Biaya Liga Franchise LCK Dikabarkan Mencapai 175 Miliar Rupiah

Tanggal 6 April 2020 kemarin, diumumkan bahwa liga LoL Korea Selatan (LCK) berubah model dari promosi-relegasi menjadi sistem liga tertutup atau franchise model di tahun 2021. Perubahan ini menjadi berita yang cukup besar, karena LCK terbilang sebagai salah satu kiblat skena kompetitif League of Legends internasional.

Ketika diumumkan, besaran harga untuk memasuki liga ini masih belum diinformasikan, tetapi Gen.G sudah memiliki indikasi keingingan untuk masuk ke dalamnya. 17 Juni 2020 kemarin, Esports Observer akhirnya mendapatkan informasi bahwa biaya liga franchise LCK adalah sebesar 10 miliar Won Korea (sekitar 116 miliar Rupiah) untuk tim yang bertanding di LCK sebelumnya.

Untuk tim yang ingin memasuki LCK, biaya investasi yang harus dibayarkan akan lebih besar, yaitu sekitar 12 hingga 15 miliar won Korea (sekitar 140 hingga 175 miliar Rupiah). Namun, Esports Observer mengatakan bahwa besaran biaya tersebut masih dalam diskusi bersama dengan para pemangku kepentingan, yang berpendapat biaya investasi untuk pendatang baru seharusnya lebih tinggi lagi. Secara kasar, biaya ini terbilang lebih murah. Ini mengingat LCS (liga LoL AS) bahkan mematok biaya yang lebih besar, yaitu US$25 juta (sekitar 354 miliar Rupiah) pada tahun 2017.

Dengan perubahan sistem ini, maka LCK akan menghilangkan sistem promosi-relegasi. Sebagai gantinya, LCK akan menghadirkan liga akademi, sistem bagi hasil keuntungan liga kepada tim peserta, dan ketentuan minimal gaji tahunan bagi pemain tim peserta LCK sebesar 60 juta won Korea (sekitar 698 juta Rupiah).

Melihat perubahan sistem dan rekam jejak 10 tim peserta LCK sebelumnya, mungkin setidaknya sudah ada 2 tim yang kemungkinan besar masuk ke dalam liga. Dua tim tersebut adalah T1 yang juga dimiliki oleh Comcast Spectator, dan tentunya Gen.G Esports yang memiliki Dennis Wong dan Silicon Valley Bank sebagai investor.

Sumber: LCK Official
Tim peserta LCK Spring 2020. Sumber: LCK Official

Selain tim dari Korea Selatan sendiri, dikabarkan bahwa tim luar Amerika Serikat juga memiliki ketertarikan untuk masuk ke dalam liga LCK. Masih dari Esports Observer yang mengutip dari media lokal Korea, Fomos, ada dua organisasi esports asal Amerika Utara yang mengirimkan surat tanda ketertarikan. Dua organisasi tersebut adalah NRG Esports dan FaZe Clan.

Kira-kira bagaimana dampak perubahan sistem ini terhadap skena kompetitif League of Legends di Korea Selatan? Satu kemungkinan yang bisa terjadi adalah, kita juga akan melihat organisasi esports asal barat, turut mengikuti liga LoL asal Korea Selatan tersebut.

Fnatic Bekerja Sama dengan Loco dalam Ekspansinya di India

Baru-baru ini Fnatic mengumumkan kerja samanya dengan aplikasi layanan streaming asal India, Loco. Langkah yang diambil baru-baru ini menunjukkan keseriusan tim esports tersebut untuk berekspansi di pasar esports Asia Selatan.

Belakangan ini memang region Asia Selatan seakan menjadi hemisfer baru di skena esports internasional. Fnatic memulai langkah ekspansi di India dengan mengakusisi tim PUBG Mobile XSpark di akhir tahun 2019.

via: Instagram fnatic_pubgm
via: Instagram fnatic_pubgm

Tentu saja ekspansi Fnatic ke India bukan tanpa sebab. Skena esports India memang terbilang cukup menarik dan potensial. Selain dari jumlah demografi, penggemar esports di India memiliki antusiasme yang tinggi. Hal ini terlihat dari perkembangan mobile esports di India.

Mengutip pernyataan dari Nimish Raut, Pimpinan Fnatic India, “Fnatic akan berdedikasi untuk menghibur para penggemar dengan konten gaming yang baru dan segar.”

via: instagram fnatic_pubgm
via: instagram fnatic_pubgm

Adapun Loco adalah aplikasi layanan stream yang berfokus pada konten esports. Loco merupakan salah satu lini produk yang dibesut oleh perusahaan media dan digital entertainment Pocket Aces. Semenjak didirikan di tahun 2013, Pocket Aces sudah mempunyai pengalaman membangun audiens digital India melalui konten.

Dengan adanya jalinan kerja sama antara Fnatic dan Loco, mereka berharap dapat mengembangkan konten esports yang lebih variatif dan menyenangkan bagi pasar India. Seluruh roster tim Fnatic India secara otomatis bergabung menjadi streamer di aplikasi Loco bersama dengan deretan gaming personalities kenamaan India.

Rencananya, konten eksklusif Fnatic dan turnamen akan menjadi proyek yang segera dikerjakan keduanya. Inovasi yang ingin dilakukan Fnatic bersama Loco adalah untuk mendekatkan esports menjadi bagian dari lifestyle di India.

via: YouTube
via: YouTube

Dalam pernyataannya, Anirudh Pandita and Ashwin Suresh, pendiri Pocket Aces, “Fnatic dan Pocket Aces memiliki visi yang sama untuk membangun ekosistem esports yang berkelanjutan di India.”

Lebih jauh lagi tentang pencapaian Loco, sebagai salah satu efek dari pandemi yang terjadi, jumlah streamers gaming dan esports mengalami penambahan yang signifikan. Hal ini membuktikan bahwa Loco menjadi platform pilihan yang dapat mempertemukan kreator konten gaming dan esports dengan penggemarnya.

