BBC Bakal Siarkan W Series Esports League

Banyak pertandingan olahraga yang harus dibatalkan akibat pandemi virus corona. Untungnya, pertandingan esports masih bisa diadakan. Jadi, cukup banyak pertandingan olahraga tradisional yang akhirnya digantikan dengan pertandingan esports, termasuk balapan. Faktanya, selama pandemi, balapan virtual berkembang pesat. Salah satu balapan yang akhirnya digantikan oleh pertandingan esports adalah W Series, balapan khusus perempuan.

Baru-baru ini, W Series mengumumkan bahwa BBC kini menjadi rekan siaran mereka. Melalui kerja sama ini, BBC akan menyiarkan 10 balapan dari W Series Esports League di BBC iPlayer, BBC Red Button, dan situs BBC Sports. Balapan pertama dari W Series Esports League akan diadakan di lintasan Monza, Italia pada 11 Juni 2020. Sementara balapan terakhir akan diadakan di sirkuit Silverstone, Inggris, pada 13 Agustus 2020. Tentu saja, semua balapan ini akan diadakan secara virtual.

“Kami ingin agar W Series Esports League menjadi pertandingan yang serius, otentik, dan kompetitif,” kata CEO W Series, Catherine Bond Muir, seperti dikutip dari Esports Insider. “Kerja sama kami dengan Logitech G, Beyond Entertainment, dan iRacing akan sangat membantu kami dalam merealisasikan misi tersebut. Begitu juga dengan kolaborasi kami bersama dengan BBC. W Series Esports League bisa menjaring lebih banyak penonton, baik untuk W Series maupun esports itu sendiri. Dengan pengalaman dan keberagaman platform-nya, BBC adalah rekan yang tepat untuk merealisasikan harapan tersebut.”

W Series Esports League
W Series Esports League akan diikuti oleh 18 pembalap yang lolos kualifikasi W Series.

W Series menyelenggarakan W Series Esports League dengan dukungan Logitech G dan iRacing. Platform iRacing sendiri juga digunakan dalam balapan virtual lainnya, seperti eNASCAR dan balapan esports Indycar.

Berbeda dengan kebanyakan balapan virtual yang telah diadakan selama ini, W Series Esports League ditujukan khusus untuk para pembalap profesional perempuan. Menurut laporan The Telegraph, W Series Esports League akan diikuti oleh Jamie Chadwick, pembalap asal Inggris yang memenangkan W Series Championship pada tahun lalu. Selain itu, akan ada 17 pembalap profesional lain yang ikut serta dalam turnamen ini.

BBC bukan stasiun TV pertama yang memutuskan untuk menayangkan kompetisi esports balapan. Sebelum ini, FOX Sports juga telah menyiarkan eNASCAR. Balapan virtual itu terbukti digemari, jadi, FOX Sports memutuskan untuk menayangkan balapan virtual lainnya.

DragonX dan Kakao Talk Jalin Kerja Sama untuk Menjangkau Fans Global

Layanan messenger asal Korea Selatan, Kakao Talk, beberapa waktu yang lalu menjalin kerja sama dengan tim League of Legends, DragonX. Masuknya layanan messenger ke dalam industri esports menandakan perkembangan yang menarik. Bulan lalu, perusahaan teknologi Samsung bekerja sama dengan tim League of Legends, T1, melalui lini produk monitornya.

Jersey baru DragonX | via: @drxglobal
Jersey baru DragonX | via: @drxglobal

Sejarah DragonX bermula dari tim yang dibentuk awal tahun 2018 bernama Longzhu Gaming. Setelah berganti pelatih dan roster beberapa kali, DragonX kini ajeg dengan formasi yang mampu memberikan performa terbaik sampai sekarang.

Bila kita menilik performa DragonX di gelaran LCK Spring kemarin, tim DragonX berhasil finis di peringkat ketiga. Raihan prestasi sebelumnya di KeSPA Cup 2019 dan Rift Rivals 2019 membuktikan bahwa tim DragonX sanggup bersaing dengan tim papan atas seperti T1 dan Gen.G yang sering mendominasi skena League of Legends Korea Selatan.

LCK-Spring-609x400
LoL Park. Via: Facebook

Sedangkan untuk Kakao Talk, layanan messenger tersebut pertama kali dirilis 10 tahun yang lalu. Sejak diluncurkan hingga saat ini tercatat sekitar 44 juta pengguna aktif setiap bulannya. Kakao Talk sekarang sudah tersedia dalam 15 bahasa dan populer di luar Korea Selatan seiring membanjirnya K-wave. 

Tidak hanya bergantung pada basis penggemar tim DragonX, Kakao Friends sendiri berhasil bertransformasi dari yang mulanya stiker emoticon menjadi merchandise dan konten digital yang dicintai di Korea Selatan maupun secara global.

Langkah awal yang terlihat dari kerja sama antara DragonX dan Kakao Talk adalah keberadaan gambar karakter ‘Ryan’ dari Kakao Friends yang tersemat di jersey baru tim DragonX. Tidak sampai di situ saja, karakter Kakao Friends lainnya akan muncul pada konten digital, stream, dan merchandise tim DragonX.

Dalam pernyataan Sang-in ChoiCEO dari DragonX kepada invenglobal.com, “kami akan menyajikan konten yang menyenangkan bersama karakter dari Kakao Friends dan mengembangkan skena esports lebih lagi.”

Kakao Friends | via: store.kakaofriends.com
Kakao Friends | via: store.kakaofriends.com

Berbarengan dengan penerapan strategi rebranding November lalu dan meningkatnya prestasi tim DragonX, mereka mendapatkan sponsor dari produsen mobil kenamaan McLaren Seoul. Beberapa brand lainnya yang sudah lebih dulu menjadi sponsor tim DragonX adalah Red Bull, Logitech, dan Xenics.

Perusahaan Semakin Tertarik untuk Pasang Iklan Dalam Game

Masyarakat disarankan untuk tetap di rumah untuk meminimalisir kemungkinan tertular corona. Hal itu membuat semakin banyak orang menghabiskan waktunya dengan bermain game. Para pengiklan melihat tren ini sebagai kesempatan. Karena itu, semakin banyak perusahaan yang tertarik untuk memasang iklan dalam game atau di turnamen esports. Mereka melihat, memasang iklan dalam game merupakan bagian dari strategi marketing media sosial.

Belum lama ini, Adidas mengadakan turnamen FIFA untuk menggantikan liga sepak bola yang harus dibatalkan karena corona. Turnamen tersebut mempertemukan 12 pesepak bola dan 12 selebritas. Pertandingan dari turnamen itu lalu disiarkan di akun Facebook Adidas, IGTV, dan YouTube secara langsung di Turki.

Adidas mengatakan, jumlah penonton dari turnamen tersebut mencapai dua kali lipat dari liga sepak bola Turki. Sekitar 1,2 juta penonton menghabiskan sekitar 20-40 menit untuk menonton pertandingan sepak bola virtual tersebut. Populernya turnamen FIFA itu mendongkrak bisnis Adidas. Jumlah download aplikasi Adidas di Turki naik dua kali lipat. Hal ini berujung pada kenaikan pendapatan dari aplikasi tersebut hingga 25 persen.

