Mengharapkan “Unicorn” dari Startup Budidaya Indonesia

Sempat dipandang sebelah mata, sektor pertanian dalam ekosistem startup digital kini mulai tunjukkan potensi luar biasa. Bahkan saat pandemi, beberapa layanan terkait bisnis budidaya mendapati traksi yang luar biasa.

Menurut laporan bertajuk “Driving the Growth of Agritech Ecosystem in Indonesia” yang disusun DSInnovate bersama Crowde, diungkapkan sejumlah potensi dan tantangan dalam industri pertanian di Indonesia. Pertama dari sisi hulu, yakni sistem produksi oleh petani, per tahun 2018 tercatat ada sekitar 33,4 juta petani di seluruh Indonesia. Kedua, dari total tersebut 4,5 juta di antaranya telah memiliki akses ke internet.

Temuan ini menjadi menarik, artinya dengan pengembangan infrastruktur pita lebar yang terus dikebut oleh pemerintah dan aksesibilitas ke perangkat akses internet yang semakin terjangkau, dapat menjadi medium yang baik bagi sektor produksi ke sisi hulu untuk terhubung ke pasar. Startup agritech pun dapat berperan penting dalam memberikan edukasi  — beberapa telah melakukan, dengan implikasi dibukanya kanal distribusi produk pertanian yang lebih efisien.

Masih dari laporan yang sama, terungkap beberapa permasalahan mendasar yang dialami oleh industri pertanian tanah air. Meliputi peningkatan produktivitas, akses ke permodalan, regenerasi, dan akses pasar. Soal produktivitas termasuk distribusi pupuk dan langkah preventif yang dapat dilakukan untuk memaksimalkan potensi lahan didasarkan kondisi cuaca.

Berjalan di arah yang sama

Dimulai dari akar permasalahan tersebut, founder mencoba menghadirkan solusi yang efisien untuk memberikan efisiensi pada proses bisnis pertanian. Dari model bisnis yang sudah ada sejauh ini, kami mencoba memetakan ke dalam peta solusi di bawah ini.

Gambaran proses bisnis hulu ke hilir startup budidaya di Indonesia / DailySocial

Ada alasan yang cukup masuk akan kenapa pada akhirnya para startup memilih untuk melakukan pendekatan dari ujung ke ujung. Yakni menghadirkan efisiensi dari proses keseluruhan – termasuk di sisi variabel biaya, waktu, hingga kualitas produk. Langkah pertama yang harus dilakukan tentu pemilik platform perlu melakukan edukasi dan meyakinkan mereka bahwa dengan demokratisasi teknologi banyak potensi yang bisa didapat. Caranya beraneka ragam, dan yang akan diterima dengan baik adalah pendekatan solutif.

Dalam kesempatan wawancara dengan Co-Founder Tanihub Ivan Arie Sustiawan satu tahun setelah bisnisnya meluncur, ia menjelaskan perannya sebagai perantara jual-beli. Setiap transaksi pembelian akan dibayarkan terlebih dulu oleh Tanihub ke penjual berdasarkan tagihan atas penyerahan produk pangan ke pembeli, dan pembeli akan membayar tagihan ke TaniHub sesuai syarat dan ketentuan pembayaran yang telah disepakati oleh kedua belah pihak.

Kebanyakan klien yang membeli lewat marketplace Tanihub adalah pemilik usaha yang biasanya membeli bahan pokok dengan jumlah besar. Proses pengadaan kadang membutuhkan waktu panjang untuk pencairan dana kepada petani. Di titik ini para petani bimbang, jika menjual cepat ke tengkulak mereka mendapati harga yang lebih murah; sementara menjual ke bisnis aksesnya sulit dan butuh waktu yang lama. Di situlah Tanihub masuk.

Seiring dengan penerimaan proses bisnis, eskalasi produk pun dilakukan. Dengan kepastian produknya diserap oleh platform, startup menawarkan pendanaan (modal) untuk membantu perluasan produksi, bahkan hingga pengemasan dan logistik (warehouse) untuk menangani proses distribusi.

Sektor perikanan relatif sama

Menyasar segmen pembudidaya yang sudah akrab dengan ponsel pintar dan internet, eFishery menghadirkan solusi pakan ternak otomatis berbasis IoT dengan jaminan lebih terukur dan hemat – berdampak pada nilai ekonomi. Proses edukasi dilakukan dengan cara bersama-sama mendampingi petani ikan untuk meningkatkan produksi mereka.

Penerimaan tersebut disambut baik oleh mereka dengan menambahkan layanan yang lebih menyeluruh, mulai layanan permodalan untuk pengadaan alat (eFisheryFund) hingga kanal distribusi produk (eFisheryFresh) menggandeng berbagai aplikasi online grocery.

