5 Tips Mengembangkan Turnamen Fighting Game dari Founder EVO dan CEO

Acara kompetisi fighting game belakangan ini seperti tak ada habisnya. Setiap bulan, bahkan nyaris tiap minggu ada saja turnamen yang melibatkan judul-judul game populer di luar sana. Bahkan sering kali penyelenggaraannya melibatkan turnamen resmi, seperti Capcom Pro Tour atau Tekken World Tour. Para penerbit game pun semakin getol mendukung pengadaan kompetisi di level akar rumput, membuat semakin banyak penggemar fighting game yang punya kesempatan untuk berpartisipasi.

Bagaimana caranya mengadakan turnamen fighting game yang besar dan heboh, seperti EVO? Mungkin ada organizer (atau calon organizer) yang penasaran akan hal ini. Para founder ajang fighting game ternama telah duduk bersama Core-A Gaming untuk berbagi kiat-kiat menciptakan serta mengembangkan turnamen. Narasumbernya termasuk Tom Cannon (co-founder EVO), Alex Jebailey (founder CEO), Rick Thiher (Event Director Combo Breaker), Yongde (co-founder SEA Major), dan banyak lagi. Simak tips mereka di bawah.

Step 0: The Game

Sebelum berpikir bagaimana caranya menggelar turnamen besar, harus disadari bahwa untuk menjadi besar itu tidak bisa instan. Bila kita tengok ke belakang, banyak turnamen fighting game yang sekarang sudah sangat terkenal dulunya berawal dari kompetisi kecil-kecilan. EVO misalnya, awalnya hanya kompetisi dengan skala game center lokal. Begitu pula CEO (Community Effort Orlando), berakar dari turnamen kecil di rumah pendirinya yaitu Alex Jebailey.

Sebenarnya untuk mengadakan turnamen, hanya ada dua hal yang dibutuhkan: game untuk dimainkan, dan orang untuk memainkannya. Asalkan ada dua hal ini, kita bisa langsung menggelar turnamen. Jebailey pertama kali menggelar turnamen Super Street Fighter II ketika ia berusia 13 tahun, dan turnamennya diadakan di rumah menggunakan console Super Nintendo. Sesederhana itu sudah cukup.

Step 1: Event Space

Ketika peminat turnamen sudah semakin banyak (katakanlah, di atas 40 orang), inilah saatnya Anda mencari ruang umum untuk menggelar acara. Contohnya seperti bar, atau kafe. Di Amerika Serikat ada istilah “barcade”, yaitu tempat yang menggabungkan sebuah bar dengan arcade center kecil. Bahkan ada franchise bar tersendiri yang bernama Barcade, jadi bar dan gaming adalah dua hal yang sudah terbukti bisa berjalan berdampingan.

Bar atau kafe juga sangat cocok untuk turnamen fighting game, karena di sebuah turnamen biasanya para pengunjung akan diam di tempat untuk waktu yang lama. Otomatis mereka pasti butuh makan, minum, dan layanan-layanan lainnya. Jadi pengunjung bukan hanya datang sebagai peserta atau penonton turnamen, tapi juga sebagai pelanggan kafe.

“Ada sangat banyak bar di Seoul, di sini sangat kompetitif,” kata Josh Lewis, tournament organizer Super Smash Bros di Seoul, Korea Selatan. “Jadi sangat menjual bila saya bisa mendatangi mereka lalu bilang, saya bisa mendatangkan 60 orang ke bar Anda di waktu yang biasanya tidak ramai, misalnya jam 1 siang. Baik itu bar, kafe, atau rental PC, itu adalah nilai jual yang gampang, dan memberi kami leverage untuk negosiasi.”

Jebailey juga memberi contoh tentang kesepakatan yang bisa dicapai antara kedua pihak. Katakanlah ia menggelar turnamen dengan peserta 40 – 50 orang. Setiap peserta ditarik biaya sebesar US$10, kemudian setengah dari uang pendaftaran itu diberikan pada pemilik venue. Pemilik venue juga berhak mendapat seluruh uang hasil penjualan makanan.

