Menilik Peran Komunitas Dalam Esports Lewat Gelaran Kaskus Battleground

Akhir pekan kemarin (17 Maret 2019) menjadi penutup dari gelaran Kaskus Battleground Season 4. Mempertandingkan game Arena of Valor, tim EVOS AOV kembali menjadi raksasa yang tak terkalahkan dalam kompetisi ini. Gelaran turnamen AOV ini juga menjadi penutup Kaskus Battleground seri 2018-2019 yang membawa tema “Mobile Game Festival”

Dalam gelaran babak Grand Final, EVOS berhasil membantai habis tim DG Esports 3-0. Walaupun begitu, perjalanan DG Esports di Kaskus Battleground Season 4 ini sebenarnya cukup memukau. Glenn “DG.Kurus” Richard dan kawan-kawan berjuang keras untuk bisa bangkit dari lower bracket. Harus berhadapan dengan nama besar di jagat kompetitif AOV, yaitu GGWP.ID juga Saudara Esports, mereka tak gentar dan berhasil kalahkan mereka.

Namun pada gelaran final, permainan EVOS ternyata masih terlalu solid. Alhasil DG Esports jadi kalang kabut melawan Wiraww dan kawan-kawan. Akhirnya Ran23 dan kawan-kawan DG Esports harus menerima kekalahan yang cukup telak, dengan setiap game bisa diselesaikan dalam waktu sekitar di bawah 15 menit.

Ridwan Gunawan, Brand Manager Kaskus. Dokumentasi Hybrid - Akbar Priono
Ridwan Gunawan, Brand Manager Kaskus. Dokumentasi Hybrid – Akbar Priono

Sudah kurang lebih sekitar dua tahun, Kaskus Battleground menjadi wadah bertanding bagi atlet-atlet esports nasional. Tetapi setelah seri ini selesai, bagaimana kelanjutan dari Kaskus Battleground nantinya? Untungnya saya berkesempatan berbincang dengan Ridwan Gunawan, Brand Manager Kaskus, membicarakan hal tersebut. Berikut hasil perbincangan saya dengan Ridwan.

Mengawali obrolan, saya sebenarnya cukup penasaran dengan awal mula terciptanya Kaskus Battleground. Maka dari itu saya pun menanyakan hal tersebut kepada Ridwan. Ia lalu menjawab bahwa Kaskus Battleground sebenarnya adalah inisiatif kumpu-kumpul dari komunitas forum 46 (forum games) Kaskus.

“Jadi dahulu kala, anak-anak forum game itu ceritanya minta dibikinin turnamen. Mereka berpikir daripada cuma ngobrol doang, akan lebih enak kalau kita ada wadah untuk berkompetisi dan kumpul. Akhirnya dari situ terciptalah Kaskus Battleground” jawab Ridwan.

Kaskus Battleground pertama kali diselenggarakan pada awal tahun 2017 lalu. Ketika itu kompetisi ini mempertandingkan salah satu game kompetitif terpopuler pada masanya, Dota 2. Brand kompetisi ini terus berlanjut sampai ke tahun 2018, namun membawa tema yang berbeda yaitu “Mobile Games Festival”.

Speed Drifeter menjadi salah satu hidangan sampingan yang juga menyedot keramaian gamers di Kaskus Battleground kemarin. Dokumentasi Hybrid - Akbar Priono
Kompetisi Speed Drifter menjadi salah satu hidangan sampingan yang juga menyedot perhatian gamers di Kaskus Battleground kemarin. Dokumentasi Hybrid – Akbar Priono

Kaskus Battleground – Mobile Games Festival berlangsung selama 2018-2019. Selama satu musim tersebut, kompetisi dibagi menjadi 4 season, dengan mempertandingkan berbagai mobile game yang sedang populer. Ada Vainglory, Rules of Survival, PUBG Mobile, dan Arena of Valor sebagai sajian utama dari Kaskus Battleground.

Tapi acara Kaskus belum lengkap kalau tidak melibatkan komunitas di dalamnya. Maka dari itu, selain sajian utama, ada juga hidangan sampingan” berupa kompetisi dari komunitas. Jadi selain empat game tersebut, ada juga pertandingan serta ajang kumpul komunitas game seperti: game sepakbola FIFA dan PES 2019, lalu ada juga Tekken 7, Let’s Get Rich, Speed Drifters, dan lain sebagainya.

Sampai sejauh ini, prestis Kaskus Battleground terbilang cukup tinggi, karena kompetisi ini kerap diikuti oleh berbagai tim esports papan atas Indonesia. Lebih lanjut soal ini Ridwan, sejujurnya ingin mengarahkan agar Kaskus Battleground bisa menjadi panggung bagi pendatang baru di dunia esports.

“Menurut pandangan saya, sebenarnya saya ingin Kaskus Battleground bisa jadi panggung bagi para newcomer dari dunia esports. Maka dari itu untuk ke depannya, saya punya rencana untuk mengemas Kaskus Battleground agar tidak cuma sekadar kompetisi, tapi juga jadi wadah sharing ilmu dari pro player kepada komunitas, kepada newcomer jagat kompetitif game” Ridwan menambahkan.

Tentu akan sangat menyenangkan melihat pemain pro bisa bersandingan dengan komunitas dan saling sharing pengalaman seputar esports. Dokumentasi Hybrid - Akbar Priono
Tentu akan sangat menyenangkan melihat pemain pro bisa bersandingan dengan komunitas dan saling sharing pengalaman seputar esports. Dokumentasi Hybrid – Akbar Priono

Lebih lanjut soal masa depan Kaskus Battleground, saya cukup penasaran dengan satu hal. Adakah kemungkinan Kaskus akan menyediakan panggung utama Kaskus Battleground, kepada komunitas-komunitas kecil nan solid? Contohnya seperti komunitas rekanan Hybrid, seperti R6 IDN dan komunitas game Fighting yang diwakili Advance Guard.

“Seperti apa yang saya katakan sedari awal, fokus Kaskus memang adalah komunitas. Jadi kalau bicara soal rencana, kita selalu menyediakan rencana tersebut untuk komunitas. Tetapi kami harus memastikan terlebih dahulu, apakah komunitas tersebut aktif berkumpul? apakah pemain aktifnya cukup banyak? Kalau iya, mengapa tidak.” Jawab Ridwan kepada saya.

Kurang lebih itu sedikit obrolan saya dengan Ridwan Gunawan seputar esports dan komunitas dari sudut pandang kaskus. Kurang dan lebihnya, saya cukup setuju dengan apa yang dikatakan oleh Ridwan. Komunitas bisa dibilang juga merupakan salah satu elemen penting dalam ekoisistem esports. Sebab tanpa dukungan komunitas, esports mungkin tidak akan sebesar dan semegah seperti saat ini.

Mengintip Masa Depan Esports PUBG Dari Roadmap 2019 Asia Tenggara

Battle Royale telah menjadi fenomena selama kurang lebih 2 tahun belakangan. Sosok yang memulai tren ini adalah Brendan “PLAYERUNKNOWN” Greene, lewat game Playerunknown’s Battleground (PUBG). Sejak PUBG rilis pertama kali pada tahun 2017, popularitas genre Battle Royale terus meroket, membuat pengembang lain pun ikutan membuat iterasi dari Battle Royale.

Meledak seiring dengan fenomena esports, tak heran jika PUBG juga otomatis menjadi esports. Inisiatif terbesar PUBG dalam hal esports adalah pada tahun 2018, lewat kompetisi PUBG Global Invitational 2018, dan roadmap atau rencana jangka panjang esports PUBG secara internasional. Tidak berhenti sampai sana, baru-baru ini PUBG Corp juga menjelaskan roadmap esports PUBG tahun 2019 untuk Asia Tenggara.

