Habibi Garden Hadirkan Solusi Perawatan Tanaman Berbasis IoT

Potensi Internet of Things (IoT) sebagai salah satu solusi untuk berbagai permasalahan sebenarnya sudah terlihat sejak tren ini pertama kali mendunia. IoT disinyalir mampu memberikan pengguna kontrol terhadap perangkat dengan data real-time. Salah satu pemanfaatan IoT ini tengah coba dikembangkan dan digali di berbagai negara, sesuai dengan permasalahan masing-masing. Di Indonesia sendiri sudah ada banyak solusi IoT yang diperkenalkan. Salah satu yang cukup unik adalah Habibi Garden. Sebuah perusahaan digital yang berusaha memberikan solusi untuk para petani berkomunikasi dengan tanaman mereka.

Istilah berkomunikasi dengan tanaman mungkin agak aneh, namun itu lah yang coba diupayakan oleh tim Habibi Garden. Lebih tepatnya untuk membantu para petani atau pemilik tanaman mengetahui kondisi tanaman, seperti nutrisi dan kebutuhan-kebutuhan lain. Komunikasi tersebut bisa terwujud berkat adanya alat dan juga aplikasi yang terhubung dan didesain dengan berbagai macam sensor seperti sensor suhu, kelembaban, nutrisi media tanaman, intensitas cahaya dan lainnya. Dengan demikian para pemilik tanaman bisa mengetahui kebutuhan tanaman berdasarkan data yang didapatkan dari aplikasi.

CTO Habibi Garden Irsan Rajamin kepada DailySocial bercerita, perusahaan yang mulai beroperasi pertengahan tahun lalu ini dirintis bersama rekannya Dian Prayogi Susanto yang bertindak sebaai CEO yang bertanggung jawab untuk bisnis. Selain itu Habibi Garden juga bekerja sama dengan beberapa mitra di bidang pertanian untuk lebih mudah mengenali dan dekat dengan tanaman.

“Sejak pertengahan tahun 2016 di bulan Juni dan kantor kami ada di kota Bekasi. Sekarang kami sedang berfokus pada kebun binaan baru kami berlokasi di Cianjur desa Pasir Cina. Di sana kami sedangkan mencoba teknologi Habibi Garden pada tumbuhan Cabai,” terang Irsan.

Diawali dari hobi dan keresahan

CEO Habibi Garden Dian Prayogi disebut sebagai salah satu inisiator untuk ide solusi yang ditawarkan oleh Habibi Garden. Dian yang memiliki hobi berkebun di pekarangan rumahnya ini sering lalai memberikan nutrisi dan melakukan penyiraman, hasilnya tak jarang tanamannya terkena wabah jamur. Masalah ini yang coba diselesaikan oleh Habibi Garden, terlebih jika masalah yang terjadi menghampiri lahan yang lebih luas lagi. Pemberian pupuk dan air, pendeteksian wabah penyakit dari awal menjadi target kunci yang bisa ditangani oleh alat Habibi Garden saat ini.

Untuk pengguna, saat ini Habibi Garden tengah mencoba menyasar para petani yang sudah memiliki infrastruktur Green House. Karena petani seperti itu cenderung lebih dekat dengan teknologi di bidang pertanian.

Melihat perangkat Habibi Garden bekerja

Selalu menarik melihat perangkat IoT bekerja. Seperti kita ketahui IoT tidak hanya bekerja dan dikontrol oleh manusia, ada mekanisme untuk menghubungkan mesin dengan mesin untuk bisa saling terhubung, berkomunikasi, dan bertukar data, atau yang sering dikenal dengan Machine to Machine (M2M). Teknologi inilah yang diterapkan oleh Habibie Garden. Dengan memasang sensor pada alat yang diletakkan di dekat tanaman dan terhubung dengan aplikasi pengguna bisa memantau data-data tanaman. Selain monitoring solusi yang disuguhkan Habibi Garden juga meliputi penyiraman dan pemupukan secara otomatis.