Buat Tweet Rasis, Pemain Pro Ini Dilarang Ikuti Capcom Pro Tour Seumur Hidup

Pada hari Sabtu, 13 Juni 2020, pemain profesional Ryan “FChampion” Ramirez mengunggah foto semangka ke Twitter dengan tagar #WatermelonLivesMatter. Tweet itu mengundang kemarahan fans fighting game karena dianggap meremehkan gerakan Black Lives Matter, yang memperjuangkan kesetaraan hak untuk orang-orang berkulit hitam di Amerika Serikat. Dia lalu menghapus tweet tersebut dan meminta maaf. Meskipun begitu, Capcom tetap memutuskan untuk melarang Ramirez ikut serta dalam Capcom Pro Tour dan Street Fighter League.

“Dengan ini, kami menyatakan bahwa Ryan ‘FChamp’ Ramirez dilarang untuk ikut serta dalam semua kegiatan esports di bawah Capcom, termasuk Capcom Pro Tour dan Street Fighter League karena telah melanggar peraturan yang telah kami tetapkan terkait perilaku pemain,” kata Capcom melalui Twitter. “Larangan ini bersifat global dan berlaku untuk semua turnamen dan kegiatan esports yang kami adakan di seluruh dunia.”

pemain pro rasis
Ryan “FChamp” Ramirez pernah memenangkan EVO 2012. | Sumber: Liquipedia

Dalam dunia esports, Ramirez menggunakan julukan “FChamp”, yang merupakan singkatan dari “Filipino Champ”. Dia adalah salah satu pemain Marvel vs. Capcom paling sukses dalam sejarah. Pada 2012, dia memenangkan Evolution Championship Series (EVO) untuk game Ultimate Marvel vs. Capcom 3, yang dibuat oleh Capcom. Dia juga mencoba untuk berkompetisi di Street Fighter IV dan Street Fighter V. Pada 2016, dia lolos babak kualifikasi dari Capcom Cup untuk Street Fighter V. Pada tahun berikutnya, dia duduk di posisi 7/8 dalam EVO 2017 untuk game Street Fighter V.

Sepanjang karirnya, Ramirez memang dikenal dengan kebiasaannya untuk menghina musuhnya. Terkait larangan Capcom ini, Ramirez percaya, hal itu tidak lebih dari PR stunt dengan tujuan untuk menunjukkan bahwa perusahaan game itu peduli akan isu kesetaraan. Pasalnya, dia mengaku, dia tidak pernah ikut serta dalam Capcom Pro Tour selama dua tahun belakangan.

Kematian George Floyd, seorang pria berkulit hitam, pada akhir Mei 2020 mendorong warga Amerika Serikat untuk melakukan protes, menuntut kesetaraan hak bagi orang-orang berkulit hitam. Gerakan ini mendorong sejumlah publisher game berjanji untuk lebih aktif dalam mengatasi masalah rasisme di komunitas game mereka. Selain itu, sejumlah perusahaan game memiliki inisiatif untuk memberikan donasi bagi kaum minoritas.

Sumber: ESPN, GamesIndustry

Sumber header: PCMag

Sepekan Alpha Test, Wild Rift Sudah Dapatkan Balancing Patch

Pekan lalu, tepatnya 6 Juni 2020, fase Alpha Test dari game mobile League of Legends, yaitu Wild Rift, sudah dimulai untuk Filipina. Walau masih Alpha Test, namun antusiasme komunitas Filipina dan Asia Tenggara terlihat sangat tinggi terhadap game ini, terbukti lewat banyaknya konten yang tercipta selama masa tersebut, dan jumlah penonton.

Setelah satu pekan, dan eksperimen yang dilakukan penerima Alpha Test Wild Rift, Riot Games gerak cepat, dan meluncurkan balancing perdana. Lewat sebuah twit, Riot Games mengumumkan apa saja yang akan diubah, dan alasan atas perubahan tersebut.

Salah satu yang berdampak cukup besar adalah perubahan untuk Turret/Tower. Memang selama Alpha Test, banyak yang berpendapat bahwa Turret/Tower di Wild Rift terlalu lemah dan terlalu mudah untuk dijebol. Namun, alasan kenapa Turret lebih mudah dijebol di Wild Rift sebenarnya masuk akal, karena game ini dirancang untuk dapat selesai dalam durasi kisaran 15-20 menit.

Namun pada akhirnya Riot menambah kuat sedikit Turret di Wild Rift agar tetap dapat dijebol dengan mudah, namun tidak terlalu cepat. Perubahan yang dilakukan adalah penambahan damage serangan dan pertahanan Turret jika ia di-backdoor. Selain itu Riot juga meningkatkan tingkat pertahanan Turret dalam, dari tadinya tingkat damage reduction hanya 35 persen saja, menjadi 50%.

Selain dari itu, total ada 5 Champion yang menerima balancing pada Wild Rift Alpha Patch Notes 16 Juni ini. Gragas mendapat buff setelah melihat Mana miliknya terlalu cepat habis, dan damage Barrel Roll serta Drunken Rage terlalu lemah. Ezreal juga mendapat buff, yaitu damage serta rasio AD Mystic Shot ditingkatkan.

Sementara itu, 3 Champion lain diberikan nerf. Pertama Master Yi, dengan mengurangi efek Wuju Style yang selama ini memberi damage terlalu besar. Kedua Vayne, yang damage-nya terlalu besar, karena efek aktif Silver Bolts memberi bonus attack speed terlalu besar. Lalu Jinx, yang juga jadi terlalu mematikan karena punya attack speed yang terlalu tinggi.

