Mantan Karyawan Blizzard Ungkap Alasan Kegagalan Esports Heroes of the Storm

Nama Heroes of the Storm di tahun 2019 ini boleh jadi sudah seperti lenyap ditelan bumi. Tapi satu tahun yang lalu, Heroes of the Storm alias HotS masih menyandang posisi sebagai cabang esports prestisius yang didukung oleh perusahaan raksasa, Activision Blizzard. BlizzCon 2018 yang digelar di Anaheim Convention Center menghadirkan kompetisi Heroes Global Championship (HGC), dengan partisipasi tim-tim ternama seperti Gen.G, Team Liquid, dan Dignitas, serta hadiah senilai US$1.000.000.

Ekosistem esports Heroes of the Storm kala itu terlihat hidup dan sehat-sehat saja, tapi satu bulan kemudian, hal mengejutkan terjadi. Blizzard mengumumkan bahwa sebagian developer HotS akan dipindahkan ke tim lain, dan bahwa sirkuit esports resminya—Heroes Global Championship dan Heroes of the Dorm—tidak akan digelar lagi di tahun 2019. Ekosistem HotS kompetitif otomatis mati, sesuatu yang membuat sejumlah pemain profesional HotS sedih dan marah.

Meski demikian, penutupan esports HotS secara umum tidak disertai dengan terlalu banyak drama. Pihak-pihak terkait jelas kecewa (atau kehilangan pekerjaan), tapi Blizzard adalah perusahaan, bukan badan amal. Perubahan strategi bisnis bukan hal aneh, dan para developer HotS yang tersisa masih terus memberi update konten baru. Yang lalu biarlah berlalu, tak ada pilihan selain hanya move on.

Tapi benarkah ceritanya sedamai itu? Mungkin tidak. Menurut informasi yang didapat oleh Inven Global dari sejumlah mantan karyawan Blizzard, penutupan esports HotS adalah keputusan yang mengejutkan, bahkan bagi pegawai Blizzard sendiri. Hanya sedikit yang tahu bahwa keputusan ini akan diambil, dan banyak karyawan merasa para pengambil keputusan itu bukanlah orang-orang yang terlibat dekat dengan HotS dan tidak paham pentingnya HotS bagi perusahaan maupun komunitas penggemar Blizzard.

Banyak karyawan yang saat itu mengira bahwa esports HotS masih akan berjalan seperti biasa, bahwa HGC akan digelar lagi setidaknya hingga 2019 atau 2020. Kemudian pengumuman penutupan tiba, dan mereka langsung dibanjiri oleh pesan dari komunitas yang bertanya sebenarnya ada apa. Mereka pun sama bingungnya, dan hanya bisa mengutarakan rasa frustrasinya kepada pihak manajemen.

Wajar bila mereka frustrasi, karena tim developer HotS di dalam Blizzard adalah tim yang terbilang cukup spesial. Mereka adalah tim yang sangat erat dan passionate terhadap proyeknya, serta berkomitmen tinggi untuk menjadikan HotS game terbaik. Tapi menurut pengakuan para mantan karyawan Blizzard, sebenarnya tim HotS punya masalah yang sudah cukup lama berjalan: beban kerja mereka terlalu berat.

HotS adalah salah satu dari sedikit proyek di Blizzard yang menuntut pengembangan terus-menerus dalam waktu cepat. Game ini harus terus mendapat patch dan perbaikan balance, juga terus mendapatkan konten baru. Tuntutan dari komunitas penggemar begitu besar, dan ini akhirnya menciptakan kultur kerja yang “extremely unsustainable”.

“Orang yang mengerjakan game itu (HotS) berada di bawah tekanan sepanjang waktu dan super stres. Kalau di franchise lain, mereka punya patch besar tiap tiga bulan sekali sehingga mereka punya waktu untuk bersantai dan bermain video game di kantor. Tapi semua yang mengerjakan Heroes (of the Storm) terus-menerus bekerja, terus-menerus lembur untuk mewujudkan semuanya,” ujar salah satu sumber yang dihubungi Inven Global. Bagi sebagian anggota tim HotS, keputusan Blizzard adalah sebuah kabar gembira.

