Fighting Game Esports – Sejarah, Tokoh, dan Perkembangannya

Fighting game adalah genre yang cukup unik dibanding cabang-cabang esports lainnya. Sebelum ada tipe-tipe game canggih seperti first-person shooter, MOBA, atau bahkan battle royale, fighting game sudah terlebih dahulu menanamkan akar kompetitifnya di kalangan masyarakat. Hingga kini pun, fighting game terus menjadi salah satu genre game yang sangat populer dan punya banyak penggemar setia.

Dunia fighting game berutang besar kepada Capcom, developer game asal Jepang yang merupakan pencipta seri Street Fighter. Akan tetapi dalam perjalanannya, iklim kompetitif dalam genre ini justru lebih banyak digerakkan oleh penggemar-penggemar di level akar rumput. Turnamen fighting game internasional paling bergengsi pun, yaitu Evolution Championship Series (EVO), bermula dari aktivitas penggemar yang makin lama makin membesar.

Ekosistem fighting game adalah ekosistem yang niche namun subur, kecil namun menggigit, dan tak akan pernah lekang dimakan zaman. Seperti apa perkembangan fighting game serta iklim esports di sekitarnya? Mari simak di bawah.

Pionir itu bernama Street Fighter II

Berbicara tentang sejarah fighting game, kita tak akan bisa lepas dari game legendaris yang merupakan “nenek moyang” fighting game, Street Fighter II. Dilihat dari judulnya saja kita sudah bisa menebak bahwa Street Fighter II bukan fighting game pertama di dunia. Akan tetapi game inilah yang membuat genre fighting meledak di pasaran, terutama secara kompetitif.

Ultra Street Fighter II: The Final Challengers
Ultra Street Fighter II: The Final Challengers | Sumber: Nintendo

Ada beberapa hal yang membuat Street Fighter II diminati masyarakat luas. Salah satunya yaitu jumlah karakter yang cukup banyak, penuh variasi, dan mewakili kebudayaan berbagai negara di dunia. Ada Ryu dan Ken dari Jepang, Guile dari Amerika Serikat, Zangief dari Rusia, hingga Dhalsim dari India, ragam yang begitu luas membuat Street Fighter II punya daya tarik tersendiri bagi para gamer. Apalagi setiap karakter punya gaya bertarung yang jauh berbeda.

Street Fighter II juga revolusioner dalam menciptakan berbagai pakem fighting game yang populer hingga saat ini. Mulai dari sistem special move yang bisa dieksekusi dengan kombinasi arah dan tombol, sistem combo yang memungkinkan karakter melancarkan serangan bertubi-tubi, hingga tren pertarungan satu-lawan-satu itu sendiri. Sebelum Street Fighter II, umumnya fighting game hanya berisi pertarungan melawan komputer. Tapi Capcom mengubah itu semua dengan fitur pertarungan player versus player.

Begitu populernya Street Fighter II, hingga Capcom sendiri kesulitan menyediakan arcade cabinet untuk pasar seluruh dunia. Menurut situs GameRevolution, Street Fighter II diperkirakan telah mendatangkan pemasukan hingga kurang lebih 10 miliar dolar! Tak hanya salah satu game tersukses, game ini juga dihormati sebagai salah satu game paling berpengaruh sepanjang masa.

Setiap orang punya pertaruhan

Street Fighter II (juga fighting game pada umumnya) punya sifat sangat kompetitif bukan hanya karena game ini bertema pertarungan antara dua pemain. Lebih dari itu, fighting game sangat kompetitif karena dalam genre ini semua orang selalu mempertaruhkan sesuatu. Demikian diungkapkan Tom Cannon, co-founder Evolution Championship Series, dilansir dari Inven Global.

Menurut Cannon, ada tiga hal yang dipertaruhkan dalam fighting game, terutama di arcade. Tiga hal itu adalah:

  • Waktu. Pergi ke arcade sendiri sudah makan waktu, dan sesampainya di arcade, berapa lama kita bisa bermain ditentukan oleh seberapa ahli kita memainkannya. Bila kita mampu bertarung tanpa kalah, kita dapat memainkan game untuk waktu lama, tapi bila kita payah, kita akan cepat game over.
  • Uang. Bermain di arcade butuh koin, dan ketika seseorang datang sebagai penantang, koin kita turut dipertaruhkan. Kalah darinya maka kita harus memasukkan koin kembali untuk terus bermain, tapi bila menang, koin kita selamat.
  • Harga diri. Karena fighting game adalah pertarungan satu lawan satu, apa yang kita lakukan benar-benar merupakan cerminan dari kemampuan kita. Bayangkan Anda berbadan besar dan bertampang sangar, tapi kalah main Street Fighter II melawan seorang siswa SD. Pasti rasanya salty sekali. Apalagi penantang Anda duduk (atau berdiri) tepat di sebelah Anda.
Street Fighter II SNES
Sampul Street Fighter II versi SNES | Sumber: IMDb

Pertaruhan ketiga hal ini, ditambah kenyataan bahwa arcade selalu ramai dan pertandingan Anda pasti ditonton banyak orang, memancing jiwa kompetitif yang tinggi di kalangan penggemar fighting game. Hanya masalah waktu sebelum kompetisi tersebut membesar, menjadi turnamen tingkat arcade center, kota, nasional, dan akhirnya turnamen dunia.

Raja dari barat dan timur

Tom Cannon adalah salah satu pionir dari turnamen dunia tersebut. Bersama dengan Tony Cannon, Joey Cuellar, dan Seth Killian, mereka mencetuskan sebuah kompetisi bernama Battle By the Bay pada tahun 1996. Dalam video dokumenter yang dibuat oleh theScore Esports, mereka mengatakan bahwa Battle By the Bay awalnya diciptakan sebagai sarana untuk menyelesaikan perseteruan antara komunitas-komunitas fighting game di California. Akan tetapi pada tahun 1998 terjadi momen penting yang mengubah iklim kompetitif fighting game di seluruh dunia.

Pada tahun 1998, Capcom merilis sebuah game berjudul Street Fighter Alpha 3 (Street Fighter Zero 3 di Jepang). Demi mempromosikannya di pasar global, Capcom menggelar kompetisi akbar tingkat nasional di Jepang dan Amerika Serikat. Kemudian, juara masing-masing negara akan bertemu untuk menentukan siapakah petarung terkuat di dunia yang sebenarnya.

Juara dari Amerika Serikat adalah Alex Valle, jawara Battle By the Bay yang dikenal sebagai pencipta teknik legendaris Street Fighter Alpha 2, “Valle Custom Combo”. Sementara itu, Jepang diwakili oleh Daigo Umehara, pemuda 17 tahun yang sudah menjadi juara nasional Jepang sejak dua tahun sebelumnya. Ini adalah turnamen Street Fighter tingkat dunia pertama yang resmi diadakan oleh Capcom.

Dalam pertarungan berformat best-of-three, Alex Valle (Ryu) mencuri poin terlebih dahulu dari Daigo Umehara (Akuma). Akan tetapi Daigo, seolah sudah “men-download” isi kepala Valle, ternyata mampu beradaptasi dan mematahkan strategi lawannya itu. Daigo membalikkan keadaan, dan dinobatkan sebagai juara dunia Street Fighter pertama setelah menang dengan skor 2-1.

Seorang pemain Street Fighter dari Jepang telah berhasil menjadi juara dunia. Lalu selanjutnya apa? Ternyata tidak banyak. Pertarungan antara kedua raja dari barat dan timur itu terjadi di tahun 1998, saat internet masih belum menyebar luas dan esports belum merupakan sesuatu yang besar. Bagi komunitas pecinta fighting game, momen tersebut mungkin sangat berkesan, tapi tidak bagi masyarakat luas. Malah mungkin tidak banyak gamer yang tahu, sebab informasi masih sulit didapat.

Popularitas fighting game secara umum tidak banyak berubah. Akan tetapi di kalangan mereka yang bermain pada level tertinggi, mulai muncul bibit-bibit tantangan baru. Mereka yang tinggal di Amerika Serikat jadi tahu bahwa Jepang punya pemain-pemain tangguh, begitu pula sebaliknya para pemain Jepang sadar bahwa Street Fighter tidak hanya “besar” di tanah kelahirannya.

Efek dari paradigma baru ini paling terasa di kompetisi Battle By the Bay. Pada tahun 2001, untuk pertama kalinya, Battle By the Bay kedatangan pemain-pemain dari negara Jepang. Mereka sengaja terbang jauh-jauh ke San Fransisco, California, untuk bertarung melawan pemain-pemain hebat dari belahan negara lain. Tidak hanya itu, dua pemain Jepang (Ryo Yoshida dan Tomo Taguchi) bahkan meraih gelar juara untuk game Street Fighter Alpha 3 dan Capcom vs. SNK.

Street Fighter Alpha 3
Street Fighter Alpha 3 telah dirilis ulang dalam Street Fighter 30th Anniversary Collection | Sumber: Steam

Menurut keterangan dari James Chen dalam film dokumenter The Story of EVO, sejak Battle By the Bay tahun 1996 pun sudah ada pemain dari luar negeri, yaitu dari Kuwait. Tapi tahun 2001 inilah momen yang mendefinisikan Battle By the Bay sebagai puncak kompetisi fighting game, tujuan pengembaraan untuk membuktikan siapa petarung terkuat di dunia.

EVO Moment #37

Walau antusiasme penggemar fighting game kompetitif semakin meningkat, periode 2000-an sebenarnya merupakan masa yang cukup sulit bagi fighting game. Banyak fighting game berkualitas tinggi beredar di pasaran, antara lain Street Fighter III: 3rd Strike, Marvel vs. Capcom 2: New Age of Heroes, Tekken 4, hingga Guilty Gear XX. Namun akibat tingginya popularitas console rumahan seperti PlayStation 2 dan Dreamcast, arcade center mulai turun peminat.

Penurunan ini terasa hampir di seluruh dunia, kecuali Jepang di mana pasar arcade masih sangat kuat. Bila dulu penggemar fighting game harus mengeluarkan banyak koin di arcade, sekarang mereka bisa bermain di console dengan credit tak terbatas. Memang lebih hemat dari sudut pandang konsumen, tapi dampaknya adalah aktivitas komunitas fighting game jadi menurun. Orang-orang tak lagi berkumpul di arcade center, hanya mendekam di rumah masing-masing.

