Warcraft III Reforged Resmi Rilis! Apa Saja yang Berubah?

Lama ditunggu-tunggu, Warcraft III Reforged akhirnya resmi dirilis 29 Januari 2020 kemarin. Game ini sendiri merupakan pengonsepan ulang dari salah satu game Real-Time Strategy yang mungkin banyak membekas di kalangan gamers generasi warnet, yaitu Warcraft III: Reign of Chaos dan Frozen Throne.

Pada versi remastered ini, Warcraft III Reforged menghadirkan banyak pembaruan dengan mempertahankan fitur-fitur yang memang jadi andalan. Warcraft III Reforged tetap menghadirkan mode single-player yang mencakup tujuh campaign berbeda.

Game ini juga akan tetap menghadirkan empat ras yang jadi bagian utama dari Warcraft III, yaitu ras Orc yang terkenal barbar dan sangat kuat, Human dengan jiwa ksatrianya, Night Elf yang terkenal dengan sihir serta tradisinya, serta Undead sang pembawa membawa teror.

Sumber: Blizzard
Sumber: Blizzard

Pada Warcraft III Reforged, pemain akan dibawa menyaksikan jalan cerita lewat momen penting di sepanjang sejarah cerita Warcraft. Mulai dari serangan Burning Legion, kebangkitan Lich King, sampai kisah asal usul dari para karakter ikonik seperti Thrall, Jaina Proudmoore, Sylvanas Windrunner, Illidan Stormrage, dan tentunya jalan cerita Arthas Menethil dari putra mahkota Lordaeron sampai jadi suksesor tahta Frozen Throne.

“Warcraft III merupakan salah satu pencapaian yang kami banggakan sebagai sebuah perusahaan. Kami merasa terhormat atas banyaknya pemain dari seluruh dunia yang masih mengganggapnya sebagai contoh terbaik untuk permainan genre RTS,” ucap J. Allen Brack, presiden dari Blizzard Entertainment. “Untuk Warcraft III: Reforged, tujuan terbesar kami adalah untuk membuat permainan ini jadi lebih modern sembari tetap mempertahankan semua hal yang dicintai oleh para pemain. Kami harap para penggemar bisa setuju bahwa ini adalah langkah yang tepat.”

Selain menghadirkan cerita orisinil, Warcraft III Reforged juga hadir dengan pembaruan-pembaruan fitur yang menarik. Salah satunya adalah pembaruan grafis, yang sempat Hybrid bahas lewat sebuah komparasi model antara versi lama dengan versi Reforged. Tak hanya itu, Audio juga jadi hal lain yang di perbarui. Sambil tetap membertahankan voice-over orisinil, Blizzard juga melakukan remaster pada sektor audio agar jadi lebih jernih.

Warcraft III Reforged juga menyertakan World Editor versi baru yang memungkinkan pemain untuk membuat custom map. Sebelumnya Hybrid juga membahas hal ini, menunjukkan bahwa custom-map penuh kenangan seperti Defense of the Ancients dan Element TD juga turut hadir di Warcraft III Reforged.

Sumber: Blizzard
Sumber: Blizzard

Pembaruan lain adalah dari sisi multiplayer. Selain implementasi sistem Battle.net, Warcraft III Reforged juga memungkinkan pemainnya untuk bermain dengan pengguna Warcraft III versi lama entah itu Reign of Chaos ataupun Frozen Throne.

Warcraft III: Reforged sudah dapat dibeli secara digital melalui Blizzard Shop. Game ini memiliki dua versi, ada Standard Edition seharga US$29.99 (sekitar Rp410 ribu) dan Spoils of War Edition seharga US$39.99 (sekitar Rp547 ribu). Pada versi Spoils of War, terdapat berbagai skin hero unik untuk Arthas, Cenarius, Jaina, dan Thrall.

Selain itu ada juga bonus in-game untuk game Blizzard lainnya yang langsung didapatkan setelah pre-purchase, seperti kendaraan Meat Wagon yang mengerikan untuk World of Warcraft, cardback Third War untuk Hearthstone, dan pet Mal’ganis untuk Diablo III, dan masih banyak lagi.

Sumber header: Blizzard

Hasil Penjualan Tiket Bisa Jadi Sumber Pemasukan Baru Bagi Tim Overwatch League dan Call of Duty League

Setelah sukses dengan Overwatch League, Activision Blizzard membuat liga baru tahun ini, yaitu Call of Duty League. Kedua liga tersebut menggunakan model franchise. Selain itu, Activision Blizzard juga meniru sistem kandang-tandang yang digunakan pada olahraga tradisional. Jadi, setiap tim yang ikut serta dalam OWL atau CDL harus memiliki markas di kota mereka untuk menyelenggarakan pertandingan.

Call of Duty League dimulai pada akhir pekan lalu. Pertandingan perdana diadakan di The Minneapolis Armory, yan gmerupakan markas dari Minnesota Rokkr. Menurut laporan The Esports Observer, tiket untuk pertandingan tersebut terjual habis. Secara total, ada 10 ribu fans yang menghadiri pertandingan yang berlangsung selama tiga hari tersebut. Sementara itu, Scott Wilpon, pemilik New York Excelsior, tim yang berlaga di Overwatch League, mengatakan bahwa dia optimistis tiket untuk pertandingan perdana OWL juga akan terjual habis. Pertandingan tersebut akan diadakan di Hammerstein Ballroom yang memiliki kapasitas hingga 2.200 kursi.

“Pasar lokal sangat memudahkan kami dalam mengembangkan dan menumbuhkan bisnis ini,” kata Wilpon. “Ini membedakan tim kami dari tim-tim lain dan memberikan tujuan serta fokus pada kami sebagai organisasi. Kami telah memiliki fans setia di New York yang memang sudah tertarik dengan gaming, dan hal ini memberikan mereka alasan untuk mendukung kami.”

Kabar tiket yang terjual habis membuat Pete Vlastelica, CEO Activision Blizzard Esports dan Comissioner of OWL merasa optimistis tentang penjualan tiket pertandingan sepanjang musim. Meskipun begitu, dia juga tak mau merasa terlalu percaya diri. “Penjualan tiket untuk pertandingan pada awal musim terlihat menjanjikan, ini kabar baik,” kata Vlastelica, seperti dikutip dari The Esports Observer. Dia menambahkan, ada beberapa tim yang hampir menjual habis tiket pertandingan di markas mereka. “Kami akan membuat pengumuman tentang penjualan tiket pada tahun ini, dan itu adalah pencapaian tersendiri.”

