Koalisi Rimac dan Bugatti Bakal Lahirkan Supercar Listrik Bugatti pada Dekade Ini Juga

Nama Rimac memang tidak sepopuler Tesla di industri mobil listrik. Namun ke depannya perusahaan asal Kroasia tersebut bakal semakin disegani di industri otomotif secara luas. Pasalnya, Rimac baru saja mengumumkan bahwa mereka telah mengambil alih kepemilikan atas brand Bugatti dari Volkswagen.

Koalisi antara kedua produsen supercar ini bakal membentuk perusahaan baru bernama Bugatti Rimac, dengan markas baru yang akan dibangun di Kroasia. Kehadiran Bugatti Rimac pada dasarnya memungkinkan kedua perusahaan untuk saling berbagi sumber daya dan upaya R&D. Meski demikian, Bugatti dan Rimac masih akan tetap beroperasi sebagai brand yang terpisah.

Secara struktur, Rimac bakal menguasai 55 persen dari saham Bugatti Rimac, sedangkan 45 persen sisanya dipegang oleh Porsche (yang sendirinya masih merupakan bagian dari Volkswagen). Rimac sendiri sebenarnya juga memiliki beberapa investor (salah duanya Porsche dan Hyundai), akan tetapi pemegang keputusan finalnya tetap Mate Rimac, pendiri sekaligus CEO Rimac.

Yang mungkin jadi pertanyaan terpenting adalah, apakah ini berarti ke depannya kita bakal berjumpa dengan supercar elektrik dari Bugatti? Pastinya. Kepada Financial Times, Rimac mengatakan bahwa Bugatti bakal meluncurkan mobil listrik di dekade ini juga, namun mereka juga masih akan memproduksi model hybrid pada akhir periode tersebut.

Buat Rimac sendiri, mereka masih akan terus mengembangkan dan memproduksi supercar-nya sendiri. Tahun ini, Rimac berniat meluncurkan Nevera, supercar elektrik yang digadang-gadang bakal menjadi mobil tercepat yang boleh melintas di jalanan secara legal, titel yang sebelumnya dipegang oleh Bugatti Chiron.

Namun membangun dan menjual supercar seharga jutaan dolar bukan satu-satunya bisnis yang dijalankan Rimac. Mereka selama ini juga konsisten menjadi pemasok teknologi elektrik buat sejumlah pabrikan otomotif, seperti misalnya Aston Martin dan Jaguar. Rimac bahkan sudah punya rencana untuk mengembangkan bisnis sampingannya ini lebih jauh lagi dengan mendirikan entitas terpisah bernama Rimac Technology.

Entitas baru ini sepenuhnya dikuasai oleh Rimac, dan bakal sepenuhnya berfokus pada pengembangan drivetrain, baterai, maupun komponen-komponen wajib lain dari sebuah mobil listrik. Jadi selain di mobil-mobil listrik besutan Bugatti dan Rimac sendiri, kita juga bakal menjumpai teknologi rancangan Rimac pada sejumlah merek lain.

Sumber: Rimac via Engadget.

TAG Heuer Menjadi Sponsor dari Porsche Esports Supercup

Perusahaan pembuat jam tangan mewah asal Swiss, TAG Heuer menjadi title sponsor dari Porsche Esports Supercup. Dengan begitu, nama turnamen tersebut berubah menjadi Porsche TAG Heuer Esposrts Supercup. Selain perubahan pada nama, total hadiah yang ditawarkan dalam turnamen tersebut juga naik dua kali lipat, dari US$100 ribu (sekitar Rp1,6 miliar) menjadi US$200 ribu (sekitar Rp3,2 miliar).

“Setelah bekerja sama dengan Porsche dalam Formula E pada musim ini, kami senang untuk memperluas kerja sama kami ke dunia esports. Kedua merek kami, TAG Heuer dan Porsche, merupakan pakar dalam menghadapai tantangan, inovasi, dan ketepatan,” kata CEO TAG Heuer, Stéphane Bianchi, seperti dikutip dari Esports Insider. Dia mengatakan, selama ini, TAG Heuer memang memiliki sejarah dalam mendukung acara balapan. “Esports adalah platform baru yang fantastis bagi kami untuk menunjukkan nilai perusahaan dan mendukung komunitas balapan baru yang dinamis dan kompetitif dalam era digital.” Memang, biasanya, menjadi title sponsor merupakan bagian dari strategi marketing perusahaan untuk memperkenalkan merek mereka.