Dalam turnamen FIFA ini, semua peserta menggunakan baju bermerek Adidas. Tak hanya itu, logo Adidas juga sering muncul dalam game karena mereka memang menjadi sponsor dari banyak tim sepak bola yang dimainkan. Dengan ini, Adidas berhasil menjadikan turnamen FIFA sebagai ajang untuk memperkenalkan merek mereka. Kesuksesan Adidas membuat semakin banyak pengiklan tertarik untuk memasang iklan dalam game.

iklan dalam game
Riot buat banner dalam game untuk iklan.

Pada akhir Mei lalu, Riot Games juga mulai membuat banner sponsor di League of Legends. Jadi, nama atau logo sponsor dapat ditampilkan dalam game. Dengan begitu, banner sponsor akan dilihat oleh para pemain profesional maupun para fans ketika pertandingan berlangsung. Mastercard dan Alienware menjadi dua perusahaan pertama yang memasang in-game banner dari Riot tersebut. Riot berencana untuk menampilkan merek yang berbeda di 12 liga regional mereka.

Banner dalam game akan menjadi salah satu aset paling penting di portofolio kami karena ia dapat menarik perhatian para penonton saat pertandingan berlangsung,” kata Naz Aletaha, Head of Global Esports Partnership, Riot Games, seperti dikutip dari Digiday. “Keberadaan banner tersebut membuka kesempatan baru yang selama ini hanya dapat dilakukan di dalam acara offline.” Dia menjelaskan, untuk mengukur sukses atau tidaknya in-game banner ini, Riot akan menggunakan tolok ukur yang sama dengan iklan di media sosial, seperti jumlah impresi.

Sementara itu, Electronic Arts berusaha agar turnamen esports dari game mereka disiarkan di televisi. “Nilai dari iklan dalam game akan naik seiring dengan bertambahnya jumlah penonton,” kata Todd Sitrin, General Manager of the Competitive Gaming Division, Electronic Arts. Dia menjelaskan, dalam waktu 2-6 bulan belakangan, nilai game EA naik di mata pengiklan naik karena mereka sadar, mereka bisa menjangkau generasi muda melalui iklan dalam game dan turnamen esports.

BoomTV Dapat Investasi Senilai Rp141 Miliar

BoomTV baru saja mendapatkan investasi sebesar US$10 juta (sekitar Rp141 miliar). Pendanaan kali ini dipimpin oleh BITKRAFT Esports Ventures dan didukung oleh investor-investor lain seperti Crest Capital, Pole to Win, serta beberapa investor lama mereka. BoomTV menyediakan platform untuk memudahkan penyelenggara mengadakan turnamen esports, mulai dai mendaftarkan pemain, melacak skor, sampai menyiarkan pertandingan. Secara khusus, BoomTV menargetkan penyelenggara turnamen esports kecil, seperti grup komunitas dan klub sekolah.

BoomTV juga mengadakan turnamen Code Red setiap dua minggu sekali. Turnamen tersebut menjangkau jutaan orang setiap bulannya. Dalam 1 tahun terakhir, jumlah rata-rata unique viewers dari Code Red mencapai 2,7 juta orang. Sejak musim gugur 2018, BoomTV telah mengadakan 11 ribu turnamen dengan total hadiah mencapai US$3.9 juta (sekitar Rp55 miliar). Lebih dari 75.000 kreator konten dan 1.600 program universitas menggunakan BoomTV.

Dana investasi ini akan BoomTV gunakan untuk mengembangkan Code Red ProAm dengan menaikkan jumlah total hadiah yang ditawarkan, menjalin kerja sama dengan influencer baru, serta membuat program esports sendiri. Tak hanya itu, mereka juga akan menggunakan kucuran dana segar ini untuk membuat berbagai fitur baru di platform mereka.

investasi boomTV
Melalui investasi ini, BoomTV akan mengembangkan Code Red ProAm. | Sumber: Twitter

“BoomTV bertujuan untuk memudahkan proses penyelenggaraan turnamen esports, baik bagi para influencer, klub sekolah, kelompok di komunitas, warung internet, atau sekadar sekelompok teman yang ingin menggunakan BoomTV untuk membuat, menyiarkan, dan melacak hasil pertandingan esports yang mereka buat,” kata Managing Partner, BITKRAFT, Jens Hilgers, menurut laporan GamesIndustry. Belakangan, BITKRAFT memang sangat aktif dalam menanamkan investasi di perusahaan yang bergerak di bidang esports dan gaming, seperti Bazooka Tango, VERITAS Entertainment, Five Vectors, dan VENN.

Sementara itu, sebelum ini, BoomTV berusaha masuk ke pasar esports di tingkat universitas. Untuk melakukan itu, mereka mengakuisisi American Video Game League (AVGL), salah satu pembuat acara esports dan konten esports di tingkat universitas terbesar. Saat ini, setiap minggu, sejumlah influencer menggunakan platform BoomTV untuk mengadakan turnamen gaming di komunitas mereka.

“Dan semua itu bisa Anda lakukan secara virtual,” kata CEO BoomTV, Sumit Gupta dalam wawancara dengan GamesBeat. “Saat ini, belum ada pihak yang berusaha untuk membantu komunitas kecil. Jalan kami masih panjang, tapi pasar komunitas akar rumput memang sangat besar. Sekarang kami dapat membangun momentum berkat partisipasi dari para influencer.”

Kenapa Menonton Turnamen Esports Gratis? Perlukah Tiket Berbayar?

Dari awal kemunculannya, esports memang sering disandingkan dengan olahraga tradisional. Beberapa kompetisi esports bahkan telah menggunakan model serupa dengan olahraga tradisional, seperti model franchise yang digunakan oleh Mobile Legends Professional League (MPL). Di luar negeri, beberapa liga telah menerapkan sistem kandang-tandang, seperti Overwatch League dan Call of Duty League. Penonton esports juga digadang-gadang akan terus naik dari tahun ke tahun, menyaingi olahraga tradisional.

Hanya saja, ada satu perbedaan antara pertandingan olahraga tradisional dan esports, setidaknya di Indonesia, yaitu soal tiket menonton. Jika Anda ingin menonton pertandingan sepak bola di Gelora Bung Karno, antara klub lokal sekalipun, Anda pasti harus membayar tiket. Namun, lain halnya dengan turnamen esports. Saat ini, kebanyakan turnamen esports masih mengizinkan penonton untuk datang secara gratis. Memang, ada beberapa kompetisi yang mencoba menawarkan tiket berbayar, tapi terkadang, hal ini justru membuat jumlah penonton turun.

Apakah Turnamen Esports Offline Penting?

Pandemi virus corona memaksa banyak kompetisi olahraga dibatalkan, mulai dari balapan sampai liga sepak bola. Untungnya, kompetisi esports masih bisa diadakan secara online, meski ada beberapa kendala yang harus diselesaikan. Memang, pertandingan esports sebenarnya bisa diadakan secara online sepenuhnya. Pertandingan bisa diadakan selama para peserta terhubung ke internet. Sementara untuk menyiarkan pertandingan itu, pihak penyelenggara bisa memanfaatkan berbagai platform streaming game seperti YouTube, Facebook Gaming, dan Twitch. Meskipun begitu, bukan berarti turnamen esports tak perlu digelar offline.

