Tahun Depan, Apple Bakal Luncurkan Aplikasi Apple Music Terpisah Khusus Genre Classical

Platform streaming macam Spotify dan Apple Music tidak kekurangan stok musik klasik (classical). Namun selama tiga tahun terakhir, para penggemar sejati genre tersebut punya opsi lain yang lebih menarik bernama Primephonic. Seperti Spotify dan Apple Music, Primephonic juga merupakan layanan berlangganan untuk streaming musik, hanya saja katalognya sepenuhnya berisi musik klasik.

Jumlah penikmat musik klasik di era streaming tidak banyak. Data yang dikumpulkan Statista menunjukkan bahwa tahun lalu, dari semua konten musik yang dikonsumsi via platform streaming di Amerika Serikat, cuma 0,8% yang genre-nya classical. Musik anak-anak bahkan lebih banyak didengar dengan 1,2%.

Namun ternyata hal itu tidak mencegah Apple menaruh perhatian ekstra pada genre classical. Mereka baru saja mengumumkan akuisisinya terhadap Primephonic. Agenda pertama yang bakal dilancarkan dalam waktu dekat adalah mengintegrasikan seluruh playlist Primephonic beserta konten audio eksklusifnya ke katalog Apple Music.

Tampilan antarmuka aplikasi Primephonic / Primephonic

Ke depannya, Apple juga berniat menghadirkan fitur-fitur terbaik yang Primephonic tawarkan selama ini, seperti misalnya fitur browse dan search berdasarkan komposer atau repertoar, serta informasi metadata yang merinci. Tahun depan, Apple bahkan sudah punya rencana untuk merilis aplikasi Apple Music terpisah khusus genre classical yang akan menghadirkan tampilan antarmuka khas Primephonic.

Berhubung sudah diakuisisi, Primephonic bakal menghentikan layanannya mulai 7 September 2021. Para pelanggannya bakal menerima refund, plus akses gratis ke Apple Music selama 6 bulan.

Dalam pesan perpisahan kepada para pelanggan yang dimuat di situsnya, tim Primephonic menjelaskan bahwa langkah ini mereka ambil demi menjangkau lebih banyak penikmat musik klasik, khususnya mereka yang juga banyak mendengarkan genregenre lain.

Kebetulan Apple Music juga punya satu kelebihan yang tak dimiliki Primephonic, yaitu teknologi spatial audio plus dukungan terhadap Dolby Atmos. Kalau mengacu pada cara kerja teknologi spatial audio, pengguna pada dasarnya bisa menikmati pengalaman mendengarkan musik klasik layaknya sedang menonton pertunjukan orkestra.

Sumber: Apple. Gambar header: Brett Jordan via Unsplash.

Pengguna Streamlabs OBS Kini Dapat Menarik Tip Bulanan dari Para Penontonnya

Streamlabs, anak perusahaan Logitech yang berfokus di bidang pengembangan tool untuk livestreaming, memperkenalkan tool baru bernama Streamlabs Creator Subscription. Sesuai namanya, tool ini dirancang supaya penonton dapat memberikan tip secara berulang (bulanan) kepada kreator-kreator favoritnya.

Tool ini akan sepenuhnya terintegrasi pada software Streamlabs OBS, dan kreator bebas mengaktifkan atau menonaktifkannya sesuai keinginan. Kreator juga dibebaskan untuk menentukan nominal tip bulanannya — atau bisa juga kita sebut dengan istilah tarif subscription. Alternatifnya, kreator juga bisa mempersilakan penonton menentukan sendiri jumlah uang yang ingin mereka donasikan setiap bulannya.

Istimewanya, Streamlabs sama sekali tidak akan mengambil untung dari sini. Uang yang terkumpul dari para penonton akan sepenuhnya masuk ke kantong masing-masing kreator. Satu-satunya potongan hanyalah biaya pemrosesan PayPal selaku platform pembayaran yang didukung.

Lalu dari mana Streamlabs mendapatkan pemasukan? Well, mereka selama ini sudah punya layanan subscription bernama Streamlabs Prime yang menawarkan sejumlah fitur menarik buat kalangan livestreamer.

Juga sangat menarik adalah fakta bahwa tool ini bisa dipakai oleh siapapun yang sudah memiliki tip page di Streamlabs. Artinya, kreator tidak diwajibkan memenuhi syarat-syarat tertentu (semisal jumlah minimum viewer atau durasi minimum livestream selama 30 hari terakhir) untuk bisa menerima tip secara berulang menggunakan tool ini.

