Italia Jadi Juara UEFA eEURO 2020, Menang Tipis Lawan Serbia

Selama pandemi, banyak pertandingan sepak bola jadi ditunda. Namun demikian, FIFA 20 dan eFootball PES 2020 berusaha untuk tetap menghibur para penggemar sepak bola, lewat sajian pertandingan sepak bola virtual.

Dari sisi FIFA 20 kita sudah melihat dua laga ePremier League yang diikuti oleh para pemain sepak bola sungguhan dari tim Premier League Inggris. ePremier League pertama ada Wolverhampton menjegal Liverpool menjadi juara, dilanjut dengan kemenangan Diogo Jota dari Leicester City pada ePremier League kedua.

Selain ePremier League, gelaran lain yang juga tak kalah seru adalah eEURO 2020. Digelar oleh asosiasi sepak bola Eropa, UEFA, kompetisi ini ditandingkan dengan menggunakan game eFootball PES 2020. Setelah pertandingan panjang, Italia berhasil menjadi juara setelah mengalahkan Serbia di babak final dengan skor 3-1.

Sumber: UEFA Official Websites
Sumber: UEFA Official Websites

Format eEURO 2020 ini memang sedikit beda. Tidak seperti ePremier League yang melibatkan pemain sepak bola profesional, eEURO 2020 hanya melibatkan gamers saja. Tim Italia sendiri diwakili oleh empat orang gamers, yaitu AlonsoGrayfox, Naples17x, Nicaldan, dan Genoa_Npk02.

Diikuti 55 negara dari benua Eropa, tim Italia memang tampil cukup dominan dalam pertandingan ini. Sejak dari babak perdelapan hingga semi-final, Italia berhasil dua kali menang dominan lawan Israel dan Perancis, masing-masing dengan skor 2-0.

Sementara itu pada babak final, Serbia menjadi lawan yang cukup menantang bagi AlonsoGrayfox dan kawan-kawan. Walau Italia mencetak gol lebih dahulu, namun pemain Serbia Kepa_PFC berhasil menyamakan kedudukan. Skor imbang bertahan hingga jelang akhir permainan. Italia baru bisa bernafas lega setelah Naples17x akhirnya berhasil mencetak gol penentu kemenangan.

“Pertandingan ini menjadi emosi yang luar biasa.” Ucap AlonsoGrayfox setelah kemenangannya di babak final. “Sangat luar biasa bisa mencapai titik ini dan kin kami menjadi juara. Saya kehabisan kata-kata untuk menjelaskan emosi yang saya rasakan. Game penentu bagi kami adalah ketika melawan Prancis di semi-final. Pertandingan itu memberikan kami rasa percaya diri. Saya bangga menjadi orang Italia, dan orang Sardinia. Ini sangat luar biasa, saya masih belum percaya kami bisa melakukannya, ini terasa seperti mimpi.”

Dalam kompetisi yang memperebutkan total hadiah sebesar 140.000 Euro (sekitar Rp2,2 miliar), tim Italia sebagai juara berhak mendapatkan hadiah sebesar 40.000 Euro (sekitar Rp648 juta).

Adakah Anda sekalian penggemar Italia di dalam pertandingan sepak bola? Selamat untuk tim Italia atas kemenangannya di eEURO 2020.

Riot Games Buat Banner Sponsor di League of Legends Jelang Liga Summer Split

Sponsorship di dalam esports datang dengan berbagai macam rupa. Video advertising, logo placement pada tayangan live-streaming mungkin jadi beberapa yang masih bisa dilakukan oleh penyelenggara pihak ketiga. Namun dari ragam sponsorship, ada satu varian yang bisa dibilang hanya jadi monopoli sang pengembang game, yaitu in-game sponsorship.

Pada skena lokal, MLBB menjadi salah satu yang menerapkan ini, dengan meletakkan banner sponsor di dalam in-game client khusus turnamen. Sementara itu pada skena internasional, ada Riot Games yang baru-baru ini mengumumkan akan melakukan hal tersebut. Lewat in-game sponsor placement, skena esports League of Legends dibuat jadi layaknya pertandingan olahraga.

Dari skena lokal, Moonton menjadi salah satu pengembang yang juga menerapkan sponsorship via banner in-game. Sumber: Youtube Channel Mobile Legends: Bang Bang
Dari skena lokal, Moonton menjadi salah satu pengembang yang juga menerapkan sponsorship via banner in-game. Sumber: Youtube Channel Mobile Legends: Bang Bang

Mengutip dari Esports Observer, sistem in-game sponsor placement yang diberi nama Summoner’s Rift Arena branding ini akan mulai dilakukan pada musim pertandingan Summer Split nanti.

Sampai saat ini sudah ada dua brand yang mengambil spot sponsor Summoner’s Rift arena branding, yaitu Mastercard dan Alienware. Lebih lanjut soal sistem sponsorship ini, dikatakan bahwa Riot Games membebaskan 12 liga LoL regional yang diselenggarakan di berbagai belahan dunia untuk memiliki sponsor mereka masing-masing. Ini artinya, Mastercard dan Alienware tidak serta-merta tampil di semua liga LoL yang ada ketika mengambil spot sponsor tersebut.

Riot juga membuat visual sponsor ini hanya dapat dilihat oleh penonton saja. Pemain tidak dapat melihat banner sponsor tersebut tersebut di dalam game, demi menjaga integritas kompetisi. Untuk menilai seberapa efektif bentuk sponsorship ini, Riot juga bekerja sama dengan Nielsen. Masih dari Esports Observer, Riot Games mengatakan bahwa bentuk sponsorship ini akan menjadi salah satu branding paling efektif dan bernilai.

Naz Aletaha, Head of Global Esports Partnership Riot Games mengatakan. “Mulai dari pertandingan tatap muka, hingga tayangan online, kami berjuang keras untuk mendefinisikan esports sebagai modern sports dengan melakukan inovasi terhadap bagaimana khalayak menikmati pengalaman menonton League of Legends. Untuk pertama kalinya dalam sejarah League, kami memberikan pengalaman imersif dengan meletakkan brand di medan pertarungan League of Legends lewat SR Arena Banners, yang memberi rasa layaknya sponsor pada lapangan pertandingan olahraga.”

Naz Aletaha, Head of Global Esports Partnership Riot Games. Sumber: Riot Games
Naz Aletaha, Head of Global Esports Partnership Riot Games. Sumber: Riot Games

Raja Rajamannar, Chief Marketing & Communications Officer Mastercard menambahkan. “Mastercard telah menjadi rekan global dari League of Legends, karena game tersebut menghubungkan banyak orang di berbagai belahan dunia yang memiliki passion terhadap game tersebut. Evolusi sponsorship ini membantu kami untuk menjangkau para fans lewat cara yang secara kontekstual lebih relevan, lewat kegiatan yang sangat mereka cintai, yaitu menonton esports League of Legends.”

Bentuk sponsorship ini mungkin menjadi salah satu yang pertama dilakukan oleh tim pengembang dari game esports yang bersifat global. Sebelumnya, Dota 2 sudah memperkenankan hal ini, namun dengan cara yang sedikit berbeda.

Pada Dota 2 sistem peletakan sponsor in-game dibuat menjadi open-source oleh Valve, yang memperkenankan tim bertanding meletakkan logo tim serta sponsor mereka untuk menjadi in-game banner, yang bisa dilihat oleh penonton.

Pertanyannya, bagaimana sistem sponsorship seperti ini berdampak pada pengalaman menonton penggemar esports? Akankah pengalamannya jadi lebih buruk, lebih baik, atau tidak berdampak sama sekali?

Astralis Jalin Kerja Sama 3 Tahun dengan Aplikasi Mobile Banking Lunar

Astralis Group baru saja menandatangani kerja sama dengan aplikasi mobile banking asal Nordik, Lunar. Kerja sama ini mencakup kartu VISA dengan logo Astralis dan pembuatan konten eksklusif, seperti wawancara dan behind-the-scene, yang hanya akan bisa diakses oleh pengguna aplikasi Lunar. Sayangnya, tidak diketahui berapa nilai finansial dari kerja sama antara Lunar dengan Astralis ini. Menurut pernyataan resmi, nilai kerja sama yang berlangsung selama 3 tahun tersebut cukup signifikan.