Sumber:
Sumber:

Dalam roadmap ini PUBG Corp menjabarkan jalur dari kompetisi Asia Tenggara menuju ke kompetisi internasional. Dalam roadmap dijelaskan bahwa cara menuju kompetisi internasional adalah lewat SEA Championship 2019, yang akan diselenggarakan 3 kali atau 3 season selama tahun 2019. Tanggal 16-17 Maret 2019 mendatang menjadi PUBG SEA Championship 2019 musim pertama, dilanjut musim kedua pada bulan Juni, lalu musim ketiga pada bulan Oktober.

Setiap musim akan ada 16 tim PUBG dari seluruh Asia Tenggara yang bertanding memperebutkan total hadiah US$50.000 (sekitar Rp700 juta) dan tiket untuk menuju kompetisi PUBG Internasional. Musim pertama ini, PUBG SEA Championship akan memperebutkan tiket untuk bertanding di FACEIT Global Summit: PUBG Classic.

Pada musim pertama PUBG SEA Championship 2019 ini, Indonesia mendapat 3 slot tersendiri. Satu slot dari seeding ada Aerowolf Team 7, tim dari Alex “Entruv” Prawira dan kawan-kawan. Satu slot dari invitation diberikan kepada Aerowolf Team 1, tim dari Ryan “superNayr” Prakasha dan kawan-kawan. Slot terakhir juga berasal dari invitation yang diberikan kepada RRQ, tim dari Muhammad “CoppinLee” Alviansyah dan kawan-kawan.

Sayangnya para pemain PUBG SEA Championship 2019 harus menerima kenyataan pahit, bahwa kompetisi yang seharusnya berjalan akhir pekan kemarin malah batal diselenggarakan. Walaupun PUBG Corp mengumumkan kebatalan ini lewat laman resmi mereka, namun sayangnya mereka tidak menyebutkan alasan kebatalannya.

Sumber:
Sumber: Facebook PUBG.ID.Official

Hal ini memunculkan pertanyaan juga kekhawatiran soal sustainability atau prospek keberlanjutan esports Battle Royale, khususnya PUBG. Tetapi kekhawatiran soal keberlanjutan esports PUBG sebenarnya tidak terbatas pada kasus pembatalan PUBG SEA Championship 2019 saja. Ada beberapa opini seputar kekhawatiran ini, salah satu alasannya datang dari soal cara terbaik agar esports Battle Royale jadi lebih layak ditonton.

Terkait hal ini, saya mencatat setidaknya ada dua faktor penyebab. Pertama adalah soal hubungan antara esensi game Battle Royale dengan tayangan esports yang menghibur. Lalu yang kedua adalah soal teknis, soal cara terbaik dalam menayangkan pertarungan Battle Royale.

Sumber:
Sumber: Twitter @PUBG

Jake Sin, Global Esports Manager PUBG Corp, sempat menjawab hal ini dalam perbincangan dengan Red Bull Esports. Dalam sebuah sesi wawancara, Jake Sin membahas soal kesiapan PUBG Corp dalam menayangkan esports Battle Royale. Mewakili PUBG Corp, dia mengakui bahwa PUBG Corp sebenarnya belum menemukan cara terbaik untuk menayangkan dan memproduksi event esports PUBG.

Tetapi setelahnya ia menjelaskan lebih lanjut soal usaha PUBG Corp demi membuat Battle Royale layak tonton. Pertama-tama soal esensi Battle Royale dan tayangan esports. Inti dari Battle Royale adalah tentang bertahan hidup, maka dari itu pemain sebenarnya cukup amankan rumah, lalu kurung diri saja sampai fase permainan berlanjut.

Namun hal tersebut tentu akan membuat pertandingan jadi membosankan untuk ditonton bukan? Maka dari itu Jake mencoba memilih menampilkan Battle Royale dari sisi yang lain, yaitu mendorong para pemain bertarung untuk menjadi seorang last-man standing dalam kompetisi PUBG.

“Kami mencoba mengatur beberapa hal, seperti meningkatkan jumlah loot senjata, membuat sistem poin yang lebih menguntungkan bagi setiap kill yang diperoleh daripada placement yang didapat, pengaturan circle, dan lain sebagainya” jawab Jake. Alasan perubahan ini menurutnya sudah jelas, permainan pasif cenderung membuat pertandingan PUBG jadi membosankan ketika ditonton. Maka dari itu keadaan diatur sedemikian rupa, agar permainan di tingkat professional jadi berisikan baku tembak yang intensif.

Selanjutnya soal penayangan, penjelasan Jake adalah sebagai berikut “Kami mencoba memperbaiki elemen visual seperti arah lintasan peluru atau arah lemparan granat. Lalu soal penayangan kami juga menyiapkan beberapa observer untuk bersiaga di berbagai area map. Selain itu kami juga mencoba mencampur efek sinematik dengan pergerakan kamera untuk membuat PUBG semakin menarik untuk ditonton” Jake memperjelas kepada Red Bull Esports.

Sumber: Twitter @PUBG
Sumber: Twitter @PUBG

Beberapa hal tersebut sudah dilakukan oleh PUBG Corp dalam beberapa kompetisi mereka belakangan, seperti National PUBG League (NPL), atau gelaran PUBG Asia Invitational 2019 kemarin. Walaupun begitu, jumlah penonton dari esports PUBG tetap tidak bersaing dibandingkan dengan game esports lainnya. Mengutip Esports Charts, jumlah penonton terbanyak pada saat bersamaan dari NPL hanya 20.420 penonton saja; kalah banyak dari penonton streaming Shroud yang bisa mencapai 50 ribuan penonton.

Kalau begitu, apakah ini artinya kita harus khawatir dengan keberlanjutan esports PUBG? Kekhawatiran tentu akan selalu ada di dalam industri esports, mengingat tren game yang dimainkan akan selalu berubah. Mungkin hanya beberapa game saja yang memang cukup tangguh bisa bertahan hampir 10 tahun, seperti genre MOBA lewat Dota 2 dan LoL, atau genre FPS lewat CS:GO.

Seharusnya, PUBG Corp yang sudah berusaha dengan sedemikian rupa, bisa membuahkan hasil yang baik terhadap keberlanjutan esports PUBG. Sejauh ini bisa dibilang PUBG Corp sudah berada di jalur yang benar. Kita hanya bisa berharap mereka bisa terus bertahan, jangan sampai melenceng terlalu jauh dari jalur tersebut.

Akankah SEA Tour Menjadi Cikal Bakal Kebangkitan Esports LoL di Asia Tenggara?

Baru-baru ini Riot Games, lewat Garena, mengumumkan sebuah format kompetisi League of Legends baru untuk regional Asia Tenggara. Format ini diberi nama League of Legends SEA Tour (LST), yang merupakan usaha Riot Games untuk menyatukan semua kegiatan ekosistem esports di Asia Tenggara.

SEA Tour mengubah format kompetisi dari liga lokal, menjadi format turnamen antar negara dalam satu regional Asia Tenggara. Dalam format turnamen baru ini, Thailand, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Indonesia akan langsung ditandingkan di dalam satu wadah besar. Alur kompetisi SEA Tour dibagi menjadi empat fase yaitu: Kualifikasi ranked online, kualifikasi nasional, National Minor, SEA Tour Spring/Summer Major.

Nantinya tim yang berhasil jadi juara di SEA Tour Spring/Summer Major, berhak untuk lolos ke fase global, entah itu Mid-Season Invitational 2019 atau Worlds 2019.

Sumber
Sumber: Garena Indonesia

Sebelumnya, ekosistem kompetisi LoL di Asia Tenggara menggunakan sistem liga lokal. Beberapa negara di Asia Tenggara sudah melakukannya lewat program seperti: League of Legends Garuda Series (LGS) Indonesia atau Vietnam Championship Series dan lain sebagainya. Sistem ini sebenarnya mencoba mereplikasi apa yang sudah sukses dilakukan di beberapa regional, contohnya ada liga LoL AS yaitu LCS atau liga LoL Korea yaitu LCK.

Namun selama liga lokal ini diselenggarakan, Asia Tenggara entah kenapa masih kurang bisa berkompetisi dalam program esports LoL Global. Dengan format tersebut, perwakilan SEA kerap terhenti ketika mencapai fase International Wildcard Qualifier atau fase yang kini disebut sebagai Worlds atau MSI play-in.

