Acara Awards dan Penghargaan Tahunan di Industri Game, Pentingkah?

Jika industri film punya Academy Awards alias Oscars, industri game punya The Game Awards. Namun, sementara penyelenggaraan Oscars 2021 sempat ditunda karena lockdown, TGA 2021 tetap diselenggarakan seperti biasa. Salah satu alasannya adalah karena sejak pertama kali diadakan pada 2014, TGA memang lebih fokus pada siaran online daripada siaran di TV.

Faktanya, TGA 2021 justru baru saja memecahkan rekor jumlah penonton terbanyak, menurut laporan ScreenRant. Pada tahun ini, jumlah penonton TGA 2021 mencapai 85 juta orang, lebih banyak 2 juta daripada jumlah penonton pada tahun lalu. Selain itu, TGA 2021 juta memecahkan rekor Watch Time di YouTube, dengan total viewership mencapai 1,75 juta jam di platform video tersebut.

Pertanyaannya: seberapa penting The Game Awards untuk industri game?

Awal Mula The Game Awards

The Game Awards pertama kali diadakan pada 2014. Geoff Keighley, jurnalis game asal Kanada, merupakan kreator di balik awards show tersebut. Kali pertama Keighley melibatkan diri dalam acara penghargaan game adalah pada 1994, yaitu dengan Cybermania ’94: The Ultimate Gamer Awards. Walau acara tersebut dianggap kurang sukses, ia berhasil membuat Keighley tertarik untuk membuat acara game awards-nya sendiri.

Pada 2003, Keighley bekerja untuk Spike, saluran televisi kabel dan satelit asal Amerika Serikat. Ketika itu, dia menjadi produser dari Video Game Awards (VGA). Selain sebagai produser, dia juga sering menjadi host dalam acara tersebut. Tujuan dari VGA adalah untuk memamerkan game-game yang diluncurkan dalam satu tahun.

Spike memberikan dukungan besar untuk penyelenggaraan VGA. Pada 2012, mereka bahkan mengajak Samuel L. Jackson sebagai host dari acara itu. Namun, pada 2013, dukungan Spike untuk VGA surut. Alasannya, karena mereka ingin mengurangi program yang ditujukan untuk penonton laki-laki. Setelah itu, Spike mengubah nama VGA menjadi VGX, untuk menunjukkan bahwa acara itu akan fokus ke konsol terbaru saat itu, yaitu PlayStation 4 dan Xbox One.

Samuel L. Jackson di VGA. | Sumber: USA Today

Acara VGX di 2013 dianggap mengecewakan, karena porsi iklan yang sangat besar. Meskipun begitu, Spike tetap menawarkan Keighley untuk mengadakan VGX di tahun 2014, dengan syarat, acara itu hanya akan ditayangkan secara online, tapi tidak di TV. Keighley akhirnya memutuskan untuk keluar, sementara hak kepemilikan atas VGX tetap dipegang oleh Spike. Di 2014, Spike mengumumkan bahwa mereka memutuskan untuk berhenti mengadakan VGX sama sekali.

Sementara itu, Keighley mencari dukungan dari perusahaan konsol — Microsoft, Nintendo, dan Sony — serta beberapa publisher ternama untuk membuat awards show baru. Dan lahirlah The Game Awards. Di awards show itu, Keighley juga menanamkan modal sebesar US$1 juta.

Sejak awal, Keighley fokus untuk menayangkan TGA di platform streaming. Sekarang, awards show itu disiarkan di lebih dari 45 platform streaming di dunia, termasuk lebih dari 20 platform di Tiongkok, 7 di India, dan 4 di Jepang. Keputusan Keighley untuk fokus pada siaran online berbuah manis. Dari tahun ke tahun, jumlah penonton TGA menunjukkan tren naik. Sebaliknya, jumlah penonton Oscars justru terus turun. Tahun ini, jumlah penonton Oscars hanya mencapai 9,23 juta orang, turun 51% dari 18,7 juta orang pada 2020.

“Saya ingin menjadikan The Game Awards sebagai awards show terbesar di dunia,” kata Keighley pada Protocol. “Oscars punya reputasi cemerlang. Dan walau game punya industri yang lebih bsear dan merupakan media yang lebih powerful dari media hiburan lain, game tetap tidak mendapatkan penerimaan yang sama dari masyarakat. Banyak orang yang memiliki persepsi yang salah akan game dan tetap tidak mau menganggap game sebagai media yang powerful. Jadi, kami punya kesempatan untuk tidak hanya menunjukkan bahwa game punya arti penting bagi para core gamers, tapi juga menampilkan sisi terbaik dari industri game.”

Walau The Game Awards sering disebut sebagai “Oscars untuk game“, TGA punya beberapa perbedaan dengan awards show di industri film itu. Salah satunya, TGA tidak hanya fokus untuk mengumumkan game-game yang berhasil memenangkan berbagai kategori, awards show itu juga menjadi ajang bagi perusahaan game untuk memberikan pengumuman penting akan rencana mereka di tahun berikutnya. Misalnya, Microsoft mengumumkan rencana mereka untuk meluncurkan Xbox Series X pada TGA 2019. Selain itu, keberadaan sejumlah game diungkap dalam TGA, seperti Far Cry New Dawn dari Ubisoft, Marvel: Ultimate Alliance 3 dari Nintendo, dan Mortal Kombat 11 dari Warner Bros. Interactives.

“The Game Awards berhasil menjadi salah satu acara tahunan terbesar dalam industri game karena acara tersebut berhasil membangun hubungan erat dengan komunitas gamers di seluruh dunia,” kata David Haddad, President, Warner Bros. Interactive pada The Hollywood Reporter. “Kami memilih untuk mengumumkan Mortal Kombat 11 di Game Awards karena kami ingin menarik perhatian banyak gamers di dunia.”

Tak hanya peluncuran game baru, TGA juga bisa menjadi ajang promosi untuk sejumlah film. termasuk Shaft, Aquaman, dan Birds of Prey dari Warner Bros. Andrew Hotz, Executive VP Global Digital Marketing dan Chief Data Strategist, Warner Bros. menjelaskan, alasan mereka mempromosikan film mereka di TGA adalah karena setiap kali mereka melakukan hal itu, film yang mereka promosikan akan menjadi bahan pembicaraan di media sosial.

Mekanisme The Game Awards

“Best Game of The Year” adalah penghargaan paling tinggi yang diberikan dalam The Game Awards. Pertanyaannya: bagaimana cara untuk mengukur kualitas game, ketika penilaian gamers akan game yang mereka mainkan sangat subjektif? Gamers yang memang suka dengan game dengan narasi berbobot cenderung suka dengan game-game single-player. Namun, gamers yang menganggap gaming sebagai kegiatan sosial justru akan lebih sering memainkan game-game multiplayer.

Menentukan game terpopuler justru lebih mudah daripada game terbaik. Karena, popularitas bisa diukur menggunakan pemungutan suara. Sayangnya, popularitas bukan jaminan kualitas. Game yang menjadi pembicaraan banyak orang belum tentu sudah sempurna. Mari kita jadikan Cyberpunk 2077 sebagai contoh. Walau game itu dibicarakan banyak orang — sebelum dan sesudah diluncurkan — game itu dipenuhi dengan banyak bugs ketika diluncurkan. Bahkan, game buatan CD Projekt itu sempat ditarik dari PlayStation Store oleh Sony, meski game tersebut kemudian kembali tersedia di toko digital itu.

Jadi, bagaimana cara TGA untuk memilih “Best Game of The Year” atau game pemenang dalam kategori lain? Dalam situs resminya, TGA menjelaskan bahwa pemenang penghargaan ditentukan berdasarkan pemungutan suara dari para juri dan juga masyarakat umum. Gamers bisa memberikan suaranya melalui situs TheGameAwards.com atau melalui media sosial. Bagi gamers Tiongkok, mereka bisa ikut dalam pemungutan suara melalui Bilibili. Satu hal yang harus diingat, bobot penilaian para juri jauh lebih besar daripada suara para gamers. Pemungutan suara para juri memiliki bobot 90%, dan voting dari para gamers 10%.