Esports menarik audiens global yang jumlahnya terus beratambah. Dan salah satu kekuatan kami adalah kami dekat dengan generasi digital natives,” kata CCO dan Co-founder Astralis Group, Jakob Lund Krestensen, menurut laporan Esports Insider. “Cara Lunar untuk mengubah metode perbankan, penggunaan gamification dan hiburan digital sesuai dengan strategi kami dan juga dengan target penonton kami.”

Astralis Lunar
Kerja sama Astralis dan Lunar mencakup kartu VISA khusus. | Sumber: The Esports Observer

Astralis Group adalah organisasi esports asal Denmark yang membawahi tim Counter-Strike: Global Offensive Astralis, tim League of Legends Origen, dan tim FIFA Future FC. Namun, fokus dari kerja sama dengan Lunar adalah tim CS:GO Astralis. Menurut laporan The Esports Observer, saat ini, para fans Astralis di Denmark sudah bisa mendaftarkan diri dalam waitlist Lunar meski aplikasi mobile banking itu belum diluncurkan. Rencananya, Lunar akan dirilis pada tahun ini.

“Dalam kerja sama kami dengan Astralis Group, dengan fokus pada tim Astralis, kami mengubah model perbankan dan hiburan, menyediakan pengalaman baru untuk para fans,” kata CEO dan Founder Lunar, Ken Villum Klausen. “Kami melakukan hal ini untuk meningkatkan engagement dengan pengguna kami. Dan kerja sama dengan Astralis membantu kami dalam menciptakan aplikasi finansial super serta menarik hati para pengguna baru.”

Belakangan, memang semakin banyak merek non-endemik yang tertarik untuk bekerja sama dengan organisasi esports dalam rangka memenangkan hati generasi milenial dan gen Z. Pada April 2020, BMW mengumumkan kerja samanya dengan 5 organisasi esports yang berlaga di League of Legends. Saat itu, perusahaan pembuat mobil itu mengaku bahwa mereka akan memfokuskan marketing mereka pada esports. Sementara pada tahun lalu, Audi juga memutuskan untuk menjadi sponsor dari Future FC di bawah Astralis. Future FC menjadi perwakilan dari klub sepak bola Italia, Juventus dalam liga PES eFootball.

Beban Mental Atlet Esports Profesional dan Cara Menanggulanginya

Siapa yang tak ingin bekerja sesuai dengan passion mereka? Bagi gamer, menjadi pemain esports profesional tentunya adalah sebuah impian. Bisa bermain game yang disukai setiap hari, bertanding di depan ribuan atau bahkan ratusan ribu orang dan menjadi populer, dibayar pula. Gamer mana yang tak tergiur dengan itu semua? Sayangnya, menjadi pemain esports tidak melulu menyenangkan. Ada pengorbanan yang harus para atlet esports profesional lakukan.

Jika Anda berpikir, “Ah, kan tinggal main aja, gampang!” Bagi seorang gamer, bermain game tentu saja terasa menyenangkan. Tapi ingat, menurut Hukum Gossen: “Jika pemuasan kebutuhan terhadap satu hal dilakukan terus-menerus, kenikmatannya akan terus berkurang sampai akhirnya mencapai titik jenuh.” Ini contoh mudahnya. Misalnya, makanan favorit Anda adalah nasi goreng. Ketika Anda memakan nasi goreng, Anda tentu akan senang. Namun, bayangkan jika setiap hari — pagi, siang, dan malam — Anda hanya bisa makan nasi goreng. Bayangkan jika itu terjadi selama satu minggu, satu bulan, atau mungking satu tahun! Lama-kelamaan, Anda akan merasa bosan dengan nasi goreng, walau tadinya, itu adalah makanan favorit Anda. Begitu juga dengan bermain game.

Apa Masalah yang Dihadapi Pemain Esports Profesional?

Sebelum ini, Hybrid.co.id pernah membahas tentang berbagai masalah yang harus dihadapi oleh para pemain esports dalam meniti karir mereka. Salah satu masalah yang harus mereka hadapi adalah stres dan burnout. Menurut riset yang dilakukan oleh University of Chichester, para atlet esports menghadapi tantangan mental yang serupa dengan atlet olahraga tradisional. Jadi, jangan mengira menjadi atlet esports profesional mudah karena mereka “hanya” duduk di hadapan layar untuk bertanding.

Pemain esports punya tekanan untuk memuaskan fans. | Sumber: The Esports Observer
Pemain esports punya tekanan untuk memuaskan fans. | Sumber: The Esports Observer

Menurut Yohannes Paraloan Siagian, pemegang gelar M.M dari Universitas Indonesia dan M.B.A. dari I.A.E de Grenoble, Universite Piere Mendes, yang pernah menjabat sebagai Kepala Sekolah SMA 1 PKSD dan Vice President EVOS Esports, beban mental para atlet esports justru lebih berat daripada atlet olahraga biasa. Pasalnya, atlet olahraga biasanya hanya dituntut untuk memberikan performa terbaik dalam satu ajang olahraga saja. Sementara atlet esports bisa mengikuti beberapa turnamen atau liga dalam satu tahun. Itu artinya, mereka harus memberikan performa terbaik mereka lebih dari satu kali atau mereka harus menjaga agar performa mereka stabil selama waktu yang lebih lama dari atlet olahraga biasa.

“Kemudian, feedback dari publik jauh lebih cepat sampai ke player di dunia esports daripada di olahraga tradisional,” ujar pria yang akrab dengan panggilan Joey ini saat dihubungi melalui pesan singkat. “Memang, di zaman medsos, ini sudah mulai umum. Tapi, perbedaannya adalah atlet esports ‘hidup’ di dunia online: streaming, media sosial, bahkan in-game chat. Hal-hal tadi adalah jalur komunikasi publik yang cepat dan tidak terfilter. Ini berarti, semua pujian bisa cepat sampai. Tapi, semua hinaan, kata-kata kasar, dan lain sebagainya… juga bisa langsung ke player. Dan toxicity netizen Indonesia sudah bukan rahasia lagi…”

Ilustrasi. | Sumber: Shutterstock via Kompasiana
Ilustrasi. | Sumber: Shutterstock via Kompasiana

Selain tuntutan untuk bermain maksimal, hal lain yang bisa menjadi beban mental atlet esports adalah kontrak dengan tim profesional. Joey mengatakan, saat ini, di Indonesia, kebanyakan kontrak antara pemain profesional dan tim cenderung menguntungkan tim. Para pemain bisa dilepas atau dinonaktifkan kapan saja. “Masih mending kalau dilepas dan bisa main di itm lain. Kalau hanya dinonatkfikan dan tidak bisa bermain?” kata Joey. “Kemungkinan diganti setelah satu atau dua performa buruk itu akan menjadi beban besar bagi player manapun, dan berlaku di cabang manapun. Tapi, di esports, saat ini ancaman itu lebih besar. Dan jika terjadi, jalur kembali ke tim utama seringkali tidak jelas.”

Hal lain yang bisa menambah beban mental pemain esports adalah masalah “META (Most Effective Tactics Available)”. Berbeda dengan basket, sepak bola, atau olahraga tradisional lainnya, perubahan META di esports sangat cepat. “Misalnya, ada teknologi VAR (Video Assistant Referees) di sepak bola. Ini akan dibahas selama beberapa tahun, baru dites, dan setelah itu baru diimplementasi. Contoh lainnya, perubahan taktik tim basket yang bisa dilihat melalui video dan terpantau melalui scouting dan observasi,” ujar Joey. Sebagai perbandingan, perubahan META di game-game esports tidak hanya cepat, tapi juga sering.

Saat developer game merilis update atau patching, maka biasanya akan ada karakter yang di-buff atau di-nerf. Tak tertutup kemungkinan, ada mekanisme game yang juga berubah. Misalnya, ketika update Outlanders dirilis untuk Dota 2. “Ini membuat pemain esports harus selalu up to date dan beradaptasi ke semua perubahan yang terjadi, karena di esports, perubahan kecil saja di satu aspek bisa memengaruhi seluruh META dengan drastis. Tuntutan harus up to date ini juga jadi beban besar yang tidak bisa disepelekan,” kata Joey. “Semua ini, digabung dengan kenyataan bahwa atlet esports tidak punya ‘offseason‘, memberikan tekanan mental yang relatif tinggi jika dibandingkan dengan olahraga tradisional.”