Sebagai perbandingan, kreator yang menerapkan subscription di Twitch hanya menerima 50% dari total pemasukan, dan mereka juga harus terdaftar sebagai Twitch Partner terlebih dulu, yang syarat-syaratnya tidak bisa dibilang mudah. Singkat cerita, tidak ada ruginya bagi para kreator untuk memanfaatkan tool Streamlabs Creator Subscription ini sebagai sumber pemasukan tambahan.

Ke depannya, Streamlabs berencana menambahkan sejumlah fitur untuk memotivasi sekaligus memberikan insentif ekstra kepada para penonton. Dua di antaranya adalah fitur leaderboard dan badge. Leaderboard akan menampilkan deretan penonton dengan jumlah tip terbesar di tip page milik masing-masing streamer, dan penonton bakal kebagian badge baru setiap bulannya selama tip bulanan mereka terus berjalan.

Sumber: The Verge dan Streamlabs.

Pengguna Zoom Versi iPad Kini Dapat Memberikan Reaksi via Gestur

Selama pandemi masih terus berlanjut, Zoom dan platform video conferencing lainnya masih akan terus memegang peranan penting dalam keseharian kita. Buat Zoom, ini mereka jadikan pegangan untuk terus berbenah dan meluncurkan sederet pembaruan setiap bulannya.

Menjelang pergantian bulan, Zoom memperkenalkan sejumlah fitur baru yang cukup menarik. Yang paling berkesan adalah fitur untuk memberikan reaksi via gestur tubuh. Jadi ketika partisipan mengangkat tangannya, maka panel videonya juga akan menampilkan reaksi “Raise Hand”. Lalu saat partisipan mengacungkan jempolnya, maka reaksi “Thumbs Up” pun juga akan otomatis ditampilkan.

Fitur ini tersedia di aplikasi Zoom versi iPad, dan sejauh ini baru dua gestur tersebut yang dapat dikenali dan diterjemahkan menjadi reaksi. Tentu saja ada kans Zoom bakal menambah jumlahnya ke depannya, apalagi mengingat interaksi non-verbal semacam ini sangatlah berguna untuk menjaga kelancaran sesi meeting virtual. Ketimbang harus memotong pembicaraan hanya untuk mengatakan “oke”, mengacungkan jempol jelas terkesan lebih praktis.

Selanjutnya, ada fitur Focus Mode. Sesuai namanya, fitur ini dirancang untuk membantu kita lebih fokus selama mengikuti sesi Zoom. Caranya adalah dengan mengubah tampilan sehingga masing-masing partisipan hanya bisa melihat dirinya, host/co-host, dan konten yang tengah dibagikan. Berhubung tidak bisa melihat partisipan lain, harapannya adalah kita jadi tidak mudah teralihkan perhatiannya.

Zoom mengembangkan Focus Mode untuk memfasilitasi kegiatan belajar-mengajar online. Namun fitur ini tentu juga berguna dalam konteks bekerja, semisal ketika mengikuti sesi rapat dan harus mendengarkan presentasi dari seseorang.

Update baru ini juga memungkinkan pengguna untuk berpindah dari Zoom versi mobile ke desktop secara seamless, demikian pula sebaliknya. Juga bermanfaat adalah kemampuan admin untuk membatasi fitur screen sharing demi mencegah tersebarnya informasi-informasi sensitif tanpa disengaja.

Sumber: Engadget dan Zoom.

Lewat Kampanye Tokopedia Tekno, Tokopedia Ingin Beri Panggung Lebih Luas Kepada Produk Lokal

Dalam rangka menyambut Hari Kebangkitan Teknologi Nasional yang diperingati setiap tanggal 10 Agustus, Tokopedia secara resmi memperkenalkan kampanye baru bertajuk Tokopedia Tekno.

Head of Category Development Tokopedia, Fransiscus Leo Chandra, menjelaskan bahwa kampanye ini digelar dengan tujuan untuk memudahkan masyarakat dalam menemukan berbagai produk elektronik terkurasi dengan kualitas yang tinggi dan jaminan harga termurah.

