Menolak Mati, Liga Esports Starcraft Kembali Hadir di Korea Selatan

Walau fenomena esports terbilang baru mulai booming belakangan, nyatanya fenomena ini sudah terjadi sejak lama di Korea Selatan sana. Salah satu yang jadi bibit fenomena ini adalah ketika jagat kompetitif game RTS StarCraft diubah menjadi sebuah industri hiburan yang disebut esports pada sekitar tahun 2002.

Alhasil, StarCraft mengakar di industri esports Korea Selatan sehingga Blizzard berani untuk kembali menghadirkan kelanjutan dari Korea StarCraft League (KSL) di tahun 2019 ini. KSL adalah liga StarCraft lokal Korea yang dijalankan oleh Blizzard sendiri selaku pengembang dan penerbit dari salah satu franchise RTS tertua tersebut.

Walau lawas, StarCraft: Remastered sebagai esports terbukti masih menjadi tontonan favorit para gamers di Korea sana. Sumber:
Walau lawas, StarCraft: Remastered sebagai esports terbukti masih menjadi tontonan favorit para gamers di Korea sana. Sumber: Youtube StarCraft Esports

Menariknya liga StarCraft ini justru membawa nostalgia tersendiri bagi para penontonnya karena mempertandingkan StarCraft: Remastered. Game tersebut merupakan versi yang sudah diperbaharui dari game StarCraft yang rilis pertama tahun 1998 lalu. Dengan gameplay serta mekanik yang sama persis dengan versi aslinya, StarCraft: Remastered menawarkan pembaruan dari segi grafis, sehingga bisa dimainkan dalam resolusi 4k, dan suara yang direkam ulang agar jadi lebih jernih serta berkualitas tinggi.

KSL musim pertama diadakan pada Juli 2018 dan berhasil sukses keras sampai ke musim kedua. Mengutip data ESC, KSL musim kedua sudah ditonton oleh 3.963.825 penonton, ditonton selama 703.558 jam, dengan jumlah penonton terbanyak pada saat bersamaan sebanyak 40.137 penonton.

Kompetisi StarCraft yang akan diadakan pada April 2019 ini merupakan musim ketiga dari seri KSL yang sudah diadakan. Masuk musim ketiga, KSL hadir menggunakan venue VSG Arena. Menurut rilisan resmi Blizzard, VSG Arena merupakan esports cultural complex serba guna yang menawarkan teknologi audio-visual state-of-the-art.

SoulKey, jagoan StarCraft Korea Selatan yang jadi juara KSL musim kedua. Sumber:
SoulKey, jagoan StarCraft Korea Selatan yang jadi juara KSL musim kedua. Sumber: Red Bull Esports

Walau menyandang nama Korea, namun kompetisi ini terbuka bagi para penantang dari berbagai belahan dunia. Nantinya KSL akan melalui beberapa tahap, pertama adalah tahap qualifier yang dibuka mulai Maret 2019 mendatang. Dari qualifier pertandingan berlanjut ke regular season dengan mengambil 16 pemain terbaik dari tahap sebelumnya.

Musim lalu, KSL dimenangkan oleh Kim “Soulkey” Min Chul, pemain Zerg yang sudah bermain secara kompetitif sejak tahun 2010. Tahun ini, Korea StarCraft League hadir dengan memperebutkan total hadiah sebesar 80 Juta Won Korea atau hampir Rp1 Milyar.

Dalam 2 Tahun Ini, Populasi Penikmat Esports Wanita Meningkat Signifikan

Hanya beberapa tahun lalu, gaming masih dianggap sebagai dunianya pria. Sentimen ini mulai berubah berkat populernya permainan di media sosial serta perangkat bergerak. Dan kini, tak terhitung jumlah wanita yang juga menyukainya. Contoh kecilnya terjadi di kantor DailySocial sendiri. Saat rehat, semua orang tampak sibuk bermain. Mereka yang tak berada di depan console menggunakan smartphone-nya buat menikmati hobi itu.

Selain kemudahan akses permainan, naik daunnya esports mendorong kenaikan jumlah penonton. Minggu ini, firma riset pasar Interpret menemukan bahwa ada peningkatan populasi kaum Hawa di kalangan pemirsa esports, yaitu dari 23,9 persen di tahun 2016 menjadi 30,4 persen di triwulan keempat 2018. Menurut tim analis, 6,5 persen adalah angka yang signifikan mengingat ranah esports dan audiensnya sebagian besar adalah laki-laki.

Tia Christianson selaku vice president Interpret wilayah riset Eropa menjelaskan bahwa perubahan karakteristik di komunitas dengan populasi tinggi tidaklah mudah dan akan memakan waktu. Namun 6,5 persen dalam periode dua tahun ialah pencapaian besar, dan menandai bagaimana tren tersebut berjalan ke arah yang benar. Jika dalam dua tahun lagi pemirsa esports wanita mengalami kenaikan serupa, maka akan tercapai kesimbangan di antara kedua gender di sana.

interpret-3

Menurut Christianson, esports akan berkembang lebih pesat jika nama-nama besar di industri turut membantu pertumbuhan peran kaum Hawa. Sang vice president mengatakan, pemicu utama kenaikan audiens esport perempuan boleh jadi datang dari genre atau game kompetitif non-tradisional, terutama permainan-permainan yang ada di smartphone atau tablet. Di segmen PC/console sendiri, baru ada 35 persen gamer dan 30 persen penikmat esports wanita.