Beberapa proses dalam TGA. | Sumber: TheGameAwards

Di situs resminya, TGA juga mengungkap mengapa mereka tidak menentukan pemenang penghargaan berdasarkan pemungutan suara para gamers. Salah satu alasannya, karena hal ini dianggap tidak adil bagi game yang hanya diluncurkan dalam satu platform. Jika sebuah game diluncurkan secara eksklusif untuk satu platform, maka jumlah pemain dan fans dari game itu pun akan lebih sedikit dari game yang diluncurkan di banyak platform. Jadi, game-game eksklusif akan punya kemungkinan yang lebih kecil untuk menang, jika TGA menggunakan sistem voting. Selain itu, TGA juga ingin memastikan bahwa pemenang dari TGA tidak bisa dimanipulasi melalui media sosial.

Sama seperti Oscars atau awards show lainnya, The Game Awards juga punya daftar nominasi untuk setiap kategori. Menentukan game-game yang masuk nominasi melibatkan lebih dari 100 juri. Para juri terdiri dari perusahaan media dan influencer gaming. Jika juri merupakan perusahaan media, maka daftar nominasi yang mereka berikan merupakan cerminan dari pendapat semua karyawan perusahaan. TGA memilih para juri berdasarkan rekam jejak mereka dalam memberikan penilaian pada sebuah game.

Setiap juri bisa menominasikan lima game dalam satu kategori. Setelah suara para juri dikumpulkan, TGA akan memilih lima game yang mendapatkan suara paling banyak dari para juri untuk masuk nominasi. Bobot suara dari masing-masing juri sama. Jadi, tidak ada juri yang memiliki hak veto. Untuk kategori khusus — seperti esports dan aksesibilitas untuk penyandang disabilitas — TGA akan meminta bantuan dari juri-juri khusus.

The Game Awards menganggap, menggabungkan sistem voting antara para juri dan masyarakat umum merupakan cara paling efektif untuk bisa memberikan penilaian kritis akan sebuah game. Meskipun begitu, saya percaya, setiap juri dalam TGA tetap punya bias subjektif. Selain itu, kemungkinan besar, para juri akan memilih game AAA atau game indie yang memang tengah populer. Alasannya, mereka tidak mungkin bisa mengetahui — apalagi memainkan — semua game yang diluncurkan dalam satu tahun. Di Steam saja, jumlah game baru yang diluncurkan sepanjang 2020 mencapai lebih dari 10 ribu game. Dan angka itu belum mencakup game-game yang diluncurkan untuk konsol.

Jumlah game yang diluncurkan di Steam dari tahun ke tahun. | Sumber: Statista

Selain subjektivitas para juri, masalah lain yang mungkin muncul di The Game Awards adalah tentang metode pengelompokkan game. Genre menjadi salah satu cara untuk mengategorikan game. Hanya saja, belakangan, semakin banyak game yang mencampuradukkan genre yang sudah ada. Sebagai contoh, Borderlands. Game itu masuk dalam kategori FPS karena ia memang merupakan game shooter dengan sudut pandang orang pertama. Di sisi lain, Borderlands juga bisa dikategorikan sebagai RPG karena game itu memiliki sistem progression, seperti level karakter dan skills.

Padahal, TGA punya kategori Best Action Game, Best Action/Adventure Game, dan Best Role-Playing Game. Jika sebuah game menggabungkan beberapa genre tersebut, apakah hal itu berarti mereka bisa dinominasikan dalam semua kategori itu?

The Game Awards vs Oscars

Jumlah penonton Academy Awards menunjukkan tren turun, menurut data dari Statista. Pada 2010, jumlah penonton Oscars mencapai 41,62 juta orang. Angka ini turun menjadi 9,85 juta orang pada 2021. Meskipun begitu, Oscars punya fungsi tersendiri di industri film. Salah satunya, sebagai bukti pengakuan industri akan bakat seseorang atau kualitas dari sebuah film. Bagi aktor atau aktris, memenangkan atau hanya masuk dalam nominasi Oscars bisa membantu mereka untuk mengembangkan karir mereka. Sementara bagi studio film, menjadi pemenang atau nominasi Oscars bisa menjadi alat untuk mempromosikan film mereka.

Jumlah penonton Oscars di Amerika Serikat. | Sumber: Statista

“Pertanyaan akan relevansi dari Academy Awards telah muncul sejak lama,” kata seorang awards strategist yang memberikan konsultasi pada sejumlah studio besar pada Washington Post. Dia rela diwawancara, tapi enggan untuk disebutkan namanya. “Para pelaku industri film ingin mendapatkan penghargaan demi memuaskan ego mereka dan karena penghargaan itu bisa membantu karir mereka. Sementara pihak studio ingin membantu para talents di industri film karena hal itu akan membantu mereka.”

Menariknya, Academy Awards pertama kali diadakan untuk mencegah para pekerja di industri film — seperti sutradara, aktor, dan penulis skenario — untuk membentuk perserikatan. Tujuan lainnya adalah untuk membangun reputasi Hollywood di mata masyarakat umum. Jadi, walau Oscars merupakan bentuk apresiasi industri film pada orang-orang berbakat di dalamnya, penghargaan itu juga penuh dengan intrik politik di belakang layar, ungkap analis film industri film, Stephen Follows.

Follows menegaskan, film yang memenangkan Oscars tidak selalu merupakan film terbaik yang dirilis pada tahun itu. “Semakin banyak data yang saya amati, semakin banyak orang yang saya ajak bicara, semakin saya sadar bahwa para pemimpin politik industri film selalu mempekerjakan orang-orang terbaik,” katanya pada Washington Post.

Salah satu orang yang memperlakukan Oscars seperti pemilihan umum adalah Harvey Weinsten, seorang produser yang memiliki dua perusahaan: Miramax dan Weinstein Company. Saat ini, karirnya sudah hancur karena dia terbukti sebagai pemerkosa. Namun, sebelum itu, dia memiliki taktik khusus untuk membuat film dari perusahaannya menang Oscars. Dikabarkan, dia menyebarkan kabar negatif tentang film-film yang menjadi pesaing dari film di bawah perusahannya. Dia juga berusaha untuk memenangkan hati para pemilih.

Taktik Weinsten terbukti sukses. Pasalnya, Shakespeare in Love — film buatan John Madden yang didistribusikan oleh Miramax — berhasil mengalahkan Saving Private Ryan — dari Steven Spielberg — pada Oscars 1999. Padahal, film buatan Spielberg diperkirakan akan memenangkan penghargaan Best Picture. Dan walau Weinstein kini tak lagi punya tempat di industri film, strategi yang dia gunakan untuk mempopulerkan film-film dari perusahaannya tetap digunakan sampai sekarang.

Shakespeare in Love. | Sumber: IMDB

Bagi aktor atau aktris, memenangkan atau masuk dalam nominasi Oscar merupakan pengakuan industri akan kemampuan mereka. Matt Damon bercerita, karirnya menanjak pesat setelah dia memenangkan Best Original Screenplay pada Oscars 1997. Hal yang sama terjadi pada Jennifer Lawrence, yang mulai dikenal setelah dia masuk nominasi Best Actress pada 2010.

Sayangnya, bagi sebagian aktor atau aktris, memenangkan Oscar justru merupakan bencana. Salah satu aktris yang mengalami hal ini adalah Halle Berry, aktris berkulit hitam pertama yang memenangkan penghargaan Best Actress. Dia bercerita, dia justru kesulitan untuk mendapatkan peran yang berbobot setelah memenangkan Oscars. Kepada Variety, dia menyebutkan bahwa apa yang terjadi pada dirinya sebagai “kutukan Oscar”.

Hal yang sama juga terjdi pada Rita Moreno, aktris Latina pertama yang memenangkan Oscar berkat perannya di West Side Story. Dia bercerita, walau dia mendapatkan sambutan hangat dan tepuk tangan meriah ketika dia memenangkan Oscars, dia tidak mendapatkan banyak tawaran peran setelah itu.

“Saya mendapatkan tawaran untuk bermain di beberapa film. Kebanyakan dari film itu bercerita tentang gang, tapi dalam skala yang jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan West Side Story. Tentu saja, hal ini sangat megencewakan bagi saya,” ujar Moreno. Dia menambahkan, memenangkan Oscar tidak memberikan perubahan berarti untuk karirnya. Dia juga mengatakan, dia tidak berusaha untuk menjelekkan Oscars atau awards show lain, tapi, memang ada perlakuan tidak adil pada kelompok minoritas di industri film.

Secara teori, keberadaan Oscars seharusnya memberikan kesempatan bagi aktor atau aktris yang belum dikenal, membantu mereka untuk dikenal lebih banyak orang dan meningkatkan kesempatan mereka untuk mendapatkan peran penting dalam film. Dan jika mereka bisa memainkan peran penting, kesempatan mereka untuk kembali memenangkan atau masuk dalam nominasi Oscars akan menjadi semakin besar.