Ada satu faktor lain yang berperan besar terhadap pemindahan SDM dari tim HotS, yaitu sebuah game bernama Diablo IV. Atau lebih tepatnya, tuntutan para penggemar agar Blizzard cepat-cepat mengumumkan/merilis Diablo IV. Bagaimana hal ini bisa terjadi?

Bila Anda ingat, BlizzCon 2018 telah menjadi catatan buruk dalam sejarah Blizzard gara-gara pengumuman game mobile baru mereka, Diablo Immortal. Sebetulnya tidak ada yang salah dengan Diablo Immortal itu sendiri. Hanya saja, para penggemar tidak menyangka bahwa ajang sebesar BlizzCon ternyata “cuma” jadi ajang pengumuman game mobile.

Para fans kecewa dan marah, desainer Diablo Immortal dicemooh di atas panggung, bahkan salah satu penggemar terang-terangan bertanya, “Apakah ini lelucon April Mop?” Seluruh kanal media sosial panas oleh cacian, dan hasilnya, manajemen Blizzard panik. Mereka tahu bahwa hanya ada satu solusi untuk mengembalikan kepercayaan fans, mengumumkan Diablo IV secepat mungkin.

Dan dimulailah reshuffle tim besar-besaran di Blizzard. Karyawan-karyawan paling senior di tim HotS pindah mengerjakan Diablo IV, sementara sisanya pindah mengerjakan World of Warcraft. Diablo IV harus muncul di BlizzCon 2019. Lagi pula, potensi keuntungan jangka panjang yang akan didapat oleh Diablo IV dirasa lebih besar daripada HotS.

“Mereka perlu mengumumkan Diablo IV di BlizzCon (2019), kan? Itulah rencananya dan mereka harus memastikan rencana itu terwujud. Sejujurnya, sebagian besar talenta dari tim developer Heroes yang pecah pindah ke tim Diablo IV. Sebagian mereka pindah ke [World of Warcraft] karena game itu masih hidup dan bernafas dan juga membutuhkan banyak dukungan. Menarik orang-orang yang pernah mengerjakan live game seperti Heroes adalah hal yang masuk akal,” ujar sumber lainnya.

Dua hal besar di atas adalah penyebab utama HotS mengalami nasib mengenaskan di akhir 2018. Saat ini HotS masih terus berjalan, namun dengan tim developer yang lebih kecil dan update konten yang lebih lambat. Di usianya yang sudah hampir lima tahun, HotS masih menghadirkan hiburan bagi kalangan tertentu, namun perjalanannya di dunia esports telah tutup buku.

Bagi mereka yang berada di Blizzard, momen “matinya HotS” itu menyisakan sebuah ketakutan yang sesekali datang menghantui. “Jika esports Heroes tidak menghasilkan (keuntungan) sebanyak yang mereka inginkan, apa gunanya melanjutkannya, iya kan? Melihat ke belakang, hal yang sama bisa dikatakan untuk pekerjaan saya. Oh, kita punya 800 karyawan, bisakah kita mengontrakkan pekerjaan mereka ke pihak luar dengan setengah harga dan menghemat uang di sejumlah tempat? Ya, mereka (Blizzard) bisa melakukannya, jadi itulah yang terjadi,” kata seorang sumber.

Sebuah tim yang solid, franchise game yang populer, serta ekosistem esports yang melibatkan uang berjuta-juta dolar, ternyata bisa mati hanya dalam semalam. Kalau keputusan sebesar itu saja bisa muncul sedemikian mendadak, mungkin sekali nasib para karyawan bisa berubah 180 derajat dalam waktu yang sama singkatnya.

Ini Activision Blizzard. Kalau perusahaan lain, bagaimana?

Sumber: Inven Global

Tampil Nyaris Tak Terkalahkan, Team USA Bawa Pulang Trofi Overwatch World Cup

BlizzCon 2019 baru saja digelar pada akhir pekan lalu, tepatnya tanggal 31 Oktober – 2 November. Bagi para penggemar Blizzard Entertainment, ajang ini selalu jadi momen munculnya pengumuman penting seputar judul-judul buatan perusahaan tersebut. Tahun 2019 ini misalnya, Blizzard mengungkap keberadaan sejumlah proyek baru seperti Overwatch 2 dan Diablo IV.