Update Outlanders mengubah banyak hal dalam Dota 2.
Update Outlanders mengubah banyak hal dalam Dota 2.

Mia Stellberg, psikolog esports yang pernah bekerja untuk Astralis, salah satu tim Counter-Strike: Global Offensive terbaik dunia, juga mengatakan hal yang sama. “Secara umum, menjadi atlet esports memiliki beban yang lebih berat daripada atlet olahraga tradisional,” ujar Stellberg dalam wawancara dengan RedBull. Dia mengungkap, ada banyak tanggung jawab atlet esports yang tak terlihat oleh masyarakat awam. Bagi tim internasional, mereka harus sering berpergian ke luar negeri. Dan pergi ke luar negeri untuk ikut serta dalam turnamen esports tentunya tidak sama dengan pergi untuk tamasya. Seorang atlet esports juga dituntut untuk tetap memberikan performa terbaik meskipun mereka mengalami jet lag.

Pentingnya Mengendalikan Emosi Bagi Atlet Esports

Saat bekerja untuk Astralis, Stellberg menjelaskan, tugasnya adalah untuk mengetahui keadaan para pemain dan membantu mereka untuk menjadi lebih baik lagi. Salah satunya dalam hal mengendalikan emosi. Jika Anda sering bermain game kompetitif, Anda pasti akrab dengan istilah “rage quit“. Sayangnya, pemain esports tak mungkin melakukan itu, apalagi ketika mereka tengah bertanding.

Selain itu, seseorang biasanya merasa frustasi ketika dia melakukan kesalahan atau kalah — apalagi kalau musuh ikut mengolok-olok. Jika tak terkendali, rasa frustasi ini justru bisa membuat seorang atlet esports membuat lebih banyak kesalahan. Membuat kesalahan, kemudian merasa frustasi, yang berakhir pada lebih banyak kesalahan, dan meningkatkan rasa frustasi; seperti terjebak dalam lingkaran setan. Karena itulah, Stellberg mencoba untuk mengajarkan para pemain esports untuk berpikir rasional dan tetap rileks bahkan setelah mereka melakukan kesalahan. Dengan begitu, mereka tetap bisa fokus untuk bermain dengan baik.

“Saya ingin mengajarkan para pemain cara mengendalikan emosi mereka sehingga mereka bisa berpikir lebih rasional. Jika Anda emosional, ini mungkin menyebabkan masalah saat bermain game,” ujar Stellberg. “Agar bisa memberikan performa terbaik, Anda harus bisa berpikir dengan jernih. Karena jika Anda merasa stres, hal ini akan memengaruhi koordinasi mata-tangan dan reaction time Anda. Rasa percaya diri Anda juga memengaruhi performa Anda. Karena, jika Anda tidak merasa percaya diri, Anda akan lebih mudah merasa stres.”

Mia Stellberg ingin para pemain esports bisa mengatur emosinya. | Sumber: RedBull
Mia Stellberg ingin para pemain esports bisa mengatur emosinya. | Sumber: RedBull

Mengendalikan emosi tidak hanya penting ketika seorang atlet esports membuat kesalahan, tapi juga ketika mereka dalam posisi unggul. Ketika Anda merasa bahwa Anda sudah pasti akan menang, biasanya, Anda menjadi lebih santai. Dan jika tidak hati-hati, rasa percaya diri yang terlalu berlebihan ini justru bisa jadi senjata makan tuan.

CEO BOOM Esports, Gary Ongko Putera mengaku, rasa tidak percaya diri pemain bisa menjadi penghambat tim meraih kemenangan. Berdasarkan pengalamannya, pemain bisa merasa tidak percaya diri ketika menghadapi pemain lain yang dianggap lebih populer. Selain itu, atlet esports juga bisa merasa tertekan karena merasa harus memuaskan para fans. Ini semua bisa menyebabkan pemain atau tim bermain terlalu aman. “Istilahnya, jadi play to not lose bukannya play to win,” ujar Gary melalui pesan singkat. Menurutnya, mental pemain esports juga diuji ketika mereka tak kunjung meraih tujuan mereka, misalnnya memenangkan turnamen.

“Nggak semua orang kuat bisa menerima kegagalan di fase yang sama berturut-turut. Misalnya, kalah di open atau closed qualifier melulu,” kata Gary. “Awal-awal mungkin semangat, tapi habis tiga atau empat kali gagal, mungkin justru akan meragukan diri sendiri atau ketika bermain merasa ada pressure. Atau kebalikannya, sudah pernah ke luar negeri untuk mewakili Indonesia, tiba-tiba mau mewakili Indonesia lagi, jadi merasa ada pressure.”

Bagaimana Cara Pemain Esports Mengatasi Stres?

Masing-masing pemain esports bisa memiliki sumber stres yang berbeda-beda. Joey memberikan contoh, bagi pemain esports yang berasal dari keluarga berada mungkin lebih peduli akan reputasinya daripada penghasilannya. Sementara pemain yang datang dari keluarga kurang mampu mungkin akan lebih cemas dia akan kehilangan sumber penghasilannya jika performanya buruk dan dia dikeluarkan dari tim.

“Jadi, dalam menghadapi keadaan seperti ini, pertama, harus dimulai dari hal-hal yang global,” kata Joey. “Misalnya, membangun rasa percaya diri, mengajari cara melepaskan tekanan agar proses pelepasan tekanan tidak berbahaya.” Dia menjadikan balon sebagai metafor. Jika balon terus ditiup tanpa membiarkan udara di dalamnya keluar, balon akan meledak. Sementara jika udara di dalam balon dikeluarkan begitu saja, balon bisa terbang tanpa arah yang jelas. Begitu juga dengan pelepasan stres bagi pemain esports. Mereka harus dapat melakukannya dengan cara yang tepat agar stres tidak menumpuk dan membuat mereka “meledak”.

Jika tak diatur dengan baik, stres bisa menyebabkan seseorang "meledak". | Sumber: The Coversation
Jika tak diatur dengan baik, stres bisa menyebabkan seseorang “meledak”. | Sumber: The Coversation

Masing-masing atlet esports punya caranya sendiri dalam melepas stres. “Ada pemain yang larinya ke rohani dan iman. Sebelum stream atau latihan atau bertanding selalu berdoa. Ada yang memilih untuk mencari kegiatan refreshing. Ada yang memilih untuk menghabiskan waktu lebih bannyak dengan keluarga,” ungkap Joey. Sayangnya, tidak sedikit juga pemain esports yang memilih melepaskan stres dengan cara yang kurang sehat. “Tidak sedikit pemain profesional yang terlihat sangat akrab dengan alkohol, vape, dan lain sebagainya. Seringkali, jawaban yang diberikan ketika ditanya kenapa mereka sering minum adalah untuk ‘menenangkan pikiran’.”

Padahal, gaya hidup yang tidak sehat — mengonsumsi junk food, rokok, alkohol, dan pola tidur tak teratur — justru bisa menyebabkan kondisi fisik memburuk. Semua itu juga bisa menurunkan kondisi mental seseorang, sehingga mereka lebih muda merasa stres karena tekanan. Dan saat stres, pemain cenderung mencari jalan pintas untuk menghadapi tekanan, yaitu mengonsumsi junk food, rokok, dan alkohol.

Kebanyakan pemain esports masih sangat muda. Tidak jarang, pemain esports sudah mengundurkan diri pada pertengahan umur 20-an. Secara legal, anak di bawah umur 21 tahun, menjadi tanggung jawab orangtua. Artinya, mereka tidak akan bisa menjadi pemain profesional tanpa persetujuan orangtua. Jadi, jika orangtua setuju anaknya meniti karir sebagai pemain profesional, mereka seharusnya juga bertanggung jawab dalam membantu sang anak/remaja untuk mengatasi stres dengan cara yang sehat.

“Tapi, menurut saya, secara etis dan moral, ini merupakan tanggung jawab tim yang seharusnya mereka penuhi,” ujar Joey. “Kalau sudah membawa anak muda ke satu lingkungan saat dia harus memberikan performa maksimal, ya seharusnya tim memberikan dukungan full. Tim juga akan bisa lebih untung karena atlet akan bisa bermain dengan maksimal dan mengangkat nama tim.”