Step 2: Community Effort

Ketika turnamen sedang berlangsung, tentu tidak semua orang bertanding secara serentak. Hanya sebagian orang saja yang bertanding, sementara sisanya menonton atau menunggu giliran mereka. Tapi tidak melakukan apa-apa untuk waktu yang lama bisa membuat pengunjung bosan.

Sebuah turnamen yang baik butuh banyak perlengkapan agar pengunjung juga bisa bermain secara kasual, baik sebelum turnamen ataupun sesudah turnamen—karena turnamen juga merupakan ajang nongkrong. Bukan hanya hardware yang mencakup console, PC, dan TV atau monitor, namun juga game itu sendiri. Game yang tampil di turnamen haruslah lengkap, dengan DLC, season pass, dan update terbaru. Bila tidak demikian maka pengunjung akan merasa kecewa, bahkan hasil turnamen bisa dipertanyakan keabsahannya.

Red Bull Conquest
Turnamen fighting game tidak akan bisa besar tanpa usaha komunitas | Sumber: Alex Jebailey

Akan tetapi menyediakan segala hardware dan game itu tentu butuh banyak biaya yang sulit ditanggung organizer kecil. Di sinilah pentingnya menjalin hubungan baik dengan komunitas. Para anggota komunitas bisa ikut membantu menyediakan console dan game. Mereka juga bisa membantu mengatur dan mencatat bracket pertandingan, hingga ikut menata dan menyiapkan peralatan di venue sebagai volunteer.

Peran serupa juga bisa datang dari sponsor, seperti diceritakan Yongde. “Kami mendapat banyak sponsorship, bukan sponsorship uang tapi lebih banyak sponsor perlengkapan,” ujarnya. Kerja sama dengan sponsor dan komunitas seperti ini bisa menurunkan biaya penyelenggaraan turnamen cukup banyak. Jangan lupa juga untuk menyesuaikan jumlah hardware yang diusung dengan kapasitas listrik di venue turnamen.

Step 3: Tournament Standards

Tahap berikutnya adalah tahap yang bisa dibilang merupakan fase “berjualan”. Turnamen butuh pengunjung, tapi pengunjung tidak akan datang ke turnamen yang menurut mereka tidak menarik. Nah, faktor-faktor apa saja yang membuat sebuah turnamen menarik, itu yang harus kita perhatikan.

Uang hadiah bisa menjadi salah satu daya tarik turnamen, tapi lebih dari itu, mungkin yang lebih penting adalah “gengsi”. Para pemain fighting game kompetitif suka mencari lawan yang kuat, jadi kedatangan pemain kuat di sebuah turnamen akan menarik pemain-pemain kuat lainnya. Bagi mereka yang bukan partisipan pun, pemain kuat tentu lebih menarik untuk ditonton daripada peman yang biasa-biasa saja.

Tentu saja mendatangkan pemain profesional (apalagi dari luar negeri) itu sulit, kecuali bila turnamen kita sudah masuk ke dalam sirkuit resmi seperti CPT dan TWT. Jadi solusinya adalah berinvestasi di komunitas. Bantu para pemain lokal meningkatkan keahlian, sehingga mereka menjadi semakin ahli, semakin dikenal, dan menarik pemain-pemain lainnya.

Sebagai timbal baliknya, organizer harus memastikan para partisipan bisa mengikuti turnamen dengan nyaman. Jadwal tidak boleh ngaret, informasi bracket dan pembagian pool harus jelas, format pertandingan pun harus mengikuti sistem turnamen profesional. Ketika organizer sudah bisa menjaga standar-standar turnamen, dan bisa mendatangkan pemain-pemain kuat, reputasi mereka akan meningkat sehingga orang mau datang kembali. Di fase ini, organizer perlu berinvestasi untuk mengincar pertumbuhan jangka panjang.