Tapi jangan kaget, di kelas kasual perempuan ternyata sangat mendominasi – mengambil porsi 66 persen. Mereka ini sebagian besar bermain di perangkat bergerak, namun juga Anda yang ber-gaming di console. Dari analisis Interpret, peningkatan fans esports perempuan dirangsang oleh meledaknya kepopuleran esports di smartphone/tablet. Belum lama, platform esports mobile Skillz sempat mengungkapkan bahwa 7 dari 10 pemain dengan pemasukan terbesar di layanannya ialah perempuan.

interpret

Kini, tantangan terbesar bagi para penyelenggara event dan publisher game adalah mendongkrak jumlah gamer wanita di judul-judul esports populer, di antaranya Counter-Strike: Global Offensive (26 persen), Dota 2 (20 persen), Hearthstone (26 persen), Rainbow Six Siege (23 persen), serta Overwatch (26 persen).

Jika persentase gamer pria dan wanita seimbang, mungkin suatu saat nanti tidak ada lagi panggilan ‘gamer girl‘ karena kita semua esensinya mencintai hobi yang sama.

Sumber: VentureBeat.

Esports Apex Legends Rambah Indonesia, Supreme League Gelar Turnamen Pertama

Semoga Anda tidak bosan mengunjungi Hybrid karena belakangan ini kontennya tentang Apex Legends terus-menerus. Mau bagaimana lagi? Apex Legends adalah fenomena global yang sangat dahsyat, bahkan digadang-gadang sebagai “pembunuh Fortnite”. Ditambah lagi hampir setiap hari selalu ada hal menarik terjadi di sekitarnya. Lama-kelamaan hype Apex Legends pasti akan menurun, tapi untuk sementara nikmati saja tren ini.

Dengan lebih dari 25 juta pemain dalam satu minggu pertama, hanya soal waktu sebelum Apex Legends menjadi cabang esports. Malah sebetulnya sudah. Tengah Februari lalu Respawn Entertainment telah bekerja sama dengan Twitch untuk menghadirkan Twitch Rivals Apex Legends Challenge, sebuah kompetisi berhadiah US$200.000 khusus untuk para streamer. Dan kini, para pelaku esports di Indonesia tampaknya tak mau ketinggalan.

Supreme League menjadi organizer pertama yang mengadakan turnamen Apex Legends di Indonesia. Baru saja diumumkan pada tanggal 20 Februari kemarin, kompetisi yang disebut Apex Legends Supreme League ini adalah turnamen terbuka dengan hadiah Rp25.000.000. Turnamen ini tidak dipungut biaya apa pun, namun slot peserta dibatasi hanya 200 tim saja. Anda dapat melakukan pendaftaran langsung di situs resmi Supreme League, paling lambat tanggal 24 Februari. Sementara turnamennya sendiri akan berlangsung pada tanggal 25 Februari – 9 Maret 2019.

Apex Legends Supreme League
Sumber: Supreme League

Sayangnya saat ini Apex Legends masih belum memiliki fitur yang sangat krusial untuk sebuah turnamen, yaitu Lobby. Oleh karena itu turnamen Apex Legends Supreme League akan menggunakan format yang sama dengan turnamen Twitch Rivals kemarin. Pemenang ditentukan dengan menggunakan sistem skor, dengan kill bernilai 1 poin dan perolehan Champion bernilai 5 poin.

Selain itu setiap tim juga harus memiliki minimal satu channel YouTube yang dapat digunakan untuk melakukan streaming selama pertandingan. Video streaming dan rekamannya inilah yang akan menjadi dasar penghitungan skor. Sedikit rumit memang, tetapi selagi belum ada fitur Lobby, saya rasa memang tidak ada pilihan lain. Semoga saja Respawn cepat merilis fitur tersebut, supaya Apex Legends dapat berkembang lebih pesat sebagai esports.

Beberapa organisasi esports juga sudah mulai melakukan perekrutan untuk divisi Apex Legends. Di luar negeri misalnya, ada Counter Logic Gaming yang telah membuka lowongan terbuka. Para pemain dari NRG Esports seperti Dizzy (Coby Meadows) dan King Richard (Richard Nelson) juga aktif mengikuti turnamen Apex Legends walaupun masih belum membentuk divisi tersendiri.

Alter Ego e-Sports - Apex Legends Recruitment
Sumber: Alter Ego e-Sports

Geliat serupa di Indonesia juga mulai terlihat, salah satunya yang kini membuka lowongan yaitu Alter Ego e-Sports. Alter Ego selama ini sudah menaungi bermacam-macam game, termasuk Mobile Legends: Bang Bang, Point Blank, hingga Tekken 7. Mudah-mudahan saja Apex Legends bisa menjadi esports yang besar dan mendunia, karena game ini benar-benar berkualitas tinggi dan layak mendapatkan kesuksesan.