Salah satu masalah ketika turnamen esports diadakan secara online adalah ping yang tinggi, terutama jika pertandingan mempertemukan dua tim yang berada di negara atau bahkan benua yang berbeda. Masalah lainnya adalah soal validitas pertandingan. Saat pertandingan esports diadakan secara offline, pihak penyelenggara bisa memastikan bahwa tidak ada pemain yang bermain curang, bahwa semua perlengkapan yang digunakan peserta tidak dimodifikasi. Jika pertandingan diadakan secara online, penyelenggara harus mengambil langkah pencegahan seperti mendatangkan pengawas ke tempat tim berlaga.

Mobile Legends Pro League diadakan secara online karena pandemi virus corona. | Sumber: Moonton
Mobile Legends Pro League Season 5 diadakan secara online karena pandemi virus corona. | Sumber: Moonton

Sekalipun semua masalah teknis di atas bisa diselesaikan, tetap ada alasan untuk menyelenggarakan turnamen esports secara offline. Apa itu? Sensasi. Di era serba internet ini, Anda dapat dengan mudah menemukan video konser dari band favorit Anda di YouTube. Pertandingan olahraga bergengsi — seperti Piala Dunia — juga pasti disiarkan di televisi. Namun, hal ini tidak menghentikan orang-orang untuk datang ke konser Maroon 5 atau pergi jauh-jauh ke negara tempat Piala Dunia diselenggarakan. Padahal, jelas jauh lebih mudah dan nyaman untuk menonton konser/pertandingan sepak bola dari rumah. Begitu juga dengan turnamen esports.

CEO Mineski Global Indonesia, Agustian Hwang juga setuju dengan pengalaman event offline yang tidak dapat disuguhkan lewat online. “Kalau menurut pandangan saya, kiblat esports adalah olahraga konvesional lainnya, seperti sepakbola. Walaupun pertandingan sepakbola dapat dinikmati melalui televisi ataupun platform online lainnya, ada beberapa experience yang tidak dapat dinikmati secara online seperti atmosfer pertandingan saat memberikan dukungan langsung tim yang bertanding, kesempatan meet and greet dengan pemain ataupun figur-figur esports, koleksi merchandise event maupun team, dan masih banyak lagi.” Jelasnya.

“Menonton secara online dan offline itu sangat berbeda. Hype yang diciptakan saat menonton offline jauh lebih asik daripada saat menonton online saja,” kata Reza Ramadan, Head of Broadcast and Content, Moonton saat dihubungi melalui pesan singkat. Dia juga menjelaskan tentang pentingnya penyelenggaraan turnamen esports offline bagi pihak penyelenggara turnamen. “Turnamen offline tetap dibutuhkan karena berfungsi untuk menjembatani berbagai pihak seperti para fans yang ingin menonton tim kesayangannya secara langsung dan punya chance besar untuk bertatap muka serta aktivasi untuk sponsor sehingga mereka bisa berinteraksi secara langsung dengan para audiens.”

Irliansyah Wijanarko, Chief Growth Officer, RevivalTV juga mengatakan hal yang sama. “Pengalaman yang didapatkan oleh pemain dan penonton pastinya beda banget, antara offline dan online,” ujarnya saat dihubungi oleh Hybrid.co.id. “Adrenalinnya, euforianya, ajang temu kangen sama teman-temannya, pengalaman bisa foto bareng pemain profesional, teriak-teriak taunting lawan, dan pastinya bentuk apresiasi ketika juaranya nyata dan disaksikan oleh ribuan pasang mata lainnya.”

Mobile Legends Profesional League
Saat RRQ menjuarai MPL Season 5. | Dokumentasi: MPL Indonesia

Dia membandingkan turnamen esports offline dengan konser musik. Selama sebuah kegiatan offline masih bisa memberikan pengalaman yang unik, maka para penonton akan tetap tertarik untuk datang. “Dan pada dasarnya, sebagai manusia, kita adalah makhluk komunal. Jadi, pastinya interaksi dengan orang-orang yang punya ketertarikan yang sama (yang datang ke turnamen esports juga) bakal jadi sebuah nilai plus,” katanya.

Kenapa Penonton Esports Indonesia Enggan Membayar Tiket?

Jika dibandingkan dengan menonton secara online, turnamen esports offline memang dapat memberikan pengalaman yang unik bagi para penontonnya. Namun, hal itu bukan berarti para penonton rela untuk membayar tiket demi menonton. Irli memperkirakan, saat ini, 9 dari 10 turnamen esports di Indonesia bisa ditonton secara gratis.

“Kalau pun berbayar, biasanya penonton dapat reward produk yang nilainya sama dengan harga tiket,” kata Irli. Contohnya, dalam Dunia Games League, penonton yang membeli tiket masuk juga akan mendapatkan kartu SIM Telkomsel berisi pulsa dengan nominal yang senilai harga tiket. Contoh lainnya adalah Mobile Legends Professional League. Reza menjelaskan, harga tiket MPL berkisar Rp20 ribu-an. Selain dapat menonton pertandingan MPL secara langsung, orang-orang yang membeli tiket juga akan mendapatkan in-game items senilai dengan tike tersebut.

“Hal ini demi mengajarkan fans esports di Indonesia ‘kebiasaan’ membeli tiket,” ujarnya. Memang, salah satu faktor mengapa kebanyakan turnamen esports tidak menjual tiket adalah karena penonton esports yang sudah terlanjur terbiasa datang ke acara tanpa harus mengeluarkan uang sepeserpun untuk membeli tiket.

Free Fire Asia Invitational. | Sumber: YouTube
Free Fire Asia Invitational. | Sumber: YouTube

“Kita terbiasa untuk datang ke acara esports dengan gratis. Dan kebanyakan orang yang datang pun memang orang-orang yang mau menonton pertandingannya saja,” ungkap Irli. “Karena marketnya masih berkembang dan animonya masih luar biasa untuk menarik orang-orang datang ke acara offline, jadi tidak diperlukan banyak compliment show atau hiburan lain selain game itu sendiri. Sehingga, penyelenggara tidak punya banyak opsi dalam melakukan eksperimen terkait acara yang mereka adakan.”

Irli menjelaskan, karena kebanyakan penonton datang untuk menonton pertandingan antara tim esports, jika penyelenggara mengadakan hiburan lain — misalnya, mengundang penyanyi sebagai acara pembuka atau penutup — hal itu justru menjadi sia-sia. “Sering kali, ketika guest star-nya tampil, penonton malah sudah bubar,” aku Irli. “Jadi, dari pihak penyelenggara juga tidak bisa memungut bayaran untuk hiburan tambahan. Karena pada akhirnya, penonton datang hanya untuk menonton main event-nya.”

Irli menyebutkan, alasan lain mengapa penonton esports enggan membayar tiket adalah soal ekslusivitas. “Beda dengan panggung hiburan lainnya seperti olahraga atau musik, para tokoh di esports sangat aktif. Kebanyakan dari mereka melakukan livestream dan membuat konten di YouTube serta Instagram, sehingga para fans-nya merasa ‘connected’ hampir setiap hari,” ujar Irli. Karena itulah, bagi para fans, bertemu dengan idolanya di turnamen offline atau event besar tak lagi terasa istimewa. “Nggak spesial, begitulah.”

