Acara Awards dan Penghargaan Tahunan di Industri Game, Pentingkah?

Jika industri film punya Academy Awards alias Oscars, industri game punya The Game Awards. Namun, sementara penyelenggaraan Oscars 2021 sempat ditunda karena lockdown, TGA 2021 tetap diselenggarakan seperti biasa. Salah satu alasannya adalah karena sejak pertama kali diadakan pada 2014, TGA memang lebih fokus pada siaran online daripada siaran di TV.

Faktanya, TGA 2021 justru baru saja memecahkan rekor jumlah penonton terbanyak, menurut laporan ScreenRant. Pada tahun ini, jumlah penonton TGA 2021 mencapai 85 juta orang, lebih banyak 2 juta daripada jumlah penonton pada tahun lalu. Selain itu, TGA 2021 juta memecahkan rekor Watch Time di YouTube, dengan total viewership mencapai 1,75 juta jam di platform video tersebut.

Pertanyaannya: seberapa penting The Game Awards untuk industri game?

Awal Mula The Game Awards

The Game Awards pertama kali diadakan pada 2014. Geoff Keighley, jurnalis game asal Kanada, merupakan kreator di balik awards show tersebut. Kali pertama Keighley melibatkan diri dalam acara penghargaan game adalah pada 1994, yaitu dengan Cybermania ’94: The Ultimate Gamer Awards. Walau acara tersebut dianggap kurang sukses, ia berhasil membuat Keighley tertarik untuk membuat acara game awards-nya sendiri.

Pada 2003, Keighley bekerja untuk Spike, saluran televisi kabel dan satelit asal Amerika Serikat. Ketika itu, dia menjadi produser dari Video Game Awards (VGA). Selain sebagai produser, dia juga sering menjadi host dalam acara tersebut. Tujuan dari VGA adalah untuk memamerkan game-game yang diluncurkan dalam satu tahun.

Spike memberikan dukungan besar untuk penyelenggaraan VGA. Pada 2012, mereka bahkan mengajak Samuel L. Jackson sebagai host dari acara itu. Namun, pada 2013, dukungan Spike untuk VGA surut. Alasannya, karena mereka ingin mengurangi program yang ditujukan untuk penonton laki-laki. Setelah itu, Spike mengubah nama VGA menjadi VGX, untuk menunjukkan bahwa acara itu akan fokus ke konsol terbaru saat itu, yaitu PlayStation 4 dan Xbox One.

Samuel L. Jackson di VGA. | Sumber: USA Today

Acara VGX di 2013 dianggap mengecewakan, karena porsi iklan yang sangat besar. Meskipun begitu, Spike tetap menawarkan Keighley untuk mengadakan VGX di tahun 2014, dengan syarat, acara itu hanya akan ditayangkan secara online, tapi tidak di TV. Keighley akhirnya memutuskan untuk keluar, sementara hak kepemilikan atas VGX tetap dipegang oleh Spike. Di 2014, Spike mengumumkan bahwa mereka memutuskan untuk berhenti mengadakan VGX sama sekali.

Sementara itu, Keighley mencari dukungan dari perusahaan konsol — Microsoft, Nintendo, dan Sony — serta beberapa publisher ternama untuk membuat awards show baru. Dan lahirlah The Game Awards. Di awards show itu, Keighley juga menanamkan modal sebesar US$1 juta.

Sejak awal, Keighley fokus untuk menayangkan TGA di platform streaming. Sekarang, awards show itu disiarkan di lebih dari 45 platform streaming di dunia, termasuk lebih dari 20 platform di Tiongkok, 7 di India, dan 4 di Jepang. Keputusan Keighley untuk fokus pada siaran online berbuah manis. Dari tahun ke tahun, jumlah penonton TGA menunjukkan tren naik. Sebaliknya, jumlah penonton Oscars justru terus turun. Tahun ini, jumlah penonton Oscars hanya mencapai 9,23 juta orang, turun 51% dari 18,7 juta orang pada 2020.

“Saya ingin menjadikan The Game Awards sebagai awards show terbesar di dunia,” kata Keighley pada Protocol. “Oscars punya reputasi cemerlang. Dan walau game punya industri yang lebih bsear dan merupakan media yang lebih powerful dari media hiburan lain, game tetap tidak mendapatkan penerimaan yang sama dari masyarakat. Banyak orang yang memiliki persepsi yang salah akan game dan tetap tidak mau menganggap game sebagai media yang powerful. Jadi, kami punya kesempatan untuk tidak hanya menunjukkan bahwa game punya arti penting bagi para core gamers, tapi juga menampilkan sisi terbaik dari industri game.”

Walau The Game Awards sering disebut sebagai “Oscars untuk game“, TGA punya beberapa perbedaan dengan awards show di industri film itu. Salah satunya, TGA tidak hanya fokus untuk mengumumkan game-game yang berhasil memenangkan berbagai kategori, awards show itu juga menjadi ajang bagi perusahaan game untuk memberikan pengumuman penting akan rencana mereka di tahun berikutnya. Misalnya, Microsoft mengumumkan rencana mereka untuk meluncurkan Xbox Series X pada TGA 2019. Selain itu, keberadaan sejumlah game diungkap dalam TGA, seperti Far Cry New Dawn dari Ubisoft, Marvel: Ultimate Alliance 3 dari Nintendo, dan Mortal Kombat 11 dari Warner Bros. Interactives.

“The Game Awards berhasil menjadi salah satu acara tahunan terbesar dalam industri game karena acara tersebut berhasil membangun hubungan erat dengan komunitas gamers di seluruh dunia,” kata David Haddad, President, Warner Bros. Interactive pada The Hollywood Reporter. “Kami memilih untuk mengumumkan Mortal Kombat 11 di Game Awards karena kami ingin menarik perhatian banyak gamers di dunia.”

Tak hanya peluncuran game baru, TGA juga bisa menjadi ajang promosi untuk sejumlah film. termasuk Shaft, Aquaman, dan Birds of Prey dari Warner Bros. Andrew Hotz, Executive VP Global Digital Marketing dan Chief Data Strategist, Warner Bros. menjelaskan, alasan mereka mempromosikan film mereka di TGA adalah karena setiap kali mereka melakukan hal itu, film yang mereka promosikan akan menjadi bahan pembicaraan di media sosial.

Mekanisme The Game Awards

“Best Game of The Year” adalah penghargaan paling tinggi yang diberikan dalam The Game Awards. Pertanyaannya: bagaimana cara untuk mengukur kualitas game, ketika penilaian gamers akan game yang mereka mainkan sangat subjektif? Gamers yang memang suka dengan game dengan narasi berbobot cenderung suka dengan game-game single-player. Namun, gamers yang menganggap gaming sebagai kegiatan sosial justru akan lebih sering memainkan game-game multiplayer.

Menentukan game terpopuler justru lebih mudah daripada game terbaik. Karena, popularitas bisa diukur menggunakan pemungutan suara. Sayangnya, popularitas bukan jaminan kualitas. Game yang menjadi pembicaraan banyak orang belum tentu sudah sempurna. Mari kita jadikan Cyberpunk 2077 sebagai contoh. Walau game itu dibicarakan banyak orang — sebelum dan sesudah diluncurkan — game itu dipenuhi dengan banyak bugs ketika diluncurkan. Bahkan, game buatan CD Projekt itu sempat ditarik dari PlayStation Store oleh Sony, meski game tersebut kemudian kembali tersedia di toko digital itu.

Jadi, bagaimana cara TGA untuk memilih “Best Game of The Year” atau game pemenang dalam kategori lain? Dalam situs resminya, TGA menjelaskan bahwa pemenang penghargaan ditentukan berdasarkan pemungutan suara dari para juri dan juga masyarakat umum. Gamers bisa memberikan suaranya melalui situs TheGameAwards.com atau melalui media sosial. Bagi gamers Tiongkok, mereka bisa ikut dalam pemungutan suara melalui Bilibili. Satu hal yang harus diingat, bobot penilaian para juri jauh lebih besar daripada suara para gamers. Pemungutan suara para juri memiliki bobot 90%, dan voting dari para gamers 10%.