Akan tetapi BlizzCon punya peran lebih dari itu. Momen ini sekaligus juga jadi wadah untuk acara esports penting, yaitu kejuaaraan dunia yang disebut Overwatch World Cup. Meski sempat diterpa beberapa kontroversi, terutama masalah penyediaan dana yang menyebabkan belasan tim mengundurkan diri, Overwatch World Cup 2019 akhirnya selesai dilaksanakan, dengan timnas Amerika Serikat keluar sebagai juara.

Dilansir dari ESPN, Team USA memang dari awal sudah dianggap kandidat kuat juara. Tiga dari tujuh anggota timnas ini merupakan pemain profesional dari tim juara Overwatch League Season 2, yaitu San Francisco Shock. Sepanjang World Cup, Team USA tampil dominan bahkan nyaris tak terkalahkan. Mereka mencetak catatan rekor 18-1, hanya mengalami kehilangan angka satu kali yaitu ketika melawan Korea Selatan di semifinal.

Korea Selatan juga salah satu tim kuat yang merupakan juara Overwatch World Cup 2018. Tapi akhirnya mereka harus rela bertekuk lutut di hadapan Team USA. “Yah, kami sebenarnya berpikir bahwa kami akan menang 3-0 melawan semua orang. Tapi kami kehilangan satu map melawan Korea,” kata Jay “Sinatraa” Won, anggota Team USA yang jadi MVP Overwatch World Cup 2019.

https://twitter.com/Ultimate/status/1191093320497287168

Keberhasilan Team USA membawa pulang trofi Overwatch World Cup merupakan kebanggaan tersendiri. Pasalnya, Overwatch World Cup—atau disingkat OWWC—selalu dilaksanakan di Anaheim Convention Center, California, sejak tahun 2016 lalu. Artinya Team USA selalu menyandang gelar tim tuan rumah. Akan tetapi mereka belum pernah jadi juara, bahkan belum pernah masuk peringkat Top 4.

Di lain pihak, Korea Selatan sudah tiga kali jadi juara tak tergulingkan. Tapi tahun ini akhirnya mereka lengser juga. Tim yang berhadapan dengan Amerika Serikat di Grand Final adalah Tiongkok, sementara Korea Selatan terpaksa berkemas dengan membungkus gelar peringkat tiga.

Meski sudah meraih prestasi juara dunia, Team USA mengaku tidak ingin puas dengan satu gelar ini saja. Mereka ingin Amerika Serikat jadi langganan juara di Overwatch World Cup. Mereka sadar bahwa selama ini ada perbedaan kemampuan antara Amerika dan Korea, tapi perbedaan itu pelan-pelan semakin berkurang. Selepas World Cup ini, para pemain Team USA pun harus langsung bersiap-siap menghadap Overwatch League Season 3.

“Overwatch League Season 3 akan jadi sebuah tantangan baru bagi kami,” kata anggota Team USA, Grant “moth” Espe, “Tapi kami akan terus bekerja keras. Kami tidak akan pernah berpuas diri.”

Sumber: ESPN, Team USA Overwatch

Ukir Sejarah, VKLiooon Jadi Hearthstone Global Champion Perempuan Pertama

Xiaomeng “VKLiooon” Li mengukir sejarah dengan memenangkan Hearthstone Grandmasters Global Finals di BlizzCon 2019. Dia merupakan pemain perempuan pertama yang mendapatkan gelar Hearthstone Global Champion. Li masuk ke Hearthstone Grandmasters Global Finals setelah memenangkan Gold Open Tianjin Master Group Season 1 Playoffs. Di sana, dia juga merupakan pemain perempuan pertama yang memenangkan turnamen tersebut. Sepanjang turnamen dunia Hearthstone di Anaheim, California, Amerika Serikat, Li tak pernah kalah. Pada pertandingan final, dia melawan Brian “bloodyface” Eason dan berhasil menang dengan skor 3-0. Menurut laporan Digital Trends, satu hal yang menarik, pada pertandingan terakhir, Li mengalahkan deck Quest Druid milik Eason menggunakan Highlander Hunter, deck yang sering digunakan di competitive scene di Asia Pasifik, tapi diragukan oleh pemain profesional dan caster asal negara Barat.