Salah satu eFisheryPoint di kawasan pesisir Pantai Jatimalang, Purworejo / DailySocial

Langkah awalnya selalu dimulai dengan proses manual. Untuk memperkuat edukasi, kedua startup tersebut bahkan mendirikan unit di banyak titik untuk menangani proses transaksi dan produksi – seperti diketahui bahwa kalangan petani/pembudidaya termasuk penyumbang statistik unbankable, transaksi langsung menjadi prioritas.

Dukungan investor

Tahun 2021 seperti menjadi berkah tersendiri bagi startup yang bersinggungan dengan para petani/pembudidaya ikan. Pendanaan tahap lanjut diberikan untuk membantu ekspansi bisnis dan produk – beberapa juga untuk memvalidasi dan penetrasi layanan. Bahkan hingga tahun ini sudah ada beberapa startup yang mencapai valuasi ratusan juta dolar dari segmen ini.

Alih-alih terhambat, pandemi justru menjadi ajang pembuktian bagi para startup budidaya. Transaksi moncer tentu menjadi salah satu pertimbangan mengapa investor mau mempercayakan dananya kepada para founder tersebut.

Statistik DailySocial mencatat, sepanjang 3 tahun terakhir pendanaan ke startup budidaya sangat minim secara kuantitas.

Perusahaan Pendanaan Terakhir Tahun Est. Valuasi*
Tanihub Seri B 2021 $218 juta
Aruna Seri A 2021 $103 juta
eFishery Seri B 2021 $88 juta
Sayurbox Seri B 2021 $45 juta
Chilibeli Seri A 2020 $31 juta
Eden Farm Pra-Seri A 2021 tidak diketahui
Segari Pendanaan Awal 2021 tidak diketahui
Dropezy Pendanaan Awal 2021 tidak diketahui
Kedai Sayur Pendanaan Awal 2019 tidak diketahui
Etanee tidak diketahui tidak diketahui tidak diketahui

*berdasarkan data yang diinput ke regulator

Jajaran investor yang mendukung pendanaan pun juga cukup meyakinkan, karena melibatkan pemodal ventura lokal dan global dalam porsi signifikan dalam putaran-putaran pendanaan tertentu.

Investor lokal:

  • MDI Ventures
  • Intudo Ventures
  • AC Ventures
  • East Ventures
  • Northstar
  • BRI Ventures, dan lain-lain.

Investor global:

  • Openspace Ventures
  • Vertex Ventures
  • Prosus Ventures
  • 500 Startups
  • Wavemaker Partners
  • Sequoia Capital, dan lain-lain.

Mungkin sektor budidaya saat ini belum menghasilkan GMV yang signifikan dari transaksi yang ditorehkan. Namun lambat laun, dengan penetrasi layanan yang menyeluruh dan pasar yang semakin teredukasi, tidak mustahil bahwa aplikasi pertanian (khususnya B2C) akan menjadi the new e-commerce untuk pemenuhan kebutuhan bahan pokok. Sebuah hipotesis yang diyakini para investor terhadap vertikal ini.

Head of Southeast Asia Investments Prosus Ventures Sachin Bhanot, saat berinvestasi ke Aruna, mengungkapkan, “Setelah membangun rantai pasokan dan infrastruktur teknologi yang kuat dengan pengetahuan dan keahlian industri yang mendalam, kami percaya Aruna memiliki posisi unik dalam melayani permintaan global yang terus meningkat terhadap produk perikanan berkelanjutan, seraya mendukung mata pencaharian nelayan lokal.”

Dengan kepercayaan investor dan pasar yang semakin baik, bukan tidak mungkin jika beberapa tahun mendatang kita akan menyambut unicorn baru di vertikal agritech dan aquatech.


Gambar Header: Depositphotos.com

Mengenal Startup Agrotech Inacom dan Rencananya Pasca Pendanaan Awal

Indonesia Agriculture & Commoditis (Inacom) mengumumkan telah mendapat pendanaan awal dengan nominal dan investor yang tidak disebutkan. Penambahan model ini rencananya difokuskan untuk membuka gudang kedua di Lampung. Gudang tersebut nantinya akan menampung komoditas kelapa dengan volume hingga 200 ton per minggu.

Inacom memposisikan diri sebagai platform agro-commodities. Mereka memiliki lima bidang usaha yang dijalani, yakni konsolidasi pemasaran, pengolahan komoditas, logistik dan distribusi, fintech dan solusi penanaman.

Kelima bidang tersebut dipilih karena adanya permasalahan harga komoditas hasil pertanian yang terlampau rendah, mahalnya beban transportasi, kurangnya jangkauan lembaga keuangan untuk petani, hingga permasalahan sustainable supply.

CEO Inacom Mochammad Nasrulyani menceritakan, pihaknya ingin membantu petani dari hulu ke hilir, mulai dari proses penanaman, membantu akses ke pasar (lokal dan luar negeri), hingga pendampingan standardisasi mutu.

“Besar keinginan Inacom untuk membantu petani naik kelas, sehingga dapat terhubung dengan para buyer di luar negeri. [Kami membantu] mulai dari pengiriman, standardisasi mutu, serta perizinan ekspornya. Inacom juga akan masuk ke sisi fintech,” terang Nasrul.