Menurut Joey, tim esports profesional seharusnya memiliki psikolog yang bertanggung jawab dalam mengatasi masalah mental dalam organisasinya. Tak hanya itu, atlet profseional juga sebaiknya rela mengeluarkan uang lebih untuk mendapatkan jasa psikolog untuk membantunya mengatasi berbagai masalah mental yang dia alami. “Di luar negeri, atlet sepak bola misalnya, memiliki trainer fisik pribadi, koki pribadi, psikolog pribadi dan lain sebagainya,” kata Joey. Dia sadar, hal ini mungkin tidak bisa diterapkan di Indonesia begitu saja. “Tapi, saya merasa, atlet seharusnya paham bahwa dirinya adalah sumber daya yang perlu dia kembangkan dengan investasi. Hal ini akan membantu untuk menaikkan level mereka.”

Sementara itu, menurut Stellberg, sangat penting bagi para pemain esports untuk bisa menyeimbangkan kehidupan profesional dan kehidupan pribadi mereka. Memang, atlet esports biasanya hobi bermain game. Namun, saat menjadi pemain profesional, bermain tak lagi sekadar menjadi hobi, tapi sebuah pekerjaan. Stellberg percaya, menghabiskan waktu lebih dari 10 jam setiap hari selama seminggu penuh di depan komputer untuk latihan bukanlah ide bagus. Pemain esports sebaiknya menghabiskan waktu istirahat mereka bersama teman, keluarga, atau kekasih mereka.

“Salah satu tugas saya adalah membantu para pemain untuk menyeimbangkan kehidupan profesional dan pribadi mereka,” ujar Stellberg. “Saya merasa, tidak peduli apa pekerjaan Anda, Anda seharusnya tetap memiliki kehidupan pribadi dan kehidupan sosial dan mungkin, seorang kekasih.”

Kesimpulan

Jika Anda sering menonton pertandingan sepak bola, Anda pasti pernah mendengar seorang fans mengeluh, “Seharusnya si A melakukan XYZ!” Atau mungkin, Anda adalah orang yang meneriakkan kata-kata itu ke layar televisi? Sekedar berbicara memang jauh lebih mudah dari melakukan sesuatu. Begitu juga dengan esports. Meskipun para atlet esports terlihat hanya duduk di depan layar dan bermain, mereka juga menghadapi berbagai masalah yang mungkin tidak terlihat, termasuk tekanan mental.

Memang, mengatur stres dan tekanan mental adalah tanggung jawab para pemain esports profesional. Namun, sebagai fans, tidak ada salahnya untuk menjadi lebih baik.

Sumber header: Fortune

PUBG Indonesia Series 2020, Jalan Menuju Kompetisi Tingkat Dunia

Pada 19 Januari 2020 kemarin, PUBG (Steam) mengumumkan seri kompetisi untuk skena kompetitif lokal. Kalau PUBG Mobile punya PUBG Mobile Pro League (PMPL), PUBG akan memiliki kompetisi lokalnya sendiri yang bernama PUBG Indonesia Series (PIS).

Gelaran PIS sudah sempat hadir pada tahun 2019 lalu, yang dimenangkan duo Victim Esports yaitu Victim Reality dan Victim Rise. Tahun lalu, PUBG Indonesia Series hadir dengan durasi kompetisi yang cukup singkat dan total hadiah hanya Rp10 juta saja. Sementara itu, kini PIS 2020 akan hadir dengan total hadiah yang lebih besar dan durasi kompetisi yang lebih panjang.

Sumber: PUBG Official
Sumber: PUBG Official

Memperebutkan total hadiah sebesar Rp150 juta, gelaran PUBG Indonesia Series dibuka untuk umum. Jadi siapapun Anda, Pro Player, Semi-Pro, atau yang baru ingin menjajaki dunia kompetitif PUBG bisa mengikuti kompetisi ini. Fase registrasi sudah dibuka sejak tanggal 10 Mei 2020 lalu sampai 25 Mei 2020 mendatang.

Setelah itu pertandingan berlanjut pada fase kualifikasi. Diselenggarakan 29 Mei hingga 2 Juni 2020 para peserta akan bertanding di babak kualifikasi dengan menggunakan Standard and Universal PUBG Esports Ruleset (SUPER) selama 6 ronde. Nantinya babak kualifikasi hanya menyisakan 16 tim terbaik untuk lolos ke babak final yang akan diselenggarakan pada 6 hingga 14 Juni 2020 mendatang.

Tidak hanya memperebutkan total hadiah yang sangat besar, PUBG Indonesia Series juga memberi kesempatan para pemenangnya untuk bertanding di tingkat internasional. Tim yang mendapat kesempatan tersebut adalah 2 tim peringkat teratas. Seperti Victim FTS di PCS APAC kali ini, peringkat 1 dan 2 di PUBG Indonesia Series 2020 akan berkesempatan bertanding dengan tim asal regional Asia Pacific, termasuk Thailand, Vietnam, negara Oseania, dan negara-negara Asia Tenggara lainnya.

Gilang Rivani S Sumber: PUBG Official
Gilang Rivani S, Project Manager PUBG Indonesia. Sumber: PUBG Official

Menanggapi PUBG Indonesia Series 2020, Gilang Rivani S selaku Project Manager at PUBG Indonesia memberikan komentarnya. “PUBG Indonesia Seresi merupakan momentum awal bagi kalian yang masih punya passion dalam dunia esports terutama FPS Battle Royale. Lewat gelaran ini, kalian akan banyak sekali mendapatkan pengalaman mulai dari cara mengatur strategi, melatih ketahanan, dan melatih mental dalam berhadapan dengan tim profesional lainnya. Dengan total hadiah Rp150 juta dan kesempatan untuk mewakili Indonesia di kancah Asia Pacific, PUBG Indonesia Series menjadi salah satu jalan bagi kalian yang ingin mengharumkan nama Indonesia di mata dunia lewat skena kompetitif PUBG!”

Lebih lanjut, Gilang juga menjelaskan soal keberlanjutan PUBG Indonesia Series. Mengingat ini sudah menjadi PUBG Indonesia Series yang kedua, akankah gelaran kompetisi lokal ini terus berlanjut di masa depan?

“Kami berusaha sebisa mungkin untuk memberikan yang terbaik. Besar harapan kami membuat seri lokal ini terus berlanjut sampai seri-seri berikutnya. Namun hal ini tidak mungkin terjadi tanpa adanya dukungan dari komunitas PUBG Indonesia. Jadi, mohon dukungannya dari kalian semua.” tandas Gilang.

Apakah Anda sudah siap untuk menjadi juara dunia PUBG lewat PUBG Indonesia Series?

Organisasi Esports Spanyol Vodafone Giants Dapat Investasi Senilai Rp48,7 Miliar

Vodafone Giants mendapatkan kucuran dana segar sebesar €3 juta (sekitar Rp48,7 miliar). Investasi ini sepenuhnya berasal dari Sánchez Cózar Group, yang didirikan oleh José Antonio Sánchez Cózar. Beberapa investor Giants lainnya antara lain Gabriel Saenz de Buruaga, Alejandro Beltran, Luis Ferrandiz, dan YouTuber Lolito Fernández. Sebagai organisasi esports asal Spanyol, Giants mengatakan, mereka ingin memastikan semua investor mereka berasal dari dalam negeri.

“Mendapatkan ronde investasi terbesar yang pernah didapatkan oleh organisasi esports Spanyol membuktikan bahwa kami adalah perusahaan yang sehat. Kepercayaan yang diberikan oleh rekan kami menjadi bukti dari pertumbuhan Giants dalam satu tahun belakangan,” kata José Ramón Díaz, CEO Vodafone Giants, menurut laporan Esports Insider. “Kami akan terus memimpin industri esports di Spanyol dan terus berinovasi sebagai perusahaan hiburan.”

