Cara Merintis Kembali Bisnis yang Terlanjur Runtuh

Bisnis itu tidak selalu mulus, selalu ada pasang surutnya. Beberapa perusahaan terkenal seperti Marvel, Apple, Lego dan Volkswagen adalah contoh brand yang pernah mengalami masa sekarat sebelum menemukan masa jayanya hingga kini. Bahkan ada juga perusahaan yang sempat gulung tikar seperti Brim, Nuprin, Salon Selectives, Elang Snacks dan Underalls yang kembali hidup setelah dibeli oleh pihak lain.

Bagaimana sebuah bisnis bisa hidup kembali? Artikel ini akan membahas lebih detil apa saja hal-hal yang perlu diperhatikan ketika Anda ingin kembali merintis bisnis yang sempat runtuh. Berikut petikannya:

Perhatikan tanda peringatan

Ketika perusahaan mulai kembali dirintis, Anda harus selalu waspada setiap permasalahan yang bakal terjadi. Dengan cara ini, Anda akan memiliki kesempatan untuk pivot dengan cepat sebelum terlambat. Contoh nyatanya dapat Anda lihat lewat strategi yang dilakukan Blockbuster dan Netflix. Netflix tidak mengikuti strategi Blockbuster yang terus membangun toko offline baru daripada mengubah model bisnis.

Netflix lebih memilih untuk mengantarkan film kepada pelanggan mengingat terjadinya perubahan tren dalam masyarakat. Mereka juga memberikan layanan streaming video secara berlangganan kepada konsumennya.

Jika Anda ingin mencegah bisnis dari kematian, cobalah perhatikan faktor penyusutan yang terjadi dalam basis pelanggan dan pendapatan Anda. Jika bisnis stagnan dan belum berkembang, coba sesuaikan dengan perubahan pasar dan perhatikan strategi dari kompetitor. Dengan hal ini, Anda dapat mencegah kegagalan bisnis di tahap awal.

Pilih strategi nostalgia

Penelitian menyebut bahwa nostalgia dapat melawan rasa kesepian, kebosanan dan kecemasan. Nostalgia juga membuat kita jadi lebih toleran, murah hati dan menciptakan perasaan keterhubungan sosial. Taktik ini dilakukan oleh merek sepatu Keds, Cinnamon Toast Crunch, dan Polaroid ketika mereka bergabung dalam kampanye hashtag di Twitter #InThe90sThought.

Dengan memanfaatkan kenangan pelanggan, Anda juga dapat membuat sentimen yang mengingatkan kepada mereka betapa disukainya produk atau layanan Anda. Anda juga disarankan untuk tetap memakai logo, tagline dan jingle yang catchy sembari mencari tampilan bernuansa vintage.

Reboot merek

Kadang-kadang, merek Anda membutuhkan perombakan total, terutama bila baru-baru ini perusahaan mengalami pengalaman negatif. Menurut Fast Company, ketika Anda mereboot merek perlu perhatikan desain yang menandakan perubahan nyata dan mencerminkan strategi dan pengalaman. Ketika melakukan strategi ini, sebaiknya Anda menjauhi sesuatu yang bersifat trendi dan fokus pada sesuatu yang sederhana dan dapat menggambarkan tujuan jangka panjang Anda.

Giring kembali pelanggan loyal

Meski Anda memerlukan pelanggan setia untuk mempertahankan bisnis agar tetap sehat, akan tetapi bisnis yang hampir gulung tikar itu bukan menunjukkan bahwa Anda sudah kalah dalam berkompetisi. Serta, bukan berarti Anda kehilangan pelanggan setia.

Ada beberapa cara yang bisa Anda lakukan untuk mengumpulkan mereka kembali. Misalnya mengumpulkan masukan mengapa mereka meninggalkan Anda, menawarkan insentif dengan mengirimkan notifikasi ke ponsel mereka, menciptakan rasa urgensi lewat penawaran kupon, diskon belanja untuk waktu terbatas dan cara lain sebagainya.

Tarik pelanggan baru

Selain menggiring kembali pelanggan loyal, Anda juga harus berupaya menarik pelanggan baru. Untuk cara ini, sebaiknya Anda lakukan strategi yang sma ketika Anda pertama kali merintis bisnis. Pastikan utnuk berinteraksi dengan mereka baik secara online maupun offline.

Gunakan berbagai saluran

Omni-channel adalah strategi yang cukup ampuh dilakukan dalam rangka menjangkau pelanggan dan prospek lewat berbagai perangkat. Google menyarankan agar Anda memulainya lewat mencari tahu siapa pelanggan Anda berdasarkan jenis kelamin, demografi, lokasi, kebiasaan browsing situs, kebiasaan pencarian dan di mana mereka berbelanja.