Sumber: Supreme League, Alter Ego e-Sports

Tanpa Sumail, Evil Geniuses Tampil Mengesankan di MDL Macau 2019

Sampai artikel ini ditulis, sudah sekitar delapan belas pertandingan berlangsung pada gelaran MDL Macau 2019 ini. Masing-masing tim sudah bertanding sekitar 4 sampai 5 pertandingan. Bagaimana keadaan para tim sampai saat ini? Mari kita simak lewat salah satu tim yang bisa dibilang sebagai rajanya jagat kompetitif Dota Amerika Serikat, Evil Geniuses.

Tim yang dimotori Artour “Arteezy” Babaev dan kawan-kawan ternyata memberi hasil yang baik, walau tanpa kehadiran sang wonderkid Sumail “SumaiL” Hassan. Sejauh ini dari 5 match yang sudah diikuti, Evil Geniuses berhasil mencatatkan 3 kali kemenangan dan 3 kali kekalahan di babak grup. Mereka hanya kalah dari 2 tim Tiongkok yaitu Vici Gaming serta Invictus Gaming. Sampai saat tulisan ini dibuat, Evil Geniuses berada di posisi kedua, dengan Team Liquid menguasai klasemen, namun baru bertanding sebanyak 4 kali.

Sumber:
CnCC, pemain yang menggantikan SumaiL pada MDL Macau 2019. Sumber:  ESL Official Media

MDL Macau 2019 ini diikuti oleh Evil Geniuses dengan memainkan Quinn “CCnC” Calahan sebagai pemain pengganti. MDL Macau 2019 menjadi kompetisi tanpa status DPC kedua yang diikuti oleh EG, juga jadi turnamen kedua yang tidak diikuti oleh SumaiL. Sebelum MDL Macau 2019, SumaiL juga tidak mengikuti ESL One Hamburg 2018. Ketika itu, penyebabnya adalah karena masalah visa dan ia juga digantikan oleh CnCC.

Sementara untuk saat ini, SumaiL tidak mengikuti MDL Macau 2019 karena ia sedang liburan. Lewat sebuah rilis, EG mengatakan bahwa seiring meningkatnya jadwal DPC, qualifier, bootcamps, serta LAN Event, maka pemain semakin kehilangan waktu istirahatnya. Maka dari itu, sebagai cara EG untuk menjaga kesehatan mental para pemain, manajemen memberikan SumaiL waktu untuk beristirahat dan liburan sejenak.

Walau CnCC hanya berstatus sebagai cadangan, namun terlihat tidak banyak masalah dalam kekompakan tim EG. Permainan tim EG terlihat mengalir dan mereka tetap bisa bekerja sama dengan baik. Salah satu contohnya bisa Anda lihat lewat cuplikan permainan kombinasi antara Arteezy dengan CnCC, yang diposting oleh akun Twitter resmi Evil Geniuses.

Pertandingan MDL Macau 2019 masih berlanjut sampai akhir pekan ini. Bagi Anda yang ingin tahu bagaimana format pertandingan MDL Macau 2019, berikut penjelasan singkatnya.

MDL Macau 2019

BO 1 Round Robin Group Stage

    • 4 Teratas menuju ke upper bracket playoff
    • 4 Terbawah menuju ke lower bracket playoff

Double Elimination Playoff

    • Ronde 1 lower bracket BO 1, Grand Final BO 5
    • Pertandingan sisanya adalah BO 3

Mars Media Kembali Hadirkan MDL Macau Tahun 2019

Sebagai sebuah fenomena baru, tak heran jika ada banyak sudut pandang dalam memandang esports. Orang awam mungkin menilai ini “cuma main game saja” sedangkan gamers melihatnya sebagai aktualisasi diri gamers kepada khalayak awam. Namun, bagi saya, esports adalah bisnis dunia hiburan.

Tak beda dengan sepakbola, NBA, atau mungkin kontes kecantikan, esports wajib punya porsi hiburan dalam kompetisinya. Maka dari itu tak heran jika Mars Dota 2 League tahun ini kembali hadir di Macau, Hong Kong. Sebagai kota pusat hiburan di Asia, MDL Macau 2019 jadi menarik karena sifat kompetisi ini yang jadi selayaknya sport tourism atau dalam hal ini jadi esports tourism.

Tetapi MDL Macau 2019 sayangnya hadir tanpa ada menyandang status minor atau major dari rangkaian Dota 2 Pro Circuit 2018-2019. Sebelum ini Mars Media selaku penyelenggara juga sudah sempat mengadakan kompetisi MDL di Macau pada tahun 2017 lalu. Walau tanpa status Major/Minor dari DPC kini, kompetisi yang memperebutkan total hadiah sebesar $300 ribu atau sekitar Rp4 Milyar ini, tetap menghadirkan tim terbaik di jagat kompetisi Dota 2.

PSG.LGD yang merupakan juara dari MDL Changsa tahun lalu. Sumber:
PSG.LGD yang merupakan juara dari MDL Changsa tahun lalu. Sumber: Twitter @PSGeSports

Sudah dipastikan akan ada 8 tim peserta yang berasal beberapa komponen, direct invite, juara musim sebelumnya, serta qualifier. Berasal dari direct invite, ada 5 tim peserta yaitu Newbee, Virtus Pro, Vici Gaming, Team Liquid, dan Evil Geniuses. Tiga peserta sisanya yaitu EHOME yang merupakan juara Dota 2 Professional League Season 6, Royal Never Give Up dan Invictus gaming yang berasal dari qualifier.