Walaupun begitu, dua tahun belakangan pencapaian regional SEA di jagat kompetitif LoL internasional meningkat. Hal tersebut tercatat lewat lolosnya Gigabyte Marines (Filipina) ke MSI 2017 dan EVOS (Vietnam) ke MSI 2018. Kendati demikian, keduanya tetap tidak berhasil lolos dari fase grup di MSI, babak belur oleh Korea, Tiongkok, Amerika, dan Eropa; empat regional yang memang adalah powerhouse jagat kompetisi LoL.

Sumber:
Sumber: LoL Esports Official Media

Melihat perubahan format yang terjadi ini, muncul pertanyaan di kepala saya. Apakah perubahan ini akan membuat tim LoL SEA jadi lebih bersinar di kancah internasional? Bagaimana dampaknya kepada pemain, iklim kompetitif, serta ekosistem esports LoL di Asia Tenggara?

Untuk mencoba menjawab pertanyaan tersebut, saya mewawancara dua sosok yang pegiat esports LoL di Indonesia. Mereka adalah Yota dan Florian “Wofly” George. Yota sendiri sebenarnya sudah cukup lama malang melintang di dunia esports Indonesia, bahkan sebelum program esports LoL Indonesia ada. Namun dalam salah satu portofolio karirnya, ia sempat menjadi bagian dari tim produksi League of Legends Garuda Series (LGS) yang diselenggarakan oleh Garena.

Sementara nama Wolfy selama ini dikenal sebagai sosok shoutcaster di dalam gelaran seri liga LoL lokal Indonesia tersebut. Bukan sekedar shoutcaster, tapi Wolfy juga terkenal sebagai sesosok analis yang brilian yang kerap memperhatikan perkembangan esports LoL baik lokal maupun internasional. Tak berhenti sampai situ, ia juga sempat menjadi pemain, mewakili Indonesia dalam gelaran kompetisi LoL antar universitas dengan membawa nama kampus UPH.

Sumber:
Sumber: Facebook Yota

Kembali ke pembahasan soal SEA Tour, mari kita dengarkan pendapat dari Yota terlebih dahulu. Menurut pendapat dia, sebenarnya perubahan format dari liga lokal menjadi SEA Tour, tidak banyak membantu perkembangan ekosistem esports LoL di Asia Tenggara. “Playerbase League di SEA sekarang masih declining dan rasanya itu sulit dihindari. Salah satunya juga disebabkan karena trend mobile gaming di SEA yang terus meningkat” Tambah Yota.

Wolfy juga memberi pendapat soal dampak perubahan format ini dari sisi iklim kompetitif League di SEA. Menurutnya sistem baru ini memberi satu nilai positif, yaitu memungkinkan tim kuda hitam atau tim baru untuk muncul dan menjadi pemenang.

Mengapa demikian? Penyebabnya karena SEA Tour merupakan kompetisi tanpa kasta, memungkinkan siapapun melawan tim manapun. “Tapi jujur, gue pribadi lebih prefer sistem liga, karena membuat pemain ataupun organisasi jadi lebih terjamin” Wolfy kembali menambahkan.

Yota (kiri) dan Wolfy (kanan) saat jadi shoutcaster untuk PvP Esports
Yota (kiri) dan Wolfy (kanan) saat jadi shoutcaster untuk PvP Esports

Lalu apakah perubahan format ini bisa menghidupkan kembali scene esports di SEA? Terkait topik ini keduanya cukup kompak menjawab tidak.

Wolfy menjelaskan lebih lanjut soal jawabannya, “Jujur sebenarnya sulit untuk menghidupkan kembali scene LoL terutama di Indonesia. Jumlah organisasi yang punya niat terhadap scene LoL sudah sangat sedikit, turnamen League juga sangat terbatas, apalagi ditambah viewership LoL di Indonesia serta Asia Tenggara yang sangat rendah. Gue rasa sih tiga hal itu adalah faktor utama kenapa LoL di SEA jadi sulit berkembang.”

Pada sisi lain jawaban Yota cenderung lebih optimis, walaupun sebenarnya tetap skeptis dengan perkembangan scene LoL di Asia Tenggara. “Butuh lebih dari sekedar SEA Tour untuk bisa menghidupkan kembali scene esports League di SEA” jawab Yota tegas.

“Tapi kehadiran LST menjadi sinyal bahwa LoL di SEA itu belum mati. Ini adalah salah satu langkah positif dari Riot Games menurut gue. Juga, kehadiran LST tentu memberi jalan kepada pemain kompetitif yang punya mimpi bisa bermain MSI atau Worlds” Yota menjelaskan lebih lanjut kepada saya.

Sumber:
Sampai saat ini, pusat kegiatan esports LoL masih terpusat di empat regional. Eropa salah satunya, yang hadir lewat program LoL European Championship (LEC). Sumber: LoL Esports EU

Sebenarnya inisiasi liga lokal diselenggarakan oleh Riot Games melalui Garena merupakan inisatif yang baik untuk mengembangkan ekosistem esports LoL di Asia Tenggara.. Sayang kenyataan pahit yang harus diterima Garena adalah kecenderungan pemain Asia Tenggara memilih Dota 2 dalam hal game MOBA di PC, atau lari ke MOBA yang ada di mobile.

Kendati demikian, saya cukup setuju dengan apa yang dikatakan Yota. Walaupun jagat kompetitif League di SEA bisa dibilang sudah hampir mati suri, kehadiran SEA Tour adalah bukti nyata kepedulian Riot Games.

Kalau boleh jujur, sebenarnya cukup adil jika Riot Games memutuskan lepas tangan, lalu membiarkan jagat kompetitif LoL di Asia Tenggara terombang-ambing. Toh Riot Games juga sudah kesulitan mendapat keuntungan dari LoL di Asia Tenggara bukan?

Semoga saja kehadiran SEA Tour bisa kembali membangkitkan jiwa-jiwa kompetitif dari pemain LoL di Asia Tenggara. Tapi jangan berharap banyak ini bisa menghidupkan kembali scene LoL di SEA. Saya sangat skeptis dengan hal tersebut, apalagi mengingat era MOBA yang sudah selesai, dan pergeseran gaming culture di Asia Tenggara dari PC ke Mobile.

Hybrid Day: Berbagi Cerita tentang Karier di Dunia Esports

Seiring semakin besar hingar-bingar esports di Indonesia, industri yang satu ini tentu terlihat lebih seksi bagi berbagai pihak. Alhasil kini banyak orang, terutama mereka para gamers, jadi ingin terjun ke dalam industri yang satu ini.

Namun pertanyaan awalannya adalah, bagaimana? Bagaimana kita bisa masuk dan terjun bekerja di dunia esports? Hybrid Day yang diadakan di SMA 1 PSKD pada 6 Maret 2019 kemarin, mencoba kupas tuntas soal cara mendapatkan karir di dunia esports; yang mengundang narasumber dari berbagai macam perspektif.

Sebelum menuju ke pembahasan utama, mari kita berkenalan terlebih dahulu dengan para narasumber kita.

Marzarian “Ojan” Sahita – General Manager BOOM.ID

Sumber: Facebook Page @owljan
Sumber: Facebook Page @owljan

Mengawali karirnya sebagai seorang graphic designer di dunia esports, sosok yang satu ini awalnya dikenal dengan nama panggilan “Owljan”. Ojan menjajaki dunia esports lewat berbagai lini, mulai dari jadi shoutcaster, tournament admin, bahkan pernah mencoba menjadi player. Kini Ojan adalah General Manager dari salah satu tim esports Indonesia yang paling haus prestasi, BOOM.ID.

Sampai saat ini, organisasi esports tempat Ojan bernaung sudah memilih kurang lebih 9 divisi dari berbagai game, dengan divisi Dota 2 sebagai salah satu divisi terkuat. Dengan pengalaman kurang lebih 9 tahun di dunia esports, Ojan sudah mencicipi berbagai pahit-manis berjuang di dunia ini.

