Daftar Pemain Serta Tim Esports Tersukses di Tahun 2020

Masih dalam suasana akhir tahun, kali ini saya akan kembali menyajikan daftar-daftar menarik seputar game dan esports yang sudah kita lewati sepanjang tahun 2020. Setelah daftar turnamen terpopuler 2020, kali ini saya akan mencoba melakukan sedikit rekap terhadap sosok pemain serta tim esports asal Indonesia tersukses di tahun 2020. Tidak banyak tim ataupun pemain mampu sekonsisten seperti mereka, apalagi mengingat situasi pandemi yang terjadi di tahun 2020 ini. Tanpa berlama-lama lagi, berikut daftarnya:

 

Bigetron RA (PUBG Mobile)

Sumber: Bigetron Official
Sumber: Bigetron Official

Dari kancah PUBG Mobile, nama Bigetron RA mungkin terbilang sudah menjadi nama yang tak terbantahkan lagi prestasi serta konsistensinya. Sejak mendapatkan prestasi pertama mereka di tingkat dunia pada tahun 2019, Bigetron RA semakin melejit di tahun 2020. Tahun ini mereka berhasil mendapatkan prestasi yang mereka idam-idamkan sejak lama, yaitu gelar juara Asia Tenggara lewat pertandingan PMPL SEA 2020 pada bulan Oktober 2020. Mereka juga berhasil jadi yang terbaik di Asia setelah berhasil melibas lawan-lawannya dalam pertandingan PUBG Mobile World League Season Zero pada bulan Agustus 2020.

Bigetron Red Aliens bahkan masih bisa mendapatkan satu prestasi lagi di akhir tahun 2020 ini. Zuxxy, Luxxy, Ryzen, dan Microboy berhasil mendapat posisi Runner Up pada babak liga PUBG Mobile Global Championship 2020 yang baru saja berakhir akhir pekan lalu. Melihat jajaran prestasi yang mereka dapatkan, jadi tak terbantahkan juga bahwa Bigetron Red Aliens adalah tim esports tersukses sepanjang tahun 2020 ini.

 

RRQ Hoshi (MLBB)

Sumber: ONE Esports Official
Sumber: ONE Esports Official

Kalau ditanya siapa tim paling sukses dari kancah esports MLBB, saya akan menjawabnya dengan dua tim. Tim yang pertama adalah RRQ Hoshi. Tahun ini adalah tahun di mana RRQ Hoshi berhasil memecahkan kutukan juara Mobile Legends Professional League (MPL) Indonesia dan menjadi tim pertama yang meraih gelar keduanya di sepanjang MPL berjalan.

Tak hanya itu, RRQ Hoshi juga menjadi yang mempertahankan posisi Indonesia sebagai negara kompetitif MLBB terbaik di kawasan Asia Tenggara lewat gelaran MPL Invitational  4 Nations Cup. Walaupun hanya dua turnamen yang dimenangkan RRQ Hoshi, namun dua turnamen tersebut adalah turnamen official yang merupakan kasta tertinggi di skena esports MLBB saat ini. Berkat prestasi dan konsistensi tersebut, RRQ Hoshi pun berhak masuk ke dalam daftar ini.

 

Alter Ego (MLBB)

Sumber: Alter Ego Official
Sumber: Alter Ego Official

Setelah RRQ Hoshi, saya merasa Alter Ego selaku pesaing terberatnya di musim kompetisi MLBB 2020 juga patut dimasukkan ke dalam daftar ini. Jika bicara tersukses secara jumlah piala yang diperoleh, Alter Ego mungkin hanya akan terkesan sebagai tim yang biasa saja. Pada MPL ID Season 5 yang berlangsung di awal 2020, Alter Ego harus puas tersungkur di hari pertama babak playoff. Kejadian tersebut terulang kembali pada MPL Invitational 4 Nations Cup. Alter Ego kembali tumbang sejak hari pertama, kali ini dipulangkan oleh ONIC Esports.

Baru pada MPL ID Season 6 tim Alter Ego mulai melesat dengan cepat. Pada musim tersebut mereka berhasil mendapatkan peringkat pertama di akhir babak Regular Season. Pada babak playoff, Alter Ego berhasil mendapatkan peringkat runner-up walau harus merangkak lewat lower-bracket terlebih dahulu.

Puncak kejayaan mereka terjadi pada ONE Esports MPL Invitational 2020. Pada pertandingan tersebut mereka berhasil mengalahkan RRQ Hoshi yang notabene musuh bebuyutan Udil dan kawan-kawan, serta memboyong piala ONE Esports MPL Invitational 2020 pada 6 Desember 2020 kemarin. Jadi, saya merasa Alter Ego patut masuk daftar ini karena perjuangan para pemain serta manajemen untuk terus berusaha menjadi lebih baik. Karena itu saya berpikir bahwa Alter Ego adalah tim esports yang paling sukses perkembangannya di tahun 2020 ini.

 

BOOM Esports (Dota 2)

Sumber: ESL Official
Sumber: ESL Official

Tahun 2020 sebenarnya bisa dibilang bukan tahun yang terbaik bagi divisi Dota 2 BOOM Esports. Namun sebagai satu-satunya tim Dota 2 dengan roster berisikan 5 pemain Indonesia, saya merasa prestasi BOOM Esports Dota 2 di Asia Tenggara terbilang sudah cukup sukses pada tahun 2020 ini.

Jika kita melihat daftar prestasinya di Liquidpedia, kita bisa melihat sendiri bagaimana BOOM Esports berkali-kali harus puas dengan perolehan runner-up. Namun, BOOM Esports tampil konsisten mendapatkan runner-up tersebut hampir di kebanyakan kompetisi online yang diselenggarakan selama pandemi ini. Mulai dari ESL One Online hingga BTS Pro Series. Prestasi terbaik mereka di tahun 2020 ada pada turnamen ESL SEA Championship 2020, ketika Mikoto dan kawan-kawan berhasil melibas Geek Fam 3-2 pada bulan Maret 2020 lalu. Sayangnya di akhir tahun 2020 ini kita harus mendengar kabar yang cukup mengecewakan yaitu kepergian sang bintang, Dreamocel, dari divisi Dota 2 BOOM Esports. Akankah prestasi BOOM Esports divisi Dota 2 bertahan di tahun 2021 mendatang?

