Fujifilm Instax Square SQ6 Adalah Kamera Instan Analog Berwujud Logo Lama Instagram

Setahun yang lalu, Fujifilm meluncurkan sebuah kamera instan yang sangat unik. Kamera bernama Instax Square SQ10 itu unik bukan semata karena menghasilkan potret dalam format kotak, tapi juga karena sistem hybrid (digital dan analog) yang diadopsinya.

Sekarang, Fujifilm memutuskan untuk melakukan hal yang berbeda dengan merilis Instax Square SQ6. Berbeda karena SQ6 murni merupakan kamera instan analog, yang dapat menghasilkan potret berukuran 62 x 62 mm di atas kertas 86 x 72 mm.

Desainnya sepintas kelihatan mirip seperti SQ10, namun dengan sudut-sudut yang lebih kaku sehingga membuatnya makin mirip dengan logo lama Instagram. Di samping lensa 32 mm-nya, terdapat cermin kecil yang berfungsi untuk membantu pengguna mengambil selfie. Dalam mode selfie ini, kamera akan mengatur tingkat kecerahan dan fokusnya secara otomatis.

Fujifilm Instax Square SQ6

Pada kenyataannya, SQ6 memang dibekali sensor untuk mendeteksi kondisi pencahayaan di sekitarnya, lalu mengatur shutter speed dengan sendirinya. Pengguna hanya perlu menjepret tanpa memusingkan parameternya meskipun kamera ini termasuk jenis analog.

Mode pemotretan lainnya mencakup mode makro, dengan jarak paling dekat 30 cm, mode landscape, serta mode double exposure yang memungkinkan pengguna untuk menggabungkan dua gambar di dalam satu kertas film. Juga tidak kalah unik adalah kehadiran tiga filter warna (oranye, ungu dan hijau) yang ‘disemburkan’ melalui flash bawaannya.

Nuansa nostalgia tentunya menjadi nilai jual utama Fujifilm Instax Square SQ6. Di samping itu, kamera ini juga merupakan alternatif yang lebih terjangkau untuk SQ10 berkat banderol harganya yang cuma $130. Di AS, kamera ini akan dipasarkan mulai 25 Mei mendatang.

Sumber: DPReview.

Fujifilm Resmikan Showroom Pertamanya di Surabaya

Membuka toko fisik di era yang didominasi e-commerce ini mungkin terkesan sebagai tindakan yang kurang bijak. Namun kalau melihat kesuksesan Apple dengan jaringan Apple Store-nya di berbagai negara, langkah yang penuh risiko ini sejatinya juga bisa membantu meningkatkan penetrasi pasar secara signifikan.

Di Indonesia, Apple memang belum memiliki toko fisik, akan tetapi brand lain seperti Samsung sudah membuka semacam experience store. Itu di industri smartphone, sedangkan di industri kamera, ada Fujifilm yang sudah membuka showroom resminya di Jakarta sejak tahun 2015.

Tahun 2018 ini, mereka memutuskan untuk berekspansi ke kota lain. Tujuan yang pertama adalah Surabaya, di mana Fujifilm baru saja meresmikan showroom-nya yang bertempat di Tunjungan Plaza 6. Lokasinya terbilang cukup tengah bagi saya yang memang berdomisili di Kota Pahlawan.

Fujifilm Showroom Surabaya

Fungsi utama showroom ini tentu saja adalah sebagai tempat berjualan, akan tetapi calon pembeli pun juga dibebaskan untuk menjajal deretan kamera yang sudah di-display. Kalau Anda membeli ponsel, umumnya pasti ingin mencoba langsung terlebih dulu, premisnya kurang lebih sama di sini, hanya saja barangnya berupa kamera.

Dalam persaingan di kancah mirrorless di Indonesia, Fujifilm sendiri menduduki peringkat dua menurut penjelasan Johanes Rampi selaku General Manager divisi electronic imaging Fujifilm Indonesia. Tren penggunaan mirrorless yang terus naik – rata-rata naik 25 persen setiap tahun, tahun lalu bahkan lebih – menjadi salah satu dorongan bagi Fujifilm untuk membuka showroom di lokasi lain selain ibukota.

Lalu mengapa Surabaya? Karena Surabaya memang merupakan lahan penjualan kamera Fujifilm yang terbesar kedua setelah Jakarta. Showroom ini pun baru permulaan, sebab mereka juga berencana membuka cabang lainnya, termasuk yang terintegrasi dengan toko kamera (Fujifilm Corner), dan Fuji pun juga tertarik untuk membuka showroom di Yogyakarta, meski belum tahu kapan.

Showroom sebagai upaya menyatukan berbagai unit bisnis

Fujifilm Showroom Surabaya

Selain mengedepankan aspek experience, masih ada beberapa fasilitas lain yang ditawarkan showroom Fujifilm di Surabaya. Yang pertama adalah ruang kelas untuk menggelar workshop, dengan kapasitas sekitar 20 orang. Workshop ini bakal mencakup tema dari yang basic sampai advanced, dan diestimasikan 80 persennya bisa diikuti secara cuma-cuma.

Anggiawan Pratama, Marketing Manager Fujifilm Indonesia, mengatakan bahwa workshop bakal dihelat secara rutin, bisa seminggu sekali, bisa dua minggu sekali. Jadwalnya akan dipublikasikan melalui media sosial, dan yang tertarik bisa melakukan pendaftaran via email.

Fujifilm Showroom Surabaya

Di seberang ruang kelas itu, ada booth khusus untuk memamerkan lini kamera instan Fujifilm Instax. Namun yang lebih menarik ada di sebelahnya lagi, yakni sebuah booth bernama Wonder Photo Corner untuk mencetak foto. Mungkin Anda sudah lupa, tapi sebelum dunia mengenal kamera digital, Fujifilm memang cukup berjaya di bisnis printing.

Showroom ini pada dasarnya bisa dianggap sebagai upaya Fujifilm untuk menyatukan divisi-divisi bisnisnya yang berhadapan langsung dengan konsumen umum. Jadi meskipun bisnis printing cukup tergerus oleh industri digital, nyatanya bisnis ini masih bisa bertahan, dan belakangan konsumen memang banyak yang tertarik mencetak hasil jepretan kamera maupun smartphone-nya.