“Teknologi kami menggabungkan aplikasi mobile dan hardware yang bertujuan untuk melakukan fungsi monitoring kebun dari manapun dan kapanpun. Dengan hal tersebut petani dan kita sebagai orang awam dapat mengetahui kondisi tanaman/kebun kita. Tidak hanya monitoring tanaman, dengan teknologi Habibi Garden kebun kita juga dapat melakukan penyiraman dan pemupukan secara otomatis. Ini yang sering disebut M2M artinya alat kami dapat berkomunikasi sendiri antara sensor dengan controller sehingga fungsi petani bisa lebih fokus pada fungsi pengawasan melalui aplikasi, perawatan tanaman (pemotongan dahan daun), pembukaan lahan baru dan pemanenan,” lanjut Irsan menjelaskan.

Untuk tahun ini Habibi Garden tengah berfokus untuk melakukan riset yang lebih mendalam tentang cabai setelah kemarin berhasil menerapkan teknologi mereka di perkebunan tomat. Alasannya harga cabai yang tiap tahunnya melambung tinggi dan bahkan bisa setara dengan harga 1 kg daging sapi. Kini Irsan dan tim Habibi Garden tengah aktif melakukan kerja sama dengan banyak petani cabai dengan mengikuti forum-forum petani cabai yang ada.

Tepatkah Bawa Teknologi Digital Ke Sektor Pertanian Sekarang?

Teknologi suatu saat akan mengakomodir semua kegiatan manusia, apa pun itu. Semua lini kehidupan manusia akan bersentuhan langsung dengan teknologi. Atas nama pemutakhiran. Ada satu sektor yang cukup menarik perhatian saya mengenai adopsi teknologi ini, pertanian. Terlebih dengan kondisi pertanian, penetrasi teknologi, dan kebijakan pemerintah saat ini. Menurut saya adalah hal yang lebih penting dari sekedar menyediakan aplikasi atau platform digital untuk pertanian.

Seperti kita ketahui bersama baru-baru ini pemerintah mengenalkan beberapa aplikasi yang diharapkan mampu menunjang petani untuk memajukan sektor pertanian. Mulai dari aplikasi untuk berkomunikasi antar petani, ramalan cuaca, info pertanian, hingga aplikasi untuk menjual hasil panen, semua disediakan.

Saya sempat berbincang dengan teman dan kerabat, yang semuanya berlokasi di Jawa Tengah, yang bergelut dengan kehidupan bercocok tanam di tempatnya masing-masing mengenai hal ini. Kebanyakan berpendapat bahwa aplikasi-aplikasi tersebut masih jauh dari berguna, setidaknya untuk mereka saat ini.

Ada banyak alasannya, beberapa di antaranya adalah teknologi tersebut belum dirasa memiliki dampak yang signifikan untuk membantu pertanian. Tanpa aplikasi yang diperkenalkan Menkominfo, jika memang para petani dekat dengan teknologi harusnya mereka sudah menggunakan platform komunikasi yang sudah ada dan populer, seperti media sosial atau group di aplikasi pesan instan yang kini sudah mulai marak.

Setidaknya di tempat para narasumber saya tahun ini panen tidak begitu bagus. Siklus hujan yang tidak bisa diprediksi membuat sawah mereka mengalami penurunan hasil panen. Belum lagi harga pupuk yang dibilang semakin mahal. Bisa jadi ongkos yang mereka keluarkan untuk biaya produksi sama dengan hasil yang mereka dapatkan. Bahkan ada kelakar bahwa biaya yang harus mereka keluarkan untuk proses menanam hingga panen itu sama seperti biaya beli beras langsung di pasar dengan jumlah yang sama. Teknologi apa yang bisa membantu petani untuk saat ini?

Belum lagi mengenai platform untuk memudahkan petani menjual hasil panennya. Bukannya pesimis, rata-rata petani di tempat narasumber belum akrab dengan teknologi. Mungkin semua butuh waktu, itu mengapa teknologi di atas belum tepat waktunya.