Pendanaan yang baru diterima menandai awal perjalanan panjang mereka di industri agrotech. Selain berusaha menghadirkan aplikasi untuk mendukung industri pertanian, tim Inacom juga aktif turun ke lapangan — baik untuk mendampingi petani atau membuka pasar penjualan.

Meski baru 6 bulan mulai beroperasi, Inacom mengklaim telah berhasil menggandeng tak kurang dari 700 petani besar. Dari situ pihaknya telah membantu mengekspor lebih dari 50 kontainer produk kelapa dan turunannya ke 7 negara dengan jumlah mencapai 1600 ton.

“Kami memerlukan tambahan gudang baru mengingat sudah terjalin kontrak kerja sama dengan buyer dari Thailand dan China dengan permintaan 15 kontainer per minggu,” imbuh Nasrul.

Startup Pertanian Inacom
Tampilan aplikasi Inacom yang diperuntukkan khusus untuk mitra

Di versi awal aplikasinya, Inacom membubuhkan fitur layanan penjualan, informasi komoditas, informasi harga pasar, hingga informasi ketersediaan stok. Ke depan aplikasi ini juga akan dikembangkan dengan menambahkan layanan fintech di dalamnya.

Sejauh ini ada tiga tipe pengguna di ekosistem Inacom selain petani, yakni pembeli, supplier dan marketer. Ketiganya menjadi bagian penting dalam model bisnis yang diusung Inacom.

Saat ini Inacom baru beroperasi di Lampung. Mereka tengah berencana untuk melebarkan sayap ke beberapa daerah yang memiliki pelabuhan internasional, sehingga memudahkan proses ekspor.

“Target realistis untuk 2-3 tahun ke depan adalah bisa beroperasi di 7 pelabuhan internasional yang merupakan pintu-pintu keluar komoditas agro. Dan dari sisi revenue, kami berharap bisa meningkatkan jumlah hingga 30 kali lipat dari kondisi sekarang dan bila dimungkinkan bisa melakukan IPO,” tutup Nasrul.

Mengenal Mertani, Penyedia Solusi IoT dan Analitik untuk Bidang Pertanian

PT Merapi Tani Instrumen (Mertani) merupakan perusahaan yang bergerak dalam penyediaan solusi IoT (Internet of Things) dan analitik untuk perusahaan perkebunan atau pertanian. Mertani memiliki platform Airi yang memadukan solusi IoT, big data dan sistem otomasi.

Mertani merupakan layanan yang berbasis di Yogyakarta, didirikan oleh Yustafat Fawzi dan Dualim Atma Dewangga, dua orang alumni UGM yang pernah mengenyam pengalaman bekerja di perusahan sawit.  Diawali dari riset dan percobaan sejak tahun 2016, Mertani akhirnya digarap serius sebagai bisnis sejak awal tahun ini.

Menurut Yustafat, Mertani saat ini mengembangkan sebuah solusi IoT, baik hardware maupun software yang didesain untuk memecahkan permasalahan perusahaan di sektor pertanian. Produk dari Mertani ini adalah Airi, sebuah produk precission agriculture yang memadukan teknologi sensor, IoT, big data analityc, otomasi.

Airi siapkan untuk membantu petani atau perusahaan perkebunan mengetahui secara langsung dan detail kondisi tanaman sehingga mereka bisa mencapai efisiensi dalam operasional, mengambil keputusan dan meningkatkan produktivitas taman. Platform Airi terdiri dari Airi Sensor, Airi Software (mobile dan dekstop) dan sistem otomasi (irigasi otomatis).

Peran Airi sensor dalam platform Airi berfungsi sebagai perangkat data akuisisi iklim mikro yang dapat bekerja atau melakukan pengukuran secara statis maupun dinamis berkenaan dengan data-data kadar air tanah, kadar nutrisi tanah, PH, suhu tanah, suhu lingkungan, kelembaban lingkungan, intensitas cahaya dan data lainnya.

“[Nantinya] informasi tersebut ter-upload secara reguler ke cloud. Manajer perkebunan bisa membaca analisis kondisi lahan dari software Airi yang telah disediakan. Airi bisa bekerja di pelosok-pelosok yang tidak ada sambungan listrik maupun jaringan internet yang terbatas,” jelas Yustafat.

Lebih jauh Yustafat menjelaskan bahwa pihaknya juga memberikan pilihan sebuah sistem irigasi otomatis yang terhubung secara wireless dengan Airi sensor. Sistem irigasi tersebut bisa memberikan air secara otomatis berdasarkan rekomendasi dari sensor Airi sehingga pemberian air bisa lebih akurat dan sesuai dengan kebutuhan tanaman.

Saat ini Mertani tengah fokus pada segmen perusahaan perkebunan dan pertanian dan belum fokus pada petani atau perkebunan secara langsung.