Menurut Reza, alasan mengapa kebanyakan turnamen esports di Indonesia masih gratis adalah karena pasar esports Tanah Air yang masih muda, sesederhana itu. “Market Indonesia kan bisa dibilang masih baru, jadi perlu diedukasi. Sementara di luar sana, kebanyakan orang sudah terbiasa untuk menjual tiket acara offline secara proper, karena mereka memang sudah start jauh lebih dulu dari Indonesia.”

Evil Geniuses menjuarai GESC 2019 di Jakarta. | Sumber: RevivalTV
Evil Geniuses menjuarai GESC 2019 di Jakarta. | Sumber: RevivalTV

Irli mengungkap, target audiens dari sebuah turnamen esports juga akan memengaruhi harga tiket. “Ketika ada event internasional untuk game PC, dengan pemain yang rata-rata lebih dewasa, mereka akan lebih bersedia membayar ekstra untuk mendapatkan pengalaman eksklusif, bertemu dengan pemain profesional idola mereka dari luar negeri,” jelas Irli. “Sementara untuk mobile game, dengan audiens yang lebih muda, mereka kebanyakan belum punya buying power yang cukup dan masih mikir macam-macam kalau mau datang ke event.”

Namun, Agus memiliki pendapat yang berbeda. Dia berkata, pantas atau tidaknya sebuah turnamen esports menjual tiket tergantung pada kualitas dari acara itu sendiri. “Menurut pandangan saya, untuk memungut bayaran dari ticketing akan tergantung pada kualitas dari event dan fitur apa saja yang ditawarkan pada audiens sehingga mereka rela untuk spending. Jadi, kaitannya bukan dari segi target audiensnya, tapi dari segi value yang dapat diberikan dari event tersebut untuk audiens,” ujar pria yang akrab dengan panggilan Agus ini.

Sementara dari sudut pandang pihak penyelenggara turnamen, mereka juga punya alasan sendiri mengapa mereka memilih untuk tidak menjual tiket. “Alasan utamanya mungkin adalah untuk mengejar target jumlah audiens yang datang, yang ditetapkan pihak sponsor,” ujar Irli. Dia menjelaskan, biasanya, pada tahap pengajuan proposal pada sponsor, pihak penyelenggara akan menjanjikan bahwa acara mereka akan mendatangkan sekian banyak penonton. Jika penyelenggara turnamen menjual tiket, ada kemungkinan jumlah penonton yang datang justru turun dan tidak mencapai target. “Sehingga, jika dirasa biaya produksi sudah ditutup oleh uang dari sponsor, tidak perlu lagi menjual tiket untuk mendapatkan revenue.”

Apakah Turnamen Esports Offline di Indonesia akan Terus Gratis?

Saat ditanya apakah di masa depan, turnamen esports offline di Indonesia akan mulai menyediakan tiket berbayar, Irli mengatakan, “Aku yakin, nantinya penyelenggarakan akan menyediakan tiket dan harganya makin lama makin mahal, walau harga juga tergantung pada seberapa eksklusif event-event esports yang diadakan di Indonesia.” Seiring dengan waktu, gen Z yang menjadi target audiens utama turnamen esports mobile game saat ini juga akan tumbuh dewasa, sehingga mereka akan memiliki buying power yang lebih besar. Meskipun begitu, Irli percaya, uang bukanlah sumber utama mengapa turnamen esports di Indonesia tidak menjual tiket pada para penonton.

“Aku percaya, uang sebenarnya bukan faktor utama, walau memang cukup berpengaruh, sesuai target market game itu sendiri. Faktor utamanya adalah habit yang terbentuk di kalangan penonton,” ujar Irli. “Acara-acara esports besar di Indonesia, seperti MPL, PMPL, dan Free Fire itu gratis. Sebuah kompetisi level tertinggi dari sebuah game diadakan secara gratis dan acara itu diadakan resmi oleh publisher-nya sendiri. Jadi, saat ini, yang pegang kendali adalah para publisher. Mereka yang mengatur tren terkait game mereka.” Jika turnamen resmi yang diadakan oleh pihak publisher gratis, maka penonton akan berpikir bahwa turnamen yang diadakan oleh pihak ketiga seharusnya juga gratis. Apalagi, jika acara tersebut tidak lebih baik atau megah dari turnamen yang diadakan oleh publisher.

Penonton yang membludak pada babak final MPL Season 4. | Sumber: Moonton
Penonton yang membludak pada babak final MPL Season 4. | Sumber: Moonton

Reza menjelaskan, saat ini, Moonton sudah menyediakan tiket untuk MPL. Namun, tiket bukan merupakan sumber pemasukan. “Saat ini, kami menyediakan tiket demi mengedukasi fans esports untuk berkomitmen dan menghindari overcapacity di satu arena,” ujarnya. “Contoh kasusnya adalah saat MPL Season 4. Antusiasme fans yang sangat luar biasa mengharuskan kami untuk menahan mereka di luar stadion. Dan kami mengerti kekecewaan mereka: sudah datang jauh-jauh tapi tidak kebagian kursi atau bisa masuk ke dalam stadion. Dan jumlahnya tidak sedikit, mencapai ribuan. Kami ingin mengatasi masalah tersebut. Salah satunya dengan ticketing.”

“Untuk pemasukan, ada banyak sekali sumbernya. Salah satunya adalah sponsorship dari berbagai pihak. Seperti di Season 5, kami punya Realme dan NimoTV sebagai sponsor utama kita,” jawab Reza ketika ditanya tentang sumber pemasukan bagi penyelenggara turnamen esports. Lebih lanjut dia mengungkap, jika dibandingkan dengan sumber pemasukan utama, seperti sponsorship, potensi pemasukan dari penjualan tiket tidak terlalu signifikan. Jadi, tidak heran jika penyelenggara tak terlalu mengejar penjualan tiket turnamen esports, setidaknya untuk saat ini. Soal pendapatan, Agus menambahkan, selain pemasukan dari sponsor, acara esports juga bisa mendapatkan pemasukan dari penjualan merchandise dan juga hak siar.

Irli mengatakan, total pemasukan penyelenggara dari penjualan tiket hanya akan mencapai sekitar 10-25 persen dari total pendapatan mereka. “Misalnya, harga rata-rata tiket Rp50 ribu. Dengan kapasitas Tennis Indoor Senayan untuk seatings dan festival adalah 4 ribu orang, maka jumlah pemasukan maksimal yang didapatkan oleh penyelenggara adalah Rp200 juta per hari. Biasanya, acara diadakan selama 2 hari, jadi total pemasukan dari penjualan tiket adalah Rp400 juta, maksimal. Sementara menyewa Tennis Indoor untuk acara dua hari memakan biaya sekitar Rp440 juta, ditambah biaya sewa waktu instalasi dan tear down sekitar Rp200 juta-an lagi. Belum lagi biaya produksi yang diperlukan untuk memasang panggung dan lain-lain. Secara total, mengadakan acara selama 2 hari di Tennis Indoor bisa menghabiskan biaya minimal Rp2 miliar,” ungkap Irli panjang lebar.