Penonton di Overwatch League | Sumber: Activision Blizzard
Penonton di Overwatch League | Sumber: Activision Blizzard

Pada 2020, semua tim OWL akan menyelenggarakan pertandingan di markas mereka setidaknya dua kali. Masing-masing tim mendapatkan 50 persen dari total penjualan tiket, hak siar media, merchandise, dan sponsorship. Saat ini, belum ada satu pun tim OWL yang telah mendapatkan untung. Namun, ini adalah tahun pertama mereka akan mulai mendapatkan penghasilan dari penjualan tiket. Masing-masing tim dapat memutuskan harga tiket pertandingan. Misalnya, harga tiket pertandingan Houston Outlaws dihargai sekitar US$50 sampai US$90. Sementara harga tiket pertandingan Boston Uprising berkisar US$40 sampai US$140 dan Philadelphia Fusion menawarkan tiket dari US$45 sampai US$150.

Vlastelica mengaku, masing-masing tim memiliki kemampuan untuk menjual tiket yang berbeda-beda. Narasumber lain mengatakan, tim yang dapat menjual tiket dengan lebih baik adalah tim yang memiliki eksekutif yang berpengalaman dalam mengadakan sebuah event. “Ini adalah waktu belajar bagi para tim esports. Ada banyak organisasi yang baru melakukan ini untuk pertama kalinya,” ungkap Vlastelica. “Sebagian tim OWL dimiliki oleh organisasi yang juga memiliki tim olahraga tradisional, tapi tidak semuanya. Mereka harus dapat belajar dengan cepat.”

YouTube Gaming Dapat Hak Siar Eksklusif Atas Liga Overwatch, Call of Duty, dan Hearthstone

Persaingan antara platform streaming game semakin memanas seiring dengan semakin populernya game dan esports. Memang, Twitch masih menjadi platform nomor satu, menguasai tiga per empat pangsa pasar, tapi, mereka mulai kehilangan momentum karena para streamer bintang mereka — seperti Michael “Shroud” Grzesiek dan Jack “CouRage” Dunlop — memutuskan untuk pindah ke platform lain seperti Mixer dari Microsoft atau YouTube Gaming.

Seolah itu tidak cukup buruk, Activision Blizzard baru saja mengumumkan bahwa mereka telah menjadikan YouTube Gaming sebagai rekan eksklusif untuk menyiarkan liga dan acara esports profesional mereka. Selain Overwatch League, turnamen esports Activision juga meliputi Call of Duty League, Hearthstone Esports, dan World of Warcraft Esports.

“Misi kami adalah memberikan hiburan berkualitas yang bisa ditonton oleh para fans kami, baik secara live atau sebagai konten on-demand. Dan kami ingin juga menjadikan para pemain profesional kami sebagai superstar. Kerja sama ini memungkinkan kami untuk memenuhi misi tersebut,” kata CEO Activision Blizzard, Pete Vlastelica, dikutip dari PC Gamer. Activision mengatakan, melalui kolaborasi dengan YouTube Gaming, mereka juga akan dapat mengakses berbagai tool AI dari Google Cloud yang dapat menawarkan konten rekomendasi yang telah dikurasi pada para penonton.

“Dalam beberapa tahun belakangan, kami menjalin kerja sama erat dengan Activision Blizzard di berbagai game mobile untuk meningkatkan kemampuan analitik mereka serta memperbaiki pengalaman bermain para pemain. Kami senang karena sekarang, kerja sama kami menjadi lebih dalam dan kami bisa bekerja sama dengan salah satu game developer paling besar dan paling dikenal di dunia,” ujar Head of Gaming, Google Cloud, Sunil Rayan.

Pada akhir 2019, YouTube Gaming memiliki pangsa pasar 22,1 persen. Mendapatkan hak siar eksklusif atas sejumlah liga esports ternama akan membantu mereka untuk meningkatkan pangsa pasar mereka. Doron Nir, CEO Stream Elements mengatakan, saat ini platform streaming game fokus untuk mendapatkan hak siar eksklusif atas konten streamer ternama untuk mendongkrak jumlah penonton mereka. Namun, liga atau turnamen esports sebenarnya juga menarik banyak penonton.

Nir berkata, “Turnamen esports biasanya memiliki penonton paling besar. Di Twitch, dua channel yang paling sering ditonton sepanjang 2019 adalah Riot Games dan Overwatch League. Ini berarti, kontrak eksklusif Activision Blizzard dengan YouTube akan memiliki dampak signifikan dalam membangun portofolio mereka dan menunjukkan komitmen mereka pada pasar platform streaming.”

Overwatch League kini akan disiarkan di YouTube Gaming. | Sumber: PC Gamer
Overwatch League kini akan disiarkan di YouTube Gaming. | Sumber: PC Gamer

Sekarang, Twitch memang masih mendominasi pasar platform streaming. Namun, pangsa pasar mereka terus turun. Menurut laporan Forbes, salah satu alasannya adalah karena penghasilan Twitch tidak sebanyak yang diharapkan Amazon, perusahaan induknya.

Bulan ini, Twitch dilaporkan bahwa mereka gagal mencapai target penghasilan yang telah ditetapkan. Mereka hanya berhasil mendapatkan US$300 juta dari target US$500-600 juta. Sebagai perbandingan, total pendapatan Amazon bisa mencapai US$232,9 miliar. Ini menunjukkan betapa kecilnya kontribusi Twitch pada total pendapatan Amazon. Jadi, kecil kemungkinan Amazon akan memberikan dana besar pada Twitch untuk mendapatkan kontrak eksklusif dengan streamer atau turnamen esports.

Sementara itu, setiap tahunnya, YouTube berkontribusi sekitar US$16-25 miliar pada pendapatan Google. Dan Facebook memiliki pendapatan US$16,9 miliar per tahun. Baik YouTube maupun Google bisa menggunakan dana tersebut untuk mengembangkan divisi live streaming mereka, misalnya dengan membuat perjanjian eksklusif dengan kreator konten atau mendapatkan hak siar atas liga esports. Tak hanya itu, Facebook dan Google juga telah memiliki pengalaman yang lebih baik dalam memonetisasi konten via iklan.

Saat ini, Twitch memang masih sukses. Namun, tren menunjukkan bahwa dominasi mereka mulai tergerus oleh para pesaingnya. Amazon mungkin harus menyuntikkan dana besar pada Twitch agar platform streaming tersebut bisa bersaing dengan para pesaingnya.

