TAG Heuer Menjadi Sponsor dari Porsche Esports Supercup

Perusahaan pembuat jam tangan mewah asal Swiss, TAG Heuer menjadi title sponsor dari Porsche Esports Supercup. Dengan begitu, nama turnamen tersebut berubah menjadi Porsche TAG Heuer Esposrts Supercup. Selain perubahan pada nama, total hadiah yang ditawarkan dalam turnamen tersebut juga naik dua kali lipat, dari US$100 ribu (sekitar Rp1,6 miliar) menjadi US$200 ribu (sekitar Rp3,2 miliar).

“Setelah bekerja sama dengan Porsche dalam Formula E pada musim ini, kami senang untuk memperluas kerja sama kami ke dunia esports. Kedua merek kami, TAG Heuer dan Porsche, merupakan pakar dalam menghadapai tantangan, inovasi, dan ketepatan,” kata CEO TAG Heuer, Stéphane Bianchi, seperti dikutip dari Esports Insider. Dia mengatakan, selama ini, TAG Heuer memang memiliki sejarah dalam mendukung acara balapan. “Esports adalah platform baru yang fantastis bagi kami untuk menunjukkan nilai perusahaan dan mendukung komunitas balapan baru yang dinamis dan kompetitif dalam era digital.” Memang, biasanya, menjadi title sponsor merupakan bagian dari strategi marketing perusahaan untuk memperkenalkan merek mereka.

Porsche TAG Heuer Esports Supercup
Porsche TAG Heuer Esports Supercup diadakan dengan kerja sama bersama iRacing. | Sumber: Newsroom Porsche

Esports Supercup pertama kali diadakan pada 2019. Untuk mengadakan turnamen tersebut, Porsche bekerja sama dengan platform simulasi balapan iRacing. Dalam Porshce TAG Heuer Esports Supercup tahun ini, Josh Rogers, yang memenangkan turnamen balapan tersebut pada tahun lalu akan diundang untuk ikut serta. Selain itu, tiga orang lain yang juga masuk dalam posisi empat besar dalam turnamen balapan pada tahun lalu — Maximilian Benecke, Sebastian Job, dan Mitchell de Jong — juga akan mendapatkan undangan untuk ikut serta.

Porsche TAG Heuer Esports Supercup terdiri dari 10 ronde dan dimulai dengan tes pra-musim di sirkuit Catalunya, yang diadakan pada 28 Maret 2020. Sementara babak pertama dari turnamen balapan virtual tersebut akan diadakan di sirkuit Park Zandvoort pada 2 Mei 2020. Turnamen akan diakhiri dengan balapan di sirkuit Autodromo Nationale Monza pada 19 September 2020.

Sementara itu, Vice President of Marketing, Porsche, Kjell Gruner mengatakan bahwa Porsche TAG Heuer Esports Supercup merupakan turnamen balapan virtual paling penting yang mereka adakan. “Setelah sukses dalam turnamen pertama pada 2019, kami sekarang akan memulai musim kedua dengan rekan baru,” ujar Gruner. “Porsche dan TAG Heuer telah menjadi rekan dalam Formula E. Sekarang, TAG Heuer, sebagai merek yang memiliki sejarah panjang, akan membantu kami untuk menyelenggarakan kompetisi balapan esports paling inspirasional.”

Di tengah pandemik virus Corona, turnamen balapan virtual memang semakin populer. Alasannya, beberapa turnamen balapan yang dibatalkan akhirnya digantikan dengan balapan esports, seperti Formula 1 dan eNASCAR.

5 Tim Esports Baru di Indonesia di Awal Tahun 2020

Ekosistem esports Indonesia berkembang pesat pasca MSC 2017 yang menjadi cikal bakal popularitas ekosistem esports mobile di Indonesia. Sejak saat itu esports di Indonesia pun berkembang mencapai banyak hal baru yang dahulu mungkin belum pernah terpikirkan sebelumnya.

Penyelenggara kompetisi jadi lebih berani mencoba sistem baru di Indonesia, yaitu sistem liga franchise. Walau sempat menjadi polemik, namun liga yang digadang-gadang akan menjadi tren masa depan akhirnya diterima dengan baik dalam kancah lokal, bahkan akhirnya juga dilakukan oleh penyelenggara lainnya.

Tak hanya itu, ekosistem esports Indonesia juga jadi kebanjiran dukungan dari pihak pemerintah. Dukungan tersebut hadir dalam bentuk kompetisi seperti Piala Presiden Esports 2019 dan 2020, dan juga berbagai badan organisasi yang mencoba mengatur perkembangan ekosistem esports indonesia seperti, Asosiasi Video Game Indonesia (AVGI), Federasi Esports Indonesia (FEI), dan yang terakhir adalah Pengurus Besar Esports Indonesia (PBESI) yang dibuat oleh Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI).

Dengan geliat perkembangan yang begitu lincah juga cepat, tak heran jika kini banyak pihak juga ingin terjun ke dalam ekosistem esports Indonesia, salah satunya dengan membuat tim esports. Karena itu, meski baru berjalan 3 bulan, setidaknya ada 5 tim esports pendatang baru di Indonesia di 2020. Siapa saja mereka? Inilah daftarnya.

The Pillars

The Pillars digagas oleh salah satu musisi ternama di Indonesia, yaitu Ariel dari Band Noah. Debut pertama dari divisi pertama The Pillars sendiri ada pada ekosistem esports Free Fire. The Pillars Claymore segera berkompetisi di liga kasta utama Free Fire Indonesia, yaitu Free Fire Masters League 2020.

Sayang dalam pertandingan debutnya, The Pillars belum bisa menuai hasil yang maksimal. Mereka harus puas terhenti di peringkat 4 Pot A, kalah cukup jauh dibanding pemuncak klasemen pada grup tersebut, yaitu Rosugo Esports.

Walau baru muncul di tahun 2020, namun menurut cerita, The Pillars ternyata sudah ada sejak dari tahun 2003. The Pillars ketika itu bukanlah tim esports, melainkan hanya guild yang jadi wadah berkomunitas pemain Ragnarok Online. Ariel Noah bahkan mengakui, bahwa dirinya adalah pemain yang tergabung dalam komunitas tersebut, saat dia masih duduk di bangku kelas tiga Sekolah Menengah Atas.

“Kita sudah main sedari dulu, cuma memang sekarang dunianya sudah sangat berbeda, industrinya jadi semakin luas. Akhirnya teman-teman yang main Ragnarok hingga mobile games kumpul dan main lagi.” Ucap Ariel kepada Liputan6.com

Tahun 2020, Ariel bersama kawan-kawan lama dari Guild The Pillars tersebut kembali lagi, sampai akhirnya muncul ide untuk mengubah wadah komunitas menjadi tim esports yang lebih profesional. Saat ini The Pillars baru memiliki dua divisi. Selain The Pillars Claymore yang bertanding di skena Free Fire, ada juga The Pillars Slayer yang kini sedang bertanding di skena PUBG Mobile.

The Pillars Slayer bertanding di dalam gelaran PMPL ID 2020 Season 1. Walau mereka sempat meraung keras pada pertandingan pekan pertama, namun entah kenapa permainan mereka meredup pada pekan-pekan berikutnya. Tercatat, The Pillars Slayer sudah mengamankan 5 Chicken Dinner dari 3 pekan pertandingan. Saat ini mereka bertengger di peringkat 15 dalam klasemen keseluruhan, dengan perolehan sebesar 527 poin.

SPCE

Space Esports atau SPCE menjadi tim esports yang dibesut oleh content creator di YouTube dan Instagram, yaitu Edho Zell. SPCE pertama kali diumumkan pada akhir Desember 2019 lalu, Edho Zell menceritakannya saat diwawancara oleh salah satu media esports di Indonesia.

Tidak seperti The Pillars yang memulai debut tim mereka lewat kompetisi kasta utama, Edho Zell terlihat ingin merintis SPCE lewat komunitas terlebih dahulu. Dalam membangun komunitas, SPCE membuka kesempatan sebesar-besarnya kepada siapapun yang ingin mencoba merintis karir di dunia esports.

Ketika membuka kesempatan sebesar-besarnya, SPCE di sini benar-benar terbuka terhadap peluang apapun. Tim rintisan lain biasanya akan memulai dari ekosistem esports yang sudah besar dan cukup matang di Indonesia seperti Free Fire, PUBG Mobile atau mungkin Mobile Legends Bang-Bang. Tetapi SPCE muncul dengan cukup berani, membuka jalan pada skena yang belum atau sedikit terjamah di Indonesia.

Maka dari itu, SPCE kini tak hanya memiliki divisi mobile games saja, tetapi juga memiliki beberapa divisi yang memainkan PC game. Jika melihat dari akun Instagram resmi SPCE, saat ini mereka memiliki 3 divisi, yaitu SCPE Alpha yang bertanding di PUBG Mobile, SPCE Delta yang bertanding di PUBG (PC), dan SPCE Charlie yang merupakan tim Overwatch.

Berstatus sebagai tim debutan, mereka sudah berhasil menuai prestasi. Terakhir kali SPCE Delta turut bertanding dalam gelaran Predator League 2020, dan berhasil mendapatkan posisi Second Runner-Up.

Genesis Dogma

Sumber: Dokumentasi Pribadi Bangpen
Sumber: Dokumentasi Pribadi Bangpen

Tim berlogokan dinosaurus Tyrannosaurus Rex ini juga menjadi tim esports lain dalam daftar yang dirintis oleh sosok selebriti. Adalah Filipus Fendi (Bangpen) sosok content creator gaming yang dikenal di YouTube dan sosok aktris serta presenter, Grace Blessing Marbun, yang menjadi pendiri dari tim Genesis Dogma.

Berdiri sejak akhir Januari 2020 kemarin PUBG Mobile menjadi divisi pertama dari tim Genesis Dogma. Dirintis oleh Bangpen, yang cukup berpengaruh di komunitas PUBG Mobile, tak heran jika roster PUBG Mobile Genesis Dogma cukup berkualitas. Genesis Dogma berisikan El, Danzo, Stussy dan Fallen, pemain-pemain yang sudah cukup punya pengalaman berkompetisi di skena PUBG Mobile lokal.