Di seluruh penjuru Amerika Serikat, pasar arcade sedang sekarat. Komunitas fighting game, yang banyak bergantung pada arcade, juga sama sekaratnya. Pada tahun 2002, Southern Hills Golfland yang biasanya digunakan sebagai arena pertarungan Battle By the Bay pun gulung tikar. Tapi Tom Cannon dan kawan-kawan tidak menyerah. Mereka ingin agar semangat kompetitif itu terus terjaga meski arcade center sudah punah. Sebagai penerus Battle By the Bay, mereka akhirnya mendirikan Evolution Championship Series (EVO).

Satu unsur penting dari EVO yang membedakan dari turnamen lain saat itu adalah adanya hari khusus untuk pertarungan delapan besar, alias “Top 8”. Setelah semua orang bertanding di pool/grup masing-masing, delapan petarung terkuat akan berkumpul di babak final, dengan pertandingan yang diyangkan pada layar besar atau proyektor. Semua hadirin bisa menonton pertandingan, menjadikan EVO acara yang jauh lebih menarik dari turnamen di arcade center dahulu kala. Pakem acara ini akhirnya menjadi standar yang digunakan banyak turnamen esports profesional hingga sekarang.

EVO di tahun 2002 tetap menggunakan mesin-mesin arcade cabinet sebagai platform kompetisi, tapi cara ini jelas memiliki keterbatasan. Selain masalah logistik (memindahkan begitu banyak cabinet butuh truk-truk besar), ketersediaan cabinet itu sendiri sudah semakin menipis. Akhirnya pada tahun 2004, EVO mengubah platform turnamen menjadi console, sebuah keputusan yang mendapat tentangan dari banyak pihak.

Memang masih ada game yang dipertandingkan dengan arcade cabinet asli, yaitu Street Fighter III: 3rd Strike karena versi console game ini dianggap tidak layak dimainkan secara kompetitif. Namun pada akhirnya perubahan tak bisa dihindari. Setinggi apa pun gairah kompetitif di akar rumput, komunitas fighting game pada akhirnya akan mati bila tidak ada gebrakan yang membuat popularitas genre ini meningkat kembali. Untungnya, dan tanpa disangka-sangka, pada EVO 2004 gebrakan itu terjadi.

Justin Wong dari Amerika. Daigo Umehara dari Jepang. Dua jagoan Street Fighter III: 3rd Strike, dari dua negara berbeda, dengan gaya permainan yang berbeda pula. Ketika mereka bertemu di final Losers’ Bracket EVO 2004, semua tahu mereka akan menyajikan pertandingan yang dahsyat. Tapi tidak ada yang menyangka, bahwa pertandingan ini kemudian menjadi salah satu momen paling ikonik dalam sejarah esports.

Daigo yang saat itu menjagokan Ken, sedang terdesak karena permainan Chun-Li milik Justin Wong yang ciamik. Nyawa miliknya sudah begitu sedikit sehingga satu special move apa pun akan membunuhnya meski ia bertahan, karena adanya sistem chip damage. Merasa di atas angin, Justin Wong melancarkan super combo bernama Houyokusen. Super combo yang terdiri dari 15 tendangan itu sudah pasti akan mengeliminasi Daigo, kecuali jika Daigo bisa melakukan parry 15 kali berturut-turut dan, entah bagaimana caranya, membalas dengan serangan yang tidak kalah dahsyat.

Daigo “The Beast” Umehara berhasil melakukannya.

Street Fighter IV, awal era renaisans

Momen comeback yang dilakukan Daigo Umehara pada tahun 2004 kemudian dikenal sebagai “EVO Moment #37”, dan menjadi viral di YouTube yang saat itu masih baru diluncurkan. Lucunya, nomor 37 dalam judul video tersebut sebetulnya tidak punya makna apa-apa. Ben Cureton, pencipta video tersebut, hanya asal menempelkan nomor untuk menunjukkan pada penonton bahwa momen heboh seperti itu tidak hanya ada satu, tapi banyak terjadi di EVO.

Popularitas EVO Moment #37 berhasil membuat komunitas fighting game bergairah kembali. EVO kemudian terus berjalan sebagai turnamen tahunan, bahkan menarik kontrak kerja sama dengan perusahaan-perusahaan besar seperti Capcom dan Toyota. Sayangnya, ada satu hal krusial yang membuat EVO terasa stagnan di pertengahan tahun 2000-an. Tidak ada game baru dari Capcom.

Menuju tahun 2008, orang-orang sudah bosan menonton game lawas seperti Street Fighter III: 3rd Strike atau Marvel vs. Capcom 2. EVO memang sempat memasukkan beberapa game lain, misalnya Tekken 5, Super Smash Bros. Melee, bahkan Mario Kart. Tapi sejak awal pendiriannya, menu utama EVO selalu Street Fighter. Untungnya, Capcom paham akan “rasa lapar” para penggemar. Di EVO 2008, Capcom akhirnya memamerkan fighting game terbaru mereka, Street Fighter IV.

Street Fighter IV sangat signifikan di dunia fighting game, karena inilah sekuel sejati Street Fighter yang dinanti-nanti oleh para penggemar setelah sembilan tahun lamanya (Street Fighter III: 3rd Strike dirilis tahun 1999). Capcom juga merancang game ini agar mudah dimainkan, dengan menghilangkan mekanisme-mekanisme rumit yang dulu muncul di seri Street Fighter Alpha. Gameplay yang newbie-friendly ditambah kualitas visual 3D yang keren membuat Street Fighter IV sangat populer.

Street Fighter IV
Street Fighter IV memiliki gaya visual 3D yang unik | Sumber: Sony

Street Fighter IV menjadi angin segar yang ditunggu-tunggu komunitas fighting game. Suasana EVO kembali memanas. Dari tadinya hanya beberapa ratus orang di tahun 2008, jumlah kontestan EVO 2009 membludak hingga seribu orang lebih. Ingat, ini kontestan, bukan pengunjung. Seribu orang itu, semuanya datang sebagai peserta. Semuanya bertarung. Semuanya pecinta Street Fighter IV. Dan yang paling penting, seperti akar kompetitif fighting game di arcade center masa lampau, semuanya punya peluang untuk jadi juara.

Sejak meledaknya EVO dan Street Fighter IV, perusahaan-perusahaan penerbit fighting game seolah menyadari bahwa ternyata ada pasar yang besar di luar sana. Ada ribuan penggemar yang mencintai genre ini, dan rela berkumpul di satu tempat setiap tahun untuk merayakannya secara besar-besaran. Capcom, Nintendo, Arc System Works, dan Bandai Namco kini menjadi sponsor setia EVO, bahkan menjadikan EVO sebagai panggung untuk mengumumkan game baru atau konten baru untuk game yang sudah ada. Rekor terbesar EVO dipegang oleh Street Fighter V di tahun 2016, di mana game tersebut berhasil mendatangkan lebih dari 5.000 kontestan untuk memperebutkan gelar juara.

EVO telah mendorong dunia fighting game menjadi sebuah cabang esports profesional yang sustainable, tidak lagi dipandang sebelah mata. Bukan hanya Street Fighter, EVO terus melakukan rotasi game setiap tahunnya, sehingga tidak menutup kemungkinan game apa pun bisa mendapat exposure besar-besaran. Contoh terbaik adalah Super Smash Bros. Melee, meski usianya sudah 17 tahun tapi game ini masih menjadi salah satu turnamen dengan kontestan terbanyak di EVO 2018.

Developer game butuh penggemar, dan gamer butuh hiburan. Atlet esports butuh penghasilan, sementara sponsor butuh panggung. Semua aspek dari fighting game bertemu dalam EVO, mulai dari penonton, pemain, hingga korporat, menjadikan turnamen internasional tersebut sebuah simbiosis yang sangat kuat antara seluruh insan yang berkiprah di dunia fighting game. Kini EVO adalah “Mekkah-nya fighting game”. Siapa pun yang mencintai fighting game harus merasakan sendiri datang ke turnamen ini, paling tidak sekali seumur hidup.

Ada apa di luar EVO?

Seiring dengan tumbuhnya EVO, ekosistem fighting game di seluruh dunia juga ikut berkembang. Capcom, misalnya, mendirikan sendiri turnamen dunia bertajuk Capcom Cup pada tahun 2013, dilanjutkan dengan sirkuit global bernama Capcom Pro Tour mulai tahun 2014. Arc System Works juga mengusung game buatan mereka, yaitu seri Guilty Gear dan BlazBlue, dalam kompetisi global ArcRevo World Tour. Bandai Namco malah memiliki dua sirkuit global, yaitu Tekken World Tour dan Dragon Ball FighterZ World Tour Saga.

Menariknya, walau kini esports sudah berkembang pesat dan banyak turnamen di seluruh dunia, dunia kompetisi fighting game tetap tidak lepas dari ekosistem akar rumput. Semangat kompetisi terbuka seperti era arcade dulu, di mana siapa saja bisa bertarung dan keluar sebagai juara, hingga kini tetap dipertahankan. Karena itulah kompetisi fighting game global biasanya juga memiliki babak kualifikasi regional. Misalnya Abuget Cup di Indonesia yang merupakan bagian dari Capcom Pro Tour Asia, atau Dragon Radar Tournament di C3 AFA Jakarta yang merupakan bagian dari Dragon Ball FighterZ World Tour Saga.

Kazunoko - SEA Major
SEA Major 2018 adalah bagian dari Dragon Ball FighterZ World Tour Saga | Sumber: Bandai Namco

Seperti rumput yang tetap berdiri walau diinjak, komunitas fighting game adalah komunitas yang pantang menyerah. Mungkin kelebihan komunitas fighting game dibanding komunitas game lainnya, yaitu mereka adalah komunitas yang mau susah. Ketika tidak ada turnamen resmi, mereka mau mengadakan turnamen sendiri. Walau tidak populer, mereka tetap setia kepada game yang mereka sukai. Dan mereka dengan senang hati mau merogoh kocek untuk mewujudkan kecintaan mereka terhadap fighting game dalam wujud yang nyata.

Wajah-wajah dunia fighting game esports

Fighting game di tahun 2018 memang belum bisa dibilang mainstream, tapi keberadaannya sudah sangat kuat dan tampak masih akan terus tumbuh sehat. Indonesia pun, perlahan tapi pasti, mulai menunjukkan sejumlah prestasi di tingkat global. Siapa tahu dalam beberapa tahun ke depan akan muncul juara EVO dari Indonesia.

