Daftar Tim yang Masuk PUBG Mobile Global Championship 2021, Proses Pengembangan Final Fantasy XVI Tertunda Karena Pandemi

PMGC 2021 akan mengadu 16 tim PUBG Mobile terbaik di dunia. Dari 16 tim, sebanyak 15 tim sudah ditentukan. Sementara itu, Team Liquid baru saja menandatangani kontrak dengan pemain CS:GO veteran, Richard “shox” Papillon. Sebaliknya, Astralis justru mengonfirmasi bahwa mereka akan melepas tiga pemain CS:GO mereka. Terakhir, Produser Final Fantasy XVI mengumumkan bahwa proses pengembangan game itu terhambat karena pandemi. Artinya, pengumuman akan update terbaru dari game tersebut akan terlambat.

Berikut 16 Tim yang Bakal Berlaga di PMGC 2021

PUBG Mobile Global Championship (PMGC) 2021 Grand Finals akan diadakan pada 21-23 Januari 2022. Dalam turnamen itu, 16 tim PUBG Mobile dari seluruh dunia akan bertandingan dengan satu sama lain untuk memenangkan gelar World Champions. Total hadiah yang ditawarkan oleh PMGC 2021 adalah US$3 juta, menjadikannya sebagai turnamen PUBG Mobile dengan total hadiah terbesar. Sebelum ini, Director of Esports, Tencent, James Yang mengatakan bahwa PMGC 2021 akan diadakan dengan format semi-LAN.

Dari 16 tim yang akan masuk ke PMGC 2021, sebanyak 9 tim akan berasal dari liga PMGC East dan 6 tim berasal dari PMGC West. Sementara satu slot terakhir akan diisi oleh tim yang berhasil memenangkan Battleground Mobile India Series (BGIS) yang tengah berlangsung. Pemenang dari BGIS baru akan diketahui pada 16 Januari 2022. Tim yang menang akan langsung melaju ke PMGC Grand Finals.

Berikut 15 tim yang bertanding di PMGC 2021:

    1. DAMWON Gaming
    2. D’Xavier
    3. Stalwart Esports
    4. Nova Esports
    5. Nigma Galaxy
    6. The Infinity
    7. Six Two Eight
    8. Team Secret
    9. 4Rivals
    10. Kaos Next Rüya
    11. Natus Vincere
    12. Furious Gaming
    13. Alpha7 Esports
    14. S2G Esports
    15. 1907 Fenerbahçe Esports

Team Liquid Tanda Tangani Kontrak dengan Shox

Minggu lalu, Team Liquid akhirnya mengonfirmasi bahwa mereka telah menandatangani kontrak dengan Richard “shox” Papillon, pemain Counter-Strike: Global Offensive veteral asal Prancis. Kabar ini muncul dua hari setelah Liquid mendapatkan AWPer Joshua “oSee” Ohm dari Extra Salt. Dengan begitu, tim CS:GO Liquid hanya memiliki satu slot kosong. Menurut laporan Dot Esports, posisi itu akan diisi oleh Nicholas “nitr0” Canella.

Sepanjang karirnya sebagai pemain CS:GO, shox telah bermain bersama banyak tim-tim besar, termasuk Vitality, G2, Titan, dan Envy. Pada 2014, dia berhasil memenangkan DreamHack Winter 2014 bersama dengan LDLC. Satu hal yang menarik, keputusan shox untuk bergabung dengan Liquid menandai kali pertama dia bergabung dengan tim asal Amerika Utara.

Astralis Konfirmasi Kepergian Dupreeh, Magisk, dan Zonic

Astralis mengumumkan bahwa mereka tidak akan memperpanjang kontrak dari tiga pemain lama mereka, yaitu Peter “⁠dupreeh⁠” Rasmussen, Emil “⁠Magisk⁠” Reif, dan Danny “⁠zonic⁠” Sørensen. Memang, kontrak dari ketiga pemain itu akan berakhir dalam waktu dekat. Setelah kontrak mereka berakhir dengan Astralis, ketiga pemain tersebut dikabarkan akan pindah ke Vitality. Dalam dua bulan belakangan — setelah Astralis menandatangani kontrak dengan Kristian “k0nfig” Wienecke, Benjamin “blameF” Bremer, dan Alexander “ave” Holdt, — dupreeh, Magisk dan zonic memang itu sering mengisi bangku cadangan, menurut laporan HLTV.

Pengembangan Final Fantasy XVI Terlambat Karena Pandemi

Produser dari Final Fantasy XVI, Naoki Yoshida, mengumumkan bahwa proses pembuatan game Final Fantasy terbaru itu terhambat karena pandemi. Sebelum ini, tim FFXVI berjanji bahwa mereka akan memberikan update tentang proses pengembangan game tersebut pada akhir 2021. Sayangnya, Yoshida mengungkap, mereka baru bisa memberikan update itu pada musim semi 2022, menurut laporan VentureBeat.

Melalui Twitter, Yoshida menjelaskan, tim yang bertanggung jawab atas FFXVI adalah tim yang cukup besar. Selain itu, anggota tim tersebut berasal dari berbagai belahan dunia. Saat ini, mereka bekerja dari rumah mereka karena pandemi. Dan hal tersebut menyebabkan masalah komunikasi dengan kantor pusat di Tokyo, Jepang. Masalah itulah yang terkadang menyebabkan rekan-rekan Square Enix terlambat atau bahkan gagal memberikan aset yang diperlukan. Alhasil, proses pengembangan FFXVI pun terhambat.

Platform Pembuatan Avatar Metaverse Dapatkan Investasi Sebesar US$13 Juta

Wolf3D mengumumkan bahwa mereka telah mendapatkan pendanaan sebesar US$13 juta untuk platform avatar metaverse mereka, Ready Player Me. Ronde pendanaan kali ini dipimpim oleh Taavet+Sten, perusahaan yang dipimpin oleh Co-founder dari Wise, Taavet Hinrikus dan Co-founder dari Teleport, Sten Tamkivi. Beberapa perusahaan lain yang ikut memberikan dana pada Ready Player Me antara lain Konvoy Ventures, NordicNinja, dan Tom Preston-Werner, Co-founder dari GitHub, lapor VentureBeat.

Dengan dana investasi ini, Ready Player Me ingin memperkuat posisi mereka sebagai platform pembuatan avatar untuk metaverse yang utama. Sebagai perusahaan, Ready Player Me menyediakan platform pembuatan avatar yang bisa digunakan di seluruh metaverse. Pengguna akan bisa membuat avatar mereka berdasarkan gambar atau mulai membuatnya dari nol sama sekali. Avatar itu lalu akan bisa digunakan di lebih dari 900 game dan aplikasi.

Astralis Kini Punya Tim Rainbow Six, Tiket The International 10 Belum Dijual

Sebulan menjelang The International 10, Valve masih belum menjual tiket dari kompetisi tersebut. Sementara itu, liga League of Legends Tiongkok menunjukkan trofi baru yang dibuat oleh perusahaan perhiasan Tiffany and Cos. Astralis mengungkap bahwa mereka punya tim Rainbow Six yang akan bertanding di Amerika Utara, sementara TSM FTX buat tim Call of Duty: Mobile.

Astralis Akuisisi Disrupt Gaming, Jajaki Skena Esports Rainbow Six di Amerika Utara

Astralis baru saja mengakuisisi tim Rainbow Six dari Disrupt Gaming. Dengan ini, organisasi esports asal Eropa itu resmi melebarkan sayap mereka ke Amerika Utara. Melalui akuisisi ini, Astralis akan menguasai aset, staf penting, dan fasilitas milik Disrupt Gaming. Selain itu, tim Rainbow Six Disrupt Gaming akan berganti nama menjadi Astralis US. Mereka akan bertanding di liga Rainbow Six untuk kawasan Amerika Utara.