Fujifilm Showroom Surabaya

Di booth Wonder Photo Corner ini, konsumen hanya perlu membawa ponsel atau memory card, lalu memindahkan foto yang hendak dicetaknya ke komputer yang telah tersedia. Konsumen bebas mengedit fotonya sebelum dicetak, dan sesudah dicetak pun mereka bisa menambahkan ornamen-ornamen dekoratif lainnya di semacam meja arts & crafts (DIY) yang sudah disediakan.

Semua ini tidak dipungut biaya selama masa pembukaan showroom, tapi masih belum bisa dipastikan sampai kapan tepatnya – Fuji nantinya bakal mematok tarif. Anda pun tidak harus menjadi pengguna kamera Fujifilm untuk bisa mencetak di sana, sebab booth ini pada dasarnya merupakan bentuk promosi bisnis printing Fuji.

Gratis, tapi tentu harus ada sejumlah batasan agar tidak disalahgunakan. Utamanya, batas foto yang bisa konsumen cetak hanya lima lembar. Format foto yang dapat dicetak pun bisa sampai sebesar 10R (sekitar 25 x 30 cm).

Varian warna baru Fujifilm X-A5

Fujifilm X-A5 Dark Silver

Dalam momen yang sama, Fujifilm turut memperkenalkan varian warna baru untuk kamera Fujifilm X-A5 yang sebelumnya sudah mereka luncurkan secara resmi di tanah air pada bulan Februari lalu. Warna baru ini mereka sebut dengan istilah Dark Silver, dan harganya sama-sama dipatok Rp 9 juta bersama lensa kit. Selama bulan Mei ini, X-A5 Dark Silver akan dijual secara eksklusif melalui Tokopedia.

Fujifilm X-A5 Dark Silver

Dibandingkan pilihan warna sebelumnya, warna baru ini tampak jauh lebih maskulin (di mata saya sepintas terlihat seperti warna panel belakang iPhone 5) dan diharapkan bisa menarik perhatian lebih banyak konsumen pria. X-A Series sendiri merupakan lini yang paling laris penjualannya tahun lalu, jadi wajar apabila Fujifilm ingin terus meningkatkan angka penjualannya lebih lagi.

Fujifilm X-A5 Dark Silver

Secara keseluruhan, Anggiawan mengatakan bahwa konsep yang diusung showroom Fujifilm di Surabaya ini lebih modern ketimbang yang sudah beroperasi di Jakarta. Kalau terbukti bisa meningkatkan traffic dan penjualan, rencananya showroom yang di Jakarta juga akan di-refresh mengikuti arahan baru ini – yang sebenarnya juga bisa dipandang sebagai upaya peremajaan toko cetak foto.

[Rekomendasi] 4 Kamera Mirrorless Terbaik Harga 5 Jutaan yang Cocok Buat Pemula

Bagi Anda yang tak puas dengan hasil jepretan kamera smartphone, tapi juga tak mau dibuat susah sama kompleksitas kamera DSLR – kamera jenis mirrorless boleh jadi pilihan yang paling tepat buat Anda.

Mekanisme pakainya lebih user friendly tapi punya kemampuan fleksibilitas lensa yang bisa diganti-ganti seperti halnya kamera DSLR. Bidikannya yang pasti juga lebih bagus dari kamera smartphone dan bisa diadu dengan DSLR. Hasilnya pun bisa langsung dikirim ke smartphone berkat fitur WiFi, sangat praktis bukan?

Kini kamera mirrorless sudah menjadi bagian dari gaya hidup. Desain stylish dan bentukannya yang ringkas membuatnya mudah dibawa kemana-mana. Harganya? Tak perlu khawatir karena berbekal tabungan mulai dari Rp5 jutaan, Anda sudah bisa memiliki kamera mirrorless dengan kualitas mumpuni. Daftar berikut dimulai dari harga yang paling murah ya.

1. Canon EOS M10 – Rp5 Juta

kamera-mirrorless-terbaik-harga-5-jutaan-yang-cocok-buat-pemula-1

Bentuknya kamera saku, tapi Canon EOS M10 merupakan kamera mirrorless loh. Dengan sensor CMOS APS-C 18-megapixel, prosesor DIGIC 6, dan sistem Hybrid CMOS AF II untuk mendapatkan fokus yang cepat pada subjek bidikian.

Kelebihan Canon EOS M10 ialah dilengkapi layar sentuh 3 inci yang bisa diputar ke atas hingga 180 derajat menghadap ke wajah. Hal ini tentu sangat memudahkan Anda untuk mengakomodasi aktivitas selfie maupun nge-vlog.

Berkat layar sentuh, menyesuaikan titik fokus menjadi lebih mudah, tinggal tap bagian mana yang ingin dipertajam. Tapi ada satu kekurangan, Canon EOS M10 tidak memiliki hand grip di body sehingga cenderung kurang nyaman saat memotret.

2. Fujifilm X-A10 – Rp5,2 Jutaan

kamera-mirrorless-terbaik-harga-5-jutaan-yang-cocok-buat-pemula-2

Fujifilm X-A10 mengusung sensor CMOS APS-C 16,3 megapixel dengan kompatibilitas lensa-lensa Fujifilm X mount. Seperti Canon ESO M10, kamera ini memiliki layar yang bisa ditekuk hingga 180 derajat, lengkap fitur eye-detection AF dan portrait enhancer untuk memaksimalkan selfie Anda.

Kelebihan Fujifil X-A10 adalah kamera mirrorless ini hadir desain retro dengan lapisan bahan kulit bertekstur yang mampu memberikan tampilan sangat elegan. Kamera ini memiliki sedikit hand grip di body, lumayan untuk mempererat pegangan.

3. Panasonic Lumix DMC-GF8 –  Rp5,4 Juta

kamera-mirrorless-terbaik-harga-5-jutaan-yang-cocok-buat-pemula-3

Panasonic Lumix DMC-GF8 menggunakan sensor Digital Live MOS resolusi 16-megapixel dengan prosesor Venus Engine yang diklaim dapat menangkap gambar secara detail meski dalam low-light.