Berbicara tentang fighting game, tak lengkap rasanya bila kita tidak berkenalan dengan para tokoh yang berpengaruh besar di ekosistem ini. Tidak hanya atlet, fighting game juga banyak didukung oleh tokoh dari berbagai peran lain. Tanpa mereka, mungkin dunia fighting game tidak akan sebesar dan seseru sekarang. Berikut ini beberapa di antaranya.

Daigo Umehara

Daigo Umehara
Daigo Umehara | Sumber: Red Bull

Dikenal dengan julukan “The Beast”, Daigo Umehara meraih gelar juara nasional Street Fighter di Jepang pada usia 15 tahun, kemudian menjadi juara dunia dua tahun setelahnya. Daigo Umehara mungkin merupakan tokoh paling legendaris di komunitas fighting game. Selain sebagai pemain profesional, ia juga telah menulis berbagai buku, mendirikan clothing line bernama BEAST, dan tercatat di Guinness World Records sebagai atlet Street Fighter tersukses sepanjang sejarah.

Justin Wong

Justin Wong
Justin Wong | Sumber: Yahoo! Sports

Dalam EVO Moment #37, Justin Wong memang memainkan Street Fighter. Tetapi sebetulnya “wilayah kekuasaan” Justin Wong adalah Marvel vs. Capcom. Di era Marvel vs. Capcom 2, Justin Wong berhasil menjadi juara EVO sebanyak tujuh kali. Sempat terpuruk di era Marvel vs. Capcom 3, ia akhirnya mengklaim kembali takhtanya di EVO 2014, dan hingga kini tetap dihormati sebagai salah satu pemain fighting game terbaik dunia.

Knee

Knee
Knee | Sumber: ESPN

Atlet asal Korea Selatan ini telah memainkan Tekken sejak seri pertama di tahun 1994 dulu. Kini, Knee dikenal sebagai pemain Tekken terbaik di dunia, namun karier profesionalnya sendiri baru dimulai sejak era Tekken 5. Uniknya, nama “Knee” ia pilih karena dua karakter andalannya yaitu Bryan dan Bruce punya banyak serangan yang menggunakan lutut. Nama asli Knee sendiri adalah Bae Jae Min.

SonicFox

SonicFox
SonicFox | Sumber: XGames

Pemuda berbakat yang selalu tampil mengenakan topi serta buntut rubah berwarna biru. Dominique McLean alias SonicFox adalah raja fighting game bikinan NetherRealm Studios, yaitu seri Mortal Kombat dan Injustice. Tapi SonicFox juga memainkan game lain seperti Street Fighter V atau Skullgirls, dan selalu memberikan permainan level tinggi di game apa pun yang dipilihnya. Beberapa waktu lalu, SonicFox meraih gelar juara EVO 2018 untuk game Dragon Ball FighterZ.

Tom & Tony Cannon

Tom & Tony Cannon
Tom & Tony Cannon | Sumber: US Gamer

Dua bersaudara pencetus pembentukan EVO, mereka adalah pilar komunitas fighting game dari balik layar. Selain mendirikan kompetisi tahunan fighting game terbesar di dunia, mereka juga mendirikan situs Shoryuken.com, serta menciptakan middleware bernama GGPO yang berfungsi sebagai penyedia fitur online match dalam fighting game. GGPO sekarang telah digunakan di berbagai fighting game komersial, termasuk Skullgirls, Killer Instinct, dan Street Fighter III: 3rd Strike Online Edition.

James Chen

James Chen
James Chen | Sumber: Red Bull

Bukan atlet profesional, James Chen adalah seorang komentator dan shoutcaster yang berperan besar dalam membesarkan komunitas fighting game di Amerika Serikat, termasuk ikut berperan membesarkan EVO. Bila Anda menonton EVO, besar kemungkinan Anda akan mendengar suara James Chen di dalam narasinya. Di luar kegiatannya sebagai shoutcaster, James Chen juga banyak membuat tutorial di situs Shoryuken.com ataupun di channel YouTube miliknya sendiri.

Maximilian Dood

Maximilian Dood
Maximilian Dood | Sumber: Heightline

YouTuber yang juga bermain secara kompetitif, Maximilian Dood terkenal sebagai kreator konten seputar fighting game yang sangat lengkap. Mulai dari tutorial, info game terbaru, hingga sejarah genre ini. Maximilian telah bekerja sama dengan Square Enix untuk membuat tutorial Dissidia Final Fantasy NT, dengan Bandai Namco untuk membuat tutorial Dragon Ball FighterZ, dan lain-lain.

Komunitas fighting game adalah kendaraan lapis baja berbahan bakar passion. Di tengah beragam kontroversi, praktik bisnis yang penuh DLC, bahkan tanpa adanya dukungan dari penerbit resmi, komunitas ini tetap menolak untuk mati. Itulah yang membuat dunia fighting game punya keindahan tersendiri. Anda pun, jika sudah “tercebur” ke dalamnya, pasti tidak bisa dan tidak mau pergi keluar. Tertarik untuk masuk ke komunitas ini?

Turnamen Tekken 7 KASKUS Battleground 2018 Digelar Tanggal 16 Desember

Dunia kompetitif Tekken 7 belakangan ini semakin ramai saja, terutama di wilayah Jakarta. Selain Technofest 2018 beberapa waktu lalu, serta Fight Fest bulan Januari nanti, masih ada satu turnamen lagi yang akan digelar dalam waktu dekat. Turnamen itu adalah Tekken 7 KASKUS Battleground pada tanggal 16 Desember nanti di Gandaria City Mall, Jakarta Selatan.

Anda mungkin sudah mengenal nama KASKUS Battleground sebagai kompetisi esports yang mewadahi berbagai mobile game, seperti Vainglory atau Rules of Survival (RoS). Namun sekarang, untuk pertama kalinya, KASKUS Battleground juga mengusung fighting game sebagai salah satu cabang perlombaan. KASKUS Battleground bekerja sama dengan Advance Guard dalam pengadaan turnamen ini, juga mendapat dukungan dari Techno Solution.

Tekken 7 KASKUS Battleground
Tekken 7 KASKUS Battleground | Sumber: Advance Guard

Hadiah yang diperebutkan dalam turnamen kali ini sebesar Rp10.000.000 yang dibagi kepada 8 orang finalis. Pendaftaran dipungut biaya sebesar Rp100.000, akan tetapi tersedia juga paket registrasi “Tekken 7 Combo” bagi partisipan yang ingin mengikuti turnamen Tekken 7 KASKUS Battleground dan Tekken 7 Road to IEG di Fight Fest sekaligus. Pendaftaran Tekken 7 Road to IEG sendiri memiliki biaya sebesar Rp150.000, namun dengan paket Tekken 7 Combo, pendaftar hanya perlu membayar Rp200.000 untuk mengikuti dua turnamen.

Tekken 7 KASKUS Battleground akan menggunakan aturan umum sesuai dengan aturan kompetisi Tekken World Tour (TWT). Pertarungan dilakukan di platform PS4 dengan sistem double elimination. Stage yang digunakan adalah random, dan setiap selesai pertarungan kedua pemain harus melakukan stage select. Selain itu, seperti kebiasaan turnamen fighting game pada umumnya, setiap partisipan juga diwajibkan membawa controller serta kabel USB sendiri.

Tekken 7 - Marduk and Armor King
Marduk dan Armor King sudah bisa dinikmati penggemar Tekken 7 | Sumber: Tekken Gamer

Tekken 7 KASKUS Battleground menjadi turnamen pertama yang diselenggarakan Advance Guard setelah kemunculan dua karakter baru, Craig Marduk dan Armor King. Katsuhiro Harada selaku kreator Tekken baru saja mengumumkan keduanya beberapa waktu lalu saat Grand Final Tekken World Tour, dan para pemilik Season Pass 2 bisa menikmatinya mulai tanggal 3 Desember. Pasti akan seru bila kita bisa melihat ada kontestan yang menggunakan karakter-karakter baru ini, apalagi kabarnya mereka berdua punya potensi damage yang sangat besar.

Pendaftaran turnamen Tekken 7 KASKUS Battleground dibuka hingga tanggal 12 Desember 2018. Untuk melakukan pendaftaran, Anda dapat langsung mengisi formulir lewat tautan berikut. Siapkah Anda untuk menjadi jawara Tekken 7 berikutnya?

Disclosure: Hybrid adalah media partner Advance Guard

RRQ: Tentang Sejarah, Ambisi, dan Prinsip ‘Sang Raja’

Buat para fans esports dalam negeri, keterlaluan rasanya jika Anda belum pernah mendengar nama Rex Regum Qeon (RRQ). Pasalnya, RRQ adalah salah satu dari organisasi esports terbesar dan terbaik yang ada di Indonesia.

Menariknya, walaupun mereka memulainya dari Dota 2, divisi mereka yang lebih baru (Point Blank, Mobile Legends, ataupun PUBG Mobile) justru lebih populer dan menuai prestasi yang lebih baik.

Divisi Mobile Legends mereka, RRQ.O2, boleh dibilang punya formasi pemain bintang di segala lini (role) saat ini. Tim tersebut merupakan tim terbaik di dunia persilatan Mobile Legends Indonesia sekarang berkat kemenangan mereka di MPL Indonesia Season 2. Mereka juga boleh dibilang tim nomor 1 di Asia Tenggara, jika tidak menghitung tim dari Filipina.

RRQ.O2 saat jadi juara MPL ID S2. Sumber: MLBB
RRQ.O2 saat jadi juara MPL ID S2. Sumber: MLBB

Di Point Blank (PB), RRQ.Endeavour juga punya segudang prestasi baik di tingkat nasional ataupun internasional. Tim ini adalah juara dunia PB di tahun 2017. Mereka juga jadi runner-up di kejuaraan dunia PB (PBIC) tahun 2018. Di tingkat nasional, RRQ.Endeavour selalu membuat lawan mereka ketakutan berkat ada dua pemain PB kelas kakap, Nextjack dan Talent.

Belakangan, RRQ juga menjadi juara dunia untuk PUBG Mobile di turnamen PUBG Mobile Star Challenge yang digelar di Dubai. Meski memang tim yang menjuarai turnamen ini bukan dari Indonesia tapi dari Thailand. RRQ.Athena adalah bentuk konkrit dari upaya RRQ melebarkan sayap ke Asia Tenggara.