 

Kenny Deo “Xepher” (Dota 2)

Sumber: Liquidpedia
Sumber: Liquidpedia

Dari sisi individu, sosok Kenny “Xepher” Deo saya rasa pantas untuk mendapat gelar sebagai pemain esports tersukses di tahun 2020 dari kancah Dota 2. Puncak kesuksesan Xepher adalah ketika dia bersama dengan tim Geek Fam. Jika kita melihat jajaran prestasinya pada laman Liquidpedia, kita bisa melihat sendiri bagaimana Xepher bersama Geek Fam berhasil mendapatkan dua kali gelar juara dari bulan Juni hingga Juli 2020.

Pada bulan Juni, Xepher bersama Geek Fam berhasil mendapat gelar juara di gelaran BTS Pro Series Season 2 setelah melibas BOOM Esports 3-0. Pada bulan Juli, Xepher bersama Geek Fam menjadi juara di ONE Esports Dota 2 SEA League setelah mengalahkan Fnatic 3-1. Sayangnya kebersamaan Xepher dengan Geek Fam kini hanya tinggal kenangan saja. Sejak 27 November 2020, Xepher diumumkan akan membela organisasi esports asal Korea Selatan yaitu T1. Akankah prestasi Xepher bisa tetap cemerlang di tahun-tahun ke depannya?

 

Andika Rama Maulana (Sim Racing)

Sumber Gambar: Andika Rama Maulana
Sumber Gambar: Andika Rama Maulana

Dari skena balapan simulasi ada sosok Andika Rama Maulana. Sosok yang satu ini terbilang menjadi salah satu pebalap simulasi asal Indonesia yang paling aktif serta berprestasi. Pencapaian terbesar terbarunya adalah ketika ia berhasil memenangkan seri GT World Challenge Asia Esports Championship kelas SIM-Pro. Walaupun ia sempat tersendat di seri balapan tersebut, namun Rama akhirnya menjadi juara setelah melakukan balapannya secara konsisten.

Selain pertandingan tersebut, Andika Rama juga beberapa kali mengikuti pertandingan-pertandingan balap simulasi tingkat internasional. Salah satunya seperti Logitech McLaren G Challenge saat dirinya berhasil mendapat peringkat 6 di balapan tersebut. Ia juga sempat diundang untuk mengikuti salah satu balap simulasi bergengsi yaitu Forza LeManz Esports Championship. Tidak hanya di luar negeri, Rama juga mendapatkan prestasinya di kancah lokal. Salah satu turnamen lokal terbesar yang ia menangkan adalah Honda Racing Simulator Championship pada kategori Pro-Class.

 

Rizky Faidan (Pro Evolution Soccer)

Sumber: Esports ID
Sumber: Esports ID

Dari skena sports game, kita tentunya tidak bisa melewatkan nama Rizky Faidan yang bertanding di dalam skena Pro Evolution Soccer. Setelah berhasil meraih runner-up di PES World Finals 2019 bersama tim Indonesia, prestasi serta kehadiran Rizky Faidan menjadi semakin diakui lagi di tahun 2020 ini.

Mengawali tahun 2020, nama Rizky Faidan kembali mencuat setelah kabar peminjaman dirinya untuk liga esports Pro Evolution Soccer Thailand. Membela Buriram Esports, Rizky Faidan dan kawan-kawan berhasil memboyong titel juara di dalam pertandingan Toyota Thai E-League 2020. Kembali ke tanah air, Faidan kini membela PSS Sleman untuk kompetisi iFel 2020. Dalam pertandingan tersebut, Faidan pun lagi-lagi berhasil menorehkan prestasi dan membawa piala juara iFel 2020 untuk PSS Sleman. Dengan dua gelar juara berturut-turut, sepertinya tak tertampikkan lagi bahwa Rizky Faidan adalah pemain esports tersukses pada tahun 2020 dari kancah Pro Evolution Soccer.

 

Raja.Pugu (FIFA Esports)

Sumber: RAJA Esports Official
Sumber: RAJA Esports Official

Masih dari skena sports game, kini giliran Raja.PUGU yang merupakan pemain di skena esports game FIFA masuk ke dalam daftar. Pugu Mujahid Mantang terbilang sebagai pemain esports FIFA tersukses karena beberapa hal. Pugu membuka tahun 2020 dengan kelolosan dirinya ke FUT Championship Cup 4. Pada bulan Juli 2020, Pugu kembali menunjukkan prestasinya dan berhasil menjadi wakil Indonesia untuk FIFA 20 Summer Cup.

Walaupun Pugu mungkin belum bisa mendapatkan prestasi yang terbaik pada saat bertanding di panggung internasional, namun pencapaiannya membuat Pugu terbilang sebagai yang tersukses di tahun 2020 pada skena esports game FIFA. Menghadapi tahun 2021, mampukah Pugu mempertahankan prestasinya dengan kehadiran FIFA 2021 dan beberapa perubahan yang dialami ekosistem esports FIFA?

 

Hansel Ferdinand “BnTeT” (CS:GO)

Sumber:
Sumber: Liquidpedia

Nama yang satu ini sepertinya sudah sering sekali disebut apabila kita membicarakan sosok pemain esports lokal yang bertanding di kancah dunia. Setelah membela tim Tyloo pada 2 tahun terakhir, BnTeT akhirnya pindah ke Gen.G Esports untuk bertanding di panggung esports CS:GO Amerika Serikat pada akhir tahun 2019 lalu.