Beberapa proses dalam TGA. | Sumber: TheGameAwards

Di situs resminya, TGA juga mengungkap mengapa mereka tidak menentukan pemenang penghargaan berdasarkan pemungutan suara para gamers. Salah satu alasannya, karena hal ini dianggap tidak adil bagi game yang hanya diluncurkan dalam satu platform. Jika sebuah game diluncurkan secara eksklusif untuk satu platform, maka jumlah pemain dan fans dari game itu pun akan lebih sedikit dari game yang diluncurkan di banyak platform. Jadi, game-game eksklusif akan punya kemungkinan yang lebih kecil untuk menang, jika TGA menggunakan sistem voting. Selain itu, TGA juga ingin memastikan bahwa pemenang dari TGA tidak bisa dimanipulasi melalui media sosial.

Sama seperti Oscars atau awards show lainnya, The Game Awards juga punya daftar nominasi untuk setiap kategori. Menentukan game-game yang masuk nominasi melibatkan lebih dari 100 juri. Para juri terdiri dari perusahaan media dan influencer gaming. Jika juri merupakan perusahaan media, maka daftar nominasi yang mereka berikan merupakan cerminan dari pendapat semua karyawan perusahaan. TGA memilih para juri berdasarkan rekam jejak mereka dalam memberikan penilaian pada sebuah game.

Setiap juri bisa menominasikan lima game dalam satu kategori. Setelah suara para juri dikumpulkan, TGA akan memilih lima game yang mendapatkan suara paling banyak dari para juri untuk masuk nominasi. Bobot suara dari masing-masing juri sama. Jadi, tidak ada juri yang memiliki hak veto. Untuk kategori khusus — seperti esports dan aksesibilitas untuk penyandang disabilitas — TGA akan meminta bantuan dari juri-juri khusus.

The Game Awards menganggap, menggabungkan sistem voting antara para juri dan masyarakat umum merupakan cara paling efektif untuk bisa memberikan penilaian kritis akan sebuah game. Meskipun begitu, saya percaya, setiap juri dalam TGA tetap punya bias subjektif. Selain itu, kemungkinan besar, para juri akan memilih game AAA atau game indie yang memang tengah populer. Alasannya, mereka tidak mungkin bisa mengetahui — apalagi memainkan — semua game yang diluncurkan dalam satu tahun. Di Steam saja, jumlah game baru yang diluncurkan sepanjang 2020 mencapai lebih dari 10 ribu game. Dan angka itu belum mencakup game-game yang diluncurkan untuk konsol.

Jumlah game yang diluncurkan di Steam dari tahun ke tahun. | Sumber: Statista

Selain subjektivitas para juri, masalah lain yang mungkin muncul di The Game Awards adalah tentang metode pengelompokkan game. Genre menjadi salah satu cara untuk mengategorikan game. Hanya saja, belakangan, semakin banyak game yang mencampuradukkan genre yang sudah ada. Sebagai contoh, Borderlands. Game itu masuk dalam kategori FPS karena ia memang merupakan game shooter dengan sudut pandang orang pertama. Di sisi lain, Borderlands juga bisa dikategorikan sebagai RPG karena game itu memiliki sistem progression, seperti level karakter dan skills.

Padahal, TGA punya kategori Best Action Game, Best Action/Adventure Game, dan Best Role-Playing Game. Jika sebuah game menggabungkan beberapa genre tersebut, apakah hal itu berarti mereka bisa dinominasikan dalam semua kategori itu?

The Game Awards vs Oscars

Jumlah penonton Academy Awards menunjukkan tren turun, menurut data dari Statista. Pada 2010, jumlah penonton Oscars mencapai 41,62 juta orang. Angka ini turun menjadi 9,85 juta orang pada 2021. Meskipun begitu, Oscars punya fungsi tersendiri di industri film. Salah satunya, sebagai bukti pengakuan industri akan bakat seseorang atau kualitas dari sebuah film. Bagi aktor atau aktris, memenangkan atau hanya masuk dalam nominasi Oscars bisa membantu mereka untuk mengembangkan karir mereka. Sementara bagi studio film, menjadi pemenang atau nominasi Oscars bisa menjadi alat untuk mempromosikan film mereka.

Jumlah penonton Oscars di Amerika Serikat. | Sumber: Statista

“Pertanyaan akan relevansi dari Academy Awards telah muncul sejak lama,” kata seorang awards strategist yang memberikan konsultasi pada sejumlah studio besar pada Washington Post. Dia rela diwawancara, tapi enggan untuk disebutkan namanya. “Para pelaku industri film ingin mendapatkan penghargaan demi memuaskan ego mereka dan karena penghargaan itu bisa membantu karir mereka. Sementara pihak studio ingin membantu para talents di industri film karena hal itu akan membantu mereka.”

Menariknya, Academy Awards pertama kali diadakan untuk mencegah para pekerja di industri film — seperti sutradara, aktor, dan penulis skenario — untuk membentuk perserikatan. Tujuan lainnya adalah untuk membangun reputasi Hollywood di mata masyarakat umum. Jadi, walau Oscars merupakan bentuk apresiasi industri film pada orang-orang berbakat di dalamnya, penghargaan itu juga penuh dengan intrik politik di belakang layar, ungkap analis film industri film, Stephen Follows.

Follows menegaskan, film yang memenangkan Oscars tidak selalu merupakan film terbaik yang dirilis pada tahun itu. “Semakin banyak data yang saya amati, semakin banyak orang yang saya ajak bicara, semakin saya sadar bahwa para pemimpin politik industri film selalu mempekerjakan orang-orang terbaik,” katanya pada Washington Post.

Salah satu orang yang memperlakukan Oscars seperti pemilihan umum adalah Harvey Weinsten, seorang produser yang memiliki dua perusahaan: Miramax dan Weinstein Company. Saat ini, karirnya sudah hancur karena dia terbukti sebagai pemerkosa. Namun, sebelum itu, dia memiliki taktik khusus untuk membuat film dari perusahaannya menang Oscars. Dikabarkan, dia menyebarkan kabar negatif tentang film-film yang menjadi pesaing dari film di bawah perusahannya. Dia juga berusaha untuk memenangkan hati para pemilih.

Taktik Weinsten terbukti sukses. Pasalnya, Shakespeare in Love — film buatan John Madden yang didistribusikan oleh Miramax — berhasil mengalahkan Saving Private Ryan — dari Steven Spielberg — pada Oscars 1999. Padahal, film buatan Spielberg diperkirakan akan memenangkan penghargaan Best Picture. Dan walau Weinstein kini tak lagi punya tempat di industri film, strategi yang dia gunakan untuk mempopulerkan film-film dari perusahaannya tetap digunakan sampai sekarang.

Shakespeare in Love. | Sumber: IMDB

Bagi aktor atau aktris, memenangkan atau masuk dalam nominasi Oscar merupakan pengakuan industri akan kemampuan mereka. Matt Damon bercerita, karirnya menanjak pesat setelah dia memenangkan Best Original Screenplay pada Oscars 1997. Hal yang sama terjadi pada Jennifer Lawrence, yang mulai dikenal setelah dia masuk nominasi Best Actress pada 2010.

Sayangnya, bagi sebagian aktor atau aktris, memenangkan Oscar justru merupakan bencana. Salah satu aktris yang mengalami hal ini adalah Halle Berry, aktris berkulit hitam pertama yang memenangkan penghargaan Best Actress. Dia bercerita, dia justru kesulitan untuk mendapatkan peran yang berbobot setelah memenangkan Oscars. Kepada Variety, dia menyebutkan bahwa apa yang terjadi pada dirinya sebagai “kutukan Oscar”.

Hal yang sama juga terjdi pada Rita Moreno, aktris Latina pertama yang memenangkan Oscar berkat perannya di West Side Story. Dia bercerita, walau dia mendapatkan sambutan hangat dan tepuk tangan meriah ketika dia memenangkan Oscars, dia tidak mendapatkan banyak tawaran peran setelah itu.