Kali ini, kita akan membahas panjang lebar soal tim esports yang merupakan anggota keluarga grup MidPlaza Holding dari soal sejarah, ambisi, dan prinsip mereka. Karena itulah, kami mengajak berbincang CEO RRQ, Andrian Pauline (AP), untuk bercerita soal tim yang punya julukan ‘sang raja’ ini.

Sejarah Singkat RRQ

Peresmian kerja sama antara RRQ dan ASUS ROG. Dokumentasi: ASUS Indonesia
Peresmian kerja sama antara RRQ dan ASUS ROG. Dokumentasi: ASUS Indonesia

Seperti yang kami tuliskan sebelumnya, RRQ memang merupakan bagian dari MidPlaza Holding karena ia berangkat dari sebuah publisher game milik MidPlaza yang bernama Qeon Interactive.

Qeon Interactive merupakan publisher game yang didirikan tahun 2011. Di tahun 2013, Riki Kawano Suliawan, CEO Qeon Interactive, pun mengajak Andrian Pauline (AP) untuk membuat tim esports sendiri dan Dota 2 adalah pilihan pertama mereka. Meski sekarang RRQ merupakan salah satu tim terbesar, ternyata mereka baru di-manage secara profesional sejak tahun 2017.

AP bercerita bahwa dari 2013 sampai 2017 itu, Riki lah yang menanggung semua kebutuhan RRQ. Namun di 2017, grup MidPlaza setuju untuk serius menggarap RRQ. Saat itulah AP ditunjuk untuk menjalankan RRQ. Setelah RRQ jadi klub profesional, mereka pun kedatangan banyak sponsor sejak kuartal pertama 2018.

Antara Kemenangan dan Ketenaran

Satu perdebatan yang mungkin kerap terjadi di tingkatan manajemen organisasi esports besar sekelas RRQ adalah dilema antara prestasi dan exposure. RRQ sendiri, menurut saya pribadi, berhasil menyeimbangkan keduanya -setidaknya jika dibandingkan dengan organisasi esports besar lain di Indonesia.

Namun bagaimana sebenarnya tujuan utama dari RRQ?

AP mengatakan bahwa prioritas utama RRQ adalah jadi juara. “Orientasinya memang jadi juara. Fokus latihan karena itulah yang menjadi manifestasi dari seorang atlit. Popularitas itu adalah bonus tambahan.” Ujar AP serius.

Ia juga berargumen bahwa RRQ bisa saja menarik berbagai talent yang tinggi exposure-nya. Namun sampai hari ini, RRQ memang tidak punya ‘artis’ karena tujuan mereka memang bukan ke sana. Ia benar-benar ingin membangun dan mempertahankan winning team. Meski memang hal ini ia akui cukup sulit saat ini karena banyak tim baru yang bermunculan.

Meski begitu, AP juga menambahkan bahwa bukan berarti RRQ tidak berusaha mencari exposure lewat konten. “Kita bikin konten juga kok.”

Mengejar kemenangan mungkin memang kedengarannya lebih romantis, jika tak mau dibilang idealis, namun faktanya usia produktif para gamer profesional itu cukup pendek. Sekarang ini, para gamer profesional biasanya sudah ‘pensiun’ di usia 30 tahun.

Bukankah ketenaran bisa memperbesar peluang mereka untuk terus survive saat mereka tak punya panggung lagi di esports? Bagaimana AP menanggapi hal ini?

RRQ Endeavour saat jadi juara PBIC 2017. Sumber: RevivalTV
RRQ Endeavour saat jadi juara PBIC 2017. Sumber: RevivalTV

Ia pun mengaku bahwa RRQ mengembalikan lagi ke individunya masing-masing, apakah mereka ingin mencari panggung selagi masih punya kesempatan, namun RRQ sendiri juga menawarkan benefit yang tidak kecil.

Lagipula, ini yang paling menarik, buat para pemain ataupun orang-orang di belakang layarnya RRQ yang ‘pensiun’ di sini; grup MidPlaza Holding punya 20 perusahaan yang siap menampung. “Asal jangan minta jadi direktur aja hahaha…” Kata AP berseloroh.

Di sisi lainnya, AP mengatakan jika RRQ juga selalu mendorong para pemain untuk menyelesaikan studi mereka (di tingkat akademik). Muasalnya, ia percaya pendidikan itu sangat berguna untuk banyak hal di masa depan. Tak hanya soal skill, namun pendidikan juga membuat orang jadi punya attitude yang lebih bagus. Bagi RRQ, pendidikan itu nomor satu.

Kemaslahatan RRQ adalah yang paling Penting


Bulan Februari 2018, dunia persilatan Dota 2 di Indonesia sempat dibuat gempar berkat masuknya 2 pemain Dota 2 kelas berat ke RRQ. Kedua pemain tersebut adalah Rusman “Rusman” Hadi dan Rivaldi “R7” Fatah. Rusman sendiri adalah pemain yang digadang-gadang sebagai salah satu carry terbaik Indonesia, bersama dengan Muhammad “InYourDream” Rizky dan Randy “Fervian” Sapoetra.

Masuknya 2 pemain tersebut memang terbukti ampuh menghantarkan RRQ lolos kualifikasi untuk berlaga di GESC: Indonesia Minor. Kala itu, tim ini disebut-sebut sebagai tim Dota 2 terbaik di Indonesia karena para pemainnya. Namun demikian, malang pun tak dapat dihindari. Kenny “Xepher” Deo yang termasuk dalam jajaran pemain Dota 2 terbaik di Indonesia pergi meninggalkan RRQ untuk bermain di TNC Tigers (Malaysia).

Formasi mereka pun bisa dibilang berantakan tanpa shout-callers alias in-game leaders yang sekelas Xepher. Sampai hari ini, divisi Dota 2 RRQ pun seolah tenggelam (jika dibanding divisi lainnya yang prestasinya menyilaukan, yang saya tuliskan di awal artikel ini) karena belum mampu menemukan formasi ‘bintang’ yang dulu pernah dipegangnya.

Kala itu, RRQ sebenarnya bisa saja mempertahankan Xepher untuk terus bermain di sana namun mereka memutuskan untuk melepas pemain ini. Bagaimana pendapat AP soal ini?

Ega "Eggsy" Rahmaditya, pemain FIFA dari RRQ. Sumber: RRQ
Ega “Eggsy” Rahmaditya, pemain FIFA dari RRQ. Sumber: RRQ

Ia pun mengatakan bahwa RRQ selalu memberikan kesempatan para pemainnya untuk jadi lebih baik. “Kalau memang dia bisa lebih baik di tim sana, ya kenapa tidak? Kita tetap akan bantu support dia.” Lagipula, ia menambahkan bahwa kemaslahatan RRQ adalah yang paling penting. Kalau seorang pemain sudah tidak bahagia berada di tim tersebut, performanya pun juga tidak maksimal.

Ia juga bercerita bahwa suasana kekeluargaan di RRQ itu kental sekali. Jadi, ketidaknyamanan seorang pemain justru bisa mengganggu hal tersebut. RRQ tidak pernah takut kehilangan pemain karena pemain itu bisa saja datang dan pergi.

Rencana Ke Depan RRQ

Saat ini, RRQ punya 8 divisi, yaitu Dota 2, Mobile Legends, Point Blank, PUBG Mobile, PUBG, FIFA, AoV, dan CS:GO. Siapakah yang sebenarnya mengambil keputusan untuk penambahan divisi baru di RRQ dan bagaimana pertimbangannya?

AP bercerita bahwa ia dan jajaran manajemen yang menentukan divisi baru seperti apa yang ada di RRQ. Ia juga menjelaskan bahwa pertimbangan yang digunakan adalah soal kebutuhan dan tren pasar. “Cari game yang lagi rame, lagi dimainkan banyak orang. Tidak mungkin juga ambil game yang sepi karena ada pertanggungjawaban terhadap sponsor juga. Bagaimanapun, keputusan tersebut tidak dapat dilepaskan dari unsur bisnis juga sih.”

Melihat RRQ juga baru saja menggelar turnamen untuk pemain berusia maksimal 18 tahun, RRQ Under 18 Tournament – RRQ Next Generation, apakah hal ini berarti RRQ juga akan menjadi event organizer ke depannya? AP pun menjawab bahwa RRQ belum ada rencana ke sana sekarang. Saat ini, fokusnya adalah mempertahankan dan melebarkan prestasi tim karena itulah core mereka sebagai esports organization.

RRQ.Athena saat menjuarai PUBG M Star Challenge di Dubai. Sumber: PUBG Mobile
RRQ.Athena saat menjuarai PUBG M Star Challenge di Dubai. Sumber: PUBG Mobile

Itu tadi perbincangan kami dengan CEO RRQ. Bagi saya pribadi ataupun bagi para pemerhati esports lainnya, mengikuti perkembangan RRQ dari waktu ke waktu adalah sebuah kesenangan tersendiri.

Bagaimanakah RRQ di waktu yang akan datang? Apakah ia akan masih di jalurnya dan mewujudkan ambisi untuk terus mengejar dan mempertahankan prestasinya sebagai ‘sang raja’? Atau ia akan berkembang melebar dan menjadi satu raksasa esports Indonesia, mengingat mereka punya grup konglomerasi di belakangnya?

Taklukkan Mineski, BOOM ID Lolos Ke The Bucharest Minor!

BOOM ID, tim Dota 2 terbaik di Indonesia, akhirnya lolos ke ajang utama The Bucharest Minor setelah menjadi juara di kualifikasi untuk Asia Tenggara. Di kualifikasi Asia Tenggara yang digelar tanggal 3-4 Desember 2018 ini, mereka berhasil mengalahkan sejumlah tim Asia Tenggara termasuk Mineski yang pernah menyabet gelar Major.

Di kualifikasi tersebut, ada 4 tim Asia Tenggara  yang memperebutkan 1 kursi ke ajang Minor yang akan diselenggarakan tanggal 9-13 Januari 2019, di Rumania. Keempat tim tersebut adalah:

  1. BOOM ID (Indonesia) – Direct Invite
  2. Mineski (Filipina) – Direct Invite
  3. Clutch Gamers (Malaysia) – Lolos dari Open Qualifiers
  4. WarriorsGaming.Unity (Malaysia) – Lolos dari Open Qualifiers

Perjalanan BOOM ID sendiri boleh dibilang cukup mulus di kualifikasi ini. Pertama, mereka mengalahkan Clutch Gamers dengan skor 2-0. Mereka kemudian menekuk Mineski, yang menjadi juara di Dota 2 Asia Championship (DAC) 2018, dengan skor 2-0.