“Melakukan ekspansi ke Amerika Utara dan menjajaki Rainbow Six NA League adalah rencana besar untuk kami,” kata Pendiri dan Chief Revenue Officer, Astralis, Jakob Lund Kristensen, seperti dikutip dari Esports Insider. “Kami ingin membawa sesuatu yang baru dan menarik bagi fans Rainbow Six. Pada saat yang sama, kami ingin memberikan tim baru yang berlaga di liga dan game baru bagi semua fans Astralis di dunia.”

LPL Perkenalkan Trofi Baru, Buatan Tiffany and Co.

League of Legends Pro League (LPL) menunjukkan Silver Dragon Cup yang baru. Trofi tersebut dibuat oleh perusahaan perhiasan Tiffany and Co. dalam rangka untuk merayakan ulang tahun League of Legends ke-10 di Tiongkok. Informasi terkait Silver Dragon Cup baru tersebut diumumkan pertama kali pada LPL Summer Final, yang digelar di Hangzhou Olympic Sports Centre. Trofi itu ditempa oleh Shen XinPei, seorang Seniman Warisan Budaya Takbenda asal Tiongkok. Salah satu material yang digunakan untuk menempa trofi tersebut adalah kepingan dari Silver Dragon Cup yang lama.

Di Silver Dragon Cup baru, Anda akan menemukan ukiran nama dari tim-tim yang pernah memenangkan LPL Spring dan Summer Finals, termasuk EDward Gaming, tim esports yang memenangkan LoL Pro League pertama pada 2013. Kali ini merupakan kali kedua Tiffany and Co. bekerja sama dengan LoL Esports di Asia. Sebelum ini, Tiffany and Co. bekerja sama dengan liga League of Legends Korea untuk membuat cincin dan gelang yang menjadi bagian dari koleksi Tiffany 1837 Makers. Perhiasan tersebut juga diberikan pada setiap pemenang dari LCK selama tiga tahun, menurut laporan Esports Insider.

Kingston FURY Kerja Sama dengan Cloud9

Organisasi esports asal Amerika Utara, Cloud9, telah menjalin kerja sama dengan Kingston FURY. Melalui kerja sama ini, Kingston FURY akan menjadi rekan RAM resmi dari Cloud9. FURY adalah salah satu sub-merek milik Kingston, yang dikenal sebagai produsen RAM, SSD, dan memory cards. Melalui FURY, Kingston mencoba untuk membuat produk yang fokus pada performa. Mengingat HyperX telah dijual ke HP, FURY jadi satu-satunya sub-merek Kingston yang fokus pada performa. Saat ini, FURY merupakan merek untuk RAM performa tinggi yang digunakan di gaming PC.

“Kingston terus mendedikasikan diri untuk komunitas game dan esports, dengan mendesain produk yang dibuat secara khusus untuk para gamers dan tech enthusiasts,” kata Senior Director of Marketing, Kingston, Craig Tilmont, seperti dikutip dari Esports Insider. “Kami senang karena bisa bekerja sama dengan Cloud9, yang akan menggunakan RAM Kingston FURY di perangkat gaming mereka.”

TSM FTX Perkenalkan Tim CoD: Mobile

TSM FTX mulai menjajaki skena esports Call of Duty: Mobile setelah mengakuisisi tim dari Truly. Tim tersebut terdiri dari Solid, Cyzu, TipWrath, Hihi, Gamer, Slothy, dan haxs. Tim tersebut pertama kali bertanding di bawah nama TSM FTX pada babak playoffs dari CoD: Mobilw World Championship 2021, yang digelar pada 4-5 September 2021 kemarin. Dari babak playoffs tersebut, akan dipilih dua tim terbaik untuk mewakili kawasan Amerika Utara di 2021 World Championship Finals.

Pada Juni 2021, TSM menandatangani kontrak naming rights dengan bursa cryptocurrency, FTX. Ketika itu, mereka mengungkap bahwa mereka akan menggunakan dana yang mereka dapatkan untuk melakukan ekspansi global, termasuk menjajaki kompetisi mobile esports. Tak lama setelah itu, TSM mempekerjakan Jeff “SuiJeneris” Chau sebagai Director of Mobile. Chau adalah mantan pemain Vainglory profesional. Selain itu, dia juga pernah bekerja di Team Liquid dan Immortals, lapor Dot Esports.

Valve Belum Berikan Informasi Soal Penjualan Tiket TI10

The International 10 akan digelar pada awal Oktober mendatang. Namun, sampai saat ini, Valve belum memberikan informasi tentang penjualan tiket dari TI10. Tahun lalu, untuk pertama kalinya, penyelenggaraan The International harus ditunda karena pandemi COVID-19. Pada tahun ini, Valve kembali harus menunda TI10 sekitar dua bulan dari jadwal semula. Alasannya karena Sports Federation menolak untuk mengategorikan esports sebagai olahraga. Jadi,  sulit bagi para peserta TI10 untuk mendapatkan visa ke Swedia. Pada akhirnya, Valve memutuskan untuk memindahkan lokasi penyelneggaraan The International, dari Swedia ke Romania. Meskipun begitu, Valve belum mengeluarkan ketentuan terkait penonton offline untuk TI10 karena kemunculan varian baru dari COVID-19. .

“Kami harap, kami sudah bisa memberikan informasi tentang tiket dari TI10 saat ini. Namun, varian Delta memunculkan tantangan baru dalam usaha kami untuk mengadakan kompetisi offline yang aman,” ungkap Valve, menurut laporan Dot Esports. Jika pemerintah Romania mengubah peraturan terkait kedatangan wisatawan mancanegara, hal ini juga akan memengaruhi orang-orang yang ingin menonton TI10 secara langsung. Karena itu, sampai sekarang, Valve belum berani mengungkap tentang penjualan tiket TI10.

Laporan Keuangan Astralis Tampilkan Harga Transfer Dev1ce ke Ninjas in Pyjamas

Tim esports asal Denmark, Astralis baru saja membuka laporan keuangannya untuk periode 1 Januari hingga 30 Juni 2021. Satu hal menarik yang terlihat adalah harga transfer yang diterima Astralis dari NiP untuk pemainnya yaitu Nicolai “dev1ce” Reedtz.

Laporan keuangan tim Astralis ini muncul karena kondisinya sebagai tim esports pertama yang memutuskan untuk membuka Penawaran Saham Perdana atau Initial Public Offering (IPO) pada bulan Desember 2019 silam.

Saham dari Astralis Group sendiri dibuka secara perdana di Nasdaq First North Growth Market pada bursa saham Denmark, menjual 16.759.777 lembar saham dengan harga 8,95 Krone (sekitar Rp18.500) per lembar.

Laporan Finansial Astralis Buka Nilai Transfer Dev1ce

Sumber: NiP

Astralis baru merilis laporan keuangan semester pertamanya pada tahun 2021. Dengan kondisi tim yang sudah memiliki status IPO, tentu Astralis harus terbuka dengan kondisi keuangan timnya.

Pada awal semester tahun 2021, Astralis membukukan pendapatan sekitar 39,2 juta Krone atau sekitar US$6.247.049. Peningkatan yang sangat drastis senilai 92% (YoY) sukses dibukukan tim berlogo bintang merah tersebut.

Dengan laporan positif tim esports-nya, persepsi publik akan menilai bahwa saham yang ditawarkan Astralis memiliki masa depan menjanjikan. Namun ada satu hal yang dilihat oleh banyak orang yaitu nilai penjualan dev1ce ke Ninjas in Pyjamas.

Bintang CS:GO asal Denmark, dev1ce dibanderol dengan harga 4,5 juta Krone atau sekitar Rp10,2 miliar. Memang pada bulan April 2021 silam dev1ce resmi berpisah dengan Astralis.