“Salah satu faktor yang memungkinkan saya menang adalah fakta bahwa saya merasa, saya tidak cukup hebat jika dibandingkan dengan semua pemain yang ada di turnamen ini,” kata Li, seperti dikutip dari The Washington Post. “Inilah yang memotivasi saya untuk bekerja lebih keras dari mereka semua dan membuat saya lebih berhati-hati dalam mengambil setiap langkah dan strategi yang saya gunakan.” Terlahir di kawasan Xinjiang, Tiongkok, Li mulai tertarik untuk bermain Hearthstone ketika dia berkuliah di Southwest University of Political Science and Law. Dia mengaku, dia tak terlalu senang dengan jurusan yang dia ambil. Dia memutuskan untuk mencoba menjadi pemain profesional. Dan dia sukses.

Salah satu masalah yang dihadapi oleh Li dalam karirnya sebagai pemain profesional adalah seksisme. Perempuan berumur 23 tahun ini bercerita tentang pengalaman buruknya. “Dua tahun lalu, saya ingat saya ikut serta dalam kompetisi besar,” katanya dengan air mata berlinang, lapor ESPN. “Saya sedang mengantre untuk mendaftarkan diri. Dan ada satu laki-laki yang berkata pada saya, ‘Kamu perempuan. Kamu tidak seharusnya mendaftarkan diri. Turnamen ini bukan untukmu.’ Dan di sinilah saya sekarang, dengan dukungan dari semua fans.” Li lalu mendorong para gamer perempuan lain untuk tak takut bertanding di turnamen esports. “Saya hanya ingin memberitahu semua perempuan yang memiliki mimpi untuk bertanding di turnamen esports: Jika kamu mau dan percaya akan kemampuanmu, lupakan masalah gender dan kejar mimpimu,” kata Li. “Selama kamu mau bisa bermain dengan baik, kamu bisa, tak peduli apa gendermu.” 

Sebagai profesional, Li berlatih sekitar lima jam setiap harinya. Selain itu, dia juga menonton turnamen profesional untuk mempelajari strategi bersama kekasihnya, Syf, pemain Hearthstone profesional yang bermain di Team Invictus Gaming, organisasi esports asal Tiongkok. “Saya rasa, asalkan semua orang mencoba untuk lebih baik pada perempuan di esports dan lebih menghargai mereka, saya pikir, akan ada lebih banyak perempuan yang berkompetisi di esports dan memiliki pencapaian yang tak kalah dari pemain pria,” kata Li.

Di Indonesia, sejumlah tim esports ternama telah memiliki tim khusus perempuan, seperti Belletron, The Prime Angels, Victim Babes, ONIC Ladies, dan lain sebagainya. Turnamen esports khusus tim perempuan juga ada, walau jumlahnya tak sebanyak turnamen esports untuk pria. Sayangnya, dari segi total hadiah, turnamen untuk perempuan biasanya memiliki hadiah yang jauh lebih kecil. Misalnya, juara pertama PUBG Mobile Indonesia Championship (PINC) 2019 mendapatkan Rp400 juta, sementara hadiah untuk pemenang PINC Ladies Tournament hanyalah Rp10 juta. Inilah salah satu masalah yang coba Shinta Dhanuwardoyo, CEO dan Pendiri Bubu.com selesaikan ketika dia mengadakan Bubu Esports Tournament (BEST) yang menawarkan hadiah yang sama dalam turnamen PUBG Mobile untuk pria dan perempuan.

Sumber header: Helena Kristiansson/Provided by Blizzard Entertainment via ESPN

Diablo IV Tidak Mempunyai Mode Offline, Harus Selalu Online

Judul-judul seperti remake Resident Evil 2, Sekiro, Devil May Cry 5, Disco Elysium dan The Outer Worlds memperlihatkan kita bahwa permainan single-player masih jadi favorit para gamer di tahun 2019. Itu berarti, jalan cerita dan gameplay merupakan faktor pertimbangan penting banyak orang dalam memilih game ketimbang aspek lain, misalnya kehadiran komponen online dan multiplayer.