Dimas “Dejet” Surya Rizki – Professional Shoutcaster

Sumber: Facebook Page @dejetttt
Sumber: Facebook Page @dejetttt

Penggemar esports Dota tentu kenal dengan shoutcaster yang satu ini. Ia mengawali karir di dunia esports sebagai pemain esports pada era warnet. Satu tahun mencoba peruntungan di gaming kompetitif, berbagai kegagalan membuka mata Dimas “Dejet” Surya Rizki untuk peluang karir lain, yakni shoutcaster.

Sempat tidak dibayar ketika jadi caster, Dimas kini sudah mengecap manisnya buah perjuangan yang ia jalani di dunia esports. Terbilang sebagai salah satu top shoutcaster di jagat esports Indonesia, ia sudah mengomentari berbagai event esports besar di Indonesia seperti: Indonesia Games Championship, Acer Predator League, IeSF World Championship, dan lain sebagainya.

Andrew “Ndruw” Tobias – Esports Manager Tencent Games

Sumber: Facebook Page @ndruwgg
Sumber: Facebook Page @ndruwgg

Sebagai gamers zaman dahulu, saya sudah mulai mengetahui nama “Ndruw” sejak zaman kuliah (sekitar tahun 2013an). Dahulu sosok ini terkenal kerap menjual berbagai voucher game dengan harga yang miring. Namun selain itu ia juga dikenal sebagai sosok community handler di berbagai game yang ia geluti.

Portfolio karir Andrew Tobias di dalam dunia gaming termasuk: menjadi founder dari event organizer esports World of Gaming, sempat bekerja untuk peripheral gaming Logitech, juga brand chip grafis NVIDIA. Kini Andrew bekerja sebagai Esports Manager di Tencent Games, yang tugasnya adalah merawat perkembangan ekosistem esports PUBGM di Indonesia.

Suka Duka Mencari Sesuap Nasi di Industri yang Bernama “Esports”

Dokumentasi Hybrid - Lukman Azis
Dokumentasi Hybrid – Lukman Azis

Mitos soal bahwa kerja di esports itu sama dengan hanya main games, sudah berkembang cukup lama di kalangan umum atau gamers itu sendiri. Membuka pembicaraan, Ojan pun sedikit  menjelaskan sedikit kenyataan yang harus dipahami soal menjadi player esports atau bekerja di esports.

Salah satu yang ia tegaskan adalah soal definisi esports yang merupakan sebuah kompetisi. Jadi jika bicara untuk menjadi seorang player esports, yang harus diingat esports adalah kompetisi untuk menjadi yang terbaik. Maka jika ingin jadi esports player Anda harus siap segala aspek tubuh Anda ditempa habis-habisan, mulai dari fisik, mental, sampai ketangkasan bermain.

Namun setelahnya Ojan melanjutkan bahwa masuk ke dunia esports tidak selamanya harus menjadi player. Bidang-bidang yang dikerjakan oleh para narasumber adalah beberapa contoh bidang lain yang bisa dikerjakan di esports.

Lanjut bicara soal suka-duka, Ojan mengatakan bahwa salah satu keuntungan menjadi manajer adalah ia bisa pergi ke negara-negara yang belum pernah dikunjungi. Bonus tambahan lainnya adalah, ia jadi bisa bertemu dengan berbagai orang hebat yang menginspirasi di dunia esports.

Dimas lalu menambahkan dari sisi shoutcaster, menurutnya keuntungan terbesar yang kini dia dapatkan adalah adalah punya pendapatan besar hanya dengan bicara soal game. Selain itu bonus tambahan bagi Dimas adalah popularitas yang kini ia dapatkan, menurutnya hal itu adalah suatu kenikmatan yang patut disyukuri dari menjadi seorang shoutcaster.

Sumber: Facebook Page @PUBGMOBILE.ID.OFFICIAL
Sumber: Facebook Page @PUBGMOBILE.ID.OFFICIAL

Andrew sedikit berbeda, ia secara singkat membicarakan pengalaman hidupnya. Dia bercerita bahwa dirinya dahulu seorang introvert dan menurutnya esports berhasil memunculkan potensi dirinya. Dengan jabatan yang ia emban saat ini, salah satu yang menurutnya paling menggembirakan adalah sosoknya yang kini kerap dicari dan dibutuhkan orang-orang.

Tadi kita sudah bicara soal keuntungan, sisi suka dari bekerja di industri esports. Bagaimana dengan tantangan atau duka yang harus dialami dari bekerja di industri esports? Kalau Andrew menjawab bahwa menurutnya pekerjaan tetap adalah sebuah pekerjaan, yang menurutnya tidak semuanya bisa dianggap enak.

Jadi meskipun Anda bekerja di bidang yang anda sukai, rasa bosan atau lelah pasti bisa kapan saja muncul. Kenapa? Salah satunya bisa karena pekerjaan adalah sebuah kewajiban, beda dengan hobi yang bisa dikerjakan kapanpun tanpa ada tekanan apapun.

Lalu bagaimana kalau jadi shoutcaster? Enak bukan bisa punya penghasilan besar serta popularitas? Namun hal itu tidak sepenuhnya benar. Kenapa? Karena menurut cerita Dimas, untuk bisa sampai titik ini ia harus melakukan perjuangan yang sangat keras. Melanjutkan cerita, Dimas mengatakan bahwa dahulu caster bukanlah suatu kebutuhan acara kompetisi game. “Caster dalam turnamen esports jaman dulu itu dianggap, ada syukur nggak ada juga nggak apa apa” kata Dimas.

Tapi ia tidak menyerah dengan keadaan dan tetap bersikukuh melakukan hal yang ia suka tersebut. Salah satu pengalaman yang paling berkesan bagi Dimas sendiri adalah, kejadian saat ia jadi caster dan hanya dibayar dengan dua kata, “Terima Kasih”. Padahal, event yang ia komentari ketika itu adalah sebuah event yang cukup besar karena diadakan di JCC. Apalagi Dimas juga harus mengomentari kompetisi tersebut seharian, yang tentu bukan suatu hal yang mudah untuk dilakukan.

Disiplin Ilmu Terbaik Untuk Bekerja di Industri Esports?

Dokumentasi Hybrid - Aji
Dokumentasi Hybrid – Aji

Pembicaraan pun berlanjut ke topik berikutnya, disiplin ilmu apa yang dibutuhkan untuk bisa bekerja di dalam ke ekosistem industri esports? Seperti ekosistem industri lainnya, esports juga membutuh seperangkat ilmu tertentu tergantung dari bidang yang dikerjakan.

Kendati demikian, menurut Ojan beragam jurusan kuliah sebenarnya bisa cocok bekerja di ekosistem industri Esports. Mengapa? Karena menurutnya esports tak beda jauh dari kebanyakan industri digital lain. Jadi jika Anda mengincar pekerjaan belakang layar, kemampuan seperti mengelola media sosial, desain grafis, videografi, atau bahkan psikologi, ada ruang-ruang tersendiri di dalam ekosistem esports.

Dimas punya pendapat lain yang sebenarnya cukup menarik. Pertama-tama ia menceritakan soal latar belakang dirinya. Ia mengatakan bahwa walaupun pekerjaannya adalah seorang shoutcaster, Dimas merupakan seorang sarjana jurusan Psikologi.

Dokumentasi Hybrid - Aji
Dokumentasi Hybrid – Aji

Walau tidak ada sangkut-paut antara psikologi dengan shoutcaster, menurut Dimas, passion menjadi salah satu faktor penting untuk bisa terjun bekerja di ekosistem esports. Hal ini mungkin tepat jika kita bicara soal pekerjaan depan layar, seperti jadi player ataupun shoutcaster.