Lebih lanjut, Irli mengatakan, salah satu kelemahan penggunaan tiket berbayar adalah jumlah penonton yang terbatas. Masalahnya, orang-orang yang telah membeli tiket pasti ingin bisa datang dan pergi sesuka hati mereka. Sementara, acara esports biasanya berjalan selama sekitar 8 jam dalam sehari. Menurut Irli, penjualan tiket justru bisa berdampak negatif pada audiens offline. “Mungkin mereka baru datang sore ketika pertandingan mulai memanas. Mungkin, mereka juga datang di awal, tapi tim favoritnya gugur, sehingga mereka pulang terlebih dahulu. Hal ini membuat stadion terlihat ‘kosong’, seolah-olah tak ada penonton yang datang,” ujarnya. Padahal, pihak penyelenggara tak mungkin menjual kembali tempat duduk yang telah dibeli karena sewaktu-waktu, pemilik tiket bisa kembali datang.

Free Fire Shopee Indonesia Masters 2019 Season 2 digelar di Tennis Indoor Senaya. | Sumber: BolaSport.com
Free Fire Shopee Indonesia Masters 2019 Season 2 digelar di Tennis Indoor Senaya. | Sumber: BolaSport.com

“Saat ini, kebanyakan penyelenggara turnamen esports yang audiesnya besar, seperti MPL dan Free Fire, menggunakan sistem rolling,” jelas Irli. “Setiap pertandingan, 4 ribu orang akan masuk ke stadion dan duduk. Ketika ada istirahat antar match dan orang-orang keluar, para penonton yang masih mengantre akan dipersilahkan masuk, begitu terus hingga selseai. Sehingga, pada akhirnya, walau Tennis Indoor kapasitasnya hanya 4 ribu orang, jumlah audiens yang menonton bisa mencapai 12-16 ribu orang per hari. Dan hal ini akan membuat sponsor senang. Mengingat sebagian besar sumber pemasukan datang dari sponsor, ya mau nggak mau, penyelenggara harus buat mereka senang.”

Bagaimana Bentuk Kerja Sama dengan Sponsor?

Seiring dengan semakin populernya esports, semakin banyak perusahaan yang tertarik untuk menjadi sponsor, termasuk merek non-endemik, seperti merek makanan atau perusahaan otomotif. Tentu saja, masing-masing perusahaan punya tujuan sendiri untuk menjajaki esports. Karena itulah, Reza mengatakan, bentuk kerja sama antara sponsor dan penyelenggara turnamen juga biasanya berbeda-beda. “Misalnya, pada MPL Season 5, kita punya sponsor Realme dan Nimo TV. Bentuk kerja sama kami dengan keduanya tentu jauh berbeda, walau benefit bagi mereka mungkin ada yang mirip, seperti placement logo. Meskipun begitu, objektif dari setiap sponsor ketika mereka menjalin kerja sama dengan kami pasti berbeda-beda.”

Sementara itu, Irli mengatakan, salah satu jenis bentuk kerja sama yang diinginkan oleh kebanyakan sponsor adalah adanya experience booth di tempat turnamen. Di booth tersebut, para penonton akan bisa langsung mencoba produk dari milik sponsor. “Tapi, kebanyakan, sponsor berharap penyelenggara akan bisa memberikan solusi ke mereka: kegiatan apa yang bagus untuk audiens esports,” ujarnya. Sayangnya, tidak semua penyelenggara memerhatikan hal ini. Dia berkata, ada banyak EO yang berpikir, “Yang penting sponsor mendapatkan eksposur” tanpa memerhatikan apakah keuntungan yang didapat sponsor maksimal atau tidak. Hal ini akan berdampak buruk karena menyebabkan sponsor kapok untuk kembali menjalin kerja sama di masa depan.

Namun, penyelenggara tak bisa hanya memuaskan sponsor tanpa memedulikan kepuasan pengunjung. “The worst thing that can happen to the audience adalah ketika mereka datang ke acara offline dan disodorin produk sponsor gede-gede ke muka mereka,” kata Irli. “Mereka datang untuk lihat tim esports, bukan untuk dipaksa beli barang sponsor. Organizer harus memikirkan cara dan bahasa yang cocok sama target market-nya, untuk memastikan audiens merasa produk sponsor sesuai dengan ketertarikan mereka dan memang mendukung game terkait.”

Kesimpulan

Pada dasarnya, esports memang kegiatan digital. Pertandingan esports bisa dilakukan secara online, tanpa mengharuskan para peserta bertatap muka. Namun, turnamen esports offline tetap memberikan pengalaman yang berbeda, sehingga tetap ada orang-orang yang lebih memilih untuk menonton pertandingan esports secara langsung daripada sekadar melalui online.

Hanya saja, kebanyakan turnamen esports offline belum menjual tiket berbayar. Ada beberapa alasan mengapa hal ini terjadi, mulai dari pasar yang belum matang, masyarakat yang sudah terlanjur terbiasa menonton gratis, sampai masalah eksklusivitas sebuah acara. Ke depan, seiring dengan berkembangnya esports, tak tertutup kemungkinan penyelenggara turnamen esports akan menjual tiket berbayar.

“Menurut saya, Indonesia punya potensi paling besar dibandingkan negara lain di wilayah SEA dalam perkembangan esports-nya. Jadi ketika tren sistem turnamen home-away muncul saya yakin Indonesia yang akan menjadi negara pertama yang akan implementasi.” Tutup Agus.

Sumber header: ESL via Fortune

Gen.G Kerja Sama dengan Puma untuk Buat Merchandise Baru

Perusahaan sportswear asal Jerman, Puma, baru saja menandatangani kontrak kerja sama dengan tim esports asal Korea Selatan, Gen.G. Sayangnya, tidak diketahui berapa nilai kontrak tersebut. Satu hal yang pasti, kerja sama antara Puma dan Gen.G akan berjalan selama lebih dari satu tahun. Melalui kerja sama ini, Puma akan menyediakan jersey untuk atlet profesional dan streamer dari Gen.G. Tim pertama yang mendapatkan jersey dari Puma adalah tim League of Legends Gen.G yang berlaga di League of Legends Champions Korea (LCK).

“Saya bangga karena Gen.G menjadi rekan esports pertama Puma di Asia,” kata Chief Operating Officer Gen.G, Arnold Hur, seperti dikutip dari Inven Global. “Melalui kerja sama dengan Puma, saya tidak sabar untuk melihat kolaborasi antara pelaku esports, fashion, dan gaya hidup. Meskipun sekarang adalah waktu yang sulit bagi semua orang, industri esports masih akan terus tumbuh dan Gen.G akan memimpin jalan untuk menumbuhkan dan mempopulerkan industri esports.”

Melalui kerja sama ini, Puma dan Gen.G juga akan berkolaborasi untuk membuat merchandise berupa pakaian dan aksesori yang akan bisa dibeli oleh masyarakat. Sebelum ini, Puma juga telah menjalin kerja sama dengan organisasi esports lain. Pada 2019, Puma berkolaborasi dengan Cloud9, khususnya dengan tim League of Legends mereka yang berlaga di liga Amerika Utara. Perjanjian kerja sama keduanya lalu diperluas sehingga mencakup semua tim esports Cloud9, kecuali tim Overwatch League, London Spitfire.