“Kami optimis karena perusahaan-perusahaan di sektor pertanian kurang optimal dan efektif dalam membuat keputusan berkenaan dengan lahan karena data akuisisi yang sangat manual, mahal, dan lamban,” imbuh Yustafat.

CaltyFarm Ramaikan Industri Investasi di Sektor Peternakan

Berawal dari sebuah usaha untuk mengembangkan peternakan sapi lokal, Calty Farm (Kost-kostan ternak) mengembangkan sebuah platform digital yang memudahkan masyarakat yang ingin beternak online dengan fokus sapi perah sebagai hewan ternak. Selain menawarkan keuntungan dari pengelolaan hasil ternak seperti susu dan daging, Calty Farm juga membantu menyediakan standar peternakan dengan dukungan dokter hewan yang berkompeten.

CaltyFarm sendiri diprakarsai Nico Setyo, Denok Asih, dan Amanda Permatasari. Konsep yang diusung sebenarnya bukan sebuah konsep baru. Misi utamanya adalah memudahkan masyarakat untuk beternak online. Mereka menghubungkan investor dengan mitra peternak dengan membawa fasilitas pemantauan hasil ternak.

Beberapa keuntungan yang ditawarkan CaltyFarm antara lain membantu peternak mendapatkan akses kesehatan yang terkontrol langsung oleh dokter hewan tim CaltyFarm, akses penjualan susu sapi yang sudah bekerja sama dengan industri pengolahan susu, akses pakan ternak yang terjangkau, dan akses asuransi ternak yang sudah bermitra dengan Jasindo (Jasa Asuransi Indonesia). Sebelum resmi menjadi mitra CaltyFarm, para peternak sapi perah akan mendapatkan pelatihan dan pengujian selama kurang lebih 4 bulan.

Dari segi pengguna atau investor, CaltyFarm berfungsi sebagai platform yang bisa digunakan utuk melihat rekam jejak produksi susu sapi perah dan kondisi sapi. Pelaporan saat ini dilakukan melalui email dan dalam waktu dekat pihak CaltyFarm segera meluncurkan aplikasi mobile untuk memudahkan pengguna memantau hewan ternaknya.

Karena mengusung konsep kost-kostan, CaltyFarm memberikan pilihan bagi para investor yang ingin bergabung dengan sistem mereka. Investor bebas untuk membeli sapi di CaltyFarm atau di pihak lain yang sesuai dengan standar CaltyFarm untuk kemudian ditempatkan di mitra CaltyFarm yang saat ini tersebar di beberapa tempat, seperti di Kabupaten Sleman, Boyolali, Tegal, dan Pasuruan. Selain investor individu, CaltyFarm juga membuka diri untuk investor bisnis atau badan usaha. Saat ini mereka mengelola 28 sapi perah dari investor yang ada.

“Target CaltyFarm untuk 1-2 tahun mendatang memiliki mitra peternak se-Indonesia dengan jumlah ternak mencapai seribu ekor sapi perah yang ada di beberapa tempat,” ungkap CEO CaltyFarm Nicko Setyo.

Selain sapi perah, di situs resminya CaltyFarm juga menawarkan bentuk investasi lain yang berkaitan dengan peternakan, antara lain investasi untuk kandang sapi, pengolahan susu dan produk turunan lainnya, pakan ternak hingga investasi objek wisata peternakan.

Potensi dan Tantangan Industri Agrotech di Indonesia

Di tengah daftar startup agro lokal yang terus bertambah, ada beberapa pemain yang justru makin memantapkan keberadaan dan bisnisnya. Salah satunya adalah TaniGroup yang mengembangkan platform TaniHub dan TaniFund. Dalam sebuah kesempatan, Co-Founder & CEO Ivan Arie Sustiawan mengungkapkan saat ini platform TaniHub sudah digunakan secara aktif oleh 680 kelompok tani sebagai vendor. Kliennya sendiri sudah mencapai lebih dari 230 unit, meliputi supermarket, restoran, eksportir, industri, dan UKM.

Sedangkan untuk TaniFund, pihaknya mengklaim sudah berhasil menyalurkan dana hingga 19 miliar rupiah ke 34 proyek yang digarap kelompok tani. Pendanaan tersebut didapat secara crowdfunding (online) maupun KUR beberapa bank. Didirikan sejak Agustus 2016, TaniGroup juga telah mendapatkan pendanaan pra-seri A dari sejumlah investor, dipimpin Alpha JWC Ventures.

Guna meningkatkan kapabilitas, tahun ini TaniHub meluncurkan aplikasi vendor untuk para petani agar dapat menjual produk mereka secara langsung. Terdapat juga aplikasi klien untuk memudahkan konsumen B2B membeli produk dari para petani tadi. Diharapkan dua aplikasi tersebut dapat mempercepat proses on-boarding maupun transaksi.