Selain nerf dan buff, Riot Games juga memberikan daftar Watchlist. Daftar ini berisikan hero dan juga mekanisme permainan yang sejauh ini dianggap masih baik-baik saja, namun sudah mendapat banyak feedback dari komunitas.

Untuk sementara ini, Smite, Blitzcrank, Nani, Champion Marksmen, dan Jax sedang diawasi, karena sudah mendapat feedback dari komunitas, namun masih terlihat aman sejauh ini. Lebih lengkap Anda dapat melihat twit dari akun resmi wildrift.

Menurut laman resmi, Wild Rift direncanakan rilis akhir tahun 2020 ini. Namun, semoga saja ada kejutan seperti yang dilakukan Riot Games saat merilis VALORANT lebih dini dari yang sudah dijadwalkan.

IESF Gandeng Federasi SMA Global untuk Tingkatkan Kesadaran Pentingnya Kesehatan Mental

Industri esports telah berkembang pesat. Kini, menjadi atlet esports adalah mimpi yang bisa dicapai. Sayangnya, menjadi atlet esports tidak semudah yang banyak orang bayangkan. Salah satu masalahnya adalah beban mental yang dihadapi oleh para pemain esports profesional. International Esports Federation (IESF) dan International School Sports Federation (ISF) baru saja menanadatangani memorandum of understanding (MOU). Tujuan kerja sama ini adalah untuk mengajak para pemain esports yang masih duduk di bangku SMA untuk membangun gaya hidup yang sehat.

“Kami percaya, kerja sama antara IESF dan ISF akan menghasilkan dampak positif pada kesehatan, kompetisi, dan hiburan untuk para generasi muda,” kata Vlad Marinescu, President IESF, dikutip dari Esports Insider. “Kami harap, pencapaian kami berdua akan menjadi contoh yang baik tidak hanya untuk para generasi muda, tapi juga semua gamer di dunia.” Dia menjelaskan, selama ini, baik IESF dan ISF memiliki tujuan yang sama, yaitu untuk mendorong generasi muda lebih aktif berolahraga. Melalui kolaborasi ini, mereka akan mengadakan program untuk mendorong para gamer muda agar mereka bermain game dengan bertanggung jawab dan tetap memerhatikan kesehatan mereka.

IESF SMA
Semakin banyak kompetisi esports diadakan untuk pelajar SMA. | Sumber: CNN

IESF adalah lembaga esports nirlaba global asal Korea Selatan yang didirikan pada 2008. Sekarang, mereka telah memiliki 56 negara sebagai anggota. Pada November 2019, mereka baru saja memilih anggota dewan baru. Sebelum berkolaborasi dengan ISF, IESF juga telah menandatangani perjanjian kerja sama dengan Asian Electronic Sports Federation pada Maret 2020 dan dengan World Esports Consortium pada Mei 2020.

“Kami merasa, kerja sama ini adalah cara yang inovatif untuk mendorong generasi muda lebih aktif dalam berolahraga dan menjaga kesehatan fisik, mental, dan sosial mereka,” kata Laurent Petrynka, President ISF. “Untuk mencapai semua itu, ISF dan IESF akan mengadakan sejumlah kompetisi di masa depan. Kami dan IESF memiliki semangat yang sama dan kami akan membangun era esports baru bagi para siswa di seluruh dunia.”

Kompetisi esports memang kini juga mulai menjamur di tingkat SMA dan universitas, termasuk di Indonesia. Pada tahun lalu, federasi esports SMA Amerika Serikat dan Jepang bekerja sama untuk mengembangkan esports di tingkat SMA.

Anda Bisa Tonton NBA 2K League di eGG Network

NBA 2K League mengumumkan kerja sama dengan channel televisi gaming dan esports asal Malaysia, eGG Network. Sayangnya, tidak diketahui berapa nilai kerja sama antara keduanya. Satu hal yang pasti, mulai 16 Juni 2020, warga Indonesia, Malaysia, Thailand, Filipina, Myanmar, dan Australia akan dapat menonton NBA 2K League di eGG Network. Selain pertandingan rutin dari NBA 2K League, eGG Network juga akan menyiarkan tiga turnamen lainnya. Namun, belum diketahui kapan ketiga turnamen tersebut akan diadakan.

Pandemi virus corona membuat banyak pertandingan olahraga dibatalkan, termasuk basket. Selain NBA 2K League yang mengadu pemain profesional, 2K, NBA, dan National Basketball Players Association (NBPA) memutuskan untuk mengadakan NBA 2K Players Tournament. Seperti namanya, turnamen tersebut akan mengadu 16 pemain basket profesional dalam game NBA 2K20. Turnamen itu akan disiarkan di ESPN dan ESPN2.

tonton NBA 2K League
NBA 2K League kini disiarkan di eGG Network.

Melalui kerja sama dengan eGG Network, NBA 2K League akan dapat menjangkau penonton baru, menurut Esports Insider. Saat ini, eGG Network mengaku bahwa mereka telah menyiarkan lebih dari 2.000 jam konten esports secara live di channel mereka. Sebelum berkolaborasi dengan eGG Network, NBA 2K League juga telah menjalin kerja sama dengan perusahaan lain, seperti toko retail game GameStop, pembuat memorabilia Jostens, perusahaan software SAP, dan pembuat jam asal Swiss, Tissot.

Sementara itu, eGG Network juga menyiarkan beberapa turnamen esports lain, termasuk kompetisi Counter-Strike: Global Offensive yang diadakan oleh BLAST dan The Race All-Star Esports Battle dari Torque Esports, yang juga disiarkan di Eurosport.

Seperti yang disebutkan oleh The Esports Observer, NBA 2K League bukanlah turnamen esports paling populer di kalangan fans competitive gaming. Salah satu buktinya adalah viewership untuk NBA 2K League di Twitch tidak terlalu tinggi jika dibandingkan dengan konten game esports lainnya, seperti League of Legends atau Counter-Strike: Global Offensive.

