[Opini] Melihat Lebih Jauh tentang Polemik MPL ID Season 4

Belakangan ini memang muncul sebuah polemik baru di industri/ekosistem esports Indonesia. Polemik itu adalah soal sistem liga franchise dari MPL ID Season 4 (S4) yang diterapkan Moonton di esports Indonesia.

Berhubung akan terlalu panjang jika harus menjelaskan sistem franchise ini, Anda bisa membaca dulu artikel yang telah kami rilis sebelumnya: Mengupas Seputar Liga Esports Berbayar, Sistem Liga Franchise.

Saya rasa saya tak perlu panjang lebar juga menjelaskan soal pro kontranya, karena Anda bisa menemukannya di media game lainnya. Di sini, saya hanya ingin menuangkan pendapat saya tentang sistem franchising esports yang diterapkan untuk MPL ID S4.

Jadi, langsung saja kita masuk ke topik pembahasannya.

Keuntungan adalah motivasi utama sebuah industri tetap berjalan

Faktanya, esports adalah sebuah bentuk industri. Berarti, esports haruslah memberikan keuntungan buat para pelakunya; termasuk tim, EO, player, talent, media, sampai publisher-nya.

Sistem franchising liga yang diterapkan ini adalah salah satu cara para pelaku esports mendapatkan keuntungan. Tim esports ataupun event organizer memang sudah terlihat jelas dari mana asal pendapatan dan keuntungannya. Namun bagaimana dengan publisher/developer game-nya?

Game Free-to-Play seperti Mobile Legends: Bang Bang (MLBB) memang punya sistem bisnis micro-transaction (in-app purchase) namun saya kira itu beda urusan dan beda kebutuhan dengan esports-nya. Setidaknya, mereka juga butuh orang-orang baru yang khusus menggarap esports. Sumber Daya Manusia (SDM) orang-orang esports ini juga tentunya butuh kapasitas dan kemampuan yang berbeda dengan yang berperan sebagai publisher/developer game.

Itu tadi masih soal kebutuhan SDM. Masih banyak lagi kebutuhan soal esports yang butuh dana besar agar dapat berjalan dengan baik.

Kemenangan ONIC di MPL ID S3
Kemenangan ONIC Esports di MPL ID S3

Untuk apa publisher game menggarap esports jika mereka tidak diuntungkan? Justru saya malah lebih takut jika Moonton tak bisa mendapatkan keuntungan dari esports Indonesia dari tahun ke tahun. Karena mereka bisa saja jera dan berhenti fokus pada esports.

Ingat Vainglory…?

Saya sudah berkarier di industri game Indonesia sejak 2008. Jadi, saya juga sudah melihat masa kejayaan ataupun kemelorotan sejumlah publisher game di Indonesia. Kawan-kawan saya yang tadinya bekerja untuk publisher-publisher tersebut pun akhirnya harus rela kehilangan pekerjaan karena perusahaannya tak mampu menemukan cara baru untuk terus meraih laba.

Sistem liga berbayar adalah salah satu cara saja untuk mendapatkan keuntungan dari esports. Kita bisa lihat ada strategi lain yang digunakan namun tujuannya tetap sama: profit!

Buat yang tahu Dota 2, Anda seharusnya tahu apa itu The International (TI). Kenapa Valve rajin sekali mengadakan TI setiap tahun? Salah satunya saya yakin karena keuntungan besar yang mereka dapatkan dari penjualan Battle Pass untuk setiap TI.

Sumber: Dota 2
Sumber: Dota 2

Tahukah Anda bahwa total hadiah (prize pool) untuk setiap TI itu hanya 25% dari total penjualan Battle Pass? Hitungan kasarnya, jika ada tambahan prize pool sebesar US$25 juta untuk TI, nilai total pendapatan Valve dari Battle Pass adalah US$100 juta. Lalu di mana uang sisanya yang senilai US$75 juta? Sebagian tentunya digunakan untuk menggelar event megah tadi namun sebagian juga jadi keuntungan untuk Valve.

Sekali lagi, ini industri. Bagaimanapun juga keuntungan (laba) perusahaan adalah salah satu tolak ukur paling penting dalam mengukur keberhasilan setiap pelaku industri; lebih penting daripada sekadar popularitas atau jumlah penggunanya.

Selain itu, andaikan Moonton dan para pelaku yang terlibat dengan MPL ID S4 sukses besar, cerita ini bisa (dan mungkin harus dipastikan) terdengar di industri esports dunia. Jika Moonton benar-benar dapat meraih keuntungan besar dari esports Indonesia, saya yakin banyak publisher/developer di luar sana yang ikut tertarik menggarap esports tanah air. Semut mana yang tidak akan mendatangi tempat gula berada?

Faktanya, pasar esports Indonesia dilihat tidak menguntungkan buat para developer/publisher internasional; makanya tidak pernah dilirik karena pasarnya dianggap punya daya beli yang rendah. Sepanjang karier saya sampai hari ini, saya belum pernah dengar ada kabar bahwa Valve, Blizzard, EA, dan raksasa-raksasa publisher/developer lain mau mendirikan kantor dan serius menggarap pasar di Indonesia.

Jika berkaca dari sejarah, cerita sukses industri game sebenarnya pernah terjadi di Indonesia. Saya masih ingat betul tahun 2009, saat Point Blank (PB) sukses meraih untung besar dari pasar gamer Indonesia. Buktinya, setelah PB, jadi banyak publisherpublisher Korsel lain yang masuk Indonesia karena tergiur dengan keuntungan yang bisa mereka raih.

RRQ.O2 as MPL ID S2 champion. Source: MLBB
RRQ.O2 as MPL ID S2 champion. Source: MLBB

Namun demikian, cerita sukses itu hanyalah soal in-app purchase (micro transaction) dari game-game Free-to-Play; bukan soal keuntungan yang bisa diraih dari menggarap esports Indonesia. Makanya, sampai sekarang pun Indonesia sebenarnya masih jadi target pasar utama game-game buatan ataupun rilisan Korsel dan Tiongkok (meski jadi bergeser ke platform mobile).

Justru dengan sistem liga berbayar yang ingin dicoba oleh Moonton ini, menurut saya pribadi, yang sebaiknya kita lakukan sebagai bagian dari ekosistem dan industri esports tanah air adalah mendukung penuh (agar sukses), mengawasi, dan memastikan cerita sukses itu terdengar ke seluruh penjuru dunia. Dengan tujuan memancing lebih banyak pelaku esports dunia melirik pasar Indonesia.

Antara Investasi, Penjual, dan Pembeli

Jujur saja, waktu saya mendengar kabar liga berbayar ini pertama kali, saya juga cukup skeptis melihat besaran angkanya. Namun karena kebetulan saya mendapatkan banyak bocoran soal ini, saya jadi lebih optimis.

Istilah dan kerangka berpikir yang ditawarkan oleh mereka-mereka yang kontra itu memang membeli kursi agar bisa bermain di MPL ID S4. Namun faktanya tidak hanya itu, karena ada profit sharing (bagi hasil) juga yang dijanjikan. Jadi, perspektif dan terminologi yang bisa dibilang lebih optimis (positif) adalah ‘biaya investasi’.

Nah berbicara soal investasi, mereka-mereka yang memang punya pengalaman bisnis cukup lama tentu tahu bahwa tidak ada yang namanya investasi dengan resiko 0%. Semua bentuk investasi pasti punya nilai resikonya masing-masing. Bahkan beli rumah ataupun menabung di bank juga punya resikonya sendiri. Katanya, pelihara tuyul pun pasti ada resikonya… Nyahahahaha

Menurut bisikan dari rumput-rumput yang bergoyang, sudah lengkap juga 8 tim yang sudah membayar sebagian dari biaya investasi itu. Sayangnya, untuk daftar lengkap tim-timnya, kita harus menunggu pengumuman resmi dari Moonton. Walaupun, (saya kasih clue) jika Anda melihat pergolakan bursa transfer tim MLBB dan Anda cukup pintar, terlihat juga tim-tim mana saja yang sudah mempersiapkan diri.

Sumber: MPL
Sumber: MPL

Jika desahan-desahan di bawah meja yang tadi saya dengar itu benar, hal ini berarti memang nilai investasi yang disebutkan itu ada pasarnya. Jika penjual dan para pembelinya sepakat dengan harga yang ditawarkan, kenapa kita yang pihak ketiga harus protes?