Bersama Gen.G, BnTet malah jadi semakin bersinar lagi. Pencapaian terbesarnya adalah ketika dirinya bersama Autimatic dan kawan-kawan berhasil memenangkan salah satu panggung terbesar di kancah CS:GO internasional yaitu Dreamhack Open Anaheim 2020 pada bulan Februari lalu. Prestasi terbesar kedua dari seorang BnTeT ada pada bulan Mei 2020 ketika ia bersama tim Gen.G kembali berhasil menjadi juara, kali ini di turnamen ESL One: Road to Rio North America.

Mengintip Potensi Bisnis Skin Esports Sebagai Sumber Pemasukan Baru di Ekosistem

Bulan lalu, tepatnya 24 September 2020, saya memberitakan soal wujud skin dari para tim peserta esports Rainbow Six: Siege yang tergabung dalam program R6 SHARE. Program tersebut membagi tim peserta ke dalam 3 tingkat (tier), dengan masing-masing tier menerima set skin yang berbeda. Tim yang berada di tier 1 mendapat set skin paling lengkap, mulai dari Headgear, Uniform, Weapon Skin, dan Charm di dalam Rainbow Six Siege. Jika Anda cuma ingin satu bagian skin saja, Anda bisa membayar 600 R6 Credits untuk Headgear, 700 R6 Credits untuk Uniform, 500 R6 Credits untuk Charm, dan 300 R6 Credits untuk Weapon. Tapi, Anda juga bisa membeli satu set skin yang dijual seharga 1600 R6 Credit (sekitar US$5). Hasil penjualan skin tak hanya mendukung esports Rainbow Six tapi  juga mendukung organisasi esports terkait, dengan sistem bagi hasil dari pemasukan yang didapatkan atas penjualan skin.

Melihat pengumuman ini, saya jadi bertanya-tanya sendiri mengapa sistem ini tidak diterapkan juga di esports lain? Selain bentuk skin-nya yang memang bagus, model seperti ini juga membuat penggemar esports bisa secara langsung mendukung tim yang digemari.

Sumber: Ubisoft
Sumber: Ubisoft

Apakah mungkin bisnis penjualan skin esports (skin berisi/bertemakan turnamen atau tim yang dibuat secara kerja sama dengan pihak terkait), bisa menjadi solusi model bisnis baru yang sama-sama menguntungkan bagi organisasi/tim peserta dan penyelenggara kompetisi? Untuk mencari tahu jawaban atas pertanyaan tersebut, mari coba kita kupas satu per satu terkait potensi skin esports sebagai model bisnis baru.

 

Mengenal Ragam Bentuk Penjualan Skin Esports

Walaupun Ubisoft baru mengumumkan model R6 SHARE pada September 2020 lalu namun sebenarnya model bagi hasil penjualan skin terbilang menjadi praktik yang cukup umum di ranah esports. Skena esports yang terbilang sebagai mempionirkan penerapan model ini adalah  Counter Strike: Global Offensive (CS:GO). Tahun 2014, Valve memperkenalkan item kosmetik bernama “Stickers” yang bisa ditempelkan pada senjata yang jadi favorit Anda.

Setelah diperkenalkan, Stickers pun menjadi bagian dari esports CS:GO.  Turnamen pihak ketiga yang ditasbihkan sebagai “Major”oleh Valve akan mendapatkan hak untuk membuat Stickers bergambar turnamen tersebut. Hasil penjualan Stickers tak hanya masuk ke pundi-pundi Valve tetapi juga dibagi ke penyelenggara turnamen. Selain penyelengara turnamen, Stickers juga menyertakan tim esports dan tanda tangan pemain seperti BnTeT dengan hasil penjualannya dibagi kepada pihak-pihak terkait.

Sumber: Steam Community Market
Sumber: Steam Community Market

Selain CS:GO, Overwatch juga jadi skena esports lain yang menerapkan hal serupa. Pengenalan Overwatch League (OWL) di tahun 2018 cukup menggemparkan skena esports karena mereka menjadi yang pertama dalam memperkenalkan liga esports franchise ala liga olahraga Amerika Serikat, dengan cara penyajian yang hampir serupa. Organisasi esports ternama seperti Cloud9 ataupun Gen.G Esports tidak menggunakan nama mereka sendiri di dalam Overwatch League.

Overwatch League “memaksa” investor liga franchise memulai usaha branding dari awal, dengan membuat nama tim berdasarkan nama kota. Organisasi esports populer tetap terlibat namun pada OWL nama mereka diubah, seperti Gen.G Esports menjadi Seoul Dynasty, NRG Esports menjadi San Francisco Shock, atau Cloud9 menjadi London Spitfire.

Bukan cuma itu, Overwatch League juga menyajikan skin untuk masing-masing tim peserta OWL, yang tersedia lengkap untuk semua Hero. Skin tersebut juga menjadi semacam jersey digital yang akan digunakan oleh pemain pada setiap pertandingan Overwatch League. Setiap skin dijual seharga sekitar US$5 dan sebagian hasil penjualan skin tersebut diterima oleh tim terkait.

Sumber: Steam Community Market
Skin tim peserta Overwatch League untuk musim 2020, dari kiri ke kanan ada Chengdu Hunters (Genji), Hangzhou Spark (Varya), dan San Francisco Shock (Tracer). Sumber: Blizzard Official

League of Legends, salah satu skena esports terbesar di dunia, juga menerapkan model serupa. Namun memang, model yang diterapkan berbeda dengan Overwatch League ataupun CS:GO. Dalam skena League of Legends, skin untuk tim esports dibuat sebagai penghargaan bagi tim yang berhasil menjadi juara World Championship.

Maka dari itu, skin esports di League of Legends menampilkan tim, tema, dan Champion yang berbeda-beda setiap tahunnya tergantung dari karakter serta Champion andalan tim juara tersebut. Tahun 2019 contohnya, FunPlus Phoenix sebagai juara World Championship 2019 diabadikan dalam bentuk skin yang tersedia untuk Gangplank andalan Gimgoon, Lee Sin andalan Tian, Malphite andalan Doinb, Vayne andalan Lwx, dan Tresh andalan Crisp.