Untuk teknologi seputar dunia pertanian saya lebih tertarik dengan apa yang sedang dikembangkan Siramin. Alat otomatis untuk menyiram lahan. Menurut saya itu lebih memudahkan usaha yang dilakukan petani, terutama dalam hal menghemat waktu. Tapi kembali lagi, jika untuk mengadopsi teknologi-teknologi tersebut petani diharuskan mengeluarkan biaya investasi lagi, saya pikir mereka akan lebih memilih cara tradisional, tidak balik modal.

Mungkin kondisi pertanian yang dialami narasumber saya berbeda dengan wilayah pertanian lain di Indonesia. Mulai dari demografi petani, kondisi penguasaan teknologi, dan kondisi-kondisi lainnya. Yang jelas salah satu PR di dunia pertanian saat ini adalah membawa inovasi teknologi ke dunia pertanian yang akrab, dan tepat guna untuk kondisi di lapangan. Karena tidak semua petani bisa cepat akrab dengan teknologi, termasuk teknologi digital. Perlu waktu untuk penyesuaian, perlu waktu untuk membangun komunitas dan ekosistem di dunia pertanian agar petani, distributor, dan konsumen bertransformasi ke teknologi digital.

Siramin dan Visi Mengubah Wajah Pertanian Indonesia dengan Teknologi

Salah satu gagasan utama teknologi diciptakan adalah untuk meringankan tugas manusia. Di sini teknologi memegang peranan penting dalam mengoptimalkan waktu kerja, manajemen dan hal-hal lain. Satu dari banyak bentuk teknologi tersebut adalah teknologi otomatis. Di Yogyakarta sekumpulan mahasiswa UGM mengimplementasikan konsep otomatis ini ke dalam perangkat penyiraman. mengusung teknologi dan konsep internet of things (IoT), layanan yang diberi nama Siramin ini bisa menggerakkan alat penyiraman dengan kontrol menggunakan aplikasi mobile, baik Windows Phone, Android, maupun via situs.

Siramin dikembangkan oleh mahasiswa Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Co-Founder Siramin Andreas Gandhi kepada DailySocial mengaku saat ini mereka belum bisa mengkomersilkan layanan Siramin. Tapi toh ketika saat itu tiba Gandhi lebih memilih untuk menjualnya dalam bentuk layanan.

Menurut Gandhi mereka saat ini juga masih mempertimbangkan apakah akan menjadi perusahaan komersil atau tetap mengusung konsep sociopreneurship, atau bahkan menjadi NGO dengan mewadahi program CSR dari perusahaan-perusahaan lain. Keputusan-keputusan itu masih dipikirkan tim Siramin sambil terus melakukan riset dan membenahi layanan mereka agar lebih sempurna.

Siramin yang dikembangkan pada pertengahan tahun 2015 silam ini awalnya dirancang untuk bisa mengendalikan alat penyiraman menggunakan layanan pesan singkat atau sms. Namun seiring dengan perkembangan teknologi akhirnya tim Siramin mengembangkannya sehingga saat ini perangkat penyiraman bisa dikontrol melalui perangkat mobile maupun situs.

Teknologi IoT di tangan tim Siramin berusaha dioptimalkan untuk membantu pertanian di Indonesia. Karena dengan alat dan layanan yang mereka kembangkan beban kerja petani bisa berkurang karena alat-alat penyiraman bisa dikendalikan melalui perangkat mobile.

Gandhi menjelaskan, apa yang mereka lakukan saat ini adalah upaya bersama untuk mencoba membangun wajah baru pertanian Indonesia melalui teknologi terapan. Sebuah gagasan yang cukup menarik mengingat belum banyak teknologi digital yang mengarah ke sektor pertanian secara praktis di lapangan seperti apa yang dilakukan Siramin saat ini.

Saat ini, meski belum bisa digunakan untuk umum karena riset dan pengembangan masih terus dilakukan, Siramin memiliki lahan riset mini di daerah Banguntapan Yogyakarta. Di sana lah tim Siramin melakukan uji coba layanan mereka ini. Bahkan seperti diungkapkan Gandhi pihaknya pernah menjalin kerja sama dengan BP3K Playen Gunungkidul untuk suatu saat bisa menerapkan secara penuh layanan Siramin ini.