“Gen.G adalah salah satu pemimpin di industri esports dan kami sangat senang karena dapat bekerja sama dengan mereka,” kata Head of Puma Korea, Rasmus Holm. “Kami akan bekerja sama untuk terus mendukung industri esports dengan menyediakan produk dan layanan terbaik bagi para pemain profesional, streamer, dan fans.”

Saat ini, Gen.G telah menjalin kerja sama dengan berbagai perusahaan dan organisasi. Pada Maret 2020, mereka baru saja menandatangani kontrak dengan dealer Mercedes-Benz di Korea Selatan. Sementara pada tahun lalu, mereka telah bekerja sama dengan University of Kentucky, Bumble, serta LA Fitness dan Simple Habit.

Pendapat Beberapa Sosok FPS Indonesia Terhadap Valorant

Pekan lalu, gamers di seluruh dunia dimeriahkan dengan kehadiran salah satu FPS terbaru besutan Riot Games, Valorant. Secara sekilas, Valorant terlihat biasa saja, seperti CS:GO, namun memiliki karakter dengan skill khusus layaknya Overwatch. Namun nama besar Riot Games mungkin bisa dibilang menjadi salah satu daya tarik terhadap game ini. Apalagi saat proses pengembangan, Riot Games juga mempromosikan server 128 tick-rate yang katanya banyak diinginkan oleh pemain game FPS kompetitif lainnya.

Satu pekan berlalu, banyak gamers di Indonesia juga segera mencoba game yang satu ini, tak terkecuali sosok-sosok yang bisa dibilang sudah cukup veteran di komunitas FPS Indonesia. Kira-kira apa pendapat mereka terhadap Valorant? Dalam artikel ini saya menanyakan pendapat tiga sosok, Antonius Wilson (Wooswa), Wibi Irbawanto (8Ken), dan perwakilan pemain Team Scrypt yang merupakan tim Rainbow Six: Siege profesional asal Indonesia. Berikut pendapat mereka:

Antonius Wilson a.k.a Wooswa

“Menurut gue game ini berpotensi untuk jadi besar.” Ucap sosok yang terkenal sebagai seorang shoutcaster CS:GO dan PUBG Mobile. “Tapi gue sendiri nggak mengerti, kenapa orang-orang mengatakan bahwa game ini akan membuat CS:GO mati. Karena menurut gue, ini adalah dua game yang sangat berbeda. CS:GO sudah menjadi game klasik yang sulit untuk dijatuhkan, apalagi kalau sampai mereka jadi merilis CS:GO dengan menggunakan engine Source yang baru. Yang seharusnya khawatir adalah Overwatch, karena gue rasa mereka yang akan kena dampak paling besar jika Valorant berhasil menjadi populer.”

Wooswa sendiri tidak hanya menjadi seorang shoutcaster. Belakangan ia juga sedang rajin melakukan livestream via channel Youtube miliknya, dan memainkan Valorant. Jadi tak heran jika ia sedikit banyak paham dengan seluk beluk Valorant secara gameplay. Maka dari itu saya juga menanyakan pendapat dirinya soal kesiapan Valorant untuk menjadi esports dari segi balancing Agents, Map, dan aspek lainnya.

“Masih butuh waktu bagi game ini untuk menjadi esports. Jelas, penyelenggara event bakalan sangat senang dengan game ini, karena spesifikasi hardware yang dibutuhkan relatif ringan dan mudah sekali untuk membuat custom room. Dibanding dengan CS:GO, yang secara spesifikasi lumayan berat, terutama untuk kebutuhan esports, dan juga kerumitan teknis jika ingin membuat turnamen.” Ucapnya membahas kesiapan Valorant menjadi esports dari segi teknis.

“Tapi, masih ada beberapa hero yang harus di-nerf atau buff, beberapa titik map harus di-revamp, beberapa hal dari sistem ekonomi juga harus ada yang dimodifikasi lagi. Kenapa? Karena masa iya elo bisa melihat informasi ekonomi musuh dari scoreboard? Gue rasa itu terlalu mudah, dan mengurangi tingkat kompetitif dari game ini.” tukas Wilson membahas soal kesiapan Valorant untuk esports dari sudut pandang balancing Map dan Agents.

Rixx dan Tolji dari Team Scrypt

Pembaca setia Hybrid mungkin tak asing lagi dengan nama Team Scrypt. Merupakan salah satu tim Indonesia yang bertanding di R6S: ESL Pro League musim lalu, mereka ternyata juga tidak kelewatan mencoba Valorant. Untuk membahas FPS terbaru dari Riot Games ini, Team Scrypt diwakili oleh Richard Nixon Latief (Nixx) dan Reinaldo Gilbert (Tolji).

Gamenya seru, membawa gue ke nostalgia main Counter-Strike, tapi tentu dengan mempelajari ulang mekanik game dan juga mapnya.” Ucap Rixx. “Seru bakal jadi the next CS:GO tapi fast pace.” Tolji menambahkan.

Sumber: Dokumentasi Pribadi Wibi
Rixx (kiri) dan Tolji (kanan) pemain profesional Rainbow Six: Siege dari Team Scrypt yang ternyata juga turut mencicipi Valorant. Sumber: Dokumentasi Pribadi Wibi

Lebih lanjut, Rixx dan Tolji lalu membahas soal kesiapan Valorant untuk jadi esports. Tolji dengan cukup jelas membahas soal balancing Valorant yang masih harus sedikit di-tweak agar jadi lebih baik. “Menurut gue map Bind itu terlalu susah untuk sisi defender. Alasannya adalah karena opsi rotasi dari B ke A cuma 2, yaitu flank atau lewat Defender Side.” ucap Tolji. “Kalau dari sisi Agents, sejauh ini sudah cukup balance. Cuma kayanya Agents entry (Duelist) agak terlalu banyak.” lanjut Tolji.

Pendapat Rixx soal kesiapan Valorant untuk esports cukup senada dengan Wilson, yaitu soal kehadiran custom map. Selain itu Rixx juga menambahkan “Walau terlihat familiar, tapi menurut gue Valorant itu berhasil membedakan dari FPS esports yang lain. Riot berhasil membuat game ini punya pace yang lebih cepat dan membuat para pemainnya harus gesit mengambil keputusan di tengah pertandingan.” ucapnya.

Wibi Irbawanto a.k.a 8Ken

Sumber: Dokumentasi Pribadi Wibi
Wibi Irbawanto (kiri) a.k.a 8Ken yang tak hanya merupakan sosok shoutcaster, tapi juga merupakan salah satu pemain game genre FPS sejak lama. Sumber: Dokumentasi Pribadi

Seperti Wilson, Wibi juga adalah seorang shoutcaster yang dulu aktif di skena CS:GO dan sempat menjadi shoutcaster untuk PUBG Mobile Pro League Indonesia Season 1. Sepekan mencoba Valorant, Wibi memberikan pendapatnya yang komperhensif terhadap FPS besutan Riot Games yang satu ini.

Wibi membuka pembahasan terhadap Valorant dari sisi potensi game ini di dalam pasar game FPS yang sudah ada saat ini. “Menurut saya, game ini dibuat untuk menyentuh pasar yang menarik. Valorant dirancang untuk beberapa segmentasi pasar sekaligus, dan salah satu pasar terbesar dari game ini justru adalah orang-orang yang punya sedikit atau bahkan tidak punya pengalaman game FPS sama sekali.” ucap Wibi.