Step 4: Exposure

Reputasi turnamen dari mulut ke mulut itu bagus, namun turnamen butuh lebih banyak exposure agar bisa berkembang menjadi turnamen besar. Untuk itu diperlukan siaran dan relasi ke media atau influencer. Selain itu, kehadiran talent tertentu juga bisa membuat turnamen lebih menarik. Yongde bahkan menyebutkan bahwa streaming adalah hal paling penting untuk komunitas berkembang dewasa ini.

Organizer bisa memanfaatkan jalur-jalur streaming video seperti YouTube, Twitch, dan Mixer untuk menyiarkan turnamen ke seluruh dunia. Tapi untuk menciptakan kualitas streaming yang terlihat rapi menarik pun diperlukan keahlian tersendiri. Untuk mencapainya, organizer bisa bekerja sama dengan streamer atau content creator profesional yang memang sudah paham seluk-beluk dunia live streaming.

Tak kalah pentingnya adalah talent yang hadir di depan kamera, seperti komentator, analis, host, dan sebagainya. Semakin banyak penonton di jalur streaming, ada kemungkinan pula jalur ini bisa digunakan untuk menarik sponsor. Turnamen-turnamen besar sering kali menyediakan slot iklan di siaran live streaming mereka.

Keberhasilan di tahap ini akan membawa turnamen ke skala menengah. Mungkin turnamen tersebut sudah sangat dikenal di komunitas, atau sudah menjadi bagian dari sirkuit turnamen resmi. Pemain dari lokasi-lokasi jauh berdatangan, dan mungkin organizer akan butuh tempat yang lebih luas. Bila sudah demikian, hotel bisa menjadi pilihan venue, dengan skema kerja sama yang mirip seperti bar/kafe sebelumnya.

Tom Cannon berkata, “Hal penting yang kami pelajari dari bekerja sama dengan pemilik hotel, yaitu bahwa dua hal terpenting bagi mereka adalah penginapan—jika Anda bisa menjamin bahwa para pengunjung akan memesan kamar di hotel tersebut dan menghasilkan bisnis—juga makanan dan pemandian.

Para pengunjung akan memesan banyak makanan karena mereka akan berada di area hotel. Dan salah satu kekuatan turnamen fighting game adalah para pengunjung biasanya diam di lokasi untuk waktu yang lama dibandingkan dengan acara-acara lain.” Area hotel yang luas bisa dimanfaatkan untuk banyak kegiatan, termasuk menjual ruang untuk mendirikan booth bagi vendor yang berminat.

Step 5: Atmosphere

Perkembangan turnamen ke tingkat selanjutnya ada hubungannya dengan persaingan. Anda mungkin sudah sukses sebagai organizer skala menengah, tapi pada saat bersamaan di sekitar Anda pun banyak organizer lain yang menggelar turnamen. Di sini penting melakukan pengembangan ke arah tema yang unik. Turnamen Anda perlu memiliki sesuatu, atmosfer yang tidak ada di turnamen lain.

Ambil contoh saja CEO, turnamen tersebut unik karena mengusung tema yang kental dengan suasana gulat profesional. Bahkan trofi pemenangnya pun berbentuk seperti sabuk kejuaraan gulat. Sementara Combo Breaker justru menghadirkan atmosfer menyerupai konser musik, dengan trofi berbentuk piringan hitam.

Keunikan-keunikan ini bisa dicapai lewat berbagai hal. Misalnya penataan venue, lighting, dan dekorasinya, kemudian wujud hiburan yang disajikan, hingga vendor-vendor yang turut berpartisipasi. Tentu saja ada cara lain untuk bersaing, misalnya dengan adu besar-besaran uang hadiah. Tapi itu akan memunculkan persaingan yang tidak sehat.

Tom Cannon bahkan menyatakan bahwa jika hanya mementingkan uang, EVO mungkin sudah mati dari dulu. Justru karena mereka memperhatikan hal-hal di luar keuntungan finansial maka mereka bisa terus hidup dan digemari begitu banyak orang hingga saat ini.