Namun bagi sejumlah developer serta publisher, komponen online ialah bagian yang tak lagi bisa dipisahkan dari platform atau layanan mereka. Ambil contohnya Blizzard Entertainment. Sejak StarCraft II meluncur, kita harus terdaftar dan log-in di Battle.net untuk dapat menikmati game RTS tersebut. Kewajiban untuk selalu online menjadi hal yang paling dikritik gamer dan media di permainan Diablo III. Dan Blizzard sepertinya tidak berniat untuk menghadirkan dukungan mode offline di sekuelnya, Diablo IV.

Di sesi diskusi panel BlizzCon 2019 kemarin, lead designer Angela Del Priore mengonfirmasi ketiadaan mode offline di Diablo IV. Alasannya adalah karena developer mencoba membangun dunia permainan berukuran besar yang tersambung dan ‘terbagi’; sehingga transisi saat Anda pergi menelusuri ruang-ruang bawah tanah, bertualang bersama kawan, menikmati PvP dan berdagang dapat berlangsung mulus. Artinya mau tak mau, sistem online dibutuhkan.

Metode shared open world yang diusung Diablo IV sejatinya membuat permainan jadi menyerupai MMO. Dengannya, game siap menyajikan fitur world events, social hub dan zona kompetitif PvP. Di dunia permainan, tak jarang kita bertemu pemain lain, kecuali jika Anda (dan kawan co-op) memasuki area campaign atau dungeon. Intinya, Diablo IV memperkenankan kita bermain sendiri tapi tidak secara offline.

Berdasarkan info yang dirangkum oleh PC Gamer, Diablo IV tidak mempunyai pilihan tingkat kesulitan. Level musuh akan disesuaikan dengan kemampuan karakter Anda, sehingga kita bisa selalu bermain bersama kawan meski berbeda level. Meski demikian, terdapat area-area yang lebih berbahaya dari lokasi lain, cocok jika Anda menginginkan tantangan lebih besar. Kabarnya, Diablo IV turut dibekali mode Hardcore beserta sistem permadeath (kematian bersifat permanen).

Absennya mode offline di Diablo IV akan mengingatkan pemain veteran pada insiden memalukan yang menimpa Diablo III di momen peluncurannya. Saat itu, banyak gamer sama sekali tidak bisa mengakses game hingga berhari-hari. Ketika mencoba masuk, mereka hanya mendapatkan pesan ‘Error 37’. Kemudian mungkin Anda masih ingat dengan kontroversi real money auction house yang akhirnya dihapus Blizzard di tahun 2014.

Waktu peluncuran Diablo IV juga masih sangat jauh. Saya menduga Blizzard baru akan melepasnya setelah merilis Diablo Immortal di perangkat bergerak.

Via Gamespot.

Diablo IV, Overwatch 2 dan Semua Game Baru yang Diumumkan di BlizzCon 2019

BlizzCon ialah acara gaming tahunan yang Blizzard langsungkan dalam rangka mempromosikan produk-produk baru mereka. Namun sebuah langkah tidak biasa mereka ambil tahun lalu. Di tengah kerumunan gamer PC, mereka malah menawarkan permainan mobile. Ditambah insiden dengan jawara Hearthstone Blitzchung, perusahaan tampak kehilangan sentuhan soal bagaimana seharusnya memperlakukan pemain.

Banyak orang skeptis dengan BlizzCon tahun ini, dan sesuai agenda, acara tersebut turut diwarnai aksi unjuk rasa membela Hong Kong (kemitraan Activision-Blizzard dengan NetEase dan Tencent dianggap sebagai penyebab dijatuhkannya hukuman keras terhadap Blitzchung karena menyuarakan dukungan terhadap pembebasan Hong Kong). Di sisi lain, fans sangat menanti penyingkapan game baru Blizzard yang sudah lama dirumorkan.