Aspek kurasi ini dimaksudkan supaya konsumen dapat terus merasa aman karena produk-produk yang dibelinya dipastikan autentik dan memiliki value tinggi. Terkait jaminan harga termurah, konsumen pada dasarnya bisa mengklaim dan menerima gift card seandainya mereka menemukan harga yang lebih murah di platform digital lain.

“Kampanye ini juga merupakan upaya Tokopedia dalam memberikan panggung lebih luas kepada pebisnis lokal di industri teknologi, contohnya Advan dan In-Lite LED,” jelas Leo. Salah satu alasan utama yang melatarbelakangi digelarnya kampanye ini adalah begitu tingginya antusiasme masyarakat tanah air akan produk-produk elektronik.

Menurut Leo, kategori elektronik merupakan salah satu kategori terfavorit di Tokopedia selama kuartal kedua 2021. Selama periode tersebut, lima jenis produk elektronik yang paling laris terjual di Tokopedia adalah earphone, speaker, mouse, charger ponsel, dan tripod ponsel. WFH dan SFH yang berkepanjangan tentu berkontribusi terhadap tren penjualan ini.

Soal wilayah, Pulau Jawa, khususnya area Jabodetabek, mencatatkan angka transaksi produk elektronik yang paling tinggi selama kuartal kedua 2021. Kendati demikian, kawasan Indonesia Timur dan Kalimantan disebut juga mengalami peningkatan transaksi yang sangat signifikan di kategori elektronik.

“Kampanye ini juga merupakan upaya Tokopedia dalam memberikan panggung lebih luas kepada pebisnis lokal di industri teknologi, contohnya Advan dan In-Lite LED,” ungkap Leo dalam acara virtual yang digelar via Zoom.

Menanggapi hal ini, CEO Advan, Chandra Tansri, mengatakan bahwa penjualan mereka mengalami kenaikan hingga sebesar 4x lipat dengan mengikuti berbagai program beserta kampanye yang diselenggarakan Tokopedia.

Sentimen serupa juga diutarakan Fransiska Darmawan selaku GM Marketing In-Lite. Produsen lampu yang memiliki pabrik di Sidoarjo tersebut mencatatkan peningkatan penjualan sebesar 250% selama masa pandemi berlangsung. Fransiska menambahkan bahwa pertumbuhan penjualan mereka di Tokopedia jauh mengalahi penjualan secara offline; sejak pertama menjajakan produknya di Tokopedia, In-Lite mengalami pertumbuhan sekitar 3.500%.

Fransiska juga sempat menyinggung mengenai peran kampanye semacam ini dalam mengedukasi masyarakat mengenai produk lokal. Menurutnya, masyarakat Indonesia bukannya tidak percaya dengan kualitas produk lokal. Mereka hanya kurang begitu familier dengan keberadaan produk-produk buatan dalam negeri, dan penyelenggaraan kampanye seperti Tokopedia Tekno semestinya bisa membantu mengatasi problem ini.

Pearson Luncurkan Layanan Subscription untuk Buku Kuliah

Model bisnis subscription telah mengubah cara kita mengonsumsi berbagai macam produk media dalam beberapa tahun terakhir. Hampir semua produk media yang memiliki versi digital pada dasarnya bisa ditawarkan ke konsumen melalui sistem berlangganan, tidak terkecuali buku pelajaran.

Penerbit buku pelajaran terbesar asal Amerika Serikat, Pearson, baru-baru ini mengumumkan Pearson+, sebuah layanan berlangganan khusus buku pelajaran di jenjang universitas. Anggap saja ini seperti Netflix atau Disney+, tapi yang katalognya berisikan ribuan buku kuliah ketimbang film. Lalu dengan membayar tarif bulanan, Anda bisa mengakses semuanya melalui perangkat desktop maupun mobile.

Pearson mematok tarif berlangganan sebesar $15 per bulan untuk akses lengkap ke lebih dari 1.500 judul buku kuliah yang tersedia di katalog Pearson, atau $10 per bulan untuk akses ke satu buku saja. Dibandingkan harga buku fisik yang terkadang bisa mencapai angka ratusan dolar per buku, $15 per bulan tentu tergolong sangat murah.

Buku-buku digital tersebut dapat dibuka di aplikasi Android atau iOS, atau bisa juga melalui browser desktop. Selagi membaca, kita bisa meng-highlight atau menambahkan catatan. Alternatifnya, pelanggan juga dapat mendengarkan versi audio dari beberapa judul buku. Kelebihan lain yang tidak bisa kita temui di buku fisik adalah fitur search, yang akan lebih memudahkan pencarian informasi ketimbang mengandalkan daftar isi.