Dalam konteks lokal, MLBB juga mulai menerapkan model serupa. EVOS Legends yang berhasil memenangkan M1 World Championship 2019, mendapatkan skin untuk hero Harith sebagai bentuk apresiasi atas kemenangan tersebut. Selain itu, pada 24 September 2020 lalu, Moonton mencoba melanjutkan langkah tersebut dengan menyajikan Battle Emote 8 tim peserta liga franchise MPL Indonesia. Battle Emote dijual seharga 109 diamonds (kira-kira sekitar 30 ribu rupiah) namun Moonton tidak menjelaskan apakah ada sistem bagi hasil atas penjualan Battle Emote ataupun skin tersebut.

Sudah ada beberapa ekosistem esports menerapkan model bagi hasil lewat skin esports, namun bagaimana potensi bisnis terhadap model tersebut? Akankah hal tersebut menjadi tren masa depan bisnis esports?

 

Peluang Skin Esports Sebagai Model Bisnis Esports di Masa Pandemi

Newzoo sebagai salah satu perusahan riset pasar gaming/esports sempat mengubah prediksi nilai industri esports tahun 2020, dari yang tadinya US$1,1 milllar pada Februari 2020 menjadi  950,3 juta dollar AS pada 7 Oktober 2020 lalu.  Perubahan tersebut bukan yang pertama. Newzoo sempat mengubah angka prediksi menjadi US$1,059 miliar pada April 2020, lalu direvisi menjadi 973,9 juta dollar AS pada Juli 2020.

Perubahan prediksi nilai industri esports tersebut berubah karena pandemi membuat banyak event esports tatap muka jadi batal sehingga tidak ada peluang pemasukan dari penjualan tiket. Dalam pembahasan tersebut Newzoo juga menyebutkan soal peluang pemasukan merchandise yang juga menurun, dari diprediksi sebesar 76,2 juta dollar AS menjadi 52,5 juta dollar AS.

FaZe Banks menggunakan kolaborasi terbaru antara FaZe Clan dengan NFL. Sumber: PRNewswire
FaZe Banks menggunakan kolaborasi terbaru antara FaZe Clan dengan NFL. Sumber: PRNewswire

Newzoo mengatakan alasan turunnya prediksi pemasukan dari penjualan merchandise merupakan efek domino atas banyaknya event offline yang dibatalkan. Asumsinya adalah, kebanyakan penggemar membeli merchandise tim secara impulsif (jersey, syal, atau apapun) karena terhanyut dalam euforia pertandingan offline.

Asumsi tersebut mungkin tidak sepenuhnya salah karena salah satu buktinya dapat kita lihat di ekosistem lokal lewat laporan Chief Editor Hybrid.co.id, Yabes Elia. Dalam laporan tersebut, Yabes Elia menemukan bahwa EVOS Esports berhasil meraup 150 juta rupiah dari penjualan merchandise pada event offline M1 World Championship 2019, dan MPL ID Season 4.

“Item-nya soldout semua di 2 event tadi (MPL ID S4 dan M1). Kalau enggak kehabisan, mungkin bisa sampai Rp200 juta.” Tutur Yansen Wijaya selaku Merchandise Manager EVOS Esports kepada Yabes Elia dalam laporan tersebut.

Tapi, kejadian tersebut terjadi di tahun 2019. Tahun 2020 pandemi terjadi sehingga banyak turnamen tatap muka jadi dibatalkan. Dalam konteks lokal, MPL ID berubah format menjadi online. Begitu juga dengan Mobile Legends Southeast Asia Cup (MSC) 2020 yang dibatalkan.

Dampak atas hal tersebut, tim seperti EVOS Esports jadi tidak bisa berjualan merchandise secara offline. Ya… penggemar sih bisa saja membeli merchandise tim esports secara online. Tapi, rasanya kurang puas bukan jika mengenakan merchandise tersebut di rumah saja tanpa ditunjukkan di pertandingan esports offline?

Maka dari itu, skin esports seperti Battle Emote atau jersey digital tim esports seperti yang ada di Rainbow Six atau Overwatch League bisa menjadi alternatif potensi untuk jadi sumber pemasukan baru tim esports. Perubahan tersebut juga dirasakan dan dibahas dalam analisis Newzoo pada 25 Februari 2020 lalu. Dalam analisis tersebut, Newzoo melakukan perubahan pada sumber pemasukan ekosistem esports dan menambahkan kelompok “Digital” dan Streaming.

Dalam analisis tersebut, Newzoo menjelaskan bahwa pemasukan Digital adalah termasuk penjualan skin atau in-game items yang berkaitan dengan organisasi esports. “Penggemar dan para pemain atas game tersebut bisa membeli skin untuk menunjukkan kegemarannya terhadap suatu tim seraya menciptakan pemasukan bagi tim terkait.” Tulis Newzoo membahas soal sumber pemasukan ekosistem esports terbaru.

Lewat laporan tersebut, baik versi bulan Feburari ataupun Oktober, Newzoo memprediksi bahwa sumber pemasukan dari sumber Digital adalah sebesar 21,5 juta dollar AS (sekitar Rp317 miliar), meningkat sekitar 60,9% dibanding tahun sebelumnya pada bulan yang sama.

Jumlah tersebut memang bukan yang terbesar, karena berada di peringkat ke-5 dibanding dengan sumber pemasukan lain di ekosistem esports. Sumber pemasukan terbesar masih dipegang oleh Sponsorship, dengan jumlah sebesar 584,1 juta dollar AS.

Apalagi, selain keuntungan secara materi, skin esports (seperti yang ada di Overwatch League) juga memberikan benefit bagi tim esports untuk dapat melakukan branding lebih gencar.