Porsche TAG Heuer Esports Supercup
Porsche TAG Heuer Esports Supercup diadakan dengan kerja sama bersama iRacing. | Sumber: Newsroom Porsche

Esports Supercup pertama kali diadakan pada 2019. Untuk mengadakan turnamen tersebut, Porsche bekerja sama dengan platform simulasi balapan iRacing. Dalam Porshce TAG Heuer Esports Supercup tahun ini, Josh Rogers, yang memenangkan turnamen balapan tersebut pada tahun lalu akan diundang untuk ikut serta. Selain itu, tiga orang lain yang juga masuk dalam posisi empat besar dalam turnamen balapan pada tahun lalu — Maximilian Benecke, Sebastian Job, dan Mitchell de Jong — juga akan mendapatkan undangan untuk ikut serta.

Porsche TAG Heuer Esports Supercup terdiri dari 10 ronde dan dimulai dengan tes pra-musim di sirkuit Catalunya, yang diadakan pada 28 Maret 2020. Sementara babak pertama dari turnamen balapan virtual tersebut akan diadakan di sirkuit Park Zandvoort pada 2 Mei 2020. Turnamen akan diakhiri dengan balapan di sirkuit Autodromo Nationale Monza pada 19 September 2020.

Sementara itu, Vice President of Marketing, Porsche, Kjell Gruner mengatakan bahwa Porsche TAG Heuer Esports Supercup merupakan turnamen balapan virtual paling penting yang mereka adakan. “Setelah sukses dalam turnamen pertama pada 2019, kami sekarang akan memulai musim kedua dengan rekan baru,” ujar Gruner. “Porsche dan TAG Heuer telah menjadi rekan dalam Formula E. Sekarang, TAG Heuer, sebagai merek yang memiliki sejarah panjang, akan membantu kami untuk menyelenggarakan kompetisi balapan esports paling inspirasional.”

Di tengah pandemik virus Corona, turnamen balapan virtual memang semakin populer. Alasannya, beberapa turnamen balapan yang dibatalkan akhirnya digantikan dengan balapan esports, seperti Formula 1 dan eNASCAR.

Porsche dan Boeing Bekerja Sama Mengembangkan Mobil Terbang Bermesin Listrik

Porsche sudah resmi menjajaki ranah mobil elektrik lewat Taycan. Langkah selanjutnya tentu adalah memperlengkap portofolionya, akan tetapi Porsche rupanya juga melihat lebih jauh lagi sampai ke ranah di mana roda tak lagi dibutuhkan.

Ya, yang saya maksud adalah transportasi udara, spesifiknya pesawat tipe VTOL (vertical takeoff and landing) yang memiliki cara lepas landas dan mendarat seperti helikopter. Porsche tidak sendirian menjalani misi ini, mereka juga ditemani oleh Boeing, yang kemungkinan besar merasa perlu untuk mengejar ketertinggalannya dari Airbus.

MoU antar kedua perusahaan sudah resmi ditandatangani, dengan tujuan untuk mengeksplorasi potensi jalur udara sebagai alternatif mobilitas urban, tidak ketinggalan juga potensi pasarnya. Istilah kerennya urban air mobility, dan kedua perusahaan ini cukup yakin akan signifikansinya di masa yang akan datang.

Nantinya, Porsche dan Boeing berniat membentuk tim khusus untuk merancang konsep pesawat VTOL bermesin elektrik, atau mobil terbang kalau mau istilah yang lebih sederhana lagi. Bukan cuma sebatas konsep, kolaborasinya bakal terus berlanjut sampai ke tahap pembuatan prototipe sekaligus pengujiannya.

Porsche and Boeing VTOL vehicle

Kalau melihat keterlibatan Porsche, sudah pasti buah proyeknya bakal duduk di kelas premium. Porsche sendiri memang beberapa kali menyebut kata “premium” dalam siaran persnya, dan ini merupakan indikasi bahwa hasil kolaborasi mereka bakal dinikmati oleh kalangan yang berkantong tebal, setidaknya untuk beberapa waktu sejak perilisannya.

Untuk Boeing, ini bukan pertama kalinya mereka bekerja sama dengan perusahaan lain guna mengeksplorasi ranah urban air mobility itu tadi. Sebelumnya, mereka sudah lebih dulu menggandeng Kitty Hawk, startup sokongan Larry Page yang juga sedang sibuk mengembangkan pesawat VTOL.

Yang berbeda, kerja sama antara Boeing dan Kitty Hawk bertujuan untuk mempelajari seputar aspek keselamatan, serta bagaimana idealnya sistem autonomous dan pilot manusia bisa saling melengkapi satu sama lain.