Namun, karena banyak pertandingan olahraga yang dibatalkan, channel televisi olahraga kesulitan untuk mencari konten olahraga. Jadi, mereka mulai tertarik untuk menampilkan konten esports di channel mereka. Sebelum ini, FOX Sports juga memutuskan untuk menyiarkan eNASCAR iRacing Pro Invitational Series.

Rainbow Six Siege Operation Steel Wave Perkenalkan Ace dan Melusi

Setelah beberapa saat, Ubisoft akhirnya umumkan konten terbaru untuk Rainbow Six Siege dalam tajuk Operation Steel Wave. Seperti sebelum-sebelumnya, judul Operation mencirikan kemampuan dari dua Operator yang dikenalkan dalam update terbaru ini.

Contohnya Operation Void Edge yang rilis Februari 2019 lalu. Kata Void menjadi simbol bagi Operator Iana, yang bisa menghilang (Void) layaknya pindah ke dimensi lain. Lalu kata Edge menjadi simbol bagi Wamai, yang melatih kemampuan tubuh hingga melebihi rata-rata Operator (Edge), sehingga ia seakan kebal rasa sakit dan bisa menembus berbagai tembok dengan tubuhnya saja.

https://twitter.com/Rainbow6Game/status/1272576985097699328

Kali ini, Operation Steel Wave kembali memperkenalkan dua Operator baru lagi, yaitu Havard Haughland yang dijuluki Ace, dan Thandiwe Ndlovu yang dijuluki Melusi. Ace adalah Operator Attacker yang mewakili kata Steel. Punya Gadget bernama S.E.L.M.A, Ace tergolong sebagai hard breacher, karena alat miliknya bisa digunakan untuk menjebol reinforced wall.

Cara kerja S.E.L.M.A mirip gadget milik Thermite, yang harus dilemparkan/dipasang dari jarak dekat. Dengan status two-speed/two-armor, Ace menjadi operator yang fleksibel, dapat dengan gesit melakukan rotasi sembari melakukan entry ke area-area yang penting di dalam map.

Melusi adalah Operator Defender yang mewakili kata Wave. Ia memiliki Gadget bernama Banshee Sonic Defense. Gadget ini ditempelkan di tembok untuk menjadi jebakan. Jika ada musuh yang melewati Banshee, maka alat tersebut akan mengeluarkan suara sangat keras, dan membuat sang musuh jadi bergerak dengan lambat. Melusi punya status three-speed/one-armor. Jadi hati-hati jika Anda terjebak Banshee, Melusi bisa segera mendengarnya, dan rotasi ke tempat Anda berada.

Selain dua Operator baru, Operation Steel Wave juga membawa update pada beberapa hal. Ada rework untuk map House, perubahan untuk Operator Amaru, sistem rank yang disatukan, skin Elite Echo, penurunan harga empat Operator, skin khas Operation Steel Wave, dan tentunya Operator Balancing.

Update ini sendiri dirilis 16 Juni pukul 12 siang EDT (Eastern Daylight Time) atau 16 Juni pukul 11 malam WIB (Waktu Indonesia Barat). Akankah dua Operator ini akan kembali mengubah meta permainan di dalam Rainbow Six Siege nantinya?

VALORANT Ignition Series, Rangkaian Turnamen Kolaborasi Riot Games Dengan Komunitas

Rilis 2 Juni 2020 lalu, game FPS besutan Riot Games ini segera mendapat penerimaan yang positif. Walau jumlah penontonnya di Twitch menurun, namun game ini tetap memiliki antusiasmenya tersendiri, bahkan sampai menarik perhatian sosok-sosok komunitas FPS di Indonesia. Dengan latar belakang nama besar Riot Games yang sukses membawa League of Legends menjadi esports global, pengembang asal California ini jadi mengemban beban untuk dapat membawa VALORANT mencapai titik kesuksesan yang sama.

Sebelumnya, Riot sudah sempat umumkan bahwa mereka tidak akan tangani turnamen esports VALORANT sendiri untuk sementara waktu. Namun bukan berarti Riot Games lepas tangan sepenuhnya, karena baru-baru ini mereka mengumumkan sebuah rangkaian kompetisi yang diberi nama VALORANT Ignition Series.

Sumber: VALORANT Official
Sumber: VALORANT Official

Anda penggemar fighting game mungkin sudah terbiasa dengan format ini. VALORANT Ignition Series ibarat seperti Capcom Pro Tour di Street Fighter V atau Tekken World Tour di Tekken 7. Jadi dalam Ignition Series, penyelenggara pihak ketiga diperkenankan membuat turnamen Valorant mereka masing-masing. Para penyelenggara lalu diperkenankan untuk mengajukan turnamen ini kepada Riot Games agar turnamen besutannya diberi lisensi dan masuk dalam rangkaian Ignition Series; seperti IFGC Max yang mendapat lisensi Challenger Event pada rangkaian TWT 2020.

Pada laman khusus VALORANT Ignition Series, Riot Games mengatakan “VALORANT Ignition Series adalah langkah pertama setelah peluncuran game, untuk memfasilitasi laga kompetitif yang terorganisir. Rangkaian ini membebaskan penyelenggara pihak ketiga untuk bereksperimen dengan ragam format dan bentuk kompetisi, agar nantinya bisa menjadi fondasi bagi skena kompetitif Valorant.”

Dalam rangkaian ini, Riot Games mengumumkan dua kompetisi terlebih dahulu, yaitu G2 Esports VALORANT Invitational untuk regional Europe, Middle East, Africa (EMEA) dan RAGE, turnamen VALORANT dari Jepang. Dua kompetisi tersebut diselenggarakan pada tanggal yang sama yaitu dari 19-21 Juni 2020 mendatang.