Bracket Closed Qualifier The Bucharest Minor. Sumber: Liquipedia
Bracket Closed Qualifier The Bucharest Minor. Sumber: Liquipedia

BOOM ID pun menang kembali 2-1 setelah menaklukan Clutch Gamers kembali di partai terakhir, setelah Clutch mengalahkan Mineski dan kembali naik ke Lower Bracket.

Untuk Bucharest Minor nya sendiri, turnamen besutan PGL ini telah menyediakan total hadiah sampai dengan US$300 ribu dan 500 DPC Point untuk The International 2019. Turnamen ini juga merupakan turnamen Minor kedua untuk musim 2018/19. Juara pertama Bucharest Minor, selain akan mendapatkan hadiah US$125 ribu dan 120 DPC Point, juga akan berhak mendapatkan kursi untuk bertanding ke Chongqing Major.

Nantinya, akan ada 8 tim yang berlaga di Bucharest yang semuanya masuk lewat jalur kualifikasi wilayahnya masing-masing. Ada 2 slot untuk masing-masing tim dari Eropa dan Tiongkok dan 1 slot untuk setiap tim dari Amerika Utara, CIS, Asia Tenggara, dan Amerika Latin.

Sampai artikel ini ditulis, baru ada 3 tim (beserta jalur kualifikasinya) yang telah memastikan kursi mereka, yaitu:

  1. OG (dari Eropa)
  2. Keen Gaming (dari Tiongkok)
  3. BOOM ID (dari Asia Tenggara)

Di satu sisi, mungkin memang benar bahwa absennya Fnatic dan TNC Predator (yang mungkin boleh dibilang sebagai 2 tim terbaik di Asia Tenggara saat ini karena sudah lolos ke Chongqing Major lebih dulu) memungkinkan BOOM ID lolos di tingkat regional Asia Tenggara. Namun di sisi lain prestasi ini tetap dapat dibanggakan karena BOOM ID, paling tidak, bisa mengklaim bahwa mereka adalah tim Dota 2 ketiga terbaik di Asia Tenggara.

Kira-kira bagaimana perjalanan kawan-kawan kita dari BOOM ID di Bucharest awal tahun nanti ya?

Roster BOOM ID yang lolos ke Bucharest Minor:

  • Rafli “Mikoto” Fathur
  • Randy “Dreamocel/Fervian” Sapoetra
  • Saieful “Fbz” Ilham
  • Tri “Jhocam” Kuncoro
  • Alfi “Khezcute” Nelphyana

Tim BadBoyz Juara Kompetisi Mobile Legends RRQ Under 18 Tournament Pertama

Tim Esports Rex Regum baru saja selesai mengadakan turnamen Mobile Legends: Bang Bang khusus untuk pemain muda. Bernama lengkap RRQ UNDER 18 TOURNAMENT – RRQ Next Generation, kompetisi yang disponsori oleh Tokopedia dan didukung oleh Esports for Everyone ini adalah salah satu program Moonton yang bertujuan untuk mencari talenta muda sebagai kandidat roster tim RRQ Junior. Selain itu, tentu saja juga sebagai wadah bagi para penggemar Mobile Legends untuk menunjukkan kemampuannya.

Pada awalnya RRQ hanya membuka slot pendaftaran untuk 128 tim dari tanggal 1 – 9 November 2018 lalu. Akan tetapi ternyata jumlah peminat membludak luar biasa. Menurut caster Clara “Mongstar” saat tayangan live streaming Grand Final RRQ Under 18 Tournament, hanya dalam tiga hari saja ternyata jumlah peserta sudah mencapai 1800 orang. Akhirnya RRQ menambah slot tim menjadi 512 tim yang sebelumnya diseleksi terlebih dahulu.

Badboyz - Roster
Roster tim BadBoyz | Sumber: RRQ

Satu hal yang perlu diingat dari RRQ Under 18 Tournament, juara kompetisi ini tidak langsung direkrut menjadi tim RRQ Junior. RRQ melakukan seleksi secara individual. Mereka akan memperhatikan performa setiap pemain, seperti keahlian map control, penguasaan role, attitude, dan sebagainya. Walaupun sama sekali tidak menutup kemungkinan seluruh roster tim juara direkrut apabila mereka memang benar-benar bagus. “Jadi semua possible untuk jadi RRQ Junior. Dan kalau misalnya belum ada lima orang yang jadi RRQ Junior, kita akan membuka (turnamen) U-18 Season 2,” ujar caster Volva.

Setelah persaingan begitu ketat, akhirnya ada empat tim yang maju ke babak final playoff RRQ Under 18 Tournament. Mereka adalah tim BadBoyz, Cloudz, KING OF KINGS, dan Penghancur. Di babak semifinal, BadBoyz berhasil mengalahkan Penghancur, sementara Cloudz unggul atas KING OF KINGS. Jadilah babak Grand Final mempertemukan tim BadBoyz dengan tim Cloudz.

Cloudz - Roster
Susunan tim Cloudz | Sumber: RRQ

Grand Final ini berlangsung hanya dengan format best-of-three (bukan best-of-five seperti turnamen profesional biasanya), namun itu tidak mengurangi keseruannya. Mirip seperti di playoff MPL ID Season 2 beberapa waktu lalu, Claude selalu jadi hero langganan ban. Selain itu Alice juga sering mendapat ban. Mage satu ini sangat tanky dan punya mobilitas tinggi jadi wajar bila dipandang sangat merepotkan.

“Menurut saya yang akan menjadi juara adalah BadBoyz. Karena di hari pertama saya melihat keunggulan tim ini dari pemilihan hero yang tepat, strategi yang bagus dan teamwork mereka sangat kompak,” demikian prediksi dari salah satu pemain RRQ.O2, Liam. Tapi ternyata Cloudz justru mencuri poin terlebih dahulu. Kombinasi Kaja – Aldous dan Grock – Gusion dari Cloudz sangat efektif untuk gank, dan ini membuat tim BadBoyz kocar-kacir di ronde pertama.

RRQ U18 Tournament - Grand Final Draft
Draft ronde terakhir Grand Final RRQ U18 Tournament | Sumber: RRQ

Ronde kedua, BadBoyz merebut Grock dan Kaja saat draft, akan tetapi draft Cloudz juga cukup menyeramkan dengan hero seperti Chou, Gusion, dan Karrie. Poin kill kedua tim sempat cukup ketat di early game, tapi ini berubah ketika BadBoyz melakukan gank berlima di menit 10. Tiga orang hero Cloudz tewas sehingga BadBoyz bisa mengambil Lord dengan mudah. Cloudz sebetulnya berhasil menggagalkan push BadBoyz bersama Lord, tapi kemudian hero Karrie milik mereka “terculik” oleh BadBoyz sehingga mereka tak bisa melakukan perlawanan.

Ronde terakhir, BadBoyz memunculkan Clint, hero yang disebut-sebut JessNoLimit sebagai “Marksman terkuat MLBB Season 10”. Clint dilindungi oleh Grock, Martis, serta Ruby, tiga hero yang semuanya ahli melakukan Crowd Control. Cloudz dengan Kaja, Harley, dan Aldous sebetulnya sangat baik mengendalikan map di early game, bahkan merebut turret lebih dulu. Namun semakin lama permainan berjalan, damage dari Clint menjadi begitu besar. Permainan Grock yang sangat agresif juga ditunjukkan oleh BadBoyz sehingga Grock menjadi MVP di ronde ini. BadBoyz pun keluar sebagai juara.

Penghancur - Roster
Tim Penghancur yang menjadi juara ketiga | Sumber: RRQ

Berikut ini adalah para pemenang RRQ Under 18 Tournament beserta hadiah yang mereka terima:

  • Juara 1 – BadBoyz: Rp6.750.000 + 2000 Diamond/pemain + Sertifikat + 1 RRQ Merchandise bertanda tangan pemain RRQ
  • Juara 2 – Cloudz: Rp4.875.000 + 1000 Diamond/pemain + Sertifikat + 1 RRQ Merchandise bertanda tangan pemain RRQ
  • Juara 3 – Penghancur: Rp3.375.000 + 500 Diamond/pemain + Sertifikat + 1 RRQ Merchandise bertanda tangan pemain RRQ

Dalam babak Grand Final ini, RRQ juga mengumumkan roster baru dari tim profesional Mobile Legends mereka yang kedua yaitu RRQ Zen. Mereka adalah Scooby, Keenz, Haji, Vyn, dan Wizzking. Nama-nama yang mungkin sudah tidak asing di kalangan penggemar esports MLBB. Sebagian dari roster ini adalah “cabutan” dari tim Saints Indo saat mereka bertanding di turnamen Indonesia Pride Weekdays Challenge (IPWC).

RRQ Zen - Roster
Roster baru tim RRQ Zen | Sumber: RRQ

Selamat kepada tim BadBoyz yang telah menjadi juara RRQ UNDER 18 TOURNAMENT – RRQ Next Generation! Semoga ke depannya tim-tim muda ini bisa lebih berprestasi lagi. Daftar pemain yang direkrut menjadi tim RRQ Junior sendiri saat ini masih belum diumumkan, jadi kita tunggu saja informasi berikutnya. Siapa kira-kira yang akan menjadi pemain bintang Mobile Legends: Bang Bang berikutnya?

Sumber: RRQ

Tekken 7 Akan Rilis 4 Karakter Baru, Bagaimana Kesan Pertama Para Expert?

Bandai Namco akhirnya merilis 2 karakter baru untuk Tekken 7, Marduk dan Armor King. 2 Karakter baru ini sebenarnya sudah dirilis kemarin (3 Desember 2018) di PS4 namun baru hari ini dirilis untuk PC (Steam).

Marduk dan Armor King adalah 2 dari 6 karakter baru yang ditambahkan dalam Season Pass 2 DLC (atau Anda juga bisa membelinya secara terpisah). Selain 2 karakter tadi, ada 4 karakter lainnya. 2 Karakter, Lei Wulong dan Anna Williams, sudah dirilis sebelum ini. Sedangkan Julia dan Negan (dari The Walking Dead) masih belum mendapatkan kepastian tanggal rilis.