“Saya mendapatkan tawaran untuk bermain di beberapa film. Kebanyakan dari film itu bercerita tentang gang, tapi dalam skala yang jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan West Side Story. Tentu saja, hal ini sangat megencewakan bagi saya,” ujar Moreno. Dia menambahkan, memenangkan Oscar tidak memberikan perubahan berarti untuk karirnya. Dia juga mengatakan, dia tidak berusaha untuk menjelekkan Oscars atau awards show lain, tapi, memang ada perlakuan tidak adil pada kelompok minoritas di industri film.

Secara teori, keberadaan Oscars seharusnya memberikan kesempatan bagi aktor atau aktris yang belum dikenal, membantu mereka untuk dikenal lebih banyak orang dan meningkatkan kesempatan mereka untuk mendapatkan peran penting dalam film. Dan jika mereka bisa memainkan peran penting, kesempatan mereka untuk kembali memenangkan atau masuk dalam nominasi Oscars akan menjadi semakin besar.

Hanya saja, aktor atau aktris dari kelompok minoritas justru mengalami kesulitan untuk masuk nominasi Oscars. Dan terkadang, masuk dalam Oscars justru merusak karir mereka. Hal ini menunjukkan adanya ketidakadilan dalam Academy Awards, menurut Franklin Leonard, produser dan pendiri dari Black List. Adanya ketidakadilan ini berarti, Oscars bisa menguntungkan kelompok tertentu, tapi justru mempersulit kelompok yang lain.

Nominasi dari Best Game of The Year.

Sekarang, mari kita bandingkan apa yang terjadi di industri film dengan industri game. Kabar baiknya, sejauh yang saya tahu, tidak perusahaan game yang breusaha melakukan lobbying untuk membuat game mereka menang atau masuk dalam nominasi di The Game Awards.

Namun, hal itu tidak mengubah fakta bahwa perusahaan-perusahaan game besar lebih diuntungkan dengan keberadaan TGA daripada developer indie. Kenapa? Seperti yang sudah dibahas di atas, ada ribuan game yang diluncurkan setiap tahun. Karena para juri di TGA tidak mungkin menilai semua game tersebut, maka kemungkinan, mereka akan menaruh perhatian pada game-game yang banyak dibicarakan oleh gamers. Dan cara perusahaan memasarkan game punya dampak langsung pada popularitas game tersebut. Tentu saja, perusahaan besar akan punya dana yang lebih besar pula untuk mempromosikan game mereka.

Jadi, pada akhirnya, walau TGA punya tujuan untuk “merayakan keberadaan game-game terbaik”, game-game yang mungkin memenangkan penghargaan di awards show itu akan terbatas pada game-game populer, yang kemungkinan dibuat oleh perusahaan game AAA.

Kesimpulan

Setiap orang punya selera masing-masing. Sebagian orang suka dengan teh, sebagian yang lain kopi atau cokelat. Bahkan di kalangan pecinta kopi pun, mereka punya selera beragam. Ada orang yang sudah puas dengan kopi sachet, ada pula yang sangat memerhatikan biji kopi yang hendak dia minum, serta cara penyajiannya. Hal ini juga berlaku untuk film dan game. Sebagian orang menonton semua film dan seri TV yang menjadi bagian dari Marvel Cinematic Universe, sementara sebagian yang lain merasa film-film superhero cenderung membosankan.

Secara pribadi, saya merasa, tidak ada yang salah dengan selera pribadi seseorang. Penyuka kopi tidak lebih baik dari penyuka teh atau cokelat. Orang yang menyukai film-film science-fiction tidak memiliki derajat yang lebih tinggi dari pecinta film romantis. Begitu juga dengan gamers. Orang-orang yang senang memainkan game-game soulslike tidak mendadak punya kasta yang lebih tinggi dari pemain game kasual. Perbedaan antara keduanya hanya waktu — dan mungkin uang — yang mereka dedikasikan untuk hobi mereka.

Mengingat selera orang berbeda-beda, maka jenis game yang mereka mainkan pun tentu saja beragam. Karena itu, saya merasa, penghargaan dalam The Game Awards bisa menjadi bukti apresiasi industri, tapi ia tidak bersifat absolut.

Misalnya, hanya karena It Takes Two memenangkan penghargaan Best Game of The Year bukan berarti semua orang yang memainkan game itu akan menyukainya. Sebaliknya, game-game yang tidak menang, atau bahkan tidak masuk nominasi di The Game Awards, juga tetap bisa dinikmati banyak orang. Buktinya, walau TGA tidak punya kategori untuk game kasual, toh game kasual seperti Candy Crush tetap bisa mendapatkan pemasukan hingga lebih dari US$1 miliar.

The Game Awards 2021 Kembali Cetak Rekor Jumlah Penonton Baru

Sejak pertama kali dihelat di tahun 2014, ajang The Game Awards terus memecahkan rekor fenomenal setiap tahunnya. Puncaknya adalah tahun lalu, tepatnya ketika acaranya terpaksa digelar sepenuhnya secara virtual. Namun ternyata jumlah penontonnya malah naik hampir dua kali lipat menjadi 83 juta orang.

Tahun ini, The Game Awards kembali digelar secara fisik di Microsoft Theater di kota Los Angeles, dan jumlah penonton online-nya pun kembali terpecahkan (meski tidak sedrastis lompatan sebelumnya): sebanyak 85 juta orang menonton acaranya yang ditayangkan secara langsung melalui lebih dari 30 jaringan digital seperti YouTube, Twitch, Twitter, Facebook, TikTok, dan lain sebagainya.

Melalui sebuah siaran pers, pihak penyelenggara The Game Awards mengatakan bahwa ada sekitar 1,6 juta cuitan mengenai event tersebut di Twitter selama 2021. Selama delapan tahun berturut-turut, The Game Awards selalu sempat menjadi trending topic global nomor satu, dan tahun ini pun tidak terkecuali.

Selain mencetak rekor audiens baru, The Game Awards juga mencatatkan rekor watch time baru tahun ini, dengan lebih dari 1,75 juta jam watch time di channel The Game Awards sendiri, tidak termasuk siaran yang ditayangkan channel-channel lain. Angka tersebut naik 14% jika dibandingkan acara tahun kemarin. Partisipasi publik pun juga ikut meningkat 27%, dan tercatat ada lebih dari 23,2 juta suara yang dipungut sejak nominasi pemenang-pemenang penghargaannya diumumkan.

The Game Awards 2021 menghadirkan 30 kategori nominasi, termasuk beberapa kategori baru yang cukup menarik seperti Games for Impact dan Innovation in Accessibility. Untuk kategori Game of the Year, pemenangnya tahun ini adalah It Takes Two garapan Hazelight Studios. Anda bisa melihat daftar lengkap pemenang-pemenangnya di artikel berikut.

Di samping memberi penghargaan buat game-game terbaik, The Game Awards juga selalu ditunggu berkat sederet trailer game baru yang disajikannya. Tahun ini, ada beberapa kejutan yang tak disangka seperti Wonder Woman karya Monolith Productions, sekuel dari Warhammer 40.000: Space Marine, dan Alan Wake 2. Selengkapnya, Anda bisa menonton rangkuman 25 trailer game baru yang diumumkan di The Game Awards 2021 pada artikel ini.

Sumber: Game Informer.

25 Trailer Game Baru yang Diputar di Ajang The Game Awards 2021

Sesuai namanya, The Game Awards merupakan sebuah ajang penghargaan untuk mengapresiasi karya-karya terbaik di industri video game. Namun tidak sedikit juga yang menantikan event ini hanya untuk menonton trailer game-game terbaru yang bakal hadir ke depannya.

Dari pihak developer dan publisher, mereka sendiri juga tidak mau melewatkan kesempatan untuk mempertontonkan kreasi terbarunya ke hadapan jutaan orang; entah yang sudah siap untuk dirilis dalam waktu dekat, atau yang masih sneak peek dan belum punya cuplikan gameplay sama sekali.

Di artikel ini, saya telah merangkum 25 trailer game baru yang diputar di ajang The Game Awards 2021. Beberapa di antaranya adalah trailer baru untuk game yang sudah pernah diumumkan sebelumnya, namun ada juga beberapa judul yang baru diungkap untuk pertama kalinya.