Kamera mirrorles berdesain retro yang stylish ini juga memiliki layar berukuran 3 inci pada kamera ini juga dapat diputar hingga 180 derajat yang secara otomatis dapat langsung mengaktifkan modus self shot lengkap dengan fitur face dan eye detection AF yang sangat berguna untuk mendukung selfie.

4. Sony Alpha A5000 – Rp5,5 Juta

kamera-mirrorless-terbaik-harga-5-jutaan-yang-cocok-buat-pemula-4

Nambah sedikit lagi, kita bisa mendapatkan kamera mirrorless besutan Sony loh. Ya, Alpha A5000 adalah kamera mirrorless Sony paling terjangkau, tapi kemampuannya tak perlu diragukan lagi.

Sony Alpha A5000 mengusung sensor CMOS APS-C 20,1 megapixel dengan kompatibilitas lensa-lensa Sony E-mount. Kamera ini juga dibekali layar 3 inci yang bisa diputar hingga 180 derajat untuk mempermudah selfie dan vlogging.

Berbeda dengan Canon EOS M10, Sony Alpha A5000 memiliki hand grip di body sehingga lebih nyaman ketika memotret. Namun, kekurangan Sony Alpha A5000 ialah layarnya belum touchscreen.

Verdict

Bagi Anda yang baru ingin membeli kamera mirrorless, sangat wajar bila pemilihan dilatarbelakangi oleh faktor harga. Tak masalah, seiring perkembangan kemampuan fotografi Anda, maka dengan sendirinya Anda akan menemukan kamera mirrorless idaman yang sesuai kebutuhan Anda.

Empat kamera mirrorless di atas memiliki layar 3 inci yang dapat diputar 180 derajat, bukan cuma buat selfie tapi juga bisa buat vlogging. Kekurangan di rentang harga ini menurut saya ialah tidak bisa memasang mic eksternal dan belum memiliki viewfinder elektronik.

 

Mengintip Keindahan Sumatra Barat Melalui Kamera Fujifilm X-H1

Perjalanan bersama Fujifilm dan para fotografer profesional ke Sumatra Barat untuk menjajal langsung kamera mirrorless  X-H1 akhir pekan lalu adalah sebuah pengalaman berharga tak terlupakan sekaligus momen pengingat diri soal betapa minimnya ilmu fotografi yang saya miliki. Dilema yang saya hadapi ialah mencari cara buat menunjukkan keunggulan Fujifilm X-H1 lewat hasil jepretan dengan keterbatasan kemampuan ini.

Sekali lagi, saya mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya untuk Fujifilm Indonesia dan X Team yang sudah bersabar mengajarkan ilmu fotografi, berbagi tip dan masukan, serta berkenan menjawab berbagai pertanyaan awam saya mengenai fitur dan fungsi Fujifilm H-H1. Berkat bantuan mereka semua, foto-foto yang harus saya perlihatkan jadi tidak terlalu memalukan.

Fuji 30

Saya juga tidak mungkin bisa mengabadikan begitu banyak momen tanpa dukungan dari SanDisk. Untuk mendukung acara Fujifilm X-H1 Trip, anak perusahaan Western Digital tersebut menyediakan kartu memori SD SanDisk Extreme UHS-1 dengan kecepatan baca/tulis mencapai 90MB/60MB per detik berkapasitas 128GB. Bukan hanya saya tak perlu cemas penyimpanan cepat habis, SD card ini juga menyuguhkan kemampuan akses super-cepat, sangat ideal dalam menunjang mode continuous atau burst shot di kamera.

Tanpa berpanjang lebar lagi, silakan nikmati foto-foto yang diambil menggunakan Fujifilm X-H1, dibantu oleh lensa Fujinon XF Zoom 18-135mm, tanpa menggunakan filter tambahan.

Resolusi gambar di bawah telah dikurangi dari ukuran aslinya – dari 8000x6000p ke 1500x1000p – dan saya juga bereksperimen dengan opsi film simulation berbeda.

 

Pantai Nirwana

Fuji 1

Fuji 3

Fuji 2

Fuji 4

 

Jembatan Siti Nurbaya

Fuji 6

Fuji 5

Fuji 7

 

Pacu jawi, Tanah Datar

Karena tidak menggunakan lensa telephoto, sejumlah fotografer harus turun ke pinggir arena pacu untuk memperoleh hasil jepretan yang dramatis. Alhasil, saya serta beberapa rekan media dan fotografer nyaris diterjang sapi.

Fuji 8

Fuji 9Fuji 10

Fuji 12

Fuji 11

 

Lembah Harau

 

Fuji 16

Fuji 15

Fuji 14

 

Pacu itik

Meskipun tidak seberbahaya pacu jawi, buat saya memotret bebek yang terbang merupakan tantangan tersulit di Fujifilm X-H1 Trip. Hewan ini lebih kecil, bergerak lebih cepat, kemudian arah lintasan mereka tidak dapat diprediksi. Mode continuous shot berkecepatan tinggi plus setting fokus yang tepat sangat diperlukan.

Fuji 21

Fuji 17

Fuji 18

Fuji 20

Fuji 19

 

Ngarai Sianok bersama para pesilat Minangkabau

Fuji 24

Fuji 22

 

Fuji 23

Fuji 25

Fuji 27

Menjelajahi Sumatra Barat Bersama Kamera Mirrorless Flagship Fujifilm X-H1

Berbekal pengalaman lebih dari 80 tahun di ranah fotografi, kemampuan kamera Fujifilm dalam menangkap warna adalah salah satu aspek yang membuatnya begitu dicintai para fotografer. Namun dengan bertambah canggihnya platform sharing video dan sosial media, belakangan Fujifilm juga melihat munculnya kebutuhan baru para konsumen: membuat video berkualitas tinggi.

Sejauh ini, kemampuan kamera Fujifilm dalam menciptakan video baru bisa dibilang ‘mencukupi’. Masih belum puas dengan pencapaian ini, perusahaan spesialis produk imaging asal Jepang itu mulai menyeriusi ranah pengambilan video. Setelah melepas X-A5 untuk konsumen generasi sosial media, kali ini Fujifilm memperkenankan para fotografer kelas kakap dan sejumlah media mencicipi langsung X-H1 sembari menjelajahi keindahan Sumatra Barat.