“Untuk TaniFund, kami sedang dalam proses peningkatan aplikasi untuk petani dan pendamping, sehingga petani dapat menggunakan aplikasinya untuk mendapatkan bantuan asistensi dalam pembudidayaan, seperti informasi cuaca, tumpang sari, metode perawatan tanaman dan lainnya,” ujar Ivan kepada DailySocial.

Mitra TaniHub di lapangan saat mengerjakan proyek / TaniGroup
Mitra TaniHub di lapangan saat mengerjakan proyek / TaniGroup

Tantangan di sektor agro

Faktanya tantangan untuk bisnis pertanian sangat banyak, baik yang secara substansi dalam rantai produksi maupun unsur lainnya seperti kapasitas petani. Hal tersebut turut dirasakan oleh tim TaniGroup dalam pengembangan bisnisnya. Menurut Ivan tantangan terbesar adalah proses sosialisasi, baik kepada mitra petani maupun klien.

“Meski merupakan proses yang cukup costly dan painful, namun ini proses yang mungkin wajib dilalui oleh semua startup yang ingin membuat sebuah terobosan besar. Cara kami menjelaskan proses bisnis kepada petani-petani selama ini adalah dengan mengikuti acara-acara sosialisasi keliling daerah yang dilakukan oleh Kemenkoninfo, KemenkopUKM, OJK dan BI,” terang Ivan.

Keyakinan TaniGroup lambat laun teknologi akan mentransformasikan sistem pertanian Indonesia ke arah yang lebih produktif dan transparan. Ivan mencontohkan, dengan sistem digital terdapat peningkatan jumlah supply dari petani. Petani mengakui terbantu dengan adanya kepastian pasar. Mereka lebih berani menanam lebih banyak dan memperkerjakan orang lebih banyak di ladang.

“Para kelompok tani yang mengajukan pendanaan melalui TaniFund juga bisa mendapatkan pendanaan yang relatif lebih cepat. Selain di sisi marketplace commerce maupun lending, teknologi dapat membantu dalam hal asistensi lapangan bagi petani-petani yang ingin melakukan pembudidayaan yang tepat dan optimal,” lanjut Ivan.

Dengan capaian yang berhasil diraih, TaniGroup cukup percaya diri untuk melakukan ekspansi ke luar Jawa di tahun ini. Pembaruan fitur masih akan terus digencarkan, mengikuti berbagai masukan dari kelompok tani dan klien B2B. Selain itu tahun ini TaniFund menargetkan angka yang lebih besar untuk pendanaan bagi petani, dengan tujuan meningkatkan dampak sosial, khususnya pada pertanian organik yang ramah lingkungan.

Peresmian kantor cabang TaniGroup di Jogja / TaniGroup
Peresmian kantor cabang TaniGroup di Jogja / TaniGroup

“Kue” di sektor pertanian masih besar

Seiring banyak yang menyadari potensi Indonesia sebagai negara agraris, banyak startup baru berbasis agrotech bermunculan. Permasalahannya memang banyak sekali, jika melihat data pertumbuhan sektor pertanian misalnya, menurut data BPS pada tahun 2016 pertumbuhannya cuma berkisar di angka 1,85 persen. Termasuk investasi di sektor pertanian yang tidak signifikan, padahal porsi industri pertanian secara nasional masih sekitar 13,56 persen.

Banyak yang tertantang untuk menyelesaikan, sehingga banyak pemain baru. Namun menurut Ivan hal tersebut justru harus disambut baik.

“Kami menganggap ‘kue’ di sektor pertanian sangat besar sehingga tidak perlu sesama agrotech menganggap satu sama yang lain sebagai kompetitor. Harapan kami, semua agrotech dapat saling berkolaborasi karena misi utama agrotech Indonesia haruslah pada peningkatan kesejahteraan petani/peternak/nelayan, mempromosikan sustainable farming untuk menjaga keberlanjutan bisnis pertanian Indonesia, dan menjaga ketahanan makanan nasional,” tutup Ivan.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

SmarTernak Jadi Solusi IoT untuk Optimalkan Peternakan

SmarTernak merupakan solusi yang dikembangkan DycodeX berupa perangkat manajemen ternak berbasis Internet of Things (IoT) yang diharapkan bisa membantu peternak Indonesia memantau hewan ternak mereka. Perangkat ini didukung Kementerian Pertanian Indonesia

Solusi SmarTernak merupakan perangkat precision livestock farming (PLF). Fitur-fitur yang ditawarkan mencakup fitur pelacakan hewan ternak, mendeteksi aktivitas hewan ternak, estimasi kesehatan hewan ternak, hingga membaca kondisi lingkungan hewan ternak. Data-data tersebut dipancarkan secara real time dan bisa dibantu melalui aplikasi yang ada di perangkat mobile.

Dalam pengembangannya, DycodeX berperan penuh dalam pengembangan sistem dan alat-alat yang digunakan, sementara pemerintah mendukung dalam penyedian lahan untuk uji coba.