Apakah Warcraft III Reforged Akan Memiliki Custom Map?

Jelang rilisnya Warcraft III Reforged pada 28 Januari 2020 mendatang, banyak hal yang mungkin jadi pertanyaan terhadap satu game yang sangat berkesan di karir gaming kita. Soal bagaimana bentuk model karakter dan berbagai perubahannya sudah sempat kami bahas pada artikel sebelumnya.

Selain dari hal itu satu pertanyaan yang cukup penting dari game ini mungkin adalah soal kehadiran mod atau custom map. Karena, mau tidak mau, banyak kenangan kita bermain Warcraft III datang dari custom game buatan orang, termasuk Defense of the Ancient (DotA).

Mengutip dari artikel PCGamer, dikatakan bahwa Warcraft III: Reforged akan tetap mendukung mod dari game WC 3. “Pada dasarnya kedua game tersebut berasal dari game yang sama yang memungkinkan pemain dengan Warcraft 3 versi terdahulu bisa bermain dengan Warcraft III Reforged.” Ucap Game Designer Warcraft III Reforged Michael Scipione kepada PCGamer.

Sumber: Blizzard Official site
Sumber: Blizzard Official site

“Bicara soal custom map, mungkin kita hanya bisa bilang bahwa, jika ada yang tidak berfungsi, kami akan berusaha untuk memperbaiki hal tersebut. Tetapi pada intinya, kedua pemain tersebut (WC 3 lama atau versi Reforged) sama-sama bisa memainkan custom game.” lanjut Scipione.

Pada kesempatan lain StarCraft 2 Production Director, Tim Morton, yang turut bergabung di dalam tim Warcraft III Reforged juga mengatakan hal serupa kepada PCGamesN. “Kami berusaha memastikan custom map dapat berjalan dengan lancar di Warcraft III Reforged. Mengingat, seperti pada StarCraft Remastered, banyak orang melakukan ini dan itu sejak map-editor pertama kali muncul. Jadi kami bisa pastikan, bahwa salah satu hal yang kami kerjakan adalah memastikan semua custom maps bisa berjalan dengan lancar di Warcraft III: Reforged.” Ucap Morton kepada PCGamesN.

Warcraft III Reforged sendiri sebenarnya sudah memasuki fase beta. Jadi beberapa pemain yang sudah melakukan pre-purchase sudah bisa mencoba main dan beberapa di antaranya bahkan sudah memainkan custom map. Salah satunya seperti salah satu channel youtube ternama dari komunitas Dota regional Russia.

Mereka sudah sempat mencoba menjalankan Defense of the Ancients di Warcraft III: Reforged. Ternyata, tanpa diduga, semua berjalan dengan cukup lancar dan tentunya…Membawa nostalgia ke awal tahun 2000an saat Dota masih berupa custom map Warcraft III saja.

Tidak hanya itu saja, satu mode yang tak kalah legendaris dan mungkin kalian masih ingat adalah Element TD. Apakah custom map tersebut tersedia dan bisa dimainkan di Warcraft III Reforged? Ternyata masih sama. Custom map tersebut masih bisa berjalan lancar, bahkan bisa dimainkan secara multiplayer.

Jadi Anda tidak perlu khawatir. Apakah Warcraft III akan memiliki custom map? Jawabannya tentu saja iya! Dan tetap memiliki berbagai koleksi custom map seru yang dahulu biasa kita mainkan ketika zaman Defense of the Ancients.

Warcraft III Reforged rilis 28 Januari 2020 mendatang. Saat ini, Warcraft III Reforged sudah masuk masa Pre-Purchase dan dapat dibeli di laman resmi Blizzard Shop.

Warcraft III Reforged Akan Rilis, Bagaimana Perubahan Grafisnya?

Bagi Anda para penggemar Dota 2, Warcraft III tentu menjadi satu game yang membekas di kenangan Anda. Pasalnya sebelum Dota menjadi sebuah game standalone, ia hanya berawal sebagai game yang dibuat dengan mod Warcraft III lalu diberi nama Defense of the Ancient.

Kini, setelah 18 tahun berlalu sejak Warcraft III: Reign of Chaos (WC 3) pertama kali dirilis, Blizzard memutuskan untuk melakukan remaster dan merilis ulang WC 3 dengan nama Warcraft III Reforged.

Game yang satu ini akan dirilis pada tanggal 28 Januari 2020 mendatang. Hadir dengan berbagai macam pembaruan, mulai dari grafis sampai beberapa bagian gameplay, kira kira akan seperti apa jadinya Warcraft III Reforged?

Beberapa waktu yang lalu Blizzard merilis komparasi model hero dan unit pasukan WC 3 dengan Warcraft III Reforged? Kira kira bagaimana bentuknya? Apa saja perubahannya? Berikut beberapa di antarnya:

Illidan the Demon Hunter (Night Elf)

Sumber: Blizzard Official site
Sumber: Blizzard Official site

Sosok yang satu ini bisa dibilang ikon dari WC 3. Muncul sebagai sosok antagonis, penantang Arthas sang calon Lich King, sosok ini iterkenal kuat, mematikan, dan sulit dihentikan.

Jadi bagaimana dia di Warcraft III Reforged? Satu yang pasti, badannya tidak lagi kotak-kotak seperti dulu. Kini dia wajah bentuknya jadi terlihat lebih jelas karena jadi lebih detil dan berotot. Satu perubahan yang cukup terasa adalah warna tubuh dan tatonya yang kini terasa lebih “elf”, mengikuti skema warna yang ada di World of Warcraft.

Archer (Night Elf)

Sumber: Blizzard Official site
Sumber: Blizzard Official site

Pasukan dasar milik fraksi Night Elf. Walau sangat berguna, namun bentuk unit ini terbilang kurang jelas pada WC 3. Apalagi banyak unit di zaman WC 3 terlihat jadi lebih pendek dari apa yang kita bayangkan.

Maka dari itu, kini unit pasukan Night Elf Archer jadi lebih proporsional. Selain itu, busur yang jadi senjata utama Archer juga jadi lebih sederhana dan tradisional, tanpa ornamen yang berlebihan.

Jaina Proudmoore (Human)

Sumber: Blizzard Official site
Sumber: Blizzard Official site

Walau lebih dikenal sebagai Rylai the Crystal Maiden di Dota, tapi sosok yang satu ini sebenarnya adalah salah satu karakter di WC III yang bernama Jaina Proudmoore.