Pendaratan XH-1 di Indonesia yang dilakukan cukup gesit setelah pengenalannya di bulan Februari kemarin ialah indikasi bahwa Fuji tak mau membuat konsumen setianya di nusantara menunggu terlalu lama. Fujiflm XH-1 adalah kamera mirrorless digital paling high-end di kelas X. Produk ini mengombinasikan tubuh tangguh, mutu gambar superior, dengan kemudahan pengoperasian. Ia juga merupakan kamera X pertama yang dibekali sistem in-body image stabilization (IBIS) 5-poros 5,5-stop dan simulasi film Eterna.

 

Desain dan daya tahan tubuh

Sebagai orang yang jarang sekali menggunakan kamera mirrorless Fujifilm, sejumlah keunggulan X-H1 segera saya rasakan begitu menggenggamnya di tangan. Pengaturan ISO, mode jepretan (single, continuous shoot plus opsi tiga tingkat kecepatan, dan video), shutter speed (ada mode auto juga), dan metering bisa dilakukan langsung dengan memutar kenop atau switch fisik yang ada di body – tanpa harus menggunakan kombinasi dua tombol atau masuk ke menu terlebih dulu.

XH1 3

XH1 6

Tubuh berdimensi 139,8×97,3×85,5mm Fujifilm X-H1 juga lebih ringan dari yang saya bayangkan, memiliki berat 673-gram, sudah termasuk baterai dan kartu memori. Tentu saja, bobot totalnya bergantung dari jenis lensa yang Anda gunakan.

XH1 2

XH1 4

Faktor andalan lain dari X-H1 adalah ia didesain agar tangguh serta tahan terhadap cuaca, sehingga selalu siap menemani para fotografer berburu momen-momen berharga yang begitu cepat berlalu. Dan dalam pemakaiannya, X-H1 terbukti perkasa menangani kondisi alam berbeda. Saya merasakan sendiri ketahanannya terhadap kondisi cuaca seperti gerimis hingga percikan air terjun, juga sanggup diajak ‘bermain lumpur’ ketika kami mencoba memotret momen pacu jawi.

XH1 5

XH1 12

Menilik ketahanannya lebih jauh, X-H1 diracik agar tahan debu, percikan air, serta dapat beroperasi hingga suhu -10° Celcius. Dan dibandingkan X-T2, struktur magnesium X-H1 lebih tebal 25 persen, dirancang agar bisa meredam benturan secara lebih efektif. Selanjutnya, Fujifilm melapisi permukaan kamera dengan coating granular yang resistan terhadap baretan. Selain itu, sejumlah lensa Fujinon (contohnya XF Zoom 18-135mm yang saya gunakan selama perjalanan di Sumatra Barat) turut mempunyai karakteristik weather-resistant serupa.

XH1 13

XH1 14

 

Pengalaman penggunaan

Sejujurnya, X-H1 merupakan kamera Fujifilm high-end pertama yang saya jajal, dan saya sangat menghargai kesabaran tim Fujifilm dalam mengajarkan segala fungsi dan fiturnya – dari mulai sesederhana mengubah posisi layar sentuhnya hingga setup continuous shot buat mengabadikan adegan-adegan berkecepatan tinggi dengan karakteristik gerakan objek berbeda. Misalnya memotret joki dan sapi saat berpacu di atas sawah, balapan bebek, hingga atraksi silat macan Minangkabau.

XH1 21

XH1 18

XH1 20
Tiga foto di atas diambil dengan X-H1, menggunakan lensa 18-135mm tanpa filter tambahan.

Seperti yang saya ungkap sebelumnya, pengaturan kamera dapat dilakukan secara super-simpel, dipermudah lagi dengan pemanfaatan layar sentuh buat mengutak-atik fungsi serta mengubah zona fokus. Di sesi hands-on selama empat hari kemarin, kendala terbesar dalam menghasilkan foto-foto menawan berada di diri saya sendiri: jam terbang saya sangatlah rendah, dan saya belum paham sepenuhnya seluk beluk kapabilitas kamera ini.

XH1 8

XH1 7

Dalam salah satu sesi hunting foto landscape di Pantai Nirwana, fotografer profesional dan anggota X Team Fujifilm Ari ‘Amphibia’ Riyanto menjelaskan bahwa selama menggunakan kamera mirrorless Fujifilm, hasil jepretan Anda ‘tidak akan pernah keliru’. Bahkan jika foto terlalu terang atau gelap, kita dapat mengubah lagi tingkat cahayanya setelah gambar diambil lewat fitur Exposure Compensation.

XH1 16

Kamera Fujifilm terkenal dengan fitur eksklusif bernama film simulation, yaitu mode reproduksi warna khas produk Fuji dalam kiprahnya berbisnis selama delapan dekade – sedikit contohnya ialah Provia (warna standar), Velvia (vivid, cocok buat landscape) dan Classic Chrome (biasanya untuk jepretan-jepretan dokumenter). Di X-H1, Fujifilm membubuhkan profil warna Eterna yang dirancang untuk mensimulasikan efek sinematik ala film dengan mengurangi kecerahan warna serta memperkaya area bayangan.

XH1 10

Elemen tersebut selaras dengan fokus baru Fujifilm di X-H1: pembuatan video. Kualitas video kameranya sudah ditingkatkan, kini sanggup merekam di bit rate 200Mbps. Kamera memperoleh tak kurang dari 20 fitur baru dan penyempurnaan; yang paling menonjol ialah kemampuan shooting 4K DCI, mode high-speed (untuk menghasilkan video slow motion dengan kecepatan 1/2, 1/4 dan 1/5), serta penggunaan microphone internal 24-bit/48kHz.

XH1 15

XH1 9

Spesifikasi lengkap dari Fujifilm X-H1 dapat Anda lihat via tautan ini.

 

Harga, ketersediaan dan kompatibilitas

Fujifilm X-H1 akan mulai dipasarkan di Indonesia dalam waktu dekat. Gerbang pre-order rencananya akan dibuka pada tanggal 24 sampai 25 Maret 2018 di Blibli.com. Produk dibanderol seharga Rp 28 juta (belum termasuk lensa), atau Rp 32,5 juta dengan aksesori grip baterai VPB-XH1.