Dev1ce merupakan bintang sekaligus pemain berbakat di CS:GO. Tidak heran bila Astralis membanderol harga tinggi untuk pemain tersebut, apalagi dijual ke salah satu rivalnya, Ninjas in Pyjamas.

Namun secara kondisi keuangan, Astralis memiliki beberapa pemasukan menarik selain nilai transfer dev1ce. Yap, kosmetik atau item in-game di beberapa judul game seperti CS:GO juga menyumbang pendapatan tim.

Sumber: Astralis

Dilansir dari laporan keuangan Astralis, tim tersebut mendapatkan 6,5 juta Krone atau sekitar Rp14,7 miliar untuk penjualan stiker tim, aksesoris in-game, dan lain sebagainya.

Pendapatan mereka memang didominasi dari CS:GO, mengingat memang prestasi Astralis paling memukau datang dari game ini. Selain CS:GO, sebenarnya Astralis memiliki divisi lain yaitu League of Legends dan FIFA.

Astralis Gaet Lucky Sebagai Main AWPer; Tambah Personil Menjadi 6 Pemain

Pada Senin (26/07/21), Astralis secara resmi mengumumkan penambahan personil ke roster CS:GO-nya dengan kehadiran Phillip “Lucky” Ewald. Pemain berumur 18 tahun ini sebelumnya dikenal sebagai salah satu pemain dari tim  Tricked.

Kehadiran Lucky akan mengisi kekosongan personil AWPer di tim pemenang tiga CS:GO major ini pasca kehilangan sosok Nicolai “dev1ce” Reedtz.

Di periode pasca kehilangan dev1ce, Astralis sempat menggunakan opsi yang tersedia dengan memaksakan role AWPer di personilnya saat itu. Di IEM Cologne 2021, Peter “dupreeh” Rasmussen dan Lukas “gla1ve” Rossander sempat menjadi AWPer di beberapa pertandingan sembari menunggu kabar kedatangan dedicated AWPer di tim.

“Jika Anda melihat stats dari Lucky, tidak heran mengapa banyak tim mengincarnya,” sebut Kasper Hvidt selaku Director of Sports Astralis. “Teknik dan game sense-nya akan berkontribusi ke dalam tim dan memberikan ruang baru kepada pemain lain.”

Lucky akan bergabung di tim ini sebagai pemain keenam dan akan menjadi bagian dari tim ini mulai dari “hari pertama”, seperti yang dideskripsikan Kasper Hvidt. Ia juga menambahkan bahwa kedatangan Lucky ke dalam tim akan bermanfaat bagi Astralis dalam jangka panjang, mengingat gla1ve akan segera menjadi seorang ayah pada akhir tahun ini.

“Ketika Astralis menghampiri saya, semuanya berubah,” kata Lucky dalam siaran persnya. “Tidak diragukan lagi tim ini adalah salah satu organisasi paling profesional, dan saya sudah merasa diterima dan menjadi bagian dari keluarga [Astralis].”

“Saya tahu beberapa orang akan membandingkan saya dengan ‘dev1ce’ tetapi tidak ada yang bisa melakukan apa yang dia lakukan”, Lucky menambahkan. “Saya harap saya dapat menunjukkan siapa saya, dan saya akan bekerja keras untuk berkontribusi pada tim dengan cara saya sendiri.”

Lucky datang ke Astralis di tengah-tengah isu hangat bahwa tiga pemainnya: dupreeh, Magisk, dan Xyp9x, serta pelatih zonic tidak akan memperpanjang kontraknya yang jatuh tempo di akhir tahun ini. Sejauh ini, hanya Lukas “⁠gla1ve⁠” Rossander yang telah menandatangani perpanjangan kontrak sepanjang tiga tahun ke depan.

Dengan kedatangan Lucky, roster lengkap dari Astralis CS:GO adalah sebagai berikut:

  • Andreas “⁠Xyp9x⁠” Højsleth
  • Peter “⁠dupreeh⁠” Rasmussen
  • Lukas “⁠gla1ve⁠” Rossander
  • Emil “⁠Magisk⁠” Reif
  • Lucas “⁠Bubzkji⁠” Andersen
  • Philip “⁠Lucky⁠” Ewald
  • Danny “⁠zonic⁠” Sørensen (Coach)

Lakukan Konsolidasi, Astralis Group Ubah Nama Tim League of Legends Origen

Astralis Group dikenal dengan tim Counter-Strike: Global Offensive mereka, yang memiliki nama yang sama. Dalam 3,5 tahun terakhir, tim tersebut telah memenangkan 4 turnamen Major, menjadikan mereka sebagai salah satu tim CS:GO terbaik di dunia. Selain tim CS:GO, Astralis Group juga punya tim League of Legends bernama Origen dan tim FIFA yang dinamai Future FC. Astralis Group baru mengumumkan bahwa mereka akan melakukan konsolidasi dan mengubah nama Origen dan Future FC menjadi Astralis.

“Dalam beberapa tahun belakangan, jumlah fans dari tim-tim kami terus tumbuh. Khususnya, tim Astralis, yang juga dikenal di luar dunia esports,” kata CEO Astralis Group, Anders Horsholt, menurut laporan ESPN. “Dengan melakukan konsolidasi, hal ini akan menjadikan kami sebagai salah satu organisasi esports paling penting dalam dunia esports yang terus tumbuh. Tak hanya itu, kami juga akan memproduksi lebih banyak merchandise untuk fans.”

Astralis Group konsolidasi
Tim League of Legends Astralis Group, Origen, berlaga di LEC. | Sumber: Inven Global

Pada 2018, Astralis Group mengakuisisi tim League of Legends, Origen. Mereka juga menggandeng pendiri Origen, Enrique “xPeke” Cedeño Martinez. Ketika itu, mereka juga meminta bantuan dari mantan pemain profesional dan mantan broadcaster League of  Legends European Championship (LEC), Martin “Deficio” Lynge untuk membantu mereka mendapatkan slot di LEC.

Setelah mengakuisisi Origen, Astralis memutuskan tidak mengubah nama tim tersebut. Tujuannya adalah untuk mempertahankan fans Origen. Hanya saja, sepanjang 2020, performa Origen di LEC tidak sebaik ketika tim tersebut lolos ke League of Legends World Championship pada 2015. Pada LEC Summer Split 2020, Origen menempati posisi ke-10. Karena itu, Astralis Group memutuskan untuk melakukan rebranding dan mengubah nama Origen menjadi Astralis.

Melalui konsolidasi ini, xPeke tak lagi turun tangan dalam menangani tim Origen. Meskipun begitu, dia masih akan tetap menjadi pemegang saham di Astralis Group. Selain mengumumkan rencana konsolidasi, Astralis Group juga memperkenalkan struktur media sosial dan program media baru, serta merchandise baru untuk para fans.

Astralis Group merupakah salah satu organisasi esports yang telah melakukan penawaran saham perdana alias IPO. Pada Maret 2020, mereka merilis laporan keuangan pertama mereka. Hasilnya, mereka masih mengalami kerugian  sebesar €4,6 juta (sekitar Rp74,8 miliar). Namun, laporan keuangan tersebut masih dianggap “memuaskan” karena memang sesuai dengan perkiraan sebelumnya.

Astralis Group Umumkan Laporan Keuangan untuk Semester Pertama 2020

Astralis Group baru saja melaporkan hasil keuangan mereka untuk semester pertama 2020. Mereka mengungkap, mereka mengalami kerugian sebesar 30,17 juta krona Denmark (sekitar Rp71,3 miliar). Jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, kerugian Astralis sedikit naik. Pada semester pertama 2019, kerugian Astralis hanya mencapai 27,97 juta krona Denmark (sekitar Rp66,1 miliar).