Walau baru seumur jagung, tapi Genesis Dogma sudah sempat berkompetisi di beberapa turnamen lokal bergengsi. Sempat turut bertanding di DG League 2020, saat ini Genesis Dogma juga sedang bertanding di dalam gelaran liga PUBG Mobile Indonesia kasta satu, yaitu PMPL ID 2020 Season 1.

Namun demikian, performa Genesis Dogma terbilang cukup tertinggal jika dibanding tim-tim lainnya di gelaran PMPL ID 2020 Season 1. Danzo dan kawan harus puas hanya mendapat satu kali Chicken Dinner saja sepanjang 3 pekan pertandingan. Dengan perolehan sebesar 149 poin saja, kondisi mereka saat ini sedang terancam di jurang degradasi, berada di peringkat 21 pada klasemen keseluruhan PMPL ID 2020 Season 1.

MORPH Team

Sumber: Hai
Sumber: Hai

MORPH Team mungkin tidak bisa dibilang sepenuhnya sebagai tim esports pendatang baru. Tim yang dibesut oleh sosok selebriti sosmed, Reza Oktavian (Arap) ini sebenarnya bisa dibilang sebagai reinkarnasi dari tim esports yang ia buat sebelumnya, We Against the World (WAW Esports). Berkolaborasi dengan BUBU.com, MORPH Team diumumkan pada awal Februari 2020 lalu dengan divisi PUBG Mobile sebagai ujung tombak.

Divisi PUBG Mobile MORPH Team berisikan pemain-pemain dengan jam terbang tinggi di berbagai kompetisi lokal. Berisikan 3 pemain ex-WAW Esports, yaitu RensKy, noMrcy, dan Zabrol, tim ini juga kedatangan pemain ex-EVOS Esports yang dahulu berhasil menaklukan Bigetron RA di gelaran PINC 2019, yaitu Jeixy.

Meski usia MORPH Team secara organisasi masih sangat muda, roster berpengalaman yang dihadirkan berhasil membuat tim ini menjadi tim yang kompetitif. Alhasil, mereka segera mendapat gelar juara saat melakukan debut pertamanya dalam turnamen DG League 2020. Tak hanya itu saja, MORPH Team juga diundang untuk bertanding di dalam liga kasta utama skena PUBG Mobile Indonesia, PMPL ID 2020 Season 1.

Pada liga kasta utama PUBG Mobile Indonesia tersebut, MORPH Team sudah menuai hasil yang cukup positif, walau mungkin masih kurang memuaskan. Saat ini Jeixy dan kawan-kawan sudah mengumpulkan 4 Chicken Dinner dari 3 pekan pertandingan dan 604 total poin keseluruhan. Perolehan tersebut membuat mereka bertengger di peringkat 10 dari klasemen PMPL ID 2020 Season 1 keseluruhan.

Walau hanya memiliki divisi PUBG Mobile saja untuk saat ini, namun MORPH Team punya satu keunikan yang menurut saya, membuat tim ini jadi lebih mudah diingat. Hal tersebut adalah bahasa desain yang digunakan untuk seragam serta jaket tim. Menggunakan bahasa desain ala Cyberpunk, penampilan MORPH Team jadi layaknya para Hypebeast yang harga pakaiannya mencapai puluhan juta rupiah, dari baju sampai sepatu.

Team ELVO

Mungkin ini menjadi satu-satunya tim esports pendatang baru dalam daftar yang tidak dirintis oleh sosok selebriti. Tim ini dirintis oleh sekelompok anak muda yang menjalankan bisnis voucher game bernama Elvonesia, yaitu Ibrahim Kamil (Ikamil) dan A. Muiz Farist (Farexcel). Dari sisi manajemen tim, ada sosok yang sudah lama malang melintang di dalam ekosistem game Indonesia, Andrew Tobias, yang dipercayakan menjadi CEO dari Team ELVO.

Kehadiran Andrew Tobias mungkin bisa dibilang jadi salah satu keunikan dari Team ELVO sendiri. Sosok yang sudah lama malang melintang di komunitas game ini mengaku bahwa dirinya ingin keluar dari zona nyaman dengan menjadi CEO Team ELVO. Alhasil, tim ini tampil menjadi seperti apa yang Andrew tahu dan mahir lakukan, tim yang punya komunitas di berbagai game dan hadir di berbagai kota.

Diresmikan pada 1 Januari 2020 lalu, saat ini Team ELVO sudah memiliki tiga divisi, yaitu Free Fire, COD Mobile, dan Arena of Valor. Divisi Free Fire menjadi ujung tombak pertama dari Team ELVO. Team ELVO juga menjadi tim berikutnya yang segera mendapat prestasi saat debut pertama mereka. Mengikuti kualifikasi Piala Presiden Esports 2020 Regional Barat, Team ELVO segera menyabet piala dan lolos ke gelaran final Piala Presiden Esports 2020.

Sayang, Team ELVO belum cukup beruntung saat mereka mengikuti liga Free Fire Indonesia kasta utama, yaitu Free Fire Master League Season 1. Bertanding dengan tim-tim ternama, Team ELVO divisi Free Fire harus rela terhempas di peringkat 4 pot B, kewalahan melawan RRQ Hades yang jadi rival satu grup mereka.

Banyaknya kehadiran tim esports di Indonesia tentu akan membuat persaingan, baik prestasi ataupun bisnis, menjadi semakin berat. Namun demikian hal ini menjadi pertanda bahwa ekosistem esports di Indonesia terus bertumbuh besar. Terlebih persaingan menghadirkan inovasi, yang diharapkan membuat ekosistem esports indonesia kian matang di masa depan.

Selain itu, meski tahun 2020 baru berjalan 3 bulan (artikel ini ditulis pada tanggal 30 Maret 2020), sudah ada 5 tim baru yang muncul. Apakah pembuatan tim-tim esports baru ini hanya sekadar latah dari berbagai selebriti? Hanya waktu yang bisa menjawab, apakah ramainya tim-tim esports baru ini memang keputusan yang matang atau latah semata.

Uniknya juga, tidak ada divisi Mobile Legends yang dibentuk oleh 5 tim baru tadi. Padahal, faktanya, Mobile Legends masih jadi salah satu esports paling populer di Indonesia menurut Esports Market Trend 2019 yang dirilis DailySocial. Apakah karena ekosistem esports MLBB yang memang punya tuntutan lebih tinggi dalam keseriusan manajemen dan sengitnya kompetisi, yang terlihat dari MDL dan MPL Indonesia? Atau apakah para pendiri tadi sudah tidak melihat ada peluang bisnis yang menguntungkan dari ekosistem MLBB?

PUBG Mobile Kerja Sama Dengan ESL Untuk Gelar PMWL

Dari semua esports mobile games yang ada, mungkin PUBG Mobile bisa dibilang menjadi salah satu yang punya presensi global paling kuat. Hal ini salah satunya terlihat dari banyaknya tim esports kelas dunia yang turut bergabung ke dalam skena, seperti FaZe Clan yang akuisisi tim Thailand atau Fnatic yang akuisisi tim India. Apalagi menurut catatan terakhir, game ini juga digemari banyak orang, dan sudah diunduh sebanyak 600 juta kali pada akhir Desember 2019 lalu.

Melihat hal ini tak heran jika esports company tingkat global seperti ESL akhirnya juga turut masuk ke dalam ekosistem PUBG Mobile, menjalin kerja sama, agar game tersebut punya presensi lebih kuat di pasar Eropa. Melalui kerja sama ini, ESL dikatakan akan membangun sebuah studio siaran esports yang “inovatif” di Katowice, Polandia. Studio tersebut nantinya akan menjadi rumah bagi pertandingan offline PUBG Mobile, yang tentunya akan diadakan setelah wabah pandemi COVID-19 mereda.

Tahun lalu dalam gelaran PMCO Global Finals 2019 (yang dimenangkan oleh Bigetron RA), Tencent sudah sempat mengumumkan, bahwa mereka siap gelontorkan Rp70,6 miliar untuk semua hadiah turnamen esports PUBG Mobile. Maka dari itu, inisiatif kerja sama ini juga akan menghadirkan beberapa kompetisi yang diselenggarakan oleh ESL dan memiliki jalan untuk bertanding di kejuaraan dunia.

“Kami sangat bersemangat karena bisa menyokong juga mengembangkan PUBG Mobile menjadi titel esports global, dengan berbagi kepiawaian kami yang telah sukses dalam membuat kompetisi terbuka di berbagai jenjang. Dalam keadaan seperti ini, penting bagi kita semua yang terlibat di dalam komunitas esports, untuk melindungi masa depan jangka panjang, dan juga keselamatan para peserta. PUBG Mobile dan ESL bersama sama dapat mencapai hal ini, dan tetap menyajikan ekosistem esports kelas atas. ucap Fabian Scheuermann Vice President Product Operations & Strategy in Publisher Development dari ESL mengutip dari rilis resmi yang terbit 26 Maret 2020 lalu.

“Untuk dapat memberi lebih banyak kesempatan untuk bertanding serta pengalaman menonton yang menyenangkan kepada para pemain PUBG Mobile, kami mengembangkan lebih jauh ekosistem esports global kami lewat sajian kompetisi berjenjang dari amatir-semipro-pro dan tingkat negara-regional-dunia di tahun 2020.” ucap James YangDirector PUBG Mobile Global Esports dari Tencent Games. “PUBG Mobile berkomitmen untuk memberi kesempatan lebih besar kepada pemain untuk terus menikmati game kami dan memulai karir esports mereka untuk menjadi nomor 1.”

Seperti disebutkan, PUBG Mobile saat ini sudah memiliki kompetisi berjenjang dari tingkat lokal, regional, hingga kejuaraan dunia. Saat ini sedang berjalan gelaran PMPL Indonesia 2020 Season 1, yang diikuti oleh 24 tim dari berbagai bagian Indonesia. Dari tingkat lokal, tim tersebut akan disaring lagi, dan hanya disisakan 3 tim saja untuk melaju ke gelaran PMPL SEA Finals. Selanjutnya tim peserta disaring lagi, menyisakan dua tim saja untuk bertanding di PUBG Mobile World League (PMWL).

24 tim peserta berjajar untuk upacara pembukaan PMPL ID Season 1
PMPL Indonesia 2020 Season 1 yang sempat diselenggarakan di Studio Sepat 72, Pasar Minggu, sebelum akhirnya berubah format menjadi online karena isu kesehatan. Sumber: Dokumentasi Resmi Tencent.