“Sejauh ini kami masih bekerja sama dengan peternakan yang dimiliki oleh Kementerian Pertanian Indonesia. Tujuan utama kami dalam waktu dekat adalah mengaplikasikan SMARTernak ini di wilayah peternakan Kementan agar dapat menjadi solusi untuk pemerintah terkait issue Livestock Farming khususnya sapi di Indonesia,” jelas Public Relation Representative DycodeX Veronica Blandine.

SmarTernak bekerja dengan beberapa sensor yang mampu secara langsung mendeteksi aktivitas hewan ternak secara real time. SmarTernak didesain untuk bisa langsung diimplementasikan dengan mengalungkan sensor pada hewan dan memasang koneksi.

Untuk koneksi, SmarTernak menggunakan teknologi LoRa atau yang dikenal sebagai Long Radio. Teknologi ini diklaim lebih ekonomis dibandingkan dengan GSM. Untuk range coverage mengikuti kontur peternakan masing-masing.

“Karena berbasis radio, LoRa mengharuskan adanya gateway yang terpasang di wilayah peternakan. Satu buah gateway dapat menerima informasi lebih dari 20 device tergantung kontur wilayah yang sebelumnya saya sebutkan. Untuk saat ini ukurannya masih disesuaikan untuk hewan ternak berbadan besar seperti sapi, namun bila memiliki macam hewan ternak lainnya, kami terbuka untuk layanan customize,” imbuh Vero.

Solusi DycodeX ini bisa jadi salah satu solusi berbasis teknologi yang bermanfaat untuk mengoptimalkan peternakan dan menggali lebih jauh potensi dan masalah yang ada di peternakan. Pihak DycodeX sendiri berharap solusi yang mereka rancang ini tidak hanya stok pangan yang bisa diprediksi tetapi juga kesehatan hewan ternak, sehingga para peternak maupun investor bisa mendapat laporan yang lebih lengkap.

“SMARTernak akan sangat membantu peternakan yang mengadopsi jenis peternakan bebas atau yang tidak mengikat hewan ternak. Hal ini akan lebih menghemat biaya operasional monitoring. Prinsip LoRa yang line-of-sight akan lebih optimal apabila diletakkan di tempat yang lebih tinggi, sehingga coveragenya akan lebih banyak.”

Pria Hong Kong Upayakan Bantu Peternak Sapi Indonesia Melalui ICO

Layanan startup peternakan tampak mulai diupayakan oleh banyak pihak di Indonesia. Meski memiliki konsep yang berbeda-beda tujuannya serupa, membantu menyejahterakan peternak hewan seperti sapi dan domba. Salah satu warga asing yang mencoba menangkap peluang ini adalah James Bang. Pria Hong Kong yang disebut sebagai profesional di sektor cryptocurrency dan blockchain ini mencoba membantu para peternak sapi di Indonesia dengan membentuk cryptocurrency khusus untuk meningkatkan nilai jual sapi-sapi yang ada di peternak yang diberi nama CashCow Coin.

Dalam suatu kunjungannya ke Indonesia, Bang menjumpai pembagian hasil jual yang kurang merata antara peternak (orang yang merawat ternak) dengan pemilik ternak. Kondisi ini kemudian membuatnya transpirasi untuk membuat CashCow Coin, sebuah startup yang mencoba membantu meningkatkan kesejahteraan para peternak.

Ide Bang adalah dengan membuka investasi untuk pembelian sapi kemudian dititipkan ke para peternak, kemudian ketika nanti dijual bisa dibagi masing-masing sepertiga, untuk CashCow, peternak, dan pemodal. Namun proses investasinya memanfaatkan cryptocurrency yang dikembangkan sendiri, CashCow Coin. Seperti dikutip dari South China Morning Post ICO (Initial Coin Offering) yang akan mulai ditawarkan pada bulan Oktober mendatang. Ia berharap bisa mendapatkan dana sebesar US$15 juta (lebih dari 200 miliar Rupiah).

Cryptocurrency menjadi buah bibir para penggiat teknologi dan masyarakat. Teknologi di belakangnya, blockchain dan segenap ekosistem penunjangnya, kemudian banyak dikembangkan untuk berbagai macam produk.

Sampai saat ini belum ada keterangan lebih lanjut mengenai CashCow Coin dan bagaimana strateginya di Indonesia. Hanya saja sejumlah tantangan-tantangan sudah pasi dihadapi oleh CashCow Coin untuk masuk ke Indonesia.

Salah satu tantangan terbesar CashCow Coin adalah bagaimana Bang mengelola peternak lokal di Indonesia. Mulai dari pemahaman proses investasi (termasuk pendaftaran ke regulator), konversi cryptocurrency ke mata uang yang legal, dan termasuk usaha-usaha riil pemberdayaan peternak lokal.

Bukan startup pertama di sektor investasi budidaya ternak

Di Indonesia sendiri belakangan sudah mulai muncul banyak startup yang menawarkan investasi budi daya hewan ternak. Salah satunya Angon, startup investasi budi daya yang menawarkan pengelolaan hewan ternak.