Sementara itu, sepanjang semester pertama 2020, Astralis Group mendapatkan pemasukan sebesar 20,48 juta krona Denmark (sekitar Rp48,4 miliar), naik dari 17,27 juta krona Denmark (sekitar Rp40,8 miliar) pada tahun 2019. Astralis Group menyebutkan, pemasukan mereka dari sponsorship mengalami kenaikan sebesar 4,4 juta krona Denmark (sekitar Rp10,4 miliar). Selain itu, pemasukan mereka dari liga esports juga tumbuh sebesar 3,5 juta krona Denmark (sekitar Rp8,3 miliar), menurut laporan The Esports Observer.

Sayangnya, total hadiah kemenangan turnamen esports yang didapatkan oleh Astralis Group mengalami penurunan sebesar 4,3 juta krona Denmark (sekitar Rp10,2 miliar) jika dibandingkan dengan tahun lalu. Sebenarnya, hal ini tidak aneh mengingat tahun ini, ada banyak turnamen esports yang ditunda atau bahkan dibatalkan akibat pandemi COVID-19.

laporan keuangan Astralis
Kontribusi divisi-divisi Astralis pada pemasukan grup. | Sumber: The Esports Observer

Astralis Group terdiri dari tiga tim esports yang berlaga di tiga game yang berbeda. Tim Astralis yang bertanding di Counter-Strike: Global Offensive memberikan kontribusi pemasukan paling besar. Total pemasukan mereka mencapai 14 juta krona Denmark (sekitar Rp33 miliar) atau sekitar 68,4% dari total pemasukan Astralis Group.

Sementara itu, tim League of Legends Astralis, Origen, berhasil mendapatkan pemasukan sebesar 5,2 juta krona Denmark (sekitar Rp12,3 miliar). Total pemasukan tim FIFA Astralis, Future Football Club, mencapai 600 ribu krona Denmark (sekitar Rp1,4 miliar). Terakhir, manajemen Astralis Group berhasil mendapatkan pemasukan sebesar 800 ribu krona Denmark (sekitar Rp1,9 miliar).

Astralis Group adalah organisasi esports asal Denmark. Mereka melakukan penawaran saham perdana (IPO) pada November 2019, menjadikan mereka sebagai organisasi esports pertama yang melakukan IPO. Mengingat Astralis Group baru dibentuk pada musim panas 2019, mereka menggunakan laporan keuangan internal dari mantan pemegang saham untuk membandingkan laporan keuangan mereka yang sekarang dengan tahun lalu.

Apa Itu Momen Clutch di Esports dan Bagaimana Bisa Terjadi

Anda yang hobi mengkonsumsi konten gaming mungkin sudah sering mendengar atau melihat istilah “Clutch Moment“. Kalau diartikan secara kasar, momen clutch adalah kejadian luar biasa yang tidak disangka bisa terjadi di dalam permainan. Dalam game FPS misalnya, momen 1vs5 yang malah dimenangkan oleh dia yang seorang diri. Atau kalau dalam game MOBA, mencuri monster objektif besar seperti Lord, Roshan/Aegis, atau Baron seorang diri, bisa disebut sebagai momen clutch.

Bagaimana hal tersebut bisa terjadi? Ada yang bilang, momen clutch hanya “hoki” atau beruntung belaka. Pendapat itu mungkin tidak salah, tapi juga tidak berarti sepenuhnya benar. Walau istilah momen clutch sering beredar dalam komunitas gaming, namun fenomena dan istilah ini sebenarnya dimulai dari kompetisi olahraga. Karena konsep clutch sudah beredar cukup lama, jadi banyak peneliti yang berusaha menjelaskan, mengapa seorang atlet kadang bisa melakukan gerakan atau reaksi melebihi manusia normal, dalam keadaan terjepit.

Jadi mari kita bahas lebih dalam soal momen clutch, mulai dari arti kata, bagaimana fenomena ini terjadi di olahraga dan esports, sampai perdebatan dalam menentukan momen clutch.

 

Apa Itu Momen Clutch

Dari segi bahasa, kamus Merriam-Webster mengartikan kata “clutch” dalam beberapa makna. Arti paling utama adalah memegang sesuatu dengan tangan, atau dengan menjepit secara kuat, rapat, atau tiba-tiba. Tapi tentu bukan itu yang kita cari. Kamus Merriam-Webster juga mendefinisikan clutch sebagai berhasil melakukan sesuatu dalam situasi krusial.

Dalam olahraga, istilah ini kadang disebut sebagai clutch play. Dalam esports istilah ini kadang disebut Shoutcaster lewat ungkapan “what a clutch!” Dalam esports, satu momen paling familiar bagi penonton esports Indonesia mungkin adalah momen-momen gemilang di Dota 2. Apa Anda ingat asal muasal ucapan patience from Zhou”? Momen ini memang cukup lawas karena terjadi pada Dota 2 The International 2012, dalam pertandingan Navi melawan IG.

Apakah lemparan 3-poin yang masuk di akhir quarter 4 selalu bisa dikatakan sebagai Clutch? Sumber: Twitter NBA
Apakah lemparan 3-poin yang masuk di akhir quarter 4 selalu bisa dikatakan sebagai clutch? Sumber: Twitter @NBAcom

Pada menit 17, IG mencoba melakukan smoke gank ke arah Dendi dan kawan-kawan yang sedang beramai-ramai di Lane Bawah. Zhou, pemain IG, berhasil menangkap lima pemain Navi. Mereka dibuat tidak berkutik, semua Hero tim Navi tidak bisa gerak, tertidur karena terkena Song of the Siren. Normalnya, pertarungan ini harusnya dimenangkan oleh IG bukan? Mereka tinggal mempersiapkan posisi dan menggunakan semua Skill untuk menumpas Hero dari tim Navi.

Sayangnya tidak. Dalam keadaan penuh kemelut, Faith terlalu terburu-buru melepas Ravage. Dendi dan LightofHeaven tanggap situasi. Dendi dengan Rubick kabur menggunakan Force Staff, LightofHeaven dengan Enigma menggunakan BKB dan mengeluarkan Black Hole untuk menangkap 3 orang pemain IG. Dendi yang lepas dari kemelut mencuri Ravage dan menggunakannya untuk menumpas hero tim IG. Alhasil, kawan-kawan Navi selamat, sementara IG rata dengan tanah.

Apakah fenomena tadi adalah momen clutch? Atau keberuntungan belaka? Satu yang pasti, jangan samakan panggung The International dengan pengalaman Anda main MMR. Dalam situasi tersebut tekanan datang dari berbagai sisi, entah itu rasa takut akan kekalahan, rasa gugup bertanding di panggung megah, suara riuh penonton, dan berbagai faktor lainnya terjadi, mempengaruhi pikiran sang pemain.

Walaupun, kalau dipikir dengan logika, apa yang dilakukan Dendi dan LightofHeaven sebenarnya mudah saja. Cukup tekan BKB cepat-cepat, lalu tekan Dark Hole. Dendi juga sudah menghadap ke luar saat kemelut terjadi. Jadi dia cukup buru-buru tekan Force Staff, gunakan Spell Steal ke arah Tidehunter, lalu Ravage.

Tapi dalam keadaan penuh tekanan seperti itu, logika seakan jadi tidak berlaku, membuat tugas mudah seperti apa yang saya jelaskan jadi tidak terpikirkan. Tidak percaya? Lihat saja tim IG. Sebagai pemain profesional, seharusnya mereka tanggap akan informasi sekecil apapun itu. Tapi nyatanya IG bisa-bisanya lupa bahwa ada BKB, Force Staff, serta posisi mereka terlalu rapat yang membuatnya jadi sasaran empuk Dark Hole.