ESL mengatakan bahwa nantinya, jika keadaan memungkinkan serta pandemi COVID-19 sudah mereda, PMWL akan diadakan di studio baru mereka di Katowice. Kompetisi tersebut akan menghadirkan 5 pertandingan per pekan, diikuti oleh 130+ pemain dari berbagai belahan dunia yang akan dibagi ke dalam dua kubu pertandingan, yaitu timur dan barat, dan memperebutkan total hadiah sebesar US$1.000.000 (sekitar Rp15,9 miliar).

Hal ini tentu akan membuat para penggemar PUBG Mobile jadi semakin tidak sabar akan pertandingan PMWL. Apalagi mengnigat ESL terkenal selalu dapat menyajikan tayangan esports berkualitas yang memanjakan mata para penggemar esports.

Sumber Header: ESL Official Release

Apakah Keunikan Pasar Esports Indonesia?

Pertanyaan tentang keunikan pasar esports Indonesia sebenarnya sering saya tanyakan ke banyak pelaku bisnis esports di Indonesia, namun sayangnya saya tidak pernah mendapatkan jawaban yang memuaskan dan definitif.

Jujur saja, saya juga belum punya jawaban definitifnya juga. Tulisan ini juga akhirnya nanti akan berakhir dengan pertanyaan yang sama. Tujuan saya menuliskan artikel ini memang hanya sekadar membawanya ke tingkat kesadaran atau malah memancing diskusi buat para pelaku industri yang ingin terjun ataupun bertahan di ekosistem esports Indonesia.

Kenapa penting merumuskan keunikan pasar esports Indonesia? Buat yang sudah malang melintang di sebuah industri, tentunya Anda tahu bahwa pemetaan pasar itu memang pengetahuan dasar yang wajib dipahami.

Buat yang belum tahu, pemetaan pasar berguna untuk merumuskan strategi, perencanaan, dan bentuk implementasi bisnis. Contoh sederhananya, tak hanya di Indonesia saja sebenarnya, industri esports menerima banyak pendapatan dari sponsor atau brand yang beriklan ke pasar esports. Tujuan beriklan tadi tentu ada beberapa jenis, seperti brand awareness ataupun user acquisition. Lalu bagaimana caranya beriklan yang efektif jika kita tidak memahami betul pasar yang ingin kita tuju?

Itu tadi hanya satu contoh saja. Ada terlalu banyak fungsi dari pemetaan pasar yang akan berguna buat para pelaku industri terkait jika dijabarkan semuanya di sini.

Seperti yang tadi saya tuliskan di awal, saya sering menanyakan tentang keunikan pasar esports Indonesia kepada kawan-kawan saya para pelaku di industri esports, termasuk para petinggi di perusahaannya masing-masing. Berikut ini adalah beberapa jawaban dari mereka yang menurut saya belum terlihat secara gamblang atau bahkan bisa saya sanggah mentah-mentah.

Pasar esports Indonesia jumlahnya besar?

Credits: PIXARua via DeviantArt
Credits: PIXARua via DeviantArt

Mungkin inilah jawaban yang paling sering dilontarkan oleh orang-orang dari pertanyaan tadi. Menurut saya, berhubung kebetulan saya sudah di industri terkait sejak 2008, yang jumlahnya sangat besar adalah pasar industri game.

Satu hal mendasar yang penting untuk dipahami adalah ada perbedaan antara pasar esports dan pasar industri game. Salah satu tokoh politik bahkan menyebutkan angka pasar gaming saat ditanya jumlah pemain esports ketika diwawancarai salah satu televisi swasta.

Pasar esports itu jauh lebih kecil ketimbang pasar gaming. Jika tidak percaya, mari kita hitung-hitungan produknya. Jumlah game di Google Play itu ada 349 juta — menurut Statista. Sedangkan game yang ada ekosistem esports-nya di Indonesia hanya segelintir, seperti PUBG Mobile, Mobile Legends, Free Fire ataupun yang lain yang jumlahnya bahkan tidak sampai 10 — sepengetahuan saya.

Di pasar global dan platform gaming lainnya sebenarnya juga berlaku hal yang sama. Di Steam, misalnya, ada 30 ribu game. Berapa banyak game di sana yang ada esports-nya? Dota 2, CS:GO, R6:S, rFactor 2, dan game-game lainnya yang punya ekosistem esports bahkan tidak mencapai 20 judul.

Itu tadi jika kita membedakannya antara game esports dan non-esports. Untuk setiap game esports sendiri juga harus dipahami bahwa pasar gamer dan fans esports-nya tidak harus sama, meski bisa beririsan.

Misalnya, ada gamer aktif League of Legends yang juga menonton setiap pertandingan liganya (bisa jadi LCK, LPL, LCS, dkk.). Namun ada juga “mantan” pemain (yang pernah tapi sudah tidak bermain lagi) game-nya yang masih menonton pertandingan esport-nya. Sebaliknya, ada juga yang pemain aktif tapi tidak suka menonton pertandingannya.

Hal ini juga terbukti dari statistik yang berbeda antara angka active users dan viewer pertandingan esports-nya. Misalnya, MAU (Monthly Active Users) Mobile Legends di Indonesia saja mencapai 31 juta orang di Oktober 2019. Namun demikian, concurrent viewers untuk kejuaraan dunia MLBB (M1 World Championship) di November 2019 hanya mencapai angka 600ribu orang — menurut Esports Charts.

Sumber: Dokumentasi Hybrid
Sumber: Dokumentasi Hybrid

Hal yang sama juga terlihat dari statistik League of Legends (LoL). Laporan terakhir di bulan September 2019, LoL punya 8 juta concurrent playersSedangkan penonton World Championship 2019 (bulan November 2019) mencapai angka 44 juta concurrent viewers. Meski angkanya terbalik jika dibanding dengan MLBB dan menunjukkan pasar esports LoL itu lebih besar ketimbang gamer-nya, hal ini tetap membuktikan bahwa ada perbedaan besar antara pasar gamer dan pasar esports.

Plus, data ini juga tak bisa digunakan untuk jadi justifikasi pasar esports di Indonesia yang besar — karena ekosistem  LoL di Indonesia mungkin sudah bisa dibilang mati suri (atau malah mati beneran… wkakwakawk). Pasar esports di Indonesia sendiri juga berbeda dengan tren yang terjadi di pasar internasional, yang akan saya bahas di bagian selanjutnya nanti.

Lucas Mao, Directors of Operations dari Moonton dan MPL Indonesia League Commissioner, juga sempat mengatakan bahwa pasar esports di Indonesia itu memang belum sebesar pasar gaming.

Jangan lupa, game-game casual itu juga tidak sedikit jumlahnya apalagi pemainnya. Istri dan anak saya juga bermain game casual setiap harinya, Candy Crush, Minecraft, dkk. dan masuk dalam kategori pasar gaming. Namun mereka tidak peduli dengan esports.

Menurut saya pribadi, pasar gamer itulah yang jumlahnya sangat besar — baik di dunia ataupun spesifik di Indonesia. Bahkan, kemungkinan besar setidaknya 20 tahun lagi, semua orang bisa masuk dalam kategori pasar gaming. Pasalnya, saat ini, sebagian besar orang yang lahir di 1980an ke atas sudah pernah bermain game — apapun platform-nya, PC, console, mobile, ataupun handheld. Hal ini sudah terjadi di industri musik dan film. Karena tidak mungkin rasanya ada orang yang masih hidup hari ini yang belum pernah menonton film ataupun mendengarkan musik sekalipun. Game akan jadi bentuk hiburan untuk semua orang dalam waktu dekat, sama seperti musik dan film tadi.

Minecraft via Nintendo
Minecraft via Nintendo

Apakah semua gamer tadi akan jadi fans esports di masa depan? Saya rasa tidak. Selain pasar game casual yang kecil persentasenya berpaling ke esports, pasar enthusiast gamer pun ada juga yang tidak suka menonton esports — seperti para pemain game-game singleplayer.

Jadi, kembali ke pertanyaan pertama, apakah jumlah pasar esports di Indonesia itu besar? Buat saya, pasar esports bahkan belum sebesar pasar gaming. Apalagi jika dibandingkan dengan industri hiburan yang lebih tua, seperti musik dan film, pasar esports masih jauh lebih kecil.

Pasar esports Indonesia adalah kalangan menengah ke atas?

Mungkin hal ini jadi argumen orang-orang yang cukup banyak membaca soal industri esports di pasar global. Jika kita berbicara soal pasar global, saya setuju dengan pernyataan tadi bahwa pasar esports adalah pasar kalangan menengah ke atas yang punya disposable income.

Sumber: PC Gamer
Sumber: PC Gamer

Kenapa? Karena di pasar global, platform esports yang dominan adalah PC, setelah itu console, baru mobile. Meski memang tidak semua gamer itu jadi fans esports, sebagian besar fans esports adalah pemain game tersebut. Pasalnya, kita mungkin tidak akan bisa memahami apalagi menikmati sebuah pertandingan esports jika kita tidak pernah sekalipun memainkan game-nya — terutama MOBA.

Karena itu, fans-fans esports di pasar global yang lebih condong ke PC dan console berarti pernah memainkan game-game tersebut atau bahkan punya mesin gaming-nya. Mesin gaming tadi, kemungkinan besar, tidak akan dimiliki oleh kalangan ekonomi bawah karena memang bukan kebutuhan primer. Nah, esports di platform PC dan console tadi bisa dikatakan sebagai minoritas di ekosistem esports Indonesia sekarang. Organisasi esports dari Indonesia yang masih fokus dengan game-game PC yang populer di skena internasional bahkan hanya satu, yaitu BOOM Esports.

Mobile esports lah yang saat ini populer di industri esports Indonesia, yang juga terbukti dari Market Research tentang esports yang dilakukan oleh DailySocial di tahun 2019. Kebalikan dari PC dan console, di zaman sekarang ini, ponsel pintar yang jadi platform mobile esports sudah bisa dibilang kebutuhan primer. Ditambah lagi, game esports yang laris di Indonesia tidak membutuhkan ponsel high-end.