Riot juga menjelaskan bahwa mereka telah bekerja sama dengan lebih dari 20 organisasi esports di seluruh dunia. Jadi, walau saat ini hanya ada dua turnamen yang diumumkan, namun kita akan melihat rangkaian Ignition Series lainnya yang diselenggarakan di Amerika Utara, Brazil, Amerika Latin, Korea Selatan, Jepang, Asia Tenggara, Oseania, Eropa, Rusia, Turki, dan Timur Tengah.

Terkait esports VALORANT untuk regional Asia Tenggara dan Indonesia, Justin Hulog General Manager Southeast Asia and Taiwan for Riot Games, sempat mengungkap rencana yang ia pikirkan lewat sebuah wawancara eksklusif yang saya lakukan.

Justin mengatakan bahwa salah satu fokus yang ingin ia capai untuk tahun ini adalah memastikan ekosistem VALORANT di Asia Tenggara memiliki tim dan liga lokal yang kuat. “Agar jika nanti menjadi besar, esports VALORANT tak hanya sukses untuk sesaat, tetapi juga bisa berkelanjutan sampai jangka panjang.” Tambahnya.

Melihat hal ini, apakah artinya penyelenggara turnamen lokal punya kesempatan untuk mengajukan rencana turnamen VALORANT miliknya kepada Riot Games untuk jadi bagian dari Ignition Series?

Apa Sajakah Sumber Pendapatan dan Pengeluaran Tim Esports?

Industri esports kini semakin diakui oleh masyarakat, khususnya di tengah pandemi. Seiring dengan meningkatnya popularitas esports, semakin besar pula pemasukan industri esports. Salah satu pelaku utama dalam industri esports, tentu saja, adalah organisasi atau tim esports. Tanpa keberadaan pemain dan tim profesional, industri esports tidak akan ada.

Newzoo memperkirakan industri esports bernilai Rp15,4 triliun pada 2020. Pada akhir 2019, Forbes membuat daftar 12 organisasi esports dengan valuasi tertinggi. Semua organsiasi yang ada di daftar tersebut memiliki valuasi lebih dari US$100 juta. Dua organisasi yang duduk di posisi nomor satu, Team SoloMid (TSM) dan Cloud9, sama-sama memiliki valuasi sekitar US$400 juta.

Pertanyaannya, kok bisa? Memang, organisasi esports dapat pemasukan dari mana?

Pemasukan

Organisasi esports beroperasi layaknya startup, seperti yang disebutkan oleh HotSpawn. Saat ini, mereka belum menghasilkan laba. Hal ini merupakan salah satu alasan mengapa sejumlah organisasi esports berusaha untuk mencari dana dari para investor, seperti yang dilakukan oleh EVOS Esports tahun lalu. Memang ada investor yang mau menanamkan modal di organisasi esports? Ada. Dan jumlahnya terus bertambah. Sekarang, organisasi esports dianggap tengah berada di tahap membangun fanbase. Ke depan, para investor percaya, organisasi esports akan bisa memonetisasi audiens esports.

Tentu saja, organisasi esports tak bisa hanya menggantungkan diri pada modal dari investor. Mereka juga memiliki beberapa sumber pendapatan lain. Berikut penjelasannya.

Sponsorship

Sponsorship menjadi salah satu sumber pemasukan utama bagi organisasi esports. Menurut laporan GamingStreet, 90 persen dari total pemasukan organisasi esports berasal dari sponsorship. Jenis sponsorship beragam. Ada sponsor yang ingin agar logo atau nama mereknya tertempel di jersey pemain — sama seperti merek Etihad yang terpasang pada jersey pemain Manchester City. Sayangnya, jika dibandingkan dengan sepak bola atau basket, pemasangan logo pada jersey atlet esports tidak terlalu efektif. Karena, dalam pertandingan esports, kamera justru jarang menyorot para pemain. Biasanya, pertandingan esports fokus pada tampilan in-game.

Beberapa merek non-endemik yang menjadi sponsor esports. | Sumber: The Esports Observer
Beberapa merek non-endemik yang menjadi sponsor esports. | Sumber: The Esports Observer

Mengetahui hal itu, ada juga sponsor yang ingin menjalin kerja sama dalam membuat konten di media sosial. Memang, jika dibandingkan dengan atlet olahraga tradisional, atlet esports jauh lebih aktif di dunia internet. Organisasi esports selalu memiliki akun di berbagai media sosial. Para pemain profesional juga biasanya memiliki akun sendiri. Mereka juga cukup aktif berinteraksi dengan para fans, mulai dari sekadar membuat unggahan di media sosial sampai melakukan lives streaming, Melalui kerja sama ini, sponsor bisa menjangkau generasi milenial dan Gen Z, yang dikenal sulit dijangkau karena mereka lebih memilih mengonsumsi konten di internet daripada menonton televisi atau mendengarkan radio.

Hadiah Turnamen

Selain sponsor, sumber pemasukan lain bagi organisasi esports adalah hadiah turnamen. Seiring dengan semakin populernya esports, semakin besar juga total hadiah yang ditawarkan dalam sebuah kompetisi esports. Misalnya, The International, turnamen Dota 2 paling bergengsi di Indonesia, menawarkan total hadiah yang terus naik dari tahun ke tahun. Pada 2019, total hadiah The International mencapai lebih dari US$34 juta. Berdasarkan data dari Esports Earnings, The International telah menjadi turnamen esports dengan total hadiah terbesar selama lima tahun berturut-turut, yaitu sejak 2015. Contoh lainnya adalah Fortnite World Cup (FWC), yang menawarkan total hadiah US30 juta.

Memang, selain dua turnamen itu, tidak ada turnamen esports lain yang menawarkan hadiah lebih dari US$10 juta. League of Legends World Championship pada 2018 — yang merupakan turnamen esports dengan total hadiah terbesar ke-9 setelah TI dan FWC — “hanya” menawarkan total hadiah sebesar US$6,45 juta. Meskipun begitu, ada puluhan turnamen esports yang menawarkan total hadiah setidaknya US$1 juta.