Beralih ke skena fighting games, satu momen clutch paling ikonik sepanjang masa adalah Evo Moment #37, yang juga disebut momen Daigo parry. Momen itu terjadi pada babak Semi-Final turnamen Street Fighter III: 3rd Strike di EVO 2004. Pertandingan mempertemukan Daigo Umehara dengan Justin Wong, dua pemain yang kerap dianggap rival oleh komunitas, karena punya sudut pandang berbeda dalam memahami Street Fighter.

Di saat momen penentu kemenangan, Daigo sedang sangat terdesak. Jumlah HP karakter Ken yang ia mainkan hanya sebesar pixel saja. Sementara di lain sisi Justin Wong masih punya banyak HP, dan Gauge Meter yang penuh. Kehabisan akal, Chun Li dari Justin lalu mengeluarkan “Super Art” untuk menghabisi Ken dari Daigo. Seharusnya, Ken dari Daigo kalah dong? HP Daigo sisa satu pixel, kalaupun menangkis, damage serangan Chun-Li tetap tembus, dan Daigo jadi kalah.

Tetapi tidak, Daigo yang masih berusia 23 tahun melakukan tindakan melebihi manusia normal. Daigo menahan serangan dengan Parry, yang yang membuat damage serangan musuh jadi tidak masuk.

Melakukan satu kali Parry di dalam Street Fighter itu susah, karena Parry bukan sekadar menahan arah belakang seperti menangkis. Tapi, dalam keadaan yang sangat terdesak, Daigo melakukan LIMA BELAS KALI Parry terhadap gerakan Justin Wong dengan sempurna, membuat seluruh damage kombinasi serangan Super Art milik Justin Wong jadi tidak masuk.

Tak hanya itu, setelah Parry, Daigo membalas serangan dengan kombinasi gerakan yang juga sempurna. Chun-Li dari Justin Wong pun akhirnya berhasil dibuat K.O. Berkat momen tersebut, Daigo Umehara lolos ke babak Final EVO 2004 cabang Street Fighter III: 3rd Strike.

Kalau dari sisi olahraga, berhubung saya tidak terlalu mengikuti sepak bola, jadi satu-satunya clutch play yang paling saya ingat datang dari olahraga American Football. Momen ini terjadi pada musim pertandingan tahun 2014. Seorang pemain rookie bernama Odell Beckham Jr. (OBJ) dari tim New York Giants, berhasil mengejutkan penonton berkat tangkapan dengan satu tangan yang ia lakukan. Padahal keadaannya ia sedang dijaga ketat, bahkan bajunya ditarik, yang merupakan salah satu bentuk pelanggaran bagi pemain bertahan di dalam olahraga American Football.

Sumber: Al Bello - Getty Images
Sumber: Al Bello – Getty Images

Jadi apakah itu sebuah momen clutch? Agak keterlaluan jika Anda masih meragukan momen tangkapan satu tangan tersebut. Kenapa? Pertama, menangkap bola Football sambil berdiri diam itu sudah cukup sulit, terutama jika lemparannya keras.

Kedua, menangkap bola sambil berlari tanpa dijaga juga susah. Nah, Anda tinggal membayangkan, bagaimana sulitnya menangkap menangkap bola dengan dua tangan, dalam penjagaan yang sangat ketat seperti momen itu. Tapi menariknya, dalam keadaan tertekan, OBJ melakukan tindakan di luar nalar manusia biasa, menjangkau bola dengan satu tangan, berhasil menangkapnya, dan menghasilkan skor Touchdown. Tapi cukup disayangkan, dalam pertandingan tersebut tim New York Giants malah kalah di akhir pertandingan.

Bagaimana Momen Clutch di Esports Bisa Terjadi

Sebelum kita perdebatkan dari faktor eksternal (entah itu lawan lengah karena kena santet, atau lengah gara-gara bad mood karena putus cinta), kita harus melihat bagaimana sebuah momen clutch bisa terjadi berdasarkan dari faktor internal sang atlet.

Membahas ini saya juga berdiskusi dengan Yohannes Paraloan Siagian, sosok yang dulu sempat mengisi posisi Kepala Sekolah SMA 1 PSKD, dan juga sempat mengisi posisi sebagai Vice President EVOS Esports.

Sebelum artikel ini, saya juga sudah pernah berbincang dengan “Mas Joey” saat membahas perjuangan atlet dari sudut pandang psikologi esports. Ketika membahas soal clutch play, Joey mengatakan bahwa memang ada banyak faktor untuk menentukan sebuah momen itu clutch atau bukan. Namun, kebanyakan faktor lain-lain tersebut datang dari eksternal, yang akan kita bahas pada sub-bagian terakhir.

Namun satu yang pasti, setidaknya ada tiga faktor internal dari seorang atlet/pemain yang memungkinkan hal ini terjadi. Tiga faktor tersebut adalah, kepercayaan diri dan ketangguhan mental, skill si pemain, dan pengalaman si pemain.

Pengalaman dan skill, bisa dibilang berasal dari kemampuan kognitif (membaca situasi, nalar, logika, dan memproses informasi) dan motorik (menggerakan otot tangan, kaki, jari, ataupun tubuh secara keseluruhan) seorang pemain. Sementara faktor ketangguhan mental datang dari kemampuan psikologis seorang pemain.

“Walaupun suatu momen clutch bisa diperdebatkan dari sisi eksternal, namun komponen utama dari Clutch menurut saya adalah confidence dan knowledge of self. Jadi yang pertama dia percaya diri bahwa dia bisa menang dalam situasi tertekan. Kedua, rasa percaya diri itu datang dari pengetahuan akan level kemampuan dia, dan kesadaran atas apa saja yang dapat ia lakukan dalam situasi tersebut. Jadi dalam konsep clutch, seringkali yang bisa menunjukan performance clutch adalah yang merasa bahwa dia sedang memegang kendali pada suatu keadaan di dalam pertandingan.” Joey menjelaskan soal konsep clutch.

Dari sisi skill, satu teori yang bisa menjelaskan fenomena clutch mungkin adalah konsep Muscle Memory. Konsep ini sempat saya jelaskan saat membahas tips aiming pada game FPS, yang intinya adalah semakin lama dan sering Anda melakukan repetisi atas suatu kegiatan, maka akan semakin luwes pula motorik atau gerak tubuh Anda terhadap kegiatan tersebut.

Ada satu fenomena menarik yang sempat dijelaskan oleh seorang neuroscientist dari Universitas Oxford bernama Ainslie Johnstone pada sebuah artikel yang dipublikasikan lewat Medium.

Ia menceritakan soal fenomena seorang pasien bernama H.M, yang menderita amnesia, dan kehilangan kemampuan untuk belajar, serta menciptakan memori baru. Menariknya, H.M ternyata masih memiliki kemampuan dan mahir menggambar, walaupun ia memiliki kondisi tersebut. Namun karena kondisinya, H.M tidak bisa ingat bahwa ia pernah berlatih menggambar, bahkan tidak bisa ingat perlengkapan apa saja yang diperlukan untuk menggambar. Tetapi ketika ia diminta untuk menggambar dengan alat gambar yang sudah dipegang di tangannya, ia dapat menggambar hampir secara tanpa sadar dan otomatis.

Dari penjelasan Joey dan fenomena Muscle Memory, jadi semakin jelas bagaimana momen Clutch bisa terjadi. Saat mengatakan soal skill serta pengalaman, Joey juga menegaskan bahwa dua hal itu tercipta berkat repetisi atau pengulangan terhadap satu kegiatan secara terus menerus.