Ibaratnya, sepatu itu juga ada yang harganya sampai Rp4 juta. Ada action figure yang harganya puluhan juta juga. Ada mobil yang harganya bahkan sampai milyaran. Desktop PC yang saya gunakan juga total harganya lebih dari Rp30 juta. Kalaupun Anda tidak mau/mampu membeli tawaran itu, bukan berarti Anda harus protes juga minta turunkan harga.

“Turunkan harga Bugatti Chiron jadi belasan juta Rupiah!”

Ditambah lagi, jika ada sepatu seharga Rp4 juta, bukan berarti tidak akan ada juga sepatu seharga Rp200 ribu… Saya kira Moonton juga sadar betul dengan hal ini. Dengan MPL yang pakai sistem tertutup (baca penjelasannya di artikel kami sebelumnya) dan ditujukan untuk kasta tertinggi, saya yakin akan ada turnamen-turnamen lain untuk kasta yang lebih rendah.

Sekarang juga ada 3 tingkatan turnamen resmi dari Moonton sendiri, dari MSC yang paling tinggi, MPL, sampai MIC (Mobile Legends Intercity Championship).

Apalagi, saya juga yakin para petinggi tim-tim esports yang sudah menyanggupi untuk membiayai investasi tadi juga bukan orang-orang bodoh. Mereka pasti akan aktif mengawasi dan memberikan segudang tuntutan kepada Moonton (karena posisi mereka sekarang jadi investor untuk MPL ID). Mereka juga pasti tahu butuh ajang kompetisi yang lebih rendah untuk mencari bibit-bibit baru yang disiapkan untuk regenerasi pemain-pemain lama.

Dokumentasi: Hybrid
Dokumentasi: Hybrid

Akhirnya, saya sendiri juga sebenarnya setuju dengan Yohannes Siagian, Vice President EVOS Esports, yang kami mintakan pendapatnya di artikel sistem liga franchisebahwa kita masih belum bisa melihat dampaknya positif atau negatif di Indonesia karena memang belum pernah diterapkan.

Meski begitu, saya juga melihat sistem ini juga bisa mendewasakan industri esports tanah air. Kenapa? Karena higher stakes and risks yang memaksa para pelaku industri yang terkait lebih cermat dan berhati-hati dalam mengambil keputusan.

Plus, peluang kesuksesan liga berbayar yang mungkin mampu menarik lebih banyak pelaku industri global ke Indonesia itu terlalu berharga untuk dilewatkan begitu saja…

Masuk Musim Ketiga, AOV Star League kini Diselenggarakan oleh ESL Indonesia

Sementara Arena of Valor World Cup 2019 masih berlangsung sampai 14 Juli 2019, kancah kompetitif AOV di Indonesia pun tentu masih dalam masa tenang. Kendati demikian, bukan artinya kancah kompetitif AOV Indonesia berhenti bergeliat dan mempersiapkan diri untuk musim 2019-2020.

Setelah dari tahun ke tahun event resmi Arena of Valor dilaksanakan secara mandiri oleh Garena, ASL Season 3 datang dengan kejutan. Untuk musim ini, Garena menggandeng ESL Indonesia untuk melaksanakan liga kasta satu Arena of Valor Indonesia.

Seperti musim sebelumnya, ASL musim ketiga masih mempertandingkan 7 tim AOV terbaik se-Indonesia dalam format liga selama tiga pekan. Kompetisi akan menggunakan format best of 3 double round robin, yang artinya semua tim akan bertemu dengan semua tim lainnya sebanyak dua kali, dengan setiap pertandingan dilakukan dalam seri best-of-3.

Kompetisi akan dimulai pada bulan Juli ini, nantinya 4 tim teratas akan masuk ke fase playoff, bertanding secara offline pada bulan September mendatang. Babak playoff akan menentukan siapa tim AOV terbaik di Indonesia, dan mendapatkan piala ASL by ESL musim 3.

“Kami sangat merasa terhormat untuk dapat membawa ASL ke program National Championship kami.” Kata Nick Vanzetti, Senior Vice President ESL Asia Pacific Japan dalam rilis resmi dari ESL.  “Kita bahagia untuk bekerja sama Garena Indonesia dalam kesempatan ini, menyatukan tujuan kami untuk lanjut membentuk ekosistem esports berkelanjutan di Indonesia.”

Kerjasama antara Garena dengan ESL ini tentu membuat tayangan ASL jadi semakin dinanti oleh para penggemar Arena of Valor Indonesia. Pertandingan liga ASL yang selama ini terkenal penuh rivalitas sengit, dikombinasikan dengan produksi kelas dunia dari ESL, akan seperti apa jadinya?

“Harusnya bakalan bagus, mengingat production value ESL yang sudah next level banget” Adji “Sven” Hadi Perdana mengomentari kerjasama ini. “Selain soal manjain penonton, gue juga mau mention dari sudut pandang gue sebagai caster. Kalau berkaca dari gelaran ESL Clash of Nation kemarin, gue melihat memang caster dimanjain, baik dari segi disiplin waktu ataupun kenyamanan sang caster sendiri. Direct operation-nya juga keren, sehingga caster diajarkan untuk jadi lebih profesional.”

Sumber: Facebook Adji Sven
Sumber: Facebook Adji Sven

Sementara itu, redaksi Hybrid juga mencoba menghubungi Stefano Adrian, Project Manager ESL Indonesia. “Yang pasti dengan kita sebagai penyeneggara, kita akan berikan best production quality, entah itu secara broadcast ataupun offline.” Jawab Stefano. “Selain itu, yang pasti konten-konten menarik dalam bentuk kolaborasi ESL dan ASL juga akan hadir. Sebagai tambahan informasi, liga ASL juga akan menggunakan format Global Ban-Pick seperti yang digunakan di AWC.”

Kerjasama ini tentu diharapkan mendorong kompetisi ASL agar jadi lebih nikmat untuk disaksikan. ASL musim ketiga akan hadir mulai Rabu, 17 Juli 2019 mendatang. Jika Anda ingin menyaksikannya, Anda dapat langsung pergi ke kanal Youtube ESL Indonesia, untuk menyaksikan tayangan ASL Musim ketiga.

 

Mengupas Seputar Liga Esports Berbayar, Sistem Liga Franchise

“Untuk masuk liga utama, tim esports harus membayar Rp15 miliar!?”

Isu tersebut belakangan sedang santer terdengar di ekosistem esports Indonesia. Kabarnya, sebuah tim esports harus menyetorkan sejumlah uang investasi, untuk dapat masuk ke dalam liga utama suatu cabang game esports.

Memang, hal ini terdengar cukup janggal atau malah membuat sang penyelenggara jadi terlihat jahat. Apalagi jika mengingat praktik ini belum pernah dilakukan di Indonesia. Namun, secara internasional, praktik bisnis tersebut sebenarnya sudah cukup umum terjadi, terutama di industri olahraga Amerika Serikat.

Model liga ini, yang mematok biaya investasi bagi pemilik tim, disebut sebagai franchise league system atau North American System. Mengingat sistem liga franchise mulai menjadi patokan di dalam ekosistem esports secara global, mari kita kupas lebih dalam seputar franchise league system, serta bagaimana dampaknya jika liga ini benar diterapkan di Indonesia.

Mengenal Ragam Sistem Liga, Berkaca Dari Industri Olahraga

Secara internasional, ada dua sistem liga olahraga yang diadopsi oleh berbagai kompetisi olahraga. Selain dari North American System atau franchise league system, ada juga sistem lain yang umum digunakan dalam industri olahraga. Nama sistem tersebut adalah promotion-relegation system atau disebut juga sebagai European Sports System.

Sistem franchise lahir di Amerika Serikat. Sistem ini menjadi sistem yang diadopsi banyak liga olahraga besar di Amerika Serikat, seperti National Basketball Association, National Football League, Major League Baseball, dan National Hockey League.