Pearson+ akan diluncurkan di AS pada musim semi, tapi ke depannya Pearson sudah punya rencana untuk menghadirkannya secara global. Pearson bukanlah yang pertama menawarkan layanan subscription untuk buku pelajaran. Sebelumnya, penerbit Cengage sudah lebih dulu menyediakan layanan serupa bernama Cengage Unlimited, tapi mereka juga sempat dituntut karena dianggap merugikan kalangan penulis.

Tentu saja, Pearson+ baru bisa menjadi solusi yang atraktif apabila seorang mahasiswa atau mahasiswi memang harus berkutat dengan beberapa buku kuliah terbitan Pearson di tiap semester. Kalau ternyata harus menggunakan buku dari beberapa penerbit yang berbeda, mereka mungkin bisa menghemat lebih banyak dengan membeli buku bekas ketimbang berlangganan layanan semacam ini.

Sumber: The Verge dan Pearson.

YouTube Sedang Uji Paket Layanan Premium Lite dengan Tarif Bulanan Lebih Terjangkau

Dengan tarif berlangganan Rp59.000 per bulan, YouTube Premium merupakan layanan subscription yang cukup menarik jika menimbang semua fasilitas yang ditawarkan. Seperti yang tercantum di situsnya, YouTube Premium tak hanya menawarkan pengalaman bebas iklan, melainkan juga akses ke YouTube Music Premium, offline download, serta background playback.

Di saat yang sama, saya tahu ada sebagian yang merasa tarif tersebut masih agak kemahalan karena yang mereka incar sebenarnya cuma sebatas kenyamanan menonton tanpa diinterupsi iklan. YouTube pun juga menyadarinya, dan mereka ingin menawarkan solusi dalam bentuk paket layanan baru bernama YouTube Premium Lite.

Premium Lite sejauh ini belum tersedia secara luas dan baru diuji di sejumlah negara di Eropa, persisnya di Belanda, Belgia, Denmark, Finlandia, Luksemburg, Norwegia, dan Swedia. Di negara-negara tersebut, Premium Lite ditawarkan dengan tarif 6,99 euro per bulan, atau sekitar 60 persen lebih murah daripada tarif YouTube Premium versi standar yang dipatok di sana, yakni 11,99 euro.

Fasilitas yang Premium Lite hadirkan sangatlah sederhana, yakni pengalaman menonton bebas iklan di YouTube, baik di web maupun di deretan aplikasinya (iOS, Android, smart TV, game console), termasuk halnya YouTube Kids. Offline download maupun background playback tidak termasuk. Pelanggan Premium Lite juga masih akan menjumpai iklan di YouTube Music.

Jadi kalau Anda sebal disodori iklan secara bertubi-tubi oleh YouTube, tapi tidak tertarik dengan fasilitas-fasilitas lain yang ditawarkan oleh YouTube Premium, maka paket layanan Premium Lite ini bakal jadi opsi alternatif yang menarik. Di Indonesia, saya bisa membayangkan YouTube mematok tarif bulanan sekitar Rp39.000 untuk Premium Lite, hemat hampir separuh ketimbang YouTube Premium standar.

Perlu dicatat, Google bilang bahwa status Premium Lite saat ini masih eksperimental, dan mereka bakal mempertimbangkan sejumlah paket lain berdasarkan masukan dari komunitas penggunanya.

Menawarkan paket berlangganan dalam beberapa tier yang berbeda merupakan salah satu cara untuk menjangkau lebih banyak kalangan konsumen, kurang lebih sama seperti yang Netflix lakukan selama ini.

Sumber: The Verge. Gambar header: Depositphotos.com.

Zoom Luncurkan Integrasi Aplikasi Pihak Ketiga

Selama lebih dari satu tahun terakhir ini, Zoom telah menjadi aplikasi wajib bagi para pekerja sekaligus pelajar. Namun Zoom rupanya tidak mau berhenti sampai di situ saja. Mereka juga ingin berkembang hingga menjadi sebuah platform yang menawarkan integrasi berbagai macam layanan.