X-H1 kabarnya siap mendukung lensa sinema profesional MKX18-55mm T2.9 dan MKX50-135mm T2.9, akan dirilis pada bulan Juni 2018.

XH1 19

XH1 17

Mengulik Fujifilm X-A5, Kamera Mirrorless Serbabisa Untuk Generasi Selfie

Setelah melangsungkan debutnya di 2013 sebagai kamera berlensa interchangeable paling terjangkau, Fuji melihat pangsa pasar potensial yang akhirnya menjadi sasaran dari versi kedua seri kamera X-A. Mereka ialah para konsumen muda ‘generasi mobile‘ yang membutuhkan kamera canggih, mudah digunakan, serta dapat menunjang gaya hidup mereka.

Ketika kamera Fujifilm X-series lain disiapkan untuk para fotografer kelas antusias, Fuji X-A2 dan X-A3 dirancang buat menunjang salah satu tren favorit di ranah fotografi: selfie. Kiprah seri X-A di negara-negara berkembang tampaknya sangat baik. Sesudah melepas X-A3 di Indonesia pada bulan November 2016, perusahaan produk imaging asal Tokyo itu menghadirkan penerusnya yang dibekali sejumlah pembaruan.

XA5 18

Dinamai X-A5, aspek utama yang ditawarkan oleh kamera mirrorless ini adalah kepraktisan penggunaan. GM electronic imaging division Fujifilm Indonesia Johanes J. Rampi menjelaskan bahwa X-A5 diramu agar bisa jadi pendamping perjalanan Anda serta alat untuk mengabadikan momen dengan pemakaian yang simpel, baik saat Anda ingin mengumpulkan koleksi foto ataupun membuat video.

XA5 19

 

Mengapa tidak dinamai X-A4?

Mungkin Anda penasaran mengapa sang produsen melewatkan angka ‘4’ pada nama produk ini. Hal tersebut sempat saya tanyakan langsung pada presiden direktur Fujifilm Indonesia, Noriyuki Kawabuko dan alasannya sangat sederhana. Fuji tidak mau produk andalan baru di kelas entry-level itu diasosiasikan dengan ‘ketidakmujuran’ yang diwakilkan oleh angka empat ‘di beberapa negara’ tempat produk dipasarkan.

XA5 20

 

Desain

Seperti pendahulunya, X-A5 mengusung penampilan ala kamera antik. Tubuhnya terbuat dari logam, yang dipadu lapisan kulit sintetis, dengan desain tubuh balok khas perangkat fotografi klasik. Anda dipersilakan memilih warna kulitnya – ada hitam, coklat dan pink.

Terlepas dari rancangan yang terlihat lawas itu, Fujifilm tidak melupakan aspek ergonomisnya. Beberapa sentuhan seperti dial plus tombol di area jempol kanan berguna untuk memudahkan zoom dan mengaktifkan shutter saat Anda mengambil selfie menggunakan tangan kiri.

XA5 13

XA5 16

Bagian body Fujifilm X-A5 mempunyai dimensi 116,9×67,7×40,4mm, ditambah lensa kit Fujinon XC15 45mm f/3.5-5.6 sepanjang 44,2mm berdiameter 52mm. Keseluruhan tubuhnya ini memiliki bobot 496-gram (body 361g plus lensa 135g) – lebih ringan dari X-A3 dengan berat di atas 580-gam.

XA5 14

XA5 17

Layar live preview berukuran 3-inci-nya juga dapat dibalik secara vertikal ke atas agar bisa dilihat dari depan. Bagian tersebut mendukung penuh navigasi via sentuhan, dapat Anda gunakan untuk menentukan fokus atau menyala-matikan fungsi tertentu tanpa perlu menggunakan tombol directional fisik.

XA5 4

XA5 12

 

Spesifikasi dan fitur

Kamera mirrorless ini menyimpan sensor CMOS APS-C 23,5×15,7mm 24,2-megapixel, dengan sensitivitas ISO satu stop lebih tinggi dibanding pendahulunya (51200 versus 25600). X-A5 didukung kapabilitas continuous shooting 6-frame/detik maksimal kira-kira 10-frame atau 3fps maksimal 50-frame. Jika tidak mau kehilangan momen berharga tanpa harus melewati proses setting sulit, Fuji juga menyediakan mode burst 4K buat menjepret foto sebanyak 15-frame/detik. Selanjutnya, Anda tinggal memilih foto-foto yang disukai via touchscreen.

XA5 15

Salah satu fitur favorit saya di X-A5 ialah exposure compensation (-5.0EV sampai +5.0EV). Kemampuan unik ini memungkinkan Anda mengatur kembali tingkat exposure setelah jepretan diambil tanpa menyebabkan gambar jadi terlihat tidak natural. Anda bisa mengurangi levelnya jika foto terlalu terang atau sebaliknya. Seorang tim Fuji menjelaskan bahwa hal itu dapat tercapai karena hasil foto diolah dari file RAW yang tersimpan di kamera.

XA5 6

Kelengkapan filter dan film simulation lagi-lagi jadi andalan di kamera mirrorless baru di seri X-A ini. Anda bisa bermain-main dengan 17 filter, di antaranya ada yang membuat gambar jadi terlihat lembut, filter spesialis mainan, hingga untuk menonjolkan warna. Terdapat pula fungsi buat menghilangkan kabut (pecinta fotografi cityscape pasti akan mengapresiasinya) serta fitur buat menambahkan kilauan (sparkle) di area-area terang.

XA5 3

X-A5 turut ditunjang satu fitur yang esensial di era mobile: kamera tak cuma bisa tersambung ke smartphone via konektivitas Bluetooth dan Wi-Fi, namun dapat mengirimkan foto-foto yang sudah diambil secara otomatis, tanpa perlu menavigasi menu.

XA5 11

Sebagai sumber tenaga, X-A5 ditopang oleh baterai rechargeable lithium-ion NP-W126S yang kabarnya bisa memberikan user 450 kali jepretan dalam sekali proses isi ulang.