EVO menggelar berbagai turnamen sampingan untuk memfasilitasi komunitas-komunitas dari game yang tidak mainstream, sehingga semua penggemar fighting game bisa merasa ikut jadi bagian festival besar tersebut. Hal-hal seperti inilah yang membuat orang ingin terus kembali ke EVO dari tahun ke tahun. Turnamen sampingan ini bahkan bisa memunculkan kejutan. Contohnya seri Under Night In-Birth, dulunya hanya turnamen sampingan di EVO tapi kemudian diangkat menjadi turnamen utama karena peminatnya begitu banyak.

Combo Breaker 2019 - SFV Winners
Trofi Combo Breaker berbentuk seperti piringan hitam | Sumber: tempusrob/Robert Paul

Sebuah turnamen fighting game tidak bisa langsung besar dari awal. Setidaknya demikianlah pelajaran yang disampaikan oleh para founder turnamen terbaik dunia. Memang bisa saja organizer mencoba menggelar ajang dengan dana besar langsung. Tapi tanpa memiliki ikatan yang kuat dengan ekosistem akar rumput, jangan harap bisa bertahan untuk waktu yang lama.

Gairah dan kekuatan yang dimiliki komunitas-komunitas lokal itulah yang terus menjadi penopang fighting game kompetitif selama puluhan tahun. Oleh karena itu penyelenggara turnamen fighting game harus banyak berinvestasi di komunitas, juga berinvestasi di hal-hal yang sifatnya bukan mengejar keuntungan semata. Sekarang, organizer manakah di Indonesia yang berani menerima tantangan ini?

Sumber: Core-A Gaming

Rekap Combo Breaker 2019: Pergulatan Hebat Veteran Fighting Game Dunia

Tanggal 24 – 26 Mei 2019 kemarin adalah tanggal yang sangat spesial bagi para penggemar fighting game, terutama di Amerika Serikat. Dalam dua hari itu, telah digelar sebuah kompetisi fighting game besar-besaran di wilayah Illinois, kompetisi bernama Combo Breaker yang sudah jadi tradisi tahunan sejak 2015. Para penggemar fighting game dari seluruh dunia berkumpul dalam acara yang berlokasi di gedung The Mega Center yang memiliki luas 5,5 km2.

Selama tiga hari, kita dimanjakan dengan lusinan turnamen yang mengusung judul-judul game terkenal dari berbagai era. Tak hanya judul-judul baru seperti Mortal Kombat 11 dan Super Smash Bros. Ultimate, namun juga beragam game populer lawas seperti Capcom vs. SnK 2: Mark of the Millennium 2001 dan Street Fighter III 3rd Strike ada di sini. Combo Breaker 2019 juga menjadi wadah untuk tiga turnamen resmi, yaitu Capcom Pro Tour 2019 (Premier Event), Tekken World Tour 2019 (Master Event), serta Mortal Kombat Pro Kompetition 2019 (Premier Event).

Ada banyak drama dan pertandingan menarik di acara ini, yang mungkin akan terlalu panjang bila kita bahas semua. Berikut ini adalah rekap Combo Breaker 2019 untuk lima cabang game terpopuler yang dimainkan di sana. Simak keseruannya.

Street Fighter V: Arcade Edition

Komunitas Street Fighter V belakangan ini sedang dilanda drama karena Daigo Umehara mulai menggunakan controller baru yang dikenal dengan nama “hitbox”. Sebetulnya hitbox bukanlah controller yang benar-benar baru, namun baru-baru ini saja jadi buah bibir karena Daigo. Kelebihannya adalah controller ini memiliki bentuk seperti arcade stick, tapi tidak menggunakan lever untuk arah, melainkan tombol seluruhnya. Selain memberi kemampuan input lebih cepat, hitbox juga dapat diatur peletakan tombolnya secara custom. Daigo misalnya, menggunakan 3 tombol berbeda sebagai arah atas (Up).

Berhubung Combo Breaker 2019 merupakan bagian dari Capcom Pro Tour, peraturannya pun harus disetujui oleh pihak Capcom. Setelah pertimbangan yang cukup panjang akhirnya Capcom memutuskan untuk melarang penggunaan hitbox karena dinilai “memberikan keuntungan kompetitif”. Mereka mengatakan bahwa peraturan CPT di masa depan bisa saja berubah, tapi untuk sekarang hitbox secara tegas dilarang.