Layanannya tidak harus bikinan sendiri, melainkan yang berasal dari pihak ketiga, yang selama ini sudah rutin dipakai oleh konsumen Zoom. Kira-kira begitulah premis di balik Zoom Apps, fitur baru yang sudah bisa dinikmati oleh semua konsumen Zoom mulai hari ini. Kehadiran Zoom Apps pada dasarnya memungkinkan pengguna untuk mengakses berbagai aplikasi pihak ketiga langsung dari dalam jendela aplikasi Zoom.

Di awal peluncurannya ini, total sudah ada lebih dari 50 aplikasi yang tersedia di Zoom App Marketplace, mulai dari yang memungkinkan kolaborasi secara langsung macam Asana atau Dropbox Spaces, sampai yang sesimpel Pexels untuk mengganti virtual background, dan bahkan game seperti Heads Up. Sesi quiz menggunakan Kahoot! pun sekarang bisa diadakan tanpa perlu mengandalkan browser dan meninggalkan Zoom.

Agar bisa menikmati fitur integrasi ini, Anda perlu versi terbaru aplikasi Zoom untuk perangkat desktop. Setelahnya, Anda bakal menemukan tab baru berlabel “Apps”. Untuk perangkat mobile, sayangnya Zoom sama sekali tidak menyinggung soal ketersediaan fitur ini di aplikasi Android maupun iOS-nya. Sepertinya fitur ini memang eksklusif untuk perangkat desktop.

Dalam kesempatan yang sama, Zoom turut mengumumkan ketersediaan Zoom Events, sebuah platform lengkap yang dapat dimanfaatkan untuk menggelar beragam acara virtual. Zoom Events pada dasarnya menawarkan semua yang dibutuhkan pihak penyelenggara acara, mulai dari pembuatan event hub, manajemen registrasi dan penjualan tiket, sampai lobi untuk mewadahi interaksi para partisipan.

Sumber: Engadget dan Zoom.

Tumblr Umumkan Post+, Mudahkan Kreator Memonetisasi Konten Lewat Sistem Subscription

Semua akan subscription pada waktunya. Bahkan Tumblr, platform blogging yang sudah berusia 14 tahun pun juga mulai mengadopsi tren ini. Mereka baru saja mengumumkan Post+, fitur anyar yang memungkinkan kreator untuk memonetisasi konten bikinannya dengan cara menarik biaya berlangganan ke para audiensnya.

Apapun jenis kontennya, entah itu teks, gambar, GIF, video, ataupun audio, baik yang sifatnya guyonan maupun serius, semuanya dapat dipublikasikan sebagai konten khusus untuk kalangan subscriber. Kreator bebas memilih di antara tiga opsi tarif berlangganan yang tersedia: $4, $6, atau $10 per bulan. Tumblr bakal mengambil 5% dari total keuntungan yang didapat masing-masing kreator.

Post+ pada dasarnya merupakan jawaban Tumblr terhadap tren paid newsletter yang sedang marak. Angka 5% tadi tentu bukan suatu kebetulan, sebab kita tahu bahwa Substack — salah satu platform newsletter terpopuler — mengambil untung 10% dari komunitas kreatornya.

Di tempat lain, ada pula Bulletin, platform paid newsletter besutan Facebook, yang berkomitmen untuk tidak mengambil untung sama sekali dari para kreator selama periode awal peluncurannya.

Tumblr tidak membatasi siapa saja yang bisa memanfaatkan Post+. Dengan kata lain, kreator tidak perlu memiliki follower dalam jumlah tertentu untuk bisa menawarkan konten berbayar. Pun begitu, berhubung Post+ statusnya masih beta, sejauh ini Tumblr masih membatasinya untuk sejumlah kreator terpilih saja.

Tumblr memang sudah tidak sepopuler dulu. Meski demikian, setiap harinya masih ada lebih dari 11 juta post baru yang berseliweran di platform Tumblr. Jumlah pengguna aktifnya saat ini tidak diketahui, tapi jumlah blog-nya tercatat ada lebih dari 500 juta blog. Angka ini tentu tidak bisa jadi patokan, sebab kita tidak tahu seberapa banyak dari 500 juta blog itu yang sudah nonaktif dan tidak pernah merilis konten baru.

Menariknya, Tumblr bilang bahwa 48% dari total semua penggunanya adalah kalangan Gen Z. Pengguna Gen Z ini menghabiskan waktu 26% lebih lama di Tumblr ketimbang pengguna yang lebih tua, dan rata-rata waktu penggunaan hariannya naik lebih dari 100% dari tahun ke tahun. Bisa jadi ini merupakan salah satu faktor yang mendorong Tumblr untuk menghadirkan Post+, sebab kalangan Gen Z memang sudah sangat terbiasa dengan budaya subscription.