BlizzCon 2019 akhirnya dibuka beberapa jam lalu di tanggal 1 November waktu setempat, digelar di Anaheim Convention Center, Kalifornia. Melewatkan seremoni pembukaannya? Jangan cemas, saya sudah merangkum seluruh permainan anyar yang Blizzard umumkan. Ini dia:

 

Diablo IV

Menyusul desas-desus yang beredar lebih dari satu tahun, Blizzard akhirnya resmi mengungkap Diablo IV lewat dua trailer: sinematik dan gameplay. Arahan desain visual Diablo IV tampak berbeda dari Diablo III yang ‘cukup cerah’ terlepas dari tema dark fantasy-nya. Diablo IV mencoba meneruskan kelamnya dunia Diablo II, sembari kembali menyuguhkan gameplay action-RPG dengan perspektif kamera isometrik.

Trailer sinematik Diablo IV berlangsung selama sembilan menit lebih, dan kontennya malah menyerupai film horor. Seperti game-nya, video ini tidak cocok dikonsumsi oleh mereka yang masih berada di bawah umur – karena penuh kekerasan, darah dan twist mengejutkan. Untuk trailer gameplay, saya melihat eksistensi dari mode kooperatif serta PvP. Hampir bisa dipastikan, Diablo IV akan kembali menggunakan sistem always online seperti Diablo III.

 

Overwatch 2

Overwatch adalah permainan brilian, tapi sejatinya, ia hanyalah first-person shooter multiplayer berbasis hero. Overwatch tidak mempunyai narasi in-game, kecuali lewat dialog antar karakter. Kita baru dapat memahami apa yang terjadi di dunianya lewat film-film animasi singkat serta komik yang Blizzard publikasikan secara terpisah. Overwatch 2 didesain untuk melengkapi pengalaman bermain lewat kehadiran Story Missions dan Hero Missions. Gameplay kini lebhi difokuskan pada konten PvE dan co-op, sembari tetap mempertahankan PvP.

Seluruh hero favorit Anda akan kembali, tapi kini permainan dibangun dengan engine anyar sehingga aspek visualnya jadi lebih baik dan developer bisa menyajikan peta berukuran lebih luas. Uniknya, Blizzard tak mau meninggalkan Overwatch pertama begitu saja dan mencoba ‘menyambungkan’ kedua game. Tiap kali Overwatch 2 memperoleh peta baru, map tersebut juga tersaji buat permainan sebelumnya. Lalu koleksi item kosmetik yang telah susah payah Anda kumpulkan di Overwatch dapat digunakan lagi di Overwatch 2.

 

World of Warcraft: Shadowlands

Dahulu sempat jadi penggemar berat WoW, kini pemahaman saya terhadap cerita game sudah tertinggal jauh. Trailer sinematik Shadowlands difokuskan pada Lady Sylvanas Windrunner. Ia datang kembali ke Icecrown Citadel, kemudian mengajak Bolvar (sang Lich King pengganti Arthas Menethil) berduel. Sylvanas berhasil mengalahkan Bolvar, kemudian merebut mahkota Lich King. Ketika kita mengira ia akan mengenakannya, Sylvanas malah menghancurkan mahkota tersebut.

Aksi itu mengoyak realita, mengekspos Shadowlands di alam normal. Pemain WoW kemungkinan besar familier dengan ‘Shadowlands’, ia adalah tempat singgah ketika karakter Anda tewas. Selain menyuguhkan lokasi-lokasi baru dan memperkenalkan musuh-musuh mematikan (satu contohnya Void Lord), fitur andalan di Shadowlands ialah menghidangkan pemain empat pilihan Covenant: Kyrian, Necrolord, Night Fae, dan Venthyr.

 

Hearthstone: Descent of Dragons

Descent of Dragons akan menjadi expansion pack terakhir dari event Year of the Dragon. Update ini menghadirkan sejumlah mekanisme baru. Saya bukan pemain Hearthstone, namun berdasarkan penjelasan developer Alec Dawson di video, Descent of Dragons memperkenalkan hero card Galakrond, nenek moyang dari segala spesies naga. Ia sangat kuat dan bisa di-upgrade ke tiga wujud berbeda selama ada di deck Anda.

Semua pemain akan mendapatkan Galakrond saat Descent of Dragons meluncur, namun hanya ‘kelas jahat’ yang bisa menggunakannya (Priest, Rogue, Shaman, Warlock, Warrior). Masing-masing orang kemungkinan memperoleh versi berbeda dari Galakrond (Azeroth’s End, The Apocalypse, The Wretched. Sementara itu, ‘kelas baik’ (Mage, Hunter, Druid, Paladin) diperkenankan untuk bermain-main dengan kartu yang tak kalah ampuh, yaitu Side Quest. Cara kerjanya mirip Quest Cards.