Daigo sendiri tidak masalah dengan pelarangan itu. Tapi karena selama ini ia berlatih menggunakan hitbox, tiba-tiba berganti controller tentu menempatkannya di posisi kurang menguntungkan. Apalagi turnamen ini penuh dengan nama-nama besar. Daigo harus puas di peringkat 17, seri dengan pemain-pemain veteran lain seperti Nemo, Fujimura, Xiao Hai, dan Dogura.

Pemain yang berhasil merangsek hingga ke babak Grand Final adalah “Sang Alpha” dari Amerika, Punk. Ia bertemu dengan sang juara EVO 2018, Problem X alias Benjamin Simon dari Inggris. Grand Final ini adalah pertempuran kontras antara Karin (Punk) yang lincah melawan Abigail (Problem X) yang berbadan raksasa. Anda dapat menonton replay pertandingannya dalam video di atas, pada timestamp 6:27:10.

Dalam pertandingan berformat best-of-5, Problem X berhasil memimpin melibas Punk dengan skor 0-3. Akan tetapi Punk datang dari Winners’ Bracket, sehingga Problem X harus menang 2 set untuk jadi juara. Berbeda dengan EVO 2017 di mana mental Punk jatuh setelah terkena bracket reset, kali ini ia justru tampil semakin tenang. Ia memanfaatkan kecepatan Karin untuk memberi tekanan ofensif yang sangat besar, kemudian menghajar Problem X tanpa balas!

https://twitter.com/richardsuwono/status/1133158655396679680

Menang dengan skor 3-0, Punk pun keluar sebagai juara Combo Breaker 2019. Begitu dominan permainan Punk di set terakhir Grand Final ini sehingga ilustrator terkenal Richard Suwono mengibaratkannya seperti game Sonic the Hedgehog.

Combo Breaker 2019 - SFV Winners
Ki-ka: Machabo, Punk, Problem X; para juara SFV di Combo Breaker 2019 | Sumber: tempusrob/Robert Paul

Peringkat Top 8 Street Fighter V: Arcade Edition:

  • Juara 1. REC|Punk (Karin)
  • Juara 2. Mouz|Problem X (M. Bison, Abigail)
  • Juara 3. YOG|Machabo (Necalli)
  • Juara 4. FD|Haitani (Akuma)
  • Juara 5. RB|Gachikun (Rashid)
  • Juara 5. Liquid|John Takeuchi (Rashid)
  • Juara 7. iDom (Laura)
  • Juara 7. Takamura (Akuma)

Tekken 7

Tekken 7 sama spesialnya dengan Street Fighter V: Arcade Edition, karena kedua game ini sama-sama mengadakan turnamen yang dinaungi oleh sirkuit esports resmi. Combo Breaker 2019 dalam Tekken World Tour termasuk ke dalam turnamen tingkat Master, dengan kata lain merupakan turnamen kasta tertinggi di luar EVO 2019. Sudah jelas bahwa turnamen ini pun akan menarik para “dewa” Tekken dari seluruh dunia, seperti JDCR, Jeondding, Rangchu, dan banyak lagi.

Salah satu pertandingan paling seru terjadi di babak Top 8 Losers’ Bracket, di mana Knee bertemu dengan Rickstah. Knee dalam turnamen ini menggunakan beberapa karakter berbeda, dan di pertandingan yang satu ini ia bermain mengandalkan Bryan. Sementara itu lawannya tampil dengan Akuma, karakter yang tergolong jarang digunakan oleh pemain-pemain di level profesional.

Knee sempat mencuri angka terlebih dulu, namun Rickstah menunjukkan perlawanan yang baik dengan memenangkan game kedua. Di game ketiga, terjadi sebuah adegan yang sangat dramatis. Ketika kedua pemain sama-sama bertarung agresif, bertukar combo hingga sama-sama sekarat, Knee mencoba menutup pertarungan dengan serangan Rage Drive. Namun Rickstah cepat tanggap, ia membalas serangan itu dengan Rage Drive juga.