Di sistem milik Angon sapi atau domba merupakan milik peternak Angon. Setelah dibeli oleh member Angon maka sapi atau domba akan berpindah kepemilikan kepada member dan peternak sendiri statusnya menjadi peternak Angon yang bekerja di Sentra Peternakan Rakyat untuk merawat ternak milik para member.

CashCow Coin seharusnya memiliki konsep yang mirip dengan Angon, tapi dengan cara crowdfund yang berbeda. Meskipun masih diliputi sentimen skeptisisme tentang keberlangsungan bisnis ini, kita tunggu bagaimana implementasi dan eksekusi CashCow Coin di lapangan.

Kesempatan Pendanaan Bagi Startup yang Memiliki Visi Menyejahterakan Petani Indonesia

Menyejahterakan petani di Indonesia adalah hal yang coba diusung Agro Market-Linkages SDG Fund. Dana ini adalah sebuah inisiatif pendanaan di Indonesia untuk para startup yang memiliki misi menghubungkan petani di Indonesia kepada pangsa pasar domestik dan internasional. Isu di mata rantai pertanian saat ini adalah banyak hal yang menjadikan petani tidak mendapatkan hasil optimal, sehingga diharapkan peran serta inovasi dapat meningkatkan kesejahteraan hidup petani secara mandiri.

Kegiatan ini diinisiasi UNDP (United Nations Development Programme), ANGIN (Angel Investment Group in Indonesia), dan Challenger 88 (didirikan oleh pendiri dan mantan direktur LGT Venture Philanthropy dan mantan ketua IIX Investements di Asia Tenggara), serta didukung pemerintah Kanada. Agro Market Linkages-SDF Fund hadir untuk mengatasi beberapa isu yang sering ditemui oleh para penggerak sosial di bidang agrikultur, termasuk terkait pendanaan, pengembangan kapasitas dan celah akses pasar.

Agro Market-Linkages SDG Fund dalam memberikan bantuan pada inovator mengadopsi pendekatan blended finance, yakni menggabungkan sumber pendanaan publik dan swasta untuk diberikan dalam bentuk direct debt investment (pinjaman langsung) senilai $25.000 hingga $500.000. Syarat penerimanya secara umum adalah bagi mereka yang telah membuktikan diri mampu berperan menghubungkan petani kecil kepada pemain yang lebih besar di sepanjang rantai pertanian.

[Baca juga: Daftar Startup Indonesia di Bidang Pertanian, Perikanan, dan Peternakan]

Capacity building juga menjadi salah satu konsentrasi Agro Market-Linkages SDG Fund. Bagi startup atau inovator yang terpilih, nantinya akan dibimbing untuk mencapai SDG (Sustainable Development Goals) atau Tujuan Pengembangan Berkelanjutan dan meningkatkan situasi ekonomi pertani di Indonesia. Sebanyak 20 usaha terpilih akan diikutsertakan dalam proses edukasi pengembangan berkelanjutan tersebut.

Program ini menargetkan ragam inovasi di bidang agrikultur, seperti solusi untuk penyediaan kebutuhan petani (bibit, pupuk, pendanaan, hingga pelatihan), membantu proses produksi, agregator, distributor atau inovasi lain dalam bentuk teknologi untuk memperbaiki mata rantai pertanian. Marketplace untuk produk pertanian, platform crowdfunding untuk petani, aplikasi pertanian juga beberapa jenis inovasi yang diperbolehkan untuk mengikuti kesempatan ini.

Untuk info lebih lanjut dan formulir mengikuti Agro Market-Linkages SDG Fund, kunjungi laman resminya di sini.


Disclosure: DailySocial merupakan media partner kegiatan Agro Market-Linkages SDG Fund di Indonesia.

Etanee Usung Solusi Komplit Bantu Maksimalkan Produksi Pertanian dan Peternakan

Etanee memiliki visi untuk memberikan solusi atas permasalahan di sektor pertanian dan peternakan, baik dari sisi produsen sampai konsumen. Bukan hanya menjadi aplikasi digital berupa toko online bagi barang produksi pertanian dan peternakan, tetapi juga sebuah solusi digital menyeluruh yang mencoba menyelesaikan permasalahan industri pertunaian dan peternakan di Indonesia.

Etanee menggabungkan tiga rantai bisnis utama dari industri pertanian dan peternakan, yakni rantai pasokan di hulu meliputi digitalisasi kegiatan produksi peternakan dan pertanian, manajemen logistik selepas panen dan sistem distribusi hingga ke tangan konsumen, atau di bagian hilir. Semua itu diharapkan tidak hanya membantu para pembeli seperti ibu-ibu rumah tangga yang berbelanja tetapi juga menjaga proses produksi dan distribusi.