XA5 5

 

Flash pintar

Flash juga merupakan aspek di mana kamera fuji bersinar. Kapabilitas Super Intelligent Flash di sana mampu mengisi gambar dengan cahaya secara seimbang. Ia tidak membuat wajah atau objek kehilangan detail serta tekstur walaupun diambil di skenario backlight, kondisi malam hari, maupun di jarak dekat. Buat memaksimalkan kemampuan ini, Anda hanya perlu memilih mode scene recognition.

XA5 10

 

Video

Mendengarkan masukan dari para pengguna X-A3, kapabilitas perekaman video X-A5 mendapatkan sejumlah upgrade signifikan. Anda dipersilakan merekam video 4K dan memanfaatkan kemampuan multi-focus. Lalu ada pula fitur high speed recording di 1280x720p untuk menciptakan video slow motion. Satu fitur yang paling diminta adalah port microphone, dan Fujifilm akhirnya menyediakan port 2,5mm di sana.

XA5 2

 

Harga dan waktu ketersediaan

Fujifilm X-A5 rencananya akan mulai dipasarkan pada tanggal 22 Februari 2018, dijual secara perdana di Mall Central Park Jakarta. Untuk memingangnya, siapkan saja uang sebesar Rp 9 juta – harga yang tergolong cukup tinggi buat sebuah kamera mirrorless entry-level

XA5 1

XA5 9

Fujifilm X-H1 Buktikan Bahwa Fuji Tak Lagi Payah Soal Video

Usai memperkenalkan X-A5 baru-baru ini, Fujifilm langsung tancap gas menyingkap kamera baru untuk segmen high-end. Bukan X-T3 atau X-Pro3, melainkan lini baru dengan kode X-H. Namun jangan salah, kamera bernama Fujifilm X-H1 ini diklaim memiliki performa tertinggi dari seluruh keluarga Fuji X-Series.

Lewat X-H1, Fujifilm sejatinya melanjutkan keseriusan mereka di bidang video, yang diawali bersama X-T2 dua tahun silam. Ini bisa dilihat dari spesifikasi utamanya yang cukup mirip: sensor APS-C X-Trans III 24,3 megapixel, plus engine X-Processor Pro. Yang benar-benar baru, dan untuk pertama kalinya bagi Fujifilm, adalah sistem image stabilization internal 5-axis, mirip seperti milik Panasonic Lumix GX9 yang juga baru saja dirilis.

Selama ini, Fuji hanya mengandalkan stabilization bawaan lensa. Dengan adanya sistem internal ini, ketajaman gambar bisa tetap terjamin meski menggunakan lensa yang non-stabilized dan tanpa tripod. Efeknya pun bakal semakin terasa ketika kamera digunakan untuk merekam video.

Fujifilm X-H1

Di sektor video, X-H1 menjadi kamera Fuji pertama yang mampu merekam dalam format ‘mentah’ F-Log. Pilihan resolusinya antara lain 1080p 120 fps (untuk slow-mo), 4K 30 fps, dan DCI 4K (4096 x 2160) 24 fps – belum selevel Lumix GH5S, tapi setidaknya merupakan prestasi buat Fujifilm yang selama ini terkesan menyepelekan kapabilitas video kamera-kameranya.

Kualitas video yang dihasilkan juga dipastikan lebih baik ketimbang X-T2 berkat tingkat kompresi yang lebih tinggi di angka 200 Mbps. Sebagai pemanis, X-H1 mengemas Film Simulation baru bernama Eterna, yang Fuji formulasikan secara khusus untuk memberikan efek sinematik pada video.

Fujifilm X-H1

Beralih ke desain, tampak bahwa penampilannya banyak terinspirasi kamera mirrorless medium format Fuji, GFX 50S, utamanya berkat hand grip yang begitu menonjol, serta sebuah indikator LCD kecil di panel atas, di belakang tombol shutter. Sama seperti X-T2, bodi X-H1 juga diklaim tahan terhadap cuaca ekstrem.

Di belakang, pengguna akan disambut oleh viewfinder elektronik (EVF) baru dengan resolusi 3,69 juta dot dan tingkat perbesaran 0,75x. Tidak hanya lapang dan tajam, EVF ini juga sangat cekatan, mampu menyajikan tampilan live dalam kecepatan 100 fps. Di bawahnya, ada LCD 3 inci yang bisa dioperasikan dengan sentuhan.

Fujifilm X-H1

Fuji berencana menjual X-H1 di AS dan Kanada terlebih dulu mulai 1 Maret mendatang. Harganya dipatok $1.900 (body only), atau $2.200 bersama aksesori vertical grip yang bakal menambah daya tahan baterainya secara drastis, sekaligus meningkatkan durasi maksimum saat merekam video 4K.

Sumber: DPReview.

Fujifilm X-A5 Benahi Performa Pendahulunya dengan Phase-Detection Autofocus

Fujifilm baru saja memperkenalkan X-A5, model teranyar dari lini kamera mirrorless terbawahnya. Kamera ini meneruskan jejak Fujifilm X-A3 yang dirilis di tahun 2016, sekaligus membenahi sejumlah kekurangan milik pendahulunya tersebut.

Salah satu faktor yang membuat lini Fujifilm X-A bisa ditawarkan dalam harga terjangkau adalah penggunaan sensor konvensional, bukan yang berteknologi X-Trans seperti yang terdapat lini X-E, X-T maupun X-Pro. X-A5 masih mempertahankan tradisi tersebut dengan mengusung sensor APS-C 24 megapixel yang memiliki rentang ISO 200 – 12800 (bisa diekspansi menjadi 100 – 51200).

Fujifilm X-A5

Kekurangan X-A3 yang coba dibenahi adalah perihal performa. X-A5 merupakan kamera pertama di lini X-A yang dibekali phase-detection autofocus (PDAF). Sistem hybrid AF ini memungkinkan kamera untuk mengunci fokus dua kali lebih cepat ketimbang model sebelumnya, sekaligus lebih cekatan dalam membekukan subjek yang sedang bergerak.