Sayangnya meski dengan permainan gemilang demikian, Rickstah tetap harus menyerah pada Knee. Knee akhirnya melaju ke babak Grand Final dan berhadapan dengan Anakin, setelah mengalahkan LowHigh, JDCR, serta Rangchu yang merupakan juara Tekken World Tour Finals 2018.

Pertarungan antara Knee dengan Anakin di Grand Final disebut-sebut oleh banyak orang sebagai pertarungan terseru di tahun 2019. Atlet Tekken 7 Indonesia, R-Tech (Christian Samuel) juga merasa bahwa pertarungan ini menarik. “Menurut saya USA di turnamen kali ini banyak memberi kejutan. Dan untuk Grand Final Anakin vs Knee sangat menghibur karena Knee dari loser (bracket) yang akhirnya comeback dan bisa jadi juara. Anakin juga memberikan perlawanan yang bagus,” ujarnya kepada Hybrid.

https://twitter.com/BNEesports/status/1132816148142051328

Di babak Grand Final ini pada awalnya Knee bertarung menggunakan Devil Jin. Tapi kemudian di tengah-tengah ia berganti karakter menjadi Paul. Performa Knee dengan Paul sangat dahsyat, bahkan ada salah satu ronde di mana ia menghabisi Jack-7 milik Anakin dalam waktu 12 detik saja! Paul-lah yang menyelamatkan Knee dari eliminasi, hingga akhirnya melakukan bracket reset dan menjadi juara.

Combo Breaker 2019 - Tekken 7 Winners
Ekspresi Knee (kanan) setelah menang melawan Anakin (kiri) | Sumber: tempusrob/Robert Paul

Peringkat Top 8 Tekken 7:

  • Juara 1. ROX|Knee (Geese, Paul, Devil Jin, Bryan, Steve, Jin)
  • Juara 2. RB|Anakin (Jack-7)
  • Juara 3. Tasty|Rangchu (Panda, Katarina)
  • Juara 4. JDCR (Armor King)
  • Juara 5. ROX|Chanel (Julia, Alisa, Eliza)
  • Juara 5. UYU|LowHigh (Shaheen)
  • Juara 7. Princess Ling (Xiaoyu, Lei)
  • Juara 7. Rickstah (Akuma)

Mortal Kombat 11

Turnamen dalam Mortal Kombat Pro Kompetition hanya terbagi ke dalam dua jenis, yaitu Premier (offline) dan Online. Combo Breaker 2019 ini adalah turnamen Premier pertama sejak Mortal Kombat 11 dirilis pada bulan April lalu. Hebatnya, game ini berhasil menarik jumlah partisipan terbesar di acara Combo Breaker 2019 dengan 750 peserta. Mortal Kombat 11 juga memiliki posisi spesial karena merupakan game yang paling baru dirilis dalam ajang ini, serta memiliki posisi “menu utama” sebagai game terakhir yang dipertandingkan dalam Combo Breaker.

Turnamen Mortal Kombat 11 kali ini dihiasi oleh nama-nama besar, termasuk SonicFox, Semiij, A Foxy Grampa, Big D, dan banyak lagi. Bila kita berbicara tentang Mortal Kombat, tentu nama yang menjadi andalan adalah SonicFox alias Dominique McLean. Tapi ada satu masalah besar. SonicFox terkenal memiliki “kutukan” dalam kariernya: ia sama sekali belum pernah bisa memenangkan turnamen Mortal Kombat di ajang Combo Breaker, entah mengapa.

Tahun lalu, SonicFox baru saja mendapatkan penghargaan Best Esports Player dari acara The Game Awards. Combo Breaker 2019 ini merupakan ajang pembuktian apakah ia benar-benar layak menyandang gelar tersebut, sekaligus mematahkan kutukan yang menghantuinya selama bertahun-tahun. Tapi apakah ia berhasil?