Saya pun berbincang-bincang bersama dua tokoh FGC (Fighting Game Community) Indonesia, yaitu Bram Arman yang merupakan pendiri Advance Guard dan Christian “R-Tech” Samuel, tentang kesan pertama mereka atas 3 karakter baru yang akan dirilis di Tekken 7, yang sudah keluar trailer resminya.

Oh iya, karena kebetulan keduanya memang belum sempat memainkan Marduk ataupun Armor King, pendapat ini hanyalah berdasarkan pada trailer resmi dari Bandai Namco yang menunjukkan combo-nya masing-masing dan pengalaman mereka menggunakan karakter tersebut di seri Tekken sebelumnya.

Marduk

“Dari cuplikan orang yang main Marduk hari ini, bisa dibilang karakternya ini bukan kontender top tier. Cuma, para fans Marduk akan senang karena tackle andalannya telah kembali di sini.” Ujar Bram.

Ia juga menambahkan bahwa damage untuk juggle combo yang counter hit juga bisa dikatakan relatif besar. Meski begitu, menurut Bram, Marduk akan punya kelemahan karena termasuk golongan karakter yang berbadan besar. “Ada beberapa juggle yang bisa dikenakan ke Marduk dengan damage yang lebih besar daripada karakter umumnya.”

Sedangkan R-Tech mengatakan, “kalau yang saya lihat dari trailer, dia ini tipenya seperti Jack yaitu badan besar dan juga high damage. Kelemahannya mungkin agak berat untuk digunakan dan benar yang Pak Bram katakan bahwa dia akan lebih memakan banyak damage/combo daripada char lain.”

R-Tech yang biasanya menggunakan Jack mengaku tertarik untuk mempelajari Marduk karena ia suka dengan karakter-karakter yang punya damage besar.

Armor King

Lalu bagaimana soal Armor King?

Sebelum kita masuk ke pendapat mereka, R-Tech pun sedikit memberikan penjelasan antara perbedaan antara King dan Armor King. King merupakan karakter yang lebih cenderung menjadi grappler karena punya banyak variasi throw. Sedangkan Armor King punya lebih banyak jurus seperti Mishima dan tidak begitu mengandalkan grappler. 

Christian juga mengaku tertarik untuk mencoba Armor King karena kebetulan ia juga menggunakan King. Ia tertarik karena karakter ini terlihat keren dan kebetulan ada throw yang menjadi ciri khas dari Armor King.

Sedangkan buat Bram, ia mengaku Armor King adalah salah satu karakter favoritnya di seri Tekken. Ia juga sempat menggunakan Armor King saat era Tekken 5 dan Tekken Tag.

“Sepertinya karakternya menyenangkan, terutama rage drive-nya cepat dan tidak bisa ditangkis, hanya bisa ditundukkan. Itu kalau rage drive-nya kena, bantingan yang umumnya cenderung mudah dilepas, ini jadi ga bisa dilepas kalo kena rage drive sebelumnya.” Kata Bram.

Negan

Negan merupakan salah satu karakter yang muncul pertama kali di serial TV berjudul The Walking Dead (TWD).

Baik Bram dan R-Tech setuju bahwa, dari trailer-nya, Negan terlihat mirip seperti Miguel. Hanya saja ia menggunakan tongkat pemukul berduri seperti di filmnya.

“Untuk Negan, ia sangat mirip Miguel. Hanya saja tambahan tongkat membuatnya semakin badass…” Kata R-Tech.

Bram pun menambahkan bahwa, trailer Negan benar-benar terlihat seperti fans service untuk para penggemar TWD karena benar-benar dibuat mirip sekali dengan yang ada di TV. “Yang saya agak kurang sreg dari trailer-nya, agak kaku Negan-nya. Mungkin faktor budget development team-nya… Hahaha.” Ujar Bram seraya bercanda.

Berbicara soal crossover, Bram menganggap keputusan itu adalah sebuah langkah yang brilian. Negan bukanlah karakter pertama yang muncul dari ‘dunia’ di luar Tekken. Akuma bahkan muncul di Tekken dari frachise Street Fighter yang merupakan rival berat Tekken, di pasar game fighting.

Bram memang mengakui bahwa keputusan crossover ini memang mungkin ditentang oleh sebagian fans fanatik Tekken. Namun, menurut Bram, hal tersebut harus diapresiasi karena Tekken 7 adalah seri Tekken tersukses yang pernah ada dan Tekken World Tour (TWT) semakin baik ke depannya. Namco bahkan berencana untuk melanjutkan TWT Season ketiga.

Julia

Sumber: Shoryuken
Sumber: Shoryuken

Satu karakter terakhir yang prediksinya akan dirilis berbarengan dengan Negan tadi adalah Julia. Sayangnya, sampai artikel ini ditulis, belum ada trailer yang dirilis resmi untuk Julia.

“Saat ini belum terbayang sih, karena dia (Julia) benar-benar digunakan produser Tekken buat nyenengin fans. Tapi rasanya sih udah pasti mirip dengan yang dulu ya. Perkara nanti jadinya gabungan antara Julia dan Michelle (seperti Hwoarang dan Baek Doo San), ini sih belum tahu. Tapi yang pasti Armor King dan Julia itu memang sudah masuk wish list banyak fans Tekken dari dulu banget.” Tutup Bram.

Itu tadi kesan pertama kedua tokoh FGC Indonesia. Kira-kira bagaimana ya pendapat mereka setelah mempelajari Marduk dan Armor King?

Disclosure: Hybrid adalah media partner dari Advance Guard

Rekap Rainbow 6 Siege Indonesia Series League 4 Week 2

Rainbow 6 Siege Indonesia Series League (ISL) merupakan event kompetitif berkala terbesar, setidaknya sampai saat ini, yang digelar oleh komunitas Rainbow Six Siege (R6S) Indonesia Community. Turnamen ini biasanya digelar setiap 2 bulan sekali atau setiap 2x Community Cup selesai dilaksanakan.

Sampai hari ini, ISL yang sudah 4x digelar (ISL4) telah menyelesaikan pekan keduanya (tanggal 1-2 Desember 2018) yang mencakup 2 babak:

  1. Upper Division – Elimination
  2. Lower Division – Elimination

Di pekan pertamanya, ISL4 telah menyelesaikan babak grup mereka (24-30 November 2018) dengan hasil klasemen akhir seperti gambar di bawah ini:

Group Stage ISL4. Sumber: Toornament
Group Stage ISL4. Sumber: Toornament

Berdasarkan hasil klasemen akhir grup di atas, dari 30 tim yang terbagi jadi 4 grup, 4 tim tertinggi di masing-masing grup akan lanjut ke divisi atas (Upper Division) sedangkan sisanya akan lanjut ke divisi bawah (Lower Division).

Bobby Rachmadi Putra, Community Leader dari komunitas R6S Indonesia mengatakan “tujuan utama dari ISL ke 4 diadakan adalah agar para pemain R6S Indonesia dapat mengembangkan potensi skill yang mereka miliki.

Di ISL4 kali ini, kita juga mencoba membentuk format turnamen yang baru yang punya divisi atas dan divisi bawah. Harapannya, dengan format baru ini, semua tim R6S Indonesia yang mendaftar dapat merasakan pengalaman kompetitif yang lebih dari seri-seri sebelumnya.”

Ia juga bercerita bahwa pertandingan menarik yang ada di pekan kedua ini datang dari pertandingan antara Solid Prominence (SP) vs. Good Gaming Squad (GGS). Pasalnya, SP bisa memimpin jalannya pertandingan dengan skor yang cukup jauh meninggalkan lawannya. Namun arah pertandingan jadi berbalik arah setelah change side. GGS pun berhasil memenangkan pertandingan dan berhak maju ke babak selanjutnya.

Dari hasil babak Lower Division – Elimination (Bo1), 7 tim siap beradu lagi di Lower Division – Playoffs (Bo3) di pekan ketiga nanti. Berikut ini adalah bracket dari fase tersebut:

ISL4 Lower Division - Playoffs. Sumber: Toornament

ISL4 Lower Division – Playoffs. Sumber: Toornament

Sedangkan dari hasil babak Upper Division – Elimination (Bo1), 8 tim siap beradu lagi di Upper Division – Playoffs (Bo3). Berikut ini adalah bracket dari fase tersebut:

ISL4 Upper Division Playoff. Sumber: Toornament
ISL4 Upper Division – Playoffs. Sumber: Toornament

Oh iya, buat yang kelewatan, turnamen yang mewajibkan biaya pendaftaran sebesar Rp75 ribu ini menawarkan total hadiah sampai dengan Rp5 juta dengan pembagian hadiah sebagai berikut.

  • Juara 1: Rp2,5 juta
  • Juara 2: Rp1,5 juta
  • Juara 3: Rp1 juta

Kira-kira, tim manakah yang berhak menyandang predikat tim R6S terbaik di Indonesia di ISL4 ini ya? Cek kanal YouTube R6 IDN untuk menonton pertandingan-pertandingan ISL4 ataupun kompetisi lainnya garapan komunitas ini.

Untuk yang ingin cari tahu lebih jauh tentang informasi turnamen ini, Anda bisa mengunjungi tautan ke Toornament ini. Buat para pemain R6S yang tertarik untuk belajar bermain lebih lanjut, mencari kawan-kawan sepermainan, ataupun mencari ruang-ruang kompetitif, Anda bisa bergabung dengan komunitas Rainbow Six Siege Indonesia.

Disclosure: Hybrid adalah media partner dari Rainbow Six Indonesia Community

Menangkan PUBG Mobile Star Challenge 2018, RRQ.Athena Resmi Jadi Juara Dunia

Tencent selaku penerbit dari game PlayerUnknown’s Battleground Mobile (PUBG Mobile) baru saja selesai menggelar kompetisi internasional PUBG Mobile pertama di dunia. Bertajuk PUBG Mobile Star Challenge 2018 (PMSC 2018), kompetisi ini mengumpulkan 20 tim dari enam wilayah dunia, yaitu Eropa, Amerika Utara, Amerika Selatan, Asia, Tiongkok, serta Korea – Jepang.

Setiap wilayah kompetisi memiliki turnamen kualifikasinya masing-masing. Untuk Indonesia sendiri, kualifikasi PMSC 2018 digelar dalam turnamen PUBG Mobile Indonesia National Championship (PINC) di Britama Arena, Jakarta, 20 – 21 Oktober 2018 lalu. Bigetron Esports keluar sebagai pemenang turnamen tersebut, mengalahkan 15 tim besar lainnya seperti EVOS Esports, BOOM.ID, RRQ, dan banyak lagi.