Memang, sepanjang 2020, Giants cukup aktif. Mereka berhasil menjalin kerja sama dengan beberapa merek non-endemik, seperti merek lolipop Chupa Chups, merek air mineral Font Vella, merek sportswear Nike, dan klub sepak bola Sevilla FC.

vodafone giants
Tim Vodafone Giants. | Sumber: Esports Insider

Dana investasi yang didapatkan oleh Giants ini akan digunakan untuk mendanai ekspansi global mereka. Selain itu, mereka juga akan menggunakan uang tersebut untuk membangun markas di kota asal mereka, yaitu Malaga, Spanyol.

Terkait pendanaan ini, Cózar berkata, “Di satu sisi, ini adalah kesempatan untuk memasuki sektor yang memiliki potensi besar untuk berkembang. Di sisi lain, investasi ini merupakan keputusan strategis terkait bisnis kami di sektor pelatihan teknologi.”

Vodafone Giants adalah salah satu organisasi esports Spanyol paling tua. Pada awalnya, mereka menggunakan nama Giants Gaming sebelum mereka menandatangani kontrak dengan Vodafone pada 2018, lapor The Esports Observer. Mereka juga menjadi salah satu dari organisasi esports yang dapat mengumpulkan dana lebih dari US$1 juta (sekitar Rp14,9 miliar) walau tak bergabung dalam ekosistem franchise.

Sebelum ini, Tempo Storm berhasil mengumpulkan US$3,3 juta (sekitar Rp46 miliar) dari Galaxy Interactive. Sementara Tribe Gaming mendapatkan pendanaan tahap awal lebih dari US$1 juta (sekitar Rp14,9 miliar) dari bintang WWE Caludio Castagnoll alias Cesaro dan pemain Boston Celtics Gordon Hayward.

Jersey BOOM Esports Mendunia Lewat Kerja Sama dengan WayUp.GG

Pada 19 Mei 2020 lalu, BOOM Esports mengumumkan kerja sama terbarunya. Lewat sebuah video, mereka mengumumkan kerja samanya dengan WayUp.GG untuk distribusi merchandise milik BOOM Esports. Dalam video tersebut, BOOM Esports menunjukkan bahwa merchandise seperti jersey dan kaos BOOM Esports tersedia dalam platform dan dijual dengan mata uang Brazil Real.

WayUp.GG merupakan platform penjualan berbagai merchandise esports asal Brazil. Melihat dari laman resminya, WayUp.GG terlihat fokus kepada distribusi merchandise beberapa organisasi esports lokal asal Brazil. BOOM Esports mungkin bisa dibilang menjadi salah satu organisasi esports internasional yang pertama selain Steelseries, yang mendistribusikan jersey mereka pada platform lokal ini.

Sumber: BOOM Esports
Sumber: BOOM Esports

Membahas kerja sama ini, kami berbincang singkat dengan Gary Ongko, CEO BOOM Esports. Gary Ongko menjelaskan bahwa kerja sama ini dilakukan dalam bentuk partnership antara BOOM Esports dengan WayUp.GG. “Jadi penjualan merchandise kami di Brazil akan hadir secara eksklusif hadir di WayUp.GG. Bukan cuma distribusi, tapi mereka juga akan menjadi rekan produksi berbagai merchandise BOOM Esports di Brazil.”

Lebih lanjut, BOOM Esports menjelaskan, partnership dengan WayUp.GG ini merupakan tindak lanjut dari akuisisi roster ex-INTZ untuk masuk ke dalam skena CS:GO internasional, yang mereka lakukan pada 25 Februari 2020 kemarin.

Sedikit membahas akuisisi tim yang mereka lakukan, BOOM Esports mungkin bisa dibilang menjadi salah satu organisasi esports Indonesia pertama yang terjun ke dalam salah skena esports kasta atas internasional.

Setelah bertahun-tahun menjalankan tim CS:GO dengan menggunakan roster lokal Indonesia, BOOM Esports melakukan lompatan berani dengan mengambil roster kelas satu berisikan talenta muda berbakat asal Brazil. Tidak tanggung-tanggung, mereka langsung mengambil pemain bintang salah satunya ada Joao Vasconcellos (Felps) dan Ricardo Prass (boltz).

“Karena pemain CS:GO kami memang merupakan pemain bintang di skena Brazil, maka dari itu demand jersey BOOM Esports jadi meningkat di sana. Maka dari itu, kerja sama dengan WayUp.GG ini akan membantu BOOM Esports melancarkan bisnis merchandise kami. Seperti tadi disebut, WayUp.GG akan melakukan distribusi, produksi, juga membantu melakukan marketing produk merchandise kami di Brazil.” Gary menjelaskan.

“Kami bangga bisa bekerja sama dengan WayUp.GG, yang bisa dibilang sebagai salah satu platform e-commerce esports merchandise terbesar di Brazil.” Tukas Gary menutup pembahasan soal kerja sama terbarunya ini.

Berkat kerja sama ini, jersey BOOM Esports untuk pasar Brazil akan tersedia pada laman wayup.gg/boomesports. Menjadi menarik melihat sepak terjang BOOM Esports. Di bawah pengelolaan tangan dingin Gary Ongko, brand esports lokal Indonesia ini kini jadi berkembang hingga melampaui pasar esports lokal Indonesia.

McLaren Gandeng Veloce Esports untuk Kembangkan Tim Esports Mereka

McLaren Racing baru saja mengumumkan kerja samanya dengan Veloce Esports dengan tujuan untuk mengembangkan tim esports mereka. Veloce Esports adalah organisasi esports asal London yang fokus pada game racing, FIFA, Fortnite, dan Rocket League. Sayangnya, tidak diketahui berapa nilai kerja sama antara McLaren dan Veloce.

“Kami bangga bisa bekerja sama dengan tim pelopor ternama seperti McLaren Racing, yang sudah sangat dikenal dalam sejarah motorsport. Kami sama-sama memiliki rasa haus akan kompetisi dan inovasi, dan saya tahu kerja sama ini akan menarik perhatian para fans. Kami juga akan menjadi tempat bernaung bagi talenta gaming terbaik di dunia untuk berkompetisi,” ujar Jack Clarke, COO dan Co-founder Veloce Esports, seperti dikutip dari Esports Insider. “Kami sangat bangga dan tidak sabar untuk membangun ekosistem esports lengkap bersama McLaren.”

Melalui kerja sama ini, Veloce Esports akan bertanggung jawab untuk mengatur dan mengembangkan tim esports McLaren. Salah satu fokus mereka adalah untuk memastikan kesuksesan tim McLaren dalam berbagai turnamen. Selain itu, Veloce juga akan turun tangan dalam mengembangkan calon pembalap berbakat serta meningkatkan reputasi tim McLaren di kancah global.

McLaren dan Veloce juga akan bekerja sama untuk membuat akademi bagi calon pembalap. Tidak tertutup kemungkinan, calon pembalap tersebut akan terpilih untuk mewakili McLaren. Melalui kerja sama ini, influencer di dunia sim racing, Benjamin “Tiametmarduk” Daly juga akan menjadi duta dari proyek Shadow McLaren.

“Kami senang dapat bekerja sama dengan Veloce dalam rangka untuk memenangkan hati fans motorsport generasi muda,” ujar Mark Waller, Managing Director of Sales and Marketing, McLaren Racing. “Bekerja sama dengan perusahaan ambisus dan visioner seperti Veloce adalah langkah penting untuk berkembang di dunia esports yang telah kami masuki beberapa tahun belakangan.”

Lebih lanjut, Waller berkata, “Popularitas dan pertumbuhan esports telah terbukti dalam beberapa minggu belakangan dan tren ini tampaknya masih akan terus berlanjut. Tujuan kami adalah untuk mengembangkan talenta baru melalui akademi virtual, meningkatkan performa tim esports kami, dan menemukan cara baru untuk menarik dan berinteraksi dengan fans kami di seluruh dunia.”

Di tengah pandemi, banyak balapan yang dibatalkan. Sebagai gantinya, diadakan balapan virtual. Formula 1, NASCAR, sampai Formula E melakukan ini dan balapan virtual tersebut terbukti cukup populer. Jadi, tidak aneh jika McLaren tertarik untuk mengembangkan tim esports mereka.

Esports Selama Pandemi: Tanpa Keramaian dan Penuh Tantangan

Belakangan, ekosistem esports sedang menunjukkan perkembangan yang begitu pesat. Menurut proyeksi Newzoo, esports sebenarnya bisa berkembang menjadi bisnis senilai US$1,1 miliar (sekitar Rp16 triliun) pada tahun 2020 ini. Proyeksi tersebut merupakan pertumbuhan 15,7% dari tahun 2019 yang diperkirakan memiliki nilai sebesar US$950,6 juta (sekitar Rp14 triliun).