Hal ini jadi alasan kenapa latihan seorang atlet atau pemain esports berbentuk pengulangan. Seorang pemain esports bisa bermain selama 8 jam dalam sehari, hanya untuk mengulang-ulang hal yang sama. Pemain Dota 2 mungkin sudah menghabiskan ratusan, ribuan, mungkin ratusan ribu jam hanya untuk bermain pada map yang sama, dan menghadapi berbagai macam ragam kombinasi hero. Begitu juga dengan pemain CS:GO, yang mungkin sudah ratusan ribu kali menghadapi lorong panjang yang sama di De_Dust2. Begitu juga dengan pemain Street Fighter seperti Daigo Umehara, yang sudah ratusan ribu kali mengeluarkan command hadouken.

Repetisi ini membuat momen clutch kadang tidak terjelaskan oleh si pemain itu sendiri. Kolega saya sesama jurnalis esports mungkin yang paling paham dengan kondisi pemain esports seperti di atas. Biasanya ketika kami melontarkan pertanyaan soal apa yang ada di pikiran pemain saat momen clutch, para pemain esports kadang cuma bisa menjawab dengan satu kata… Reflek.

Jika kita mendasarkan pada konsep Muscle Memory, jawaban tersebut tidak kita bilang salah. Setelah ratusan, ribuan, bahkan jutaan repetisi, momen clutch yang kita kita anggap rumit, jadi dapat dilakukan hampir secara otomatis oleh sang pemain, bahkan terasa seperti reflek saja.

Kembali ke soal Olahraga, ini juga jadi menjelaskan kenapa OBJ si pemain rookie tim New York Giants, dapat menangkap dengan satu tangan dalam keadaan terdesak.

Ia sempat bercerita, bahwa dirinya ternyata memang dengan sengaja menyertakan tangkapan satu tangan ke dalam latihan, serta pemanasan yang ia lakukan. Padahal, tangkapan satu tangan diperdebatkan oleh para pelatih tim American Football, karena dianggap terlalu pamer dan tidak berguna. Jadi, OBJ bisa melakukan Clutch tangkapan satu tangan karena ia berlatih. Jika OBJ tidak pernah satu kali pun berlatih menangkap bola dengan satu tangan, niscaya momen Catch of the Year tersebut tidak akan pernah terjadi.

Oke, itu tadi soal Muscle Memory, skill, dan pengalaman yang dimiliki oleh seorang pemain atau atlet. Faktor kedua datang dari faktor psikologis, yaitu ketangguhan mental sang pemain. Perkara mental memang dalam kompetisi memang penting, termasuk esports. Ellavie Ichlasa Amalia, Senior Writer Hybrid sempat membahas soal beban mental seorang atlet esports, dan berbagai cara untuk menanggulanginya. Dengan mengutip pernyataan dari Mia Stellberg, psikolog tim Australis dan OG, artikel tersebut menjelaskan bagaimana stres bisa berdampak negatif kepada performa pemain esports.

Menariknya, pada sisi lain stres ternyata bisa memberi dampak positif kepada performa pemain. Mengaitkan antara stres, ketahanan mental, serta fenomena Clutch, ada satu teori yang sudah cukup tua untuk menjelaskan hal tersebut. Teori tersebut bernama Yerkes-Dodson Law yang dicetuskan dua orang psikologis, Robert Yerkes dan John Dillingham Dodson, lewat sebuah penelitian yang ia lakukan pada tahun 1908.

Dalam teori tersebut ia menguji bagaimana dampak tekanan terhadap kemampuan tikus menciptakan sebuah habit atau kebiasaan. Mereka mengobservasi 40 tikus percobaan yang diperintahkan untuk memilih antara box hitam atau putih. Tikus yang memilih box hitam akan disetrum, sementara yang memilih box putih akan baik-baik saja. Tikus percobaan akan dianggap berhasil melalui tes apabila ia berhasil memilih box putih secara berturut-turut sebanyak 10 kali tes selama 3 hari.

Dari percobaan tersebut ditemukan, jika level setrum box hitam dinaikan sampai level tertentu, maka akan semakin banyak tikus yang jadi lebih mahir memilih box putih. Namun, jika level setrum terlalu tinggi atau terlalu rendah, jumlah tikus yang memilih box putih jadi semakin sedikit.

Penelitian tersebut kerap kali menjadi dasar penjelasan bahwa performa kerja seseorang bisa meningkat jika sedang mengalami tekanan mental pada tingkat tertentu. Maka, dengan menggunakan dasar teori tersebut, sedikit banyak terjelaskan kenapa dalam keadaan tertekan, seorang atlet atau pemain esports kadang tampil lebih cemerlang.

Pada skena esports, sosok terbaik untuk jadi contoh atas teori tersebut mungkin adalah Andreas Hojsleth, pemain tim CS:GO Astralis yang lebih dikenal dengan nickname Xyp9x. Pemain ini mungkin bukan tipe pemain bintang layaknya Coldzera, namun beberapa tahun ke belakangan ia jadi dijuluki sebagai Clutch Minister oleh komunitas. Julukan ini diberikan karena performa Xyp9x yang secara konsisten meningkat saat keadaannya sedang terdesak.

Andres Bulme salah satu Shoutcaster ternama di skena CS:GO sempat memberikan komentarnya terhadap Xyp9x. “Kami kadang memanggil dia dengan sebutan robot. Ini karena dia seperti selalu bisa memberikan solusi dalam keadaan penuh tekanan, ketika waktu tersisa sangat sedikit, namun banyak pilihan tersedia yang dapat dilakukan.” Ucap Andres.

Fenomena Xyp9x sedikit banyak menjelaskan bagaimana Yerkes-Dodson Law bekerja. Menjelaskan bahwa ternyata memang ada beberapa pemain esports yang justru jadi cemerlang, saat sedang berada dalam tekanan.

Saya juga berdiskusi dengan Joey terkait soal Yerkes-Dodson Law ini.

Joey lalu menjelaskan. “Benar adanya konsep YD (Yerkes-Dodson) menjelaskan semakin naik tekanan, semakin naik performa seseorang. Namun bisa dibilang itu adalah hal yang normal, karena hukum YD berlaku untuk semua orang. Jujur saja, mayoritas orang baru perform atau kerja, ketika ada pressure. Dikejar deadline misalnya, atau seperti kamu yang lagi ditagih artikel oleh Mas Yabes… Haha.” Ucapnya seraya berkelakar.

“Tapi kalau dalam melatih atlet, aku percaya bahwa YD ada benarnya, tetapi ada tambahan. Semakin kita kembangkan kemampuan atlet mengatasi mengatasi tekanan (mental), maka semakin besar tekanan eksternal yang bisa dia terima. Semakin tahan mental, semakin ia bisa perform di atas optimal saat tertekan, sehingga dia akan bisa lebih sering Clutch.” Perjelas Joey, yang punya pengalaman 20 tahun menjadi praktisi pelatihan olahraga dengan latar belakang psikologi, serta pengalaman dalam membina dan melatih atlet remaja sampai menjadi wakil Indonesia di tingkat tim nasional.

Perdebatan soal Momen Clutch

Seperti sempat saya senggol sebelumnya, bahwa momen clutch memang kerap kali diperdebatkan, terutama oleh para analis olahraga. Rob Goldberg, jurnalis olahraga BleacherReport, yang merupakan salah satu media olahraga ternama di Amerika Serikat, memberikan pernyataan berani bahwa clutch sebenarnya adalah produk memori jangka pendek otak manusia di antara para fans dan analis.

Kenapa demikian? Rob Goldberg memang mempertanyakan clutch dari sudut pandang analis olahraga, dan berusaha menggali lebih dalam bagaimana dampak dari satu momen, terhadap hasil yang diperoleh tim secara keseluruhan.

“Misalnya kita bicara momen 1vs5 di game VALORANT. Kalau terjadi di ronde 1 saat skor masih 0-0, apakah itu clutch? Kalau terjadi saat skor 12-12, apakah itu clutch? Kalau skor tim yang tinggal satu orang adalah 0, lalu tim musuh yang masih sisa 5 skornya 8, apakah itu sebuah clutch? Banyak situasi, kondisi, dan timing juga.” Joey menjelaskan dari sudut pandangnya soal melihat apa itu momen clutch dari sudut pandang yang lebih luas.