PUBG Mobile Star Challenge 2018
PUBG Mobile Star Challenge 2018 | Sumber: Tencent

Resmi menyandang gelar juara PUBG Mobile se-Indonesia, Bigetron Esports pun berhak maju ke babak Globals Final PMSC 2018. Bigetron adalah satu-satunya wakil dari Indonesia, karena memang negara kita hanya mendapat jatah satu slot kualifikasi. Mereka pun terbang ke Festival Arena di Dubai untuk berjuang meraih gelar dunia, serta uang hadiah senilai total US$600.000 (sekitar Rp8,5 miliar). Berikut inilah para peserta PMSC 2018 Global Finals yang telah terseleksi dari masing-masing wilayah:

  • Hayro (Eropa)
  • Big Russian Bot (Eropa)
  • Cloud9 (Amerika Utara)
  • Gankstars (Amerika Utara)
  • Wildcard Gaming (Amerika Utara)
  • BRK Gaming (Amerika Selatan)
  • Douyu GT (Tiongkok)
  • Douyu LH (Tiongkok)
  • KR Winner Chicken Dinner (Korea)
  • Team Japan (Jepang)
  • Illuminate.GenZ (Thailand)
  • Bigetron Esports (Indonesia)
  • RRQ.Athena (Thailand)
  • EVOS Burnout (Thailand)
  • The Comfortable Penguin (Tiongkok)
  • Arab Madness (Arab Saudi)
  • GG_Gamers (Kuwait)
  • The Terrifying Nightmare (India)
  • Team Galaxy (Special Team)
  • Team Full Send (Popular Vote)
RRQ.Athena - Roster
RRQ.Athena saat menjuarai PMSC 2018 | Sumber: Tencent

PMSC 2018 Global Finals berlangsung selama tiga hari, mulai tanggal 29 November hingga 1 Desember 2018. Setiap harinya, 20 tim di atas bertempur dalam 4 ronde permainan, menghasilkan total 12 ronde yang terdiri dari 8 ronde Third-Person Perspective (TPP) dan 4 ronde First-Person Perspective (FPP).

Selama PMSC 2018 Global Finals, terlihat jelas bahwa permainan didominasi oleh empat tim, yaitu RRQ.Athena, The Comfortable Penguin (alias CPT), Douyu LH, dan Douyu GT. Mereka konsisten menempati peringkat atas setiap permainan, kecuali di satu atau dua ronde saja di mana mereka tidak masuk peringkat sepuluh besar. EVOS Burnout dan Hayro sempat menunjukkan perlawanan yang cukup kuat, di mana mereka meraih Chicken Dinner di ronde 1 dan ronde 11. Akan tetapi itu tidak cukup untuk mengalahkan dominasi empat tim tadi.

Bigetron Esports - PMSC 2018
Tim PUBG Mobile Bigetron Esports | Sumber: Bigetron Esports

Pada akhirnya RRQ.Athena dinobatkan sebagai pemenang PMSC 2018, sekaligus juara dunia PUBG Mobile pertama sepanjang sejarah. RRQ.Athena membukukan Chicken Dinner sebanyak lima kali, setara dengan The Comfortable Penguin. Namun performa keseluruhan yang lebih baik berhasil mengantar RRQ.Athena ke podium juara. Mereka membawa pulang hadiah senilai US$200.000, serta kontrak endorsement khusus dari Tencent untuk menjadi official streamer PUBG Mobile.

Bigetron Esports sendiri harus puas di peringkat 9. Cukup disayangkan mereka tidak bisa menjadi juara, akan tetapi menyandang predikat terbaik urutan 9 di seluruh dunia sudah merupakan prestasi yang hebat. Semoga saja Bigetron Esports bisa terus meningkatkan performa mereka agar dapat meraih gelar-gelar bergengsi dan lebih mengharumkan nama Indonesia di masa depan.

Sumber: Tencent, RRQ.Athena, Bigetron EsportsLiquidpedia

Razer Konfirmasi Mobile Legends akan Dipertandingkan di SEA Games

Upaya penyetaraan esports dengan olahraga tradisional memang semakin menemukan titik terangnya. Jika sebelumnya esports masuk dalam pertandingan ekshibisi di Asian Games 2018, Jakarta-Palembang, esports akan dimasukkan dalam perebutan medali di SEA Games 2019 di Filipina.

Dalam rilis resmi yang diterbitkan tanggal 27 November 2018, Razer mengatakan bahwa mereka akan menjadi rekanan resmi untuk esports di SEA Games 2019.

Dalam rilis tersebut, Razer dan PhilSGOC (Philippines South East Asian Games Organizing Committee) mengumumkan bahwa Mobile Legends: Bang Bang (MLBB) merupakan salah satu game yang akan dipertandingkan di pesta olahraga paling bergengsi di Asia Tenggara ini.

Justin Yuan, CEO dan co-founder dari Moonton Games, mengatakan “SEA Games 2019 adalah platform yang sempurna untuk menaikkan MLBB ke liga-liga besar, karena kami juga punya basis pengguna yang kuat di wilayah yang populasi milenialnya sedang berkembang pesat ini. Kami tidak sabar untuk melihat pemain-pemain MLBB terbaik di Asia Tenggara bertanding.”

Min-Liang Tan. Sumber: CNBC
Min-Liang Tan. Sumber: CNBC

Selain dari Moonton, pihak Razer juga sempat mengutarakan pendapatnya dalam rilis tersebut. “Esports telah menjadi esensi dari Razer sejak pertama kali dibentuk, dan kami telah mendukung berbagai event global, turnamen, tim, dan atlit yang tak terhitung jumlahnya selama 1,5 dekade. Jiwa kompetitif dan semangat bertarung yang telah terlihat di esports dapat disejajarkan dengan yang ada di olahraga lainnya, dan kami telah berjuang keras agar esports dapat dimasukkan ke dalam event olahraga internasional seperti SEA Games 2019.” Ujar CEO dan Co-Founder Razer, Min-Liang Tan.

Kami pun menghubungi Rex Regum Qeon (RRQ), mengingat mereka adalah tim MLBB terbaik di Indonesia saat ini, untuk meminta pendapatnya. Andrian Pauline, CEO dari RRQ, mengatakan, “Sangat senang, terlepas dari soal game apa yang dipertandingkan, tetapi lebih ke arah pengakuan dari organisasi resmi international tentang esports. Dan ini bukti bahwa esports akan semakin berkembang ke depannya. Dengan dukungan seperti ini maka ekosistem esports akan terus tumbuh positif di tahun-tahun yang akan datang.

Untuk RRQ, tentunya kami akan mempersiapkan diri entah formatnya kualifikasi untuk mencari tim terbaik atau memang akan diseleksi per individu. Selama itu bagus untuk esports Indonesia, kita pasti akan ikut support.”

Sistem pemilihan perwakilan setiap negara ini menarik untuk dibahas. Apakah formatnya akan seperti timnas layaknya Piala Dunia di sepak bola dan Asian Games kemarin, yaitu satu tim terdiri dari pemain-pemain yang berbeda klub namun satu negara? Atau akan seperti MSC (MLBB South East Asia Championship) yang para pemainnya memang sudah satu klub, seperti Liga Champion di sepak bola?

RRQ saat jadi juara MPL ID S2. Sumber: MLBB
RRQ saat jadi juara MPL ID S2. Sumber: MLBB

Pasalnya, di Indonesia sendiri, formasi tim RRQ di MLBB memang sudah nyaris sempurna di semua lini (role). Formasi tim mereka yang jadi juara saat MPL Indonesia Season 2 juga bisa dibilang terdiri dari pemain-pemain terbaik di Indonesia. Tim ini juga sebelumnya menjadi juara MSL Season 1 yang mempertandingkan tim-tim MLBB terbaik di Asia Tenggara, kecuali dari Filipina.

Kami juga sempat menanyakan hal yang sama ke Bren Esports dari Filipina yang merupakan tim terbaik di Asia Tenggara, karena menjuarai MSC 2018 (kala itu, mereka bernama Aether Main).

Menurut Jeff Victoriano, Manager dari Bren Esports, ia mengatakan bahwa MLBB di SEA Games adalah pilihan yang bagus; bukan karena tim mereka yang juara, namun karena fanbase MLBB adalah salah satu yang paling aktif di scene esports sekarang ini.

Bren Esports saat jadi juara MSC 2018. Sumber: MLBB
Bren Esports saat jadi juara MSC 2018. Sumber: MLBB

Namun demikian, soal pemilihan perwakilan negara, ia lebih setuju jika perwakilan di SEA Games nanti mengikuti line-up original tim seperti biasanya (seperti MSC ataupu Liga Champion). Muasalnya, ia berargumen, formasi yang seperti ini telah menemukan chemistry-nya masing-masing. “Cohesive teamplay is a huge factor in every championship.” Ujar Jeff. Maksudnya, kerja sama tim adalah faktor yang sangat signifikan dalam menentukan hasil kejuaraan.

Saya sangat setuju dengan pendapat dari Bren Esports tadi. Kelebihan menggunakan sistem klub memang ada di jam terbang para pemainnya yang sudah terbiasa bermain dengan rekan-rekan yang sama. Namun, hal ini berarti menutup kesempatan buat organisasi esports lainnya untuk berpartisipasi di game yang sama, untuk merasakan kebanggaan berebut medali SEA Games dari esports.

Oh iya, untuk 5 game lainnya, pihak IESPA (Indonesian Esports Association) mengatakan hal tersebut akan diumumkan pada tanggal 13 Desember 2018.

[Opini] Sikap Toxic Saat Bermain Game Online, Perlukah?

Perilaku toxic sudah lama menjadi masalah yang persisten di dunia game online, terutama game online kompetitif. Anda yang sering bermain game sejenis Dota 2, Mobile Legends, atau Overwatch pasti pernah bertemu dengan orang-orang dengan sikap seperti ini. Emosional, menyalahkan orang lain, menggunakan kata-kata kasar, dan merasa benar sendiri adalah beberapa karakteristik gamer yang toxic.

Tidak hanya pemain lain, jangan-jangan mungkin Anda sendiri pun pernah bersikap toxic ketika bermain game. Saya juga termasuk salah satu gamer yang memikul beban kesalahan ini. Sebagian orang menganggap bahwa sikap toxic adalah bagian dari permainan, dan mereka mendapat kesenangan dari melakukannya. Sebagian lainnya, seperti saya, tahu bahwa sikap ini salah, tapi tetap saja terkadang tidak bisa menahan diri untuk tak melakukannya.

