Teknologi Kartu Indonesia Sajikan Layanan Digitalisasi Sekolah

Berdiri sejak tahun 2019, Teknologi Kartu Indonesia (TKI) menjadi startup yang fokus memberikan solusi digitalisasi di sektor pendidikan. Startup yang berbasis di Salatiga ini merupakan hasil pivot dari bisnis sebelumnya yang didirikan pada 2018 bernama SekolahPintar.

Kini TKI fokus pada layanan digitalisasi sekolah melalui Platform Sekolah Pintar. Fitur yang dihadirkan mencakup Kartu Pelajar Pintar (untuk transaksi pembayaran), Tagihan Digital, Absensi Wajah, dan PPDB Online (pendaftaran siswa baru). Tidak hanya untuk sekolah formal, TKI juga menargetkan layanannya bisa digunakan di kalangan pesantren.

TKI sekarang sudah digunakan lebih dari 1000 instansi dengan lebih dari 300 ribu pengguna. Rata-rata per hari ada sekitar 500 ribu lebih transaksi. Dengan model bisnis yang solid, perusahaan juga mengaku telah mencapai titik profitabilitas. TKI juga didukung oleh CTO Yudi Kurniawan, COO Wuntat Wiranto dan CMO Agung Putro.

Kepada DailySocial.id, Founder & CEO TKI Arif Arinto menyampaikan rencana perusahaan untuk memperluas area layanan di 22 kota lainnya, setelah sebelumnya berhasil melakukan penetrasi produk di 34 provinsi.

Rencana penggalangan dana

Sejak awal, TKI menjalankan bisnis dalam mode bootstrapping dan belum pernah melakukan penggalangan dana. Perusahaan mengklaim telah tumbuh secara organik dengan dukungan sekitar 100 karyawan. Namun demikian untuk mempercepat pertumbuhan bisnis, tahun ini TKI berencana untuk melakukan penggalangan dana.

Fundraising menjadi plan B kami, kebutuhan dana tersebut untuk membuka support office di 22 kota di Indonesia, sehingga penjualan dan support kami menjadi lebih maksimal di berbagai provinsi. Tanpa fundraising, kami juga berfokus memperbanyak support office secara bertahap,” kata Arif.

Chart pertumbuhan transaksi TKI / TKI

Alasan utama TKI dibangun berawal dari rasa kekhawatiran pendirinya terkait kebiasaan atau perilaku anak-anak saat melakukan pembelian jajanan di sekolah. Uang tunai yang kemudian diberikan oleh orang tua, kebanyakan dibelikan makanan yang tidak sehat, akhirnya anak sering sakit karena hal tersebut.

Muncul ide, bagaimana jika jajan anak menggunakan kartu yang terhubung dan bisa diatur melalui aplikasi orang tua, sehingga anak hanya bisa membelanjakan uang sakunya ke kantin yang sudah bekerja sama dengan sekolah dan memiliki standard kantin sehat yang baik.

“Kami memiliki dua solusi utama, yaitu kartu pelajar multifungsi dan sistem pembayaran Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP). Target institusi pendidikan yang kami sasar di antaranya adalah pondok pesantren, sekolah swasta, dan sekolah negeri,” kata Arif.

Secara khusus TKI menghadirkan sistem transaksi atau pembayaran yang bersifat closed loop. Dana dari orang tua tersimpan dan dikelola di rekening sekolah. Sekolah kemudian dapat membuka rekening di bank, dan mendaftarkan layanan Virtual Account (VA) untuk top up atau isi saldo yang akan digunakan untuk transaksi anak dan berbagai pembayaran lainnya.

Perluas kemitraan dengan perbankan

Saat ini, produk yang dihadirkan oleh TKI telah digunakan hampir di semua provinsi di Indonesia. TKI juga telah menjalin kemitraan strategis dengan 10 bank mitra untuk menjual produk dan solusi. Di antaranya adalah BSI, BNI, BRI, Danamon, BTN Syariah, Muamalat, Bank DKI, Bank Jabar Syariah, Bank Jatim Syariah, dan NTB Syariah.

“Kami fokus ke sistem pembayaran digital hingga e-money untuk anak di bawah 17 tahun yang belum bisa melakukan Know Your Customer (KYC). Mimpi kami bisa menghadirkan solusi e-money for kids seperti platform Greenlight di US dan GoHenry di UK,” kata Arif.