Suicide Squad: Kill the Justice League

Setelah sekian lama, kita akhirnya bisa melihat cuplikan gameplay dari karya terbaru Rocksteady Studios ini, lengkap dengan aksi dari empat playable character-nya, yakni Deadshot, Captain Boomerang, King Shark, dan tentu saja, Harley Quinn. Suicide Squad: Kill the Justice Leage kabarnya akan dirilis di tahun 2022 (belum ada jadwal yang spesifik) di PC, PS5, dan Xbox Series X/S.

Wonder Woman

Kejutan lain dari WB Games adalah Wonder Woman, sebuah game open-world karya Monolith Productions, developer di balik Middle-earth: Shadow of Mordor dan Middle-earth: Shadow of War. Detail mengenai game ini masih minim, akan tetapi WB Games memastikan bahwa fitur Nemesis System dari kedua game Middle-earth itu bakal kembali muncul di sini.

Star Wars Eclipse

Saat ini sedang dalam tahap pengembangan awal, Star Wars Eclipse merupakan sebuah game action adventure dengan beberapa playable character dan narasi yang diambil dari era High Republic. Star Wars Eclipse digarap oleh Quantic Dream, studio yang mengerjakan Detroit: Become Human.

Star Trek: Resurgence

Oleh pengembangnya, Star Trek: Resurgence dideskripsikan sebagai sebuah narrative game interaktif yang mengangkat cerita pasca peristiwa yang terjadi pada Star Trek: The Next Generation. Game ini dikerjakan oleh Dramatic Labs, studio baru yang dibentuk oleh eks veteran Telltale Games yang sudah sangat berpengalaman dengan genre ini.

Slitterhead

Pada akhir tahun lalu, kreator Silent Hill, Keiichiro Toyama memutuskan untuk hengkang dari Sony dan mendirikan studionya sendiri yang diberi nama Bokeh Game Studio. Setahun berlalu, kita sudah bisa melihat cuplikan singkat IP baru yang tengah dikerjakannya, Slitterhead. Tetap saja horor dan menyeramkan.

Nightingale

Nightingale merupakan sebuah game survival dengan fitur shared world dan setting fantasi di era Victorian. Dikembangkan oleh Inflexion Games (eks karyawan BioWare), Nightingale dijadwalkan hadir dengan status early access tahun depan.

Senua’s Saga: Hellblade II

Sekuel game yang memenangkan banyak penghargaan bergengsi ini akhirnya punya trailer gameplay. Ya, video di atas bukanlah adegan sinematik, melainkan diambil langsung dari gameplay-nya. Kualitas grafik game ini benar-benar tidak main-main.

Warhammer 40.000: Space Marine 2

Setelah satu dekade berlalu, sekuel Warhammer 40.000: Space Marine akhirnya datang juga. Guna semakin memikat para penggemarnya, trailer-nya tidak lupa menampilkan Titus, kapten dari pasukan Ultramarine sekaligus lakon utama dari game pertamanya.

A Plague Tale: Requiem

Sekuel dari A Plague Tale: Innocence, A Plague Tale: Requiem melanjutkan petualangan Amicia dan Hugo dalam sebuah dunia yang kacau balu dan penuh elemen supranatural. Game karya Asobo Studio ini bakal tersedia tahun depan di PC, PS5, Xbox Series X/S, dan Nintendo Switch.

Saints Row

Tidak ada GTA 6 di The Game Awards 2021, tapi setidaknya kita disuguhi cuplikan gameplay dari remake Saints Row. Developer-nya, Deep Silver, juga berbaik hati dan menyingkap jadwal rilisnya: 23 Agustus 2022. Semoga saja tidak tertunda.

Alan Wake 2

Belum lama setelah Alan Wake Remastered dirilis, penggemarnya kembali dibuat tersenyum dengan pengumuman Alan Wake 2. Kendati demikian, mereka harus punya kesabaran ekstra mengingat Remedy baru akan merilis game ini di tahun 2023.

Forspoken

Sebelumnya dikenal dengan nama Project Athia, Forspoken adalah sebuah RPG open-world garapan Luminous Productions, studio yang bertanggung jawab atas pengembangan Final Fantasy XV. Game dengan setting dunia yang epik ini dijadwalkan meluncur pada 24 Mei 2022 di PC dan PS5 (maaf Xbox).

Babylon’s Fall

Babylon’s Fall adalah karya terbaru kreator Bayonetta, tentu saja dengan aksi pertarungan pedangnya yang ikonis. Game ini menawarkan fitur co-op hingga empat orang, dan Anda bisa mulai memainkannya mulai 3 Maret 2022 di PC, PS5, dan PS4 (lagi-lagi Xbox tidak kebagian sama sekali).

Final Fantasy VII Remake Intergrade versi PC

Kejutan terakhir dari Square Enix di akhir 2021 adalah Final Fantasy VII Remake untuk PC, lebih tepatnya versi Intergrade yang sebelumnya dirilis untuk PS5 dan membawa sejumlah penyempurnaan dari sisi grafis, lengkap beserta konten campaign ekstra. Tanpa harus menunggu lama, gamer PC bakal bisa memainkan game ini mulai 16 Desember 2021 melalui Epic Games Store.

Sonic Frontiers

Dengan kemampuannya berpindah dari titik A ke B dengan begitu cepat, sungguh aneh rasanya melihat Sonic tidak pernah membintangi sebuah game open-world dengan dunia yang amat luas. Well, imajinasi liar itu bakal terwujud pada akhir 2022 mendatang lewat Sonic Frontiers. Game ini akan tersedia di PC, PS5, PS4, Xbox Series X/S, Xbox One, dan Nintendo Switch.

Homeworld 3

Game ketiga dari franchise Homeworld ini siap meluncur pada kuartal keempat 2022. Sebuah penantian yang sangat panjang mengingat Homeworld 2 dirilis pada tahun 2003. Kabar baiknya, orang-orang yang mengerjakan game pertama dan keduanya dua dekade silam masih ikut berpartisipasi dalam pengembangan Homeworld 3.

Dune: Spice Wars

2022 bakal jadi tahun yang menarik buat penggemar game strategi bertema sci-fi. Selain Homeworld 3 tadi, juga bakal ada Dune: Spice Wars yang bakal menyelipkan banyak elemen genre 4X. Anda lebih suka novel Dune daripada filmnya? Well, game ini lebih banyak mengadaptasikan dari bukunya ketimbang filmnya.

The Lord of the Rings: Gollum – The Untold Story

Meski sampai sekarang masih belum punya jadwal rilis, setidaknya spin-off Lord of the Rings ini sudah punya subjudul yang jelas. Embel-embel “The Untold Story” secara tidak langsung mengonfirmasi bahwa kisah yang diceritakan adalah kisah orisinal yang belum pernah diangkat sebelumnya. Tentunya bakal sangat menarik menavigasikan Gollum/Smeagol dengan dua kepribadiannya yang bertolak belakang, apalagi jika game-nya membebaskan kita melewati tantangan dengan dua cara yang berbeda.

CrossfireX

Setelah dinanti cukup lama, single-player campaign dari CrossfireX yang digarap oleh Remedy Entertainment akhirnya punya jadwal rilis yang spesifik: 10 Februari 2022, eksklusif di Xbox Series X/S dan Xbox One. Campaign ini merupakan game yang terpisah dari mode multiplayer free-to-play yang dikerjakan oleh Smilegate Entertainment, bahkan engine yang digunakan pun berbeda.

Evil West

Koboi dengan kekuatan supranatural yang siap membasmi berbagai macam monster dan vampir, kira-kira begitulah premis sederhana dari Evil West. Combat yang brutal merupakan kekuatan utama game ini, dan developer-nya sendiri juga sudah sangat berpengalaman soal itu usai mengerjakan tiga game Shadow Warrior.

GTFO

Dua tahun setelah dirilis sebagai game early access, co-op survival horror FPS ini akhirnya sudah rampung dikerjakan dan resmi diluncurkan versi finalnya. Pengembangnya menjanjikan banyak penyempurnaan, termasuk halnya sistem matchmaking yang lebih baik. Namun seandainya Anda ingin bermain sendirian, Anda juga bisa memilih untuk ditemani bot.