MDL Macau 2019 yang berlangsung 20-24 Februari 2019 mendatang, merupakan lanjutan dari seri Mars Dota 2 League. Sejauh ini Mars Media sudah mengadakan 8 kompetisi di beberapa kota berbeda lewat seri MDL sejak tahun 2014. Tercatat, beberapa kota yang dikunjungi kompetisi MDL adalah kota seperti Shanghai, Wuhan, Changsa, dan tentunya Macau.

Memang sampai saat ini Asia masih menjadi salah satu pasar terbesar dari esports Dota 2. Melihat peluang ini tak heran jika ada banyak event besar Dota 2 hadir di Asia. Anda bisa melihat event seperti Chongqing Major, Kuala Lumpur Major, bahkan Dota 2 The International yang akan diadakan di Shanghai.

Sumber:
Sumber: Website Resmi Piala Presiden

Menarik melihat seri kompetisi esports seperti MDL yang diselenggarakan dari satu kota ke kota lain. Kalau di Indonesia, hal tersebut baru saja dihadirkan lewat kompetisi Piala Presiden. Kompetisi ini diadakan cukup megah, tak kalah dari esports yang biasa kita lihat di Jakarta.

Namun konsep seperti itu menurut saya memiliki tantangannya tersendiri di Indonesia, terutama dari segi infrastruktur. Jika pemerintah serius mendukung esports, perbaikan infrastruktur terutama teknologi internet, tentu akan sangat membantu meratakan hingar-bingar budaya esports di berbagai belahan Indonesia; yang harapannya adalah semakin memajukan ekosistem esports di ibu pertiwi.

StarLadder jadi Tuan Rumah CSGO Major ke Lima Belas

Kalau bertanya soal game esports tertua di dunia, jawabannya mungkin adalah seri Counter-Strike yang sudah dikompetisikan sejak lama sekali; walau mungkin baru jadi esports sekitar tahun 2012. Meski game battle royale serta MOBA menyerbu, game FPS ini tetap bertahan sebagai salah satu game esports favorit.

Maka dari itu, tak heran juga jika kompetisi esports CSGO terus berlanjut dan kini StarLadder akan jadi tuan rumah dari CSGO Major ke-15. Kompetisi ini akan diadakan di Jerman, di salah satu lokasi acara esports paling legendaris seantero Jerman yaitu Mercedes-Benz Arena. Lokasi acara ini menjadi salah satu favorit bagi event esports, yang juga jadi lokasi andalan untuk beberapa event milik ESL.

Sumber:
Sumber: Laman resmi ESL Pro League

Event ini diselenggarakan bekerjasama dengan rekan StarLadder yaitu ImbaTV. Selain bekerja sama dalam melangsungkan CSGO Berlin Major 2019 ini, ImbaTV juga berperan sebagai broadcast partner untuk khalayak esports CSGO di Tiongkok. Terkait hal ini, Alexander Chegrinez selaku Head of Business Development dari StarLadder memberikan sedikit komentarnya lewat sebuah press release yang diterbitkan lewat laman resmi StarLadder.

“Perusahaan kami dahulu terbentuk karena passion terhadap kompetisi Counter-Strike. Bahkan beberapa tahun lalu, turnamen yang kami selenggarakan untuk pertama kalinya adalah turnamen CS. Game ini pun pernah dan tetap menjadi bagian penting dari identitas Starladder, kami berkembang dengan CS dan benar-benar sangat bersemangat dengan CSGO Berlin Major yang akan kami adakan.” Alexander mengatakan.

“Adalah sebuah kehormatan besar bagi kami untuk menjadi tuan rumah dari anniversary ke-15 Major, yang diadakan di lokasi acara yang sangat mengagumkan dan diadakan untuk komunitas yang sangat luar biasa! Kami akan berusaha sebaik mungkin untuk membuat para fans terkesan dan menciptakan Major yang dapat Anda kenang.”

Sumber:
Sumber: Laman resmi ESL Pro League

Semua fase turnamen nantinya akan diselenggarakan di Berlin, yang artinya termasuk minors serta minor Play-in (sejenis qualifier untuk menuju ke major). Alasan penyatuan jadwal ini adalah agar para pemain tidak harus repot mengurus visa setelah lolos dari minor dan lebih fokus kepada persiapan pertandingan. Dengan ini maka jadwal dari CSGO Berlin Major 2019 ini adalah.

  • 17- 21 Juli – Europe & Americas Minors
  • 24-28 Juli – CIS & Asia Minors
  • 29 Juli – Minor Play-in
  • 20-25 Agustus – Challengers Stage
  • 27 Agustus – 1 September – Legends Stage
  • 5-8 September – Champions Stage

StarLadder CSGO Berlin Major 2019 memperebutkan total hadiah US$1 juta atau sekitar Rp14 milyar. Sementara untuk empat minor yang diadakan, hadiah yang diperebutkan akan tetap US$50.000 atau sekitar Rp700 Juta.