Sumber:
NBA adalah salah satu contoh liga olahraga yang menggunakan sistem franchise. Sumber: SBNATION

Sementara di sisi lain, sistem promotion-relegation lahir di Eropa. Berawal digunakan sebagai sistem liga sepakbola, sistem ini akhirnya menjadi landasan bagi liga-liga sepakbola di Eropa, seperti Barclays Premiere League (Inggris), La Liga (Spanyol), Serie A (Italia), dan lain sebagainya.

Ivan Kraljevic, Marketing Promotion Manager UEFA, merangkum beberapa perbedaan jelas antar kedua sistem liga ini dalam tulisannya di Sports Bite Blog. Tetapi secara singkatnya adalah, promotion-relegation system mengusung sifat keterbukaan, sementara franchise league system lebih bersifat tertutup.

Promotion-relegation system adalah sistem liga yang diadopsi oleh industri sepakbola, secara internasional maupun Indonesia. Maksud bersifat terbuka adalah, sebuah tim bisa masuk ke dalam liga dengan cara berkompetisi, lewat proses promosi dan relegasi. Semua tim punya kesempatan yang sama untuk bisa masuk (atau keluar) dari Liga 1. Tim yang performanya terus menurun, akan terkena relegasi jika ia berada di peringkat bawah, dan turun ke liga divisi ke-2, begitu juga sebaliknya.

Pada sistem liga olahraga ini, siapapun boleh ikut, yang membuatnya jadi lebih menarik untuk disimak. Ibaratnya, tim asal kecamatan bisa saja masuk ke dalam Liga 1, asalkan mereka punya kemampuan berkompetisi (dan sokongan dana) yang baik. Kenapa saya menyebut soal sokongan dana? Karena Anda belum tentu bisa tembus dari liga divisi 2 ke Liga 1 dengan bermodal pemain terjago se-kecamatan saja. Minimal, Anda harus punya pemain terjago se-pulau Jawa, yang tentu bayarannya tidak murah.

Sumber:
Liga Inggris, contoh olahraga yang menggunakan sistem promosi-relegasi. Sumber: Forbes

Sementara itu, sistem liga franchise cenderung lebih eksklusif. Dalam sistem ini, kesempatan masuk ke dalam liga terbatas pada segelintir tim atau investor saja. Pemilik tim atau investor harus memenuhi kriteria tertentu untuk dapat masuk ke dalam liga, memenuhi biaya investasi bisa jadi salah satu kriteria tersebut.

Bagi tim yang sudah memenuhi kriteria pembuat liga, paling sedikit, mereka mendapat hak eksklusif untuk tetap berada di dalam liga selama beberapa waktu. Selain itu, biasanya ada juga keuntungan-keuntungan lain dalam bentuk bagi hasil antara operator liga dengan investor, seperti hak siar, penjualan tiket, merchandise ataupun sistem bagi hasil (revenue sharing).

Hasil yang dibagi biasanya tergantung dari perjanjian antar kedua belah pihak (antara operator liga dengan pemilik tim/investor). Kendati sistem ini mungkin terlihat kurang adil bagi penonton, namun sistem liga ini menjanjikan stabilitas secara finansial bagi tim yang sudah bergabung.

Liga Franchise Dalam Ekosistem Esports Global

Belakangan, sistem liga franchise akhirnya menjadi standar bagi beberapa kompetisi esports. Sampai saat ini, setidaknya ada dua kompetisi besar yang saya ingat sudah menerapkan sistem ini.

League of Legends Championship Series (LCS), liga League of Legends regional Amerika Serikat, menerapkan sistem ini sejak tahun 2018 lalu. Biaya investasi untuk dapat bergabung ke dalam LCS cukup besar. Bos besar Immortals dan Team Solo Mid mengatakan kepada Yahoo Esports, bahwa biaya investasi untuk bergabung ke dalam NA LCS mencapai US$10 juta atau sekitar Rp142 miliar.

2018-05-02 / Photo: Robert Paul for Blizzard Entertainment
Overwatch League adalah contoh sukses penerapan liga franchise untuk esports. 2018-05-02 / Photo: Robert Paul for Blizzard Entertainment

Entitas liga lain yang juga menggunakan sistem ini adalah Overwatch League (OWL). Liga OWL punya sistem yang sebenarnya cukup unik bagi ekosistem esports. Kendati membuat liga berbasiskan klub, mereka mendobrak dengan membuat liga dengan tim berbasis daerah. Nilai investasi OWL, mengutip dari Variety, malah lebih fantastis lagi. Yaitu mencapai US$20 juta atau sekitar Rp285 miliar.

Lalu bagaimana kesepakatan yang diterapkan di dalam LCS dan OWL? Tentu akan sangat panjang dan lebar sekali, jika harus saya bahas satu persatu di sini. Singkatnya, masih mengutip dari Variety, OWL menerapkan sistem bagi hasil. Investor tim akan akan mendapatkan sebagian keuntungan untuk setiap pemasukan yang diterima operator liga, entah dari penjualan tiket penonton, pembelian hak siar, sponsorship, dan lain sebagainya.

Liga Franchise dan Ekosistem Esports Indonesia

Oke, kita sudah membahas segala tetek-bengek urusan liga franchise. Kita sudah membahas mulai dari asal muasalnya, sampai penerapannya di ekosistem esports. Pertanyaannya, apa pengaruhnya pembahasan ini terhadap ekosistem esports Indonesia? Selain karena isu yang saya sebut di awal artikel, mari kita berandai-andai, jika benar ada operator liga yang melaksanakan liga franchise di Indonesia, bagaimana jadinya?

Saya mendiskusikan hal ini dengan dua orang yang terkenal kerap memberikan insight menarik seputar esports. Ada Tribekti Nasima, sosok yang bisa dibilang sebagai dedengkot di lingkup EO esports Indonesia. Satu lagi adalah Yohannes Siagian, mantan Kepala Program Pembinaan Esports SMA 1 PSKD yang sekarang menjabat sebagai VP of esports di EVOS.

Kalau melihat dari isu tersebut, franchise mungkin terasa menyeramkan bagi para pelaku industri esports Indonesia. Bayangkan saja, organisasi tim esports harus membayar sejumlah uang yang tidak kecil, hanya untuk bergabung ke dalam sebuah liga.

Tapi, tentu hal tersebut datang dengan keuntungan bukan? Tetapi Joey mengatakan pendapatnya secara to the point, bahwa kita tak bisa bilang ini akan jadi bagus atau buruk bagi ekosistem esports Indonesia. Karena sistem ini belum pernah diterapkan di Indonesia, termasuk juga industri olahraga Indonesia, maka kita tidak tahu apakah sistem ini dapat bekerja dengan baik atau tidak.

Jika MPL jadi liga franchise, apa jadinya?
Jika MPL jadi liga franchise, bagaimana nasib ke depannya? Jadi lebih berkembang atau malah mati suri? Sumber: GCube ID

“Dampak baik atau buruknya tak akan terlihat dalam waktu dekat, tetapi baru beberapa tahun ke depan.” jawab Joey. Lebih lanjut, Joey lalu menjelaskan bagaimana sebenarnya, baik itu sistem franchise atau promotion-relegation, sukses di industri olahraga.

Kalau bicara soal liga yang pakai sistem franchise, sudah ada macam-macam liga olahraga Amerika yang saya sebut di awal artikel. Banyak liga tersebut terbukti sukses besar di Amerika Serikat, walau mungkin popularitasnya tidak mencapai tingkat dunia. Sementara kalau sistem promotion-relegation, penggemar sepakbola Indonesia mungkin sudah tahu kesuksesan sistem ini. Hal itu sudah dicontohkan lewat banyak liga sepakbola, termasuk yang versi lokal.

Lalu sebenarnya, apa sih keuntungan menggunakan sistem liga franchise? Terutama kalau dibanding dengan sistem liga promosi-relegasi? “Untungnya buat pemilik tim, yang pasti mereka bisa investasi tanpa harus takut degradasi” kata Bekti. “Contohnya seperti RRQ dan EVOS di MPL Season 3. Mereka sudah investasi besar-besaran untuk memperkuat skuad Mobile Legends. Tapi kalau mereka kalah dan gugur dari liga, terus gimana? Di sini fungsi liga franchise jadi terlihat.”