Strategi monetisasi yang dilancarkan adalah dengan menerapkan biaya, yakni biaya pendaftaran sebesar Rp10.000 per siswa baru dan biaya pembelian kartu Rp20.000 per kartu RFID/NFC yang sudah dicetak sebagai kartu pelajar juga. TKI juga mendapatkan fee dari biaya top up VA

“Selama ini uang titipan tersebut dicatat secara manual dan sangat merepotkan, terlebih untuk pesantren dengan santri yang banyak. Solusi kami termasuk closed loop yang bisa berjalan tanpa izin dari BI, sesuai dengan aturan PBI, e-money closed loop dengan floating fund di bawah Rp 1 miliar bisa berjalan tanpa izin terlebih dulu,” kata Arif.

Usaha SekolahPintar Modernisasi Sistem Pengelolaan Sekolah

SekolahPintar dikembangkan oleh PT Teknologi Kartu Indonesia (TKI). Menyasar sekolah atau pesantren, TKI menghadirkan SekolahPintar yang tidak hanya akan menjadi penghubung antara wali murid dan sekolah tetapi juga menyediakan fasilitas monitoring uang saku dengan sistem kartu. Pihak SekolahPintar juga membuka kesempatan penyesuaian fitur (custom tailored) sesuai dengan kebutuhan pihak sekolah atau lembaga pendidikan.

Bermarkas di Salatiga, Jawa Tengah, SekolahPintar merupakan hasil pivot atau perubahan model bisnis solusi TKI sebelumnya. Saat ini SekolahPintar tengah dalam tahap implementasi untuk tiga sekolah di Solo, Jawa Tengah.

Ada tiga fitur utama yang disediakan di Platform SekolahPintar (PSP). Fitur pertama adalah Kartu Jajan. Layanan yang sebelumnya jadi bisnis utama TKI akhirnya menjadi salah satu fitur andalah dari SekolahPintar. Fitur ini memungkinkan siswa “jajan” menggunakan kartu yang terhubung langsung dengan aplikasi ponsel wali murid atau orang tua, sehingga menciptakan kontrol terhadap penggunaan uang dan tentunya akses ke penjual makanan.

Fitur selanjutnya adalah Student Payment Platform (SPP). Fitur ini memungkinkan pembayaran iuran sekoah dilakukan melalui Bank Nasional dan dilengkapi dengan sistem invoice digital sebagai notifikasi. SPP disiapkan untuk berperan sebagai gateway manajemen pembayaran sekolah melalui virtual accoung bank.

Fitur selanjutnya adalaha Portal Informasi Sekolah (PIS). Fitur ini didesain untuk mampu mentransformasikan sistem konvensional manajemen sekolah ke dalam bentuk digital. Beberapa menu yang terdapat di dalamnya antara lain, menu jadwal pelajaran, informasi absensi, informasi dan berita, galeri foto dan video, kalender pendidikan dan menu-menu lainnya. Fitur PIS ini menjadi corong utama bagi wali murid untuk terus terhubung dengan sekolah melalui media digital.

Platform SekolahPintar sendiri berangkat dari permasalahan yang kerap di temui sekolah atau pondok pesantren. Dengan platform yang di dalamnya terdapat fitur KartuJajan, diharapkan wali murid bisa dengan leluasa melakukan kontrol terhadap uang saku dan apa yang dibeli oleh anaknya.

“[Platform ini cocok untuk sekolah karena] berangkat dari permasalahan utama di sekolah atau pondok pesantren. Uang saku yang ter-manage, [mampu] menghindari potensi masalah karena uang saku,” terang Chief Marketing Officer SekolahPintar Arif Arinto.

Arif menjelaskan saat ini mereka menerapkan sistem berlangganan. Jadi biaya akan dibebankan tergantung jumlah siswa ditambah biaya administrasi per bulan. Dan dalam upayanya bisa dikenal masyarakat luas pihak SekolahPintar berusaha masuk ke sekolah-sekolah mengenalkan platform mereka.

Disinggung mengenai target, SekolahPintar Arif optimis bisa mengajak 50 sekolah atau lembaga pendidikan untuk menggunakan SekolahPintar di akhir tahun ini.

“Target [kami] sampai akhir tahun 50 lembaga pendidikan [yang menjadi pengguna],” imbuh Arif.