Gaji Rata-Rata Atlet Esports Korea Selatan Tembus Rp2 Miliar Per Tahun

Sebelum dunia esports berkembang jadi seramai sekarang, orang-orang mungkin heran melihat ada yang bisa menjadikan game sebagai mata pencaharian. Apalagi meraih penghasilan miliaran per tahunnya. Namun seiring waktu berjalan hal ini menjadi semakin lumrah. Apalagi di Korea Selatan, salah satu negara yang memiliki perkembangan esports terpesat di dunia. Gaji di atas US$100.000 (Rp1,4 miliar) bukan lagi hal yang aneh bagi atlet-atlet esports di sana.

Industri esports di Korea Selatan telah berkembang sebesar 50% dari tahun 2014 ke tahun 2017. Negara ini memiliki liga bernama League of Legends Champions Korea (LCK), sebuah liga primer yang sekaligus berfungsi sebagai jalur kualifikasi menuju League of Legends World Championships. LCK dikenal sangat populer dan kompetitif, bisa disebut “liga Inggris-nya dunia esports”. Jadi wajar bila liga ini juga diisi oleh tim-tim ternama, dengan atlet-atlet terbaik, dan bayaran-bayaran termahal.

Inven Global mencatat bahwa LCK di tahun 2018 adalah liga termahal, di mana tim-tim esports menggelontorkan 68,2% dana mereka. Dari segi jumlah atlet profesional, LCK kalah dengan PUBG Korea League (PKL) dan Overwatch Contenders, tapi LCK masih merupakan liga tertinggi, sekaligus pusat dari industri esports Korea Selatan.

Distribusi Atlet Esports Korea Selatan
Distribusi atlet esports Korea Selatan | Sumber: Inven Global

Menurut survei yang dilakukan terhadap 82 atlet LCK di tahun 2018, gaji rata-rata pemain di liga ini adalah sekitar 170 juta Won per tahun (sekitar Rp2,1 miliar). Karena ini adalah angka rata-rata, tentu saja distribusinya tidak merata. Sekitar 50% dari pemain-pemain itu memiliki gaji di bawah 100 juta Won, dengan pendapatan terendah menyentuh angka 20 -50 juta Won (37,2%). Sementara itu ada pemain-pemain dengan gaji di atas 500 juta Won, jumlahnya tidak sampai 5% dari keseluruhan.

Perlu diperhatikan bahwa gaji bukanlah satu-satunya sumber pemasukan para gamer profesional. Sebagian besar pemain memiliki pendapatan sampingan dari hadiah turnamen, streaming, broadcasting, dan lain-lain. Ada juga pemain yang mendapatkan sponsorship pribadi, namun jumlahnya cukup kecil (8,9%). Pendapatan sampingan ini bisa berkisar antara 20 juta hingga 200 juta Won tiap tahunnya.

Gaji Rata-Rata Atlet Esports Korea Selatan
Gaji rata-rata atlet esports Korea Selatan | Sumber: Inven Global

Dalam dunia olahraga konvensional, atlet-atlet terkenal biasa mendapat kontrak endorsement dari brand olahraga terkenal dunia, seperti Adidas atau Nike. Sayangnya kesempatan tersebut masih belum banyak ditemukan di dunia esports. Di tahun 2019 ini partisipasi brand olahraga diharapkan bisa meningkat, apalagi kini hubungan antara esports dan liga-liga olahraga konvensional sudah semakin erat.

Menurut data Inven Global, LCK adalah liga yang didominasi oleh pemain-pemain muda. Rata-rata usia pemain di tahun 2017 adalah 20,8 tahun, dengan usia termuda 17 tahun dan usia tertua 26 tahun. Salah satu penyebab tidak ada pemain yang lebih tua adalah karena kepercayaan bahwa kemampuan atlet esports akan menurut ketika usianya memasuki 20an akhir. Hal ini sudah dibantah oleh pemain-pemain profesional negara lain, namun di Korea Selatan dampaknya masih cukup terasa.

Distribusi Usia Atlet Esports Korea Selatan
Distribusi usia atlet esports Korea Selatan | Sumber: Inven Global

Usia yang begitu muda artinya pengalaman para atlet di dunia profesional juga cukup rendah. Lebih dari setengah atlet LCK hanya punya pengalaman di bawah 3 tahun. Jumlah pemain yang berkarier hingga 4 atau 5 tahun sangat rendah, di bawah 4% dari keseluruhan. Itu pun mereka biasanya sudah kesulitan untuk mempertahankan kariernya.

Rentang usia yang terlampau pendek ini merupakan masalah tersendiri yang harus dipikirkan dengan serius oleh para pegiat industri esports. Untuk menunjang ekosistem industri esports yang sustainable, harus ada cara supaya para atlet bisa berkarier dengan jangka waktu lebih panjang. Jangan sampai profesi atlet esports—yang terbilang masih cukup baru—kemudian mendapat stigma negatif tambahan karena risiko kehilangan pekerjaan yang besar.

Sumber: Inven Global, KT Rolster

2 Jagoan Indonesia Nyaris Lolos ke FUT Champions Cup April 2019

FUT Champions Cup merupakan turnamen resmi yang rutin digelar secara berkala, sekali setiap bulan dari November 2018 sampai April 2019. FUT Champions Cup ini masuk dalam rangkaian gelaran FIFA 19 Global Series yang merupakan liga resmi tertinggi milik EA.