Ya itu dia empat game andalan Blizzard Entertainment di BlizzCon 2019. Judul apa yang jadi favorit Anda? Saya pribadi berharap agar Overwatch 2 mampu memberikan pengalaman bermain yang lebih menyeluruh. Namun di antara keempat judul ini, perhatian saya terkunci pada Diablo IV. Saya berharap (walaupun tahu kesempatannya sangat kecil), Blizzard membiarkan gamer bermain secara offline. Dari impresi awal, ARPG dark fantasy ini terlihat begitu mengesankan.

[Rumor] Overwatch 2 Akan Hadir di BlizzCon 2019, Fokus pada Mode PvE?

Para penggemar Blizzard Entertainment pasti sudah tak asing dengan BlizzCon, festival gaming tahunan yang biasa digelar Blizzard untuk mengumumkan berita-berita terbaru seputar game mereka. Tahun 2018 kemarin acara tersebut sempat menimbulkan kontroversi karena menjadi ajang diungkapnya Diablo Immortal untuk mobile. Lalu bagaimana dengan tahun ini?

BlizzCon 2019 akan digelar pada tanggal 1 – 2 November di Anaheim Convention Center, California. Para penggemar tampaknya punya alasan untuk menyambut acara ini dengan antusias, sebab baru saja ada kabar beredar bahwa Blizzard akan mengumumkan Overwatch 2 di dalamnya. Kabar tersebut datang dari Rod “Slasher” Breslau, konsultan esports ternama yang juga merupakan penulis untuk situs ESPN.

Sumber: Dexerto
Suasana BlizzCon | Sumber: Trending All Day

Slasher berkata bahwa kabar tersebut datang dari sumber terpercaya, dan sejalan dengan laporan Kotaku di tengah tahun bahwa Blizzard memang sedang mengembangkan Overwatch 2. Saat itu Kotaku mengabarkan bahwa Blizzard telah membatalkan sebuah proyek first person shooter bertema StarCraft lalu mengalihkan sumber daya mereka untuk mengembangkan dua game, yaitu Overwatch 2 dan Diablo IV. Namun tentu saja Blizzard belum memberikan konfirmasi resmi.

Slasher juga melaporkan bahwa Overwatch 2 akan memiliki fokus pada elemen PvE (player versus enemy), berbeda dari Overwatch pertama yang sepenuhnya PvP (player versus player). Akan tetapi belum jelas sebesar apa perbedaan porsi PvE tersebut dibandingkan PvP di dalamnya. Mode PvE ini akan memiliki fitur talent dan in-game item, dan bisa dimainkan bersama oleh 4 pemain sekaligus. Rasanya terdengar seperti seri Borderlands, tapi jelasnya kita tunggu saja pengumuman resminya nanti.

Di samping Overwatch 2 yang fokus pada PvE, Overwatch juga akan memperoleh mode baru yang disebut Push. Selama ini Overwatch hanya memiliki empat mode permainan, yaitu Assault, Control, Escort, dan Hybrid. Push akan menjadi mode baru pertama sejak Overwatch dirilis di tahun 2015, dan akan menggunakan map baru dengan basis kota Toronto, Kanada.

Blizzard juga digosipkan akan merilis satu hero baru bernama Echo. Bocoran lain dari seorang pengguna Twitter bernama WeakAuras juga menyebutkan bahwa Blizzard akan mengungkap Diablo IV serta ekspansi baru World of Warcraft berjudul Shadowlands.

Satu hal yang agak membingungkan adalah apakah Overwatch 2 ini akan menjadi game yang benar-benar terpisah ataukah merupakan ekspansi dari Overwatch orisinal. Bukan hal baru bila ada game yang bersifat live service meluncurkan perombakan besar kemudian menyebutnya sebagai sebuah “sekuel”. Dulu Valve pernah melakukannya dengan Dota 2 Reborn, begitu juga Epic Games dengan Fortnite Chapter 2 baru-baru ini. Capcom juga sudah melakukan hal serupa ketika meluncurkan Street Fighter V: Arcade Edition.