SonicFox berhasil maju hingga babak Grand Final setelah mengalahkan sederet penantang kuat, namun perjalanannya bukan tanpa kesulitan. Pertarungan seru terjadi di babak semifinal Losers’ Bracket, ketika SonicFox berhadapan dengan Semiij. Menjagokan Kitana, Semiij tampil sangat dominan melawan Erron Black milik SonicFox. Ia bahkan nyaris mengeliminasi SonicFox dengan skor memimpin 2-0.

Merasa bahwa Erron Black sulit melawan Kitana, SonicFox mengganti karakternya ke Jacqui Briggs setelah kehilangan 1 angka. Namun ia masih tetap belum bisa menang dari Semiij. Akhirnya SonicFox mengganti karakter sekali lagi ke Skarlet. Bermain di jarak menengah dengan berbagai serangan tak terduga, SonicFox akhirnya membalikkan kedudukan.

Pertarungan Grand Final Mortal Kombat 11 ini pun tak kalah seru, dengan SonicFox (Jacqui Briggs) melawan Scar (Sonya) yang ia sebut sebagai “teman latihan”. Pertarungan ini terasa menegangkan sebab keduanya sama-sama bermain dengan pertahanan yang kuat. Satu kali serangan masuk saja sudah bisa membuat lawan terkena combo panjang dan terdesak hingga ke ujung arena.

SonicFox dan Scar kejar-mengejar angka, dari skor 1-1 berubah menjadi 2-2. Namun di ronde terakhir SonicFox melakukan beberapa kesalahan yang berdampak fatal. Mulai dari bantingan yang meleset hingga kegagalan menangkis serangan proyektil dari Sonya, SonicFox pun tumbang dalam pertarungan yang menegangkan namun berakhir sedikit antiklimaks.

Combo Breaker 2019 - MK11 Winners
SonicFox (kiri) menerima kekalahan dari Scar (kanan) dengan lapang dada | Sumber: vexanie/Stephanie Lindgren

Peringkat Top 8 Mortal Kombat 11:

  • Juara 1. END|Scar (Sonya, Scorpion)
  • Juara 2. FOX|SonicFox (Jacqui, Erron Black, Skarlet)
  • Juara 3. Noble|Tweedy (Baraka, Geras, Jacqui)
  • Juara 4. Noble|Semiij (Kitana)
  • Juara 5. Dragon (Cetrion)
  • Juara 5. PXP|A Foxy Grampa (Cassie Cage, Kung Lao)
  • Juara 7. Big D (Cetrion, Jade)
  • Juara 7. Deoxys (Geras, Kitana)

Dragon Ball FighterZ

Dragon Ball FighterZ berhasil menjadi salah satu turnamen paling ramai juga di ajang Combo Breaker 2019, meskipun ini bukan turnamen resmi. Sejak Dragon Ball FighterZ World Tour Saga pertama berakhir pada bulan Januari lalu, memang masih belum ada kabar tentang pengadaan sirkuit turnamen resmi lanjutan untuk game ini. Apalagi sempat muncul isu bahwa game ini bermasalah gara-gara lisensi. Singkatnya, esports Dragon Ball FighterZ sedang lesu. Tapi Go1 yang merupakan salah satu atlet terbaik Dragon Ball FighterZ berkata bahwa ini hanya sementara, dan para penggemar pasti akan ramai lagi bila Bandai Namco mengumumkan sirkuit turnamen resmi (Anda dapat menonton wawancaranya di bawah).

Akan tetapi itu semua tidak menyurutkan semangat para pemain yang datang ke Combo Breaker 2019. Turnamen ini tetap didatangi oleh pemain-pemain veteran baik dari dalam maupun luar negeri. Kazunoko yang merupakan juara Dragon Ball FighterZ World Tour 2018/2019 memang tidak hadir, namun masih ada jagoan-jagoan seperti Go1, SonicFox, HookGangGod, Dogura, dan lain-lain.