Inilah yang perlu dipahami juga bahwa ada perbedaan besar antara pasar esports global dan Indonesia. Karena alasan itu tadi, saya tidak setuju bahwa pasar esport Indonesia (mayoritas) adalah kelas menengah atas.

Pasar esports adalah generasi muda yang melek teknologi?

Memang, faktanya, tidak semua pasar cocok dengan generasi muda yang melek teknologi (alias tech savvy), seperti pasar Harley Davidson di Amerika Serikat sana. Memang, nyatanya juga, fans esports mayoritas datang dari generasi milenial atau yang lebih muda.

Namun begitu, saya pribadi merasa jawaban ini tidak definitif ataupun unik hanya untuk pasar esports.

Pertama, pemahaman melek teknologi itu sangat subyektif — yang sangat bergantung pada pengetahuan masing-masing orang. Apakah orang yang bisa menginstal aplikasi dan game dari Google Play itu bisa disebut tech savvy? Buat kakek atau nenek kelahiran 1950an atau yang lebih tua, mungkin iya.

Buat saya pribadi, orang yang tech savy di ranah Android adalah mereka-mereka yang setidaknya tahu dan pernah flashing ROM. Sedangkan di ranah PC, menurut saya, orang-orang tech savy minimal tahu dan mampu soal overclocking ataupun membaca kode-kode sederhana seperti di HTML, XML, JSON, dkk. Buat yang pengetahuannya lebih dalam lagi, mungkin definisi saya tadi juga tidak berlaku karena mereka punya standar yang lebih tinggi lagi.

Pemahaman tentang kemampuan dan wawasan seseorang, menurut saya, tidak bisa dijadikan patokan dalam mendefinisikan pasar bisnis yang digunakan secara luas karena jadinya akan kabur (skewed). Tak hanya soal teknologi mobile ataupun PC saja sebenarnya yang mungkin memang ranah baru, di ranah bermusik yang instrumennya bahkan sudah ditemukan sejak 43000 tahun yang lalu saja juga masih sangat relatif. Apakah mereka yang tidak bisa membaca not balok dianggap bisa bermusik? Jawabannya akan sangat tergantung pada siapa Anda menanyakan pertanyaan tersebut.

Kedua, masih banyak industri lain yang pasarnya memang generasi milenial atau yang lebih muda. Faktanya, industri hiburan yang dekat dengan kaum muda itu tidak hanya esports. Ada banyak industri lain, dari yang legal sampai ilegal, yang mampu menarik perhatian generasi muda. Saya akan membahas soal persaingan antar industri di bagian terakhir artikel ini nanti.

Di bagian ini, saya lebih ingin menambahkan soal ruang lain selain esports yang bisa digunakan untuk beriklan menyasar generasi muda yang katanya melek teknologi tadi. Ada dua nama yang jadi momok bagi banyak perusahaan media di zaman digital sekarang ini, Facebook dan Google. Saya juga pernah menuliskan panjang lebar soal perjuangan media game dan esports sekarang ini beberapa waktu yang lalu.

Tentunya membandingkan industri esports dan platform digital advertising jadi relevan karena sebagian besar pendapatan esports juga datang dari ruang beriklan untuk sponsor. Mereka-mereka yang memahami dan menyadari hal ini jadi bisa menyesuaikan diri dan menyuguhkan nilai yang berbeda dibanding Facebook dan Google, seperti media-media di zaman digital sekarang ini.

Memahami hal ini juga sebenarnya berguna untuk mulai mencoba mencari sumber pendapatan alternatif selain sponsor, seperti mendapatkan pemasukan dari fans (lewat penjualan merchandise atau yang lainnya) ataupun menghasilkan revenue dari cara lainnya (media rights dkk.), jika tidak ingin selalu berhadapan dengan dua raksasa digital advertising tadi.

Pasar esports Indonesia adalah para loyalis layaknya fans olahraga?

Inilah jawaban terakhir yang juga beberapa kali saya dengar. Beberapa orang yang saya tanyakan menyebutkan bahwa pasar esports adalah para loyalis yang fanatik sehingga cocok untuk jadi ruang beriklan.

Sumber: Jordan.com
Sumber: Jordan.com

Misalnya, sepatu Air Jordan jadi laku gara-gara banyak fans berat dari Michael Jordan. Di sepak bola juga bisa terlihat fanatisme antar pendukung klub bolanya. Masih banyak fans fanatik Arsenal meski klub ini terakhir kali juara liga Inggris di musim 2003-2004, jika saya tidak salah ingat. Tidak sedikit juga fans-fans bola fanatik yang masih memuja-muja tim jagoannya meski hanya pernah nyaris juara — saya sampai tidak berani sebut nama timnya karena takut dihujat wkwkwkwkw

Apakah hal ini juga terjadi di pasar esports Indonesia? Hmmm… Di satu sisi, saya memang sudah menemukan banyak adu mulut antara fans EVOS dan RRQ di media sosial yang membela timnya masing-masing. EVOS Esports juga sudah berhasil mendapatkan pemasukan yang lumayan dari fans-fans-nya yang membeli merchandise mereka. Mereka bisa mendapatkan Rp150 juta dari penjualan merchandise selama gelaran Grand Final MPL ID S4 dan M1 World Championship.

Namun, di satu sisi lain, saya belum menemukan fenomena seperti Air Jordan tadi. Mungkin memang fenomena Air Jordan terlalu hiperbolis untuk dijadikan patokan karena memang Michael Jordan yang terlalu istimewa untuk dibanding-bandingkan. Namun maksud saya, apakah fans esports berpaling ke produk yang jadi sponsor tim dukungan mereka sebagai bentuk nyata dari loyalitas tadi? Apakah fans RRQ jadi menggunakan Biznet? Atau fans EVOS Esports jadi menggunakan CBN Fiber? Saya jujur tidak yakin… Walaupun memang, menurut saya, alasannya lebih karena Biznet dan CBN Fiber adalah internet kabel rumahan kelas broadband — padahal EVOS dan RRQ sekarang lebih dikenal di kalangan gamer mobile.

Mungkin pengujian loyalitas fans esports ini akan lebih masuk akal dan relevan dengan pasarnya jika provider seluler yang jadi sponsor tim-tim yang besar di skena esports mobile ataupun provider internet broadband ke tim esports yang lebih fokus ke game PC.

Meski memang saya juga tidak bisa menolak argumen ini mentah-mentah, saya juga masih belum menemukan bukti konkret yang meyakinkan. Padahal faktanya, yang sering dilupakan banyak orang di industri esports Indonesia yang sudah semakin besar dan menjangkau industri non-endemic, persaingan berebut sponsor tidak hanya terjadi antara para pelaku di industri yang sama tapi juga industri yang berbeda.

Credits: JIExpo Kemayoran via Twitter
Credits: JIExpo Kemayoran via Twitter

Misalnya saja jika kita berbicara soal brand-brand non-endemic yang pernah jadi sponsor esports, baik itu event ataupun tim, seperti Indofood, Tokopedia, Gojek, Blibli, AXE, BCA, dkk. Brand-brand tersebut juga bisa saja dan mampu menjadi sponsor event yang lebih luas cakupan pasarnya. Apa yang bisa meyakinkan mereka untuk terus mendukung esports?

Indofood misalnya. Mereka juga mampu mengeluarkan biaya untuk jadi peserta pameran di Pekan Raya Jakarta yang di 2019 kemarin ditargetkan untuk mendatangkan 6,7 juta pengunjung dan nilai transaksi sebesar Rp7,5 triliun. BCA juga demikian. BCA juga bisa jadi sponsor Indonesia International Motor Show (IIMS) 2019. Gelaran tersebut mampu mendatangkan 528 ribu orang dan memberikan nilai transaksi lebih dari Rp5 triliun.

Sebelum keliru dengan maksud saya, di sini saya bukannya tidak menyarankan industri non-endemic untuk menjadi sponsor lagi di esports. Saya lebih berharap dengan adanya pembuktian yang lebih konkret tentang seberapa besar pengaruh industri dan pasar esports ke industri yang lebih luas.

Penutup

Akhirnya, seperti yang saya katakan di awal artikel ini, saya juga tidak bisa memberikan jawaban definitif tentang keunikan dari pasar esports Indonesia. Namun setidaknya, mungkin artikel ini jadi berguna untuk membuka wawasan bahwa industri esports itu tidak hidup dalam dunianya sendiri.

Sebagai ruang beriklan untuk sponsor, industri esports dan industri-industri lainnya harus berhadapan dengan duopoli Google dan Facebook. Sebagai ruang untuk aktivitas bisnis (engagementsales, dkk.), industri ini juga harus berhadapan dengan industri lainnya. Pemahaman ini saya kira penting saja buat para pelaku industri esports ataupun mereka-mereka yang ingin jadi sponsor di esports.

Sumber: MPL Indonesia
Sumber: MPL Indonesia

Sekali lagi, jangan salah kaprah, saya bukannya jadi melarang para sponsor untuk mengucurkan uangnya lagi ke esports karena saya sendiri juga hidup dari industri esports. Namun, ada beberapa hal yang saya kira harus disadari dan dianalisa lebih jauh.

Pertama, misalnya, menyesuaikan iklan dengan target pasar. Jika target pasarnya adalah kelas menengah atas, ya jangan pakai konten/gaya picisan. Kedua, saya hanya berharap industri esports Indonesia sudah mulai bisa mencari ruang-ruang alternatif dalam mencari revenue selain menjadi ruang iklan. Meski memang cara-cara alternatif ini belum bisa digunakan sepenuhnya untuk menggantikan revenue yang datang dari sponsor.

Ketiga, yang tak kalah penting disadari, inilah alasan kenapa saya juga membandingkan industri esports dengan platform digital advertising ataupun industri lainnya. Faktanya, uang yang digunakan untuk kebutuhan iklan itu terbatas. Misalnya, kenapa sebuah perusahaan harus menjadi sponsor event esports jika perusahaan tersebut bisa mengucurkan dana yang sama jumlahnya (atau bahkan lebih besar) untuk event lainnya yang lebih efektif dari sisi aktivitas bisnis?

Terakhir, menyediakan bukti konkret bahwa esports memang mampu menggerakkan massanya (soal bisnis) tentu akan membuat industri ini lebih meyakinkan untuk para sponsor ataupun investor di masa depan.