Namun bukan berarti liga franchise adalah obat mujarab, yang bisa memajukan atau memperbaiki scene esports. Ini juga mengingat masing-masing titel game punya tingkat kedewasaan scene, serta jumlah perputaran uang yang berbeda-beda. “Memang nggak bisa semua game pakai sistem ini. Menurut gue, game tersebut harus punya daya jual yang tinggi, baru bisa menggunakan sistem franchise.” Bekti juga menambahkan.

Sumber:
LCS sekalipun butuh bertahun-tahun sampai akhirnya dibuat jadi menggunakan format liga franchise. Sumber: Dot Esports

Soal daya jual ini merupakan satu poin yang juga saya setuju. Kenapa? Coba bayangkan Anda adalah pemilik tim esports. Apa Anda mau menginvestasikan waktu, uang, dan tenaga kepada game yang tidak jelas masa depannya? Jawabannya pasti tidak. Maka dalam konteks ini, mungkin bisa jadi tepat jika sistem franchise diterapkan untuk liga utama Mobile Legends.

Jutaan penonton online, event offline yang membeludak, fans fanatik yang rela melakukan apa saja demi sang idola, serta gengsi kompetisi yang tinggi, adalah faktor-faktor yang membuat bertanding di liga utama sebuah game jadi patut untuk dipertahankan. Apalagi jika sistem franchise ternyata menjanjikan keuntungan lain yang lebih besar daripada sekadar exsposure saja. Maka isu biaya slot liga sebesar Rp15 miliar, mungkin jadi terasa murah.

Faktor lain yang membuat sistem ini jadi tepat dilakukan saat ini, adalah soal fase hidup game Mobile Legends. Setelah booming besar-besaran di sekitar tahun 2018 lalu, Moonton kini harus memikirkan cara mempertahankan penggemar Mobile Legends. Esports bisa jadi jawaban yang tepat, tapi terlalu banyak esports mungkin malah bisa jadi jawaban yang tidak tepat, jika dilihat dari kacamata penonton.

Terlalu banyak esports mungkin bisa membuat para penggemar jadi jenuh, apalagi mengingat setiap manusia juga hanya punya waktu sebanyak 24 jam setiap harinya. Kehadiran liga franchise, setidaknya memberi patokan jelas kepada para penonton, bahwa liga tersebut adalah liga official dengan kasta tertinggi yang wajib ditonton oleh khalayak. Penyelenggara juga bisa dengan lebih mudah merangkai narasi perkembangan kemampuan dari masing-masing tim dari masa ke masa.

Sistem franchise sebenarnya tidak hanya menjanjikan keuntungan jangka pendek saja, tapi juga stabilitas dan prospek jangka panjang. Selain dari sistem liganya, sistem regenerasi pemain juga jadi hal yang sebenarnya perlu dipikirkan. Dalam liga franchise bola basket, NBA, mereka punya sistem regenerasi pemain tersendiri. Sistem tersebut bernama NCAA, yang merupakan liga bola basket antar pelajar/mahasiswa, yang berjenjang ke tingkat profesional.

Sebagai mantan kepala sekolah “SMA esports Indonesia”, hal ini menjadi salah satu yang selalu vokal disuarakan oleh Joey. “Franchise league sebetulnya hanya satu dari berbagai jalan untuk mengembangkan ekosistem esports di Indonesia. Jadi tidak bisa hanya dengan 1 pelaku, 1 metode.” Joey menjawab, membuka pembahasan.

“Kalau pendapat saya pribadi, sangat perlu dilakukan investasi untuk tingkat pemuda dan pelajar di ekosistem esports. Perlu ada sistem yang dapat memfasilitasi dan memastikan bahwa regenerasi atlet esports terus berjalan, serta menghasilkan bibit-bibit berkualitas.” Joey memperjelas.

High School League atau IEL University Series sebenarnya sudah menjadi langkah baik yang dilakukan oleh salah satu elemen ekosistem esports Indonesia. Sayangnya, terjadi missing link antara kompetisi antar mahasiswa/pelajar ini, dengan liga profesional. Mereka, jagoan-jagoan esports tingkat universitas/sekolah tinggi akhirnya terlontang lantung setelah jadi juara di kompetisi tingkat tersebut.

Kenapa? Karena tak ada sistem yang mengintegrasikan antara liga tingkat pelajar dengan liga profesional. Dalam NBA, sistem yang merekatkan antar dua tingkat tersebut adalah sistem NBA Drafts

Dalam sistem ini, jagoan-jagoan basket tingkat SMA, yang sudah dipantau sebelumnya, dimasukkan ke dalam daftar drafts. Selanjutnya, mereka yang sudah masuk drafts akan punya kemungkinan untuk masuk ke dalam tim profesional. Jadi, para pemain tingkat pelajar punya tujuan yang jelas, tim profesional juga tak perlu kelimpungan mencari pemain.

Impian Membuat Liga Esports Franchise yang Ideal di Indonesia

Diterapkan atau tidak, sebenarnya ini cuma hanya masalah waktu saja. Jika perputaran uang di dalam ekosistem esports Indonesia sudah semakin besar, mau tidak mau, siap tidak siap, pasti akan ada saja elemen ekosistem yang menginisiasi sistem liga ini. Jadi ketika ada yang menginisiasi, saya merasa sudah seharusnya bagi ekosistem esports Indonesia yang harus cekatan beradaptasi.

Sistem ini mungkin terlihat menyeramkan pada awalnya, tapi jika dilaksanakan dengan tepat, efeknya bisa jadi positif bagi ekosistem esports di Indonesia. Tetapi memang hal yang perlu digarisbawahi adalah soal dilaksanakan dengan tepat.

Bagaimana maksud dilaksanakan dengan tepat? Saya merasa ada beberapa hal penerapan liga franchise atau sistem beli slot jadi terasa tepat. Pertama, jika operator liga punya proposal bisnis dan penawaran yang jelas. Kedua, liga tersebut tayang di televisi lokal. Ketiga, sistem regenerasi yang jelas, entah lewat liga divisi dua, atau liga mahasiswa/pelajar.

Sumber:
High School League persembahan JD.ID adalah inisiasi yang bagus. Sayang, liga ini berjalan sendiri, tanpa ada integrasi dengan tingkat profesional. Sumber: Dokumentasi Hybrid – Novarurozaq Nur

Saya masih merasa poin soal televisi lokal itu penting di Indonesia. Apalagi mengingat akses internet di Indonesia yang belum merata di berbagai daerah. Tayang di televisi lokal memudahkan penggemar esports Indonesia di berbagai daerah untuk turut menikmati tayangan tersebut.

Poin ketiga juga menjadi poin penting yang perlu dilakukan di Indonesia. Berkaca dari liga olahraga di Amerika Serikat, liga tingkat mahasiswa/pelajar memegang peran penting dalam menunjang keberlangsungan liga olahraga. Kehadiran liga mahasiswa/pelajar memastikan liga utama tetap memiliki pasokan pemain, yang secara tidak langsung memastikan keberlanjutan sang liga utama.

“Kalau bicara soal penerapan, memang perlu person in charge yang tepat untuk menentukan apa yang terbaik untuk suatu game terhadap suatu region.” kata Bekti penerapan sistem kompetisi esports di suatu negara. “akan lebih bagus lagi kalau developer/publisher punya esports manager lokal, karena orang tadi harusnya yang paling paham soal keadaan ekosistem lokal.”

Sumber:
Sosok Esports Manager lokal seperti Lius Andre, memiliki peran yang penting untuk mengkaji, apakah kebijakan esports cocok atau tidak untuk suatu negara. Sumber: Dokumentasi Resmi Revival TV

Jika berkaca kepada kesuksesan liga franchise League of Legends, mereka sebenarnya sudah mengalami perjalanan yang sangat panjang untuk mencapai titik ini. “Mereka sendiri sudah memulai inisiatif esports mulai 2011, dan intensif di tahun 2014. Awalnya penerapan liga mereka juga acak-acakan. Tapi seiring kesalahan yang dibuat, mereka belajar, kapabilitas orang belakang layarnya terus meningkat, sampai akhirnya mereka jadi seperti sekarang.” kata Bekti menutup obrolan.

Sejauh ini kita sudah melihat bagaimana pengadopsian sistem ini ke dalam esports, berhasil membuat ekosistem tumbuh dengan lebih sehat. Jadi jika sistem ini hadir di Indonesia, apakah hasilnya akan membawa perubahan menjadi lebih baik atau lebih buruk?