Tetapi apa mau dikata, pandemi COVID-19 yang bibitnya sudah dimulai sejak 31 Desember 2019 kini melanda dunia. Dampak pandemi ini pada akhirnya menjadi semakin parah saat memasuki pertengahan tahun 2020. Untuk menekan laju persebaran virus, pemerintah di berbagai negara menerapkan pembatasan perjalanan luar negeri serta pembatasan fisik yang ketat.

Hal tersebut secara langsung berdampak kepada ekonomi dan juga ekosistem banyak industri. Selain industri olahraga, esports yang juga kerap mengumpulkan massa dalam jumlah besar di satu tempat juga jadi terpaksa menghentikan banyak aktivitasnya. Awal WHO menetapkan COVID-19 sebagai pandemi, banyak turnamen internasional yang seharusnya diselenggarakan tatap muka jadi dibatalkan.

Namun esports masih punya nyawa, pertandingan esports masih bisa dilakukan secara online, yang membuat industri ini masih tetap berdenyut walau pandemi membuat ekonomi melambat. Namun ini membuat esports selama pandemi tetap harus berjalan dengan berbagai tantangannya.

Membahas ini, saya berbincang dengan beberapa elemen ekosistem lokal. Ada Moonton yang diwakili Reza Ramadhan selaku Head of Broadcast and Content sebagai wakil dari elemen penyelenggara turnamen esports, Andrian Pauline CEO RRQ dari elemen organisasi esports, dan Palson Yi selaku Marketing Director Realme Indonesia dari elemen sponsor ekosistem esports.

Mari simak perbincangan saya dengan beberapa elemen tersebut membahas bagaimana industri esports berjuang selama pandemi terjadi.

Ketika Format Pertandingan Berubah Menjadi Online

Bisa berjalan secara online tidak serta-merta membuat esports tetap perkasa selama pandemi. Berhubung pertandingan dilakukan secara online di gaming house masing-masing peserta, ada hal-hal yang tak bisa dikendalikan oleh penyelenggara. Tak heran jika penyelenggaraan kompetisi online sarat tantangan, baik dari segi teknis atau dari segi sportivitas turnamen.

Mobile Legends Professional League Season 5 adalah salah satu turnamen esports yang terdampak akan hal ini. Setelah kurang lebih 4 pekan pertandingan berjalan secara offline, MPL ID Season 5 secara bertahap membatasi interaksi sosial sejak dari bulan Maret.

Mulai pekan 5, MPL ID Season 5 berjalan dengan tanpa penonton. Seiringan dengan penerapan protokol Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), MPL ID akhirnya diselenggarakan secara fullonline, menyisakan tim broadcast dan para shoutcaster saja di studio MPL Indonesia pada pekan ke-7.

Reza menjelaskan, alasan utama MPL ID diselenggarakan sepenuhnya secara online adalah karena mengikuti anjuran pemerintah. “Sehingga pada waktu itu kami memutuskan untuk menjalankan MPL ID Season 5 sepenuhnya online. Jadi hanya menyisakan crew broadcast dan shoutcaster saja di studio MPL, itupun jumlahnya sangat kami batasi.”

Karena perubahan format yang dilakukan MPL ID Season 5, tentu saja tim peserta juga jadi kena akibatnya. Rex Regum Qeon (RRQ) salah satu tim peserta MPL ID Season 5 menjadi salah satu yang terdampak.

Andrian Pauline Husen (AP), CEO RRQ menceritakan walau perubahan ini membatasi dan memaksa banyak pihak harus melakukan adaptasi hidup namun AP dan manajemen RRQ mengaku masih mensyukuri keadaan.

“Sebetulnya lumayan bersyukur karena pertandingan esports masih bisa dilakukan secara online. Walau tidak bisa menikmati riuh-rendah dukungan penggemar RRQ secara langsung, namun berhubung pertandingan masih bisa dilakukan secara online, jadi kami masih bisa memberi sajian permainan kami kepada pecinta esports tanah air.” Cerita sosok yang kerap disapa pak AP.

Sumber: Andrian Pauline via Instagram
Andrian Pauline, CEO dari tim RRQ. Sumber: Andrian Pauline via Instagram

Lebih lanjut, AP menjelaskan bahwa perubahan ini tidak terlalu banyak berdampak kepada cara kerja manajemen dalam mengasuh pemain-pemain RRQ yang harus bertanding.

“Dari RRQ dampaknya tidak terlalu signifikan secara alur kerja. Paling, apa yang dilakukan manajemen adalah menerapkan peraturan pembatasan mobilitas pemain. Jadi mereka tidak boleh keluar gaming house seenaknya, hanya jika ada urusan yang penting dan mendesak saja.” Tambah AP.

Namun AP menceritakan, bahwa keadaan ini sedikit banyak juga tetap berdampak kepada para pemain. “Keadaan ini memang lumayan membuat stress banyak pihak, termasuk pemain-pemain RRQ. Tapi untungnya masih bisa disiasati dengan melakukan aktivitas hiburan contohnya dengan membuat konten. Kalau bicara motivasi pemain bisa dibilang tidak terlalu banyak berpengaruh, karena kami tetap fokus latihan seperti biasa.”

Menyajikan Esports Secara Online Dengan Segala Keterbatasannya

Manajemen dan cara kerja, mungkin bisa dibilang jadi satu perubahan yang masih bisa dikendalikan oleh pihak terkait. Dengan adaptasi yang tepat, walau keadaan memaksa pertandingan esports jadi diselenggarakan online, semuanya bisa kembali berjalan normal dengan beberapa perubahan.

Namun perubahan ini memberikan tantangan baru bagi esports. Dalam pertandingan online, internet sebagai elemen krusial, menjadi tantangan paling berat bagi semua pihak. Jika bermain game online secara casual, sedikit lag atau disconnect mungkin tidak jadi masalah. Tetapi jadi beda cerita jika kita bicara bermain game dalam pertandingan esports, lag walau sedikit sekalipun tidak bisa ditolerir, apalagi disconnect.

Masalah ini pun seperti buah simalakama bagi para penyelenggara turnamen esports, karena mereka tidak terlalu banyak bisa mengendalikan hal ini. Dalam pertandingan tatap muka, semua pemain menggunakan satu internet yang sama yang disediakan oleh penyelenggara.

Tetapi dalam pertandingan online yang dilakukan tim peserta di gaming house masing-masing, kemampuan koneksi internet jadi sangat bervariasi, tergantung lokasi gaming house masing-masing peserta. Ini tentu menjadi masalah besar yang sulit untuk diatasi oleh penyelenggara.

Sumber: Dokumentasi Hybrid - Ajie Zata
Reza Ramadhan, Head of Broadcast and Content of Moonton. Sumber: Dokumentasi Hybrid – Ajie Zata

“Gue setuju banget bahwa masalah internet ini adalah yang paling sulit untuk diatasi.” Reza membuka pembahasan. “Karena ada banyak pihak yang terdampak ketika pertandingan dilakukan dari gaming house masing-masing, dan salah satu internet pemain bermasalah. Jadi kami selaku penyelenggara harus memutar otak untuk menjaga kenyamanan, serta mencari jalan tengah terbaik agar para tim dan juga para penonton bisa tetap nyaman.”

Maka dari itu, butuh tindakan mitigasi jika ada masalah terjadi baik itu internet atau masalah lain. Reza lalu menceritakan beberapa bentuk tindakan penanggulangan yang dilakukan oleh MPL ID Season 5, jika ada masalah koneksi terjadi saat pertandingan sedang berlangsung.

Salah satu caranya adalah dengan mewajibkan manajer tim bersiap siaga di dalam voice channel Discord. Lalu alur komunikasi juga dibuat menjadi satu pintu melalui sang manajer.

“Jadi manajer tim harus standby dengan salah satu perwakilan dari tim broadcast. Kalau ada salah satu anggota tim mengalami kesulitan koneksi, perwakilan broadcast akan segera memanggil manajer, lalu melakukan tindakan sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak, pause permainan contohnya.” Reza menceritakan.