Karena itulah, lolos berlaga di sini saja sebenarnya sudah menjadi sebuah kebanggaan tersendiri. Menurut penuturan dari Ahmad Karim, yang merupakan salah satu punggawa esports FIFA Indonesia dan juga bisa dibilang sebagai kingmaker-nya pemain-pemain FIFA generasi sekarang, ada 2 pemain Indonesia yang sebenarnya nyaris lolos kualifikasi FUT Champions Cup April 2019 untuk kawasan Asia.

Di kualifikasi yang digelar tanggal 15 Februari 2019 ini, sebenarnya ada beberapa pemain FIFA 19 Indonesia yang ikut serta dari total 39 pemain yang bertanding. Namun demikian, hanya Ega “Eggsy” Rahmaditya dan Kenny “rainesuaL-” Prasetyo yang berhasil masuk ke babak 16 besar alias babak Knockout.

“Awalnya Ega dan Kenny berhasil mengalahkan lawan-lawannya di babak 16 besar. Kenny berhasil mengalahkan player no 1 di Asia, Web Nasri dan Ega mengalahkan Elsagaldiaz dari Thailand.” Cerita Karim. “Sayangnya, memasuki babak 8 besar, kedua player Indonesia harus baku hantam karena hanya 1 spot wakil Indonesia di babak semifinal. Kenny keluar sebagai pemenang dan berhasil masuk ke babak 4 besar.” Tambahnya.

Kenny nampaknya tidak beruntung karena ia harus kalah pinalti saat melawan jagoan dari Hongkong, shing7160. Padahal saat itu Kenny berhasil menyamakan kedudukan setelah sebelumnya sempat tertinggal.

Sebelum mengakhiri ceritanya, Karim pun memberikan pendapatnya, ” jelas kecewa karena saya sendiri gagal lolos. Padahal, saya sudah menang 3 kali dari 3 game dan hanya butuh 1 kemenangan lagi untuk lolos ke babak berikutnya. Tapi masih semangat untuk E-Champions League Qualifier pada tanggal 2 dan 3 Maret 2019 karena kesempatan lolosnya lebih besar. Pasalnya, ada 6 slot Asia untuk berlaga di main event di Spanyol pada bulan Mei 2019.”

Kedua jagoan kita tadi mungkin memang tidak beruntung sebab Ega sendiri sebenarnya pernah jadi juara PlayStation League Asia untuk FIFA 18. Sedangkan Kenny juga pernah mendapatkan undangan langsung untuk berlaga di London untuk FUT Champions Cup bulan Desember 2018.

Lalu, bagaimana dengan peluang para pemain Indonesia di kualifikasi selanjutnya? Apakah benar seperti yang dikatakan Karim tadi, mengingat memang hanya 1 slot yang diberikan untuk Asia kali ini? Kita tunggu saja…

Disclosure: Hybrid adalah media partner dari Komunitas FIFA 19 Indonesia

Rivalitas GGWP.ID dan EVOS dalam Megahnya Gelaran Grand Final ASL Season 2

Lima bulan berlalu, liga kasta pertama Arena of Valor, Arena of Valor Star League (ASL) kini mencapai puncaknya. Setelah kompetisi liga rutin berjalan, terpilih empat tim terbaik di babak grand finals yaitu DG Esports, Saudara Esports, EVOS Esports, dan GGWP.ID. Gelaran final yang diselenggarakan pada hari Sabtu,16 Februari 2019 kemarin jadi penentu siapa rajanya jagat esports AOV Indonesia.

Tidak mudah untuk bisa mencapai babak Grand Finals ASL Season 2. Para tim peserta punya cerita perjuangannya masing-masing untuk bisa mengalahkan diri sendiri dan musuh-musuhnya mencapai panggung megah grand final ASL Season 2. Awalnya, melihat susunan bracket serta cerita perjuangan dari masing-masing tim, harapan saya adalah DG Esports akan jadi seperti GGWP.ID di ASL Season 1; merangkak dari keadaan terburuk sampai jadi runner-up ASL Season 1.

Dokumentasi Hybrid - Akbar Priono
Dokumentasi Hybrid – Akbar Priono

Nyatanya DG Esports harus tersungkur di awal-awal setelah bertarung sengit melawan Saudara Esports. Lanjut ke babak berikutnya, Saudara Esports harus berhadapan dengan EVOS. Kalau liga ini diibaratkan sebagai RPG, Saudara Esports mungkin hanya seperti mini-boss; yang bisa dilewati dengan mudahnya oleh EVOS. Walau Saudara Esports digadang-gadang sebagai salah satu yang terkuat di jagat kompetisi AOV, ternyata absennya SES.NasiUduk membuat Saudara Esports bisa ditaklukkan cukup mudah dengan skor 2-0.

Setelah perjalanan panjang, sampailah kita pada sajian utama Grand Final ASL Season 2, pertandingan antara dua rival terberat, GGWP.ID melawan EVOS. Kedua tim ini memang punya sejarah rivalitas yang sangat keras walau pada musim sebelumnya level permainan GGWP.ID mungkin bisa dibilang belum mencapai level permainan EVOS.