Satu hal yang pasti, ekosistem esports Indonesia memang perlu memikirkan soal sustainability jangka panjang. Jangan sampai esports di Indonesia hanya menjadi gelembung yang indahnya hanya sesaat, lalu meletup suatu saat dan hilang ditelan waktu.

Rangkuman Hasil Kontingen Indonesia di PES World Finals 2019

Gelaran PES World Finals telah selesai digelar. Setelah dua hari pertandingan, kontingen Indonesia sudah memberikan jerih payah terbaiknya dan mendapatkan hasil yang di luar dugaan. Pertandingan PES World Finals ini dibagi ke dalam dua kategori, kategori co-op dan 1v1.

Kontingen Indonesia diwakili oleh tim WANI untuk kategori co-op. tim WANI sendiri beranggotakan, Lucky Ma’arif, Rio DS, dan Rizky Faidan. Selain itu, Rizky Faidan juga kemballi mewakili Indonesia untuk pertandingan kategori 1v1.

Pada kategori co-op, tim WANI tak sedikitpun memberi celah pada musuh-musuhnya. Mereka memberikan permainan terbaiknya, sampai pada akhirnya berhasil mencapai babak final. Pada babak final, tim WANI berhadapan dengan tim Eligasul Stars dari Brazil. Pasukan Eligasul Stars terdiri dari pemain-pemain terbaik asal Brazil, salah satunya ada GuiFera99, juara PES tahun 2017 lalu.

Sumber: Facebook Liga1 PES
Sumber: Facebook Liga1 PES

Babak pertama, tim WANI cukup keteteran, langsung kejebolan 2 gol sekaligus dari Eligasul Stars. Masuk babak kedua, tim WANI sudah mulai panas. Berkali-kali mereka berhasil menemukan peluang, yang sayangnya, masih belum bisa dimanfaatkan dengan maksimal. Akhirnya permainan harus berakhir dengan skor 2-0, tim WANI harus puas mendapat peringkat runner-up saja dalam gelaran PES World Finals 2019 kategori co-op.

Pada sisi pertandingan 1v1, Rizky Faidan juga berhadapan dengan lawan yang berat. Lawannya adalah Ettorito97, juara dunia PES asal Italia. Kendati demikian, Rizky tidak gentar. Ia tetap bermain dengan santai dan lepas. Sayang, nasib berkata lain. Meski Rizky sudah berjuang sekuat tenaga, ia harus rela tersisih di babak semi-final. Kalah melawan Ettorito97, 1-0.

Walau tidak berhasil meraih gelar juara, kontingen PES Indonesia sudah bisa pulang dengan terhormat. Bayangkan saja, bertanding di tingkat dunia, melawan musuh-musuh yang berat, namun bisa dapatkan peringkat runner-up untuk kategori co-op. Sementara di kategori 1v1, walaupun kalah di semi-final, menahan juara dunia dengan skor 1-0 adalah pencapaian yang sangat baik bagi Rizky Faidan.

https://twitter.com/pesleague/status/1145013406560378881

“Kalau dibilang puas, tentunya belum sih. Tapi kalau dibilang kecewa nggak juga. Target berikutnya, bisa lolos lagi di world finals, dan harus bisa juara dunia di tahun depan!” Jawab Rizky kepada redaksi Hybrid.

Sementara itu Valentinus Sanusi, penggerak komunitas PES Indonesia, juga turut memberikan komentarnya. “Semua sebenarnya sudah sesuai harapan. Target kita adalah lolos juara grup dan masuk partai final. Tapi, hasil ini memberi tantangan tersendiri untuk musim depan. Hasil ini menjadi standar hasil yang tinggi bagi kontingen Indonesia. Jadi kalau bicara target, tahun depan kita optimis harus juara.”

Sumber: @PESLeague
Sumber: @PESLeague

Setelah dua hari pertandingan, juara-juara PES World Finals akhirnya muncul. Eligasul Stars asal Brazil menjadi juara kategori co-op. Sementara dari kategori 1v1 ada Walid “Usmakabyle” Rachid Tebane pemain PES asal Monako muncul sebagai juara, .

Dengan hasil yang didapatkan, tentu menjadi momen bersuka ria bagi komunitas PES di Indonesia. Selamat! Semoga bisa target juara dunia bisa tercapai di tahun depan! Semoga mengharumkan nama Indonesia di kompetisi PES tingkat Internasional tidak lagi hanya sekadar angan-angan saja!

Daftar Tim yang Pastikan Slot Closed Qualifier TI9. BOOM ID is In!

Hari ini (1 Juli 2019), Wykrhm Reddy, tokoh dari komunitas Dota 2 internasional mengumumkan daftar tim peserta yang mendapatkan undangan ke Closed Qualifier TI9 untuk berbagai wilayah.

Berikut ini adalah daftar tim dan masing-masing wilayahnya:

Asia Tenggara:

  • Mineski
  • BOOM ID

Tiongkok:

  • EHOME
  • RNG
  • Team Aster
  • Team Sirius

CIS:

  • Gambit Esports
  • NA’VI
  • Team Spirit
  • Team Empire
  • Winstrike Team

Eropa:

  • The Final Tribe
  • Chaos

Amerika Utara:

  • J.Storm
  • Forward Gaming
  • compLexity
  • Beastcoast

Amerika Latin:

  • paiN Gaming
  • Team Ham
  • Team Anvorgesa
  • Thunder Predator
Sumber: Wykrhm Reddy via Twitter
Sumber: Wykrhm Reddy via Twitter

Dari Closed Qualifier ini,  hanya ada 1 kursi dari masing-masing wilayah untuk diperebutkan ke kompetisi Dota 2 paling megah sedunia, The International 9 (TI9). Karena itulah, hanya ada 6 slot tersisa buat mereka-mereka yang ingin bertanding dengan 12 tim terbaik dunia yang sudah mengamankan kursi mereka lewat perolehan DPC poin, musim 2018-2019.

12 tim yang berhak mendapatkan undangan langsung ke TI9 adalah sebagai berikut:

  1. Team Secret
  2. Virtus.pro
  3. Vici Gaming
  4. Evil Geniuses
  5. Team Liquid
  6. PSG.LGD
  7. Fnatic
  8. Ninjas in Pyjamas
  9. TNC Predator
  10. OG
  11. Alliance
  12. Keen Gaming
Sumber: Wykrhm Reddy via Twitter
Sumber: Wykrhm Reddy via Twitter

Peluang BOOM ID ke TI9?

Jika melihat peta persilatan Asia Tenggara musim ini, faktanya, inilah peluang terbesar BOOM ID untuk membawa 5 pemain Indonesia merasakan megahnya kompetisi Dota 2 terakbar di alam semesta.

Kenapa? Karena 2 tim unggulan dari Asia Tenggara musim ini, TNC Predator dan Fnatic sudah memastikan lolos lewat jalur DPC. Maka dari itu, dua tim besar Asia Tenggara yang tersisa punya peluang besar untuk lolos ke ajang utama yaitu Mineski dan BOOM ID.

Jika berbicara soal sejarah, Mineski mungkin memang punya rekam jejak yang lebih baik. Mineski pernah jadi juara Major saat memenangkan DAC (Dota 2 Asia Championship) 2018. Dari sejarah pertarungan keduanya, Mineski juga lebih banyak menang saat bertemu BOOM ID.

Namun begitu, sejarah mencatat BOOM ID juga pernah membukukan setidaknya 3 kemenangan melawan tim asal Filipina tadi.

Sumber: Gosugamers.net
Sumber: Gosugamers.net

Ditambah lagi, faktanya, dibanding dengan TNC dan Fnatic, Mineski yang saat ini memang bisa dibilang lebih lemah. Karena itulah, BOOM ID sendiri juga sebenarnya punya peluang untuk mengalahkan kembali dan merebut kursi kehormatan buat kawasan Asia Tenggara.

Marzarian “Owljan” Sahita, General Manager dari BOOM ID yang saya hubungi sempat memberikan komentarnya mengenai kesempatan Closed Qualifier ini.