Sumber: Riot Games
Jika pemain ini bisa menghabisi dua lawannya, apakah itu Clutch, atau hanya beruntung belaka? Sumber: Riot Games

Mungkin ada benarnya juga. Kalau kita bicara game FPS, pemain yang tinggal sendiri akan sangat kesulitan jika menghadapi situasi 1vs5 dengan keadaan musuh datang dari sudut berlawanan secara berbarengan. Pemain yang tinggal sendiri dengan senjata AR juga bisa menang 1vs5 dengan mudah jika musuhnya sedang eco, dan hanya memiliki pistol saja. Pemain dengan Rank Global Elite, juga bisa menang situasi 1vs5 dengan mudah kalau lawannya hanya Rank Silver saja.

Tapi bukan berarti kita harus secara serta merta melupakan faktor internal si pemain itu sendiri. Penonton mungkin bisa merasa suatu momen clutch game FPS 1vs5 itu terjadi karena hoki, gara-gara pemain yang sendirian menghadapi musuhnya secara satu per satu dari sudut yang dapat ia menangkan.

Padahal, bisa jadi pemain yang sendirian itu, jadi menghadapi musuh secara satu per satu karena ia paham betul map yang dimainkan. Dengan pengalaman dan repetisi terhadap suatu map selama bertahun-tahun, ia jadi tahu, dalam suatu momen, sudut mana saja yang memungkinkan dirinya lebih unggul terhadap satu musuh.

Belum lagi soal ketahanan mental dan kemampuan membidik. Jika tidak kuat mental, tangan pemain mungkin sudah gemetar atau lemas, membuat bidikannya jadi tidak stabil. Belum lagi soal komitmen latihan membidik yang ia lakukan selama bertahun-tahun, sehingga membidik area kepala musuh jadi semudah seperti bersiul atau mengendarai sepeda.

Saya sendiri berpendapat bahwa memang kita bisa melihat momen clutch dalam dua sudut pandang. Sudut pandang pertama adalah sudut pandang mikro yang lebih sempit.

Hoki bisa jadi sebenarnya datang dari level kemampuan, serta pengalaman sang atlet esports menghadapi suatu skenario pertandingan. Sumber: Liquidpedia CS:GO. Sumber: Liquidpedia CS:GO
Hoki bisa jadi sebenarnya datang dari level kemampuan, serta pengalaman sang atlet esports menghadapi suatu skenario pertandingan. Sumber: Liquidpedia CS:GO. Sumber: Liquidpedia CS:GO

Dalam sudut pandang mikro, kita mengerucutkan momen clutch pada satu pertandingan saat itu saja, dan pada momen itu saja. Terlepas dari bagaimana dampak momen tersebut terhadap tim, dalam sudut pandang mikro, saya tetap merasa momen cemerlang seorang atlet esports tetap bisa disebut clutch. Mengapa? Karena momen tersebut menunjukkan kualitas faktor internal dari seorang atlet. Momen cemerlang tersebut jadi bukti latihan, repetisi, dan ketahanan mental sang atlet esports terhadap tekanan, sehingga ia bisa tampil luar biasa saat berada di bawah tekanan.

Sudut pandang kedua adalah dari sudut pandang makro. Dalam sudut pandang ini, baru kita mempertanyakan momen clutch dari aspek-aspek eksternal. Seperti yang dibahas oleh Joey, kalau ternyata Anda bisa menang 1vs5 tapi tim Anda kalah, momen itu mungkin belum bisa disebut clutch karena kurang memberi dampak terhadap tim secara keseluruhan

Pada akhirnya faktor keberuntungan sebenarnya juga punya peranaan di dalam sebuah pertandingan. Namun jika sudah beruntung, faktor internal si pemain esports tetap menjadi kunci untuk membuka gerbang momen clutch. Bagaimanapun momen clutch tidak akan terjadi, jika sang pemain tidak siap.

Pada saat berdiskusi, Joey menutup obrolan dengan satu kutipan dari aktor Samuel Goldywyn yang mengatakan “The harder i work, the luckier i get.”

Astralis Jalin Kerja Sama 3 Tahun dengan Aplikasi Mobile Banking Lunar

Astralis Group baru saja menandatangani kerja sama dengan aplikasi mobile banking asal Nordik, Lunar. Kerja sama ini mencakup kartu VISA dengan logo Astralis dan pembuatan konten eksklusif, seperti wawancara dan behind-the-scene, yang hanya akan bisa diakses oleh pengguna aplikasi Lunar. Sayangnya, tidak diketahui berapa nilai finansial dari kerja sama antara Lunar dengan Astralis ini. Menurut pernyataan resmi, nilai kerja sama yang berlangsung selama 3 tahun tersebut cukup signifikan.

Esports menarik audiens global yang jumlahnya terus beratambah. Dan salah satu kekuatan kami adalah kami dekat dengan generasi digital natives,” kata CCO dan Co-founder Astralis Group, Jakob Lund Krestensen, menurut laporan Esports Insider. “Cara Lunar untuk mengubah metode perbankan, penggunaan gamification dan hiburan digital sesuai dengan strategi kami dan juga dengan target penonton kami.”

Astralis Lunar
Kerja sama Astralis dan Lunar mencakup kartu VISA khusus. | Sumber: The Esports Observer

Astralis Group adalah organisasi esports asal Denmark yang membawahi tim Counter-Strike: Global Offensive Astralis, tim League of Legends Origen, dan tim FIFA Future FC. Namun, fokus dari kerja sama dengan Lunar adalah tim CS:GO Astralis. Menurut laporan The Esports Observer, saat ini, para fans Astralis di Denmark sudah bisa mendaftarkan diri dalam waitlist Lunar meski aplikasi mobile banking itu belum diluncurkan. Rencananya, Lunar akan dirilis pada tahun ini.

“Dalam kerja sama kami dengan Astralis Group, dengan fokus pada tim Astralis, kami mengubah model perbankan dan hiburan, menyediakan pengalaman baru untuk para fans,” kata CEO dan Founder Lunar, Ken Villum Klausen. “Kami melakukan hal ini untuk meningkatkan engagement dengan pengguna kami. Dan kerja sama dengan Astralis membantu kami dalam menciptakan aplikasi finansial super serta menarik hati para pengguna baru.”

Belakangan, memang semakin banyak merek non-endemik yang tertarik untuk bekerja sama dengan organisasi esports dalam rangka memenangkan hati generasi milenial dan gen Z. Pada April 2020, BMW mengumumkan kerja samanya dengan 5 organisasi esports yang berlaga di League of Legends. Saat itu, perusahaan pembuat mobil itu mengaku bahwa mereka akan memfokuskan marketing mereka pada esports. Sementara pada tahun lalu, Audi juga memutuskan untuk menjadi sponsor dari Future FC di bawah Astralis. Future FC menjadi perwakilan dari klub sepak bola Italia, Juventus dalam liga PES eFootball.

10 Klub Bola di Liga PES eFootball, Juve Tunjuk Astralis!

9 Desember 2019, KONAMI mengumumkan 10 klub bola yang akan berpartisipasi dalam liga PES eFootball musim 2019/2020 yang terbagi jadi 2 bagian, yaitu eFootball.Open dan eFootball.Pro. Di rilis yang sama, KONAMI juga mengumumkan fitur eFootball Season Program.

