Studi Kasus Daya Beli Fans Esports di Eropa

Pandemi virus corona membuat banyak orang mengisi waktu luangnya dengan bermain game atau menonton konten game dan esports. Di Eropa, sebagian fans esports mengaku bahwa mereka menghabiskan lebih banyak waktunya untuk menonton turnamen esports. Semakin ketat pemerintah sebuah negara menetapkan peraturan lockdown, semakin banyak orang yang menonton kompetisi esports lebih lama. Hal ini terjadi di Spanyol, Inggris, Italia, dan Prancis.

 

Penonton Esports di Eropa

Di Eropa, jumlah penonton esports pada 2020 mencapai 92 juta orang, naik 7,4% dari tahun lalu. Dari semua penonton esports itu, sekitar 33 juta orang merupakan Esports Enthusiasts sementara 59 juta sisanya merupakan Occasional Viewers. Newzoo mendefinisikan Esports Enthusiasts sebagai mereka yang menonton kompetisi esports lebih dari satu kali dalam satu bulan selama 12 bulan terakhir. Sementara Occasional Viewers adalah orang-orang yang menonton konten esports rata-rata satu kali dalam sebulam selama satu tahun terakhir.

Jumlah penonton esports di Eropa. | Sumber: Newzoo
Jumlah penonton esports di Eropa. | Sumber: Newzoo

Banyak orang yang mengira, penonton esports adalah remaja. Namun, para Esports Enthusiasts ternyata tidak semuda yang dikira. Menurut laporan Newzoo, kebanyakan penonton esports di Eropa ada di rentang umur 21-25 tahun. Sementara jumlah penonton esports di rentang umur 18-20 tahun hanya mencapai 33%. Tentu saja, demografi penonton esports di masing-masing negara Eropa berbeda-beda. Misalnya, di Finlandia, 52% Esports Enthusiasts ada di rentang umur 18-20 tahun. Sementara di Inggris, hanya ada 21% Esports Enthusiasts yang ada di rentang umur tersebut.

 

Siapa yang Membeli Produk Esports?

Fans esports sering diidentikkan dengan remaja, yang dianggap belum memiliki daya beli yang kuat. Namun, anggapan ini ternyata salah, setidaknya untuk kawasan Eropa. Berdasarkan survei Newzoo dengan PayPal, sebanyak 44% orang yang membeli produk esports di Eropa berumur 21-30 tahun. Sekitar 67% dari mereka punya pekerjaan tetap, 48% sudah menikah dan memiliki anak, dan 22% dari mereka memiliki penghasilan besar. Jadi, asumsi bahwa penonton esports adalah orang-orang tak berduit terbukti tidak benar.

Asumsi lain tentang penonton esports adalah kebanyakan dari fans esports merupakan laki-laki. Dan memang benar, saat ini, 68% penonton esports di Eropa merupakan pria, dan jumlah penonton esports perempuan hanya mencapai 32%. Namun, sama seperti fans laki-laki, fans perempuan juga senang membeli produk esports. Sekitar 48% fans esports perempuan di Eropa membeli produk esports dalam satu tahun terakhir. Sebagai perbandingan, hanya 46% fans esports laki-laki yang menghabiskan uangnya untuk membeli produk esports.

Penonton esports di Eropa berdasarkan gender. | Sumber: Newzoo
Penonton esports di Eropa berdasarkan gender. | Sumber: Newzoo

Hanya saja, jenis produk yang dibeli oleh fans esports perempuan berbeda dengan fans laki-laki. Sebanyak 48% fans esports perempuan memilih untuk menghabiskan uangnya untuk membeli merchandise fisik, seperti baju dan jaket dari tim esports. Sementara itu, hanya 38% fans laki-laki membeli merchandise fisik. Kebanyakan fans pria lebih suka untuk membeli merchandise digital, seperti skin atau stiker.

Dari segi jumlah, Esports Enthusiasts memang lebih sedikit daripada Occasional Viewers. Namun, Esports Enthusiasts punya kecenderungan lebih tinggi untuk membeli produk esports. Sekitar 58% Esports Enthusiasts pernah membeli produk terkait esports. Sementara hanya 37% Occasional Viewers yang pernah menghabiskan uang untuk mendapatkan produk esports.

Kebanyakan Esports Enthusiasts — sekitar 48% — membeli merchandise digital dari sebuah tim esports, skin, banner, atau item kosmetik. Tampaknya, mereka lebih memedulikan penampilan karakter dalam game daripada fungsi dari item yang mereka beli. Selain merchandise digital, para Esports Enthusiasts juga tertarik untuk membeli merchandise fisik. Sebanyak 44% dari mereka memilih untuk membeli merch, seperti pakaian dan aksesori. Namun, hanya 27% Esports Enthusiasts yang tertarik untuk mendapatkan content pass khusus.

Sekitar 55% dari Esports Enthusiasts membeli produk esports untuk diri mereka sendiri. Sementara 45% lainnya membeli produk untuk orang lain. Ketika mereka membeli produk esports untuk orang lain, biasanya, mereka akan memberikan hadiah tersebut pada kekasih mereka. Sekitar 19% Esports Enthusiasts menghadiahkan produk esports untuk kekasih mereka.

 

Alasan Membeli Produk Esports

Setiap orang punya alasan tersendiri untuk membeli produk esports. Bagi fans esports di Eropa, salah satu alasan utama untuk membeli produk esports — baik fisik atau digital — adalah desain atau kualitas yang bagus. Di Inggris, sebanyak 40% fans esports yang membeli merchandise fisik mengaku, alasan mereka  membeli adalah karena kualitas yang baik. Angka ini naik menjadi 44% untuk pembelian produk digital. Kualitas juga menjadi salah satu pertimbangan utama bagi fans esports di negara-negara Eropa lain selain Inggris, seperti Prancis, Jerman, Spanyol, dan Finlandia.