10 turnamen esports dengan total hadiah terbesar. | Sumber: Esports Earnings
10 turnamen esports dengan total hadiah terbesar. | Sumber: Esports Earnings

Soal pembagian hadiah turnamen, setiap organisasi esports biasanya memiliki ketentuan masing-masing. Di Indonesia, EVOS dan RRQ sama-sama mengatakan bahwa sebagian besar total hadiah yang mereka menangkan menjadi hak para pemain. Sebagai perbandingan, EVOS mendapatkan setidaknya Rp6 miliar di 2019 dan RRQ Rp5,7 miliar dari total hadiah turnamen selama satu tahun. Angka tadi belum menghitung pembagian antara jatah manajemen dengan para pemainnya.

Lain halnya dengan organisasi esports yang berlaga di liga League of Legends Championship Series (LCS) di Amerika Utara. Sebagian besar dari hadiah yang tim menangkan biasanya masuk ke kas tim.

Semua tim yang berlaga di LCS berhak mendapatkan 32,5 persen dari total pemasukan liga tersebut. Setengahnya dibagikan secara merata pada semua tim. Sementara setengah sisanya akan dibagi berdasarkan kontribusi masing-masing tim dalam view dan interaksi dengan penonton.

Jadi, semakin banyak orang yang menonton pertandingan sebuah tim sepanjang liga, semakin besar pula pemasukan yang tim dapatkan. Mengingat LCS menggunakan model franchise, tidak sembarangan tim bisa ikut dalam LCS. Menariknya, hanya tim yang memiliki strategi untuk mengembangkan fanbase mereka yang diizinkan untuk ikut serta dalam LCS.

Merchandise

Sama seperti olahraga tradisional, tim esports juga mulai menjual merchandise untuk para fans mereka. Sayangnya, perilaku para fans esports dalam membeli merchandise dari tim favoritnya berbeda dengan fans olahraga tradisional.

Dalam riset berjudul “Comparison of eSports and Traditional Sports Consumption Motives” yang ditulis oleh Donghun Lee, Ball State University dan Linda J. Schoenstedt, Xavier University, dijelaskan bahwa fans esports biasanya tidak menghabiskan banyak uang untuk membeli merchandise dari tim favorit mereka. Meskipun begitu, penjualan merchandise tetap bisa menjadi salah satu sumber pemasukan organisasi esports.

Merchandise dari 100 Thieves. | Sumber: Twitter
Merchandise dari 100 Thieves. | Sumber: Twitter

Di Indonesia, EVOS Esports bahkan membuat toko merchandise sendiri. Alasan mereka karena tingginya permintaan fans akan merchandise EVOS. Memang, pada Mobile Legends Professional League ID S4 dan M1, EVOS berhasil menjual merchandise mereka sampai habis dan mendapatkan Rp150 juta. Namun, jika dibandingkan dengan total hadiah dari turnamen yang dimenangkan oleh EVOS — yang mencapai lebih dari Rp6 miliar — angka penjualan merchandise itu terasa sangat kecil.

Di dunia, masing-masing tim esports memiliki caranya sendiri dalam menjual merchandise. Salah satu organisasi esports yang menggunakan metode unik adalah 100 Thieves. Daripada menjual merchandise secara massal, 100 Thieves berusaha untuk menjadikan merchandise mereka barang eksklusif, yang justru semakin diminati ketika harganya semakin mahal. Caranya, mereka menjual merchandise dalam jumlah terbatas. Menariknya, metode ini sukses. Biasanya, merchandise 100 Thieves akan habis terjual dalam waktu kurang dari 30 menit.

Hanya saja, jika dibandingkan dengan nilai penjualan merchandise tim olahraga tradisional, seperti sepak bola, pendapatan organisasi esports dari merchandise relatif lebih kecil. Namun demikian, paradigma fans esports yang kalah loyal dengan fans olahraga mungkin bisa jadi dipatahkan jika program paid membership EVOS yang diluncurkan tahun ini sukses besar.

Selain perbedaan perilaku fans, alasan lainnya adalah karena stadion yang digunakan untuk menyelenggarakan pertandingan esports biasanya memiliki kapasitas yang jauh kecil dari stadion untuk olahraga tradisional. Sebagai perbandingan, Intel Extreme Masters, salah satu turnamen esports tahunan paling bergengsi, diadakan di Spodek yang memiliki kapasitas 11.500 orang. Sementara itu, Camp Nou, stadion Barcelona memiliki kapasitas 99.354 tempat duduk.

Konten dan Streaming

Saat ini, sebagian besar pemasukan organisasi esports memang berasal dari sponsorship. Namun, seiring dengan munculnya tim-tim esports baru, pada satu titik, jumlah sponsor tak lagi memadai untuk menyokong semua organisasi esports yang ada. Jadi, organisasi esports harus bisa mencari sumber pemasukan lainnya, seperti melalui iklan. Untuk bisa menarik pengiklan, sebuah organisasi esports harus bisa mendapatkan fanbase yang cukup besar. Caranya, dengan menyediakan konten menarik secara rutin.

Jika dibandingkan dengan atlet atau tim olahraga tradisional, pemain profesional dan organisasi esports sangat akrab dengan dunia digital. Seperti yang saya tuliskan sebelumnya, setiap organisasi esports pasti memiliki akun media sosialnya masing-masing yang memungkinkan mereka untuk berinteraksi langsung dengan para fans. Beberapa organisasi esports bahkan memiliki divisi khusus yang menaungi streamer untuk membuat konten. Berbeda dengan atlet esports yang dituntut untuk memberikan performa terbaik, streamer bertugas untuk membuat konten yang menghibur.