Hanya saja, aktor atau aktris dari kelompok minoritas justru mengalami kesulitan untuk masuk nominasi Oscars. Dan terkadang, masuk dalam Oscars justru merusak karir mereka. Hal ini menunjukkan adanya ketidakadilan dalam Academy Awards, menurut Franklin Leonard, produser dan pendiri dari Black List. Adanya ketidakadilan ini berarti, Oscars bisa menguntungkan kelompok tertentu, tapi justru mempersulit kelompok yang lain.

Nominasi dari Best Game of The Year.

Sekarang, mari kita bandingkan apa yang terjadi di industri film dengan industri game. Kabar baiknya, sejauh yang saya tahu, tidak perusahaan game yang breusaha melakukan lobbying untuk membuat game mereka menang atau masuk dalam nominasi di The Game Awards.

Namun, hal itu tidak mengubah fakta bahwa perusahaan-perusahaan game besar lebih diuntungkan dengan keberadaan TGA daripada developer indie. Kenapa? Seperti yang sudah dibahas di atas, ada ribuan game yang diluncurkan setiap tahun. Karena para juri di TGA tidak mungkin menilai semua game tersebut, maka kemungkinan, mereka akan menaruh perhatian pada game-game yang banyak dibicarakan oleh gamers. Dan cara perusahaan memasarkan game punya dampak langsung pada popularitas game tersebut. Tentu saja, perusahaan besar akan punya dana yang lebih besar pula untuk mempromosikan game mereka.

Jadi, pada akhirnya, walau TGA punya tujuan untuk “merayakan keberadaan game-game terbaik”, game-game yang mungkin memenangkan penghargaan di awards show itu akan terbatas pada game-game populer, yang kemungkinan dibuat oleh perusahaan game AAA.

Kesimpulan

Setiap orang punya selera masing-masing. Sebagian orang suka dengan teh, sebagian yang lain kopi atau cokelat. Bahkan di kalangan pecinta kopi pun, mereka punya selera beragam. Ada orang yang sudah puas dengan kopi sachet, ada pula yang sangat memerhatikan biji kopi yang hendak dia minum, serta cara penyajiannya. Hal ini juga berlaku untuk film dan game. Sebagian orang menonton semua film dan seri TV yang menjadi bagian dari Marvel Cinematic Universe, sementara sebagian yang lain merasa film-film superhero cenderung membosankan.

Secara pribadi, saya merasa, tidak ada yang salah dengan selera pribadi seseorang. Penyuka kopi tidak lebih baik dari penyuka teh atau cokelat. Orang yang menyukai film-film science-fiction tidak memiliki derajat yang lebih tinggi dari pecinta film romantis. Begitu juga dengan gamers. Orang-orang yang senang memainkan game-game soulslike tidak mendadak punya kasta yang lebih tinggi dari pemain game kasual. Perbedaan antara keduanya hanya waktu — dan mungkin uang — yang mereka dedikasikan untuk hobi mereka.

Mengingat selera orang berbeda-beda, maka jenis game yang mereka mainkan pun tentu saja beragam. Karena itu, saya merasa, penghargaan dalam The Game Awards bisa menjadi bukti apresiasi industri, tapi ia tidak bersifat absolut.

Misalnya, hanya karena It Takes Two memenangkan penghargaan Best Game of The Year bukan berarti semua orang yang memainkan game itu akan menyukainya. Sebaliknya, game-game yang tidak menang, atau bahkan tidak masuk nominasi di The Game Awards, juga tetap bisa dinikmati banyak orang. Buktinya, walau TGA tidak punya kategori untuk game kasual, toh game kasual seperti Candy Crush tetap bisa mendapatkan pemasukan hingga lebih dari US$1 miliar.

Guilty Gear Baru, The King of Fighters XV, dan Pengumuman Lainnya di EVO 2019

EVO memang memiliki ketenaran sebagai kompetisi esports fighting game terbesar di dunia, namun signifikansinya lebih dari itu. Acara ini mengumpulkan puluhan ribu penggemar genre yang sama di satu tempat, juga menyiarkan tayangan yang ditonton ratusan ribu bahkan jutaan orang lainnya di seluruh dunia. Artinya, EVO adalah momen yang sangat tepat untuk mempromosikan produk yang berhubungan dengan dunia fighting game.

Tahun ini pun berbagai perusahaan developer serta penerbit game saling berlomba memanfaatkan EVO 2019 untuk membawa karya mereka ke bawah lampu sorot. Banyak sekali pengumuman penting yang menarik, dan pastinya sesuai dengan audiens target mereka yaitu penggemar genre fighting. Apa saja pengumuman tersebut?

Karakter Baru Street Fighter V: Arcade Edition

Seperti sudah dikabarkan sebelumnya, Street Fighter V akan mendapat tiga karakter baru yaitu E. Honda, Poison, serta Lucia, juga stage baru yang merupakan arena pertarungan khas E. Honda di Street Fighter klasik. Pengumuman yang satu ini seharusnya diungkap di momen EVO, namun bocor terlebih dahulu karena kesalahan oleh pihak Valve/Steam. Valve kemudian merilis permintaan maaf secara terbuka atas kebocoran tersebut.

Menariknya, Yoshinori Ono (produser Street Fighter) berkata bahwa akan ada pengumuman menarik lagi di bulan November dan Desember, bertepatan dengan Capcom Cup. Pengumuman apa yang dimaksud?

Guilty Gear Baru, Rilis 2020

Arc System Works mengungkap keberadaan Guilty Gear baru yang masih belum memiliki judul di EVO 2019. Melanjutkan seri Guilty Gear Xrd, video teaser game ini menunjukkan Sol Badguy dan Ky Kiske dengan desain baru, serta fitur baru yaitu arena yang dapat berpindah tempat seperti Tekken 7. Tampak juga seorang karakter baru, yaitu samurai berkulit hitam yang belum diketahui namanya.

The King of Fighters XV Sedang Dikembangkan

The King of Fighters XV - Poster

SNK telah mengkonfirmasi bahwa sekuel baru The King of Fighters ini sedang dalam pengembangan. Akan tetapi selain menunjukkan logo, mereka tidak memberi info apa pun baik itu fitur, karakter, atau platform rilisnya. Kita tunggu saja kabar lebih lanjut.

Under Night In-Birth Exe:Late[cl-r]

Satu kabar dari seri game yang namanya cukup panjang ini adalah kemunculan sekuel baru dengan judul Under Night In-Birth Exe:Late[cl-r], atau disingkat UNICLR. Game ini akan dirilis di awal 2020 untuk PS4, kemudian menyusul versi Switch pada bulan Mei 2020. Dibanding versi Exe:Late[st], UNICLR akan memiliki karakter baru, jurus-jurus baru, serta berbagai perubahan balance.

Tekken 7 Season Pass 3

Sebuah fakta menarik tentang Tekken 7 adalah bahwa game ini merupakan satu-satunya cabang pertandingan di EVO yang jumlah partisipannya meningkat dari tahun 2018 ke 2019. Memfasilitasi komunitas Tekken yang masih terus berkembang, Bandai Namco merilis Season Pass 3 untuk musim dingin tahun 2019. Dua karakter telah diungkap, yaitu Zafina dan Leroy Smith. Tekken 7 juga akan mendapat berbagai update gratis, termasuk perubahan antarmuka, jurus baru, dan sebagainya.

Soulcalibur VI Season Pass 2

Masih dari Bandai Namco, Soulcalibur VI juga akan mendapat Season Pass baru dalam waktu dekat. Season Pass ini memberikan empat karakter baru, salah satunya adalah Haohmaru yang berasal dari Samurai Shodown. Sementara itu para pemilik Season Pass 1 akan mendapat satu karakter terakhir, yaitu Cassandra yang sempat absen dari Soulcalibur V.

Karakter Baru Mortal Kombat 11

Para pemain Mortal Kombat 11 yang telah membeli Kombat Pack berhak untuk mendapat 6 karakter baru di samping berbagai kostum eksklusif. Karakter yang sudah diumumkan beberapa waktu lalu antara lain Shang Tsung, Sindel, dan Spawn. Kini NetherRealm Studios mengungkap satu lagi karakter Kombat Pack, yaitu Nightwolf.

