Bukan PC atau Console, Mobile Jadi Platform Paling Menguntungkan Bagi Activision

Didirikan oleh sejumlah mantan staf Atari, Activision merupakan developer game console independen third-party pertama dan salah satu perusahaan gaming tertua. Tim asal Santa Monica itu sudah berkiprah selama kurang lebih 40 tahun, dan dalam perjalanannya, mereka telah melakukan berbagai langkah strategis. Manuver bisnis terbesar yang sempat Activision eksekusi ialah merging dengan Vivendi Games, mencetus didirikannya Activision Blizzard di tahun 2008.

Alasan mengapa CEO Activision Bobby Kotick setuju untuk bergabung bersama Vivendi adalah karena CEO Blizzard saat itu, Mike Morhaime, berhasil meyakinkan Kotick ia bisa memandu perusahaan menembus pasar gaming di Tiongkok yang tengah berkembang pesat. Satu dekade lebih berselang, kerja sama Activision Blizzard dengan raksasa teknologi Tiongkok membuahkan prestasi tak terduga. Berdasarkan laporan pemasukan terkini, platform mobile ternyata jadi penghasil profit terbesar bagi Activision Blizzard, melampaui PC dan console.

Activision Blizzard mengabarkan bahwa di kuartal terakhir 2019, perangkat bergerak memberi pemasukan sebesar US$ 633 juta, menghasilkan 32 persen dari pendapatan bersih perusahaan. Console menempati urutan kedua di 30 persen senilai US$ 595 juta, disusul oleh PC di posisi ketiga dengan 26 persen – setara US$ 521 juta. Namun di tengah transisi unik ini, profit perusahaan malah memperlihatkan penurunan dibanding periode yang sama di tahun 2018: merosot 17 persen, sebesar US$ 395 juta.

Jika dikomparasi dengan triwulan keempat 2018, penghasilan Activision Blizzard dari mobile memang melonjak tinggi, memangkas persentase PC dan console secara signifikan. Meski demikian, angka pemasukan via perangkat bergerak memang masih belum mampu menyusul rekor profit dari console tahun lalu. Rincian laporan pendapatan di Q4 2019 bisa Anda lihat di sini.

Activision 1

Dan di bawah ini ialah detail pemasukan total perusahaan selama satu tahun:

Activision 2

Ada beberapa hal yang melambungkan profit dari perangkat bergerak. Pertama tentu saja adalah Call of Duty: Mobile. Versi mobile dari game shooter populer ini meluncur di bulan Oktober 2019, tetapi sudah diunduh lebih dari 150 juta kali. Kesuksesannya mendorong Activision Blizzard untuk lebih menekuni segmen ini. Kabarnya, perusahaan sedang mempertimbangkan buat menghadirkan seluruh franchise permainannya ke perangkat bergerak.

Call of Duty: Mobile dikembangkan oleh TiMi Studios yang merupakan anak perusahaan Tencent Games. Walaupun tak dikerjakan oleh tim Call of Duty sesungguhnya (yakni Infinity Ward dan Treyarch), TiMi berhasil mengadopsi sejumlah elemen yang membuatnya jadi favorit gamer PC dan console seperti karakter, peta dan mode permainan. Perlu Anda ketahui bahwa Tencent sendiri memegang lima persen saham Activision Blizzard.

Penyumbang terbesar lain dari pertumbuhan bisnis Activision Blizzard di segmen perangkat bergerak ialah King, developer permainan Candy Crush Saga yang mereka akuisisi di tahun 2016 dengan nilai US$ 5,9 miliar. Pengambilalihan tersebut katanya menjadikan Activision Blizzard sebagai ‘pemain terbesar di ranah mobile‘.

Via GameSpot.

Activision Blizzard Konfirmasi Akan Turut Memeriahkan Genre Battle Royale

Battle royale ialah genre permainan video paling top di planet Bumi saat ini, dan selaku dua franchise pionir, pertempuran antara PUBG dengan Fortnite tak hanya dilakukan di PC dan console current-gen saja, tetapi juga di mobile. Sebagai respons atas kepopularitasannya, sejumlah perusahaan gaming raksasa dilaporkan sangat tertarik untuk ambil bagian di sana.

Kita sudah mendengar rumor yang menyatakan bahwa Activision akan mengganti mode single-player di Call of Duty: Black Ops 4 dengan battle royale, serta agenda EA untuk membubuhkan formula last man standing berskala masif itu di game Battlefield mereka selanjutnya. Tapi di antara kedua perusahaan itu, baru Activision yang akhirnya mengonfirmasi akan mengadopsi formula battle royale, meski belum diketahui apa judul permainannya.

Dalam presentasi laporan pemasukan pada investor di tanggal 4 Mei silam, CEO Activision Bobby Kotick memuji keberhasilan Fortnite merangkul beragam kalangan gamer di seluruh usia dan jenis kelamin. Lalu rekannya, COO Coddy Johnson turut menjelaskan bagaimana battle royale bukan saja sukses menarik jutaan pemain baru untuk menikmati game di platform tradisional semisal PC dan console, tetapi juga perangkat bergerak.