Di Indonesia, contohnya adalah EVOS Esports. Faktanya, investasi yang mereka dapatkan dari Insignia Venture Partners tahun lalu justru digunakan untuk mengembangkan divisi entertainment mereka. Baru-baru ini, mereka juga bekerja sama dengan TikTok untuk mengembangkan bisnis influencer mereka.

Di luar negeri, FaZe Clan bisa dibilang sebagai organisasi esports yang terdepan dalam hal streaming dan produksi konten karena sejarah mereka yang memang berawal dari sana. Belum lama ini, mereka juga bahkan mengumumkan tentang proyek Cinematic Universe mereka yang akan tayang di tahun 2020.

Pengeluaran

Setelah membahas tentang sumber pemasukan organisasi esports, mari melihat sumber pengeluaran mereka. Satu hal yang pasti, membuat organisasi esports profesional membutuhkan biaya yang cukup besar, terutama sebelum Anda mendapatkan sponsor atau menemukan investor. Kemungkinan besar, Anda harus merugi dan tidak mendapatkan pendapatan apapun di tahun-tahun awal.

Lalu, apa saja pengeluaran organisasi esports?

Gaji Pemain dan Staf

Dulu, pemain esports mungkin hanya mendapatkan penghasilan dari hadiah turnamen yang mereka menangkan. Namun, sekarang, atlet esports mendapatkan gaji bulanan, layaknya pekerja biasa. Seiring dengan semakin populernya esports, semakin besar pula gaji para pemain profesional. Tentu saja, tidak semua pemain profesional punya gaji yang sama. Biasanya, besar gaji pemain ditentukan berdasarkan performa dan ketenaran pemain tersebut.

Gaji minimal pemain Mobile Legends Pro League adalah Rp7,5 juta per bulan. Sementara itu, di tingkat global, gaji rata-rata pemain League of Legends European Championship (LEC) mencapai €250 ribu (sekitar Rp3,9 miliar) per tahun atau €20,8 ribu (sekitar Rp334 juta) per bulan. Selain pemain pro, organisasi esports juga harus mempekerjakan staf lainnya, seperti pelatih, manager, analis, dan dalam beberapa kasus, psikolog. Untungnya, gaji staf biasanya tidak sebesar pemain bintang.

Contohnya, di Team SoloMid, pemain pro dengan gaji tertinggi, sebesar US$311 ribu per tahun, adalah Anthonny “ZexRow” Colandro. Sementara gaji rata-rata staf TSM hanya mencapai US$109 ribu per tahun. Namun, jumlah staf TSM jauh lebih banyak dari total pemain esports. Menurut data dari Craft, total pegawai TSM mencapai 665 orang. Sebagai perbandingan, total atlet esports mereka hanyalah sekitar 34 orang.

Sewa/Beli Gaming House

Sama seperti olahraga tradisional, pemain profesional juga memiliki jadwal latihan yang padat. Karena itu, biasanya organisasi esports menyediakan gaming house atau fasilitas latihan yang juga berfungsi sebagai tempat tinggal para anggota timnya. Di sana, para pemain profesional bisa berlatih tanpa harus bingung mengatur jadwal temu.

Biaya yang dikeluarkan organisasi esports untuk menyediakan gaming house beragam. 100 Thieves misalnya, menghabiskan US$35 juta untuk membuat markasnya di Los Angeles. Sementara Team SoloMid menghabiskan US$13 juta untuk membuat fasilitas latihan di California pada tahun lalu. Mereka juga berencana membangun gaming center bernilai US$50 juta.

Di Indonesia, jika kita hitung-hitungan kasar, harga sewa rumah dengan 4 kamar bisa mencapai Rp385 juta per tahun di sekitar Jakarta. Sedangkan untuk biaya listrik bulanan, sebuah gaming house mungkin bisa mencapai Rp1-5 juta sebulan — mengingat tim esports PC bisa jadi lebih boros soal listrik ketimbang tim esports mobile. Dengan begitu, biaya untuk sewa rumah dengan listriknya bisa mencapai Rp397-445 juta per tahun.

Tentu saja, itu tadi hanyalah hitung-hitungan kasar saja. Angkanya, bisa jadi tidak semahal itu jika Anda bisa memaksa tim esports Anda tinggal di RSSSSSSS (Rumah Sangat Sederhana Sempit Sekali Selonjor Saja Susah). Atau sebaliknya juga bisa jadi lebih mahal jika Anda ingin memanjakan mereka tinggal di apartemen mewah di kawasan elit Jakarta.

Secara global, ada beberapa organisasi esports yang sudah bekerja sama dengan perusahaan kredit rumah untuk membangun gaming house atau fasilitas pelatihan mereka, seperti 100 Thieves dengan Rocket Mortgage atau tim Sanguine yang berlaga di SMITE Pro League dengan Equity Prime Mortgage (EPM).

Dengan begitu, organisasi esports dapat menekan biaya yang harus mereka keluarkan untuk menyediakan tempat tinggal bagi para atlet mereka. Selain gaming house, juga ada tim yang menyediakan tempat latihan khusus, seperti Team Liquid. Terkadang, organisasi esports membuat markas yang memiliki banyak fungsi, mulai dari tempat tinggal pemain, tempat latihan, sampai menjual merchandise.

Di Indonesia, TEAMnxl memiliki tempat semacam itu yang menawarkan konsep gaming house terbuka agar fans bisa berinteraksi langsung dengan pemain idolanya. Sekaligus, mereka juga berjualan merchandise di tempat yang sama.