Arc Raiders

Arc Raiders merupakan sebuah co-op third-person PvE shooter karya Embark Studios, studio game baru arahan mantan bos besar EA, Patrick Söderlund. Game ini bakal memprioritaskan kerja sama antar pemain di samping sedikit elemen survival, dengan setting dunia post-apocalyptic di masa depan. Arc Raiders kabarnya akan dirilis sebagai game free-to-play di PC, PS5, dan Xbox Series X/S.

Steelrising

Steelrising adalah third-person action RPG garapan Spiders, studio di balik RPG sukses lain yang berjudul GreedFall. Game ini mengambil setting yang tidak umum: era Revolusi Perancis, tapi dengan dunia yang dipenuhi robot-robot steampunk. Lakon utamanya pun juga merupakan salah satu robot tersebut.

Rumbleverse

Dikembangkan oleh Iron Galaxy, Rumbleverse merupakan sebuah “brawler royale” dengan berbagai karakter yang jenaka. Tidak ada senjata dalam game F2P ini, yang ada cuma adu otot antar 40 pemain dengan berbagai teknik gulat profesional seperti suplex maupun piledriver.

Tchia

Open-world adventure dengan atmosfer dan musik yang amat chill. Kalau melihat trailer-nya, sepertinya bakal ada banyak sekali yang bisa dilakukan dalam game ini. Anda bahkan bisa bermain ukulele secara manual jika mau. Selain di PS5 dan PS4, Tchia juga akan dirilis di PC pada musim semi 2022.

Bukan Cuma Live Stream, Ajang The Game Awards 2021 Juga Akan Dikemas dalam Sebuah Metaverse

Untuk kali yang kedua, ajang The Game Awards tahun ini harus kembali digelar secara virtual. Namun ketimbang sebatas menyajikan live stream biasa, Geoff Keighley selaku sang penggagas acara sudah menyiapkan rencana yang cukup ambisius dalam bentuk sebuah metaverse.

jadi selain menonton acaranya pada tanggal 9 Desember, mulai pukul 07.00 WIB, kita juga bisa terjun ke dalam metaverse yang diciptakan secara khusus buat The Game Awards. Metaverse ini hidup di dalam Axial Tilt, semacam dunia interaktif yang dibangun di atas platform bernama Core.

Interaktif adalah kata kuncinya. Mereka yang mempunyai perangkat Windows 10 dapat mengunduh Core langsung dari situs resminya atau via Epic Games Store, dan dari situ mereka bisa mengakses Axial Tilt untuk langsung dibawa menuju ke metaverse hub milik The Game Awards.

Acara akan dibuka dengan sesi karpet merah, dan ditutup dengan sesi afterparty bersama seorang DJ tamu spesial. Selama acara berlangsung, pengunjung metaverse The Game Awards dapat memprediksi secara live para pemenang di berbagai kategori untuk mendapatkan hadiah in-game dalam ekosistem Core. Sebelum, selagi, dan sesudah acara, pengunjung juga dibebaskan bermain-main dengan koleksi mini game yang tersedia di Axial Tilt.

“Saya selalu mencari cara baru yang menarik untuk membawa The Game Awards ke audiens baru,” terang Geoff seperti dikutip VentureBeat. “Munculnya platform metaverse anyar seperti Core, dan pengalaman sosial yang dihadirkannya pada live event, menciptakan peluang luar biasa untuk memberi penggemar cara baru yang interaktif untuk menikmati pertunjukan. Dan mengingat ini adalah pertunjukan tentang hiburan interaktif, jadinya sangat cocok,” imbuhnya.

Kepada IGN, Geoff mengakui bahwa yang disuguhkan tahun ini belum sepenuhnya bisa dikategorikan sebagai metaverse, dan ini juga baru versi pertama dari visi yang ingin ia realisasikan ke depannya. Dengan kata lain, ke depannya The Game Awards bakal menyajikan lebih banyak program, mulai dari yang sesimpel sesi talk show bersama kalangan developer, sampai yang lebih ambisius seperti mencoba langsung versi demo dari game yang trailer-nya ditampilkan di acara.

Sumber: VentureBeat.

Indonesia Runner-Up Wild Rift Pentaboom Showdown dan Rencana Esports Wild Rift Tingkat Universitas

Walaupun sudah jelang memasuki masa liburan, namun ekosistem esports terbilang masih berjalan dengan cukup aktif. Ada beberapa turnamen hadir dan juga beberapa pengumuman menarik sebagai rencana dari beberapa pihak terhadap ekosistem esports untuk tahun 2021 nanti. Berikut rekap berita esports tanggal 6-14 Desember 2020.

Wild Rift Pentaboom Usai, Indonesia Jadi Runner-Up

Pertandingan Wild Rift SEA Pentaboom telah berakhir tanggal 13 Desember 2020 kemarin. Tim Inspire yang merupakan perwakilan Indonesia berhasil dapatkan peringkat runner-up dalam pertandingan Wild Rift antar selebritas gaming tersebut. Tim Indonesia diwakili oleh JessNoLimit, DylandPros, Gogogoy, VYgaming, dan Cindy Gulla. Indonesia tumbang di babak final oleh Tim Volley yang merupakan perwakilan asal Vietnam dengan skor 3-0.

PUBG Mobile Campus Championship Dimenangkan Oleh Universitas Sam Ratulangi

Babak final PMCC juga diadakan pada tanggal 13 Desember 2020 kemarin. Universitas Sam Ratulangi keluar sebagai juara dengan persaingan poin yang sangat sengit dengan Universitas Kristen Petra. Universitas Sam Ratulangi sendiri berhasil menjadi juara dengan perolehan poin sebesar 117. Sementara pada sisi lain, Universitas Kristen Petra menempel tipis di belakangnya dengan 116 poin dan berhasil menjadi runner-up.

PUBG Mobile Global Championship 2020 Super Weekend 3

Pertandingan PMGC 2020 telah memasuki Super Weekend 3. Perwakilan Indonesia yaitu Bigetron RA sayangnya harus puas berada di peringkat 4 dengan perolehan 134 poin di akhir Super Weekend 3. Pekan ini Bigetron RA benar-benar tidak mendapatkan Chicken Dinner sama sekali, walau memang masih bisa konsisten di 5 besar. Konina Power asal region CIS sedang on-fire pekan ini sehingga mereka menjadi pemuncak Super Weekend 3 dengan skor 152 poin. Walau demikian Bigetron RA masih jadi pemuncak klasemen keseluruhan dengan total poin sebesar 476.

Turnamen Wild Rift Tingkat Universitas Segera Tiba di Indonesia

Sumber: Riot Games Official
Sumber: Riot Games Official

Mengutip dari rilis, kompetisi antar perguruan tinggi sendiri akan hadir pada tahun 2021 mendatang di berbagai penjuru Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Nantinya, ONE Up akan menjadi operator liga Wild Rift tingkat universitas di Indonesia. Chris Tran selaku Head of Esports Riot Games Asia Tenggara mengatakan bahwa fokus Riot Games di tahun 2021 adalah untuk membangun fondasi yang dibutuhkan dalam menyelenggarakan esports Wild Rift di Asia tenggara yang berkepanjangan. Melihat pendapat tersebut, tidak heran kompetisi antar perguruan tinggi menjadi turnamen yang didahulukan oleh sang pengembang League of Legends tersebut.

Andika Rama Juara GT World Challenge Kelas Sim-Pro

Sumber: GT Sim Official
Sumber: GT Sim Official

Seri balap simuliasi GT World Challenge Asia akhirnya usai pada tanggal 8 Desember 2020 lalu. Sim Racer asal Indonesia yaitu Andika Rama akhirnya berhasil menjadi juara setelah kurang lebih 2 bulan seri balapan berlangsung. Andika Rama memang sudah memimpin klasemen sementara dengan 22 poin lebih banyak di banding kontestannya sebelum balap di sirkuit Suzuka. Walau demikian, Rama tetap melakukan balapannya dengan maksimal bahkan sempat hampir mengalami tabrakan pada balap seri terakhir di sirkuit Suzuka. Walaupun finish di posisi 6 di sirkuit Suzuka, Andika Rama tetap menjadi juara berdasarkan dari poin yang ia peroleh.