Kalau dulu, lagi-lagi, model hero ini kurang proporsional dan jadi lebih pendek. Kini dia tampil dengan berbagai ornamen di baju dan bentuk tubuhnya yang jadi lebih detil. Sebagai perbandingan, model Jaina terdahulu hanya memiliki 700 polygon saja, sementara model di Warcraft III Reforged memiliki 15.000 polygon.

Gryphon Rider (Human)

Sumber: Blizzard Official site
Sumber: Blizzard Official site

Kalau Anda memainkan WC 3 terdahulu, Anda mungkin sadar bahwa bentuk unit ini terlihat sangat tidak jelas. Hanya terlihat seperti burung membawa palu saja. Maka dari itu pada Warcraft III Reforged banyak perbaikan dilakukan pada unit Gryphon Rider milik Human.

Satu yang paling ditunjukkan adalah sosok Dwarf penunggang Gryphon yang jadi lebih detil. Tak lupa, palu yang jadi senjata andalan Gryphon Rider kini jadi lebih besar dan terlihat.

Arthas Death Knight (Undead)

Sumber: Blizzard Official site
Sumber: Blizzard Official site

Setelah menjadi bagian dari fraksi Undead, Arthas jadi menunggangi kuda tengkorak dan terlihat lebih menakutkan. Namun demikian, keterbatasan engine WC 3 malah membuat Arthas Death Knight jadi sedikit lucu dan lagi-lagi, lebih pendek dari yang apa kita bayangkan.

Pada Warcraft III Reforged, satu yang pasti adalah bentuknya yang lebih proporsional. Selain itu, bentuk armor untuk Arthas serta sang kuda pembawa kematian juga terlihat jadi ganas dan mematikan.

Frost Wyrm (Undead)

Sumber: Blizzard Official site
Sumber: Blizzard Official site

Frost Wyrm! Unit terkuat milik Undead. Dahulu ketika engine WC 3 masih cukup terbatas unit ini tetap menjadi teror bagi musuhnya, walau bentuknya kurang jelas. Pada Warcraft III Reforged, dijamin Anda jadi lebih bergidik ketika melihat sosok ini. Karena Frost Wyrm jadi lebih garang dengan tulang belulang yang lebih detil.

Warcraft III Reforged rilis 28 Januari 2020 mendatang. Saat ini, Warcraft III Reforged sudah masuk masa Pre-Purchase dan dapat dibeli di laman resmi Blizzard Shop. Bagaimana? Sudah siap untuk menyaksikan kembali petualangan Arthas dan Illidan dengan grafis yang kini jadi lebih detil?

Siap Bereksperimen Jadi Kunci untuk Jadi Sponsor Esports

Esports kini tengah menjadi pembicaraan hangat. Semakin banyak merek non-endemik yang tertarik untuk mendukung industri ini. Tidak hanya itu, jumlah investor yang tertarik untuk menanamkan modal di perusahaan yang bergerak di dunia game dan esports juga semakin bertambah. Meskipun begitu, belum ada model bisnis esports yang menguntungkan, termasuk League of Legends dari Riot Games yang telah berumur 10 tahun dan memiliki 8 juta concurrent players setiap hari. Ini menunjukkan bahwa meskipun esports diperkirakan memiliki potensi besar, tapi merealisasikan potensi tersebut masih akan memakan waktu.

“Bagi kami, bukan masalah jika esports dari game kami belum menguntungkan,” kata Head of Global Partnerships Activision Blizzard Esports, Josh Cella dalam diskusi panel di CES 2020, dikutip dari VentureBeat. “Investasi esports memang masih sangat baru untuk Riot dan Activision Blizzard dan semua pihak yang ada di industri ini. Liga kami baru akan memasuki musim pertandingan ketiga,” ujarnya. Liga yang dia maksud adalah Overwatch League. Meskipun begitu, dia membanggakan, musim kedua Overwatch League telah memiliki rating sekitar 18-34 persen lebih tinggi dari olahraga tradisional. “Tidak ada yang perlu kami khawatirkan. Tentu saja, masalah untung sangat tergantung pada ketetapan masing-masing perusahaan, tapi kami siap untuk bermain untuk jangka panjang.”

Sementara itu, menurut Sarah Iooss, Head of Sales, Americas, Twitch,  memberikan waktu pada perusahaan untuk mempertimbangkan apakah mereka memang ingin menanamkan investasi di esports bukanlah hal yang buruk. Dia juga mengatakan, Twitch selalu berusaha untuk mengumpulkan data dari audiens. “Saat ini, data tersebut memang belum terkait langsung dengan pengiklan di dalam kategori esports. Tapi itu berarti, masih ruang dan kesempatan yang sangat besar bagi perusahaan untuk masuk dalam esports,” ungkapnya. Dia menjelaskan, kerja sama antara pelaku esports dengan perusahaan non-endemik layaknya membangun rumah. “Dimulai dari hal kecil, lalu perlahan tapi pasti, membangun kerja sama dengan saling mendengarkan dan mencoba untuk menemukan metode yang sukses,” katanya.

Sarah Iooss. | Sumber: CTA via VentureBeat
Sarah Iooss. | Sumber: CTA via VentureBeat

Meskipun jumlah penonton esports memang banyak dan masih terus bertambah, bukan berarti industri olahraga tradisional, seperti basket, sudah mati. Menurut Bryan de Zayas, Global Director of Marketing, Dell, salah satu alasan mengapa industri olahraga tradisional lebih besar dari esports adalah karena umurnya yang telah lebih tua. Meskipun begitu, dia percaya bahwa esports akan bisa mengejar ketertinggalannya, terutama karena kita sekarang ada di era digital.

Sementara itu, Cella mengatakan, berbeda dengan pertandingan olahraga tradisional, sejak awal, ekspektasi untuk memonetisasi turnamen esports sudah tinggi. “Dulu, masyarakat tak memiliki ekspektasi yang sama akan ekspektasi mereka untuk turnamen esports sekarang. Turnamen olahraga pada awalnya diadakan sebagai cara untuk menyelenggarakan pertandingan olahraga sebelum tumbuh menjadi industri besar. Sekarang, kita ada di era dimana ekspektasi akan monetisasi turnamen esports sangat tinggi,” ujar Cella. Dia mengaku tidak keberatan dengan tingginya ekspektasi tersebut karena Activision Blizzard memang percaya, esports memiliki potensi besar. Menurutnya, salah satu keuntungan game adalah game sangat mudah untuk diakses. Jika sebuah developer merilis sebuah game, maka game itu akan bisa diakses oleh semua orang di dunia selama dia memiliki perangkat dan internet.