BlazBlue: Cross Tag Battle Version 2.0

BlazBlue: Cross Tag Battle juga akan mendapat update besar di masa depan, dengan judul Version 2.0. Pada tanggal 21 November, seluruh pemilik game ini bisa mengunduh update gratis yang berisi berbagai perbaikan balance. Tersedia juga DLC Version 2.0 Content Pack berisi 9 karakter baru yang dijual dengan harga US$24,99. Sejauh ini Arc System Works sudah mengungkap 4 karakter, yaitu Yumi dari Senran Kagura: Estival Versus, Blitztank dan Akatsuki dari Akatsuki Blitzkampf, serta Neo Politan dari RWBY.

Karakter Baru Samurai Shodown

Samurai Shodown akan mendapatkan sejumlah karakter baru dalam beberapa bulan ke depan, satu karakter setiap bulannya. Untuk bulan Agustus ini, SNK merilis karakter Rimururu. Dilanjutkan dengan Shizumaru Hisame di bulan September, Basara di bulan Oktober, Kazuki Kazama di bulan November, dan Wan-Fu di bulan Desember. Dari daftar karakter ini, khusus Shizumaru Hisame akan tersedia secara gratis.

SNK juga mengumumkan hasil polling karakter di kalangan penggemar, yang dimenangkan oleh Mina Majikina. Karakter ini akan menjadi karakter pertama dari Season Pass 2 yang dirilis pada tahun 2020 nanti.

Karakter Baru Dragon Ball FighterZ

Dragon Ball FighterZ juga tidak mau ketinggalan momen. Kali ini Arc System Works menawarkan dua karakter yang dulu muncul dalam movie Dragon Ball Z: Fusion Reborn. Mereka adalah Janemba dan Gogeta (muncul dalam versi Super Saiyan Blue). Janemba bisa dimainkan mulai tanggal 8 Agustus, dengan Gogeta menyusul di kemudian hari. Mereka melengkapi jajaran karakter yang tersedia dalam bundel FighterZ Pass 2.

Itulah sederet pengumuman baru seputar fighting game yang turut meramaikan EVO 2019. Mana di antara jajaran game di atas yang menarik perhatian Anda? Saya sendiri adalah penggemar seri Guilty Gear, jadi saya tak sabar ingin memainkan sekuel barunya. Samurai Shodown juga tampaknya akan menjadi cabang esports yang banyak digemari, mengingat game ini berhasil memberikan hype cukup besar di EVO 2019. Satu hal yang pasti, apa pun fighting game kesukaan Anda, Anda punya alasan untuk merasa senang dalam satu tahun ke depan.

Update: Penambahan berita Dragon Ball FighterZ

Inilah Hasil Lengkap Seluruh Cabang Pertandingan Utama di EVO 2019

Festival dan kompetisi fighting game terbesar di dunia tahun ini, EVO 2019, baru saja selesai. Berbagai pertarungan seru dan drama menghiasi Mandalay Bay, Las Vegas, pada tanggal 2 – 4 Agustus (5 Agustus waktu Indonesia) kemarin, menjadikannya akhir pekan yang tak terlupakan bagi banyak orang. Bila Anda penggemar genre fighting game yang sempat menonton siaran pertandingan tersebut, tentu Anda tahu bagaimana hebohnya acara ini, terutama di beberapa cabang pertandingan yang memang sangat hype.

Kini para juara dunia telah ditetapkan, masing-masing pulang membawa hadiah tersendiri serta kebanggaan. Siapa saja mereka, dan bagaimana perjuangan mereka mendaki tangga kejuaraan EVO yang sangat kompetitif? Langsung saja simak di bawah.

Tekken 7

EVO 2019 - Tekken 7 Champion
Sumber: Stephanie Lindgren/EVO

EVO cabang Tekken tahun ini mempertontonkan rivalitas antara dua “dewa” Tekken dunia, yaitu Knee dari Korea Selatan dan Arslan Ash dari Pakistan. Arslan Ash yang awal 2019 lalu menjadi juara EVO Japan 2019, melawan Knee yang merupakan juara EVO 2018. Hasilnya adalah pertarungan epik, diakhiri dengan Arslan Ash yang melakukan sujud syukur di panggung EVO setelah menumbangkan Knee. Arslan Ash jadi pemain pertama dunia yang memegang gelar EVO dan EVO Japan sekaligus!

Peringkat Top 8 EVO 2019 Tekken 7:

  • Juara 1: Team vSlash | Arslan Ash
  • Juara 2: ROX Dragons | Knee
  • Juara 3: Red Bull | Anakin
  • Juara 4: Yamasa | Take
  • Juara 5: Yamasa | Nobi
  • Juara 5: COOASGAMES | Noroma
  • Juara 7: THY | Chikurin
  • Juara 7: UYU | LowHigh

Street Fighter V: Arcade Edition

EVO 2019 - SFV Champion
Sumber: Bonchan

Setelah menjuarai CEO 2019 dan VSFighting 2019 kemarin, nama Bonchan langsung melejit jadi pemain yang difavoritkan untuk menjuarain EVO. Ekspektasi tersebut dijawab kontan oleh Bonchan dengan permainan Sagat dan Karin yang luar biasa. Pemain bernama asli Masato Takahashi ini sudah lama dipandang sebagai salah satu pemain Street Fighter terkuat di Jepang, namun baru kali ini ia membuktikannya dengan meraih trofi juara dunia EVO.

Peringkat Top 8 EVO 2019 Street Fighter V: Arcade Edition:

  • Juara 1: Red Bull | Bonchan
  • Juara 2: Nasr eSports | BigBird
  • Juara 3: Cygames | Infexious
  • Juara 4: Fudoh | Fujimura
  • Juara 5: iDom
  • Juara 5: Yoshimoto Gaming | Machabo
  • Juara 7: AZ | Kichipa-mu
  • Juara 7: ALUS | YangMian

Dragon Ball FighterZ

EVO 2019 - DBFZ Champion
Sumber: Stephanie Lindgren/EVO

Kazunoko yang jadi juara Dragon Ball FighterZ World Tour 2018/2019 ternyata harus puas terhenti di peringkat Top 8. Sebagai gantinya, babak Grand Final kali ini adalah runback (tanding ulang) dari EVO 2018 antara GO1 melawan SonicFox. Tahun lalu SonicFox jadi juaranya, tapi tahun ini GO1 berhasil membalas kekalahan tersebut dan meraih gelar EVO untuk pertama kalinya. Begitu seru dan penuh emosi pertandingan ini sampai-sampai setelahnya GO1 langsung tak kuasa menahan air mata.

Peringkat Top 8 EVO 2019 Dragon Ball FighterZ:

  • Juara 1: Cyclops Athlete Gaming | GO1
  • Juara 2: Echo Fox | SonicFox
  • Juara 3: Cyclops Athlete Gaming | Fenritti
  • Juara 4: Vodafone Giants | Shanks
  • Juara 5: HiroHiro
  • Juara 5: Jumper7b
  • Juara 7: Evil Geniuses | NYChrisG
  • Juara 7: Burning Core | Kazunoko

Samurai Shodown

EVO 2019 - SamSho Champion
Sumber: Famitsu

Cabang Samurai Shodown di EVO 2019 benar-benar terasa seperti sebuah nostalgia. Bukan hanya karena franchise Samurai Shodown itu sendiri yang akhirnya bangkit setelah “tidur” sekian lama, kompetisinya di level Top 8 pun penuh dengan performa hebat dari nama-nama veteran, termasuk Infiltration, Justin Wong, Kazunoko, dan Alex Valle. Infiltration sudah pernah meraih gelar EVO di cabang Super Street Fighter IV: Arcade Edition (2012), Street Fighter x Tekken (2013), Street Fighter V (2016), dan kini Samurai Shodown (2019). Berikutnya gelar apa yang diincarnya?

Peringkat Top 8 EVO 2019 Samurai Shodown:

  • Juara 1: Infiltration
  • Juara 2: Burning Core | Kazunoko
  • Juara 3: Justin Wong
  • Juara 4: HB | Reinald
  • Juara 5: LU | Alex Valle/CaliPower
  • Juara 5: RB
  • Juara 7: TF | DidimoKOF
  • Juara 7: Brook | ZJZ

Super Smash Bros. Ultimate

EVO 2019 - SSBU Champion
Sumber: Echo Fox

Super Smash Bros. Ultimate (SSBU) membuktikan bahwa game ini memang layak menjadi cabang EVO dengan jumlah partisipan terbanyak. Bermain mengandalkan Joker dari Persona 5, MKLeo sempat nyaris tereliminasi tapi ia melakukan bracket reset di Grand Final dengan skor 3-2. Momentum tidak berhenti sampai di situ, karena kemudian MKLeo meraih angka sempurna dan mengalahkan Tweek dengan skor 3-0. Pemuda berusia 18 tahun ini pun menjadi juara perdana EVO untuk cabang Super Smash Bros. Ultimate.