Sebetulnya apa sih yang menyebabkan perilaku toxic muncul dalam diri kita? Apakah memang sikap ini tak bisa dihindari? Apa dampak yang ditimbulkannya, apakah selalu negatif atau ada sisi positifnya? Melalui tulisan ini saya akan mencoba mengajak Anda untuk merenung bersama. Bukan untuk menggurui atau menghakimi, tapi demi menciptakan ekosistem game yang lebih asik dan dapat dinikmati semua orang. Mari.

Mobile Legends
Sumber: MLBB Official Forum

Toxic adalah pilihan

Tidak ada definisi yang baku tentang apa itu perilaku toxic, tapi secara umum kita dapat mengartikannya sebagai perilaku yang merusak kenyamanan orang lain secara sengaja. Tipe perilaku toxic di setiap game bisa berbeda-beda, namun secara umum perilaku toxic di game online adalah interaksi sosial yang meliputi cyberbullying, mengganggu pemain lain, bertingkah usil/ngawur, main curang, dan sebagainya.

Seperti slogan salah satu acara televisi swasta populer dulu, perilaku toxic terjadi tidak hanya karena ada niat pelakunya, tapi juga karena ada kesempatan. Menurut riset yang dilakukan oleh Haewoon Kwak (Qatar Computing Research Institute), ada beberapa hal yang membuat game online rawan menjadi tempat munculnya perilaku toxic, antara lain:

  • Elemen kompetitif. Natur berbagai game online yang kompetitif membuat kita terdorong untuk mengutamakan kemenangan di atas segala-galanya, dan kita akan merasa bahwa game itu tidak fun bila kita tidak menang.
  • Anonimitas. Karena kita berlindung di balik nickname, dan kemungkinan besar tidak akan bertemu langsung dengan orang-orang yang bermain bersama kita, kita jadi merasa bahwa semua ucapan atau perbuatan kita di game online tidak memiliki konsekuensi.
  • Counterfactual thinking. Sebuah fenomena psikologi di mana ketika terjadi hal yang tidak diinginkan, kita cenderung membayangkan kejadian alternatifnya. Sebagai contoh, “Andai tadi Marksman kita menyerang Lord, saat ini kita pasti sudah menang!” Counterfactual thinking bisa berdampak positif (bahan evaluasi), tapi juga bisa mendorong kita untuk menyalahkan orang lain.
  • Kultur sosial negatif. Ketika kita tumbuh di kalangan masyarakat yang individualis, tidak mengajarkan empati, atau senang melihat orang lain susah, tinggal menunggu kesempatan saja sebelum keburukan-keburukan itu muncul dari diri kita. Game online menawarkan kesempatan tersebut.
Overwatch
Blizzard selalu berusaha menjaga agar Overwatch jauh dari pemain toxic | Sumber: Blizzard

Kita bisa saja beralasan, bahwa perilaku toxic tidak akan terjadi apabila semua anggota tim bermain dengan baik. Tapi pada kenyataannya, sebaik apa pun permainan tim, dalam game kompetitif pasti ada yang menang dan ada yang kalah. Statistik Dota 2 misalnya, menunjukkan bahwa rata-rata pemain di seluruh dunia hanya memiliki rasio kemenangan sekitar 50%. Itu artinya, kalah lima kali dari sepuluh pertandingan adalah hal yang normal. Bila Anda mempunya win rate hingga 60% atau bahkan 70%, Anda sudah layak jadi pemain esports profesional.

Sekarang pertanyaannya, bagaimana kita bereaksi terhadap kekalahan tersebut? Menerima dengan lapang dada bahwa permainan lawan memang lebih baik, atau malah marah-marah, seperti pendukung olahraga tertentu yang membuat kerusuhan saat tim kesayangannya kalah? Kita mungkin tidak bisa mengendalikan hasil permainan, tapi setidaknya kita harus bisa mengendalikan diri.

Toxic itu asik, tapi…

“Trash talk is part of the game, bro,” demikian kata salah seorang pemain yang saya temui di sebuah match Dota 2 server Asia Tenggara. Ada sebagian orang yang menikmati perilaku toxic, terlepas dari hasil permainan itu sendiri apakah dia atau kalah. Mungkin tipe orang seperti ini juga senang melihat orang lain susah, setidaknya di dunia maya.

Tekken 7
Lebih baik fokus adu skill daripada adu makian | Sumber: Microsoft

Saya tidak bisa melarang atau mengatur apa yang membuat seseorang senang, dan saya rasa masuk akal bila ada orang yang mendapat kesenangan dari bersikap toxic. Mungkin dia sedang terkena fenomena superiority complex—dia menjatuhkan orang lain dan bersikap sombong di dunia demi menutupi kelemahannya di dunia nyata. Tapi satu yang mungkin dia tak sadar, kesenangan itu didapatkannya dengan mengorbankan kesenangan yang lebih besar: kemenangan.

Coba kita tanya kepada diri sendiri. Ketika ada tim kita yang bermain buruk, apakah dengan kita bersikap toxic maka dia akan bermain lebih baik? Ketika tim kita sedang kalah, apakah dengan memaki-maki teman setim maka kita akan berbalik menang? Saya rasa kita semua sudah tahu jawabannya. Tidak. Lalu mengapa kita tetap berlaku toxic?

Satu hal yang mungkin bisa jadi penjelasan atas perilaku ini, adalah bahwa kita bersikap toxic agar setidaknya kita mendapat suatu kesenangan meskipun sedang kalah. Kalah itu tidak enak, dan perilaku toxic bisa jadi pelampiasan untuk sedikit mengurangi rasa tidak enak tersebut. Tapi mental seperti ini adalah mental orang yang mudah menyerah.

Virtus.pro - Kuala Lumpur Major
Mental juara itu tidak putus asa di saat sulit | Sumber: PGL Esports

Ada sebuah jargon yang populer di dunia MOBA, yaitu, “Comeback is real.” Segawat apa pun kondisi permainan, selama kita tidak putus asa, selalu ada kemungkinan kita bisa mengembalikan keadaan. Hal yang sama juga diungkapkan oleh atlet Street Fighter terkenal, Daigo Umehara, dalam bukunya yang berjudul The Will to Keep Winning. Walaupun lawan punya keunggulan jauh, selama layar belum menunjukkan kata K.O., selalu ada peluang untuk meraih kemenangan.

Menurut saya, kemenangan yang diraih dengan susah payah hingga comeback seperti ini justru adalah kemenangan yang paling memuaskan. Tidak hanya puas karena menang, namun ada tambahan kepuasan karena kita berhasil lepas dari sebuah kondisi yang tidak menguntungkan. Menang melawan musuh yang kuat itu lebih berharga daripada menang melawan musuh yang jelas-jelas lebih lemah dari kita.

Boleh kompetitif, tapi tetap sportif dan positif

Anggaplah bermain game kompetitif sebagai sebuah marshmallow test. Perilaku toxic mungkin bisa membuat kita merasa senang atau hebat sesaat, tapi di jangka panjang, perilaku itu akan menumpuk dan mendatangkan kerugian bagi kita sendiri. Sebagai contoh, saya sering dengar orang mengeluh bahwa game MOBA kesukaannya sepi pemain, padahal salah satu penyebab sepinya adalah karena banyaknya pemain toxic yang membuat tidak betah.

Arena of Valor
MOBA kok…? (isi sendiri) | Sumber: Nintendo

Terlalu sering memaki atau menghina orang di dunia maya, lama-kelamaan juga bisa menular ke kehidupan nyata kita. Apalagi kata-kata kasar yang digunakan oleh para pemain toxic di game semacam Mobile Legends sudah cukup keterlaluan. Tidak hanya mengatai bodoh saja, sudah banyak yang sering memaki dengan membawa-bawa orang tua atau bahkan isu SARA. Dan kita tidak tahu, apakah pemain toxic itu remaja, bapak-bapak, atau anak SD, semuanya sama di balik perisai anonimitas internet.

Ada beberapa hal yang bisa kita lakukan untuk mengurangi kebiasaan toxic di game kompetitif. Contohnya seperti:

  • Sering-sering main fighting game. Meski sama-sama kompetitif, fighting game berbeda dengan game berbasis tim seperti MOBA atau beberapa first-person shooter. Dalam fighting game, satu-satunya orang yang bertanggung jawab atas permainan adalah diri kita sendiri. Ini akan melatih mental kita untuk berani menerima kekalahan dan berintrospeksi, daripada menyalahkan faktor luar.
  • Mengikuti influencer dengan kepribadian positif. Di era informasi sekarang ini peran orang tua dalam mendidik anak semakin menipis. Sadar atau tidak, influencer seperti YouTuber atau streamer punya pengaruh besar dalam menumbuhkan kebiasaan seseorang. Agar kita tertular kebiasaan positif, sebaiknya hindari YouTuber yang toxic, dan sering-seringlah menonton YouTuber yang humble dan santai.
  • Bermain bersama teman. Sikap toxic muncul salah satunya karena kita bermain secara anonim. Bermain dengan orang-orang yang sudah kenal akan menghilangkan anonimitas tersebut, sehingga kita akan lebih terdorong untuk saling membantu. Rata-rata game online memiliki fitur semacam guild atau lobby, ini harus kita manfaatkan sebaik mungkin.
  • Mematikan chat. Terkadang kita bersikap toxic sebagai bentuk balasan atas pemain lain yang bersikap toxic duluan. Tidak ada salahnya kita matikan fitur chat untuk menghindari hal tersebut. Bisa jadi, tanpa chat justru kita akan bisa bermain lebih fokus sehingga lebih mudah memenangkan permainan.
Street Fighter V - Alex
Sakit? Salah sendiri | Sumber: Steam

Saat ini iklim esports Indonesia sedang tumbuh pesat. Namun pertumbuhan itu tidak akan terjadi tanpa adanya dukungan dari komunitas gamer nonprofesional yang menjadi penggemar setia. Kita perlu terus menumbuhkan kultur positif agar game yang kita sukai bisa semakin menyebar luas dan menarik minat para penggemar baru.

Menghilangkan kebiasaan yang sudah berjalan lama memang tidak mudah, tetapi saya yakin kita bisa melakukannya. Bagaimana dengan Anda? Sudah sportifkah Anda hari ini?