Grace Dolan. | Sumber: VentureBeat
Grace Dolan. | Sumber: VentureBeat

Grace Dolan, VP of Home Entertainment Integrated Marketing, Samsung Electronics America mengaku, dalam diskusi panel, Samsung adalah merek yang paling tidak ada kaitannya dengan game dan esports. Dia mengatakan, tidak semua perusahaan telah siap untuk menanamkan investasi di bidang esports. “Saya rasa, semua orang masih belum merasa nyaman untuk menanamkan investasi di esports. Alasannya karena belum ada satu orang pun yang tahu cara yang benar untuk menanamkan investasi, karena memang belum ada infrastruktur yang baik. Lain halnya dengan olahraga tardisional. Masing-masing olahraga memiliki segmen audiens tersendiri,” ujarnya. Dia mengungkap, sama seperti olahraga tradisional, masing-masing game esports menarik audiens yang berbeda. Misalnya, karakteristik fans game racing Forza berbeda dari penggemar Overwatch. Sayangnya, di dunia esports, segmentasi para penonton baru mulai dilakukan.

Bagi perusahaan yang tertarik untuk masuk ke esports, Dolan menyarankan untuk menentukan target audiens terlebih dulu. “Apakah target audiens untuk merek Anda memang ada di dunia esports, apakah di Overwatch League atau game lain?” ujarnya. Selain itu, hal lain yang harus dipertimbangkan adalah return of investment. “Apa yang ingin Anda dapatkan dari investasi Anda?” Dia mengungkap, satu kelebihan game adalah karena ia berbentuk digital. “Mudah untuk melihat jangkauan Anda, jumlah impresi yang Anda dapatkan. Setelah itu, Anda tinggal bereksperimen.” Dia mengungkap, untuk bisnis monitor dan SSD Samsung, kerja sama mereka dengan Twitch berupa membuat PC di dunia nyata. “Kami tidak tahu apakah orang-orang akan suka dengan itu. Tapi ternyata, mereka menyukainya,” ujarnya. Dia menyarankan, perusahaan yang hendak masuk ke ranah esports untuk melakukan percobaan sebelum memutuskan untuk masuk lebih dalam.

Josh Cella. | Sumber: VentureBeat
Josh Cella. | Sumber: VentureBeat

Iooss menyetujui perkataan Dolan. Kunci sukses kolaborasi antara merek non-endemik dan pelaku esports memang kesediaan untuk saling mendengarkan, baik penonton dan tim internal Twitch, dan berubah. Dia juga mengatakan, tidak ada yang perlu ditakuti ketika sebuah perusahaan hendak memasuki ranah esports. “Kami sering berkata pada rekan kami untuk mencoba masuk ke platform kami. Anda akan dapat menjangkau orang-orang berumur 18 sampai 34 tahun. Coba lakukan sesuatu yang kreatif,” ujarnya.

Cella menambahkan, Activision Blizzard bekerja sama perusahaan riset dan intelijen untuk memastikan bahwa data tentang liga esports mereka yang mereka berikan pada calon rekan atau sponsor mereka memang valid. “Sejak awal, kami meminta Nielsen untuk menghitung AMA (Average Minute Audience), memungkinkan calon rekan atau sponsor untuk membandingkan rating liga Overwatch dengan olahraga tradisional untuk demografi tertentu. Kita juga bekerja sama dengan berbagai perusahaan intelijen lain, dan kami membayar mereka semua sendiri. Karena kami tahu, pada awalnya, perusahaan pasti akan merasa ragu. Sampai sekarang, keraguan itu masih ada. Kami mau melawan itu semua dengan menyediakan tool untuk menghitung investasi perusahaan dan memastikan semua investor merasa aman.”

Mantan Karyawan Blizzard Ungkap Alasan Kegagalan Esports Heroes of the Storm

Nama Heroes of the Storm di tahun 2019 ini boleh jadi sudah seperti lenyap ditelan bumi. Tapi satu tahun yang lalu, Heroes of the Storm alias HotS masih menyandang posisi sebagai cabang esports prestisius yang didukung oleh perusahaan raksasa, Activision Blizzard. BlizzCon 2018 yang digelar di Anaheim Convention Center menghadirkan kompetisi Heroes Global Championship (HGC), dengan partisipasi tim-tim ternama seperti Gen.G, Team Liquid, dan Dignitas, serta hadiah senilai US$1.000.000.

Ekosistem esports Heroes of the Storm kala itu terlihat hidup dan sehat-sehat saja, tapi satu bulan kemudian, hal mengejutkan terjadi. Blizzard mengumumkan bahwa sebagian developer HotS akan dipindahkan ke tim lain, dan bahwa sirkuit esports resminya—Heroes Global Championship dan Heroes of the Dorm—tidak akan digelar lagi di tahun 2019. Ekosistem HotS kompetitif otomatis mati, sesuatu yang membuat sejumlah pemain profesional HotS sedih dan marah.

Meski demikian, penutupan esports HotS secara umum tidak disertai dengan terlalu banyak drama. Pihak-pihak terkait jelas kecewa (atau kehilangan pekerjaan), tapi Blizzard adalah perusahaan, bukan badan amal. Perubahan strategi bisnis bukan hal aneh, dan para developer HotS yang tersisa masih terus memberi update konten baru. Yang lalu biarlah berlalu, tak ada pilihan selain hanya move on.

Tapi benarkah ceritanya sedamai itu? Mungkin tidak. Menurut informasi yang didapat oleh Inven Global dari sejumlah mantan karyawan Blizzard, penutupan esports HotS adalah keputusan yang mengejutkan, bahkan bagi pegawai Blizzard sendiri. Hanya sedikit yang tahu bahwa keputusan ini akan diambil, dan banyak karyawan merasa para pengambil keputusan itu bukanlah orang-orang yang terlibat dekat dengan HotS dan tidak paham pentingnya HotS bagi perusahaan maupun komunitas penggemar Blizzard.

Banyak karyawan yang saat itu mengira bahwa esports HotS masih akan berjalan seperti biasa, bahwa HGC akan digelar lagi setidaknya hingga 2019 atau 2020. Kemudian pengumuman penutupan tiba, dan mereka langsung dibanjiri oleh pesan dari komunitas yang bertanya sebenarnya ada apa. Mereka pun sama bingungnya, dan hanya bisa mengutarakan rasa frustrasinya kepada pihak manajemen.