MotoGP Esports Indonesia Series Akan Hadir Tahun 2021 Mendatang

Sumber: MotoGP Esports Official
Sumber: MotoGP Esports Official

Mengutip dari laman resmi, MotoGP Esports Indonesian Series dikabarkan akan hadir 2021 mendatang dengan MP1 sebagai rekannya di Indonesia. MP1 nantinya akan bekerja sama dengan Dorna Sports selaku salah satu promotor dari MotoGP Esports series. Masih dari laman resmi MotoGP Esports, kerja sama antara Dorna Sports dengan MP1 dikabarkan akan berjalan selama 4 tahun untuk gelaran MotoGP Esports Indonesia Series.

League of Legends Menangkan Beberapa Kategori di The Game Awards 2020

The Game Awards dilaksanakan tanggal 10 Desmber 2020 kemarin. Beberapa aspek dari ekosistem League of Legends berhasil mendapatkan penghargaan yang memiliki banyak kategori tersebut. Sosok dari ekosistem League of Legends yang berhasil menjadi pemenang awards sendiri adalah Heo Su “Showmaker” yang memenangkan kategori Best Esports Athlete dan Eefje Depoortere “Sjokz” yang memenangkan kategori Best Esports Host. Selain itu, League of Legends dan Worlds 2020 sendiri berhasil memenangkan kategori Best Esports Event dan Best Esports Game.

BOOM Esports Umumkan Sosok Pelatih Divisi Wild Rift

Lewat sebuah video yang terbit tanggal 6 Desember 2020 lalu, BOOM Esports umumkan sosok Leonard “OMO” sebagai pelatih divisi Wild Rift. Nama Leonard OMO sudah cukup malang melintang di dunia kompetitif League of Legends sejak lama. Terakhir kali dirinya menjabat sebagai pelatih tim Resurgence yang berlaga di liga LoL Asia Pasifik (PCS). Sosok OMO juga pernah menjadi pelatih untuk beberapa tim, termasuk salah satunya adalah tim Gravitas yang berlaga di liga LoL kawasan Oseania.

Clash Royale League Musim 2021 Diumumkan Oleh Supercell

Rekap Berita Esports Desember #3

Salah satu perubahan terbesar dari pengumuman tersebut adalah perubahan format kompetisi dari sebelumnya adalah kompetisi tim menjadi kompetisi individual. Format kompetisi juga kembali menjadi turnamen terbuka, setelah sebelumnya dijalankan dalam bentuk turnamen franchise. CRL World Finals yang jadi gelaran puncaknya akan mempertandingkan 32 pemain untuk memperebutkan total hadiah sebesar US$1 juta.

Razer Komitmen Untuk Sokong Kelancaran Cabang Esports SEA Games 2021.

Sumber: Razer Official
Sumber: Razer Official

Mengutip dari Esports Insider, Razer dikatakan masih sedang berusaha untuk menjadi bagian dari cabang esports SEA Games 2021. Razer sendiri merupakan salah satu sponsor utama di dalam cabang esports SEA Games 2019 lalu. Jelang tahun 2021, Razer berkomitmen untuk dapat kembali menjadi bagian dari kompetisi tersebut dengan menyelenggarakan beberapa inisiatif. Bentuk inisiatif tersebut adalah dukungan ataupun kesempatan untuk berlatih bagi para atlet esports, terutama yang berasal dari negara Vietnam yang merupakan tuan rumah SEA Games 2021.

Jumlah Penonton Game Awards Melebihi Penonton Oscar

Setiap akhir tahun, Game Awards menjadi ajang untuk memberikan penghargaan pada game-game terbaik yang diluncurkan dalam satu tahun terakhir. Game Awards sendiri berhasil memecahkan rekor jumlah penonton. Tahun ini, viewership dari Game Awards mencapai 45 juta orang, naik 72 persen dari tahun lalu. Satu hal yang menarik, ini berarti, jumlah penonton Game Awards melebihi penonton Oscars/Academy Awards, yang hanya mencapai 29,6 juta orang.

Menurut Video Game Analyst, Niko Partners, Daniel Ahmad, pada puncaknya, jumlah concurrent viewers Game Awards mencapai 7,5 juta orang. Sementara jumlah orang yang ikut serta dalam pemungutan suara mencapai 15,5 juta orang, naik 50 persen dari tahun lalu. Game Awards tahun ini disiarkan di lebih dari 50 platform online, termasuk Twitch, YouTube, dan Twitter.

Kali ini, Twitch, yang dikenal sebagai platform live streaming untuk gamer, memberikan kontribusi yang lebih besar dari tahun lalu. Tahun ini, ada 4.700 streamer Twitch yang menyiarkan Game Awards untuk audiens mereka. Sebagai perbandingan, tahun lalu, hanya ada 3.300 orang yang menyiarkan streaming Game Awards. Sementara dari segi penonton, secara total, concurrent viewers dari Twitch mencapai 1,3 juta orang, naik dari 1,1 juta orang pada tahun 2018.

Game Awards pertama kali diadakan pada 2014. Ketika itu, jumlah penonton Game Awards hanya mencapai 1,9 juta orang. Seiring dengan semakin populernya game, jumlah penonton dari ajang penghargaan untuk game ini terus naik. Anda bisa melihat kenaikan jumlah penonton dari tahun ke tahun pada grafik di bawah.

Sumber data: IGN
Sumber data: IGN

“Kami bersukur dan senang dengan pertumbuhan The Game Awards selama enam tahun belakangan,” kata Geoff Keighley, kreator dan produser The Game Awards, seperti dikutip dari Fox Business. “Hasil yang mengagumkan ini menunjukkan bahwa industri gaming terus berkembang, menjangkau audiens baru di seluruh dunia, dan angka ini memperkuat kepercayaan kami untuk menyiarkan ajang ini secara live di lebih dari 50 platform digital.”

Seperti namanya, Game Awards memberikan berbagai penghargaan pada game-game yang dirilis dalam satu tahun belakangan. Tahun ini, gelar Game of the Year jatuh ke Sekiro: Shadows Die Twice. Selain itu, seperti yang disebutkan oleh IGN, Game Awards juga menjadi ajang bagi para pelaku industri game untuk mengumumkan kabar terbaru. Misalnya, dalam Game Awards tahun ini, Microsoft memamerkan desain konsol Xbox baru sementara Telltale Games mengumumkan keberadaan The Wolf Among Us 2.

Sumber header: The Verge

Ruined King dan Conv/rgence Adalah Dua Game Pertama di Dunia League of Legends

Sama seperti Dota 2, League of Legends (LoL) dengan segudang hero-nya memiliki lore yang kompleks. Satu dekade sudah LoL jalani, dan Riot Games menilai kini sudah saatnya mereka memperluas lore LoL melalui sejumlah game di luar LoL itu sendiri. Buah inisiatif mereka adalah Riot Forge, publishing label baru yang diresmikan belum lama ini.

Di acara The Game Awards 2019, Riot Forge akhirnya mengungkap dua game pertama yang akan mereka terbitkan, yakni Ruined King dan Conv/rgence. Meski sama-sama mengusung embel-embel “A League of Legends Story” pada judulnya, kedua game ini digarap oleh developer yang berbeda.

Ruined King dikerjakan oleh Airship Syndicate, studio yang didirikan empat tahun silam oleh empat veteran asal Vigil Games, dan yang baru-baru ini menggarap Darksiders Genesis. Vigil Games sendiri merupakan pencipta seri Darksiders, akan tetapi Ruined King rupanya tidak akan menawarkan gameplay hack-and-slash, melainkan masuk kategori RPG dengan sistem turn-based.

Kalau melihat teaser trailer-nya, Ruined King yang menitikberatkan pada aspek narasi ini bakal mengambil Bilgewater sebagai setting lokasinya, namun area mistis Shadow Isles pun juga akan ikut dilibatkan. Jadwal rilisnya belum ditetapkan, namun Riot Forge memastikan game ini akan tersedia di PC sekaligus console.

Conv/rgence / Riot Forge
Conv/rgence / Riot Forge

Untuk Conv/rgence, developer yang bertanggung jawab adalah Double Stallion Games, pencipta game Speed Brawl dan OK, K.O.! versi mobile, yang keduanya sama-sama sarat nuansa kartun. Conv/rgence sendiri juga bakal mengadopsi art style 2D kalau melihat teaser trailer-nya.

