lebih lama merumput di liga Spanyol.

“Saya tak menyangka bisa lolos ke Big League. Untuk persiapan menjelang liga tinggal mempersiapkan uji tanding dan memantapkan mental secara pribadi,” ujar Rama.

Kevin Naufal

IGL - Kevin Naufal
Sumber: vivagoal.com

Asal: Depok

PSN ID: Makmubatman

Tim: Superhero Level

Kevin merupakan pemain terakhir yang mengisi slot Big League di kualifikasi minggu ketujuh. Tim Superhero Level yang ia asuh telah melalui perjuangan yang cukup sengit sebelum lolos, bahkan ia tak jarang harus berhadapan dengan tim-tim berpredikat “sultan” (memiliki total nilai pemain yang sangat mahal).

Gaya permainan counter pressing ala Liverpool ia terapkan, disokong oleh sederet pemain seram yang punya akselerasi kencang. Di sini ada Cristiano Ronaldo, Joao Cancelo, serta Neymar Jr. yang membantu peran Zlatan Ibrahimovic selaku finisher. Ia juga menempatkan dua pemain legenda yaitu Eusebio Ferreira dan Patrick Vieira yang bertugas membuka serangan dengan kreatif. Sementara di pertahanan, Kevin menempatkan Rio Ferdinand, Marcelo, Sergej Milinkovic Savic, dan Raphael Varane.

“Saya sudah ikut sejak minggu pertama. Selalu kalah. Di minggu ketujuh ini akhirnya bisa lolos qualifier dan melaju ke Big League. Rasanya cukup excited bisa lolos ke liga dan mengalahkan pemain pro dari berbagai daerah,” kata Kevin kepada vivagoal.com, media partner resmi IGL. Sebelum ke fase liga, ia berkata akan mencoba mengubah komposisi skuat serta membenahi sektor tengah dan pertahanan.

IGL Week 6
Para peserta yang lolos kualifikasi IGL Week 6

Brian, Rama, dan Kevin akan menemani tiga pemain yang telah lolos di kualifikasi IGL minggu keenam lalu, yaitu Windy Hendro, Kenny Prasetyo, dan Yoga Harahap. Hingga kini telah 21 pemain yang lolos dari kualifikasi IGL ke babak Big League. Masih ada waktu satu minggu lagi bagi para pemain yang ingin menjajal kemampuan di IGL FIFA 19 FUT. Seperti biasa, pendaftaran dapat dilakukan melalui situs vivagoal.com. Siapakah juara FIFA 19 FUT yang akan meraih hadiah total ratusan juta rupiah di kompetisi ini nantinya?

RRQ.Eggsy Akan Tampil Dalam Gelaran eChampions League 2019

Ega “RRQ.Eggsy” Rahaditya baru-baru ini mendapat undangan untuk bertanding dalam gelaran internasional, FIFA 19 eChampions League. Turnamen yang bisa dibilang sebagai versi digital dari liga Champion ini, akan diselenggarakan pada 26-27 April 2019 mendatang di Manchester, Inggris. Kompetisi ini merupakan salah satu bagian dari sirkuit panjang esports FIFA 19. Ega akan menghadapi 63 pemain lainnya dari berbagai belahan dunia untuk memperebutkan total hadiah sebesar US$280 ribu (Rp3,9 miliar).

Event ini merupakan event pertama yang bertajuk eChampions League (ECL) dalam rangkaian sirkuit esports FIFA 19. Bertanding melawan pemain dari berbagai belahan dunia, kompetisi ini mungkin bisa dibilang akan menjadi sangat berat bagi Ega. Pasalnya, eChampions League diikuti oleh pemain-pemain kelas kakap di kancah esports FIFA 19 dunia.