Masuk musim kedua, rivalitas keduanya jadi semakin ketat lagi. Apalagi performa GGWP.ID meningkat, sampai-sampai mereka jadi raja regular season ASL Season 2 dan hanya kalah satu kali sepanjang musim (oleh EVOS saat jelang akhir musim). Sementara pada sisi lain, EVOS memang terbilang tidak prima seperti musim pertama namun mereka berhasil mengikuti GGWP.ID di posisi kedua dengan cuma kalah 2 kali saja sepanjang musim.

Dokumentasi Hybrid - Akbar Priono
Megahnya panggung ASL yang jadi saksi bisu dari panasnya rivalitas antara GGWP.ID dengan EVOS Esports. Dokumentasi Hybrid – Akbar Priono

Selain rivalitas dalam permainan, kedua tim ini juga punya beberapa catatan rivalitas di luar permainan. Seperti saat tuduhan GGWP atas kasus poaching atau “pencurian” pemain kepada EVOS. Melihat hal ini, mungkin ASL bisa dibilang sebagai satu-satunya kompetisi saat EVOS tidak bersaing keras dengan musuh bebuyutannya, RRQ.

Final ini pun menjadi ajang pertaruhan antara GGWP.ID melawan EVOS untuk membuktikan ego masing-masing. Apakah GGWP.ID bisa mendapatkan tahta yang seharusnya ia dapatkan pada musim pertama? Ataukah EVOS kembali dapat mempertahankan tahta mereka dari terkaman sang naga?

Sebelum permainan dimulai prediksi saya ketika itu adalah GGWP.ID bisa menang jika mereka mendapat momentum bertubi-tubi dari awal sampai akhir permainan. Sementara EVOS akan menang apabila mereka berhasil mengulur permainan dan membuat GGWP.ID kewalahan karena rotasi yang dilakukan.

Meski baru seumur jagung klub esports GGWP.ID merupakan penantang keras organisasi sebesar EVOS di kancah Arena of Valor Star League. Sumber: Dokumentasi Resmi Garena
Meski baru seumur jagung, klub esports GGWP.ID merupakan penantang keras organisasi sebesar EVOS di kancah Arena of Valor Star League. Sumber: Dokumentasi Resmi Garena

Melihat betapa garang permainan GGWP.ID selama musim berjalan, dugaan saya pertandingan akan sengit dengan skor 3-2 dari pertarungan best of 5. Ternyata jam terbang EVOS yang lebih tinggi dalam hal bermain di panggung besar memang masih sulit dikalahkan GGWP.ID; yang memang belum punya jam terbang main di panggung besar sebanyak EVOS.

Permainan ternyata dapat diselesaikan EVOS cukup cepat dengan skor 3-1. Menariknya, momentum kemenangan GGWP malah bukan dari permainan agresif mengandalkan snowball, melainkan permainan cerdik memanfaatkan kesalahan dari EVOS. Sementara itu EVOS benar melakukan seperti apa yang saya prediksi, berhasil melakukan rotasi cerdik yang membuat game seolah dimenangkan GGWP.ID, namun pada kenyataannya EVOS yang diuntungkan.

Momen Grand Final ASL 2019 ini bisa mungkin bisa dibilang jadi momen kemenangan paling manis bagi EVOS, terutama bagi Sultandyo “MythR” Raihan dan Hartawan “Wyvorz” Muliadi. Musim lalu kedua pemain tersebut bermain untuk tim GGWP, namun sayangnya mereka berdua hanya bisa melihat piala ASL diangkat oleh EVOS. Menariknya kepindahan mereka berdua ternyata berbuah manis dan mendapatkan piala yang seharusnya mereka dapatkan.

Salah satu momen yang menangkap perasaan lega EVOS.MythR setelah semua perjuangan yang ia lalui. Sumber: Dokumentasi Garena
Momen foto terbaik yang berhasil menangkap perasaan lega EVOS.MythR setelah menjadi juara. Sering dianggap sebagai pemain dengan komitmen paling tinggi, foto ini menggambarkan kelegaan setelah semua perjuangan keras yang ia lalui sepanjang karirnya di jagat kompetitif AOV. Sumber: Dokumentasi Resmi Garena

EVOS selaku juara ASL Musim kedua berhak mendapatkan hadiah sebesar Rp500 juta. Diikuti dengan GGWP.ID selaku runner up mendapatkan Rp250 juta.  Lalu Saudara Esports di posisi ketiga mendapatkan Rp150 juta dan terakhir ada DG Esports Rp100 Juta. Momen Grand Final ASL kemarin mungkin bisa jadi titik balik dari semua tim peserta.

Akankah DG Esports dapat bangkit di musim berikutnya dan menyusul ketertinggalan mereka dari kawan-kawan seperjuangannya? Apakah GGWP.ID bisa mendapatkan piala yang mereka idam-idamkan sejak musim pertama di musim ketiga nanti? Apakah EVOS Esports bisa buktikan diri bahwa tim Indonesia tidak cuma jago kandang dan bisa buktikan diri di kompetisi internasional? Semua hal tersebut tentu baru bisa terjawab saat ASL musim ketiga dan tentunya kompetisi AoV World Cup 2019 nanti.