Dalam Conv/rgence, pemain bakal menjalankan Ekko, champion yang deretan skill-nya berkenaan dengan waktu, dan yang digambarkan dalam game ini sebagai pemuda jenius dengan gadget canggih untuk memanipulasi waktu. Setting lokasi yang diambil sendiri juga ada dua, yaitu Zaun dan Piltover.

Pemilihan Ekko sebagai lakon menurut saya cukup rasional, apalagi mengingat Conv/rgence bakal masuk dalam kategori action-platformer. Saya bisa membayangkan Ekko memanfaatkan kemampuannya memanipulasi waktu selagi melompat dari satu titik ke yang lain, terdengar seru sekaligus menantang.

Seperti halnya Ruined King, Conv/rgence belum memiliki jadwal rilis. Juga sama adalah ketersediaannya di PC sekaligus console.

Sumber: Riot Games via VentureBeat 1, 2.

Xbox Series X Resmi Diperkenalkan, Gap Performa Antara Console dan PC Terus Menyempit

Ajang The Game Awards 2019 baru-baru ini Microsoft manfaatkan untuk memperkenalkan gaming PC, eh maksud saya gaming console anyar. Mengusung nama resmi Xbox Series X, wujudnya yang berupa balok vertikal langsung mengingatkan saya pada gaming PC macam Corsair One, namun yang lebih penting adalah bagaimana ia dirancang untuk menawarkan performa maksimal tanpa dihantui masalah keterbatasan ruang.

Premis ini jelas bertentangan dengan Xbox One S, yang pada dasarnya didesain seringkas mungkin selagi menawarkan performa yang mumpuni. Kendati demikian, definisi kata “mumpuni” di sini pada kenyataannya masih jauh dari yang biasa gamer dapatkan dari sebuah PC kelas mainstream.

Xbox Series X tidaklah demikian. Berbekal prosesor dengan arsitektur Zen 2 dan GPU bikinan AMD, Series X siap menyuguhkan permainan dalam resolusi 4K 60 fps secara konsisten, dan ini rupanya masih jauh dari batas performa maksimum yang diharapkan.

Microsoft bilang Series X punya hardware yang cukup kuat untuk menyajikan output resolusi 8K, atau yang mengemas refresh rate 120 Hz. Teknologi grafis macam ray tracing yang sedang hangat di ranah PC gaming juga bakal direalisasikan ke segmen console oleh perangkat ini.

Dibandingkan generasi sebelumnya, Xbox One X, upgrade performa yang Series X tawarkan sangatlah signifikan. Microsoft menyebut Series X punya kinerja CPU empat kali lebih cepat, sedangkan kinerja GPU-nya dua kali lebih kencang. Penggunaan SSD tipe NVMe juga diharapkan bisa mengeliminasi proses loading berkepanjangan seperti yang dialami console generasi sebelumnya.

Dari segi konten, Microsoft juga sudah menugaskan 15 tim developer di bawah naungannya untuk mengembangkan game buat Series X. Dua yang sudah dikonfirmasi adalah Halo Infinite dan sekuel dari Hellblade. Backward compatibility pun turut menjadi salah satu penawaran Series X, baik untuk game maupun aksesori.

Xbox Series X Controller

Bicara soal aksesori, setiap unit Series X akan datang bersama Xbox Wireless Controller generasi baru yang dimensinya sedikit lebih ringkas, serta mengemas D-Pad model hybrid ala Xbox Elite Wireless Controller. Juga unik adalah kehadiran tombol “Share” untuk memudahkan pemain mengambil screenshot atau merekam klip video dan membagikannya ke publik.

Kalau melihat janji-janji yang ditawarkan, saya pribadi tidak keberatan dengan fakta bahwa Series X begitu mirip dengan PC. Desain industrial seperti ini juga membantu perangkat bekerja dengan suara yang minim dan sirkulasi udara yang maksimal. Andai diperlukan, Series X juga bisa diposisikan secara horizontal.

Lalu mengapa saya harus membeli Xbox Series X ketimbang PC, apalagi mengingat belakangan ini Microsoft mulai ‘melunak’ perihal eksklusivitas game untuk platform-nya? Jawabannya, dan ini dari pandangan saya sebagai gamer PC, adalah faktor kepraktisan. PC memang lebih multi-fungsi, namun terkadang ini justru bisa membuat kewalahan para pengguna awam.

Sebaliknya, Xbox dan consoleconsole lainnya dari awal sudah diciptakan murni untuk urusan gaming. Sesaat setelah perangkat dinyalakan, kita langsung dihadapkan dengan UI yang siap membawa kita masuk langsung ke dalam game yang hendak dimainkan. Kemudahan seperti inilah yang menurut saya tak akan bisa kita dapatkan dari PC, bahkan meski PC-nya sudah kita tempatkan di sebelah TV di ruang tamu sekalipun.

Kapan Xbox Series X bakal dipasarkan? Musim liburan tahun depan kata Microsoft. Harganya masih belum diketahui, tapi saya yakin tidak akan di bawah $500, sebab itu merupakan banderol harga Xbox One X saat ini. Mahal? Jelas, tapi di saat yang sama harga PC dengan spesifikasi yang mampu menjalankan game dalam resolusi 4K 60 fps juga jauh dari kata murah.

Sumber: Microsoft dan GameSpot.

Ini Dia Permainan-Permainan Finalis The Game Awards 2019

Jurnalis Geoff Keighley memutuskan untuk menciptakan The Game Awards karena acaranya yang sebelumnya ia tangani – Spike Video Game Awards – lama-lama lebih bersifat komersial. The Game Awards dilangsungkan sejak 2014, dan jumlah pemirsanya terus bertambah di tahun-tahun berikutnya. Dan sesuai tradisi, seremoni The Game Awards tahun ini akan digelar di bulan Desember besok.

Menjelang momen seremoni, sudah jadi kebiasaan bagi penyelenggara untuk mengumumkan daftar permainan yang berpeluang merebut gelar-gelar paling bergengsi. Namun tak cuma game, The Game Awards juga menganugerahkan penghargaan pada sosok-sosok yang berkontribusi besar bagi industri. Pemenang nantinya dipilih oleh komite juri, tapi The Game Awards juga mempersilakan para gamer buat memilih langsung permainan-permainan favorit mereka.

The Game Awards 2019 1

Nominasi The Game Awards 2019 terbagi dalam 29 kategori, tapi seperti yang saya bilang sebelumnya, tak semuanya merupakan judul permainan. Ada juga aktor/aktris, kreator konten, tim, hingga pemain esports dengan prestasi yang istimewa. Daftar lengkapnya bisa Anda simak di bawah:

 

Game of the Year

  • Control
  • Death Stranding
  • Resident Evil 2
  • Sekiro: Shadows Die Twice
  • Super Smash Bros. Ultimate
  • The Outer Worlds

 

Action Game

  • Apex Legends
  • Astral Chain
  • Call of Duty: Modern Warfare
  • Devil May Cry 5
  • Gears 5
  • Metro Exodus

 

Action/Adventure Game

  • Borderlands 3
  • Control
  • Death Stranding
  • Resident Evil 2
  • The Legend of Zelda: Link’s Awakening
  • Sekiro: Shadows Die Twice

 

Art Direction

  • Control
  • Death Stranding
  • Gris
  • Sayonara Wild Hearts
  • Sekiro: Shadows Die Twice
  • The Legend of Zelda: Link’s Awakening

 

Audio Design

  • Call of Duty: Modern Warfare
  • Control
  • Death Stranding
  • Gears 5
  • Resident Evil 2
  • Sekiro: Shadows Die Twice

 

Community Support

  • Apex Legends
  • Destiny 2
  • Final Fantasy XIV
  • Fortnite
  • Tom Clancy’s Rainbow Six Siege

 

Family Game

  • Luigi’s Mansion 3
  • Ring Fit Adventure
  • Super Mario Maker 2
  • Super Smash Bros. Ultimate
  • Yoshi’s Crafted World

 

Fighting Game

  • Dead or Alive 6
  • Jump Force
  • Mortal Kombat 11
  • Samurai Shodown
  • Super Smash Bros. Ultimate

 

Fresh Indie Game

  • ZA/UM
  • Nomada Studio
  • Deadtoast Entertainment
  • Mobius Digital
  • Mega Crit
  • House House

 

Game Direction

  • Control
  • Death Stranding
  • Resident Evil 2
  • Sekiro: Shadows Die Twice
  • Outer Wilds

 

Games For Impact

  • Concrete Genie
  • Gris
  • Kind Words
  • Life Is Strange 2
  • Sea of Solitude

 

Independent Game

  • Baba Is You
  • Disco Elysium
  • Katana Zero
  • Outer Wilds
  • Untitled Goose Game

 

Mobile Game

  • Call of Duty: Mobile
  • Grindstone
  • Sayonara Wild Hearts
  • Sky: Children of Light
  • What the Golf?