Sumber: TechCrunch dan The Verge.

DuckDuckGo Luncurkan Layanan Gratis untuk Menghapus Tracker di dalam Email

Pernahkah Anda membuka suatu email, lalu ketika Anda lanjut browsing sesudahnya, Anda menjumpai iklan mengenai produk yang sama seperti yang dibahas dalam email tadi? Pernahkah Anda membuka suatu email penawaran, lalu beberapa hari setelahnya Anda menerima email yang sama seakan-akan pengirimnya tahu bahwa Anda sudah membuka email sebelumnya tapi tidak memberikan respon?

Kalau pernah, itu namanya Anda pernah jadi korban praktik email tracking. Praktik ini cukup umum, dan diperkirakan sekitar 70% dari semua email memiliki tracker di dalamnya (biasanya disembunyikan dalam bentuk tracking pixel). Kalau Anda keberatan dengan praktik semacam ini, Anda bisa mencoba layanan terbaru dari DuckDuckGo. Buat yang tidak tahu, DuckDuckGo selama ini membangun reputasinya sebagai search engine dengan fokus pada aspek privasi.

Layanan bernama Email Protection ini pada dasarnya merupakan sebuah layanan email forwarding. Jadi Anda bisa mendaftarkan akun email @duck.com secara cuma-cuma, lalu setiap email yang dikirim ke alamat tersebut bakal diteruskan secara otomatis ke email utama Anda. Dengan kata lain, Anda sama sekali tidak perlu mengganti layanan email utama yang sudah Anda gunakan selama ini.

DuckDuckGo bakal melampirkan informasi deretan tracker yang berhasil dihapus / DuckDuckGo

Namun yang paling penting adalah, sebelum email-nya diteruskan ke akun utama Anda, DuckDuckGo akan lebih dulu mengeliminasi semua tracker yang tersimpan. Jadi ketika akun utama Anda menerimanya, email tersebut sudah terbebas dari tracker dalam bentuk apapun, sehingga pengirimnya tidak akan tahu apakah Anda sudah membukanya atau belum.

DuckDuckGo memastikan bahwa mereka tidak akan menyimpan informasi apapun dari pengguna layanan Email Protection terkecuali alamat email utama yang dipakai. Semua kebijakan privasinya dijabarkan secara mendetail, dan DuckDuckGo sendiri selama ini memang sudah membangun reputasinya sebagai search engine yang sangat peduli terhadap privasi penggunanya.

Layanan Email Protection dari DuckDuckGo ini juga menawarkan fitur untuk menciptakan alamat email acak, yang kemudian bisa dipakai untuk, misalnya, mendaftar free trial di situs-situs tertentu. Fitur ini mirip seperti fasilitas Hide My Email milik layanan iCloud+. Bedanya tentu layanan milik DuckDuckGo ini kompatibel lintas platform.

Sejauh ini layanan Email Protection DuckDuckGo masih berstatus beta, yang berarti kita harus mendaftarkan diri dan mengantre terlebih dulu sebelum bisa menggunakannya. Buat yang tertarik, silakan unduh aplikasi DuckDuckGo di perangkat Android atau iOS, buka menu Settings, pilih Beta Features, lalu klik Email Protection dan pilih opsi “Join the Private Waitlist”.

Sumber: Engadget dan DuckDuckGo.

Q2 2021: Biznet Jadi Provider Internet Kabel Tercepat, Telkomsel untuk Mobile

Sebelum pandemi, sebagian dari kita biasanya terlambat datang ke kantor atau sekolah karena jalanan macet. Semasa pandemi, penyebabnya ganti jadi koneksi internet macet. Kita pada dasarnya tidak pernah sebergantung ini terhadap internet, dan kondisi sekarang semestinya bisa menjawab pertanyaan klasik “Internet cepat buat apa?”

Tren bekerja maupun belajar dari rumah mungkin mendorong sebagian dari kita untuk mengevaluasi kembali kualitas koneksi internet yang kita gunakan sehari-harinya. Ookla, perusahaan penggagas situs/aplikasi Speedtest, baru saja merilis laporan terbarunya terkait kualitas koneksi internet kabel (fixed) maupun mobile di Indonesia selama kuartal kedua 2021. Berikut adalah ringkasannya.