“Untuk itu saya setuju dengan apa yang sempat dikatakan Shroud dalam salah satu sesi streaming yang ia lakukan, bahwa Valorant punya skill-cap yang lebih rendah daripada CS:GO, karena memang game ini dirancang tidak serumit CS:GO. Namun di waktu bersamaan Shroud juga bilang bahwa game ini sangat menyenangkan. Saya juga sangat setuju dengan pendapat tersebut, karena gimmick berupa skill yang berbeda-beda dari masing-masing Agent membuat Valorant jadi lebih berwarna.”

Selain itu, Wibi juga menambahkan bahwa Valorant menyentuh satu titik tengah di dalam persaingan game FPS dengan menyajikan berisikan fitur-fitur terbaik dari FPS lainnya. “Dia punya elemen R6S lewat mekanik Agent, gameplay tactical-shooter ala CS:GO, dan ditambah dengan personalita serta skill masing-masing Agents Valorant yang vibrant ala Overwatch, membuat game ini jadi punya daya tarik sendiri. Walau belum sempurna, tetapi Valorant mengambil aspek terbaik dari FPS yang sudah ada, mengurangi yang buruk, dan menjadikannya suatu game tersendiri.”

Wibi juga menambahkan soal alasan kenapa Valorant punya potensi populer yang sangat besar, yaitu karena Free to Play. Jika Anda belum tahu atau mungkin baru sadar, hampir kebanyakan game FPS kompetitif yang sudah ada itu berbayar. Overwatch kini dibanderol seharga US$19.99, CS:GO dulu dibanderol seharga Rp215.999, dan Rainbow Six: Siege dibanderol seharga Rp229.000.

Lalu membahas soal esports, Wibi juga punya pendapat yang serupa dengan dua sosok sebelumnya, yaitu penyediaan custom-room yang membuat game ini satu langkah lebih jauh dibanding dengan FPS kompetitif lainnya.

“Dulu Overwatch punya isu IP clash saat ingin bergabung dalam custom-lobby, begitupun dengan Year 1 R6S, apalagi CS:GO yang memaksa penyelenggara turnamen untuk menyewa server sendiri dalam menjalankan custom-lobby. Apex Legends dan Fortnite apalagi, padahal dua game tersebut sempat populer di Indonesia, tapi gara-gara sulit membuat custom-room, game ini jadi meredup. Jadi ini sebenarnya adalah kabar baik untuk para event organizer di Indonesia! Membuat turnamen jadi lebih mudah.”

Dari pembahasan soal custom-room, Wibi lalu melanjutkan pembahasan dari segi balancing. Soal map, satu yang ia keluhkan sebenarnya adalah variasinya yang masih terlalu sedikit. Namun, satu hal yang membuat kemungkinan Valorant semakin besar untuk jadi esports lagi-lagi adalah karena mereka membuat Valorant familiar bagi pemain lama di FPS, lewat sistem 3-way lane yang mereka sajikan. “Memang sistem tersebut pun juga mereka hadirkan dengan beberapa gimmick, seperti map Bind yang punya teleporter dari A ke B dan sebaliknya, atau map Haven yang punya 3 bombsite.”

Lalu soal Agents, Wibi menganggap bahwa Riot Games memang perlu melakukan balancing lebih lanjut terhadap karakter yang ada. “Ini cukup wajar, karena selama open-beta, mereka masih fokus dalam urusan stabilitas server.” ucapnya. Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa sedikit banyak meta Valorant sudah terbentuk, yang mana belum bisa dibilang sepenuhnya seimbang.

“Kita sudah bisa melihat bagaimana Sage jadi Agent wajib di game ini karena bisa menghidupkan Agent lain. Sementara itu, di waktu bersamaan ada juga Agent seperti Jett, yang sebenarnya adalah salah satu poster girl bagi Valorant, namun perannya di dalam pertandingan cenderung insignifikan jika dibanding Agent lain.

Sedikit menanggapi dari pendapat sosok-sosok di atas, saya sendiri kuran lebih banyak setuju dengan pendapat mereka. Dan menurut saya, yang membuat Valorant terasa lebih khas adalah kehadiran sosok-sosok Agents. Hal tersebut membuat game tactical FPS kompetitif yang cenderung kaku, jadi lebih segar dengan sajian personalita masing-masing Agents yang datang dari latar budaya yang berbeda-beda.

Jadi bagaimana dengan Anda? Sudah mencicipi Valorant? Bagaimana pendapat Anda akan game ini?

IEFTL Minggu ke-5, Ghazeto Perbesar Jarak dengan Remaong FC

Minggu lalu merupakan minggu ke-5 dari Indonesia Efootball Team Lobby (IEFTL). Saat ini, Ghazeto Storia masih menduduki posisi puncak di klasemen sementara dengan 52 poin dan selisih gol sebesar 49. Selisih poin Ghazeto dengan Remaong FC, yang kini menjadi runner-up, cukup jauh, mencapai 17 poin. Remaong FC sempat memuncaki klasemen sementara pada minggu ke-1. Namun, mereka tergelincir ke posisi ke-4 pada minggu ke-2. Sekarang, Remaong FC duduk di peringkat ke-2 dengan 35 poin.

Selisih poin antara tim-tim di peringkat 2 sampai peringkat 6 sangat tipis. Posisi ke-3 dan ke-4 diduduki oleh Garuda Ten dan Gatot Kaca. Keduanya sama-sama memiliki 34 poin. Hanya saja, Garuda Ten memiliki selisih gol yang lebih besar, mencapai 23 sementara selisih gol Gatot Kaca hanya mencapai 11. Tim yang duduk di peringkat ke-5 dan ke-6 juga memiliki poin yang sama, yaitu 33 poin.

IEFTL Minggu ke-5
Klasemen sementara IEFTL minggu ke-5. | Sumber: Facebook

Sementara itu, Ghazeto Storia berhasil mempertahankan posisinya di puncak klasemen sejak minggu ke-2. Memang, berdasarkan data dari IEFTL, Ghazeto merupakan tim dengan winning streak paling lama. Mereka berhasil memenangkan 20 pertandingan berturut-turut. Tak hanya itu, mereka juga memegang undefeated streak paling lama dengan 22 pertandingan tanpa kalah.

IEFTL diadakan dengan dua format pertandingan, yaitu liga dan IEFTL Cup. Pertandingan liga utama diadakan setiap hari Kamis dan Jumat sementara pertandingan IEFTL Cup diadakan setiap 2 minggu pada hari Selasa. Menurut data dari IEFTL, sepanjang minggu ke-5, tercipta 877 gol, dengan 737 gol tercipta di liga dan 140 sisanya di IEFTL Cup. Hal itu berarti, jumlah rata-rata gol pada setiap pertandingan IEFTL — baik liga maupun cup — mencapai 2,55 gol.