Peringkat Top 8 EVO 2019 Super Smash Bros. Ultimate:

  • Juara 1: Echo Fox | MKLeo
  • Juara 2: Team SoloMid | Tweek
  • Juara 3: Solary | Gluttony
  • Juara 4: eUnited | Samsora
  • Juara 5: ProtoBanham
  • Juara 5: Raito
  • Juara 7: GameWith | Zackray
  • Juara 7: Rogue | Light

Mortal Kombat 11

EVO 2019 - MK11 Champion
Sumber: SonicFox

Keistimewaan SonicFox alias Dominique McLean bukan hanya karena dia ahli bermain fighting game, tapi karena ia mampu berkompetisi di lebih dari satu cabang sekaligus. Setelah runner-up di Dragon Ball FighterZ, SonicFox langsung beraksi di Mortal Kombat 11 dan membawa pulang gelar juara. Tampaknya posisi pemain yang satu ini sebagai raja game buatan NetherRealm Studios masih sulit untuk diingkari.

Peringkat Top 8 EVO 2019 Mortal Kombat 11:

  • Juara 1: Echo Fox | SonicFox
  • Juara 2: Burning Core | Dragon
  • Juara 3: Nasr Esports | TekkenMaster
  • Juara 4: UYU | Deoxys
  • Juara 5: PxP | A Foxy Grampa
  • Juara 5: Panda Global | Tweedy
  • Juara 7: Panda Global | Hayatei
  • Juara 7: Noble | Semiij

Soulcalibur VI

EVO 2019 - Soulcalibur Kayane
Sumber: Chris Bahn/Kayane

Cabang Soulcalibur VI tahun ini cukup spesial karena prestasi yang diraih Kayane, satu-satunya pemain perempuan yang mencapai peringkat Top 8 di EVO. Apalagi EVO juga untuk pertama kalinya mengadakan panel berjudul “The Women of the FGC” yang mendiskusikan peran perempuan di komunitas fighting game. Performa Yuttoto yang memenangkan kejuaraan dengan Voldo pun sangat mengesankan. Siapa bilang Voldo di Soulcalibur hanya joke character?

Peringkat Top 8 EVO 2019 Soulcalibur VI:

  • Juara 1: BNE | Yuttoto
  • Juara 2: BlueGod
  • Juara 3: Oplon | SkyII
  • Juara 4: Woahhzz
  • Juara 5: Tamonegi
  • Juara 5: Panda Global | Shen Chan
  • Juara 7: Orange | Kayane
  • Juara 7: DF | Saiyne

Under Night In-Birth Exe:Late[st]

EVO 2019 - UNIST Champion
Sumber: Robert Paul/EVO

Popularitas Under Night In-Birth pelan tapi pasti semakin tumbuh, dan tahun ini di EVO berhasil menjadi salah satu game kategori anime fighters dengan partisipan terbanyak—lebih tinggi dari BlazBlue dan hampir sama dengan Dragon Ball FighterZ. French Bread selaku developer seri ini pun menjawab dedikasi para penggemar dengan mengumumkan game baru setelah turnamen berakhir, yaitu Under Night In-Birth Exe:Late[cl-r].

Peringkat Top 8 EVO 2019 Under Night In-Birth Exe:Late[st]:

  • Juara 1: WP | ClearLampO
  • Juara 2: Ouhuu-Hittou
  • Juara 3: Hishigata
  • Juara 4: Kure
  • Juara 5: Neji
  • Juara 5: PUB | Rikir
  • Juara 7: Libekichi
  • Juara 7: Senaru

BlazBlue: Cross Tag Battle

EVO 2019 - BBCTAG Champion
Sumber: Stephanie Lindgren/EVO

Sama seperti Super Smash Bros. Ultimate, cabang BlazBlue: Cross Tag Battle juga dihadiri oleh penampilan karakter dari seri Persona. Bila juara SSBU menang menggunakan Joker, di sini Kyamei berhasil sampai ke Grand Final mengandalkan Akihiko Sanada dan Mitsuru Kirijo dari Persona 3. Tapi sayangnya ia harus menyerah terhadap duet Ruby Rose dan Yang Xiao Long dari RWBY, yang dimainkan oleh Shinku.

Peringkat Top 8 EVO 2019 BlazBlue: Cross Tag Battle:

  • Juara 1: Gravity Gaming | Shinku
  • Juara 2: FCRYUKYU | Kyamei
  • Juara 3: Domi
  • Juara 4: Mekasue
  • Juara 5: CYCLOPS Athlete Gaming | Fenritti
  • Juara 5: Bace
  • Juara 7: JonaKim
  • Juara 7: Susano’o | KojiKOG
EVO Japan 2020 - Announcement
Sumber: EVO Japan

Itulah deretan peraih prestasi di ajang Evolution Championship Series 2019. Setelah semua pertandingan berakhir, pihak EVO rupanya sudah menyiapkan panggung kompetisi berikutnya: EVO Japan 2020! Tiga game utama sudah diumumkan yaitu BlazBlue: Cross Tag Battle, Soulcalibur VI, dan Tekken 7, tapi ini masih akan terus bertambah. Sementara waktu dan lokasinya telah ditetapkan pada 24 – 26 Januari 2020, di Makuhari Messe International Exhibition Mall, Chiba, Jepang. Kita tunggu saja akan seseru apa kompetisi itu nantinya.

Sumber: EVO, EventHubs

Jadwal Lengkap dan Daftar Komentator EVO 2019 Diumumkan

Ajang kompetisi fighting game akbar Evolution Championship Series (EVO) 2019 akan digelar kurang dari seminggu lagi. Selama tiga hari yaitu tanggal 2 – 4 Agustus, ribuan penggemar, pemain, dan pelaku industri akan berkumpul di Mandalay Bay, Las Vegas, untuk merayakan keseruan genre fighting yang semakin lama semakin populer saja. Sembilan game populer akan dipertandingkan di panggung utama, ditambah sederet judul lain yang turut meramaikan entah sebagai turnamen sampingan atau permainan kasual.

Menonton pertandingan fighting game di level tertinggi memang sangat seru, tapi keseruan itu tak lengkap tanpa adanya komentator yang membuat hype semakin tinggi. EVO 2019 pun dihadiri oleh sejumlah komentator, dan belum lama ini pihak panitia telah mengumumkan siapa saja nama yang tampil. Tentunya mereka terdiri dari tokoh-tokoh dengan banyak kontribusi di komunitas fighting game. Berikut ini beberapa yang perlu Anda ketahui.

James Chen

James Chen
James Chen | Sumber: Red Bull

Salah satu komentator senior di dunia fighting game, James “jchensor” Chen adalah kreator konten yang telah aktif bahkan sejak internet belum populer. Menyebut diri sebagai Fighting Game Historian, James Chen aktif melakukan streaming di Twitch, membuat tutorial fighting game di YouTube, serta mengupas segala hal menarik seputar fighting game. Bila Anda menyaksikan turnamen fighting game berskala besar, James Chen nyaris selalu hadir di dalamnya.

Ryan Hart

Ryan Hart
Ryan Hart | Sumber: Capcom Pro Tour

Ryan Joseph Hart alias Prodigal Son adalah atlet esports asal Inggris yang telah menggeluti banyak cabang fighting game. Ia pernah menjadi juara EVO di tahun 2004 dan 2008 untuk cabang Tekken, di samping banyak kompetisi lainnya. Kini ia bekerja sebagai kreator konten dan host di ESL, namun masih sesekali datang ke turnamen sebagai peserta bila ada waktu luang.

L.I. Joe

Joe Ciaramelli alias Long Island Joe adalah pemain Street Fighter yang dikenal sangat menggemari karakter Urien. Reaksinya ketika bertemu dengan pengisi suara Urien, serta kegembiraan yang ia luapkan ketika Urien diumumkan untuk Street Fighter V, adalah beberapa hal tentangnya yang telah viral di dunia maya. Ia sempat meraih Top 8 di EVO 2016, dan kini aktif menjadi organizer untuk turnamen East Coast Throwdown.