Sumber: Youtube Mobile Legends Bang-Bang
Tampilan pause game sudah menjadi pemandangan yang umum selama MPL ID Season 5 diselenggarakan secara online mulai pekan 7 hingga babak Grand Final. Sumber: Youtube Mobile Legends Bang-Bang

Lebih lanjut Reza juga menjelaskan sedikit soal peraturan pause di MPL ID Season 5 selama pertandingan dilakukan secara online. “Ketika ada satu masalah, setiap tim diperkenankan untuk melakukan pause, dengan total durasi pause maksimal 5 menit dalam satu kali pertandingan. Selain itu, hanya manajer yang boleh bicara selama pause berlangsung. Sesama pemain tidak diperkenankan berdiskusi selama pause, dan mereka diawasi percakapannya, demi mempertahankan pertandingan yang adil dan sportif.”

Jika pihak penyelenggara sudah berusaha habis-habisan untuk menanggapi masalah internet yang terjadi, lalu bagaimana dari pihak tim peserta? AP lalu menceritakan bahwa pihak manajemen RRQ juga melakukan tindakan pencegahan selama pertandingan berjalan, terutama dari sisi teknis internet.

“Saat babak Playoff kami melakukan tindakan tambahan untuk mencegah terhentinya pertandingan karena internet. Untuk itu kami melakukan dua hal, yaitu mempersiapkan internet cadangan dan juga meminta satu orang teknisi dari provider internet yang kami gunakan untuk siap siaga di gaming house divisi Mobile Legends kami.” AP menjelaskan. “Tapi sejauh ini internet tidak terlalu jadi masalah dalam pertandingan online yang kami lakukan, soalnya internet milik Biznet (sponsor tim RRQ) sudah mumpuni… Haha.” Ucap AP seraya bercanda.

Selain internet, masalah kedua yang menghadang turnamen esports saat diselenggarakan secara online adalah soal sportivitas. Ketika turnamen diselenggarakan secara remote, dan pemain bermain dari gaming house masing-masing, kecurangan tentu jadi rentan terjadi karena para pemain bisa lebih leluasa melakukan berbagai macam hal.

Moonton selaku penyelenggara turnamen sudah mempersiapkan semua rencana dari A sampai Z, untuk mencegah berbagai hal yang terjadi. Bahkan salah satunya Moonton juga menyiapkan CCTV yang merekam ruangan tempat pemain bertanding, untuk mengawasi perbincangan, serta gerak gerik pemain. Lalu bagaimana dari sisi manajemen tim peserta?

Sumber: Youtube Mobile Legends Bang-Bang
Menunjukkan layar HP ke CCTV merupakan salah satu peraturan yang diterapkan Moonton untuk menjaga sportivitas selama MPL ID Season 5 diselenggarakan secara online. Sumber: Youtube Mobile Legends Bang-Bang

“Kami selalu berusaha untuk selalu patuhi peraturan, dan para pemain juga memang ingin menunjukan yang terbaik dengan cara-cara yang sportif dan jujur.” Cerita AP soal bagaimana nilai sportivitas menjadi yang utama di dalam tim RRQ.

Tapi walau pihak Moonton dan tim peserta sudah melakukan yang terbaik untuk menjaga integritas kompetisi, kontroversi turnamen online tetap sulit dihindari. Terkadang penonton punya kecurigaaan berlebihan, karena turnamen online dianggap lebih rentan menciptakan kecurangan. Terlebih jika terjadi satu kejadian yang dianggap tidak biasa.

Satu yang kejadian yang sempat ramai diperbincangkan adalah pertandingan antara Bigetron Alpha vs AURA Esports di pekan 8 MPL ID Season 5. Kisruh ini terjadi karena Bigetron Alpha mengalami masalah teknis berupa bug. Awalnya Bigetron Alpha hanya melakukan pause, tapi akhirnya rematch terpaksa dilakukan, namun dengan hero berbeda. Keadaan ini dianggap janggal oleh penonton, karena pertandingan sudah berjalan selama 8 menit 28 detik.

Reza menjelaskan bahwa sebelum pertandingan, Moonton sudah melakukan meeting dengan para manajer untuk mendiskusikan berbagai aturan. Peraturan itu juga sudah disetujui oleh banyak pihak. Kontroversi Bigetron Alpha vs AURA Esports sendiri sebenarnya sudah ditanggapi dengan benar dan sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Namun seperti apa yang saya sebut di atas, pertandingan online secara tidak langsung mengundang ketidakpercayaan penonton, dan itu menjadi salah satu tantangan dari format kompetisi seperti ini.

Patrick Christian selaku manajer tim Bigetron Alpha sempat menjelaskan kronologi kejadian ini kepada saya dalam sesi bincang-bincang Hybrid Talk. Jika Anda penasaran, saya sematkan percakapan saya dengan Patrick, yang bisa Anda saksikan pada video di bawah ini.

Dengan segala keterbatasan, sajian pertandingan online MPL ID Season 5 akhirnya berjalan lancar. Selama pertandingan, penonton mungkin sedikit jemu karena banyak kejadian pause yang tak terhindarkan. Namun animo penonton terhadap MPL ID Season 5 tetap tinggi. Mengutip Esports Charts, jumlah penonton terbanyak selama MPL ID Season 5 adalah sebanyak 1.163.007, dengan total 26.809.501 juta jam konsumsi konten.

Lalu, bagaimana cara para penyelenggara turnamen bisa menyajikan sajian esports yang menarik, walau format pertandingan online hadir dengan segala keterbatasannya?

Tantangan Konten, dan Relasi Sponsor Dengan Esports Selama Pandemi

Selain tantangan dari segi teknis, tantangan lain yang dihadapi oleh esports semasa pandemi adalah dari segi konten dan sponsor. Dengan semua dilakukan secara remote, penyelenggara harus putar otak mencari cara agar sajian konten bisa tetap menarik walau cara menyajikannya terbatas selama masa pandemi ini.

Reza sebagai Head of Broadcast and Content di Moonton mengakui, bahwa menyajikan tayangan esports yang menarik menjadi lebih menantang semasa pandemi ini. “Untungnya kami sudah memiliki video dan footage yang diambil saat pertandingan offline Regular Season MPL ID Season 5 berjalan. Jadi konten tersebut masih bisa kami gunakan, contohnya sebagai pengganti entrance pemain sebelum mulai pertandingan.” ucap Reza.

“Selain dari itu, supaya tayangan esports tetap menarik saya juga bereksperimen membuat konten support message. Kami mencoba menghubungi orang terdekat dari para pemain, meminta mereka merekam pesan untuk para pemain. Saya merasa bersyukur, ide tersebut ternyata disambut dengan baik, sehingga para orang tua ataupun orang terdekat mau meluangkan waktu untuk memberikan pesan.” Tambah Reza.

Tantangan lain yang juga dihadapi bisnis esports selama pandemi adalah soal sponsor. Hal ini sebenarnya menarik, karena pada satu sisi masyarakat getol mengkonsumsi tayangan esports sebagai sarana hiburan selama isolasi diri. Namun di sisi lain sponsor dan brand cenderung mengurangi budget marketing mereka, agar bisa tetap bertahan menghadapi keadaan serba tidak pasti ini.

Sebelumnya, saya sempat membincangkan ini bersama dengan Irliansyah Wijanarko, Chief Growth Officer RevivalTV dan Tommy Bambang, Chief Communication Officer INDOESPORTS. Pada awal perbincangan, mereka berdua bercerita bagaimana pandemi sedikit banyak berdampak kepada RevivalTV dan INDOESPORTS.

“Selama masa pandemi ini keadaan memang lebih berat, karena dampaknya dirasakan oleh jajaran tim mulai dari atas sampai bawah. Terlebih, keadaan ini tidak hanya berdampak kepada esports, tapi juga rekan-rekan dari esports company seperti INDOESPORTS. Jadi kita harus lebih putar otak untuk cari celah agar bisnis tetap lancar.” Tommy Bambang menjelaskan.

“RevivalTV juga cukup goyah menghadapi keadaan ini, melakukan adaptasi di sana dan sini, mencari produk yang bisa dijual kepada para brand. Tapi memang walau esports bisa tetap berjalan secara online, kenyataannya para brand juga sedang saving money. Jadi kita harus pintar mencari celah bisnisnya.” Tambah Irli.