Mengapa demikian? Hal tersebut mengingat sebuah turnamen esports yang lebih banyak menyajikan tayangan in-game daripada menayangkan sang pemain itu sendiri. Dalam konteks olahraga, tim yang masuk liga utama berarti punya kesempatan lebih banyak untuk melakukan branding karena jersey beserta segala sponsor yang tertempel di sana tampil dalam tayangan pertandingan yang berjalan setidaknya 45 menit x 2 babak.

Bagaimana dengan esports? Mari coba kita kira-kira dengan melihat MPL Indonesia. Dalam MPL ID, setiap pertandingan biasanya menyajikan 4 hal, pertama proses drafting dengan menunjukkan kondisi pemain yang sedang berdiskusi, kedua pertandingan yang hanya memperlihatkan kondisi in-game saja, ketiga suasana kemenangan tim, yang ditutup dengan post-match interview yang kembali menampilkan sang pemain.

Durasi proses drafting kurang lebih sekitar 5-10 menit. Selama proses tersebut, pemain yang sedang diskusi diperlihatkan dengan menggunakan jersey, itu pun secara berganti-gantian antara tim yang bertanding. Lalu fase pertandingan biasanya berjalan dengan durasi sekitar 15-25 menit, tergantung seberapa ketat persaingan antar 2 tim. Pasca pertandingan MPL ID biasanya akan menunjukkan suasana kemenangan tim yang bertanding dan post-match interview, dengan total durasi sekitar 10-15 menit.

Berdasarkan urutan tayangan tersebut, berarti MPL ID menyorot pemain yang mengenakan jersey beserta para sponsor yang tertempel selama sekitar 15-25 menit. Sementara 15-25 menit sisanya tim esports jadi minim branding karena sarana branding di dalam game bagi tim esports memang minim, hanya overlay logo serta nama tim di bagian atas tayangan dan tag nama tim yang ada di depan nickname para pemain.

Untungnya sekarang sudah ada Battle Emote yang kebetulan memang rajin digunakan oleh para pemain untuk taunting sehingga branding tim esports peserta liga franchise MPL bisa jadi lebih maksimal. Namun sponsor tim terkait yang hanya mendapatkan logo di jersey terbilang jadi kurang maksimal karena hanya tampil di 15-25 menit ketika fase drafting dan sorotan momen kemenagan. Tetapi untungnya juga MPL menyajikan talkshow bertajuk MPL Quickie yang memberi tim lebih banyak waktu menampilkan jersey beserta logo sponsor yang tertempel.

Namun, itu hanya baru menghitung dari apa yang ditayangkan MPL ID saja. Di luar itu, para organisasi esports sebenarnya sudah melakukan branding masing-masing terhadap sponsor-sponsor yang mereka miliki entah lewat konten video ataupun media sosial. Terlepas dari itu, penambahan skin esports/branding in-game memiliki potensi untuk bisa memaksimalkan, menarik sponsor baru, dan bahkan menciptakan sumber pemasukan baru bagi liga.

Sejauh pembahasan ini, kehadiran skin esports bisa dibilang banyak untungnya bagi tim esports. Tetapi keputusan dan pembuatan skin esports tetap dipegang oleh pihak pertama, yaitu developer/publisher game terkait. Bagaimana potensi skin esports sebagai sumber pemasukan baru bagi sang developer? Bikin untung atau justru bikin buntung?

 

Skin Esports Menguntungkan Tim Esports, Tapi Bikin Buntung Developer?

Satu hal yang pasti adalah menciptakan sebuah konten di dalam game membutuhkan waktu serta tenaga yang tidak sedikit. Laporan Business Insider tahun 2019 lalu mengatakan bahwa game developer kadang dipaksa untuk bekerja lembur secara intens, yang populer disebut sebagai “crunch culture“. Permasalahan Crunch Culture sempat menyeruak pada tahun 2019 lalu, ketika banyak pekerja di industri game di barat bersuara soal budaya kerja di perusahaan game yang toxic.

Crunch Culture mungkin tidak terjadi di semua perusahaan game. Tetapi dari kasus tersebut kita bisa belajar bagaimana pembuatan sebuah kontengame bisa membuat pekerja kreatif sampai batuk darah atau mengalami trauma berat, pada tingkat yang paling ekstrim.

Salah satu pembahasan yang bisa dijadikan gambaran terhadap bagaimana pembuatan konten in-game (termasuk skin esports) berdampak kepada para pekerjanya adalah dari Epic Games mengasuh Fortnite. Kalau Anda sedikit banyak mengikuti perkembangan Fortnite, Anda mungkin tahu bagaimana game Battle Royale besutan Epic Games tersebut terkenal punya banyak sekali ragam konten menarik yang bisa dibeli ataupun dinikmati di dalam game.

Berjualan barang digital dalam bentuk skin memang terbukti menguntungkan bagi Fortnite dan Epic Games. Laporan Venture Beat bulan Juni 2020 mengatakan, bahwa Epic Games secara umum berhasil meraup pemasukan sebesar 4,2 triliun dollar AS. Sementara Fortnite sendiri berhasil mencetak pemasukan sebesar 400 juta dollar pada bulan April 2020.

Namun, biaya atas kemakmuran tersebut adalah “kerja rodi” yang dilakukan oleh para pegawainnya. Laporan Polygon tahun 2019 mengatakan jika beberapa pekerja harus bekerja sampai 70 jam per pekan (jam kerja normal adalah sekitar 40 jam per pekan), dan bahkan ada beberapa pekerja lain yang harus bekerja sampai dengan 100 jam per pekan.

Salah satu alasan atas hal tersebut adalah karena Fortnite berusaha menyajikan konten in-game (skin atau update apapun) secepat mungkin, sesering mungkin. Mengusung model bisnis Games as a Service membuat Epic Games punya keinginan membuat Fortnite terus relevan bagi para pemainnya.