Kuliah tidak selalu menjadi faktor penentu, tapi bukan berarti Anda harus melupakan kewajiban kuliah. Tapi dalam artian, jika Anda punya passion dan keuletan, apapun kuliah yang Anda jalani, Anda tetap bisa menjadi player atau shoutcaster. Andrew lalu menegaskan sambil mencoba melengkapi jawaban dari Ojan dan Dimas.

Menurutnya jika passion dipasangkan dengan ilmu yang tepat, tentu akan mendorong karir Anda lebih cepat maju di ekosistem industri esports. Lebih jauh, Andrew juga menekankan bahwa setidaknya ada 3 faktor pendukung bagi Anda yang ingin terjun ke dunia esports, yaitu soft-skill,  expertise, dan passion.

Soft-skill adalah soal kepandaian Anda untuk berhadapan dengan orang-orang secara profesional. Expertise adalah soal bidang ilmu yang Anda kuasai entah itu dipelajari lewat kuliah atau otodidak. Passion adalah soal kecintaan Anda di bidang gaming kompetitif, yang menjadi bahan bakar atau semangat Anda untuk bisa bekerja dengan sepenuh hati di industri ini.

Tantangan dan Harapan Terhadap Ekosistem Industri Esports Dalam Negeri

Dokumentasi Hybrid - Lukman Azis
Dokumentasi Hybrid – Lukman Azis

Kesuksesan esports hari ini pastinya akan diiringi dengan harapan bisa terus bertahan esok dan nanti. Tetapi “esok dan nanti” mungkin bisa dibilang sebagai tantangan sesungguhnya dari ekosistem industri esports dalam negeri.

Membuka jawaban soal topik ini, Ojan menegaskan, bahwa kalau dari segi manajemen tim esports tantangan terbesarnya adalah mencari pemain dengan skill dan attitude yang baik. Bagaimanapun jago seorang atlet esports, Ojan menganggap attitude tetap merupakan faktor penting yang harus dipertimbangkan dalam merekrut atlet esports.

Seperti yang sempat Hybrid bahas, regenerasi merupakan topik besar yang harus dicari solusinya bersama. Kenapa? Tentu seperti apa yang tadi saya sebut di awal, demi ekosistem esports “esok dan nanti”. Dimas lalu mengamini apa yang dibahas bersama oleh Ojan dan para narasumber lainnya.

Dimas yang sudah menggeluti dunia gaming kompetitif sejak tahun 2007, merasa bahwa talenta di dunia esports selalu itu-itu saja sampai tahun 2019 ini. “Kami yang menjadi pembicara saat ini, sebenarnya berharap bisa digantikan suatu saat nanti oleh generasi penerus, oleh kalian para murid-murid SMA 1 PSKD ini contohnya” tambah Dimas.

Andrew mencoba menjawab dari sisi lain, dari sisi kualitas industri ekosistem esports di Indonesia. Menurutnya salah satu tantangan ekosistem esports Indonesia adalah, bagaimana agar standar hiburan esports di Indonesia bisa punya standar seperti esports di luar negeri.

Kalau menurut opini saya pribadi, sebenarnya kuaitas hiburan esports Indonesia kini sudah jauh lebih maju jika dibandingkan dengan di masa lalu. Tapi saya cukup setuju dengan apa yang dibilang Andrew, bahwa kualitasnya masih tertinggal jika dibandingkan dengan negara lain.

Mungkin ini disebabkan oleh beberapa faktor. Apa saja faktornya? Mungkin karena perputaran uang di dunia hiburan esports Indonesia yang belum sebanyak seperti di luar negeri. Bisa jadi juga mungkin karena faktor infrastruktur Indonesia yang belum setara dengan luar negeri.

Dokumentasi Hybrid - AJi
Dokumentasi Hybrid – AJi

Menutup obrolan, membahas soal harapan terhadap generasi muda, Yabes Elia selaku Senior Editor dari Hybrid serta moderator acara kembali menekankan soal attitude dan cara komunikasi.

“Apapun industri yang digeluti, attitude dan cara komunikasi merupakan faktor penting yang perlu diperhatikan. Sebagai contoh saja, sebuah permintaan yang sama bisa memberi hasil yang berbeda, tergantung dengan cara komunikasi dari masing-masing individu.” Yabes memperjelas soal pentingnya attitude dan cara komunikasi di dunia kerja bidang esports atau bidang apapun.

Andrew lalu juga menambahkan harapan terhadap para generasi muda. Menurutnya faktor penting lain adalah soal bahasa. “Sebisa mungkin kalian juga harus belajar bahasa, karena esports cenderung terlibat dengan dunia internasional. Jadi pastikan kalian juga bisa bahasa internasional, yaitu bahasa Inggris.” Jawab Andrew menambahkan.

Itu tadi sedikit bincang-bincang seputar “How to Kickstart Your Career in Esports” dalam acara Hybrid Day yang dilaksanakan di SMA 1 PSKD. Hybrid Day akan kembali hadir di kampus serta sekolah-sekolah lainnya di waktu yang akan datang.

ESL Luncurkan Mobile Open, Kerjasama dengan AT&T Untuk Esports Mobile Amerika Serikat

ESL meluncurkan produk terbaru mereka yang bertajuk mobile open. Produk ini merupakan sebuah platform liga esports mobile games yang ditujukan bagi para pemain amatir. Para pemain bisa mengikuti liga ini secara online dengan menggunakan platform tersebut. Tetapi walaupun berjalan secara online, ESL Mobile Open menjanjikan kesempatan bermain di panggung besar seperti gelaran DreamHack dan ESL One.

Melihat kesempatan ini, AT&T bergabung sebagai founding sponsor dari ESL Mobile Open. AT&T merupakan salah satu perusahan konglomerasi terbesar di Amerika Serikat, yang bergerak di bidang telekomunikasi. Kerjasama ini bukan keterlibatan pertama AT&T dalam ekosistem esports. Mereka sebelumnya juga mensponsori organisasi esports Cloud9 dan membuat dokumenter berjudul The Nine.

Cloud9 - Flusha
Cloud9 terkenal sebagai tim kuat di cabang CS:GO | Sumber: Cloud9

Untuk ESL Mobile Open, dikatakan bahwa liga akan berjalan sepanjang tahun 2019 ini, dan akan dibagi menjadi tiga musim. Awal musim pertama akan dimulai pada 18 Maret 2019 mendatang, dengan mempertandingkan tiga game: PUBG Mobile, Clash of Clans, dan Asphalt 9: Legends.

Nantinya siapapun yang memiliki smartphone, bisa mengikuti ESL Mobile Open, dan bertanding secara online. Gelaran final musim perdana ESL Mobile Open akan menjadi bagian event DreamHack Dallas, yang digelar 31 Mei 2019 mendatang. Para pemain akan berkompetisi untuk memperebutkan total hadiah US$330.000 atau sekitar Rp4,7 milyar.

Yvette Martinez-Rea, CEO dari ESL Gaming North America mengatakan kepada Esports Insider, “Kami percaya bahwa mobile device memberikan kesempatan pada generasi berikutnya untuk dapat turut menjajaki dunia esports sebagai player. ESL Mobile Open dikembangkan untuk menyediakan kesempatan berkompetisi di tingkat yang lebih tinggi, bagi siapapun yang memiliki smartphone. Nantinya mereka bisa berkompetisi baik untuk judul game esports yang sudah mapan atau yang sedang berkembang”.

Shiz Suzuki, AVP Sponsorship & Experiential Marketing dari AT&T juga turut memberikan komentar. “Ini adalah alasan terbesar kami bekerja sama dengan ESL sejak tahun lalu. Komitmen inovasi mereka dalam menyediakan wadah kompetisi bagi berbagai macam pemain, selalu berhasil membuat kami kagum. Sponsorship ini juga sangat membantu kami dalam menghubungkan para pengguna dengan passion mereka terhadap esports.