Jiyuna

Jiyuna
Jiyuna bersama Daigo Umehara | Sumber: Red Bull

Andrew “Jiyuna” Fidelis adalah pria asal Amerika Serikat yang tinggal di Jepang. Sebagai orang yang mahir bahasa kedua negara, Jiyuna punya peran krusial dalam menyampaikan informasi dari komunitas fighting game Jepang ke Amerika, dan sebaliknya. Ia bekerja sebagai penerjemah untuk Daigo Umehara, juga merupakan karyawan untuk ARIKA (studio di balik game Fighting EX Layer).

Seth Killian

Sebagai mantan Community Manager di Capcom, nama Seth Killian sering kali muncul bersamaan dengan berita penting di dunia fighting game. Ia juga merupakan salah satu co-founder EVO bersama Tom Cannon, Tony Cannon, dan Joey Cuellar. Ia sempat menjadi Game Designer di Sony Santa Monica Studio sebelum akhirnya pindah ke Radiant Entertainment. Pada tahun 2016 Riot Games mengakuisisi Radiant Entertainment, dan kini Killian menduduki posisi Lead Designer di Riot.

Seth Killian
Seth Killian | Sumber: Polygon

Selain nama-nama di atas masih banyak sekali tokoh komunitas fighting game lainnya, dan Anda akan bisa menyaksikan siaran mereka semua pada acara EVO nanti. Pihak EVO juga telah merilis jadwal lengkap pertandingan untuk seluruh cabang game yang bisa Anda pantau di bawah.

EVO 2019 - Schedule
Jadwal lengkap EVO 2019 | Sumber: EVO

Seluruh jadwal ini menggunakan zona waktu PDT (Pacific Daylight Time), jadi Anda perlu menambahkan 14 jam untuk menyesuaikan dengan zona Waktu Indonesia Barat. Bila Anda tidak sempat menyaksikan keseluruhan rangkaian acara selama tiga hari, setidaknya Anda perlu mencatat waktu untuk menyaksikan babak final turnamen dengan jadwal berikut:

  • Soulcalibur VI – Sabtu, 3 Agustus 2019, 10:00 WIB
  • Under Night In-Birth Exe:Late[st] – Minggu, 4 Agustus 2019, 00:00 WIB
  • Dragon Ball FighterZ – Minggu, 4 Agustus 2019, 3:00 WIB
  • Samurai Shodown – Minggu, 4 Agustus 2019, 6:00 WIB
  • Mortal Kombat 11 – Minggu, 4 Agustus 2019, 10:00 WIB
  • BlazBlue: Cross Tag Battle – Minggu, 4 Agustus 2019, 23:00 WIB
  • Street Fighter V: Arcade Edition – Senin, 5 Agustus 2019, 2:00 WIB
  • Tekken 7 – Senin, 5 Agustus 2019, 6:30 WIB
  • Super Smash Bros. Ultimate – Senin, 5 Agustus 2019, 9:00 WIB

Sumber: Evolution Championship Series

Pendaftaran EVO 2019 Ditutup, Organizer Wacanakan Perubahan Distribusi Hadiah

Ajang kompetisi fighting game terbesar di dunia EVO 2019 semakin mendekat. Dengan sisa waktu kurang dari sebulan, panitia EVO hari ini baru saja menutup registrasi turnamen. Berikutnya tinggal menunggu waktu saja sampai hari-H acara, yaitu tanggal 2 – 4 Agustus di Mandalay Bay, Las Vegas.

EVO 2019 mempertandingkan sembilan game dari berbagai developer. Ketika daftar game ini diumumkan, ada sebagian komunitas yang kecewa karena Super Smash Bros. Melee tidak muncul. Padahal game itu telah menjadi judul utama selama enam tahun terakhir, bahkan salah satu cabang dengan jumlah partisipan paling ramai. Tapi keputusan EVO untuk meninggalkan Super Smash Bros. Melee dapat dimengerti. Selain memang usianya sudah sangat tua, juga telah ada pengganti yang layak yaitu Super Smash Bros. Ultimate.

Seiring pendaftaran turnamen ditutup, CEO EVO Joey “MrWiz” Cuellar menunjukkan jumlah partisipan total untuk semua semua game yang dipertandingkan. Ternyata Super Smash Bros. Ultimate berhasil menjadi game dengan partisipan terbanyak, bahkan menurut Cuellar, EVO 2019 juga merupakan turnamen Smash terbesar yang pernah ada sepanjang sejarah. Berikut ini jumlah partisipannya:

  • Super Smash Bros. Ultimate – 3.492
  • Street Fighter V: Arcade Edition – 1.929
  • Tekken 7 – 1.885
  • Samurai Shodown – 1.719
  • Mortal Kombat 11 – 1.567
  • Under Night In-Birth Exe: Late[st] – 1.156
  • Dragon Ball FighterZ – 1.191
  • Soulcalibur VI – 742
  • BlazBlue: Cross Tag Battle – 640

Angka di atas menunjukkan bahwa kepopuleran Super Smash Bros. Ultimate tidak hanya terjadi di kalangan gamer kasual, tapi juga gamer serius dan profesional. Di bulan April lalu Nintendo mengabarkan bahwa judul ini telah terjual 13,81 juta kopi di seluruh dunia, mengalahkan total penjualan console Wii U sepanjang masa.

Super Smash Bros. Ultimate - Screenshot
Super Smash Bros. Ultimate | Sumber: Nintendo

Ini juga menunjukkan bahwa para fans Super Smash Bros. kompetitif akhirnya bisa bersatu setelah sekian lama terpecah (Smash Melee vs. Smash modern). Tampaknya keputusan Masahiro Sakurai membuat Super Smash Bros. Ultimate dapat dinikmati untuk kasual sekaligus esports adalah keputusan yang sangat tepat.

Di samping menutup pendaftaran, ada satu isu lagi yang diangkat Cuellar berkaitan teknis EVO nanti, yaitu distribusi hadiah. Sudah jadi tradisi EVO sejak tahun 2002 bahwa juara 1 di EVO berhak membawa pulang sebagian besar uang hadiah (60%). Namun organizer EVO ingin melakukan perubahan dengan menurunkan jumlah hadiah juara 1 dan 2, tapi menaikkan hadiah peringkat-peringkat di bawahnya (sampai Top 8).

Lewat Twitter, Cuellar membuka polling untuk menentukan sistem mana yang sebaiknya digunakan. Saat artikel ini ditulis polling tersebut telah diikuti 16.682 orang, dengan 92% suara mendukung sistem distribusi hadiah baru. Jadi kemungkinan besar perubahan ini benar-benar akan diterapkan.

Selain pilihan yang ditawarkan Cuellar, banyak juga penggemar yang memberi masukan lain tentang distribusi ini. Misalnya memberikan hadiah tidak hanya untuk Top 8 namun hingga Top 32, atau setidaknya memberikan semacam cendera mata agar mereka punya kenang-kenangan untuk dibawa pulang. Ada juga usulan yang nyeleneh seperti “winner takes all”. Mana pilihan yang nantinya diambil Cuellar dan para panitia EVO, kita tunggu saja di tanggal 2 Agustus nanti.

Sumber: EventHubs, Joey Cuellar

Rekap Combo Breaker 2019: Pergulatan Hebat Veteran Fighting Game Dunia

Tanggal 24 – 26 Mei 2019 kemarin adalah tanggal yang sangat spesial bagi para penggemar fighting game, terutama di Amerika Serikat. Dalam dua hari itu, telah digelar sebuah kompetisi fighting game besar-besaran di wilayah Illinois, kompetisi bernama Combo Breaker yang sudah jadi tradisi tahunan sejak 2015. Para penggemar fighting game dari seluruh dunia berkumpul dalam acara yang berlokasi di gedung The Mega Center yang memiliki luas 5,5 km2.

Selama tiga hari, kita dimanjakan dengan lusinan turnamen yang mengusung judul-judul game terkenal dari berbagai era. Tak hanya judul-judul baru seperti Mortal Kombat 11 dan Super Smash Bros. Ultimate, namun juga beragam game populer lawas seperti Capcom vs. SnK 2: Mark of the Millennium 2001 dan Street Fighter III 3rd Strike ada di sini. Combo Breaker 2019 juga menjadi wadah untuk tiga turnamen resmi, yaitu Capcom Pro Tour 2019 (Premier Event), Tekken World Tour 2019 (Master Event), serta Mortal Kombat Pro Kompetition 2019 (Premier Event).

Ada banyak drama dan pertandingan menarik di acara ini, yang mungkin akan terlalu panjang bila kita bahas semua. Berikut ini adalah rekap Combo Breaker 2019 untuk lima cabang game terpopuler yang dimainkan di sana. Simak keseruannya.