Sebelum kita membahas lebih detail tentang masing-masing bagian, inilah kesepuluh tim yang akan berpartisipasi di liga PES eFootball:

  1. FC Barcelona
  2. Manchester United FC
  3. FC Bayern Munich
  4. Juventus
  5. Arsenal FC
  6. Celtic FC
  7. AS Monaco
  8. FC Schalke 04
  9. Boavista FC
  10. FC Nantes

eFootball.Open

Buat para pemain PES 2020 yang ingin ikut berlaga dalam eFootball.Open, pendaftarannya telah dibuka via situs resminya. Anda bisa mengunjungi tautan ini untuk melakukan registrasi ataupun mencari tahu informasi lebih lanjut soal turnamen ini.

Sumber: KONAMI
Sumber: KONAMI

Buat yang belum tahu, eFootball.Open sebelumnya diberi nama PES League yang merupakan kompetisi 1v1 dan menggunakan fitur online Matchday mode di PES 2020.

Agar dapat mengakomodir semua pemain dari berbagai tingkat skill permainan, eFootball.Open akan dibagi jadi tiga kategori: Basic, Intermediate, dan Expert. Pertandingan eFootball.Open akan digelar setiap 2 pekan. Kategori pemain akan ditentukan dari rating masing-masing di Online Divisions.

Hanya para pemain dengan peringkat tertinggi di kategori Expert yang memiliki kesempatan untuk bertanding di tingkat Regional dan, selanjutnya, World Finals. Para pemain inilah yang berhak untuk mendapatkan uang hadiah dan perhatian dari klub-klub terbesar dunia saat mereka scouting talenta-talenta muda.

Jumlah dan distribusi hadiah. Sumber: KONAMI
Jumlah dan distribusi hadiah. Sumber: KONAMI

Oh iya, satu hal yang penting dicatat, buat para peserta yang ingin ikut turnamen ini, Anda harus bermain di console (PS4); setidaknya menurut keterangan dari Liga1PES. Sayangnya, kami tidak menemukan konfirmasi resmi soal ini selain jadwal Online Finals, Regional Finals, dan World Finals yang bertuliskan Console Only — apakah Xbox One juga termasuk ataupun para pemain di PC (Steam).

eFootball.Pro

Program inilah yang membedakan esports PES musim ini dengan musim-musim sebelumnya. Pasalnya, turnamen ini hanya bisa diikuti para pemain yang telah ditunjuk sebagai perwakilan dari 10 klub bola di daftar di atas.

Sampai artikel ini ditulis, baru ada beberapa nama klub bola yang sudah mengumumkan perwakilan mereka. Juventus menunjuk Astralis sebagai perwakilan mereka. Buat yang belum tahu, Astralis adalah organisasi esports asal Denmark yang bisa dibilang tim CS:GO paling berprestasi akhir-akhir ini. Astralis juga merupakan klub esports pertama yang menggelar IPO.

Sumber: Astralis
Sumber: Astralis

Bayern Munchen menunjuk Matthias Luttenberger dari Austria sebagai coach and tiga pemain asal Spanyol; Miguel Mestre Oltra, Alejandro Alguacil Segura, dan Jose Carlos Sánchez Guillén.

Terakhir, Barcelona juga telah mengumumkan perwakilan mereka yaitu dari tim ELigaSul.

Sayangnya, belum ada kejelasan apakah ada pemain Indonesia yang akan ditunjuk mewakili klub bola di eFootball.Pro kali ini. Menurut pengakuan Valentinus Sanusi (Founder Liga1PES yang juga sering disebut-sebut sebagai ketua komunitas PES di Indonesia), “tadinya sebenarnya ada pemain Indonesia yang akan masuk Celtic tapi visa-nya ditolak.”

eFootball Esports Program

Program terakhir yang diusung musim ini adalah eFootball Esports Program. Program ini sebenarnya adalah program bagi-bagi hadiah dari KONAMI. Pasalnya, setiap pemain yang turut serta dalam eFootball punya kesempatan untuk mendapatkan berbagai hadiah, mulai dari in-game items ataupun official merchandise. 

Program ini tersedia untuk semua pemain di semua platform, PC, console, ataupun mobile. Anda bisa mengunjungi website resminya untuk cari tahu lebih jauh tentang program ini.

Sumber: KONAMI
Sumber: KONAMI

Sumber Featured Image: KONAMI 

 

Jalin Kerja Sama, Astralis Group dan Newzoo Bakal Saling Bertukar Data

Astralis Group mengumumkan kerja sama dengan Newzoo. Melalui kerja sama ini, Newzoo akan memberikan data dan insight tentang dunia esports yang tengah berkembang pesat pada Astralis, membantu organisasi esports tersebut untuk mengambil keputusan di masa depan. Meskipun banyak pelaku esports yang masuk ke industri competitive gaming atas dasar passion, sekarang, sekadar passion tak lagi cukup. Astralis sendiri membanggakan diri sebagai organisasi yang tidak hanya menjual passion, tapi juga data.

“Di Astralis Group, ketika kami memberikan penawaran komersil, kami berusaha untuk tidak membuatnya hanya berdasarkan pada passion, emosi, dan loyalitas, tapi juga berdasarkan data rasional yang hasilnya bisa dihitung. Kami tidak hanya berusaha untuk memberikan eksposur pada rekan kami, kami juga memiliki peran sebagai penasehat, yang bisa kami jalankan dengan lebih baik dengan bantuan dari Newzoo,” kata Jakob Lund Kristensen, Co-founder dan CCO Astralis Group, seperti dikutip dari situs resmi Newzoo.

Astralis Group merupakan organisasi esports asal Denmark yang membawahi tim Astralis yang berlaga di Counter-Strike: Global Offensive, Origen yang bertarung di League of Legends, dan Future FC yang akan bertanding di FIFA. Sementara Newzoo adalah perusahaan intelijen dan analitik yang selama ini memang telah mengeluarkan berbagai laporan tentang survei di industri gaming dan esports, seperti laporan yang memperkirakan bahwa valuasi industri esports tahun ini akan menembus nilai US$1 miliar. Dari kerja sama ini, Newzoo akan mendapatkan data dari Astralis, yang akan membantu mereka untuk membuat perkiraan akan industri esports yang lebih akurat.

Sumber: Twitter
Sumber: Twitter

“Kami senang bisa bekerja sama dengan Astralis Group, Nikolaj Nyholm, tiga tim esports yang sukses di bawah mereka, yaitu Astralis, Origen, dan Future FC,” kata Remer Rietkerk, Head of Esports, Newzoo. “Astralis terus melakukan inovasi di pasar esports, dan melalui kerja sama ini, kami akan bisa memperkaya pemahaman kami tentang berbagai model bisnis monetisasi di esports.” Menurut Esports Insider, Astralis Group bukan organisasi esports pertama yang menjadi rekan dari Newzoo. Sebelum ini, Newzoo telah bekerja sama dengan Team Liquid, Ninjas in Pyjamas, dan organisasi esports Jepang, DetonatioN Gaming. Rietkerk mengatakan, semakin banyak rekan yang Newzoo miliki, maka laporan mereka juga akan menjadi semakin akurat.

Astralis bukanlah satu-satunya organisasi esports yang ingin memanfaatkan data untuk lebih unggul dari organisasi lain. Tahun lalu, Team Liquid mengumumkan kerja samanya dengan SAP. Kerja sama itu lalu dilanjutkan pada tahun ini. Selain organisasi esports, developer game juga tertarik untuk bekerja sama dengan perusahaan intelijen dan analitik. Seiring dengan semakin banyaknya perusahaan non-endemik dan perusahaan venture capital yang masuk ke dunia esports, maka pelaku esports juga dituntut untuk memberikan data yang memang valid. Sebelum ini, Activision Blizzard telah bekerja sama dengan Nielsen untuk menjamin bahwa data terkait penonton liga esports mereka memang valid. Selain Activision Blizzard, Riot Games juga menggandeng Nielsen.

Sumber header: Esports Insider