Sumber: ESL Press Room
Kredibilitas ESL dalam menyelenggarakan sebuah event esports yang selalu dipercaya berbagai sponsor. Sumber: ESL Press Room

Untuk sementara waktu ini, ESL Mobile Open hanya tersedia untuk regional Amerika Utara saja. Namun jika melihat konsepnya, ESL Mobile Open ini sepertinya akan sangat menarik jika turut hadir di Asia Tenggara atau mungkin di Indonesia lewat ESL Indonesia.

Apalagi jika melihat hingar-bingar esports Indonesia, yang berkembang semakin pesat lewat mobile gaming. Kalau sampai ada ESL Mobile Open di Indonesia, tentu pemain game mobile dari segala penjuru Indonesia akan lebih mudah untuk menjajaki dunia esports sebagai pemain. Juga bukan tidak mungkin jika kompetisi ini akan menciptakan regenerasi pemain, memunculkan talenta berbakat yang belum pernah tampil sebelumnya.

Vici Gaming Hantam Gambit Esports 3-0, Jadi Juara StarLadder ImbaTV Minor

Gelaran StarLadder ImbaTV Minor (disebut juga Kiev Minor) telah selesai digelar. Vici Gaming berhasil jadi juara setelah kalahkan Gambit Esports 3-0 di babak Grand Final. Selain hadiah uang dan juga poin DPC, kemenangan ini juga memberikan Vici Gaming spot untuk DreamLeague Season 11 (Stockholm Major) mendatang.

Baik Vici Gaming ataupun Gambit Esports sebenarnya bisa dibilang sama-sama sedang berada dalam posisi membangun chemistry. Artiom “fng” Barshack dan kawan-kawan Gambit Esports tampil mengesankan dalam beberapa kompetisi. Belakangan, mereka lolos ke babak final di beberapa kompetisi, tapi juga berkali-kali dihantam kekalahan yang telak. Sebelum Kiev Minor, mereka juga dibantai 3-0 oleh Team Secret pada final ESL One Katowice 2019.

Vici Gaming, walaupun sempat jadi salah satu yang terkuat di tahun 2015 lalu, tapi mereka kini terlunta-lunta demi mengembalikan performa terbaik mereka. Berkali-kali Zhang “Paparazi” Chengjun finish di posisi yang tidak memuaskan dalam beberapa kompetisi: Posisi 5-6 di MDL Macau 2019 kemarin, posisi 7-8 di Kuala Lumpur Major, dan posisi 7-8 di Chongqing Major.

Sumber:
Sumber: Twitter @Wykrhm

Namun secara mengejutkan Vici Gaming ternyata malah tampil lebih mengesankan dalam gelaran final Kiev Minor. Pada game pertama, alur permainan Gambit ditahan habis oleh Vici Gaming. Bahkan untuk bisa mencuri 3 kill dari Vici Gaming, Gambit Esports harus berjuang setengah mati.

Game berikutnya, Vici Gaming tetap mendominasi, dan permainan berhasil diselesaikan dalam waktu 25 menit saja. Bahkan, Phantom Assassin dari Paparazi saja hampir tidak tersentuh oleh Gambit Esports dalam game tersebut. Pada game ketiga, Gambit Esports merasa punya secercah harapan.

Sayang kenyataan pahit yang harus diterima Gambit adalah, skuad Dota Tiongkok tersebut sudah siap dengan segala skenario yang akan terjadi. Vici Gaming berhasil kendalikan hampir semua area permainan, membatasi pergerakan Gambit, menutup berbagai celah yang bisa jadi kesempatan kemenangan bagi mereka. Akhirnya dari seri best-of-5, permainan selesai 3-0 dengan cukup mudahnya bagi Vici Gaming.

Kompetisi Kiev Minor ini juga diikuti oleh skuad Dota asal Indonesia yaitu BOOM.ID. Sayang, seperti gelaran Minor sebelumnya, BOOM.ID masih belum bisa mendapatkan hasil yang memuaskan. Mereka gagal lolos dari fase grup setelah kalah dua kali: oleh Gambit Esports dan tim Demolition Boys asal Amerika Selatan.

Mengutip laman resmi Dota 2, kini tersisa 5 kompetisi (3 Major 2 Minor) lagi dari rangkaian DPC musim 2018-2019. Akankah BOOM.ID bisa setidaknya menyodok ke posisi 12 agar dapat tampil di Dota 2 The International 2019, yang diadakan bulan Agustus nanti?

Saat ini posisi 12 diisi oleh skuad Dota asal Eropa, Alliance, dengan perolehan sebesar 225 poin DPC. Sementara BOOM.ID mengisi posisi ke-26 dengan perolehan sebesar 40 poin DPC.

Sumber:
Sumber: Twitter @dotasltv

Secara teori, kalau Randy “Dreamocel” Saputra dan kawan-kawan bisa memenangkan setidaknya 2 Minor, mereka otomatis akan menyodok ke posisi 12, dan lolos ke TI 9. Namun dengan catatan, kalau Alliance kalah di awal Minor berikutnya atau mungkin gagal mendapatkan sesuatu di gelaran Major.

Jika teori saya bisa dibuktikan, maka BOOM.ID akan tercatat di sejarah sebagai skuad serta organisasi Indonesia pertama yang bisa unjuk gigi di gelaran Dota 2 The International. Kita selaku penikmat esports Dota tentu hanya bisa mendukung BOOM.ID, agar bisa mencapai mimpi bertanding di kompetisi The International.

Kemenangan Vici Gaming dalam gelaran Kiev Minor memberikan mereka hadiah sebesar US$125.000 (sekitar Rp1,7 milyar) serta sebesar 120 poin DPC. Saat ini Vici Gaming menempati posisi ke-7 pada klasemen Dota 2 Pro Circuit 2018-2019 dengan perolehan 1020 poin DPC.

Mars Media Luncurkan MDL Disneyland Paris Sebagai Major Berikutnya.

Mars Media, salah satu tournament organizer ternama asal Tiongkok, mengonfirmasi bahwa Major berikutnya akan diselenggarakan di Disneyland Paris. Dengan Mars Media selaku penyelenggara, kompetisi Major tersebut tentu hadir membawa brand Mars Dota 2 League atau biasa disingkat MDL.

Kompetisi Major MDL Disneyland Paris ini menorehkan setidaknya dua catatan sejarah. Pertama, ia hadir sebagai event esports Dota pertama yang hadir di Perancis. Kedua, inilah event esports pertama yang hadir di venue seunik juga seikonik taman bermain Disneyland.

Kendati demikian, turnamen ini sebenarnya bukan kali pertama Disney melakukan pendekatan terhadap ekosistem esports. Mengutip Esports Insider, Disney sudah beberapa kali mencoba terjun ke dunia esports, contohnya seperti: menayangkan Overwatch League serta Grand Final Injustice 2 Pro Series di kanal televisi berbayar Disney XD, dan menjalankan kompetisi bertajuk League of Legends Open Tour France pada bulan Desember lalu.

Overwatch League, salah satu kompetisi esports yang pernah ditayangkan oleh Disney. Sumber: Blizzard Press Center
Overwatch League, salah satu kompetisi esports yang pernah ditayangkan oleh Disney. Sumber: Blizzard Press Center

Mars Media sendiri dengan branding kompetisi MDL sebenarnya adalah rekan yang cocok Disneyland Paris, karena kreativitas Mars Media dalam menyelenggarakan MDL. Salah satu bentuk kreativitas Mars Media adalah, lokasi tempat penyelenggarakan MDL yang selalu bisa bikin penikmat esports Dota jadi terbelalak.

Sebelum ini mereka juga baru saja selesai menyelenggarakan MDL Macau 2019, yang dimenangkan oleh Team Liquid setelah menahan gempuran dari tim-tim Asia. Seperti MDL Paris ini, kompetisi tersebut juga diselenggarakan di kota yang unik, yaitu di Macau, Hong Kong, kota yang terkenal sebagai salah satu pusat hiburan di-Asia.