Sumber header: Smash.gg

North Perpanjang Kerja Sama dengan EPOS

Organisasi esports asal Denmark, North Esports memperpanjang kerja sama mereka dengan EPOS (Enterprise Solutions and Gaming), perusahaan pembuat peralatan audio. Namun, tidak diketahui berapa nilai dari kerja sama ini.

“Kami senang karena kami dapat memperpanjang kerja sama dengan EPOS,” kata CEO North, Christopher Håkonsson dalam pernyataan resmi, menurut laporan Esports Insider. “Peralatan audio yang berkualitas adalah salah satu faktor paling penting dalam pertandingan esports, tak peduli apa game yang dimainkan. Dengan EPOS, kami memastikan bahwa atlet esports kami yang berlaga di Counter-Strike: Global Offensive, FIFA, dan Apex Legends dilengkapi dengan headset paling canggih.”

North epos
Tim CS:GO North. | Sumber: Liquipedia

Melalui kerja sama ini, para pemain North akan menggunakan headset EPOS sepanjang pertandingan. Selain itu, merek EPOS juga akan tampil di jersey pemain North ketika mereka bertanding di ESL Pro League untuk CS:GO. Kerja sama antara EPOS dan North juga mencakup pembuatan konten untuk media sosial. Mereka akan membuat konten berjudul “Hear the Comms”, yang memungkinkan para fans North untuk mendengarkan komunikasi antara para pemain ketika pertandingan berlangsung.

“Jelas EPOS ingin bekerja sama dengan North, mengingat mereka adalah organisasi esports ternama asal kawasan Nordik. Fokus mereka pada performa dan sikap profesionalisme menjadikan mereka rekan yang tepat untuk kami,” ujar Andreas Jessen, Senior Director of Prodcut Management and Marketing, Gaming, EPOS. “Kami memiliki dedikasi untuk membuat peralatan audio premium. Dan dengan kerja sama dengan North, kami akan dapat merealisasikan rencana kami untuk masuk ke dunia gaming profesional.”

EPOS adalah perusahaan yang lahir hasil kerja sama antara Demant A/S dan Sennheiser dengan tujuan untuk membuat headset gaming, menurut laporan The Esports Observer. Namun, pada awal 2020, kerja sama tersebut berakhir dan EPOS menjadi perusahaan mandiri. EPOS kini bertanggung jawab untuk membuat dan menjual headset Sennheiser yang ditujukan untuk industri gaming dan enterprise.

Esports kini menjadi semakin digemari, khususnya di kalangan generasi muda. Karena itu, semakin banyak perusahaan yang tertarik untuk menjalin kerja sama dengan organisasi esports, baik merek yang memang ada kaitan langsung dengan dunia game atau esports maupun merek non-endemik yang tak memiliki kaitan langsung di esports.

7 Fakta Unik PMPL ID 2020 Season 1 Setelah 3 Pekan Pertandingan

PUBG Mobile Professional League Indonesia 2020 Season 1 (PMPL ID 2020 S1) sudah hampir memasuki pekan terakhir. Selama 3 pekan pertandingan banyak hal terjadi. Perjuangan 24 tim berebut posisi 16 jadi semkain berat karena Bigetron RA yang mendominasi dan punya total perolehan poinnya yang hampir tidak terkejar di peringkat 1. Tetapi PMPL ID 2020 Season 1 bukan hanya soal perolehan poin dan klasemen saja. Ada juga fakta-fakta menarik yang mungkin tidak tersorot kamera, namun tercatat secara statistik. Apa saja? Ini dia 7 fakta menarik selama 3 pekan PMPL ID 2020 Season 1.

1. Zuxxy pemain pertama mencapai 100 Kill

Sumber: Instagram @pubgmobile.esports.id
Sumber: Instagram @pubgmobile.esports.id

Selama 3 pekan PMPL ID 2020 Season 1 berjalan Bigetron memang tampil dominan secara tim. Mereka hampir tidak pernah absen dari perolehan Chicken Dinner setiap minggunya. Bahkan pada minggu kedua, Zuxxy Luxxy dan kawan-kawan sempat memperoleh hat-trick chicken dinner dalam satu hari pertandingan.

Tak hanya mendominasi secara tim, secara individu Made Bagas (Zuxxy) juga tampil beringas sepanjang PMPL ID 2020 Season 1. Hal ini terbukti dari total perolehan Kill yang ia dapatkan. Zuxxy berhasil menjadi pemain pertama yang mendapatkan 100 Kill sepanjang PMPL ID 2020 Season 1. Mengikuti di belakangnya ada Voker yang mendapatkan 95 Kill, dan Ryzen yang mendapatkan 91 Kill di akhir pekan ketiga.

2. El Clasico PMPL ID 2020, Bigetron RA vs MORPH Team

Sumber: Instagram @pubgmobile.esports.id
Sumber: Instagram @pubgmobile.esports.id

Dalam PUBG Mobile, yang punya genre Battle Royale, para pemain sebenarnya tidak bisa memilih siapa yang bisa dihadapi mereka di dalam perjalanannya memperoleh Chicken Dinner. Pemain hanya bisa fokus bertahan hidup dari serangan musuh, dan melibas siapapun yang ada di hadapannya tanpa pandang bulu.

Tetapi entah kenapa, pertandingan PMPL ID 2020 Season 1 secara tidak sengaja berhasil menciptakan pertandingan El Clasico, yaitu antara Bigetron Red Aliens dan MORPH Team. Sepanjang PMPL ID 2020 Season 1 mereka sudah sempat bertemu untuk beberapa kali. Sejauh ini, kemampuan kedua tim masih cukup berimbang. Alhasil kedua tim saling bertukar Chicken Dinner dari beberapa pertemuan di pertempuran akhir antara MORPH Team dan Bigetron RA.

3. EVOS EXC, Pemain dengan Jarak Kill Terjauh

Sumber: Instagram @pubgmobile.esports.id
Sumber: Instagram @pubgmobile.esports.id

Mendapatkan kill bukan hal yang mudah di PUBG Mobile. Ukuran layar yang lebih kecil mungkin bisa dibilang jadi salah satu alasan, membuat para pemain kadang kesulitan untuk dapat melihat musuh. Namun hal ini tentu jadi beda kasus kalau yang memainkannya adalah para profesional yang bertanding di PMPL ID 2020 Season 1.

Tak hanya bisa mengumpulkan banyak kill, para pemain bahkan juga bisa melibas musuhnya dari jarak yang sangat jauh. Dari semua peserta PMPL ID 2020 Season 1, EVOS.EXC jadi pemain yang berhasil mendapatkan kill dengan jarak terjauh, yaitu sejauh 469 meter. Tentu tidak mudah untuk mendapatkan hal tersebut dan butuh penglihatan jeli serat respon yang cepat atau mungkin keberuntungan tingkat dewa.

4. Badru Bukanlah Pemain Dengan Survive Time Paling Lama

Sumber: Instagram @pubgmobile.esports.id
Sumber: Instagram @pubgmobile.esports.id

Selama ini, jika bicara soal bertahan hidup di PMPL ID 2020 Season 1, kita mungkin akan teringat soal Dokter Badru. Pemain Alter Ego tersebut memang punya gaya permainan yang unik, sengaja bertahan hidup di luar Circle, lalu secara mendadak merangsek masuk dan melibas siapapun yang ada di hadapannya.

Hal ini sampai membuat pemain tersebut dijuluki Dokter Badru. Namun jika bicara pemain dengan durasi bertahan hidup paling lama, Badru hanya berada di peringkat 3 saja dengan total survive time selama 62366 detik. Posisi peringkat 1 diisi oleh pemain BOOM Esports, Voker dengan total survive time selama 63591 detik pada akhir pekan ketiga kemarin.

5. Bigetron RA Rajanya Teamfight

Sumber: Instagram @pubgmobile.esports.id
Sumber: Instagram @pubgmobile.esports.id

Ketika membicarakan soal pemain yang paling cemerlang, shoutcaster bahasa inggris PMPL ID 2020 Season 1, Wibi Irbawanto (8KEN) sempat kesulitan saat diharuskan menyebut satu pemain dari Bigetron RA saja. Alasannya ketika itu adalah karena kemampuan para pemain Bigetron RA seimbang, dan punya koordinasi tim yang sangat baik ketika menghadapi pertarungan.

Apakah benar? Mengacu kepada statistik pekan ketiga kemarin, ternyata apa yang dibilang 8KEN benar adanya. Melihat perolehan Assist terbanyak, keempat pemain Bigetron RA bertengger di peringkat teratas dengan Ryzen di nomor satu sebanyak 51 Assist, Luxxy 50 Assist, Zuxxy 42 Assist, dan terakhir Microboy dengan 38 Assist.

6. AURA.Roses Sang Penyelamat

Sumber: Instagram @pubgmobile.esports.id
Roses (kedua dari kiri) salah satu pemain yang secara statistik, rajin menyelamatkan kawan-kawannya. Sumber: Instagram @pubgmobile.esports.id

Permainan seperti PUBG Mobile tidak hanya mengharuskan pemain untuk jago tembak saja, tetapi juga harus jago bekerja sama. Saling melindungi kawan yang sedang kesulitan, dan menyelamatkan kawan yang kena Knock agar ia tidak mati. Walau terlihat mudah, namun nyatanya menyelamatkan kawan yang terjatuh harus dilakukan dengan keputusan kepala dingin agar tidak malah menjadi malapetaka bagi tim.

Dari semua pemain tersebut, mungkin bisa dibilang AURA.Roses jadi pemain yang cermat dalam menyelamatkan kawan-kawannya. Memang secara perolehan statistik, Roses hanyalah berada di peringkat ketiga dengan total penyelamatan sebanyak 30 kali. Ini karena dua pemain yang punya total penyelamatan tertinggi masih dipegang Bigetron RA, dengan Microboy menjadi pemain dengan total penyelamatan terbanyak, sebanyak 37 kali.