Agar tetap relevan, game harus terus menyertakan sesuatu yang baru, entah itu konten skin, pembaruan di dalam game, ataupun konser virtual. Konten skin dan pembaruan dalam game tersebut tentunya dibuat oleh pekerja manusia, yang berdasarkan laporan Polygon, dieksploitasi oleh perusahaan.

Selain itu, hal lain yang perlu diingat adalah esports dan olahraga tradisional memang punya satu perbedaan jelas, yaitu kehadiran pihak pertama sebagai pemilik dari permainan yang dipertandingkan. Dalam olahraga tradisional seperti sepak bola, misalnya, tidak ada orang atau perusahaan yang memiliki permainan sepak bola. Permainan sepak bola akan terus ada selamanya, selama masih ada yang main dan ingat peraturan olahraga permainan tersebut.

Tetapi dalam esports, suatu permainan bisa saja mati bila yang maha kuasa (developer) telah berkehendak, walaupun masih banyak orang yang ingin main game tersebut. Contoh nyatanya pun ada, yaitu Vainglory, yang dimatikan secara halus lewat perubahan sistem menjadi Community Edition walau sebenarnya masih cukup banyak orang ingin memainkan game tersebut.

Bahkan jika bicara dalam konteks esports, pengembang game sebenarnya juga bisa saja fokus berjualan game tanpa menghadirkan esports kalau mereka mau, seperti kasus Nintendo dengan komunitas esports Super Smash Bros. Jangankan Nintendo, Valve pemilik Dota 2 yang jelas-jelas berhasil mengumpulkan 40 juta dollar AS dari komunitas berkat iming-iming esports bahkan pernah mempertanyakan soal apa pentingnya esports dan kehadiran tim yang bertanding. Hal tersebut terungkap lewat tulisan shoutcaster Dota 2 asal Amerika Serikat, Kyle Freedman yang menceritakan pertemuan antara Valve dengan tim-tim peserta The International 9. Dalam pertemuan tersebut, Valve bertanya, “kami tidak mengerti, apa yang dilakukan oleh tim (esports) terhadap Dota 2. Kenapa kami membutuhkan kalian?”

Jadi jika ditanya bagaimana potensi skin esports sebagai model bisnis baru? Mungkin ada, apa yang dilakukan Ubisoft lewat program R6 SHARE mungkin bisa dibilang sebagai bentuk usaha Ubisoft menguji potensi tersebut. Tapi penentuan apakah suatu konten harus ada atau tidak di dalam game, tetap ada di tangan developer yang tentunya harus memikirkan apakah biaya, waktu, serta tenaga yang digunakan untuk membuat sebuah skin bisa setimpal hasilnya.

Valve Umumkan Jajaran Turnamen CS:GO Regional Major Ranking Berikutnya

Skena kompetitif CS:GO sudah hampir mencapai puncaknya. Baru-baru ini, Valve mengungkap jajaran partner untuk sisa turnamen Fall CS:GO Regional Major Ranking. Mengutip dari Dot Esports, jajaran turnamen ini nantinya akan menjadi ajang mengumpulkan poin agar dapat mengikuti gelaran ESL One: Rio Major di bulan November mendatang.

Regional Major Ranking (RMR) merupakan sistem turnamen sirkuit di skena CS:GO. Kalau Anda mengikuti skena Dota 2, RMR ini bisa dibilang mirip dengan sistem Dota Pro Circuit (DPC). Dalam Regional Major Ranking, peserta yang mengikuti turnamen berlisensi dari Valve akan mendapat poin jika mereka mencapai peringkat tertentu. Setelah beberapa saat, jumlah poin akan diakumulasi, dan akan diundang ke dalam turnamen Major jika akumulasi poin tersebut berhasil membuat tim tersebut mencapai peringkat tertentu.

Sumber: Twitter @DreamHackCSGO
BnTeT bersama Gen.G terakhir kali berhasil mendapat peringkat 2 di cs_summit 6 Online: North America, dan mendapat 1875 poin RMR. Sumber: Twitter @DreamHackCSGO

Valve mengumumkan akan ada empat turnamen RMR di musim ini. Empat turnamen tersebut diselenggarakan untuk beberapa kawasan yaitu Eropa, North America dan CIS, Asia dan Oceania, serta South America. Turnamen RMR Europe diurus oleh DreamHack, Asia dan Oceania oleh Perfect World, North America dan CIS oleh ESL, dan South America oleh Omelete & Co.

Sayangnya hingga saat ini belum ada satupun penyelenggara mengumumkan rincian turnamen RMR. Rangkaian turnamen RMR sudah dimulai sejak April 2020 lalu. RMR kedua dilanjut bulan Juni hingga Juli lalu dengan turnamen cs_summit six untuk Europe dan North America, We Play Clutch Island untuk CIS, dan Perfect World Asia League summer untuk Asia.

Sejauh ini, level kemampuan tim dari masing-masing kawasan benua sudah mulai terlihat. Ada Team Vitality, G2 dan Astralis mengisi top 3 RMR EU. Evil Geniuses, Gen.G Esports, dan 100 Thieves mengisi top 3 RMR NA. Team Spirit, Natus Vincere, dan Nemiga Gaming mengisi top 3 RMR CIS. BOOM Esports sebagai pemuncak RMR South America. TYLOO sebagai pemuncak RMR Asia.

Tim yang mengisi posisi-posisi tersebut, kemungkinan besar akan mendapat kesempatan untuk dapat lolos ke turnamen Major. Namun lolos sebagai apa masih belum bisa dipastikan, sambil menunggu pengumuman berikutnya dari ESL One: Rio 2020.

Tim yang menarik untuk disimak dari jajaran tersebut tentunya adalah Gen.G dan BOOM Esports. Gen.G patut disimak karena memiliki Hansel Ferdinand atau BnTeT, sebagai satu-satunya pemain asal Indonesia di dalam tim tersebut, yang berjuang untuk mendapatkan kesempatan menuju ke gelaran Major. Sementara BOOM Esports walau menggunakan roster asal Brazil, namun tetap menjadi satu-satunya #IndoPride di skena CS:GO internasional, mengingat negara asal organisasi dengan julukan Hungry Beast tersebut, tetaplah dari Indonesia.