Selanjutnya, CFO Spencer Neumann menyampaikan bahwa battle royale merupakan inovasi selanjutnya di industri gaming. Menurutnya, mode ini adalah ekspansi dari genre shooter yang telah lama menjadi spesialisasi Activision. Lewat battle royale, perusahaan melihat kesempatan untuk memublikasikan karyanya ke segmen konsumen yang lebih luas: pasar di kawasan Barat dan Timur.

Sejauh ini, Activison memang belum membenarkan bahwa battle royale akan dibubuhkan pada Call of Duty: Black Ops 4, namun sejumlah indikasi mengarah ke sana. Menurut COO Coddy Johnson, permainan anyar itu bukan hanya dikembangkan berbekal kepiawaian mereka dalam meracik FPS, tapi ‘turut disertai sejumlah terobosan baru’.

Berpartisipasinya Activision Blizzard memeriahkan genre battle royale sebetulnya juga mengisyaratkan dampak negatif naik daunnya formula ini terhadap bisnis perusahaan.

Satu game yang perjalanannya tidak sesukses harapan Activision Blizzard ialah Destiny 2. Dalam upaya mengembalikan jumlah pemain ke tingkatan yang menguntungkan, perusahaan cuma bilang akan memanfaatkan metode tradisional: membuat karakter pemain jadi lebih kuat, menyediakan reward lebih banyak, dan memastikan konten end-game lebih kaya.

Pertanyaannya kini adalah, franchise apa yang akan Activision Blizzard manfaatkan untuk melangkah masuk ke ranah battle royale secara perdana? Apakah betul Black Ops 4? Ataukah spin-off dari Call of Duty? Atau malah ditambahkan pada game yang ‘kurang menguntungkan’ seperti Destiny 2?

Sumber: Games Industry.

Activision Blizzard Konfirmasi Akusisi Organisasi Esport Major League Gaming

Esport ialah hal besar, dan para pemain di industri melihat bahwa perkembangan ranah olahraga elektronik akan terus meroket. Sebagai salah satu nama raksasa, sejak beberapa bulan silam Activision sudah mengambil ancang-ancang untuk turut berkiprah di sana. Mereka mendirikan divisi khusus, sembari menunjuk mantan CEO ESPN Steve Bornstein buat memimpinnya.

Meneruskan upaya mereka, sang publisher memutuskan buat mengambil satu langkah besar. Activision Blizzard dilaporkan telah mengakuisisi Major League Gaming. Bagi gamer, nama MLG tidak asing lagi di telinga, ia merupakan sebuah organisasi yang mempionirkan esport. Laporan awal muncul di akhir minggu kemarin, kemudian dikonfirmasi lewat press release dari Activision.

Melalui pembelian ini, Activision mencoba mengembangkan sayap ke eskosistem liga-liga gaming profesional. CEO Bobby Kotick menyampaikan, mereka berkeinginan untuk menciptakan ‘ESPN-nya esport‘, sembari menemukan cara baru buat ‘menghargai para pemain serta kemampuan yang mereka miliki, dan sebagai dedikasi serta komitmen pada dunia gaming.’

Lalu bagaimana dengan struktur MLG sendiri? Sebelumnya ada berita yang mengindikasikan bahwa CEO MLG Sundance DiGiovanni akan digantikan. Namun berdasarkan lembar rilis pers, ia sepertinya tidak akan meninggalkan posisi tersebut. Activision Blizzard tetap mengandalkan DiGiovanni dan co-founder Mike Sepso buat menahkodai MLG.

Misi mereka adalah meneruskan kerja keras selama 12 tahun agar esport bisa menjadi lebih mainstream lewat pembuatan serta penyiaran konten premium, mengelola event global, serta memperluas distribusi. Major League Gaming akan terus mengoperasikan platform MLG.tv, MLG Pro Circuit dan GameBattles. Daftar publisher serta partner juga tidak berubah.

Activision Blizzard tidak mengungkap jumlah uang yang mereka keluarkan demi mengakuisisi hampir seluruh aset bisnis MLG, tapi dari artikel Esport Observer di tanggal 1 Januari 2016, angkanya mencapai US$ 46 juta.

Bermarkaskan di Kota New York, Major League Gaming didirkan pada tahun 2002 oleh DiGiovanni dan Sepso. Sejak saat itu, mereka mengadakan turnamen-turnamen video game, bahkan sempat berkecimpung di bidang produksi acara TV serta pengembangan permainan. Bermacam-macam judul MLG pertandingkan, dari mulai League of Legends, Mortal Kombat, Soul Calibur V, King of Fighters XIII, Dota 2, Smite, sampai Call of Duty.

Boleh jadi, karena mereka sudah menjadi milik Activision Blizzard, permainan-permainan Activision dan Blizzard Entertainment mungkin akan lebih sering dipertandingkan.

Via Games Industry. Sumber: Activision. Header: Wikipedia.

Pencipta Candy Crush Akan Dibeli Pemilik Call of Duty Seharga $ 5,9 Miliar

Seri permainan puzzle match-three Candy Crush sudah lama dikenal orang sebagai mesin pencetak uang milik King Digital Entertainment. Di tahun 2014 saja, in-app purchase user memberi pemasukan sebesar US$ 1,33 miliar untuk King, dan itu belum menghitung permainan-permainan mereka lainnya. Dan beberapa saat lalu, terdengarlah kabar menghebohkan. Continue reading Pencipta Candy Crush Akan Dibeli Pemilik Call of Duty Seharga $ 5,9 Miliar