Wajar bila mereka frustrasi, karena tim developer HotS di dalam Blizzard adalah tim yang terbilang cukup spesial. Mereka adalah tim yang sangat erat dan passionate terhadap proyeknya, serta berkomitmen tinggi untuk menjadikan HotS game terbaik. Tapi menurut pengakuan para mantan karyawan Blizzard, sebenarnya tim HotS punya masalah yang sudah cukup lama berjalan: beban kerja mereka terlalu berat.

HotS adalah salah satu dari sedikit proyek di Blizzard yang menuntut pengembangan terus-menerus dalam waktu cepat. Game ini harus terus mendapat patch dan perbaikan balance, juga terus mendapatkan konten baru. Tuntutan dari komunitas penggemar begitu besar, dan ini akhirnya menciptakan kultur kerja yang “extremely unsustainable”.

“Orang yang mengerjakan game itu (HotS) berada di bawah tekanan sepanjang waktu dan super stres. Kalau di franchise lain, mereka punya patch besar tiap tiga bulan sekali sehingga mereka punya waktu untuk bersantai dan bermain video game di kantor. Tapi semua yang mengerjakan Heroes (of the Storm) terus-menerus bekerja, terus-menerus lembur untuk mewujudkan semuanya,” ujar salah satu sumber yang dihubungi Inven Global. Bagi sebagian anggota tim HotS, keputusan Blizzard adalah sebuah kabar gembira.

Ada satu faktor lain yang berperan besar terhadap pemindahan SDM dari tim HotS, yaitu sebuah game bernama Diablo IV. Atau lebih tepatnya, tuntutan para penggemar agar Blizzard cepat-cepat mengumumkan/merilis Diablo IV. Bagaimana hal ini bisa terjadi?

Bila Anda ingat, BlizzCon 2018 telah menjadi catatan buruk dalam sejarah Blizzard gara-gara pengumuman game mobile baru mereka, Diablo Immortal. Sebetulnya tidak ada yang salah dengan Diablo Immortal itu sendiri. Hanya saja, para penggemar tidak menyangka bahwa ajang sebesar BlizzCon ternyata “cuma” jadi ajang pengumuman game mobile.

Para fans kecewa dan marah, desainer Diablo Immortal dicemooh di atas panggung, bahkan salah satu penggemar terang-terangan bertanya, “Apakah ini lelucon April Mop?” Seluruh kanal media sosial panas oleh cacian, dan hasilnya, manajemen Blizzard panik. Mereka tahu bahwa hanya ada satu solusi untuk mengembalikan kepercayaan fans, mengumumkan Diablo IV secepat mungkin.

Dan dimulailah reshuffle tim besar-besaran di Blizzard. Karyawan-karyawan paling senior di tim HotS pindah mengerjakan Diablo IV, sementara sisanya pindah mengerjakan World of Warcraft. Diablo IV harus muncul di BlizzCon 2019. Lagi pula, potensi keuntungan jangka panjang yang akan didapat oleh Diablo IV dirasa lebih besar daripada HotS.

“Mereka perlu mengumumkan Diablo IV di BlizzCon (2019), kan? Itulah rencananya dan mereka harus memastikan rencana itu terwujud. Sejujurnya, sebagian besar talenta dari tim developer Heroes yang pecah pindah ke tim Diablo IV. Sebagian mereka pindah ke [World of Warcraft] karena game itu masih hidup dan bernafas dan juga membutuhkan banyak dukungan. Menarik orang-orang yang pernah mengerjakan live game seperti Heroes adalah hal yang masuk akal,” ujar sumber lainnya.

Dua hal besar di atas adalah penyebab utama HotS mengalami nasib mengenaskan di akhir 2018. Saat ini HotS masih terus berjalan, namun dengan tim developer yang lebih kecil dan update konten yang lebih lambat. Di usianya yang sudah hampir lima tahun, HotS masih menghadirkan hiburan bagi kalangan tertentu, namun perjalanannya di dunia esports telah tutup buku.

Bagi mereka yang berada di Blizzard, momen “matinya HotS” itu menyisakan sebuah ketakutan yang sesekali datang menghantui. “Jika esports Heroes tidak menghasilkan (keuntungan) sebanyak yang mereka inginkan, apa gunanya melanjutkannya, iya kan? Melihat ke belakang, hal yang sama bisa dikatakan untuk pekerjaan saya. Oh, kita punya 800 karyawan, bisakah kita mengontrakkan pekerjaan mereka ke pihak luar dengan setengah harga dan menghemat uang di sejumlah tempat? Ya, mereka (Blizzard) bisa melakukannya, jadi itulah yang terjadi,” kata seorang sumber.

Sebuah tim yang solid, franchise game yang populer, serta ekosistem esports yang melibatkan uang berjuta-juta dolar, ternyata bisa mati hanya dalam semalam. Kalau keputusan sebesar itu saja bisa muncul sedemikian mendadak, mungkin sekali nasib para karyawan bisa berubah 180 derajat dalam waktu yang sama singkatnya.

Ini Activision Blizzard. Kalau perusahaan lain, bagaimana?

Sumber: Inven Global

Q3 2019, Activision Blizzard Kesulitan Pertahankan Jumlah Pemain

Activision Blizzard mendapatkan US$1,28 miliar pada Q3 2019, lebih tinggi dari perkiraan mereka, yang hanya mencapai SU$1,1 miliar. Meskipun begitu, pendapatan mereka pada kuartal ini lebih rendah jika dibandingkan dengan pendapatan mereka pada Q3 2018, yang mencapai US$1,51 miliar. Pendapatan developer atau publisher game memang biasanya dipengaruhi oleh game yang mereka luncurkan. Namun, mereka juga harus memerhatikan jumlah pemain dan tingkat engagement pemain dari game-game yang telah mereka rilis.

Meskipun pendapatannya pada Q3 2019 lebih baik dari perkiraan, Activision kesulitan untuk mempertahankan jumlah pemain aktif. Selama dua tahun belakangan, muncul tren penurunan dalam jumlah pemain aktif bulanan game-game mereka, seperti Call of Duty, Overwatch, dan World of Craft. Dan hal ini terjadi di semua divisi mereka, mulai dari Activision, Blizzard, sampai King. Menurut Motley Fool, penurunan engagement pemain ini memang belum memberikan dampak besar pada pendapatan Activision Blizzard secara keseluruhan. Namun, jika tren ini terus berlanjut, hal ini akan memengaruhi pendapatan Activision Blizzard di masa depan.