1
Sumber: EA Official Media

Nama-nama seperti F2Tekkz, MsDossary, dan Nicolas99FC turut mengikuti kompetisi ini. Tak lupa ada juga juara FIFA eNations Cup, Vitality Maestro, yang tentu membuat pertandingan eChampions League ini akan jadi semakin sengit. Selain penampilan RRQ.Eggsy, kompetisi ini juga jadi wajib ditonton karena rivalitas antar peserta yang kini jadi semakin sengit.  

Salah satunya adalah rivalitas antara F2Tekkz dengan MsDossary. Kedua pemain tersebut adalah pemain ranking tertinggi di kancah FIFA 19 Xbox. F2Tekkz adalah wonderkid asal Inggris, pencetak rekor, berhasil kumpulkan enam trofi sepanjang FIFA 19 Global Series.

Sementara di sisi lain MsDossary adalah juara bertahan dari eWorld Cup. Dia juga merupakan satu-satunya pemain pro yang memenangkan kompetisi major selama tiga musim berturut-turut. Pada tahun ini saja, dia sudah mengangkat dua trofi kompetisi major.

Menghadapi pemain kelas berat seperti ini, bagaimana kesempatan Eggsy? Kami sedikit berbincang dengan Achmad Fadh, community manager Indonesia Gaming League. Ia mengatakan bahwa sebenarnya Ega punya kesempatan di kompetisi ini. “Menurut saya, kalau Ega menampilkan performa terbaiknya, saya yakin Ega setidaknya bisa mencapai 8 besar.”

Secara kemampuan dan mental, Eggsy memang sudah cukup terlatih. Hal ini mengingat dia sudah banyak makan asam garam bertanding di kancah internasional. Terakhir kali, ia berhasil menjadi runner-up kualifikasi SEA dari kompetisi Virtual Bundesliga; walau sayangnya posisi tersebut tidak cukup membuat Ega mendapat kesempatan berkompetisi di Jerman dalam gelaran final Virtual Bundesliga.

1
Sumber: EA Official Media

Pada babak final, ia harus kalah oleh pemain asal Thailand. Ia kalah 2-0 dari seri best of 3. Ketika itu, Wisuwat yang jadi lawan Ega disebut olehnya sebagai pemain yang hebat karena composure yang dimiliki. Ketika ditanya soal musuh-musuh yang jadi lawan berat Eggsy di kompetisi ini, Fadh juga menyebut nama lain selain dari F2Tekkz dan MsDossary.

Nama tersebut adalah Maestro dan juga Nicolas. Nama tersebut juga merupakan pemain top klasemen poin FIFA 19 Global Series. Tercatat, saat ini Nicolas ada di peringkat satu, sementara Maestro berada di peringkat 3 FIFA 19 Global Series untuk platform PS 4.

Selain memberi tantangan, bertemu lawan berat seperti ini tentu juga memberikan pengalaman tersendiri kepada Eggsy. Mari kita doakan agar Eggsy bisa mendapatkan hasil terbaik pada gelaran eChampions League dan dapat mengharumkan nama Indonesia di kancah internasional!

Cerita Hendry ‘Jothree’ Handisurya tentang Pertarungannya Lolos Kualifikasi Hearthstone Masters Las Vegas

Akhir pekan kemarin, selain Rizky Faidan dan tim WANI yang jadi juara di Jepang dalam gelaran PES Asia Finals 2019, kabar baik datang dari atlet Hearthstone Indonesia. Adalah Hendry ‘Jothree’ Handisurya, pemain Hearthstone dari TEAMnxl>,  yang berhasil mengalahkan lawan-lawannya dalam kualifikasi Hearthstone Master Las Vegas.

Di kualifkasi dengan pendaftar sekitar 300 orang ini, Jothree harus berhadapan dengan pemain-pemain Hearthstone (HS) kelas dunia. Di babak finalnya, Jothree bahkan harus berhadapan dengan salah satu top player Hearthstone kelas dunia, Sebastian ‘Ostkaka’ Engwall asal Swedia mantan pemain organisasi esports besar, Na’Vi.