Sumber: Porsche dan Boeing via Engadget.

Porsche Taycan Usung Kabin Bernuansa Modern yang Dibanjiri Layar

4 September nanti, Porsche bakal secara resmi menyingkap mobil elektrik perdananya, Taycan. Namun sebelum publik dapat menjumpainya, pabrikan asal Jerman itu rupanya sudah tak sabar memamerkan sejumlah keunggulannya.

Salah satunya adalah interior minimalis yang dibanjiri oleh layar, jauh lebih modern ketimbang mayoritas mobil-mobil bikinan Porsche saat ini yang banyak mengombinasikan layar sentuh dan panel kontrol sentuh.

Porsche Taycan interior

Semua varian Taycan bakal mengemas dua layar sentuh sebagai opsi standar. Yang pertama terletak di balik lingkar kemudi, dengan ukuran 16,8 inci dan wujud yang melengkung agar mudah diintip oleh pengemudi. Layar sentuh yang kedua berada di sebelahnya, dengan ukuran 10,9 inci dan fungsi utama untuk mengakses sistem infotainment.

Di sebelahnya lagi, tepatnya di hadapan penumpang depan, ada satu layar sentuh yang bisa didapat sebagai opsi tambahan. Di samping mengakses sistem infotainment, penumpang depan juga dapat mengakses sistem navigasi melalui layar ini.

Porsche Taycan interior

Lanjut ke console tengah yang memisahkan antara pengemudi dan penumpang depan, terdapat sebuah panel kontrol sentuh berukuran 8,4 inci yang mengandalkan haptic feedback. Di ujung belakang console tengahnya, konsumen Taycan juga dapat menambahkan panel sentuh 5,9 inci guna memberikan akses ke fungsi-fungsi seperti climate control pada penumpang belakang.

Secara keseluruhan, Porsche Taycan mengemas lebih sedikit tombol dan kenop fisik pada dashboard-nya ketimbang model-model Porsche tradisional. Ia bahkan dilengkapi fitur voice control yang dapat diaktifkan dengan mengucapkan mantra “Hey Porsche”. Konsep modern rupanya tak hanya berlaku di balik dapur pacunya saja, tapi juga secara menyeluruh sampai ke kabin.

Sumber: Top Gear.

Porsche Kerjasama dengan iRacing, Gelar Kompetisi Esports Supercup

Salah satu produsen mobil mewah asal Jerman, Porsche, mengungkap kompetisi esports terbarunya, Porsche Esports Supercup. Kompetisi ini merupakan sebuah ajang adu balap para pembalap simulasi dari berbagai belahan dunia. Demi melancarkan turnamen ini, Porsche bekerjasama dengan game racing simulator berbasis langganan, iRacing.

Porsche Esports Supercup akan diselenggarakan pada 13 April 2019 mendatang di Barber Motorsport Park, Alabama, Amerika Serikat. Para pembalap yang bertanding adalah mereka yang sudah tersaring melalui kualifikasi global yang diselenggarakan secara online oleh iRacing.

Sumber: Esports Insider
Sumber: Esports Insider

Baik pada gelaran kualifikasi ataupun dalam kompetisi utama Porsche Esports Supercup nanti, para pembalap saling berkompetisi dengan menggunakan mobil Porsche 911 GT3. Mobil ini sudah dirancang sedemikian rupa di dalam game iRacing, agar memiliki mekanik cara kerja yang mirip dengan Porsche 911 GT3 di dunia nyata. Mobil Porsche 911 GT3 yang digunakan sendiri memiliki format yang sama seperti dengan GT3 Cup Challenge, sebuah kompetisi balapan yang diselenggarakan di berbagai belahan dunia.

Salah satu kunci alasan kenapa Porsche mau turut terjun ke dalam dunia esports Simracing, adalah karena kemiripan kondisi antara balapan di dunia nyata dengan balapan sim racing. Mengutip Esports Insider, Fritz Enzingner, Head of Porsche Motorsport, lalu memberikan komentar lebih lanjutnya.

“Penambahan esports sim racing ke dalam kompetisi one-make cup kami, bisa dibilang sebagai usaha untuk melebarkan sayap kami dalam dunia kompetisi motorsport. Kehadiran kompetisi ini akan menjadi kesempatan para pembalap simulator untuk bergabung dengan keluarga besar Porsche Motorsport secara internasional”. Jawab Fritz kepada Esports Insider.