Jumlah pemain dari masing-masing divisi Activision Blizzard | Sumber data: Motley Fool
Jumlah pemain dari masing-masing divisi Activision Blizzard | Sumber data: Motley Fool

Esports jadi salah satu cara bagi Activision Blizzard untuk menarik pemain baru. Dengan model franchise, Overwatch League terbukti cukup sukses, dan Activision Blizzard berencana untuk menggunakan model serupa untuk Call of Duty League yang akan diadakan pada tahun depan. Secara teori, esports seharusnya bisa meningkatkan jumlah pemain atau membuat gamer menjadi lebih aktif bermain. Diperkirakan, esports menjadi salah satu pendorong tumbuhnya pasar game di Asia Tenggara dan Taiwan dalam waktu beberapa tahun ke depan. Sayangnya, kesuksesan Activision Blizzard dalam menyelenggarakan liga esports, tampaknya tak membantu mereka menambah jumlah pemain aktif bulanan.

Strategi lain yang Activision Blizzard lakukan untuk meningkatkan engagement pemain adalah dengan meluncurkan game Call of Duty Mobile. Game ini memang sukses. Dalam waktu satu bulan setelah diluncurkan, game tersebut telah diunduh 148 juta kali. Meskipun begitu, kesuksesan COD Mobile mungkin tak memberikan dampak yang terlalu besar pada keuangan Activision Blizzard secara keseluruhan.

CEO Activision Blizzard, Bobby Kotick mengatakan bahwa mereka puas dengan game baru yang mereka luncurkan, tapi dia juga mengungkap, mereka harus mempersiapkan diri untuk menghadapi Q4 2019. Dia memperkirakan, pengeluaran mereka akan naik selama musim liburan. Selain COD Mobile, World of Warcraft Classic juga mendapatkan sambutan yang cukup baik. Selain meluncurkan game baru, Activision Blizzard juga memberikan update pada sejumlah game lama mereka, seperti Candy Crush, yang masih menguasai pasar game niche. COO Coddy Johnson mengaku, mereka puas dengan momentum dari sejumlah franchsie mereka, yang menunjukkan potensi besar. Pada saat yang sama, CFO Dennis Durkin memeringatkan bahwa mereka tetap harus berhati-hati pada Q4 2019.

Pada 2020, target Activision Blizzard adalah untuk menambah jumlah pemain aktif dari game-game mereka. Untuk mencapai hal ini, para eksekutif perusahaan bahkan siap untuk menomorduakan keuntungan perusahaan. Keputusan ini mungkin akan memengaruhi pendapatan perusahaan pada 2019. Namun, jika mereka berhasil menambah jumlah pemain aktif, mereka akan dapat meningkatkan keuntungan yang mereka dapatkan di masa depan.

Sumber header: Dot Esports

Immortal Gaming Jual Tim Overwatch League, Houston Outlaws

Immortals Gaming Club menjual Houston Outlaws, tim yang berlaga di Overwatch League (OWL) pada perusahaan media multi-platform, Beasley Media Group. Immortals mendapatkan hak kepemilikan atas Houston Outlaws ketika mereka mengakuisisi Infinite Esports and Entertainment, yang saat itu masih menjadi perusahaan induk Outlaws. Sejak awal, Immortals memang berencana untuk menjual Outlaws karena mereka telah memiliki tim Los Angeles Valiant, yang juga berlaga di Overwatch League. Sayangnya, tak diketahui berapa jumlah uang yang dikeluarkan Beasley untuk mendapatkan Outlaws. Diperkirakan, nilai franchise untuk Overwatch League mencapai sekitar US$40 juta sampai US$60 juta. Organisasi esports yang membeli franchise ketika Overwatch League pertama kali diadakan hanya perlu mengeluarkan uang sekitar US$20 juta. Namun, sejak saat itu, harga franchise OWL telah naik.

“Sebagai pemilik tim franchise Overwatch League, Los Angeles Valiant, kami senang untuk menyambut Beasley Media Group, Caroline Beasley, Chris Roumayeh, dan keseluruhan grup Beasley/Team Renegades ke Overwatch League,” kata CEO Immortal Gaming Club, Ari Segal, seperti dikutip dari VentureBeat. “Mereka memiliki rencana yang menarik untuk memperkuat hubungan antara Outlaws dan para penonton di Houston dan mereka merupakan pemilik yang strategis dari aset ini. Kami juga ingin berterima kasih pada Bobby Kotick, Dennis Durkin, Pete Vlastelica, dan keseluruhan tim Activision Blizzard karena telah memfasilitasi transaksi ini.”

Logo Houston Outlaws| Sumber: VentureBeat
Logo Houston Outlaws| Sumber: VentureBeat

Sebelum manajemen Houston Outlaws dipindahtangankan ke Beasley, Activision Blizzard bertanggung jawab atas bisnis dan operasi tim tersebut. Beasley Broadcast Group adalah perusahaan yang mengoperasikan sejumlah jaringan radio di Amerika Serikat, negara asalnya. Sebelum mengakuisisi Houston Outlaws, Beasley telah masuk ke ranah esports dengan mengakuisisi Team Renegades pada April 2019 dan CheckpointXP pada 2018. Checkpoint adalah siaran radio esports selama dua jam yang dibuat dua minggu sekali. Saat ini, acara tersebut disiarkan di 70 stasiun radio di Amerika Serikat. CheckpointXP juga memiliki podcast harian di Twitch. CEO Beasley Media Group, Carolina Beasley mengatakan, pengalaman dan investasi perusahaan di divisi khusus esports — BeasleyXP — akan menjadi kunci yang membuat perusahaan mendapatkan untung dari esports.

“Akuisisi Houston Outlaws memperluas platform esports kami yang memang terus berkembang,” kata Beasley. “Mengakuisisi Houston Outlaws adalah kesempatan investasi yang jarang bisa kami dapatkan, karena hanya ada 20 tim yang berlaga di Overwatch League. Dan transaksi ini juga membuat Beasley menjadi rekan dari Blizzard Entertainment dan perusahaan induk mereka, Activision Blizzard, developer dan publisher konten dan layanan interaktif yang ternama di dunia.” Memang, saat ini, semakin banyak investor yang tertarik untuk mendukung esports. Misalnya, Artist Capital Management, investor dari organisasi esports 100 Thieves, minggu lalu mengumumkan bahwa mereka telah menyiapkan dana sebesar US$100 juta (sekitar Rp1,4 triliun) untuk investasi khusus di ranah esports.