NXL Angels. Dokumentasi: HybridNXL Angels saat bermain di NXL Esports Center. Dokumentasi: Hybrid

Biaya Produksi Konten

Memproduksi konten bagai pisau bermata dua bagi organisasi esports. Di satu sisi, konten bisa menjadi sumber pemasukan. Di sisi lain, untuk dapat membuat konten berkualitas secara rutin, organisasi esports juga harus siap untuk membayar ongkos produksi konten, mulai dari membayar tim produksi serta tim media sosial sampai menyiapkan studio dan perlengkapan yang memadai.

Hitung-hitungan biaya untuk produksi konten tim esports mungkin bisa diperkirakan seperti layaknya media ataupun kanal YouTube karena kebutuhan para profesional yang tidak jauh berbeda — seperti social media specialist ataupun videografer (yang biasanya juga merangkap sebagai video editor) — dengan perlengkapan yang tak jauh berbeda (kamera DSLR, lighting, dkk.)

Biaya Franchise

Tidak semua turnamen atau liga esports menggunakan sistem terbuka. Ada juga turnamen yang menggunakan model franchise. Untuk dapat berlaga di turnamen dengan model franchise, Anda harus membayar sejumlah uang di muka. Di Indonesia, turnamen yang menggunakan model franchise adalah Mobile Legends Pro League. Untuk bisa berlaga di MPL, sebuah tim esports harus membayar Rp15 miliar. Sementara di Amerika Utara, untuk bisa ikut dalam League of Legends Championship Series, tim esports harus membayar setidaknya US$10 juta.

Sumber: Dokumentasi Hybrid - Akbar Priono
MPL ID S4. Sumber: Dokumentasi Hybrid – Akbar Priono

Kesimpulan

Pada awalnya, sebuah tim esports mungkin dibentuk atas dasar passion, seperti saat Riki Kawano Suliawan membentuk RRQ. Namun, sekarang esports telah menjadi sebuah bisnis. Sama seperti bisnis lainnya, para pelaku esports harus mulai menghitung untung-rugi. Dan jika Anda ingin membuat organisasi esports profesional, lengkap dengan tempat latihan dan para pemain yang memang jago, maka diperlukan biaya yang tidak sedikit. Menyediakan gaming house/tempat latihan serta membayar gaji staf dan pemain menjadi sumber pengeluaran paling besar.

Sementara dari segi pemasukan, saat ini, sponsorship masih menjadi sumber pemasukan utama bagi organisasi esports. Sayangnya, mereka tak bisa hanya mengandalkan sponsorship. Karena itu, organisasi esports mulai mencari sumber pemasukan yang bisa berkelanjutan, seperti menjual merchandise atau malah mencoba inovasi baru seperti program paid membership dari EVOS.

Sumber header: ESL via Twitter

Gamers Without Borders Sumbangkan 10 Juta Dollar dari Gelaran Esports di Arab Saudi

Selama masa karantina yang masih berkelanjutan, banyak turnamen online diselenggarakan dengan tujuan amal. Salah satu dari gelaran turnamen amal tersebut adalah Gamers Without Borders.

Turnamen Gamers Without Borders digagas oleh pemerintah Arab Saudi melalui SAFEIS (Saudi Arabian Federation for Electronic and Intellectual Sports), selaku pimpinan dari federasi esports di Arab Saudi. Dalam pelaksanaannya, SAFEIS bekerja sama dengan ESL, esports tournament organizer yang sudah berpengalaman.

Sebagai tambahan, inisiatif ini juga didukung oleh Kementerian Komunikasi dan Informasi Teknologi Arab saudi. Sebagai kontribusi pada gelaran esports global, SAFEIS juga menjadi pendukung digelarnya Le Mans 24 secara virtual.

via: safeis.sa
via: safeis.sa

Gamers Without Borders berlangsung selama 7 minggu secara online. Setiap minggunya dipertandingkan beberapa cabang game berbeda. Kompetisi dibuka untuk tim profesional yang bersifat invitational dan bagi komunitas yang terbuka bagi siapapun. Tim pemenang pun mendonasikan hadiahnya dengan memilih 1 di antara 7 mitra organisasi amal yang bekerja sama.

Lebih jauh lagi, selama berjalannya kompetisi, ada beberapa pencapaian yang perlu dicermati. Menurut catatan, Gamers Without Borders berhasil mengumpulkan lebih dari 300.000 player dari seantero dunia.

Di sisi lain, gelaran Gamers Without Borders berhasil mencatatkan angka penonton pertandingan sampai 15 juta orang, selama 7 pekan berjalan. Gelaran pertandingan yang disiarkan langsung melalui kanal YouTube dan Twitch dalam 7 bahasa berbeda, bisa jadi faktor yang mempengaruhi besarnya jumlah viewership.

via: saudigazette.com
via: saudigazette.com

Tidak terbatas pada pertandingan tim profesional dan komunitas saja, SAFEIS juga menggelar acara yang masih mendukung dunia gaming dan esports. Beberapa di antaranya adalah kelas online dan hackathon bagi kalangan pelajar dan profesional di Arab Saudi.

Sedangkan di sela-sela kompetisi tim profesional dan komunitas, diadakan juga show match yang mepertemukan artis dan pemain sepak bola profesional. Pada game FIFA 20 ada pertandingan antara pemain sepak bola profesional  seperti Paolo Dyballa melawan Andre Silva, dan tidak ketinggalan penyanyi sekaligus penulis lagu, Liam Payne dan Snoop Dogg.

Pangeran Faisal bin Bandar bin Sultan | via: gamerswithoutborders.com
Pangeran Faisal bin Bandar bin Sultan | via: gamerswithoutborders.com

Pangeran Faisal Bin Bandar Bin Sultan selaku presiden SAFEIS menyatakan, “merupakan suatu kehormatan besar untuk menyerahkan US$10 juta kepada tujuh badan amal yang menjadi mitra kami.”

Dengan capaian yang terbilang sukses, Arab Saudi dapat mengukuhkan dirinya sebagai negara yang patut diperhitungkan dalam percaturan esports internasional.