BnTeT Bersama Gen.G Juarai ESL One: Road to Rio – North America

Pekan ini sepertinya menjadi pekan yang menggembirakan bagi organisasi esports asal Korea Selatan, Gen.G. Setelah pekan lalu tim Valorant Gen.G memenangkan T1 Valorant Invitational, kini giliran tim CS:GO yang mendapat prestasi. Bertanding di ESL One: Road to Rio – North America, tim CS:GO Gen.G berhasil menjadi juara setelah mengalahkan FURIA, 2-1.

Kedua tim ini bertanding dalam seri best-of-3 di grand final ESL One: Road to Rio. Sebelumnya, FURIA berhasil melaju babak final dengan permainan yang solid. Mereka mendominasi grup B, memperoleh catatan menang-kalah 5-0 pada pertandingan fase grup. Namun lawan yang mereka hadapi adalah Gen.G, tim yang sudah dua kali gagal dikalahkan oleh FURIA, salah satunya di laga final DreamHack Open Anaheim.

Kemenangan Gen.G kali ini tak terlepas dari peran pemain CS:GO kebanggaan Indonesia, Hansel Ferdinand (BnTeT). Pada map pertama, Train, Gen.G cukup dominan, mendapatkan 3-0 di awal pertandingan ketika mereka berada di T side. Namun FURIA berhasil membalas 3 ronde lagi dengan pertahanan yang solid sebagai CT side.

Jelang half-time, Damian Steele (daps) memimpin kawan-kawan Gen.G mendapatkan keunggulan 9-6. Berganti sisi tim, Gen.G akhirnya memenangkan map pertama setelah melakukan pertahanan yang ciamik, memenangkan 7 ronde berturut-turut tanpa kalah sekalipun.

Momentum kemenangan map satu terbawa hingga map berikutnya, Vertigo. Mendominasi sejak pistol round, Gen.G amankan skor 6-1 di awal permainan seiring dengan Timothy Ta (autimatic) mendapat triple kill.

Momentum tersebut habis ketika Andrei Piovezan (arT) dan kawan-kawan FURIA akhirnya mengembalikan momentum ke tangan mereka. FURIA sukses comeback, dapatkan skor 8-7 di half-time. Momentum ini dimanfaatkan dengan maksimal oleh FURIA, sehingga akhirnya bisa amankan kemenangan dengan skor 15-10 di map kedua.

Inferno menjadi map penentuan, FURIA masih memegang momentum secara mentalitas, sehingga bisa segera unggul 4-0 sebagai T side. Setelahnya pertandingan berlanjut dengan kedua tim saling bertukar skor. Seiring waktu, ekonomi Gen.G mulai stabil di permainan, memperkenankan mereka unggul 9-6 ketika masuk half-time.

Sumber: HLTV
BnTeT bersama Gen.G saat bertanding di DreamHack Open Anaheim. Sumber: HLTV

Setelahnya peran BnTeT begitu terasa, seiring ia mengamankan triple-kill dan membuat Gen.G unggul makin jauh, 11-6. FURIA masih sempat bertahan lewat kemenangan yang mereka lakukan dengan keputusan anti-eco yang penuh risiko. Tapi Gen.G kembali dapat momentum lewat clutch yang dilakukan daps dan Kenneth Suen (koosta) yang membawa mereka kepada kemenangan yang gemilang dengan skor 16-9.

Kemenangan ini memberikan Gen.G hadiah uang sebesar US$18.000 (sekitar Rp269 juta) dan 1600 poin untuk menuju ke Rio Major 2020. Selamat untuk Gen.G! Semoga BnTeT bisa terus memberikan performa yang terbaik, dan membanggakan Indonesia di skena CS:GO internasional.

BnTeT, Pemain Indonesia Pertama yang Bermain di Region Amerika Utara

Gen.G Esports adalah sebuah organisasi esports yang bermarkas di Korea dan Amerika Utara. Baru-baru ini mereka memutuskan untuk terjun ke scene CS:GO dengan mengakuisisi pemain-pemain dari tim lain. Mereka terbilang cukup serius untuk terjun ke scene CS:GO karena berani langsung mengakuisisi 3 pemain Cloud9 yaitu Timothy “autimatic” Ta, Damian “daps” Steele, dan Kenneth “koosta” Suen. Lalu pemain keempat nya diisi oleh Sam “s0m” Oh dari Team Envy. Namun demikian, hal yang membuat geger komunitas CS:GO di Reddit adalah ketika Gen.G mengumumkan pemain kelimanya. Hansel “BnTeT” Ferdinand dipastikan mengisi slot terakhir roster Gen.G divisi CS:GO.

Memunculkan tanya dan spekulasi dari komunitas CS:GO

Ada dua hal yang membuat komunitas CS:GO kaget, yaitu BnTeT bergabung dengan Gen.G dan TYLOO rela melepas BnTeT. Dengan Gen.G yang berisikan 4 pemain region North America, banyak pihak berspekulasi pemain kelimanya
pasti dari region North America juga. Namun akhirnya Hansel “BnTeT” Ferdinand lah yang ditarik untuk mengisi pemain kelima. Kita semua tahu kalau BnTeT memang setara atau malah lebih mumpuni dalam segi kemampuannya untuk bertanding di scene North America tetapi yang dipertanyakan oleh komunitas CS:GO adalah mengapa TYLOO rela melepas BnTeT. Karena, BnTeT merupakan pemain bintang tim TYLOO dan tidak ada orang yang berpikiran TYLOO akan melepas pemain dengan KDA terbaik mereka. BnTeT dikabarkan telah habis masa kontraknya di akhir 2019 ini, maka Gen.G menarik BnTeT ke dalam roster CS:GO nya.