7. MasGaga Sang Penghancur

Sumber: Instagram @pubgmobile.esports.id
MasGaga (paling kiri) pemain dengan total damage terbesar kedua setelah Zuxxy. Sumber: Instagram @pubgmobile.esports.id

Selama pertandingan PUBG Mobile Pro League 2020, kadang ada saja momen malang yang harus dialami pemain. Misalnya ketika suatu tim sudah setengah mati bertarung dengan tim lain, namun ternyata kill atas tim yang kalah malah diamankan oleh pihak ketiga. Maka dari itu, kadang ada saja pemain yang memberikan damage sangat besar, namun tidak mendapat perolehan kill yang banyak.

Pemain tersebut adalah NFT.MasGaga. Walau hanya memperoleh 52 kill saja, namun ia jadi pemain dengan perolehan total damage terbesar kedua pada akhir pekan ketiga kemarin. Ia mencatatkan sebesar 13036 total damage selama 3 pekan bertanding. Sementara itu di peringkat pertama lagi-lagi ada pemain dari Bigetron RA, yaitu Zuxxy yang mencatatkan 13561 total damage.

PMPL ID 2020 S1 merupakan liga PUBG Mobile di Indonesia dengan total hadiah sebesar US$150.000 (sekitar Rp2,2 miliar). Babak Regular Season diselenggarakan mulai dari tanggal 6 hingga 29 Maret 2020 mendatang.

Ditonton 903 Ribu Orang, eNASCAR iRacing Pro Invitational Series Bakal Disiarkan oleh FOX Sports

Pandemik virus Corona membuat banyak pertandingan olahraga dibatalkan, termasuk balapan. Namun, NASCAR enggan untuk berpangku tangan. Sebagai ganti balapan yang dibatalkan, NASCAR mengadakan eNASCAR iRacing Pro Invitational Series, yang diikuti oleh para pembalap motosport NASCAR profesional.

FOX Sports memutuskan untuk menyiarkan balapan virtual tersebut. Menurut data dari Nielsen Media Research, balapan pertama dari turnamen virtual ini ditonton oleh 903 ribu orang. Ini menjadikan balapan virtual itu sebagai siaran televisi esports dengan jumlah penonton paling banyak. Tak hanya itu, balapan itu juga menjadi siaran olahraga di televisi kabel yang paling diminati penonton pada hari Minggu lalu. Mengingat tidak banyak pertandingan olahraga yang disiarkan, itu bukan hal yang aneh.

Memang, jika dibandingkan dengan jumlah penonton balapan NASCAR yang sebenarnya — balapan di Phoenix Raceway mendapatkan 4,6 juta penonton — jumlah penonton eNASCAR tidak ada apa-apanya. Namun, FOX Sports menganggap, minat akan eNASCAR cukup besar sehingga mereka memutuskan untuk menyiarkan semua balapan dari eNASCAR.

“Kolaborasi antara FOX Sports, NASCAR, dan iRacing ternyata disukai oleh para fans balapan, gamer, dan penonton televisi di Amerika Serikat,” kata Brad Zager, FOX Sports Executive Producer dalam pernyataan resmi, dikutip dari TechCrunch. “Ada banyak hal yang kami pelajari dalam waktu singkat. Dan kami senang untuk dapat menyiarkan turnamen esports NASCAR baru ini ke lebih banyak penonton.”

Untuk mengadakan eNASCAR iRacing Pro Inviational Series, NASCAR bekerja sama platform balapan sim racing, iRacing. Dalam balapan virtual, para peserta menggunakan seperangkat peralatan — PC, stir, dan pedal — untuk membuat peserta seolah-olah ikut dalam balapan yang sebenarnya. Ini memungkinkan balapan untuk diadakan tanpa harus mempertemukan para pembalap.

Meskipun begitu, siaran dari eNASCAR iRacing Pro Invitational Series ini tetap diadakan semirip mungkin dengan siaran balapan NASCAR biasa, seperti yang disebutkan oleh CNET. Tiga komentator — Jeff Gordon, Mike Joy, dan Larry McReynolds — datang ke studio NASCAR untuk memberikan komentar tentang balapan yang sedang berlangsung. Sementara Clint Bowyer, pemenang NASCAR Cup Series, memberikan komentar tentang apa yang terjadi di dalam mobil.

“Balapan virtual yang diadakan pada hari Minggu mendapatkan sambutan hangat dari para netizen,” kata Gordon, yang pernah menjadi juara NASCAR Cup Series empat kali. “Kami dapat menyiarkan balapan virtual yang seru dan menghibur.” Dia juga menyebutkan, balapan virtual ini dapat menghibur orang-orang yang tak bisa keluar rumah karena pandemik virus Corona. “Saya tidak sabar untuk mengomentari balapan di Texas pada hari Minggu.”

Sumber header: iRacing

Marc Marquez Ikut Balap MotoGP Esports Karena Dampak Pandemi COVID-19

Pandemi COVID-19 dan larangan untuk berkumpul sedikit banyak berdampak kepada helatan besar, terutama helatan olahraga yang sudah pasti akan mengumpulkan banyak orang di dalam satu tempat. Gara-gara larangan berkumpul tersebut, akhirnya berbagai helatan olahraga memilih esports sebagai pengganti. Grand Prix Bahrain beralih ke pertandingan Formula 1 virtual, balap Nascar juga beralih ke balapan Sim Racing yang diberi nama eNASCAR iRacing Pro Invitational Series.

Setelah dua kompetisi balap tersebut, kini balap MotoGP jadi kompetisi berikutnya beralih ke esports lewat balapan virtual. Dampak dari pandemi, banyak balapan MotoGP musim ini yang dibatalkan, mulai dari GP Qatar, Thailand, America, dan Argentina.

Sumber: autosport.com
Sumber: autosport.com

Akhirnya terinspirasi dari apa yang sudah dilakukan cabang motorsport lainnya, promotor MotoGP, Dorna Sports, mengadakan balap Sim Racing sebagai pengisi agenda balap yang tertunda tersebut. Seperti eNASCAR iRacing Pro Invitational Series, balapan ini diikuti oleh para pembalap MotoGP kelas dunia.

Pembalap tim Honda di MotoGP seperti Marc Marquez, Fabio Quartararo dari tim Petronas SRT, Alex Rins dari tim Suzuki, akan mengikuti seri balap MotoGP virtual yang akan diselenggarakan pada hari Minggu (29 Maret 2020) pukul 15:00 GMT +2 (pukul 20:00 WIB).

Balapan MotoGP virtual ini akan menggunakan format yang mirip dengan seri MotoE. Para pembalap nantinya akan melakukan kualifikasi terlebih dahulu selama lima menit, untuk menentukan posisi start pada saat balapan nanti. Setelahnya mereka akan melakukan balapan pada trek Mugello, Italia, dalam game MotoGP 19, sebanyak 6 lap. Pertandingan sendiri nantinya akan ditayangkan pada laman web resmi MotoGP, yaitu motogp.com.

Sumber: autosport.com
MotoGP 19, game MotoGP virtual yang akan dimainkan Marc Marquez sebagai pengganti seri Grand Prix yang tertunda karena pandemi COVID-19. Sumber: Steam MotoGP Official Page.

Sebelumnya, balapan ini harusnya diikuti oleh pembalap bintang MotoGP, Valentino Rossi. Namun sayangnya pembalap asal Italia tersebut terpaksa undur diri, dan tidak mengikuti balapan MotoGP virtual tersebut karena alasan yang tidak disebutkan. Mengutip dari motorsport.com, Dorna Sports selaku promotor hanya mengatakan, “Walau Valentino Rossi melakukan konfirmasi paling awal, namun dengan berat hati kami umumkan bahwa #46 tidak akan mengikuti balap virtual MotoGP tersebut.”

Balap MotoGP menjadi cabang olahraga motorsport ketiga yang mengubah pertandingan balap mereka menjadi balap Sim Racing. Walau balap virtual MotoGP ataupun NASCAR tidak diikuti oleh para pembalap Sim Racing, namun sedikit banyak keadaan ini memberi komunitas Sim Racing lebih banyak sorotan. Siapa yang tahu, sebagai efek domino dari keadaan ini, mungkin di masa depan akan ada lebih banyak kesempatan terbuka bagi pembalap Sim Racing seperti Andika Rama Maulana, atau Putut Maulana untuk bisa terjun balap Sim Racing, di kompetisi balap motorsport bergengsi.

Sumber Header: Twitter @marcmarquez93

Logitech G Perpanjang Kontrak Kerja Sama dengan McLaren

Logitech G memperpanjang kerja samanya dengan perusahaan pembuat mobil asal Inggris, McLaren. Kerja sama ini akan berlangsung sepanjang 2020. Logitech G merupakan salah satu rekan utama McLaren untuk masuk ke dunia esports. Sama seperti sebelumnya, kerja sama antara McLaren dan Logitech G masih akan melibatkan simulasi balapan. Salah satunya adalah penyelenggaraan turnamen simulasi balapan yang dinamai G Challenge 2020.

Ini bukan kali pertama McLaren mengadakan turnamen simulasi balapan. Sebelum ini, mereka juga prenah turun tangan dalam Shadow Project dan Logitech G Challenge pada 2018 dan 2019. Dikabarkan, secara total, dua turnamen itu diikuti oleh satu juta orang. Selain itu, McLaren juga ikut serta dalam F1 Esports Series.

“Logitech G telah mendukung program esports McLaren sejak awal dan kami senang karena kami dapat memperdalam kerja sama dengan mereka,” kata Mark Waller, Managing Director of Sales & Marketing, McLaren Racing, seperti dikutip dari Esports Insider. “Logitech G punya cara yang unik untuk bekerja sama dengan rekan mereka sehingga mereka bisa memberikan produk terbaik untuk para gamer. Kami tidak sabar untuk menyelenggarakan turnamen baru, G Challenge dan membuka pintu baru bagi gamer untuk masuk ke dunia balapan.”

Logitech G McLaren
Dalam kerja sama ini, Logitech G dan McLaren akan mengadakan turnamen simulasi balapan baru. | Sumber: Logitech G via Esports Insider

Sementara itu, General Manager of Gaming Simulaiton, Logitech G, Vincent Borel berkata, “McLaren adalah perusahaan pelopor di dunia Formula 1 yang sangat kompetitif. Kami bangga karena kami bisa melanjutkan kerja sama kami dan memperkuat komitmen kami dalam merealisasikan visi yang sama, yaitu mempopulerkan eRacing dalam dunia gaming. Bersama dengan McLaren, kami akan memberikan pengalaman eRacing yang memuaskan yang akan membakar semangat untuk balapan di semua orang.”