Memulihkan bisnis

Dari beberapa strategi di atas, bisnis Anda tidak akan pulih secara instan. Ada periode pemulihan yang perlu Anda pantau sebelum menerapkan strategi baru. Pada tahap ini, Anda harus selalu memerhatikan tanda-tanda peringatan dini sehingga Anda tidak perlu memberikan bantuan napas lagi ke perusahaan. Merintis kembali bisnis yang runtuh adalah hal yang memungkinkan, tapi butuh sumber daya yang signifikan demi memastikan keberlangsungan bisnis di masa mendatang.

Bisa Menerima Kegagalan Penting dalam Kesuksesan Bisnis Startup

Kegagalan bisa menjadi suatu hal yang destruktif bila tidak bisa disikapi dengan benar, tapi di sisi lain tiada kesuksesan tanpa kegagalan. Akan tetapi, pernahkan Anda membayangkan bagaimana perlakuan yang diberikan lingkungan sosial masyarakat di suatu negara atas kegagalan bisnis suatu perusahaan startup?

Rupanya tidak semua negara bisa mentolerir hal tersebut dengan baik. Tulisan Mark Suster, yang dimuat oleh Both Sides of the Table, mengungkapkan tingkat tolerasi atas kegagalan startup lebih tinggi di Amerika ketimbang di Eropa, Jepang, dan Korea Selatan.

Suster mengungkapkan masyarakat Amerika sangat menyukai cerita sejarah. Pasalnya, banyak cerita sejarah yang penuh inspirasi mengenai orang-orang yang dulunya adalah “underdog” menjalani hidup penuh lika-liku kegagalan dan berhasil bangkit dari keterpurukan tersebut.

Contohnya, presiden Amerika Serikat Abraham Lincoln dan pemimpin perusahaan teknologi ternama Steve Jobs. Hingga kini kedua kisah tokoh tersebut menjadi inspirasi seluruh orang di dunia.

Silicon Valley didirikan berkat trial dan error yang terus menerus terjadi dan kemudian terus memperbaiki diri. Suster percaya, pendekatan ilmiah trial dan error, menjadi salah satu kekuatan utama Silicon Valley.

Sementara itu, di London, misalnya, Suster menyaksikan sendiri momen saat pendiri startup gagal menjalani bisnis, dia akan diasingkan oleh media dan ke depannya akan sulit untuk mendapatkan pendanaan baru.

Prancis, lebih parah lagi perlakuannya. Saat pendiri mengalami kegagalan, tidak ada perlindungan hukum yang menjadi landasan terakhir. Malah dia sendiri yang akan menanggung seluruh tanggung jawab.

Ditambah lagi, ketika mempekerjakan seseorang terlalu cepat namun bisnis tidak bisa berjalan seperti yang diharapkan, Anda tidak bisa dengan mudah memecatnya. Hal-hal tersebut dikhawatirkan akan membunuh semangat entrepreneurship di Prancis.

Masyarakat Korea Selatan sangat memikirkan prestise dengan bekerja di perusahaan skala besar. Hal yang sama terjadi juga di Jepang. Masyarakat di sana memberikan tekanan yang berat kepada orang yang bekerja atau mendirikan perusahaan startup.

Beda halnya dengan perlakukan orang Korea yang tinggal di Los Angeles yang sebagian besar adalah seorang entrepreneur.

Perbedaan tingkat toleransi masyarakat di beberapa negara menimbulkan pertanyaan, jika pemerintah ingin mendorong lebih banyak wirausahawan, lebih baik mencari solusi bagaimana membuat masyarakat lebih menerima saat melihat kegagalan di startup.

Pemerintah, lanjut Suster, juga perlu menetapkan perlindungan hukum bagi startup agar dapat lebih agresif dan berani mengambil risiko mengingat adanya hukum probabilitas di antara 100 kali percobaan hanya dua keberhasilan besar yang diciptakan. Dua keberhasilan tersebut mampu mengubah industri dan masyarakat, serta menciptakan lapangan pekerjaan.

Di akhir tulisannya Suster menerangkan dirinya tidak yakin cara mana yang tepat demi mengubah pandangan masyarakat menjadi lebih toleran terhadap kegagalan di startup. Meskipun demikian, toleransi terhadap kegagalan sekecil apapun oleh masyarakat diharapkan bisa membawa pengaruh terhadap kegagalan besar lainnya.

Di Balik Sensasi Kultur Merangkul Kegagalan

shutterstock_125752055

Jauh sebelum Steve Jobs atau Richard Branson menasihati kita untuk merangkul kegagalan (embracing failure), Thomas Edison adalah tokoh penemu yang sudah lebih dulu membuktikan keberhasilan setelah ribuan kegagalan melalui hasil penelitiannya. Bayangkan bila Thomas Edison hidup di masa kini, berapa banyaknya nominal yang harus dikeluarkan untuk mendukung kerjanya.

Continue reading Di Balik Sensasi Kultur Merangkul Kegagalan