Kesempatan Besar Bagi Jagoan CS:GO Indonesia

Sumber: Starladder
Sumber: Starladder

North America jelas region yang lebih menjanjikan dibandingkan Asia untuk scene CS:GO. Perlahan tapi pasti, pilihan ini merupakan tahap baru bagi karir BnTeT. Sudah terhitung dua tahun semenjak BnTeT bergabung dengan TYLOO dan, sampai tahun 2019 ini, karirnya bisa dibilang menanjak. Selama di TYLOO, BnTeT berhasil menarik perhatian dunia dengan performanya yang luar biasa. Memang sudah selayaknya ia ditarik ke region yang lebih baik. Turnamen yang lebih kompetitif yang berisikan pemain-pemain bintang yang berpengalaman menjuarai turnamen Major merupakan tempat yang tepat untuk Bntet menunjukan kemampuannya.

Komunitas Reddit CS:GO berspekulasi bahwa BnTeT sebagai pendatang baru akan memberikan kompetisi yang lebih menarik untuk scene CS:GO North America. Jarang sekali player region Asia yang mendapatkan kesempatan untuk pindah ke region North America, yang tercatat hanyalah Enkhtaivan “Machinegun” Lkhagva dan BnTeT saja. Karena itu, komunitas CS:GO North America sangat bersemangat untuk melihat sepak terjang BnTeT dan akhirnya mereka memberikan spekulasi liar di forum Reddit.

Banyak yang bilang bahwa BnTeT akan bersinar bermain dengan bekas trio Cloud9, tetapi tidak sedikit juga yang berpendapat bahwa mereka tidak bisa bersaing di turnamen Major dan hanya jadi angin lalu saja. Bukan hanya komunitas luar yang berkomentar, komunitas CS:GO Indonesia juga berkomentar terhadap kabar gembira tersebut. Antonius “Wooswaa” Willson sebagai caster dan pengamat CS:GO tanah air mengatakan, “kalau tidak ada kendala bahasa, Bntet akan semakin sukses di North America.” Wooswaa juga membandingkan rekan tim BnTeT ketika di TYLOO dan di Gen.G nanti, autimatic yang memiliki banyak pengalaman menjuarai turnamen Major jelas memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan rekan timnya ketika di TYLOO.

Antonius “Wooswaa” Willson dan Arwanto “WawaMania” Tanumiharja | Sumber: Facebook

Sementara Arwanto “WawaMania” Tanumiharja berkomentar, “perlahan, BnTeT merangkak ke region CS:GO yang lebih baik. Yang penting pindah dulu”. WawaMania menganggap langkah BnTeT sudah sangat benar, yang paling penting adalah ia harus keluar terlebih dahulu dari region Asia ke North America karena turnamen-turnamen Major lebih banyak diselenggarakan di North America dibandingkan di Asia.

Kabar Mengatakan BnTeT Dilirik Gen.G Untuk Jadi Pemain Kelima

Organisasi esports asal Korea Selatan, Gen.G, dikabarkan sedang mengincar Hansel “BnTeT” untuk dimasukkan ke dalam divisi CS:GO mereka. Kabar ini menyeruak pertama kalinya pada artikel yang ditulis oleh Jarek Dekay Lewis di DBLTAP.

Pada tanggal 6 Desember 2019 kemarin, Gen.G Esports memang mengumumkan akan melakukan ekspansi ke ekosistem esports CS:GO lewat scene Amerika Serikat. Usaha Gen.G untuk mencapai hal tersebut adalah dengan mengambil tiga pemain ex-Cloud9, yaitu Kenneth “koosta” Suen, Damian “daps” Steele, dan Timothy “autimatic” Ta, dan juga menambahkan Sam “s0m” Oh. Melengkapi roster, tim ini juga menyertakan seorang pelatih asal Australia yaitu Chris “Elmapuddy” Tebbit.

Mengutip dari rilis resmi, usaha ekspansi Gen.G sebenarnya sudah lama direncanakan, ujar Nathan Stanz General Manager Gen.G. Arnold Hur, Chief Operating Officer Gen.G juga melanjutkan bahwa organisasi esports terasa kurang lengkap jika belum memiliki tim CS:GO. “Kami sejak lama mencari celah untuk masuk ke dalam scene dengan tim yang tepat, dan kami sangat bersemangat karena kini akhirnya mendapat kesempatan yang baik untuk memulai pergerakan pertama.” lanjut Arnold.

Terkait BnTet, sumber mengatakan kontraknya bersama TYLOO akan habis pada akhir tahun ini. Melihat kesempatan tersebut, Gen.G yang masih kekurangan 1 pemain, dikabarkan telah membuat sebuah tawaran kepada BnTeT. Namun demikian belum ada informasi lebih lanjut terkait hal ini.

Sumber: CS:GO Liquidpedia
Sumber: CS:GO Liquidpedia

Hansel Ferdinand telah bergabung dengan tim TYLOO sejak dari Maret 2017 lalu. Sejauh ini, posisi BnTeT teramat penting bagi tim TYLOO. Tak hanya memegang jabatan sebagai in-game leader (IGL), tapi mantan pemain NXL ini juga merupakan fragger dari tim asal Tiongkok tersebut. Terakhir kali, BnTeT sudah membawa TYLOO tembus ke dalam tiga CS:GO Majors, dan berhasil membuat TYLOO mencapai babak Semifinal di CS:GO Asia Championships bulan November lalu.

Jika BnTeT resmi bergabung di dalam tim Gen.G, maka ia akan jadi pemain Indonesia pertama yang bergabung ke dalam scene CS:GO barat. Selama ini sendiri, scene CS:GO barat kerap kali dianggap lebih superior dibanding dengan scene CS:GO wilayah lain. Akankah bergabung ke dalam tim Gen.G bisa mendongkrak karir BnTeT di masa depan?