Street Fighter V: Arcade Edition

Komunitas Street Fighter V belakangan ini sedang dilanda drama karena Daigo Umehara mulai menggunakan controller baru yang dikenal dengan nama “hitbox”. Sebetulnya hitbox bukanlah controller yang benar-benar baru, namun baru-baru ini saja jadi buah bibir karena Daigo. Kelebihannya adalah controller ini memiliki bentuk seperti arcade stick, tapi tidak menggunakan lever untuk arah, melainkan tombol seluruhnya. Selain memberi kemampuan input lebih cepat, hitbox juga dapat diatur peletakan tombolnya secara custom. Daigo misalnya, menggunakan 3 tombol berbeda sebagai arah atas (Up).

Berhubung Combo Breaker 2019 merupakan bagian dari Capcom Pro Tour, peraturannya pun harus disetujui oleh pihak Capcom. Setelah pertimbangan yang cukup panjang akhirnya Capcom memutuskan untuk melarang penggunaan hitbox karena dinilai “memberikan keuntungan kompetitif”. Mereka mengatakan bahwa peraturan CPT di masa depan bisa saja berubah, tapi untuk sekarang hitbox secara tegas dilarang.

Daigo sendiri tidak masalah dengan pelarangan itu. Tapi karena selama ini ia berlatih menggunakan hitbox, tiba-tiba berganti controller tentu menempatkannya di posisi kurang menguntungkan. Apalagi turnamen ini penuh dengan nama-nama besar. Daigo harus puas di peringkat 17, seri dengan pemain-pemain veteran lain seperti Nemo, Fujimura, Xiao Hai, dan Dogura.

Pemain yang berhasil merangsek hingga ke babak Grand Final adalah “Sang Alpha” dari Amerika, Punk. Ia bertemu dengan sang juara EVO 2018, Problem X alias Benjamin Simon dari Inggris. Grand Final ini adalah pertempuran kontras antara Karin (Punk) yang lincah melawan Abigail (Problem X) yang berbadan raksasa. Anda dapat menonton replay pertandingannya dalam video di atas, pada timestamp 6:27:10.

Dalam pertandingan berformat best-of-5, Problem X berhasil memimpin melibas Punk dengan skor 0-3. Akan tetapi Punk datang dari Winners’ Bracket, sehingga Problem X harus menang 2 set untuk jadi juara. Berbeda dengan EVO 2017 di mana mental Punk jatuh setelah terkena bracket reset, kali ini ia justru tampil semakin tenang. Ia memanfaatkan kecepatan Karin untuk memberi tekanan ofensif yang sangat besar, kemudian menghajar Problem X tanpa balas!

https://twitter.com/richardsuwono/status/1133158655396679680

Menang dengan skor 3-0, Punk pun keluar sebagai juara Combo Breaker 2019. Begitu dominan permainan Punk di set terakhir Grand Final ini sehingga ilustrator terkenal Richard Suwono mengibaratkannya seperti game Sonic the Hedgehog.

Combo Breaker 2019 - SFV Winners
Ki-ka: Machabo, Punk, Problem X; para juara SFV di Combo Breaker 2019 | Sumber: tempusrob/Robert Paul

Peringkat Top 8 Street Fighter V: Arcade Edition:

  • Juara 1. REC|Punk (Karin)
  • Juara 2. Mouz|Problem X (M. Bison, Abigail)
  • Juara 3. YOG|Machabo (Necalli)
  • Juara 4. FD|Haitani (Akuma)
  • Juara 5. RB|Gachikun (Rashid)
  • Juara 5. Liquid|John Takeuchi (Rashid)
  • Juara 7. iDom (Laura)
  • Juara 7. Takamura (Akuma)

Tekken 7

Tekken 7 sama spesialnya dengan Street Fighter V: Arcade Edition, karena kedua game ini sama-sama mengadakan turnamen yang dinaungi oleh sirkuit esports resmi. Combo Breaker 2019 dalam Tekken World Tour termasuk ke dalam turnamen tingkat Master, dengan kata lain merupakan turnamen kasta tertinggi di luar EVO 2019. Sudah jelas bahwa turnamen ini pun akan menarik para “dewa” Tekken dari seluruh dunia, seperti JDCR, Jeondding, Rangchu, dan banyak lagi.

Salah satu pertandingan paling seru terjadi di babak Top 8 Losers’ Bracket, di mana Knee bertemu dengan Rickstah. Knee dalam turnamen ini menggunakan beberapa karakter berbeda, dan di pertandingan yang satu ini ia bermain mengandalkan Bryan. Sementara itu lawannya tampil dengan Akuma, karakter yang tergolong jarang digunakan oleh pemain-pemain di level profesional.

Knee sempat mencuri angka terlebih dulu, namun Rickstah menunjukkan perlawanan yang baik dengan memenangkan game kedua. Di game ketiga, terjadi sebuah adegan yang sangat dramatis. Ketika kedua pemain sama-sama bertarung agresif, bertukar combo hingga sama-sama sekarat, Knee mencoba menutup pertarungan dengan serangan Rage Drive. Namun Rickstah cepat tanggap, ia membalas serangan itu dengan Rage Drive juga.

Sayangnya meski dengan permainan gemilang demikian, Rickstah tetap harus menyerah pada Knee. Knee akhirnya melaju ke babak Grand Final dan berhadapan dengan Anakin, setelah mengalahkan LowHigh, JDCR, serta Rangchu yang merupakan juara Tekken World Tour Finals 2018.

Pertarungan antara Knee dengan Anakin di Grand Final disebut-sebut oleh banyak orang sebagai pertarungan terseru di tahun 2019. Atlet Tekken 7 Indonesia, R-Tech (Christian Samuel) juga merasa bahwa pertarungan ini menarik. “Menurut saya USA di turnamen kali ini banyak memberi kejutan. Dan untuk Grand Final Anakin vs Knee sangat menghibur karena Knee dari loser (bracket) yang akhirnya comeback dan bisa jadi juara. Anakin juga memberikan perlawanan yang bagus,” ujarnya kepada Hybrid.

https://twitter.com/BNEesports/status/1132816148142051328

Di babak Grand Final ini pada awalnya Knee bertarung menggunakan Devil Jin. Tapi kemudian di tengah-tengah ia berganti karakter menjadi Paul. Performa Knee dengan Paul sangat dahsyat, bahkan ada salah satu ronde di mana ia menghabisi Jack-7 milik Anakin dalam waktu 12 detik saja! Paul-lah yang menyelamatkan Knee dari eliminasi, hingga akhirnya melakukan bracket reset dan menjadi juara.

Combo Breaker 2019 - Tekken 7 Winners
Ekspresi Knee (kanan) setelah menang melawan Anakin (kiri) | Sumber: tempusrob/Robert Paul

Peringkat Top 8 Tekken 7:

  • Juara 1. ROX|Knee (Geese, Paul, Devil Jin, Bryan, Steve, Jin)
  • Juara 2. RB|Anakin (Jack-7)
  • Juara 3. Tasty|Rangchu (Panda, Katarina)
  • Juara 4. JDCR (Armor King)
  • Juara 5. ROX|Chanel (Julia, Alisa, Eliza)
  • Juara 5. UYU|LowHigh (Shaheen)
  • Juara 7. Princess Ling (Xiaoyu, Lei)
  • Juara 7. Rickstah (Akuma)

Mortal Kombat 11

Turnamen dalam Mortal Kombat Pro Kompetition hanya terbagi ke dalam dua jenis, yaitu Premier (offline) dan Online. Combo Breaker 2019 ini adalah turnamen Premier pertama sejak Mortal Kombat 11 dirilis pada bulan April lalu. Hebatnya, game ini berhasil menarik jumlah partisipan terbesar di acara Combo Breaker 2019 dengan 750 peserta. Mortal Kombat 11 juga memiliki posisi spesial karena merupakan game yang paling baru dirilis dalam ajang ini, serta memiliki posisi “menu utama” sebagai game terakhir yang dipertandingkan dalam Combo Breaker.

Turnamen Mortal Kombat 11 kali ini dihiasi oleh nama-nama besar, termasuk SonicFox, Semiij, A Foxy Grampa, Big D, dan banyak lagi. Bila kita berbicara tentang Mortal Kombat, tentu nama yang menjadi andalan adalah SonicFox alias Dominique McLean. Tapi ada satu masalah besar. SonicFox terkenal memiliki “kutukan” dalam kariernya: ia sama sekali belum pernah bisa memenangkan turnamen Mortal Kombat di ajang Combo Breaker, entah mengapa.