Yang jelas, sudah banyak penggemar Overwatch yang menyuarakan perlunya perombakan besar di game ini. Meta yang stagnan, ditambah viewership Overwatch League yang kurang berkembang, adalah beberapa alasan mengapa sebagian orang menganggap bahwa Overwatch sedang “sekarat”. Semoga saja proyek Overwatch 2 ini bisa kembali membuat komunitas bergairah dan mengangkat pamor game tersebut.

Buat Anda yang ingin menonton langsung Live Streaming Blizzcon 2019, HYBRID bekerja sama dengan AKG Games mengadakan giveaway 4 virtual ticket Blizzcon 2019 yang aturan mainnya bisa dilihat di postingan Instagram berikut ini:

Sumber: ESPN, Slasher, Nmia Gaming

Tiket Virtual BlizzCon 2019, Usaha Blizzard Dekati Penggemar Luar Amerika Serikat

Para penggemar game generasi tua mungkin sudah awam dengan BlizzCon, sebuah hajatan tahunan dari salah satu pengembang game ternama, Blizzard Entertainment. Kendati nama event ini yang sudah cukup termahsyur, sayangnya acara ini terbilang seperti hajatan milik orang Amerika saja. Salah satu alasannya adalah karena BlizzCon yang memang selalu diadakan di Amerika Serikat saja.

Tetapi kini Blizzard ingin mencoba lebih dekat dengan para penggemar mereka yang berada di belahan dunia lain. Salah satu caranya adalah dengan mempersiapkan sebuah konten yang dapat membuat para penggemar mendapat pengalaman seperti betul-betul hadir ke BlizzCon, tanpa harus berangkat ke Amerika Serikat.

Untuk itu, Blizzard kini menjual Tiket Virtual BlizzCon 2019. Tiket ini sendiri berisikan berbagai macam konten virtual, ditambah dengan berbagai akses terhadap konten BlizzCon yang lebih mendalam. Jadi, bagi anda pemilik Tiket Virtual BlizzCon, Anda akan mendapatkan item-item virtual dari hampir semua game milik Blizzard, yaitu World of Warcraft, Overwatch, Hearthstone, StarCraft II, Heroes of the Storm, dan Diablo III.

Sumber: AKG Games PR
Sumber: AKG Games PR

Tapi selain itu, Anda juga bisa menikmati BlizzCon 2019 dengan lebih mendalam. Alih-alih hanya menonton apa yang disajikan di panggung utama, pemilik tiket virtual bisa menikmati BlizzCon dengan lebih komperhensif sampai ke belakang panggung. Pemilik tiket dapat menikmati akses ke semua saluran live-stream BlizzCon yang akan mengajak penonton melakukan tur virtual gelaran utama BlizzCon selama dua hari penuh, yaitu pada tanggal 1 dan 2 November 2019.

Selain dari hal itu, pemilik tiket juga akan mendapatkan akses terhadap beberapa konten. Pertama ada konten diskusi panel yang lebih mendalam. Diskusi panel sendiri sebenarnya dapat diakses gratis secara online, namun pemilik Tiket Virtual akan dibawa lebih jauh lewat konten behind-the-scene dari game-game besutan Blizzard.

Sumber: Dexerto
Sumber: Trending All Day

Kedua, ada konten Community Night, yang menampilkan lomba cosplay di BlizzCon, berbagai macam hasil kreativitas dari komunitas Blizzard, dan juga tentunya movie contest. Ketiga, dan yang tidak kalah menarik, adalah akses kepada Festival Penutupan. Pemilik tiket dapat menikmati akses konser festival penutupan yang disiarkan secara langsung dari beberapa panggung.

Tiket Virtual BlizzCon 2019 ini sudah mulai dijual. Tiket ini dapat dibeli dengan harga US$49.99 atau sekitar Rp709 ribu. Anda dapat langsung pergi ke laman resmi BlizzCon untuk dapat membeli Tiket Virtual BlizzCon, dan menikmati hari raya para penggemar game besutan Blizzard dari rumah!