Rivalitas SonicFox dan Go1 sayangnya tidak terwujud kembali, karena SonicFox harus gugur terlebih dahulu di babak semifinal Losers’ Bracket melawan Shanks. SonicFox memang mengikuti banyak turnamen sekaligus. Ia terhenti di peringkat 4 Dragon Ball FighterZ dan peringkat 2 Mortal Kombat 11, namun berhasil meraih juara di cabang Skullgirls.

Update baru Dragon Ball FighterZ di bulan April lalu membuat keseimbangan gameplay berubah cukup banyak. Beberapa karakter yang mendapat buff besar antara lain Bardock (yang pada dasarnya sudah top tier), Piccolo, Goku SSGSS, serta Goku SSJ. Jadi wajar bila kita melihat banyak kemunculan karakter-karakter ini.

Go1, yang menguasai Winners’ Bracket hingga ke Grand Final, bahkan menggunakan kombinasi Bardock, Goku SSJ, dan Goku GT yang baru saja dirilis sebagai DLC. Sementara itu lawannya adalah HookGangGod yang telah mengalahkan Shanks di Losers’ Final. Timnya terdiri dari Bardock, Piccolo, dan Vegeta SSJ.

Kekuatan tim HookGangGod terletak pada mixup yang sangat bervariasi. Namun Go1 menunjukkan pertahanan yang sangat baik sehingga HookGangGod sulit menyerangnya dengan optimal tanpa menghabiskan meter. Taktik Hellzone Grenade milik Piccolo yang populer pun tidak menunjukkan ketajaman taringnya di sini.

Sebaliknya, Go1 justru sangat kuat ketika terjadi pertarungan satu lawan satu. Goku SSJ dan Goku GT berperan besar dalam melakukan solo damage. Namun HookGangGod berhasil mencuri poin terlebih dahulu. Di sinilah terjadi adegan lucu di mana Go1 membuka buku catatannya di sela-sela pertarungan, dan HookGangGod berusaha mengintip isinya.

“Contekan” Go1 itu rupanya membawa hasil. Setelah kehilangan 1 poin, Go1 terus menekan HookGangGod, mematahkan berbagai serangannya kecuali beberapa combo yang tidak terlalu optimal. Dalam 2 ronde berikutnya bahkan Go1 menang tanpa ada karakter mati sama sekali. Ronde terakhir, HookGangGod menunjukkan perlawan lebih kuat dan berhasil membunuh Goku GT, tapi itu tak cukup untuk menghentikan langkah Go1 ke podium juara.

Combo Breaker 2019 - DBFZ Winners
Go1, juara Dragon Ball FighterZ | Sumber: vexanie|Stephanie Lindgren

Peringkat Top 8 Dragon Ball FighterZ:

  • Juara 1. CO|Go1 (Bardock, Goku GT, Goku SSJ)
  • Juara 2. NRG|HookGangGod (Bardock, Piccolo, Vegeta)
  • Juara 3. VGIA|Shanks (Android 18, Adult Gohan, Goku SSJ)
  • Juara 4. FOX|SonicFox (Bardock, Fused Zamasu, Android 16)
  • Juara 5. EG|NYChrisG (Teen Gohan, Tien, Yamcha)
  • Juara 5. BC|Tachikawa (Kid Buu, Hit, Frieza)
  • Juara 7. BC|ApologyMan (Piccolo, Tien, Goku SSJ | Piccolo, Teen Gohan, Goku SSJ)
  • Juara 7. SubatomicSabers (Vegito, Cell, Gotenks)

Demikianlah rekap singkat tentang beberapa fighting game terpopuler di acara Combo Breaker 2019. Sebetulnya masih banyak lagi game lain yang dipertandingkan, bahkan ada lebih dari 20 turnamen di festival besar ini. Namun akan menjadi terlalu panjang bila ditulis semuanya. Bila Anda tidak sempat mengikuti acaranya dan tertarik menonton lebih banyak, Anda dapat melihat berbagai klip highlight lewat akun Twitter resmi Combo Breaker 2019 di tautan berikut.

Sumber: EventHubs, Capcom, Bandai Namco, Combo Breaker 2019