Namun secara historis, MDL sebenarnya belum pernah mengadakan event esports di luar Tiongkok. Selain MDL Macau, event garapan MDL sebelumnya lagi juga berpusat di sekitar Tiongkok; yaitu event MDL Changsa yang diselenggarakan di kota Changsa, ibukota provinsi Hunan, Tiongkok. Jadi, MDL Paris ini sebenarnya percobaan pertama Mars Media menyelenggarakan kompetisi Dota 2 di luar Tiongkok.

Sumber: Twitter @MarsMedia
Selain venue unik, trofi berbentuk Battle Fury jadi keunikan lain dari kompetisi MDL. Sumber: Twitter @MarsMedia

Mengutip Gosugamers, Zhang Yu selaku CEO dari Mars Media menyampaikan sedikit komentarnya terkait kolaborasi ini.

“Kami sangat bangga bisa membawa MDL ke Perancis. Tetapi sebelumnya terima kasih kepada Aymeric Magne beserta jajaran tim Disneyland Paris yang telah membuat kolaborasi ini menjadi nyata. Menurut kami (Mars Media), Disneyland adalah tempat terbaik untuk menjadi venue MDL pertama yang diadakan di luar Tiongkok. Kami tak sabar menantikan kolaborasi seru berikutnya dengan Disneyland Paris, untuk lanjutan ekspansi kami ke pasar esports di barat”

Sementar Aymeric Magne Direktur Disneyland Paris Event Group juga menyampaikan sedikit komentarnya.

“Kami amat sangat bangga bisa menyelenggarakan Dota 2 Major untuk pertama kalinya di Paris, bersama dengan Mars Media. Selama sembilan hari, Disneyland Paris akan menjamu para tim Dota 2 terbaik dari penjuru dunia, dan memberikan para tamu kita pengalaman spektakuler yang hanya bisa dialami di sini. Lebih jauh, event ini adalah bentuk konsolidasi posisi Disneyland Paris sebagai tujuan wisata event, juga tujuan wisata esports utama di Eropa”.

Sumber: Skift
Disneyland tentu akan jadi tempat yang sangat menarik untuk event esports, dan tentunya untuk berlibur setelahnya. Sumber: Skift

Lagi-lagi event esports dengan venue unik yang sebelumnya mungkin tak pernah terbayangkan oleh kita. Sudah sepatutnya hal ini dijadikan contoh bagi para penyelenggara event esports di Indonesia. Sejauh ini salah satu kerjasama yang menarik terkait venue acara, adalah antara liga kasta utama Mobile Legends, MPL, serta Piala Presiden dengan studio televisi Metro TV yang menjadi tempat penyelenggaraan.

Tetapi ke depannya siapa yang tahu? Mungkin bisa saja PUBG Mobile bekerja sama dengan salah satu resort di Bali untuk penyelenggaraan kompetisi tingkat nasional? Kalau benar, hal tersebut tentu akan meningkatkan kualitas produksi event esports, yang tentunya akan semakin menarik minat para sponsor.

MDL Paris Major ini merupakan kompetisi Major ke-4 dari 5 rangkaian kompetisi Major di Dota Pro Circuit musim 2018-2019. Seperti kompetisi Major lainnya, MDL Paris Major akan memperebutkan total hadiah sebesar US$1 juta (sekitar Rp14 milyar) dan juga 15.000 poin Pro Circuit.

WCG 2019 Umumkan Empat Cabang Game yang Akan Dipertandingkan

World Cyber Games 2019 (WCG 2019) mengumumkan Dota 2 sebagai salah satu judul game yang akan dipertandingkan. Sebelum Dota 2, mereka sudah mengumumkan 3 game lain yang akan dipertandingkan, yaitu Clash Royale, Honor of Kings (AOV versi lokal Tiongkok), dan Warcraft III: The Frozen Throne.

Nama WCG sebenarnya sudah tidak asing lagi dalam ekosistem esports, apalagi bagi Anda yang sudah mengikuti (atau mungkin menggeluti) jagat gaming kompetitif sejak lama. Memulai event esports mereka sejak tahun 2000, WCG kerap dianggap sebagai salah satu kompetisi esports bergengsi, setidaknya sampai 2013 kemarin.

Perjalanan panjang WCG menggelar event esports selama 14 tahun akhirnya terpaksa terhenti setelah event terakhir mereka di Kunshan, Tiongkok. WCG  akhirnya vakum selama kurang lebih 5 tahun, sampai akhirnya brand ini diakuisisi oleh pengembang Crossfire, Smilegate, dan bangkit kembali.

Sumber:
Sumber: Engadget.com

Mengutip Esports Insider, WCG berencana bangkit di tahun 2018 lewat sebuah event di Bangkok, Thailand. Event tersebut akhirnya gagal terlaksana, sampai mereka pun akhirnya baru betul-betul bangkit setelah mengumumkan WCG 2019 pada September 2018 lalu. 

WCG kabarnya menggunakan waktu vakum mereka untuk mempersiapkan berbagai hal, demi mengembalikan kejayaan brand kompetisi esports tertua di Asia ini. Kabarnya kompetisi WCG 2019 akan hadir dengan panggung berteknologi tinggi dan konsep hiburan modern. Mereka bahkan merilis lagu tema berjudul ‘Beyond the Game’ pada 13 Februari 2019 lalu, yang dibuat oleh DJ internasional ternama, Steve Aoki.

Menurut informasi, WCG 2019 akan diselenggarakan pada 18 – 21 Juli 2019 mendatang di Xi’an, Tiongkok. Kendati demikian, penyelenggara sepertinya masih sedang menggodok banyak hal. Mencoba menghampiri laman wcg.com, saya melihat beberapa informasi masih belum lengkap seperti: jadwal kualifikasi yang masih kosong, serta dua slot coming soon dalam jajaran game yang akan dipertandingkan.

Sumber:
Seperti WESG, WCG juga menggunakan format layaknya olimpiade. Sumber: WESG Official Sites

WCG awalnya adalah branding event esports milik Korea Selatan, yang disokong secara finansial oleh Samsung. Mirip seperti WESG, kompetisi WCG menggunakan format kompetisi layaknya olimpiade dengan menekankan kebanggaan nasionalisme negara.

Pada zamannya, WCG mempertandingkan judul-judul game terpopuler, seperti: Quake III Arena, Age of Empires II, StarCraft: Brood War, Counter Strike 1.6, DotA mod Warcraft III, dan lain sebagainya.

Kompetisi ini juga sempat diadakan di Indonesia, bahkan terhitung sebagai salah satu event esports terbesar kala itu. WCG diadakan di Indonesia pada 9-13 November 2011 lalu, di Epicentrum Walk, dengan mempertandingkan 16 negara dari Asia termasuk Indonesia.

Sumber:
Babak final WCG 2011 yang diadakan di Busan, Korea Selatan. Sumber: GameSpot

Dengan tren kompetisi esports yang sudah berubah, perjuangan WCG untuk menggelar event esports yang sukses mungkin bakal lebih sulit. Kini kebanyakan pengembang ingin punya kendali atas ekosistem esports mereka sendiri, seperti League of Legends dan Overwatch. Alhasil kebanyakan event esports pihak ketiga cenderung dinilai tidak prestis, karena otoritas tertinggi kompetisi dipegang oleh sang pengembang sendiri.

Namun bukan berarti tak ada kesempatan bagi event esports buatan pihak ketiga seperti WCG. Sebab kalau kita mengintip jagat kompetitif Dota, event seperti MDL Macau 2019 dan ESL Katowice 2019 terbukti masih cukup sukses menarik perhatian komunitas gamers. Padahal kedua event tersebut berjalan tanpa memegang status DPC Major/Minor dan tanpa banyak campur tangan pihak Valve.

Mungkin kembali lagi ke inti dari tayangan esports, di mana konten adalah nilai jual utama. Dengan mendorong format nasionalisme negara, konsep hiburan modern, juga sokongan brand esport sebesar WCG, saya rasa WCG 2019 seharusnya bisa sukses jika eksekusinya berjalan dengan baik.