“Lumayan berdebar-debar karena tentunya kita semua yang ada di BOOM ID, atau bahkan para pecinta Dota 2 Indonesia, berharap Dreamocel, Jhocam, Khezcute, Fbz & Mikoto bisa kembali membuat rekor bukan hanya sebagai player; tapi juga tim yang terdiri dari 5 orang Indonesia pertama yang mampu masuk ke The International. Hal ini mungkin terlihat sederhana, tapi menurut saya, impact-nya akan sangat berpengaruh terhadap scene esports di Indonesia jikalau BOOM ID berhasil lolos.” Terang Ojan, sapaan akrab kawan saya yang satu ini.

Ojan saat jadi pembicara untuk Hybrid Day di SMA 1 PSKD. Dokumentasi: Hybrid
Ojan saat jadi pembicara untuk Hybrid Day di SMA 1 PSKD. Dokumentasi: Hybrid

“Kalau berbicara soal peluang, semua bisa dibilang relatif. Namun demikian, kita optimis dengan pengalaman dan chemistry yang telah dibentuk cukup lama ini bisa menjadi salah satu keunggulan. Dari sisi teknis, kita juga sudah mempersiapkan coach dan analyst serta memberikan waktu kepada tim Dota 2 untuk lebih fokus ke latihan.” Tutup sang General Manager yang kabarnya sedang cari pacar ini… Eh…

Tak lengkap juga sepertinya jika saya tidak menghubungi Brando Oloan, sang Manajer Tim BOOM ID untuk Dota 2. “Ini memang peluang terbesar Indonesia buat ke TI. Tahun ini, kita juga sudah melakukan banyak persiapan. Kita siap! Gua PEDE!” Ujar Brando semangat.

The International 2019 - Schedule
Sumber: Wykrhm Reddy via Twitter

Akhirnya, Anda bisa melihat jadwal di gambar di atas jika ingin mendukung dan menonton langsung perjuangan kawan-kawan kita dari BOOM ID. Namun sebelum Closed Qualifier (Regional Qualifiers), ada juga Open Qualifier buat tim-tim Asia Tenggara ataupun Indonesia lainnya.

Apakah tim-tim Indonesia lainnya juga bisa mendapatkan kesempatan bertanding di Closed Qualifier, seperti PG.Barracx, EVOS Esports, dan kawan-kawannya? Bagaimana perjuangan BOOM ID nanti? Apakah mereka benar-benar dapat membawa nama Indonesia ke panggung megah TI9? Kita doakan saja ya.

Aerowolf Juarai Kualifikasi Raleigh Major SEA, Tim Indonesia Peringkat 3

28 Juni 2019, Aerowolf akhirnya berhasil menjuarai kualifikasi Raleigh Major regional Asia Tenggara setelah mengalahkan Xavier Esports dari Thailand.

Aerowolf sendiri sebenarnya merupakan organisasi esports asal Indonesia namun roster tim R6S (Rainbow Six: Siege) mereka terdiri dari pemain-pemain luar negeri, Tiongkok, Malaysia, Singapura, dan Taiwan. Meski demikian, semua pemain mereka saat ini memang sedang kuliah dan berdomisili di Singapura.

Tim Indonesia yang memang berisikan para pemain Indonesia, Team Scrypt, juga sebenarnya berhasil melangkah sampai Lower Bracket Final. Sayangnya, mereka harus tumbang melawan Xavier. Meski begitu, prestasi dan perjuangan mereka tetap tak bisa dipandang sebelah mata karena mereka bisa finis top 3 di tingkat Asia Tenggara.

Ketiga tim ini, Xavier, Aerowolf, dan Scrypt, juga memang sebenarnya bisa dibilang yang terkuat di peta persilatan R6S Asia Tenggara.

Dengan kemenangan mereka di kualifikasi ini, Aerowolf, tidak bisa langsung masuk ke Raleigh Major. Mereka harus kembali bertanding untuk kualifikasi APAC melawan tim-tim Jepang, Korea Selatan, Australia-Selandia Baru (ANZ).

Berikut ini adalah tim-tim yang akan berlaga di kualifikasi APAC untuk Raleigh Major:

  • Aerowolf (Regional Asia Tenggara)
  • Cloud9 (Regional Korea Selatan)
  • CYCLOPS Athlete Gaming (Regional Jepang)
  • 0RGL3SS/Oddity (Regional ANZ)

Dari 4 tim yang berlaga, hanya ada 1 slot yang diberikan untuk ke ajang utama Raleigh Major. Meski demikian, ada 3 slot tim yang diberikan untuk regional APAC. 2 tim APAC lainnya yang langsung mendapatkan invitation adalah Nora-Rengo (Regional Jepang) dan Fnatic (Regional ANZ).

Menurut Ajie “WildLotus” Zata, pemain dan manajer Team Scrypt, final kualifikasi APAC nanti adalah antara Aerowolf melawan 0RGLESS. Namun Aerowolf yang akan memenangkan pertandingan final tadi. “Aerowolf saat ini memang sedang bagus-bagusnya dan bisa dibilang yang terbaik di Asia Tenggara sekarang. Mereka bahkan sempat mengalahkan telak jagoan Korsel, Cloud9, di Pro League APAC Final.”

Untuk main event Raleigh Major, yang akan digelar di kota Raleigh, Amerika Serikat (tanggal 12-18 Agustus 2019), ada 16 tim yang akan bertanding dengan pembagian sebagai berikut:

  • 1 juara Six Invitational 2019: G2 Esports (EU)
  • 8 finalis Pro League Season IX:
    • Evil Geniuses (NA)
    • DarkZero (NA)
    • Team Empire (EU)
    • LeStream Esport (EU)
    • FaZe Clan (LATAM)
    • Immortals (LATAM)
    • Fnatic (APAC)
    • Nora-Rengo (APAC)
  • 4 tim hasil Open Qualifier:
    • Amerika Utara (TBD)
    • Eropa (TBD)
    • Amerika Latin (TBD)
    • Asia-Pasifik (TBD)
  • 1 juara Allied Esports Vegas Minor (Team Secret)
  • 1 juara DreamHack Valencia (TBD)
  • 1 tim undangan dari negara tuan rumah (TBD)

Raleigh Major sendiri akan menyuguhkan total hadiah sebesar US$500K (sekitar Rp7,2 miliar) dengan pembagian hadiah sebagai berikut:

  • Juara 1: US$200.000
  • Juara 2: US$80.000
  • Juara 3 – 4: US$40.000
  • Juara 5 – 8: US$20.000
  • Juara 9 – 12: US$10.000
  • Juara 13 – 16: US$5.000

Apakah Aerowolf benar-benar bisa juara di kualifikasi APAC dan bertemu dengan 15 tim R6S terbaik dari seluruh penjuru dunia?

Rainbow Six: Siege Raleigh Major
Sumber: Ubisoft

RRQ Kerja Sama Dengan Jaringan Cinema XXI, Siap Manjakan Fans Dengan Layar Besar

Rex Regum Qeon kini, mungkin bisa dibilang sudah jadi salah satu tim esports paling populer di Indonesia. Salah satu penyebabnya, setidaknya menurut saya, adalah karena tim ini yang selalu mengedepankan prestasi dalam berbagai cabang yang mereka geluti. Contohnya saja kemarin, ketika salah satu cabang tim PUBG Mobile RRQ di Thailand, RRQ.Athena, berhasil menjadi juara PMCO SEA Finals 2019.

Maka dari itu, mencoba menjangkau penggemar dari berbagai penjuru nusantara, baru-baru ini RRQ mengumumkan jalin kerjasama dengan salah satu jaringan sinema terbesar di Indonesia, Cinema XXI. Kerjasama ini diumumkan berbarengan dengan acara Meet and Beat RRQ Athena yang diselenggarakan di Epiwalk XXI, Rasuna Said, Jakarta, pada 25 Juni 2019 kemarin.

Dalam acara kumpul jumpa fans dengan tim RRQ Athena tersebut, para penggemar diajak untuk bermain dan menonton pertandingan PUBG Mobile di layar bioskop milik Cinema XXI.