Provider tercepat

Dalam konteks internet kabel, data yang ditampung Speedtest menunjukkan bahwa Biznet merupakan penyedia layanan internet kabel dengan koneksi tercepat. Biznet mencatatkan “Speed Score” sebesar 40,66, disusul oleh MyRepublic di peringkat kedua dengan skor 35,63. Di peringkat ketiga dan keempat, ada Telkom dan First Media, masing-masing dengan skor 17,78 dan 16,51.

90% dari metrik Speed Score ini dihitung berdasarkan kecepatan upload, sedangkan 10% sisanya berdasarkan kecepatan upload. Menurut Ookla, alasannya adalah karena secara umum kegiatan daring lebih banyak bergantung pada kecepatan unduh ketimbang unggah.

Untuk internet mobile, titel provider tercepat jatuh pada Telkomsel dengan skor akhir 28,02, unggul tipis dibanding IM3 Ooredoo yang mencatatkan skor 26,38. Posisi ketiga sampai kelima diduduki oleh XL (20,96), Smartfren (16,69), dan 3 (15,71).

Latensi

Biznet boleh unggul soal kecepatan, tapi urusan latensi rupanya mereka masih kalah jauh dibanding Telkom. Selama kuartal kedua 2021, koneksi Telkom menunjukkan rata-rata latensi yang paling rendah di angka 15 milidetik. Di bawahnya ada MyRepublic dengan 16 milidetik, Biznet dengan 21 milidetik, dan First Media dengan 25 milidetik.

Beralih ke mobile, Telkomsel boleh berbangga karena selain menjadi yang tercepat, mereka juga memiliki rata-rata latensi yang paling rendah di angka 30 milidetik, menang tipis dari 3 yang mencatatkan angka 31 milidetik. Berikutnya ada IM3 Ooredoo dengan 33 milidetik, Smartfren dengan 40 milidetik, dan XL dengan 42 milidetik.

Konsistensi

Metrik lain yang tak kalah penting menurut Ookla adalah konsistensi, dan di sini mereka menggunakan satuan “Consistency Score”. Sederhananya, koneksi bisa dibilang konsisten apabila kecepatan download dan upload-nya berada di atas batas minimum yang telah ditentukan.

Untuk internet kabel, batas minimumnya adalah 25 Mbps download (kecepatan yang disarankan untuk streaming dalam resolusi 4K) dan 3 Mbps upload. Di sini lagi-lagi Biznet menduduki peringkat teratas, dengan Consistency Score sebesar 66,6%, disusul oleh MyRepublic dengan skor 63,5%. First Media dan Telkom duduk di posisi ketiga dan keempat dengan skor masing-masing 30,6% dan 25,2%.

Untuk mobile, batas minimumnya adalah 5 Mbps download (kecepatan yang disarankan untuk streaming dalam resolusi HD) dan 1 Mbps upload. Gap antar provider di sini tidak terlalu jauh seperti di konteks internet kabel tadi. Posisi teratas ditempati oleh Telkomsel dengan skor 84,1%, disusul oleh IM3 Ooredoo dengan skor 83,5%. Selanjutnya ada 3 dengan skor 80%, XL dengan 79%, dan Smartfren dengan 65,4%.

Kecepatan di tiap kota

Ookla tidak lupa menghitung rata-rata kecepatan download, upload, dan latensi di tiap-tiap kota. Untuk internet kabel, Jakarta adalah kota dengan koneksi internet tercepat, dengan rata-rata kecepatan download mencapai 32,86 Mbps, upload 23,58 Mbps, dan latensi 15 milidetik. Paling bontot dari peringkat 10 besar adalah Surabaya dengan rata-rata kecepatan download 23,17 Mbps, upload 12,05 Mbps, dan latensi 18 milidetik.

Kondisinya sedikit berbeda dalam konteks internet mobile. Tangerang tercatat sebagai kota dengan koneksi internet mobile tercepat, dengan rata-rata kecepatan download 24,69 Mbps, upload 14,85 Mbps, dan latensi 28 milidetik. Menduduki posisi terakhir dari peringkat 10 besar adalah Palembang, dengan rata-rata kecepatan download 19,23 Mbps, upload 14,69 Mbps, dan latensi 42 milidetik.

Sumber: Ookla. Gambar header: Depositphotos.com.