 

Multiplayer Game

  • Apex Legends
  • Borderlands 3
  • Call of Duty: Modern Warfare
  • Tetris 99
  • Tom Clancy’s The Division 2

 

Narrative

  • A Plague Tale: Innocence
  • Control
  • Death Stranding
  • Disco Elysium
  • The Outer Worlds

 

Ongoing Game

  • Apex Legends
  • Destiny 2
  • Final Fantasy XIV
  • Fortnite
  • Tom Clancy’s Rainbow Six Siege

 

Performance

  • Ashly Burch (The Outer Worlds)
  • Courtney Hope (Control)
  • Laura Bailey (Gears 5)
  • Mads Mikkelsen (Death Stranding)
  • Matthew Porretta (Control)
  • Norman Reedus (Death Stranding)

 

Role-Playing Game

  • Disco Elysium
  • Final Fantasy XIV
  • Kingdom Hearts III
  • Monster Hunter World: Iceborne
  • The Outer Worlds

 

Score & Music

  • Cadence of Hyrule
  • Death Stranding
  • Devil May Cry 5
  • Kingdom Hearts III
  • Sayonara Wild Hearts

 

Sports/Racing Game

  • Crash Team Racing Nitro-Fueled
  • Dirt Rally 2.0
  • Efootball Pro Evolution Soccer 2020
  • F1 2019
  • FIFA 20

 

Strategy Game

  • Age of Wonders: Planetfall
  • ANNO 1800
  • Fire Emblem: Three Houses
  • Total War: Three Kingdoms
  • Tropico 6
  • Wargroove

 

VR/AR Game

  • Asgard’s Wrath
  • Blood & Truth
  • Beat Saber
  • No Man’s Sky
  • Trover Saves the Universe

 

Esports Game of the Year

  • Counter-Strike: Global Offensive
  • Dota 2
  • Fortnite
  • League of Legends
  • Overwatch

 

Content Creator of the Year

  • Jack ‘Courage’ Dunlop
  • Benjamin ‘ Dr. Lupo’ Lupo
  • Soleil ‘Ewok’ Wheeler
  • David ‘Grefg’ Martinez
  • Michael ‘Shroud’ Grzesiek

 

Esports Coach

  • Eric ‘Arden’ Hoag
  • Nu-Ri ‘Cain’ Jang
  • Fabian ‘Grabbz’ Lohmann
  • Kim ‘Kkoma’ Jeong-Gyun
  • Titouan ‘Sockshka’ Merloz
  • Danny ‘Zonic’ Sorensen

 

Esports Host

  • Eefje ‘Sjokz’ Depoortere
  • Alex ‘Machine’ Richardson
  • Paul ‘ Redeye’ Chaloner
  • Alex ‘Goldenboy’ Mendez
  • Duan ‘Candice’ Yu-Shuang

 

Esports Player

  • Kyle ‘Bugha’ Giersdorf
  • Lee ‘Faker’ Sang-Hyeok
  • Luka ‘Perkz’ Perkovic
  • Oleksandr ‘S1mple’ Kostyliev
  • Jay ‘Sinatraa’ Won

 

Esports Team

  • Astralis
  • G2 Esports
  • OG
  • San Francisco Shock
  • Team Liquid

 

Esports Event

  • 2019 Overwatch League Grand Finals
  • EVO 2019
  • Fortnite World Cup
  • IEM Katowice 2019
  • League of Legends World Championship 2019
  • The International 2019

The Game Awards 2019 2

Ada 107 permainan yang ada di daftar finalis The Game Awards 2019, dan jika diteliti lebih jauh, Death Stranding tampak mendominasi dengan masuk ke delapan kategori nominasi berbeda, disusul oleh Control (tujuh nominasi), lalu diikuti oleh Sekiro: Shadows Die Twice (lima nominasi), serta Resident Evil 2 dan The Outer Worlds (masing-masing empat nominasi). Untuk Game of the Year, saya pribadi menjagokan remake Resident Evil 2 dan Sekiro. Dua game tersebut merupakan favorit saya di tahun ini.

Para pemenang rencananya akan diumumkan di tanggal 12 Desember 2019 melalui acara seremoni yang dilangsungkan di Microsoft Theater, Los Angeles.

The Game Awards 2019 3

Lewat Mode Kreatif, Pemain Dipersilakan Mendesain Level Sendiri di Fortnite

Awalnya didesain sebagai permainan action survival kooperatif, nama Fortnite baru benar-benar jadi fenomena global setelah Epic Games meluncurkan mode standalone free-to-play berformula battle royale. Porsi ini memperoleh kesuksesan dan kepopuleran dalam waktu singkat, apalagi setelah para selebriti ikut memainkannya. Fortnite Battle Royale belum lama memenangkan penghargaan Ultimate Game of the Year di Golden Joystick Awards.

Kali ini, tim Epic Games mengungkap rencana mengekspansi konten permainan tersebut dengan cara yang unik. Setelah memperkenankan gamer bersaing untuk jadi penyintas terakhir, kali ini Fortnite mempersilakan kita buat merancang mode baru dan arena permainan sendiri menggunakan alat-alat kreasi di dalam Fortnite Creative. Penyajiannya tidak terlalu berbeda dari mode sandbox di Minecraft.

Developer menjelaskan bahwa Fortnite Creative adalah sebuah cara baru dalam menikmati permainan. Dengannya, Anda bisa menciptakan zona tempur kompetitif, mendesain sirkuit balap, hingga bahu-membahu bersama teman membangun benteng impian. Semua aktivitas ini dilakukan di pulau pribadi Anda, dan seluruh progresnya tersimpan secara otomatis sehingga Anda dapat meneruskan apapun proyek itu di lain waktu.

Lewat Fornite Creative, pemain dibebaskan untuk berkarya. Batasannya hanyalah kreativitas Anda. Epic Games menyediakan beragam tool sehingga kita dapat merancang arena-arena eksperimental serta mode-mode permainan yang konyol, misalnya gameplay petak-umpet, tower defense dengan zombie sebagai lawannya, atau mungkin zona parkour yang tersusun atas toilet duduk.

Fornite Creative akan dihadirkan lewat update Season 7. Pemilik Battle Pass bisa menjajalnya via sesi early access mulai hari ini, tanggal 6 Desembeer. Dalam proses pengembangan serta persiapannya, Epic Games melakukan kolaborasi bersama belasan pencipta konten (ada BajanCanadian, BasicallyIdoWrk, Gummy, InTheLittleWood dan lain-lain). Gerbang aksesnya sendiri baru benar-benar terbuka bagi seluruh pemain pada tanggal 13 Desember nanti.

Epic Games menjelaskan bahwa apa yang mereka sajikan ini hanyalah permulaan. Developer berencana buat terus menambahkan fitur-fitur baru dan penyempurnaan lewat update. Di website-nya, tim menyampaikan, “Seperti Fortnite Battle Royale dan Save the World, kami berkomitmen untuk membuat Fortnite Creative jadi lebih besar dan lebih baik.”

Kabar baiknya lagi, sama seperti battle royale, Fortnite Creative dapat dinikmati oleh semua pemain tanpa perlu mengeluarkan uang. Selain mode kreatif, Geoff Keighley selaku host acara The Game Awards juga sempat menginformasikan akan ada pengumuman terkait Fornite ‘yang membuat semuanya jadi lebih gila’…