Sumber: Dokumentasi Hybrid - Akbar Priono
Keseruan para fans ketika berjumpa dengan sang jawara PUBG Mobile, RRQ Athena. Sumber: Dokumentasi Hybrid – Akbar Priono

“Kami sangat senang bisa bekerja sama dengan RRQ. Kami percaya banyak dari penonton kami juga pecinta game ataupun sebaliknya. Kami yakin lewat kerjasama ini, komunitas RRQ maupun Cinema XXI akan makin sering mengadakan event seru bersama.” Ujar Catherine Keng, Corporate Communication Cinema XXI.

Andrian “AP” Pauline, CEO Team RRQ, juga turut berkomentar soal kerjasama antara RRQ dengan Cinema XXI. “Semoga dukungan Cinema XXI dapat menjadi momentum untuk meningkatkan animo para gamers dan moviegoers di Indonesia terhadap esports. Industri esports semakin maju dan berkembang, event esports dapat mulai diselenggarakan di bioskop, dan tentunya semoga Team RRQ akan semakin dikenal baik di Indonesia dan berkembang bersama dengan Cinema XXI.”

Lebih lanjut soal kerjasama, Andrian Pauline lalu sedikit membocorkan beberapa rencana acara yang diselenggarakan saat kami tanyakan dalam sesi tanya jawab di gelaran Meet and Beat RRQ Athena. “Kami sedang menggodok beberapa event bersama dengan Cinema XXI. Mengingat ini adalah hal yang baru, jadi kami juga harus diskusi terlebih dahulu, internal maupun dengan pihak Cinema XXI. Dan….ya, event yang kami maksud ini adalah sebuah turnamen, yang akan kami coba selenggarakan di dalam Cinema XXI.”

Andrian Pauline, dalam sesi tanya jawab dengan awak media seputar kerjasama RRQ dengan Cinema XXI. Sumber: Dokumentasi Hybrid - Akbar Priono
Andrian Pauline, CEO RRQ, dalam sesi tanya jawab bersama awak media, membicarakan seputar kerjasama RRQ dengan Cinema XXI. Sumber: Dokumentasi Hybrid – Akbar Priono

Ini tentu akan memberikan pengalaman yang baru. Tapi kalau bicara bertanding di dalam Cinema XXI, rasanya mungkin akan jadi sedikit janggal. Mengingat suara speaker stereo yang sangat menggelegar, para pemain bisa jadi tidak konsentrasi dibuatnya bukan? Tapi, bagaimana kalau nonton tayangan esports di Cinema XXI? Hal itu tentu akan jadi pengalaman baru yang sangat menyenangkan bagi para penggemar esports! Saya sendiri bahkan turut bersemangat ketika menulis tentang hal ini!

“Wah media yang datang hari ini kritis-kritis sekali ya, saya jadi nggak bisa bikin surprise lagi dong buat fans..hahaha.” Ucap pria yang biasa disapa AP, seraya bersenda bergurau saat menerima pertanyaan tersebut. “Ya benar sekali, kami merencanakan akan mengadakan acara nonton bareng atau pubstomp PMCO Global Finals, agar para fans dapat lebih puas menyaksikan perjuangan RRQ Athena di layar besar Cinema XXI.”

Menarik melihat perkembangan esports di tahun 2019 ini. Sungguh tidak diduga, bagaimana besarnya esports, membuat berbagai pihak jadi tertarik dan terpincut untuk turut berinvestasi atau bekerja sama. Kerjasama RRQ dengan Cinema XXI, selain memang merupakan hal yang baru, tapi tentunya juga menjadi hal yang sangat menarik dan bisa membuat para fans RRQ jadi makin terpincut.

Napak Tilas Perjuangan Bigetron Membela Indonesia di PMCO SEA 2019

Circle semakin mengecil, Bigetron berada di posisi yang sangat prima untuk membantai musuh-musuhnya yang tak berdaya, mengambang di pinggir danau. Masuk fase 8, tim lain sudah terpecah belah, tersisa satu sampai dua orang dari masing-masing tim. Bigetron? Keempatnya masih sehat walafiat. Ketika ruang gerak semakin sempit, tim lain kalang kabut, Bigetron menyambut momentum. Semua dibantai habis, Chicken Dinner didapatkan, poin dikumpulkan.

Potongan momen tersebut menjadi cerita heroik Bigetron membela Indonesia di gelaran PUBG Mobile Club Open SEA Finals 2019. Perjuangan Bigetron merebut Chicken Dinner di map Vikendi, berhasil membuat mereka merapatkan perolehan poin klasemen dengan RRQ.Athena, sang pemuncak klasemen. Sayang, di map terakhir, Bigetron malah kurang beruntung. Akhirnya mereka harus puas berada di posisi kedua pada akhir turnamen. Walau begitu, mereka tetap lolos ke tahap selanjutnya, PMCO Global Finals 2019 yang diselenggarakan di Berlin, Jerman.

Sumber: PUBG Official Page
Sumber: PUBG Official Page

“Strategi RRQ.Athena memang sulit dibaca dan sulit dianalisis. Pemahaman medan yang sangat baik, menjadi salah satu kelebihan dari tim RRQ.” Robby “Natic” Mahardika Saputra menceritakan tentang tantangannya melawan RRQ.Athena. Memang, Pachachai “G9” Han dan kawan-kawan RRQ.Athena, masih jadi lawan terberat bagi para pejuang esports PUBG Mobile Indonesia.

Kendati demikian, PMCO SEA Finals 2019 ini merupakan peningkatan besar bagi Bigetron, tim yang bisa dibilang jagoan PUBG Mobile Indonesia. Padahal, Bigetron tertinggal cukup jauh dari jagoan-jagoan PUBG Mobile Thailand saat bertanding di gelaran PUBG Mobile Star Challenge 2018. Mereka harus puas berada di posisi 9, dengan perolehan sebesar 2745 poin.

“Sebetulnya kalau bicara soal PMSC 2018, saya mengakui memang kawan-kawan Bigetron kurang siap. Ketika itu peraturan soal pelarangan penggunaan iPad untuk kompetisi baru dikeluarkan. Alhasil, kami harus adaptasi lagi, adaptasi bermain menggunakan smartphone dalam gelaran PMSC 2018. Tapi sekarang regulasinya sudah ditetapkan, kami tentunya akan lebih siap lagi menghadapi PMCO Global Finals 2019 di Berlin nanti.” Natic menilik kenangannya dari PMSC menuju PMCO Global Finals 2019.

Proses PMCO SEA Finals 2019 ini terbilang cukup panjang. Sebelum akhirnya bertanding di ICE BSD, Tangerang, mereka sebelumnya harus menjalani liga rutin selama 5 pekan di Shanghai, Tiongkok. Satu bulan berada di Tiongkok, kawan-kawan Bigetron mengaku bahwa hal tersebut adalah proses yang cukup melelahkan, namun juga menyenangkan, karena mengembangkan kemampuan mereka.

Sumber: PUBG Official Page
Sumber: PUBG Official Page

“Kami suka dengan format liga seperti ini, karena sangat melatih permainan kita. Bisa belajar strategi dari lawan yang lebih hebat, sambil juga menajamkan permainan kami. Jadi hasilnya kamip bisa bermain dengan lebih baik setelahnya” Salah satu dari si kembar Bagas “Zuxxy” Bagus “Luxxy” menjawab. Tetapi memang kenyataannya, permainan Bigetron berkembang cukup pesat setelah 5 pekan PMCO SEA League berjalan.

Bicara soal perjuangan yang melelahkan, Natic juga cerita sedikit soal ini. Menurut ceritanya, salah satu masalah terbesar berada di negara orang selama kurang lebih 5 pekan adalah soal makanan di sana yang menurutnya, tidak karuan rasanya.

“5 pekan di Tiongkok sih….capek ya….makanannya yang paling bikin nggak tahan. Makanannya nggak jelas semua…haha.” Jawab Natic. “Tetapi semisal nanti liga PMCO diadakan di negara lain yang nggak kalah aneh dari Tiongkok, kita nggak apa apa sih, yang penting dapet duit…hahaha.” Natic menjawab pertanyaan lanjutan dari saya seraya berseloroh.