Membahas soal ini saya juga bicara dengan Palson Yi, Marketing Director Realme Indonesia. Realme beberapa waktu lalu menjadi sponsor untuk gelaran esports, terutama Mobile Legends. Tahun lalu mereka mensponsori MSC 2019 di Filipina. Tak hanya itu, mereka juga menjadi sponsor utama dari gelaran MPL ID Season 5 2020 .

Senada dengan apa yang dikatakan Irli, Palson Yi menjelaskan strategi Realme dalam mensponsori memang acara esports. “Tentunya kami akan lebih strategis dalam memilih acara esports yang tepat. Maka dari itu kami hanya memilih acara esports yang memanjakan komunitas game anak muda, serta penggemar esports di Indonesia untuk menikmati kompetisi yang seru, adil, serta acara esports yang memilki pengalaman yang sejalan dengan slogan kami yaitu semangat Dare-to-Leap.”

Ini menjadi pilihan yang wajar bagi Realme sebagai sponsor, apalagi perubahan pertandingan esports dari offline ke online, sedikit banyak mengorbankan beberapa hal. “Karena pertandingan berubah dari offline menjadi online, kami jadi mengorbankan beberapa hal ketika menjadi sponsor acara esports, salah satunya adalah kesempatan memberikan experience langsung kepada penggemar untuk bermain game menggunakan seri smartphone terbaru dari kami.” Ucap Palson Yi.

Sumber: Twitter Realme Indonesia
Palson Yi, Marketing Director Realme Indonesia. Sumber: Twitter @realmeindonesia

“Namun perubahan ini mendorong kami untuk mengoptimalkan sumber daya yang ada untuk tetap menyampaikan pesan kepada potential customer melalui aktivitas online yang sudah didiskusikan.” Palson Yi menjelaskan lebih lanjut.

Reza lalu menambahkan, bahwa MPL juga jadi menambahkan beberapa segmen khusus untuk sponsor agar exposure para sponsor tetap terjaga. Video advertising mungkin sudah jadi hal yang biasa dilakukan dalam kerja sama sponsorship. Namun selain itu Reza bercerita bahwa mereka juga melakukan konten interaktif dengan para fans yang melibatkan sponsor, sebagai cara agar sponsor tetap mendapat porsinya tersendiri di dalam gelaran MPL.

Masih soal sponsor, Andrian Pauline juga turut menjelaskan kasus relasi sponsor dengan ekosistem esports dari perspektif RRQ sebagai organisasi esports. AP menceritakan, bahwa RRQ juga turut menerima dampak peningkatan konsumsi masyarakat terhadap konten esports.

“RRQ mungkin sedikit diuntungkan karena kemarin juara MPL ID Season 5, jadi lumayan bagus peningkatan engagement media sosial kami… Haha.” Ucapnya kembali sembari bercanda. “Tapi kenaikan engagement bukan berarti secara langsung memudahkan kita mendapat sponsor. Pada masa pandemik ini, sponsor jadi berpikir 3 kali sebelum masuk ke esports, karena mereka harus menata ulang semua rencana mereka dari awal.”

Lalu apakah RRQ kena dampak akan hal tersebut? AP menjelaskan bahwa hingga saat ini tidak ada satupun sponsor dari tim RRQ yang undur diri ataupun mengubah kesepakatan. “Jadi belum bisa dibilang bahwa RRQ mengalami kerugian secara bisnis gara-gara pandemi. Sejauh ini yang terjadi hanya diskusi ulang saja dengan sponsor. Karena keadaan seperti ini, beberapa kegiatan yang sudah kita rencanakan dari awal tahun jadi harus diubah untuk menyesuaikan dengan keadaan, dan agar tetap engaging bagi sponsor.” Tutup AP.

Tak bisa dipungkiri bahwa pandemi ini memberi dampak yang lebih besar dari apa yang kita bayangkan. Anda para penggemar saat ini mungkin bisa dengan santai menonton tayangan pertandingan esports dari rumah. Tapi nyatanya tayangan yang Anda tonton tersebut datang dari perjuangan para pelaku bisnis esports yang menghadapi banyak sekali tantangan selama masa pandemi ini.

Namun demikian, baik Anda para pembaca, saya, para pelaku bisnis esports, dan juga rekan-rekan sponsor yang terlibat mungkin setuju akan satu hal di dalam pembahasan ini. Bahwa kita semua rindu akan gemuruh para penonton, rindu berteriak mendukung tim atau pemain kesayangan, dan rindu bertemu kawan-kawan komunitas saat mendatangi laga esports offline.

Mari kiat berdoa agar pandemi segera mereda, keadaan bisa berangsur membaik, agar kita semua bisa kembali beraktivitas dengan normal, dan bisa kembali menikmati esports seperti bagaimana mestinya.

CEO Baru TikTok Mau Kembangkan Bisnis Gaming dan Musik

Kevin Mayer, mantan Head of Streaming Services Disney akan menjabat sebagai CEO TikTok per 1 Juni 2020 mendatang. Dalam wawancara dengan The Wall Street Journal, Mayer berkata bahwa selain mengembangkan bisnis utama TikTok, yaitu video, dia juga tertarik untuk mengembangkan bisnis-bisnis terkait yang juga memiliki potensi bisnis besar. Dua industri yang dia maksud adalah gaming dan musik.

Saat ini, semakin banyak organisasi esports yang membuat akun resmi di TikTok, sebut saja FaZe Clan, Team SoloMid, dan G2 Esports. Di Indonesia, juga ada beberapa organisasi esports yang membuat akun resmi TikTok, seperti EVOS Esports, Bigetron Esports, dan Onic Esports. TikTok bahkan baru saja mengumumkan kerja sama dengan WHIM Indonesia, perusahaan manajemen talenta di bawah EVOS.

Para streamer juga sudah merambah ke TikTok, misalnya Tyler “Ninja” Blevins atau Imane “Pokimane” Anys. TikTok juga telah bekerja sama dengan Fortnite serta menggandeng Collegiate StarLeague untuk membuat turnamen esports. Hanya saja, semua usaha TikTok untuk memasuki ranah game dan esports dianggap belum maksimal.

tiktok gaming musik
Tyler “Ninja” Blevins juga punya akun TikTok. | Sumber: Kotaku

“Bagi TikTok, mereka tampaknya belum menemukan cara terbaik untuk masuk ke pasar gaming,” kata Jason Wilhem, CEO TalentX Gaming pada Business Insider. TalentX Gaming adalah perusahaan joint venture antara ReKTGlobal — perusahaan induk dari organisasi esports Rogue — dengan TalentX, perusahaan manajemen talenta yang membawahi sejumlah kreator terbaik di TikTok. “Ada banyak hal yang harus Anda persiapkan untuk dapat melakukan streaming game. Terlihat jelas bahwa TikTok belum mempersiapkan fitur tersebut, tapi kami akan memikirkan cara untuk mengatasi masalah ini.”

Sementara di dunia musik, TikTok telah memberikan dampak yang cukup besar walau umur mereka sebagai media sosial terbilang muda. Setiap bulan, lagu-lagu yang menjadi trending song di TikTok selalu berhasil masuk dalam daftar Hot 100 di Billboard. Tak hanya itu, musisi seperti Drake juga menggunakan dance challenges di Tiktok untuk mempromosikan lagu barunya.

Sementara music producer Tiagz berhasil mendapatkan jutaan penggmar karena dia menulis lagu tentang tren di TikTok. Para pengiklan juga menemukan cara untuk memanfaatkan tren musik dan tarian di TikTok. Misalnya, Warner Bros. Entertainment membuat musik original dan dance challenge untuk mendapatkan miliaran view dan jutaan komentar di TikTok.

“Menurut saya, TikTok sekarang menjadi salah satu platform tempat musik dirilis,” kata Evan Horowitz, CEO Movers+Shakers, perusahaan kreatif. “Wajar saja jika perusahaan-perusahaan membuat musik yang populer di komunitas TikTok sehingga musik itu bisa menjadi tren dan sukses di luar platform tersebut.”

Sumber header: Jesse Grant/Getty Images for Disney via Business Insider