Di samping itu, Fuji juga telah menanamkan prosesor baru ke dalam X-A5, dengan klaim peningkatan kinerja secara umum hingga 1,5 kali lebih cepat. Soal video, X-A5 dapat merekam dalam resolusi 4K, hanya saja kecepatannya cuma 15 fps saja, jauh di bawah standar.

Fujifilm X-A5

Pembaruan lainnya mencakup baterai yang lebih awet (kini dapat beroperasi sampai 450 jepretan), jack untuk mikrofon eksternal, serta konektivitas Bluetooth 4.1 untuk memudahkan proses pairing dan transfer gambar.

Selebihnya, Fujifilm X-A5 masih mempertahankan segala kelebihan X-A3, macam layar sentuh 3 inci yang bisa dilipat menghadap ke depan untuk selfie, dan desain klasik yang tampak manis di mata. Kamera ini bakal dipasarkan mulai awal bulan ini seharga $599 bersama lensa baru XC 15-45mm f/3.5-5.6 OIS PZ, yang merupakan lensa Power Zoom pertama Fujifilm.

Sumber: DPReview.

Fujifilm Luncurkan Kamera Saku Tahan Banting Baru, FinePix XP130

Fujifilm mengawali tahun 2018 dengan cukup santai, tidak seperti dua tahun lalu di mana mereka menyingkap salah satu kamera mirrorless terandalnya, X-Pro2. Produk pertamanya yang dirilis tahun ini adalah FinePix XP130, generasi baru dari kamera saku tahan bantingnya.

Secara fisik dan teknis tidak ada banyak perubahan yang dibawa XP130 jika dibandingkan XP120. Perangkat masih mengemas sensor 16 megapixel, ditemani oleh lensa 28-140mm f/3.9-4.9. Video dapat ia rekam dalam resolusi maksimum 1080p 60 fps, sedangkan tingkat ISO-nya berkisar 100 – 3200.

Fujifilm FinePix XP130

Body-nya tetap amat ringkas, dengan bobot hanya 207 gram, sudah termasuk baterai. Terlepas dari itu, Fuji mengklaim XP130 tahan banting dari ketinggian 1,8 meter, tahan air sampai kedalaman 20 meter dan tahan beku sampai suhu -10 derajat Celsius. Di belakang, pengguna bakal disambut oleh LCD 3 inci beresolusi 920 ribut dot dengan lapisan anti-reflektif.

Beralih ke hal yang baru, XP130 mengemas konektivitas Bluetooth di samping Wi-Fi, fitur baru yang Fuji perkenalkan belum lama ini lewat X-E3. Kehadiran Bluetooth berarti menyambungkan kamera ke smartphone atau tablet bakal jauh lebih mudah, dan foto pun bisa dipindah secara instan, termasuk menuju printer Instax Share.

Fujifilm FinePix XP130

Selain Bluetooth, fitur baru yang dibawa XP130 mencakup Eye Detection untuk mengunci fokus pada mata subjek, dan juga Electronic Level untuk membantu mengambil komposisi dengan subjek horizontal secara apik. Fujifilm XP130 rencananya akan dilepas ke pasaran mulai bulan Maret seharga $230, dengan lima pilihan warna: hitam, biru, hijau, kuning dan putih.

Sumber: DPReview.

12 Kamera Terbaik di Tahun 2017

2017 adalah tahun yang cukup menarik buat industri kamera. Tidak tanggung-tanggung, Sony meluncurkan dua kamera mirrorless kelas high-end sekaligus tahun ini, demikian pula Panasonic. Lalu ada Fujifilm yang terus mengimplementasikan fitur-fitur modern ke kameranya, demi menuruti permintaan pasar.

Di sisi lain, Nikon mengungkap DSLR paling komplet dan paling cekatan sepanjang sejarah, sedangkan Canon, well, Canon tetaplah Canon. Tahun ini juga menjadi saksi atas action cam baru GoPro yang mengemas prosesor buatan mereka sendiri. Tidak ketinggalan pula DJI yang terus menciutkan ukuran drone-nya sampai ke titik di mana kita bisa menganggapnya sebagai sebuah kamera.

Tanpa perlu berpanjang-panjang lagi, berikut adalah 12 kamera terbaik yang dirilis di tahun 2017.

Sony a7R III

Sony a7R III

Mungkin inilah salah satu kamera yang paling dinanti kehadirannya tahun ini. Sony a7R III melanjutkan jejak a7R II yang dirilis dua tahun sebelumnya, membawa sederet peningkatan yang tidak kelihatan secara kasat mata. Utamanya peningkatan performa continuous shooting dan autofocus dalam kondisi low-light, serta opsi perekaman video 4K dalam format RAW.

Namun kalau menyimak ulasan-ulasan yang beredar di internet, fitur baru a7R III yang paling disukai adalah baterainya yang kini berkapasitas dua kali lebih besar. Pengoperasiannya juga lebih mudah berkat kehadiran joystick kecil di sebelah layar, serta layar sentuh yang bisa difungsikan sebagai touchpad untuk mengatur titik fokus.

Sony memang hampir tidak menyentuh sensor full-frame yang tersematkan padanya, tapi hasil foto maupun dynamic range-nya masih tetap merupakan yang terbaik saat ini, bahkan melampaui sejumlah DSLR kelas premium sekalipun.

Sony a9

Sony a9

Kalau a7R III sudah lama dinantikan, Sony a9 malah muncul di luar dugaan. Hasil fotonya memang tidak sefenomenal a7R, tapi toh sensor yang digunakan masih full-frame. Yang justru diunggulkan a9 adalah performanya, yang di titik tertentu bahkan bisa mengungguli DSLR.

Bagaimana tidak, a9 sanggup mengambil 362 gambar JPEG atau 241 gambar RAW tanpa henti dalam kecepatan 20 fps. Begitu cepatnya kinerja a9, foto-foto hasil ‘berondongannya’ dapat disatukan dan disimak sebagai video yang mulus. Tidak percaya? Tonton sendiri video di bawah ini.

Performa selama ini kerap dinilai sebagai kekurangan utama kamera mirrorless jika dibandingkan dengan DSLR, namun Sony a9 berhasil mematahkan anggapan tersebut.