Belakangan, turnamen balapan virtual memang tengah menjadi pembicaraan hangat. Alasannya, masyarakat dihimbau untuk tidak keluar dari rumah untuk meminimalisir penyebaran virus Corona. Ada sejumlah turnamen balapan yang akhirnya diganti dengan turnamen virtual. Salah satu pihak yang melakukan ini adalah Formula 1, yang memutuskan untuk menyelenggarakan balapan virtual untuk menggantikan Grand Prix Bahrain. Selain itu, NASCAR juga mengadakan eNASCAR iRacing Pro Invitational Series sebagai alternatif dari Motorsport NASCAR.

Sumber header: Twitter

Profil Bigetron Esports: Yang Tak Terduga Menjadi Asa Meraih Juara

Bigetron Esports, tim esports Indonesia yang punya logo robot merah ini mungkin sudah tidak asing lagi di telinga Anda, terutama bagi Anda yang menonton dan mengikuti perkembangan skena kompetitif PUBG Mobile. Bigetron Red Aliens adalah nama yang disegani di skena kompetitif PUBG Mobile, karena dominasi tingkat dunia yang mereka dapatkan setelah memenangkan gelaran PMCO 2019.

Nama Bigetron Esports bisa dibilang sedang di atas angin pada tahun 2020 ini. Mereka menuai hasil positif di beberapa cabang game esports. Bigetron Alpha yang bertanding di MPL Indonesia Season 5 sempat memuncaki klasemen dengan rekor Win-Lose 9-1 sampai pekan ke 6. Bigetron Duty yang bertanding di dalam Call of Duty Major Series Season 2, juga berhasil meraih kemenangan dan menjadi tim COD Mobile terkuat di Indonesia.

Namun, semua itu tidak didapatkan oleh Bigetron Esports secara instan. Berbincang dengan Edwin Chia CEO Bigetron Esports, dalam artikel profil Bigetron Esports ini saya akan membahas, mulai dari sejarah terbentuk, proses menjadi juara, sampai bicara soal sisi bisnis Bigetron Esports.

Sejarah Bigetron Esports – Berawal Dari Mimpi Menjadi Pro Player

Jika Anda sempat mengikuti skena kompetitif League of Legends dalam negeri, Anda berarti mengetahui jenama Bigetron lebih lama dari kebanyakan penggemar esports. Dari sana Bigetron pertama kali muncul ke permukaan. Edwin Chia, yang sekarang merupakan CEO Bigetron Esports merintis organisasi esports ini sejak dari 27 Maret 2017 lalu.

Ketika itu Edwin adalah pemain League of Legends kompetitif yang dikenal dengan nickname Starlest. Bertanding di dalam gelaran tingkat nasional League of Legends Garuda Series Summer 2017, Bigetron adalah nama tim yang dibuat dibentuk oleh Edwin dan rekannya, Stewart Tiolamon (Teemolamon).

“Pada awalnya tim ini dibuat atas dasar hobi saja, tidak ada rencana untuk membuatnya menjadi lebih besar. Tetapi, waktunya sangat tepat ketika itu. Mobile esports sedang berkembang pesat di Indonesia lewat AOV serta Mobile Legends dan saya melihat kesempatan terbuka lebar untuk masuk ke dalam skena kompetitif kedua game tersebut dibanding dengan organisasi esports lainnya.” Ucap Edwin menceritakan asal mula Bigetron menjadi lebih besar.

Sumber: Esports ID
Tim League of Legends Bigetron Esports setelah memenangkan LGS Spring 2018. Sumber: Dokumentasi Garena

Benar saja, Bigetron (sebagai brand tim esports) segera melejit pada kedua game tersebut. Pada skena kompetitif AOV, Bigetron Esports berkali-kali mengamankan posisi 4 besar, walau belum sempat mencicipi gelar juara. Lalu setelah itu, di MLBB, Edwin juga berhasil mendapatkan pemain dari tim Player Kill yang berisikan pemain-pemain veteran di masa kini seperti Eiduart, Rekt, Emperor, Vin, Fabiens, dan Coffeeguy.

Dua kejadian tersebut berhasil membuat Bigetron dikenal lebih banyak penggemar esports, walaupun belum banyak menuai kejayaan di masa tersebut. “Ketika itu sumber dana Bigetron masih berasal dari kantong saya sendiri dan masih cukup. Penyebabnya, gaji pemain mobile esports masih sangat kecil masa itu. Saya ingat, gaji pemain cuma berada di kisaran Rp500 ribu – Rp2 juta rupiah pada masanya.” Cerita Edwin.

Setelah berbagai macam hal terjadi, Edwin lalu menceritakan bahwa pada Mei 2018 Bigetron akhirnya mencapai Break-even point (atau disebut juga balik modal). Hal tersebut terjadi karena terjun ke dalam skena kompetitif Mobile berhasil berbuah manis seperti apa yang ditinjau oleh Edwin sebelumnya. Brand Awareness meningkat dan berhasil membuat Bigetron jadi dilirik oleh beberapa sponsor.

Bigetron Esports berkembang begitu besar, dari yang awalnya hanya sebuah tim untuk berkompetisi saja, kini berubah menjadi organisasi esports profesional. Edwin lalu menceritakan bahwa hingga sampai ini, jumlah personil yang terlibat dalam perkembangan Bigetron Esports sudah hampir mencapai 60 orang.

“Secara organisasi, Bigetron Esports dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama yaitu Office Team yang berisikan saya sebagai CEO, lalu tim marketing yang termasuk tim kreatif seperti graphic designers, video editor dan videographer. Office Team memiliki anggota sekitar 10 sampai 15 orang. Bagian kedua adalah Esports Team yang berisikan Head of Esports yang mengepalai 5 manajer tim di bawahnya. Sisanya adalah pemain dengan jumlah kurang lebih sekitar 40 orang. Untuk saat ini, pengeluaran operasional terbesar terkucur kepada gaji pemain.” ujar Edwin menjelaskan dengan terperinci.

Saat ini, empat divisi terbesar dari Bigetron Esports sendiri ada di skena Mobile Legends: Bang-Bang, PUBG Mobile, Free Fire, dan Call of Duty mobile. Tak lupa, Bigetron juga kini memiliki divisi ladies bernama Belletron, yang prestasinya tak kalah dari Bigetron Esports.

Bagaimana Bigetron Esports Memenangkan Persaingan Bisnis Organisasi Esports di Indonesia.

Jika bicara peta persaingan organisasi esports, menurut saya setidaknya ada dua ranah persaingan, ranah bisnis dan prestasi. Dari ranah bisnis, Bigetron Esports mungkin terbilang masih cukup tertinggal dibanding para pesaingnya. Bigetron tidak seperti RRQ, yang punya MidPlaza Holding sebagai investor utama tim mereka. Bigetron juga tidak seperti EVOS Esports, yang sudah beberapa kali dapat pendanaan dari Venture Capital, dan punya diversifikasi produk yang matang seperti EVOS Goods, yang berhasil raup Rp150 juta hanya dari penjualan merchandise selama M1 dan MPL ID Season 4.

Edwin bahkan mengakui, bahwa dari segi finansial, sokongan dana terbesar Bigetron Esports saat ini masih datang dari keluarga dan kolega dekat. “Namun untuk langkah selanjutnya, kami sudah melakukan diskusi dengan beberapa Venture Capital,” ucapnya menjelaskan langkah bisnis Bigetron Esports.

Lebih lanjut bicara soal ranah bisnis, Edwin juga berbagi pandangannya terkait hal tersebut. “Kami adalah organisasi esports yang mengedepankan prestasi terlebih dahulu. Formula ini terbukti berhasil bagi kami hingga sejauh ini dan berencana untuk terus mendongkrak prestasi tim kami agar menjadi lebih baik lagi dengan pendanaan apapun yang kami dapatkan di masa depan.” Tukas Edwin.

Sumber: Dokumentasi Pribadi Edwin Chia
Sumber: Dokumentasi Pribadi Edwin Chia

“Tetapi, saya juga sadar, bahwa bergantung kepada prestasi saja tidak cukup. Bagaimana jika di masa depan, terlepas dari usaha yang manajemen lakukan, Bigetron tetap tidak mendapat prestasi yang memuaskan? Tentu ini akan jadi tidak baik bagi keberlangsungan hidup Bigetron Esports pada jangka panjang. Maka dari itu saat ini kami sedang merintis beberapa diversifikasi bisnis seperti Bigetron Shop (Merchandise Selling) dan Starion Talents (Talent Management). Kami sudah punya banyak inisiatif yang dalam rencana dan semuanya masih terkait dengan gaming. Semua usaha ini kami lakukan demi membuat diversifikasi bisnis.” cerita Edwin Chia.

Lebih lanjut, Edwin mengatakan bahwa bisnis merchandise di Bigetron Esports masih dalam proses rintisan, sehingga sejauh porsi pemasukan yang disumbangkan penjualan merchandise masih sangatlah kecil dibanding dengan total pemasukan bulanan Bigetron Esports. “Sampai saat ini, Talent Management menjadi salah satu divisi kami yang memberi sumbangan cukup besar terhadap pemasukan Bigetron Esports. Menurut catatan saya, Starion Talent Management menyumbangkan sekitar 20% dari total pemasukan bulanan Bigetron Esports.” Jelas Edwin.

Usaha Bigetron Esports Dalam Menjadi Organisasi yang Mengutamakan Prestasi

Pada bagian sebelumnya Edwin sudah sempat menyatakan pandangan bisnisnya terhadap mengembangkan Bigetron Esports. Ia bahkan dengan tegas menyatakan bahwa Bigetron Esports akan fokus untuk terus mendongkrak performa pemain semaksimal mungkin, dengan pendanaan apapun yang didapatkan oleh tim di masa depan.

Edwin sendiri mengakui, bahwa fokus tersebut menjadi salah satu jalan yang membuat Bigetron Esports bisa sampai sebesar ini. Tidak salah jika Edwin memiliki rencana tersebut, karena nama Bigetron Esports sedari dulu bergaung sebagai tim yang berisikan pemain-pemain elit yang haus akan prestasi.