Sebelumnya, Jothree juga lolos kualifikasi untuk WCG 2019. Sumber: TEAMnxl
Sebelumnya, Jothree juga lolos kualifikasi untuk WCG 2019. Sumber: TEAMnxl

Saya pun menghubungi Jothree untuk memintanya berbagi cerita tentang kualifikasi Hearthstone Masters Las Vegas ini.

Hybrid (H): Boleh diceritain dulu kah soal turnamennya, buat mereka-mereka yang tidak familiar dengan esports Hearthstone? 

Jothre (J): “Jadi, HS Master Las Vegas itu salah satu program baru dari Blizzard tahun ini yang paling bergengsi buat nyari World Champion 2019 singkatnya. Detailnya, bisa dibaca di artikel dari Variety ini. Yang gua ikutin kemarin itu salah satu qualifier untuk ke Las Vegasnya ini tanggal 14-17 Juni 2019 nanti.”

H: Siapa saja lawan-lawan berat yang dihadapi kemarin dan kenapa?

J: “Ada sekitar 300 orang yang daftar kemarin sih; dan ada banyak banget nama-nama besar yg ikut kaya yoitsflo, innovatioN, Cosmo, dan, yang paling noticeable itu Ostkaka yang notabene Hearthstone World Champion asal Swedia.”

H: Boleh diceritain kah salah satu atau dua pertandingan yang paling berkesan?

J: “Pas fase Swiss awal lancar banget perjalanannya. Di situ gua lolos di peringkat 1 dengan score 8 0. Kalo yang paling berkesan mungkin pas grand finalnya. Karena di situ gua harus lawan salah satu idola gua dan mungkin hampir semua player-player HS di dunia wkwkwk, Ostkaka! Di situ gua menang 2 1. Pertandingannya juga ketat banget.”

H: Gimana peluangnya nanti di Las Vegas? Kira-kira bisa sampai mana nih?

J: “Kalo bicara peluang sih gua rasa pemain-pemain yang udah berhasil lolos ke sana itu udah pasti kelas-kelas berat semua ya. Tapi yang pasti sih gua bakal berusaha sebaik mungkin buat bawa nama Indonesia dan South East Asia di sana.”

H: Siapa lawan-lawan berat yang akan dihadapi nanti? Kenapa?

J: “Hahaha semuanya lawan berat di sana. Soalnya ya semua yang lolos ke Vegas itu cuma satu orang dari sekian banyak banget yang ikutan qualifier-nya.”

Itu tadi perbincangan singkat kami dengan Hendry. Buat yang tidak mengikuti esports Hearthstone Indonesia, Hendry sendiri merupakan salah satu pemain HS Indonesia terbaik bersama dengan Novan ‘Nexok40’ Kristianto, Reza ‘Rezdan’ Sevia, dan Rama ‘DouAhou’ Akbar. Hendry juga menjadi wakil Indonesia dalam pertandingan ekshibisi esports Asian Games 2018 dan menjadi juara kedua. Bersama dengan 3 rekannya tadi, Hendry juga bertanding mewakili Indonesia dalam kejuaraan HS bergengsi di dunia, Hearthstone Global Games 2018.

Jothree saat menerima penghargaan berkat kemenangannya di Asian Games 2018.
Jothree saat menerima penghargaan berkat kemenangannya di Asian Games 2018. Sumber: TEAMnxl

Kemenangannya kemarin memang boleh dibilang sangat gemilang sekaligus mengejutkan. Pasalnya, Ostkaka merupakan salah satu dari 20 pemain HS dengan penghasilan terbesar di dunia. Meski demikian, pemain legendaris yang menjadi juara dunia HS tahun 2015 ini mungkin sudah bukan jadi pemain paling ditakuti sekarang ini. Lawan-lawan lebih berat siap menanti Hendry di Las Vegas.

Bagaimana kiprah Jothree di Hearthstone Masters Las Vegas tanggal 14-16 Juni 2019 yang memperebutkan total hadiah US$250.000 ini nanti? Kita dukung dan doakan saja ya!