IEFTL Minggu ke-5
Statistik IEFTL minggu ke-5. | Sumber: Facebook

Masih menurut data statistik IEFTL, Ghazeto Storia dinobatkan sebagai tim penyerang terbaik. Hal ini terlihat dari fakta bahwa mereka mencetak gol paling banyak, yaitu 88 gol. Garuda Ten menjadi tim ofensif terbaik ke-2 dengan total gol 81, diikuti oleh Aliansi dengan 77 gol, Remaong FC dengan 73 gol, dan JCC E-Sports dengan 60 gol. Untuk soal kemampuan bertahan, Volcano menjadi tim dengan pertahanan terbaik, diikuti oleh Gatot Kaca, Aco Glory, Remaong FC, dan Ghazeto Storia.

BLAST Premier Kerja Sama Dengan KitKat Untuk Turnamen Dota 2 Bounty Hunt

Para penggemar esports Dota sepertinya tidak akan kehabisan tontonan selama bulan Juni ini. Pekan lalu kita melihat pertandingan ESL One Birmingham Online: Europe & CIS, yang dimenangkan oleh Team Secret. Pekan ini akan ada BLAST Bounty Hunt, kompetisi online yang diikuti oleh 6 tim undangan asal Eropa.

Mulai bertanding 9 Juni 2020 nanti, BLAST Bounty Hunt baru-baru ini mendapatkan sponsor dari salah satu kudapan manis terpopuler di dunia, KitKat. Dalam kerja sama sponsorship ini, KitKat akan mendapatkan berbagai bentuk branding serta aktivasi konten selama pertandingan berlangsung.

https://twitter.com/BLASTDota/status/1269917230290132993

Terkait sponsorship ini, Leo Matlcok, Commercial Director untuk BLAST mengatakan dalam rilis. “Kami senang sekali dapat menambahkan brand yang sangat dikenal seperti KitKat ke dalam salah satu dari jajaran partner kami kedalam turnamen Dota 2 pertama yang diselenggarakan oleh BLAST. KitKat adalah brand kelas dunia, dan kami merasa sangat bangga karena telah memilih BLAST sebagai rekan untuk memperluas jangkauan mereka di ranah esports, yang tentunya dapat dicapai dengan maksimal lewat gelaran kami yang menjangkau banyak penonton dan punya format yang inovatif.”

Georg Fischer, KitKat Marketing Manager Europe, Middle East & North Africa menambahkan. “Kesan tentang KitKat adalah selalu tentang senyuman di tengah waktu senggang dan perspektif baru, yang mana hal ini sangat relevan pada ranah gaming dan esports yang sangat kompetitif. Kami membuat langkah pertama kami di esports pada awal tahun ini dan itu membuat kami kebanjiran banyak timbal balik positif, entah dari fans, tim, ataupun rekan. Ini mengkonfirmasi bahwa ada hubungan yang erat antara KitKat dengan komunitas gaming/esports. Kami tidak sabar untuk melakukan kolaborasi hebat dengan BLAST demi bisa membawa konten yang menyenangkan dan juga berarti, lewat gelaran Dota 2 Bounty Hunt.”

Berdiri sejak awal tahun 2020, BLAST Premier kerap kali mengadakan turnamen untuk skena CS:GO. Merupakan bagian dari RFRSH Entertainment yang juga mengelola tim Astralis, BLAST Bounty Hunt adalah percobaan perdana sang penyelenggara turnamen asal Denmark dalam membuat turnamen Dota 2.

https://twitter.com/BLASTDota/status/1270018645427699714

Menariknya, mereka menyajikan konsep yang segar dalam BLAST Bounty Hunt, berupa hadiah tambahan yang akan diperebutkan peserta dengan cara mengalahkan lawan dan melakukan tugas tertentu yang sudah dipersiapkan.

Salah satu contoh, tugas yang dipersiapkan bernama “Something Something Feeder”, yang akan memberi tambahan US$20.000 kepada tim peserta jika mereka bisa membungkam satu orang pemain sebanyak 20 kali, dalam satu pertandingan sebagai tim.

Memiliki total hadiah US$100.000, tim peserta bisa mendapatkan tambahan hadiah sampai dengan US$45.000 dengan mengalahkan tim atau menyelesaikan tugas tersebut. Ada Team Nigma, Team Secret, OG, Team Liquid, Alliance, dan Ninja in Pyjamas, yang bertanding dalam turnamen ini. Akankah Team Secret kembali dominasi pertandingan?

Team Secret Juara ESL One Birmingham Online, Gelar Kemenangan Ketiga Berturut-turut

Pada musim ini, skena kompetisi Dota 2 resmi dari Valve mungkin sedang melesu. Pandemi COVID-19 jadi salah satu alasannya. Gara-gara hal tersebut, pada Maret 2020, Valve jadi membatalkan semua jadwal Dota 2 Pro Circuit, bahkan juga membatalkan Dota 2 The International 2020.

Namun demikian, kompetisi Dota 2 tetap subur terlaksana secara online, dan Team Secret menjadi rajanya regional Eropa. Baru-baru ini, mereka berhasil menjadi juara dalam gelaran ESL One Birmingham Online: Europe & CIS, melibas Alliance 3-0.

Kemenangan ini sudah menjadi yang ketiga bagi tim yang beranggotakan Lasse Urpalainen (MATUMBAMAN), Michal Jankowski (Nisha), Ludwig Wahlberg (zai), Yazied Jaradat (YapzOr), dan Clement Ivanov (Puppey). Sebelumnya, mereka sudah menjadi juara di WePlay! Pushka League pekan kedua bulan Mei dan OGA Dota PIT Online di pekan ketiga bulan Mei.

Lebih menariknya lagi, hampir di semua kompetisi mereka babat habis musuhnya tanpa ampun. Pada WePlay! Pushka League mereka babat habis VP.Prodigy di final, dan bahkan tak kalah satu game pun pada OGA Dota PIT 2020 Online.

Memang, dalam ESL One Birmingham Online, Alliance terbilang kalah kelas dibanding Team Secret. Dua game pertama, Secret tidak membiarkan Alliance berkutik. Game pertama Alliance mencoba gaya main fast-push dengan Chen dan Death Prophet, namun terhalang oleh Team Secret yang selalu bisa menahan dengan mengandalkan Nature Prophet dan Batrider yang membawa Boots of Travel.

https://twitter.com/ESLDota2/status/1269663585774571522?ref_src=twsrc%5Etfw%7Ctwcamp%5Etweetembed%7Ctwterm%5E1269663585774571522&ref_url=https%3A%2F%2Fdotesports.com%2Fdota-2%2Fnews%2Fteam-secret-earn-third-consecutive-championship-crush-alliance-at-esl-one-birmingham-online

Game kedua ada Meepo dari Nisha yang bikin Alliance kewalahan. Sementara game ketiga, giliran Ursa dengan Battle Fury milik MATUMBAMAN yang bikin Alliance kewalahan. Fakta menarik lainnya adalah, Team Secret berhasil mengamankan 31 skor kill selama tiga game berturut-turut, sementara Alliance mengumpulkan akumulasi 32 skor kill dari tiga ronde pertandingan yang ia jalani.

Memang hingga saat ini, kebanyakan tim kasta atas Eropa sedang mengalami performa yang tidak stabil. Team Nigma yang berisikan roster juara The International 2017 kerap kali tersungkur sebelum mencapai babak final. OG yang baru saja kedatangan Topson kembali, juga sepertinya masih harus melakukan adaptasi dengan kedatangan 3 pemain barunya yaitu SumaiL, MidOne, dan Saksa.