Porsche Esports Supercup bisa dibilang sebagai kompetisi balapan virtual dengan format one-make pertama di dunia. Istilah one-make cup atau one-make racing sendiri merupakan sebuah format balapan. Dalam kompetisi one-make cup, para pembalap diberikan satu jenis kendaraan yang identik atau sangat mirip antara pembalap satu dengan yang lain.

Terdapat 40 spot yang akan diperebutkan oleh pembalap simulator dari berbagai belahan dunia. Nantinya pada gelaran final, para pembalap simulator akan beradu kemampuan berkendara mereka di dalam sirkuit yang punya sejara tersendiri, Autodromo Nazionale Monza di italia.

Sumber: Porsche Newsroom
Sumber: Porsche Newsroom

Para pembalap simulator akan adu kemampuan balap untuk memperebutkan total hadiah sebesar US$100.000 atau sekitar Rp1,4 milyar. Nantinya, juara Esports Supercup akan diundang sebagai tamu terhormat di dalam acara tahunan Porsche Night of Champions gala.

Kehadiran esports memang bisa dibilang memberikan cara baru bagi para brand di berbagai untuk memasarkan produk mereka. Tetapi menarik melihat bagaimana Porsche ingin menguatkan brand mereka kepada komunitas gaming yang lebih spesifik, yaitu kepada komunitas pembalap simulator atau sim racers. Akankah dengan ini, sim racing akan menjadi masa depan bagi kompetisi motorsport?

 

Stasiun Fast Charging Mobil Milik Porsche Sudah Resmi Beroperasi

Porsche Mission E telah resmi berganti nama menjadi Porsche Taycan, dan dijadwalkan siap mengaspal paling cepat mulai tahun depan. Berhubung ini Porsche yang kita bicarakan, larinya sudah pasti sangat kencang, akan tetapi yang lebih inovatif justru adalah efisiensi baterai dan teknologi charging-nya.

Tepat setahun lalu, Porsche menyingkap charger yang mereka siapkan secara khusus untuk Taycan ke hadapan publik. Ukurannya lebih bongsor ketimbang charger mobil elektrik standar, sebab daya yang dapat diteruskannya pun juga jauh lebih besar: 350 kW, pada tegangan 800 volt.

Siapapun dipersilakan menggunakan charger tersebut secara cuma-cuma, bukan cuma konsumen Porsche saja. Namun seperti yang saya bilang, satu-satunya mobil yang bisa menerima daya sebesar dan pada tegangan setinggi itu barulah Porsche Taycan, di mana mobil dapat menempuh jarak sekitar 400 km meski dicolokkan selama 20 menit saja.

Porsche charging app

Selama mobil di-charge, pemilik mobil dapat memantau prosesnya melalui aplikasi pendamping yang disiapkan Porsche. Di situ informasi yang ditampilkan sangat lengkap, termasuk arus listrik dan estimasi biaya listrik yang dihabiskan untuk mengisi ulang baterai mobil.

Untuk sekarang baru ada sepasang charger turbo ini di Porsche Centre Berlin-Adlershof, namun tentu saja Porsche sudah menyiapkan lokasi-lokasi lain guna mengantisipasi peluncuran Taycan nanti. Pun begitu, yang patut diapresiasi adalah bagaimana Porsche tidak egois dan membuat teknologi charging-nya ini proprietary; konsumen Tesla pun bebas mampir kalau mau asalkan mereka membawa adaptor yang cocok.

Sumber: Porsche via SlashGear.

Porsche Mission E Cross Turismo Berpotensi Menjadi Rival Tesla Model X

Tanpa harus terkejut, ajang Geneva International Motor Show tahun ini dibanjiri oleh mobil elektrik. Salah satu yang sangat mengundang perhatian adalah Porsche Mission E Cross Turismo, saudara kandung dari sports car Mission E yang dijadwalkan mengaspal tahun depan.

Meski dibangun menggunakan platform yang sama, Mission E Cross Turismo pada dasarnya merupakan sebuah SUV – crossover kalau menurut Porsche sendiri. Desainnya mengingatkan saya akan Porsche Panamera, namun tentu dengan beberapa sentuhan ekstra yang membuatnya tampak jauh lebih futuristis.

Porsche Mission E Cross Turismo

Mengusung status mobil konsep, wajar apabila interior Mission E Cross Turismo didominasi oleh layar di sana-sini. Pengemudinya bahkan bakal disuguhi heads-up display (HUD) yang akan aktif berdasarkan sistem eye tracking di dalam kabin, yang bertugas mendeteksi ke arah panel instrumen mana sang pengemudi melirik.