Sumber: Dokumentasi Hybrid - Akbar Priono
Sumber: Dokumentasi Hybrid – Akbar Priono

Kalau mengutip dari PUBG Liquidpedia, PMCO Global Finals 2019 akan diadakan pada 26-28 Juli 2019 mendatang. Akankah Bigetron bisa menjadi juara? Salah satu dari si kembar kembali menjawab. “Kalau kemarin di Shanghai (PMCO SEA League) kita bisa dapat posisi 3, sekarang dapat posisi 2 (PMCO SEA Finals), nanti di PMCO Global Finals kita kepingin jadi juara tentunya.”

“Seburuk-buruknya posisi 2” Natic menambahkan. “Soalnya menurut pandangan kami, kualifikasi SEA adalah salah satu yang paling berat. Jadi kalau sudah bisa lolos di sini, kami cukup yakin akan bisa dapat posisi yang baik saat di Global Finals nanti.”

Mari kita doakan agar Indonesia bisa mendapatkan prestasi yang terbaik pada saat Bigetron bertanding di Berlin, Jerman, saat gelaran PMCO Global Finals nanti. Jaya terus Indonesia! Maju terus esports Indonesia!

Indofood Mantapkan Langkah Dukung Esports Indonesia

Indofood (PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk) kembali memeriahkan pameran Jakarta Fair Kemayoran (JFK) yang digelar mulai tanggal 22 Mei-30 Juni 2019. Keikutsertaan mereka, yang kali ini bertajuk “Satukan Rasa di Rumah Indofood”, menandai bahwa Indofood tidak pernah absen dalam 10 tahun terakhir untuk memeriahkan pameran terbesar se-Asia Tenggara ini.

Selain menggelar Rumah Indofood, mereka juga menggelar Area Gaming Corner ‘Good Luck Have Fun (GLHF Corner) sebagai wujud manifestasi dukungan Indofood melalui brand Pop Mie terhadap perkembangan esports Indonesia.

Gaming Corner ini tidak hanya bisa digunakan untuk menonton tapi juga bermain bersama dengan para pemain profesional EVOS Esports (16 Juni 2019) dan RRQ (23 Juni 2019).

“Kami melihat saat ini esports semakin digemari oleh masyarakat Indonesia dari berbagai kalangan. Oleh karena itu, Pop Mie menjadikan esports sebuah wadah untuk menyatukan rasa kebersamaan melalui Rumah Indofood di JFK 2019, yang diharapkan mampu menciptakan keseruan saat bermain serta menjadi teman makan andalan yang mudah dikonsumsi serta dikonsumsi.” Ujar Vemri Junaidi, Senior Brand Manager Pop Mie di rilis yang kami terima.

Dokumentasi: Hybrid
Dokumentasi: Hybrid

Saat Meet&Greet dan Mabar bersama RRQ (23 Juni 2019), Vemri juga sempat berbincang seputar Indofood dan esports bersama dengan Andrian Pauline (CEO RRQ) dan Febrianto Genta Prakarsa (Pro Player PUBGM dari RRQ).

Saat berbincang, muncul sebuah pertanyaan, apakah Pop Mie juga akan mendukung atau menjalin kerja sama dengan tim-tim lain selain RRQ dan EVOS? Vemri pun menjawab bahwa mungkin saja akan ada tim-tim lain yang akan didukung, selama hal tersebut dapat mendukung ekosistem esports Indonesia.

Selain itu, mengingat saat ini Pop Mie dan Indofood sudah menjadi sponsor tim dan event (ESL National Championship dan Clash of Nations), saya pun menanyakan apa perbedaannya mendukung 2 aspek esports yang berbeda tadi. Vemri pun menjawab, “mendukung tim adalah soal branding, bagaimana Pop Mie selalu eksis di kalangan anak muda. Sedangkan untuk event, yang mereka cari di sana adalah soal engagement. Jadi, memang berbeda kebutuhannya.”

Dokumentasi: Indofood
Dokumentasi: Indofood

Berbicara soal event, saya pun menggali lebih jauh tentang pemilihan game-nya antara PC atau mobile. Menurut Vemri, pemilihan game-nya memang lebih baik disesuaikan dengan pasar Indonesia yang lebih dominan di platform mobile.

Jadi, kira-kira tim mana lagi yang menyusul RRQ dan EVOS digandeng Pop Mie? Bagaimana dengan event esports dengan dukungan Indofood yang selanjutnya?

Bertarung Keras dengan Bigetron, RRQ.Athena Menjadi Juara PMCO SEA Finals 2019

Berakhir sudah gelaran panjang PUBG Mobile Club Open 2019 untuk regional Asia Tenggara. Setelah liga sepanjang 5 pekan, dan 2 hari gelaran LAN event di ICE BSD, Tangerang, Banten, RRQ.Athena akhirnya keluar sebagai juara pertama.

Memang RRQ.Athena masih merupakan tim terkuat di Asia Tenggara atau malah di dunia. Mereka bersama beberapa punggawa asal Thailand lainnya seperti ILLUMINATE The Murder dan Purple Mood E-Sports, masih jadi beberapa tim tangguh yang cukup sulit untuk dikalahkan. Bahkan wakil terkuat Indonesia, Bigetron Esports, juga mengakui hal tersebut.

Sumber: Dokumentasi Hybrid - Akbar Priono
Sumber: Dokumentasi Hybrid – Akbar Priono

Sebelumnya, pada fase liga, RRQ Athena juga cukup menguasai pertandingan PMCO SEA League 2019. Ketika itu RRQ.Athena menduduki posisi kedua dengan selisih poin yang sangat tipis dari sang pemuncak klasemen, ILLUMINATE The Murder. Saat gelaran PMCO SEA Finals 2019 sendiri, RRQ.Athena sempat saling berdesakan perolehan poin dengan Bigetron.

Momen menegangkan sempat terjadi bagi keduanya saat pertandingan memasuki ronde 9. Dalam sebuah pertarungan di Miramar, entah kenapa RRQ.Athena ketika itu tersungkur terlalu dini. Bigetron yang ketika itu berada di peringkat 4 pada total rankings, bermain gila, membantai 10 orang lebih dan mendapat chicken dinner. Langsung saja, setelah ronde itu Bigetron menyodok ke posisi 2. Perolehan poin total antara kedua tim jadi sangat tipis, hanya terpaut sekitar 30 poin saja, senilai dengan satu kali Chicken Dinner.

“Memang menurut kami Bigetron adalah salah satu lawan yang paling tangguh. Kemampuan aim mereka sangat baik dan merata antar satu anggota dengan anggota yang lainnya.” RRQ.Athena mengatakan kepada Hybrid dalam satu sesi konfrensi pers. Meski demikian, mereka pada akhirnya mendapat kesempatan untuk mengalahkan Bigetron di saat-saat terakhir.

Pada ronde 12, dalam pertarungan di map Erangel, RRQ.Athena akhirnya mendapatkan positioning yang cukup prima. Sementara di sisi lain, Bigetron, cukup apes terjebak di tengah map, dan ditembaki dari berbagai sisi. Si kembar Zuxxy Luxxy dan kawan-kawannya akhirnya terpaksa tumbang terlalu dini, dan kesempatan tersebut langsung disambut oleh tim RRQ.Athena.

Sumber: Dokumentasi Hybrid - Akbar Priono
Sumber: Dokumentasi Hybrid – Akbar Priono

Sudah menjadi juara di PMSC 2018, lalu kini mereka juga akan berangkat ke PMCO Global Finals 2019 di Berlin, Jerman. Seberapa percaya diri RRQ.Athena untuk dapat mempertahankan titel juara dunia PUBG Mobile? “Untuk PMCO Global Finals 2019, kami percaya diri kami bisa kembali menjadi juara dunia.” Bawonchai “RRQ.D2E” Han mengatakan pada Hybrid.

Dengan ini, maka 4 besar dari gelaran PMCO yang akan melaju secara langsung ke PMCO Global Finals 2019 pada bulan Juli mendatang adalah:

  1. Team RRQ dari Thailand mendapatkan total 305 points
  2. Team Bigetron dari Indonesia mendapatkan total 270 points
  3. Team Purple Mood dari Thailand mendapatkan total 205 points
  4. Team Secret dari Malaysia mendapatkan total 193 points

Selamat bagi tim yang sudah lolos ke PMCO Global Finals! Mari kita doakan untuk Bigetron Esports dan juga RRQ.Athena agar bisa mendapatkan hasil yang maksimal.