Alasan lain seorang fan membeli produk esports adalah karena produk itu terlihat keren. Di Norwergia, sekitar 39% pembeli merchandise digital dan 35% pembeli merchandise fisik memutuskan untuk membeli karena alasan ini. Beberapa alasan lain para fans esports membeli produk esports antara lain untuk mendukung liga esports, mendukung tim favorit mereka, pamer ke fans lain, dan karena teman-teman mereka telah membeli produk itu terlebih dulu.

Alasan fans esports membeli produk esports di Spanyol. | Sumber: Newzoo
Alasan fans esports membeli produk esports di Spanyol. | Sumber: Newzoo

Satu hal yang harus diingat, di Eropa, masih ada berbagai kendala terkait prosess pembelian produk esports. Di 12 negara Eropa yang Newzoo survei, setidaknya 40% responden di masing-masing negara mengaku pernah membatalkan transaksi saat hendak membeli produk esports. Di Swedia, tingkat pembatalan transaksi bahkan mencapai 73%. Sementara di Spanyol, tingkat pembatalan transaksi mencapai 41%, yang merupakan angka paling rendah.

Ada beberapa alasan mengapa seseorang memutuskan untuk batal membeli produk esports. Salah satu alasan yang paling sering disebutkan oleh responden adalah mereka tidak puas dengan harga akhir dari merchandise yang hendak mereka beli. Alasan lain yang banyak ditemukan adalah adanya ongkos tersembunyi. Situs yang tidak responsif atau tidak terpercaya juga menjadi alasan lain mengapa para fans esports memutuskan untuk membatalkan pembelian produk esports. Di Inggris, keamanan data pribadi juga menjadi kendala. Sekitar 27% fans esports mengaku, mereka membatalkan transaksi karena khawatir akan keamanan data pribadi mereka.

Hal ini menunjukkan, dalam penjualan merchandise esports, baik dalam bentuk fisik atau digital, proses pembayaran yang aman dan nyaman juga tidak kalah penting dari kualitas barang yang dijual.

Sumber: Newzoo

Sumber header: Inside the Games

ESL dan DreamHack Umumkan Merger, Bentuk ESL Gaming

ESL dan DreamHack mengumumkan merger atau penggabungan atas dua perusahaan, dan menciptakan perusahaan baru bernama ESL Gaming. Walau penggabungan ini adalah berita baru, namun ESL dan DreamHack sebenarnya sudah berada di bawah satu perusahaan induk yang sama sejak tahun 2015 lalu, yaitu Modern Times Group (MTG).

Mengutip GamesIndustry.biz, ESL Gaming nantinya akan dipimpin oleh co-CEO ESL yaitu Craig Levine dan Ralf Reichert, serta DreamHack co-CEO yaitu Marcus Lindmark. “Melalui kolaborasi dan kooperasi yang maksimal, serta penyatuan terhadap individu paling visioner dan kreatif di industri game, bersama-sama kami akan terus memajukan inovasi di dalam lingkup ini (gaming) lewat produk-produk dan event yang luar biasa.” ucap Levine.

Sumber: DreamHack Official
Sumber: DreamHack Official

“Untuk para partner, akan ada lebih banyak kesempatan untuk bekerja sama dengan kami, melalui berbagai aktivitas yang kini jangkauannya jadi lebih lebar, melintasi berbagai level dan aspek di ranah gaming serta esports. Bagi para fans kami, merger ini berarti kami akan menawarkan salah satu portfolio event esports dan gaming yang paling ekspansif.”

Kerja sama antara ESL dengan DreamHack memang terbilang sudah cukup intensif, terutama paling terlihat di skena CS:GO internasional. Salah satu contohnya ada pada 23 September 2020 kemarin, ketika ESL dan DreamHack mengumumkan jadwal rangkaian turnamen CS:GO untuk tahun 2021, pasca DreamHack memutuskan untuk tunda semua jadwal turnamen di tahun 2020.

Lebih lanjut soal proses merger, perwakilan ESL Gaming mengatakan kepada GamesIndustry.biz bahwa akan ada pengurangan jumlah pegawai. “Sayangnya, akan ada sedikit perubahan personil, baik dari segi jumlah ataupun area kerja. Namun demikian, perubahan ini bukanlah hasil dari proses merger tersebut, namun merupakan hasil dari restrukturisasi organisasi yang kami lakukan untuk mencapai model operasional yang teroptimasi.”

Sumber: ESL Official
Sumber: ESL Official

Perwakilan ESL lalu melanjutkan penjelasannya, “Sayangnya, melihat situasi pandemi global serta tantangan yang ada di dalamnya, banyak bisnis terpaksa menghadapi keputusan-keputusan sulit, termasuk juga ESL Gaming. Pengurangan jumlah pegawai ini bukan suatu hal yang kami anggap sepele. Kami menganggap para staf seperti keluarga sendiri, dan kami akan melakukan sebisa kami untuk menyokong siapapun yang terdampak selama transisi ini.”

Dengan proses merger yang dilakukan, yang jadi tanda tanya mungkin adalah nasib branding event DreamHack nantinya. Apakah akan tetap ada event esports CS:GO dengan nama DreamHack? Atau akan ada proses rebranding atas semua gelaran-gelaran besar yang pernah dilakukan oleh DreamHack?