Dari gambarnya, nyaris tidak ada tombol atau kenop fisik pada dashboard Mission E Cross Turismo. Spontan saya langsung teringat pada Tesla Model 3, hanya saja di sini Porsche sedikit lebih berani dengan memperbanyak jumlah layar sentuhnya – sekali lagi wajar untuk kategori mobil konsep.

Porsche Mission E Cross Turismo

Kalau semua itu masih terasa kurang canggih, ada drone yang duduk manis di kabin belakang dan bisa dioperasikan dari dashboard untuk keperluan dokumentasi. Kalau disuruh memilih fitur apa yang bakal hilang dari versi produksinya, menurut saya jawabannya adalah drone ini, sebab kehadirannya terasa kurang esensial.

Porsche Mission E Cross Turismo

Soal spesifikasi, Mission E Cross Turismo identik dengan saudaranya. Dua motor elektrik menggerakkan keempat rodanya secara bersamaan, menyuguhkan output daya sebesar 600 hp. Akselerasinya pun sama, 0 – 100 km/jam sanggup ditempuh dalam waktu kurang dari 3,5 detik.

Baterai yang menghuni bagian dasar mobil diyakini mampu menyuplai energi hingga mobil menempuh jarak sekitar 500 km dalam satu kali charge. Teknologi fast charging pun turut tersedia, di mana 80% kapasitas baterainya bisa diisi dalam waktu 15 menit saja, sehingga mobil bisa lanjut menempuh jarak sejauh 400 km.

Porsche Mission E Cross Turismo

Tidak seperti Mission E, sejauh ini Porsche belum mengungkap rencananya untuk merealisasikan Mission E Cross Turismo ke depannya. Kemungkinan besar mereka akan meninjau respon konsumen terlebih dulu usai memasarkan Mission E nanti.

Sumber: Porsche.

Huawei Buktikan Bahwa AI Milik Smartphone Juga Bisa Mengemudikan Mobil dengan Sendirinya

Sehebat apa kapabilitas artificial intelligence (AI) yang terdapat pada smartphone saat ini? Seperti yang kita tahu, tren ini belakangan mulai populer sejak Apple mengklaim iPhone X memiliki komponen neural engine pada chipset-nya. Tidak lama setelahnya, Huawei yang juga merancang chipset-nya sendiri bilang bahwa seri Mate 10 turut dilengkapi komponen serupa.

Huawei punya cara unik untuk mendemonstrasikan kapabilitas AI yang mereka sematkan pada smartphone buatannya. Di ajang MWC 2018 di kota Barcelona, mereka mengajak sejumlah jurnalis untuk mengendarai Porsche Panamera yang ‘disopiri’ oleh Mate 10 Pro, tanpa ada seorang pun di balik lingkar kemudi mobil tersebut.

Sumber gambar: USAToday
Sumber gambar: USAToday

Mobilnya sendiri tentu sudah dimodifikasi dengan sistem kemudi otomatis, termasuk sebuah kamera yang diletakkan di bagian atap. Mate 10 Pro di sini bertindak sebagai ‘otak’ mobil, mengolah informasi yang diterimanya dari kamera itu tadi, lalu mengirimkan instruksi ke sistem robotik pada mobil.

Huawei bilang bahwa AI milik Mate 10 Pro dapat mengenali lebih dari 1.000 objek yang berbeda, mulai dari anjing dan kucing, sampai bola dan sepeda. Ketika objek-objek itu terdeteksi, ponsel akan mengirimkan instruksi supaya mobil bisa mengerem atau menghindarinya. Andai objeknya tidak dikenali, AI tetap bisa dilatih berkat kapabilitas deep learning.

Pada awal demonstrasi, mobil hanya berjalan dalam kecepatan sekitar 10 km/jam saja selagi AI mendeteksi dan mempelajari sejumlah objek yang ada di sekitar. Setelahnya, mobil mulai melaju secepat 50 km/jam selagi bermanuver dengan tepat (menyesuaikan dengan input penumpang melalui sebuah aplikasi) ketika ada objek di rutenya.

Proyek ini Huawei sebut dengan istilah “RoadReader”, dan mereka rupanya hanya butuh waktu sekitar lima minggu untuk mengerjakannya. Pada umumnya, kapabilitas seperti ini hanya bisa diwujudkan dengan bantuan chip khusus macam yang dibuat oleh Nvidia, akan tetapi Huawei berhasil membuktikan bahwa chipset smartphone saja sudah punya potensi yang cukup mendekati.