 

Nike Sponsori Liga League of Legends Tiongkok Selama Empat Tahun

Produk pakaian olahraga ternama, Nike, mengumumkan kerjasama dengan TJ Sports untuk sponsori League of Legends Pro League (LPL). Kerjasama ini berjalan mulai dari 2019 sampai 2022. Dalam perjanjian ini, nantinya semua bagian dari LPL termasuk pemain, pelatih, wasit, dan manajer tim, akan secara eksklusif menggunakan pakaian dan sepatu dari Nike.

Liga LoL Esports regional Tiongkok, LPL, bisa dibilang sebagai salah satu liga kasta utama paling kompetitif, selain dari League of Legends Champions Korea (LCK). Dua regional ini bahkan terkenal selalu menjadi rival dalam jagat kompetitif League of Legends internasional. 

Sumber:
Sumber: Dot Esports

Sampai League of Legends World Championship tahun 2017, rivalitas tersebut masih terjadi cukup sengit, walau tim Tiongkok yang diwakili Royal Never Give Up berakhir gagal masuk babak final.

Bukan cuma dalam soal branding saja, tapi dalam kerjasama ini, Nike juga akan menciptakan program latihan fisik untuk tim dan pemain peserta LPL . Hal ini dilakukan demi meningkatkan kesehatan fisik dan stamina para atlet esports yang bermain di LPL.

Mengutip dari Esports Observer, Nike dan LPL dikabarkan juga akan merancang sebuah lini pakaian bertema “Nike & LPL”. Namun hal ini baru akan tersedia bagi publik setelah gelaran Mid-Season Invitational, yang akan diadakan di Taiwan dan Vietnam pada Mei 2019 mendatang.

Finalis dan juara Worlds 2018, Invictus Gaming, berasal dari liga regional Tiongkok, LPL. Sumber
Finalis dan juara Worlds 2018, Invictus Gaming, berasal dari liga regional Tiongkok, LPL. Sumber: LoL Esports Official Media

Terkait kerjasama ini, Lin “Leo” Song sebagai Co-CEO dari TJ Sports mengatakan “Kerjasama antara Nike dengan LPL ini merupakan kerjasama yang sangat signifikan. Kami sangat tak sabar melihat dukungan Nike kepada atlet esports maupun tim peserta LPL”

Awalnya, kerjasama antara TJ Sports dengan Nike akan berlangsung selama lima tahun dengan nilai sebesar US$144 juta (sekitar Rp2 triliun). Namun hal itu tak terjadi dan perjanjian antara Nike dengan LPL hanya berlangsung untuk 4 tahun. Nilai kerjasama ini ditaksir bernilai US$29 juta (sekitar Rp400 miliar), termasuk investasi uang serta berbagai benefit yang diterima oleh LPL.

TJ Sports merupakan perusahaan joint venture antara Tencent dengan pengembang League of Legends, Riot Games, yang dibuat pada Januari 2019 lalu. Fokus TJ Sports adalah pada sisi bisnis dari jagat kompetitif League of Legends seperti: menggelar turnamen, berkolaborasi dengan esports venue, merekrut serta mengelola para talent.

Kendati Esports jarang menampilkan sang pemain, nyatanya sneakers culture juga melekat di kalangan komunitas gamers terutama para atlet esports. Jadi bukan tidak mungkin kerjasama dengan LPL dengan Nike akan semakin meningkatkan brand imaging mereka di komunitas gamers. Sumber:
Sumber: LoL Esports Official Media

Kerjasama antara produk pakaian olahraga dengan bagian dari ekosistem esports ini sebenarnya bukan yang pertama kali. Sebelumnya juga ada brand Puma yang jalin kerjasama dengan salah satu organisasi esports terbesar di Amerika Serikat, Cloud9.

Namun ini adalah kali pertama ada brand pakaian olahraga mensponsori badan liga esports. Hal ini jadi terdengar cukup janggal, mengingat proporsi tayangan esports terbilang lebih berat dari sisi in-game, dengan hanya sesekali menampilkan para pemainnya. Tetapi siapa yang tahu, bisa jadi kerjasama Nike dengan LPL ini berhasil meningkatkan brand imaging mereka di kalangan komunitas gamers.

Singtel dan SK Telecom Kerjasama Untuk Kembangkan Esports di Asia

Kembangkan sayap lebih lebar, Singtel dan SK Telecom kerjasama tandatangani Memorandum of Understanding (MoU) untuk mengembangkan industri gaming dan esports di Asia.

Nama SK Telecom terbilang sudah tidak asing lagi, apalagi bagi Anda penggemar jagat kompetisi League of Legend. Selain perusahaan telekomunikasi paling besar di Korea Selatan, SK Telecom juga memiliki sebuah tim kuat di liga LoL Korea Selatan. Tim yang diberi nama SKT T1 sempat mendominasi jagat kompetitif LoL internasional beberapa tahun belakangan, serta merupakan tim bagi sang dewa League of Legends, Lee “Faker” Sang-hyeok.

Sumber:
Faker, dewa di jagat kompetitif LoL, midlaner tim SK Telecom T1. Sumber: Dexerto

Walau kerjasama ini terjadi dengan perusahaan telekomunikasi asal Singapura, tapi bukan berarti kerjasama ini tidak ada hubungannya dengan industri gaming maupun esports di Indonesia.

Selain merupakan salah satu perusahaan telekomunikasi terbesar di Singapura, Singtel juga merupakan perusahaan induk dari beberapa perusahaan telekomunikasi Asia Tenggara. Salah satu perusahaan yang juga termasuk dalam naungan Singtel Group adalah perusahaan telekomunikasi terbesar di Indonesia, Telkomsel.

Janji Singtel untuk kembangkan industri gaming dan esports di Asia sebenarnya sudah sempat terjadi sebelumnya. Ketika itu dalam gelaran event esporst PVP Esports Championship, Singtel menandatangani sebuah nota kesepahaman dengan para rekanannya yang berasal berbagai regional yaitu Optus (Australia), Airtel (India), AIS (Thailand), Globe (Filipina), dan tentunya Telkomsel (Indonesia).

Mengutip Esports Insider, Singtel dan SK Telecom akan berkolaborasi untuk saling berbagi, menggunakan platform serta channel yang mereka miliki untuk meningkatkan kualitas event esports serta liga regional, dan menyediakan konten orisinil dan/atau pihak ketiga yang sudah dikurasi untuk portal lokal masing-masing.

Mengingat adanya keterkaitan antara Singtel dengan Telkomsel, saya mencoba mewawancara Rezaly Surya Afhany, selaku Manager Local Developer, Games and Apps Division, Telkomsel

Menurut Rezaly, kerjasama ini kemungkinan bakal mengarah ke dalam penguatan, serta sharing experience gaming business platform pada 2 perusahaan tersebut seperti: direct carrier billing, special data package, media and esports.

“Ini masih baru dalam tahap nota kesepahaman, intinya adalah Singtel Ingin melebarkan sayap lebih besar di Asia. Kami sendiri dalam internal Telkomsel belum menerima informasi lebih lanjut, jadi saya juga belum bisa berkomentar lebih banyak.” Rezaly menambahkan.

Sumber:
Rezaly Surya Afhany (Paling kanan), Manager Local Developer divisi Games and Apps dari Telkomsel, saat menghadiri konfrensi pers Mineski Event Team. Sumber: Duniagames

Sejauh ini Telkomsel, lewat branding Dunia Games, punya andil cukup besar dalam mengembangkan ekosistem esports di Indonesia. Bentuk andil Telkomsel dalam ekosistem esports Indonesia di antaranya adalah: helatan Indonesia Games Championship, membuat tim esports AOV bertajuk DG Esports, serta menggelar sebuah liga amatir bertajuk DG League dan DG Campus League.

Kalau benar nantinya kerjasama antara SK Telecom dengan Singtel juga berdampak kepada ekosistem esports Indonesia, ini tentu akan menjadi sebuah berita baik. Saya pribadi mengharapkan hal ini bisa mendorong kemajuan esports di tanah air Indonesia lebih cepat lagi, jika benar terjadi.