Brand Non-Endemik Lokal Menyerbu, Dua Kelinci Sponsori RRQ dan EVOS

Kepercayaan brand non-endemik terhadap industri esports kini sudah semakin tinggi. Hal tersebut salah satunya dibuktikan lewat pembahasan Hybrid terhadap data Nielsen yang mengatakan ada 49 persen brand non-endemik yang sponsori esports pada 2018 kemarin. Namun data tersebut melihat industri esports secara global atau internasional. Bagaimana dengan Indonesia?

Tingkat kepercayaan brand non-endemik di Indonesia sebenarnya juga turut meningkat seiring dengan tren Mobile Legends yang memperkenalkan konsep esports ke masyarakat mainstream. Terbukti salah satunya lewat kerjasama EVOS dan RRQ dengan PT. Dua Kelinci yang diresmikan dalam sebuah acara konfrensi pers tanggal 18 Februari 2019.

Sumber: Kratindaeng Indonesia Esports Championship Official Website
Sumber: Kratindaeng Indonesia Esports Championship Official Website

Sebelum itu, bibit kepercayaan brand non-endemik terhadap esports di Indonesia sudah muncul sejak 2018. Beberapa contohnya adalah perusahaan Orang Tua Group yang mengadakan event esports mereka sendiri sambil mempromosikan brand minuman energi Kratindaeng. Lalu ada Salim Group lewat brand Indofood seperti Pop Mie dan Chitato yang sponsori ESL ataupun sejumlah merek lainnya yang sudah cukup terlalu panjang untuk disebutkan semuanya di sini.

Kerjasama PT. Dua Kelinci dengan dua klub esports tersebut hadir dengan mempromosikan dua produk mereka, yaitu camilan kacang Sukro dengan RRQ, serta camilan keripik jagung Krip-Krip Tortilla dengan EVOS. Walau ada dua brand camilan yang berbeda yang bersanding dengan masing-masing klub, namun kerjasama tersebut tetap dilakukan di bawah naungan dari PT. Dua Kelinci.

Terkait kerjasama ini, PT. Dua Kelinci sayangnya tidak dapat mengungkap nilai kerjasama yang dilakukan. Edwin Sutiono selaku Direktur dari PT. Dua Kelinci hanya bisa memberi sedikit gambaran bahwa nilai kerjasama yang dilakukan senilai kurang lebih 5% dari budget marketing PT. Dua Kelinci.

2
Hartman Harris, co-founder dari klub esports EVOS. Dokumentasi Hybrid – Novarurozaq Nur

Kolaborasi antar kedua brand ini terjadi dalam beberapa hal, salah satunya adalah penampilan logo Sukro dan Krip Krip Tortilla dalam jersey kedua tim. Hartman Harris selaku co-founder EVOS Esports menambahkan bahwa kerjasama ini juga termasuk munculnya logo makanan camilan ini dalam online activity pada digital content maupun offline activity EVOS Esports.

Dalam sesi talkshow, Edwin mengatakan bahwa keputusan PT. Dua Kelinci untuk turut menyokong ekosistem esports disebabkan oleh beberapa hal. “Jujur saya sendiri memang adalah seorang gamers. Lalu kebetulan satu tahun belakangan saya cukup mengikuti fenomena esports ini sampai akhirnya kini yakin untuk berkolaborasi dengan ekosistem lewat dua klub ternama ini.” Kata Edwin saat sesi talkshow.

“Terlebih ekosistem esports juga membantu kami mendekatkan diri dengan khalayak muda yang mirip dengan segmentasi pasar kami. Maka dari itu kami merasa EVOS dan RRQ bisa membantu kami mencapai hal tersebut karena prestasi dan branding dari kedua tim tersebut sudah sangat baik.” Tambah Edwin pada saat yang sama.

Edwin Stuiono, Direktur PT. Dua Kelinci, saat menjelaskan alasan kolaborasi mereka dengan RRQ dan EVOS. Dokumentasi Hybrid - Novarurozaq Nur
Edwin Stuiono, Direktur PT. Dua Kelinci, saat menjelaskan alasan kolaborasi mereka dengan RRQ dan EVOS. Dokumentasi Hybrid – Novarurozaq Nur

Kehadiran PT. Dua Kelinci dalam ekosistem esports tentu membantu mengembangkan ekosistem industri. Namun mungkin yang jadi pertanyaan khalayak adalah kenapa harus EVOS dan RRQ lagi? Menurut opini saya sendiri, karena memang tidak bisa dipungkiri lagi bahwa kedua tim tersebut masih merupakan dua organisasi esports paling besar, profesional, dan terorganisir di Indonesia.

Keduanya bersaing ketat baik itu dalam segi prestasi, mengorganisir para pemain, dan saling bersaing dalam menciptakan branding yang baik di kalangan para pecinta esports Indonesia; yang tentunya bakal menarik perhatian para brand. Walau demikian Edwin kembali menambahkan bahwa dirinya dan PT. Dua Kelinci tidak pernah menutup kemungkinan untuk sponsori klub esports lainnya atau mungkin sponsori sebuah event esports.