Sumber: 1, 2, 3.

Porsche Singkap Charger Mobil Elektrik Super-cepatnya

Kalau semuanya berjalan sesuai rencana, kita bakal melihat mobil elektrik perdana Porsche, Mission E, di jalanan pada tahun 2019 nanti. Mission E patut disorot bukan hanya karena ia mengusung logo Porsche saja, tetapi karena ia juga menjanjikan sistem charging yang lebih superior ketimbang yang Tesla tawarkan sekarang.

Teknologi rancangan Porsche ini diyakini sanggup mengisi ulang baterai Mission E hingga mencapai 80 persen kapasitas maksimumnya dalam waktu 15 menit saja. Semuanya berkat infrastruktur charger yang beroperasi pada tegangan 800 volt dan sanggup meneruskan daya sebesar 350 kW.

Pabrikan asal Jerman itu tidak sekadar membual. Belum lama ini, mereka membuka kantor baru di Berlin, dan di sana publik bisa melihat sepasang charger 350 kW yang telah dijanjikan ini berdiri untuk pertama kalinya. Wujudnya memang tidak sekeren gambar konsep yang dirilis sebelumnya, tapi yang lebih penting adalah kinerjanya.

Charger 350 kW (kanan) bersebelahan dengan charger standar Porsche (kiri) / kfz-betrieb
Charger 350 kW (kanan) bersebelahan dengan charger standar Porsche (kiri) / kfz-betrieb

Sayangnya untuk sekarang kita masih belum bisa membuktikan klaim Porsche. Kedua charger itu baru bisa mengisi ulang dengan daya sebesar 50 – 150 kW. Kesalahannya bukan pada charger-nya, melainkan karena belum ada mobil elektrik yang mampu menerima daya listrik sebesar dan secepat itu.

Andai kendala itu sudah teratasi, bahkan pemilik mobil merek lain pun juga bisa menikmati charging super-cepat ini, tidak terkecuali Tesla dengan bantuan adapter. Di luar Jerman, Porsche sedang membangun charging station kedua di markasnya di Atlanta, Amerika Serikat.

Porsche EV 350 kw charger

Penantian panjang Mission E sampai dua tahun lagi sebenarnya bertujuan supaya Porsche bisa mengebut pembangunan dan penyebaran infrastruktur charging ini di berbagai kawasan. Jaringan charging station ini juga yang menjadi salah satu alasan mengapa Tesla masih berstatus rajanya mobil elektrik hingga kini.

Sumber: Elektrek.

Speaker Bluetooth Ini Dibuat dari Ujung Knalpot Asli Porsche 911 GT3

Siapa yang tidak kenal dengan Porsche 911 GT3? Baik desain, performa, bahkan suaranya begitu ikonik, dan Porsche rupanya ingin mengenangnya lewat sesuatu yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan dunia otomotif, yakni sebuah speaker Bluetooth.

Dijuluki 911 Speaker, ia tak sekadar mencomot nama tanpa karakteristik dari sang mobil legendaris yang telah diproduksi sejak tahun 1999. Pada kenyataannya, sebelum ia dijejali driver dan komponen elektronik lainnya, ia merupakan bagian penting dari 911 GT3 itu sendiri, yaitu ujung knalpotnya.

Ya, speaker ini dibuat dari ujung knalpot asli Porsche 911 GT3. Bagian tersebut, ditambah dengan housing yang terbuat dari aluminium, kemudian diisi dengan komponen audio yang memberikan output total sebesar 60 watt, menjanjikan reproduksi bass yang alami sekaligus presisi.

Porsche Design 911 Speaker

Konektivitasnya mengandalkan Bluetooth 4.0 dengan dukungan aptX, plus NFC untuk semakin memudahkan proses pairing. Pengguna pun bisa menyambungkan unit 911 Speaker lain guna mendapatkan konfigurasi stereo, atau malah mengaktifkan Party Mode. Semuanya ini bisa dinikmati selama 24 jam nonstop sebelum baterainya perlu diisi ulang.

Anda mungkin bisa menikmati kualitas suara yang lebih baik dari speaker lain, tapi tidak bisa dipungkiri desainnya benar-benar berkesan. Porsche Design 911 Speaker saat ini sudah dipasarkan seharga $550. Sama seperti produk lain dari Porsche Design, harga dan keunikannya membuatnya lebih cocok dijadikan barang collectible.

Sumber: Porsche Design via Ape to Gentleman.