Investor di Industri Esports Semakin Banyak, Gunakan Strategi yang Berbeda

Seiring dengan semakin berkembangnya industri gaming dan esports, semakin banyak perusahaan yang tertarik untuk menjadi investor di industri tersebut. Karena itu, jangan heran jika ETF (Exchange-Traded Fund) yang bergerak di bidang gaming dan esports semakin menjamur. Pada Selasa, perusahaan ETF Global X mengumumkan bahwa mereka akan meluncurkan Global X Video Games & Esports ETF — yang memiliki ticker symbol HERO — dalam waktu dekat. HERO bukanlah ETF pertama di bidang esports dan gaming. Ada beberapa ETF lain yang telah berdiri, seperti Roundhill BITKRAFT Esports & Digital Entertainment ETF (NERD) dan VanEck Vectors Video Gaming and eSports ETF (ESPO). Meskipun kedua ETF itu bergerak di bidang gaming dan esports, NERD dan ESPO memiliki strategi investasi yang berbeda.

NERD ETF memfokuskan investasi pada perusahaan-perusahaan yang bisnisnya memang terkait langsung dengan esports, termasuk publisher game, platform streaming, penyelenggara turnamen esports, dan perusahaan yang memiliki tim esports. Mereka membagi perusahaan yang mereka investasikan menjadi tiga kategori: Pure-Play, Core, dan Non-Core. Perusahaan yang masuk ke dalam kategori Pure-Play adalah perusahaan yang memiliki bisnis model dan pertumbuhan bisnisnya terkait langsung dengan esports. Sementara perusahaan Core adalah perusahaan yang memiliki keterlibatan yang signifikan di esports, tapi esports bukanlah bisnis utama perusahaan. Terakhir, perusahaan Non-Core adalah perusahaan yang terlibat dalam esports, tapi esports tak memberikan pemasukan signifikan pada perusahaan. Sejumlah perusahaan yang masuk dalam portofolio NERD antara lain Activision Blizzard, platform streaming Tiongkok Huya, Capcom, Sea, dan Take-Two Interactive.

Penonton di Overwatch League | Sumber: Activision Blizzard
Penonton di Overwatch League | Sumber: Activision Blizzard

Investasi terbesar NERD adalah Activision Blizzard. Menurut Seeking Alpha, ini tidak aneh, mengingat Activision Blizzard sukses memonetisasi intelektual properti mereka dengan membuat liga esports, seperti Overwatch League. Co-founder dan CEO Roundhill Investments, Will Hershey menganggap, Overwatch League berhasil menaikkan level esports di Amerika Serikat. Overwatch League menggunakan model franchise, mengharuskan tim yang ingin bertanding di dalamnya untuk membayar sejumlah uang. Pada awalnya, hanya ada 12 slot untuk Overwatch League dan masing-masing tim harus membayar US$20 juta. Tahun ini, jumlah tim di Overwatch League bertambah menjadi 20 slot dan 8 tim baru harus membayar US$35 juta untuk masuk ke liga tersebut. Ke depan, dikabarkan Overwatch League akan menambah jumlah tim hingga 28 tim dan meminta bayaran US$60 juta untuk masuk ke dalam liga. Ini adalah model bisnis yang menguntungkan. Tak berhenti sampai di situ, Activision Blizzard juga akan mengadakan Call of Duty League, menggunakan formula yang sama dengan Overwatch League.

Selain developer game, NERD juga memfokuskan investasinya pada platform streaming seperti Huya dari Tiongkok. Mereka juga memiliki saham di Afreeca, situs streaming game di Korea Selatan. Menariknya, mereka justru tak tertarik untuk membeli saham di perusahaan pembuat hardware, seperti NVIDIA dan AMD atau pembuat konsol, seperti Microsoft, Sony, dan Nintendo. Hersey mengaku, NERD memang lebih mementingkan perusahaan yang lebih terlibat dengan esports. Tak aneh jika mereka fokus pada esports, mengingat pertumbuhan industri esports yang sangat pesat. Pada tahun ini, esports diperkirakan bernilai US$1,1 miliar dan dalam waktu tiga tahun, angka itu akan naik menjadi hampir US$3 miliar, menurut Goldman Sachs.

Selain Huya dan Afreeca, NERD juga memiliki saham di Sea, perusahaan induk Garena. Ini menunjukkan bahwa mereka cukup fokus pada kawasan Asia. Terkait hal ini, Hersey berkata pada CNN Business, “Selama 20 tahun belakangan, ada anak-anak di Korea Selatan yang tumbuh besar dan ingin menjadi gamer profesional. Sementara di Amerika Serikat, esports baru booming dalam satu, dua tahun belakangan, berkat keberdaan Fortnite.”

Sumber: WePC
Sumber: WePC

Sementara itu, ESPO memiliki strategi lain. Mereka tak hanya memfokuskan investasi mereka pada perusahaan streaming dan game, tapi juga hardware. Edward Lopez, Head of ETF Product for VanEck berkata bahwa ESPO memfokuskan investasi mereka pada pada perusahaan yang setidaknya 50 persen dari penjualan mereka datang dari esports dan game. Karena itulah, ESPO juga menanamkan saham di Nvidia dan AMD, yang dikenal dengan kartu grafis dan prosesor buatan mereka. ESPO juga memiliki saham di Nintendo dan perusahaan game Zynga. “Perusahaan-perusahaan ini adalah bagian dari ekosistem gaming, meski mereka tak berperan banyak di esports,” katanya.

Jika menakar keuntungan yang didapatkan, strategi ESPO tampaknya lebih sukses. Data dari Seeking Alpha menunjukkan, keuntungan yang didapatkan ESPO — yang didirikan pada Oktober 2018 — mencapai 25 persen. Sementara keuntungan NERD — yang baru didirikan pada Juni 2019 — hanya mencapai lima persen. Meskipun begitu, industri esports masih akan terus tumbuh. Jadi, tak menutup kemungkinan, akan ada lebih dari satu ETF yang sukses di industri tersebut. “Industri game diuntungkan karena semakin banyak orang yang enggan menonton televisi — tak hanya generasi milenial, tapi juga generasi yang lebih muda,” ujar Lopez. “Gaming adalah bisnis serius dan tak lagi sekadar mainan untuk anak-anak.”