Tahun lalu, SonicFox baru saja mendapatkan penghargaan Best Esports Player dari acara The Game Awards. Combo Breaker 2019 ini merupakan ajang pembuktian apakah ia benar-benar layak menyandang gelar tersebut, sekaligus mematahkan kutukan yang menghantuinya selama bertahun-tahun. Tapi apakah ia berhasil?

SonicFox berhasil maju hingga babak Grand Final setelah mengalahkan sederet penantang kuat, namun perjalanannya bukan tanpa kesulitan. Pertarungan seru terjadi di babak semifinal Losers’ Bracket, ketika SonicFox berhadapan dengan Semiij. Menjagokan Kitana, Semiij tampil sangat dominan melawan Erron Black milik SonicFox. Ia bahkan nyaris mengeliminasi SonicFox dengan skor memimpin 2-0.

Merasa bahwa Erron Black sulit melawan Kitana, SonicFox mengganti karakternya ke Jacqui Briggs setelah kehilangan 1 angka. Namun ia masih tetap belum bisa menang dari Semiij. Akhirnya SonicFox mengganti karakter sekali lagi ke Skarlet. Bermain di jarak menengah dengan berbagai serangan tak terduga, SonicFox akhirnya membalikkan kedudukan.

Pertarungan Grand Final Mortal Kombat 11 ini pun tak kalah seru, dengan SonicFox (Jacqui Briggs) melawan Scar (Sonya) yang ia sebut sebagai “teman latihan”. Pertarungan ini terasa menegangkan sebab keduanya sama-sama bermain dengan pertahanan yang kuat. Satu kali serangan masuk saja sudah bisa membuat lawan terkena combo panjang dan terdesak hingga ke ujung arena.

SonicFox dan Scar kejar-mengejar angka, dari skor 1-1 berubah menjadi 2-2. Namun di ronde terakhir SonicFox melakukan beberapa kesalahan yang berdampak fatal. Mulai dari bantingan yang meleset hingga kegagalan menangkis serangan proyektil dari Sonya, SonicFox pun tumbang dalam pertarungan yang menegangkan namun berakhir sedikit antiklimaks.

Combo Breaker 2019 - MK11 Winners
SonicFox (kiri) menerima kekalahan dari Scar (kanan) dengan lapang dada | Sumber: vexanie/Stephanie Lindgren

Peringkat Top 8 Mortal Kombat 11:

  • Juara 1. END|Scar (Sonya, Scorpion)
  • Juara 2. FOX|SonicFox (Jacqui, Erron Black, Skarlet)
  • Juara 3. Noble|Tweedy (Baraka, Geras, Jacqui)
  • Juara 4. Noble|Semiij (Kitana)
  • Juara 5. Dragon (Cetrion)
  • Juara 5. PXP|A Foxy Grampa (Cassie Cage, Kung Lao)
  • Juara 7. Big D (Cetrion, Jade)
  • Juara 7. Deoxys (Geras, Kitana)

Dragon Ball FighterZ

Dragon Ball FighterZ berhasil menjadi salah satu turnamen paling ramai juga di ajang Combo Breaker 2019, meskipun ini bukan turnamen resmi. Sejak Dragon Ball FighterZ World Tour Saga pertama berakhir pada bulan Januari lalu, memang masih belum ada kabar tentang pengadaan sirkuit turnamen resmi lanjutan untuk game ini. Apalagi sempat muncul isu bahwa game ini bermasalah gara-gara lisensi. Singkatnya, esports Dragon Ball FighterZ sedang lesu. Tapi Go1 yang merupakan salah satu atlet terbaik Dragon Ball FighterZ berkata bahwa ini hanya sementara, dan para penggemar pasti akan ramai lagi bila Bandai Namco mengumumkan sirkuit turnamen resmi (Anda dapat menonton wawancaranya di bawah).

Akan tetapi itu semua tidak menyurutkan semangat para pemain yang datang ke Combo Breaker 2019. Turnamen ini tetap didatangi oleh pemain-pemain veteran baik dari dalam maupun luar negeri. Kazunoko yang merupakan juara Dragon Ball FighterZ World Tour 2018/2019 memang tidak hadir, namun masih ada jagoan-jagoan seperti Go1, SonicFox, HookGangGod, Dogura, dan lain-lain.

Rivalitas SonicFox dan Go1 sayangnya tidak terwujud kembali, karena SonicFox harus gugur terlebih dahulu di babak semifinal Losers’ Bracket melawan Shanks. SonicFox memang mengikuti banyak turnamen sekaligus. Ia terhenti di peringkat 4 Dragon Ball FighterZ dan peringkat 2 Mortal Kombat 11, namun berhasil meraih juara di cabang Skullgirls.

Update baru Dragon Ball FighterZ di bulan April lalu membuat keseimbangan gameplay berubah cukup banyak. Beberapa karakter yang mendapat buff besar antara lain Bardock (yang pada dasarnya sudah top tier), Piccolo, Goku SSGSS, serta Goku SSJ. Jadi wajar bila kita melihat banyak kemunculan karakter-karakter ini.

Go1, yang menguasai Winners’ Bracket hingga ke Grand Final, bahkan menggunakan kombinasi Bardock, Goku SSJ, dan Goku GT yang baru saja dirilis sebagai DLC. Sementara itu lawannya adalah HookGangGod yang telah mengalahkan Shanks di Losers’ Final. Timnya terdiri dari Bardock, Piccolo, dan Vegeta SSJ.

Kekuatan tim HookGangGod terletak pada mixup yang sangat bervariasi. Namun Go1 menunjukkan pertahanan yang sangat baik sehingga HookGangGod sulit menyerangnya dengan optimal tanpa menghabiskan meter. Taktik Hellzone Grenade milik Piccolo yang populer pun tidak menunjukkan ketajaman taringnya di sini.

Sebaliknya, Go1 justru sangat kuat ketika terjadi pertarungan satu lawan satu. Goku SSJ dan Goku GT berperan besar dalam melakukan solo damage. Namun HookGangGod berhasil mencuri poin terlebih dahulu. Di sinilah terjadi adegan lucu di mana Go1 membuka buku catatannya di sela-sela pertarungan, dan HookGangGod berusaha mengintip isinya.

“Contekan” Go1 itu rupanya membawa hasil. Setelah kehilangan 1 poin, Go1 terus menekan HookGangGod, mematahkan berbagai serangannya kecuali beberapa combo yang tidak terlalu optimal. Dalam 2 ronde berikutnya bahkan Go1 menang tanpa ada karakter mati sama sekali. Ronde terakhir, HookGangGod menunjukkan perlawan lebih kuat dan berhasil membunuh Goku GT, tapi itu tak cukup untuk menghentikan langkah Go1 ke podium juara.

Combo Breaker 2019 - DBFZ Winners
Go1, juara Dragon Ball FighterZ | Sumber: vexanie|Stephanie Lindgren

Peringkat Top 8 Dragon Ball FighterZ:

  • Juara 1. CO|Go1 (Bardock, Goku GT, Goku SSJ)
  • Juara 2. NRG|HookGangGod (Bardock, Piccolo, Vegeta)
  • Juara 3. VGIA|Shanks (Android 18, Adult Gohan, Goku SSJ)
  • Juara 4. FOX|SonicFox (Bardock, Fused Zamasu, Android 16)
  • Juara 5. EG|NYChrisG (Teen Gohan, Tien, Yamcha)
  • Juara 5. BC|Tachikawa (Kid Buu, Hit, Frieza)
  • Juara 7. BC|ApologyMan (Piccolo, Tien, Goku SSJ | Piccolo, Teen Gohan, Goku SSJ)
  • Juara 7. SubatomicSabers (Vegito, Cell, Gotenks)

Demikianlah rekap singkat tentang beberapa fighting game terpopuler di acara Combo Breaker 2019. Sebetulnya masih banyak lagi game lain yang dipertandingkan, bahkan ada lebih dari 20 turnamen di festival besar ini. Namun akan menjadi terlalu panjang bila ditulis semuanya. Bila Anda tidak sempat mengikuti acaranya dan tertarik menonton lebih banyak, Anda dapat melihat berbagai klip highlight lewat akun Twitter resmi Combo Breaker 2019 di tautan berikut.

Sumber: EventHubs, Capcom, Bandai Namco, Combo Breaker 2019