Usaha pertama mereka terlihat di kancah League of Legends. Setelah merintis di LGS Summer 2017, Bigetron Esports akhirnya bisa membuktikan diri dan menjadi pemenang di LGS Spring 2018. Usaha Bigetron mengutamakan prestasi juga terlihat di kancah PUBG Mobile.

Ini juga terlihat dari bagaimana mereka mempertahankan dan mengasuh pemain berbakat seperti Zuxxy Luxxy sejak dari tahun 2018 lalu, bahkan ketika mereka masih bermain Rules of Survival. Hasilnya? Bigetron Red Aliens kini mendominasi skena PUBG Mobile lokal Indonesia dan tingkat dunia setelah memenangkan PMCO 2019.

Bigetron RA PMCO Global Finals 2019
Sumber; Official PUBG

Namun, usaha Bigetron Esports mengedepankan prestasi juga tidak selalu berhasil. Contohnya perjuangan mereka di skena MOBA Mobile, yang kerap dirundung berbagai nasib malang .

Pada kancah kompetitif Arena of Valor, walau selalu berhasil lolos sampai babak Playoff, namun tim yang ketika itu dipimpin oleh Teemolamon kerap tumbang di hari pertama. Pada kompetisi ASL Season 1 mereka tumbang oleh GGWP.ID, lalu pada kompetisi ESL Indonesia Championship Season 1 mereka tumbang oleh Saudara Esports.

Begitu juga perjuangan mereka di kancah Mobile Legends. Walau sudah mengukuhkan posisi mereka di MPL sejak dari Season 1, namun Bigetron tidak pernah menjadi nama yang bergaung kencang di kancah kompetitif MLBB. Setidaknya sampai musim ini, ketika Branz dan kawan-kawan berhasil mendominasi musim dengan catatan Menang-Kalah 9-2.

Sumber: Kincir.com
Sumber: Kincir.com

Tetapi tidak bisa dipungkiri bahwa tahun 2020, menjadi tahunnya Bigetron, dengan ragam prestasi yang didapat berbagai divisi game esports. Edwin lalu sedikit bercerita tentang prosesnya dan peran manajemen dalam membuat Bigetron menjadi tim dengan berbagai prestasi mentereng. “Sukses yang kami nikmati sekarang ini sepenuhnya adalah hasil kerja keras.” Ucap Edwin melanjutkan ceritanya.

“Kami berusaha untuk terus memperbaiki diri dan belajar dari kesalahan masa lalu. Menurut saya, salah satu faktor terbesar atas semua prestasi yang kami dapatkan belakangan ini adalah karena kami akhirnya mendapat pemain yang tepat, sesuai dengan tim, dan percaya terhadap visi serta prinsip Bigetron Esports sebagai organisasi.”

Edwin juga mengatakan, bahwa faktor lain datang dari para manajer tim yang bekerja keras siang-malam demi memenuhi kebutuhan pemain agar mereka bisa fokus latihan dan bertanding saja. “Saya sangat bersyukur atas kerja keras para manajer dan pemain untuk mencapai hal ini.”

Lebih lanjut, Edwin lalu menceritakan bagaimana Bigetron Esports melakukan proses pembentukan pemain, mulai dari pencarian bakat hingga menciptakan tim juara. Untuk proses pencarian bakat, Edwin mengaku melakukannya dengan jaringan talent scout yang ia miliki. Tak hanya itu, pencarian bakat juga terkadang dilakukan oleh pemain dan pelatih, yang juga lihai melihat bakat terpendam dari seorang pemain.

Setelahnya pemain yang sudah diincar tersebut akan direkomendasikan ke dalam tim. Ketika masuk ke dalam tim Bigetron, proses seleksi tidak selesai begitu saja. Para pemain akan melalui masa percobaan terlebih dahulu selama 1 sampai 2 pekan. Selama masa percobaan, pemain akan bermain di fasilitas latihan Bigetron Esports untuk memastikan kemampuannya seimbang dengan rekan tim lainnya, menakar serta menimbang apakah pemain tersebut memiliki pribadi baik dan punya keinginan kuat untuk menjadi juara.

Sumber: Official Facebook Bigetron Esports
Kyy dan Warlord dua pemain muda yang menunjukkan bakatnya selama MPL ID S5 menjadi bukti usaha Talent Scouting dan pengembangan pemain yang dilakukan Bigetron Esports. Sumber: Official Facebook Bigetron Esports

Namun, Edwin mengakui proses tersebut belum sepenuhnya baik, karena persaingan perekrutan pemain kini jadi semakin ketat. Apalagi, tim seperti RRQ yang kini punya RRQ Academy sebagai wadah mereka untuk mencari bakat. “Pasti kami akan mencari cara untuk membuat proses talent scouting jadi lebih baik lagi. Apalagi perebutan talenta pemain jadi semakin ketat dengan banyaknya tim yang masuk ke dalam ekosistem esports saat ini. Membuat akademi juga menjadi salah satu yang ada di dalam rencana kami.”

Setelah proses scouting, yang tersisa tinggal proses latihan. Untuk itu, Edwin mengatakan bahwa ia selalu mengusahakan untuk menghadirkan setidaknya satu coach dan satu manajer pada setiap divisi. “Kami percaya bahwa kerja keras bisa mengalahkan bakat. Karenanya rezim latihan Bigetron Esports sudah pasti keras. Namun bukan berarti latihan tersebut hanya bermain game saja. Kami juga memasukkan aktivitas lain ke dalam rezim latihan kami, seperti Team Bonding, mengulas pertandingan, latihan mental, dan lain sebagainya.” Edwin menjelaskan

Soal proses membuat tim juara ini, Edwin menyatakan kelebihan Bigetron dibandingkan tim lain dengan cukup percaya diri. “Saya rasa salah satu kelebihan Bigetron Esports adalah posisi saya sebagai CEO yang pernah menjadi profesional player dan memenangkan kejuaraan nasional sebelumnya.”

Memang Edwin Chia yang juga dikenal dengan nama in-game Starlest bahkan masih bermain di kancah kompetitif League of Legends sampai tahun 2018, ketika Bigetron Esports memenangkan League of Legends Garuda Series Spring Split 2018.

“Karena itu saya merasa dapat lebih memahami kebutuhan dan kesulitan dari para pemain dibanding dengan organisasi esports lain di Indonesia.” Edwin melanjutkan. “Memahami kebutuhan dan kesulitan pemain memungkinkan saya untuk merencanakan struktur organisasi serta para personil manajemen yang tepat agar dapat membantu mereka menuju kesuksesan.”

Pandangan Masa Depan Bigetron Esports Dari Edwin Chia

Walau Bigetron Esports bukan yang terbaik di semua ranah kompetisi esports, namun saya merasa mendominasi di dua liga skena esports terbesar di Indonesia (PUBG Mobile dan MLBB) sudah cukup membuat Bigetron dipandang di ekosistem esports Indonesia, secara prestasi.

Namun demikian itu semua tentu belum cukup. Edwin mengaku masih punya beberapa target dan juga rencana ekspansi yang akan ia lakukan. Untuk ekspansi terdekat Edwin mengatakan, “Sudah pasti League of Legends Wild Rift.” Lebih lanjut Edwin juga mengatakan bahwa ia ingin mencoba menggapai mimpinya, memiliki divisi dari game yang ia mainkan secara profesional sebelumnya yaitu League of Legends, seperti Gary Ongko yang membuat divisi CS:GO BOOM Esports di Brazil.

“Saya sangat ingin Bigetron Esports masuk skena League of Legends lagi, tapi mungkin di negara lain. Rencana ekspansi internasional sudah pasti akan kami lakukan, namun hal tersebut butuh waktu untuk dipertimbangkan, apakah biaya operasional untuk tim tersebut sebanding dengan benefit yang Bigetron dapatkan secara bisnis. Saya melihat banyak organisasi esports Indonesia lain yang mencoba, dan akhirnya terpaksa menutup divisi tersebut. Kami tidak ingin mengulang kesalahan yang sama. Tetapi pada intinya, Bigetron Esports tetaplah menjadi organisasi esports yang mengutamakan skena lokal Indonesia terlebih dahulu.” Edwin menjelaskan pandangannya soal ekspansi internasional.

Menutup pembicaraan, Edwin lalu menceritakan soal visi, serta perasaannya merintis Bigetron dari hanya sebuah tim saja, hingga menjadi organisasi esports. Edwin mengaku, “jujur, saat awal mendirikan tim ini, saya sebenarnya tidak memiliki mimpi yang konkret untuk Bigetron. Saya bahkan tidak pernah menyangka bahwa Bigetron bisa menjadi besar seperti sekarang. Bigetron terasa seperti kecelakaan yang tidak diharapkan, bahkan masih terasa seperti mimpi bahwa saya bisa membawa Bigetron sampai titik ini!”

Sumber: Twitter PUBG Esports
Sumber: Twitter PUBG Esports

“Namun demikian saya tetap bersyukur kepada Tuhan, karena seiring perjalanan, terbuka juga banyak kesempatan baru. Juga tentunya, saya ingin berterima kasih atas usaha yang dilakukan oleh kolega serta para pemain yang percaya terhadap visi dan tetap bertahan dengan Bigetron Esports melalui masa-masa berat.”

“Terima kasih kepada para penggemar yang telah mendukung Bigetron, yang telah membuat Bigetron menjadi besar seperti hari ini. Memandang ke depan, mimpi saya tentunya adalah membawa brand organisasi Bigetron Esports setingkat dengan brand organisasi esports internasional. Mencapai ini, saya percaya Bigetron Esports akan dapat membuat Indonesia bangga nantinya!” Jelas Edwin menutup perbincangan

Itulah sedikit perbincangan saya dengan Edwin Chia CEO Bigetron Esports, bicara soal sejarah, proses menjadi juara, sampai pandangan Edwin Chia dalam mengembangkan bisnis Bigetron Esports.

Dengan proses yang sudah dilewati, apa yang didapat Bigetron Esports tahun ini tentu menjadi buah manis yang patut untuk dinikmati atas berbagai usaha dan perjuangan yang dilakukan oleh Edwin dan manajemen. Kira-kira bagaimana perkembangan Bigetron Esports di masa depan? Akankah tim berlogokan robot merah dapat meraih ambisinya menjadi organisasi esports nomor satu di Indonesia?