Dalam rangka menjamin kualitas produksi hasil peternakan, seperti daging ayam dan sapi, pihak Etanee bekerja sama dengan RPH (Rumah Pemotongan Hewan) dan RPHU (Rumah Pemotongan Hewan Unggas) yang sudah memiliki sertifikasi halal, memiliki nomor NKV (Nomor Kontrol Veteriner) dan menerapkan produksi yang sesuai standar.

Termasuk di dalamnya sistem sistem mini ERP (Enterprise Resource Planning) yang di beri nama Farm Management System. Sebuah perangkat lunak yang memungkinkan peternak dan petani mengelola proses budi daya dan produksi secara sistematis dan terukur. Dan untuk memprediksi potensi kerugian sehingga bisa dilakukan tindakan pencegahan.

Sementara itu, dalam rangka menjaga rantai distribusi Etanee menerapkan cold-chain mulai dari hulu sampai ke tangan konsumen. Hal ini disebut menjadi salah satu nilai yang dijadikan pembeda Etanee dengan layanan lainnya. Di bagian logistik ini Etanee memiliki aplikasi Stokist Management System (SMS) yang disebut mampu mengelola pasokan ketika ada permintaan dari konsumen akhir yang membeli melalui aplikasi mobile mereka.

Di ujung di bagian konsumen, Etanee memiliki aplikasi Etanne Logistic yang mengatur lalu lintas pemesanan konsumen. Kemudian para tukang ojek akan melakukan pengantaran dari lokasi penyimpanan produk ke lokasi konsumen.

Dengan sistem dan dirancang dan kerja sama yang dibangun pihak Etanne menargetkan bisa memiliki 20 distribution center dan 400 stockist di wilayah Jabodetabek dan akan melibatkan sampai 3000 orang tukang ojek di bawah pengelolaan Etanne langsung.

Persaingan dan tantangan

Soal memberdayakan pertanian dan peternakan Etanee tidak sendirian. Nama-nama seperti Crowde, BantuTernak, iGrow, dan banyak lainnya juga mengupayakan hal yang sama. Apa yang ditawarkan Etanee terbilang komplit. Meski demikian masih ada beberapa tantangan yang harus dihadapi, yang paling utama ada di sektor membantu petani dan peternak.

Mengenalkan petani dan peternak ke sistem digital dan pengelolaan yang rapi tentang produksi merupakan masalah serius. Jika ini bisa diselesaikan oleh pihak Etanee bukan hanya solusi yang terpecahkan tetapi juga rasa percaya yang didapatkan.

Application Information Will Show Up Here

Startup Pengembang Platform Perikanan Aruna Dapatkan Seed Funding dari UMG Indonesia

Startup pengembang solusi digital untuk sektor perikanan dan kelautan Aruna, mengumumkan perolehan pendanaan yang didapat dari UMG Indonesia, sebuah perusahaan yang menjual peralatan pertanian seperti traktor dan mesin pemotong. Pendanaan ini sekaligus menjadi awal kemitraan perusahaan tersebut (di bawah naungan UMG Group) untuk membantu Aruna untuk bidang microfinancing, memenuhi kebutuhan logistik, dan juga penyediaan fasilitas penyimpanan pendingin (cold storage).

Tidak diinfokan besaran pendaan yang diberikan dalam seed funding tersebut. Aruna akan memfokuskan alokasi pendanaan untuk membangun tim, mengembangkan platform B2B Trading Online dan aplikasi untuk mitra nelayan, serta melakukan ekspansi ke berbagai sentra produksi perikanan potensial di Indonesia untuk mendapatkan lebih banyak mitra kelompok nelayan dan koperasi.

[Baca Juga: Aruna dan Revolusi Digital di Industri Kelautan Indonesia]

Pengukuhan kerja sama tersebut dilakukan bersama dengan acara gathering bertajuk “Teknologi Perikanan Digital Terintegrasi untuk Kemajuan Maritim Indonesia” yang diadakan pada Rabu (05/4) lalu. Dalam acara tersebut turut hadir keluarga besar dan rekan-rekan masyarakat perikanan di Indonesia, perwakilan dari Kementerian Kelautan & Perikanan, Masyarakat Perikanan Nusantara (MPN), perwakilan dari Kementerian Koperasi & UKM, serta perwakilan dari IKPI (Induk Koperasi Perikanan Indonesia).

Dengan sinergi ini, Aruna ingin terus memantapkan langkahnya dalam visi misinya untuk menyejahterakan nelayan melalui sumber daya serta keahlian teknologi digital. Berbekal ilmu, pengalaman, dan hubungan dengan orang-orang yang berperan di perikanan, Aruna ingin memacu langkahnya mengembangkan diri ke seluruh daerah-daerah di Indonesia. Aruna juga telah melakukan implementasi ke beberapa kelompok dan koperasi nelayan di daerah-daerah Indonesia, seperti Jawa Barat, Aceh, Sulawesi Selatan, Kalimantan Timur, dan beberapa daerah lainnya.