Panasonic Lumix GH5

Panasonic Lumix GH5

Diperkenalkan secara resmi di awal tahun, Lumix GH5 meneruskan peran Lumix GH4 sebagai kamera mirrorless favorit para videografer. Kelebihannya? Ia mampu merekam video 4K dalam kecepatan 60 atau 50 fps secara internal dan tanpa batas waktu, alias sampai sepasang SD card yang terpasang terisi penuh.

Kedengarannya memang sepele, tapi hampir semua videografer pasti tahu kalau sampai sekarang pun belum banyak kamera lain yang sanggup melakukannya. Lumix GH5 juga masih mempertahankan gelar sebagai salah satu kamera dengan kemampuan mengunci fokus tercepat di hampir segala kondisi.

Panasonic Lumix G9

Panasonic Lumix G9

Seperti Sony a9, Lumix G9 juga diumumkan di luar ekspektasi. Tidak seperti GH5, kamera ini didedikasikan buat para fotografer, utamanya fotografer olahraga maupun satwa liar, yang mendambakan kamera mirrorless dengan kinerja yang amat ngebut.

Sebanyak 50 foto berformat RAW sanggup ia jepret tanpa henti dalam kecepatan 20 fps. Itu dengan continuous autofocus. Dengan single autofocus, kecepatannya malah naik tiga kali lipat menjadi 60 fps.

Sebagai bagian dari keluarga Lumix, G9 tentu saja masih mewarisi sistem autofocus super-cepat serta kemampuan merekam video 4K 60 fps, meski itu tak lagi menjadi prioritas utamanya. Seperti yang saya katakan, fotografer satwa liar adalah salah satu target utama G9, terlebih karena sasisnya sudah memenuhi standar weather resistant.

Fujifilm X-E3

Fujifilm X-E3

Sebagai pengguna Fujifilm X-E2, X-E3 jelas mendapat tempat spesial di hati saya. Desainnya masih mempertahankan gaya rangefinder yang dicintai banyak orang, tapi di saat yang sama ukurannya sedikit menciut sampai-sampai kita bisa tertipu dan menganggapnya sebagai kamera pocket saat tidak ada lensa yang terpasang.

Namun yang lebih penting untuk disorot dari X-E3 adalah bagaimana Fujifilm mendengarkan dan mewujudkan banyak masukan dari konsumen. Kalau sebelumnya hampir semua pengguna X-E2 tidak ada yang mau memakainya untuk merekam video (termasuk saya), X-E3 menghadirkan opsi perekaman video 4K 30 fps, lengkap dengan efek Film Simulation.

Navigasinya juga turut disempurnakan berkat kehadiran layar sentuh, plus joystick kecil yang sepenuhnya menggantikan tombol empat arah. Komitmen Fujifilm untuk mengadopsi teknologi-teknologi modern terus berlanjut sampai ke konektivitas Bluetooth LE yang memungkinkan X-E3 untuk terus terhubung ke perangkat mobile demi memudahkan proses transfer gambar.

Nikon D850

Nikon D850

Diumumkan tidak lama setelah Nikon merayakan ulang tahun yang ke-100, satu-satunya DSLR yang masuk dalam daftar ini bisa dibilang merupakan DSLR terkomplet sepanjang sejarah. Hilang sudah kebiasaan Nikon untuk menyisihkan fitur-fitur tertentu pada kamera termahalnya; D850 menawarkan hampir segala yang terbaik yang bisa diberikan oleh Nikon.

Resolusinya sangat tinggi (45,7 megapixel), performa autofocus-nya menyamai Nikon D5 yang dihargai nyaris dua kali lipatnya, serta konstruksinya tahan banting dan tahan terhadap cuaca buruk. Nikon bahkan mengambil langkah yang lebih jauh lagi dengan tidak melupakan aspek perekaman video, di mana D850 menawarkan opsi perekaman 4K 30 fps.

Juga jarang ditemukan pada DSLR kelas atas adalah layar sentuh, plus konektivitas Bluetooth LE yang menjadi rahasia di balik teknologi SnapBridge yang inovatif. Singkat cerita, D850 bukanlah kamera termahal Nikon, tapi Nikon terkesan tidak mau melewatkan satu fitur pun untuknya. Ini jelas berbeda dari apa yang Canon lakukan dengan 6D Mark II, yang bahkan tidak bisa merekam video 4K.

Canon G1 X Mark III

Canon G1 X Mark III

Tanpa ada maksud menjelek-jelekkan Canon, mereka sebenarnya merilis satu kamera yang cukup mengesankan tahun ini, yaitu G1 X Mark III, yang masuk ke kategori kamera pocket premium. Label premium sejatinya belum bisa menggambarkan kapabilitas kamera ini sebenarnya, sebab pada kenyataannya G1 X Mark III mengemas jeroan DSLR.

Bukan sebatas “ala DSLR”, tapi benar-benar spesifikasi milik DSLR, mulai dari sensor APS-C 24 megapixel, teknologi Dual Pixel AF, continuous shooting dalam kecepatan 9 fps, sampai viewfinder OLED beresolusi 2,36 juta dot. Semua ini dikemas dalam wujud yang tidak lebih besar dari mayoritas kamera mirrorless.

Olympus OM-D E-M10 Mark III

Olympus OM-D E-M10 Mark III

Jujur sebenarnya OM-D E-M10 Mark III kurang begitu bersinar jika dibandingkan kamera mirrorless lain yang ada dalam daftar ini, akan tetapi hanya sedikit yang bisa menyainginya dalam hal keseimbangan harga dan performa. Yup, dengan modal $650 saja (atau $800 bersama lensa), Anda sudah bisa mendapatkan kamera yang bisa dibilang amat komplet.

Dibandingkan generasi sebelumnya, pembaruannya memang tergolong inkremental, namun setidaknya ia masih menyimpan opsi perekaman video 4K seperti kakaknya, OM-D E-M1 Mark II, yang berlipat-lipat lebih mahal. Lebih lanjut, sistem image stabilization 5-axis Olympus saya kira masih belum tertandingi sampai saat ini, dan itu pun juga hadir di sini.

GoPro Hero6 Black

GoPro Hero6 Black

Tampangnya sama seperti pendahulunya, akan tetapi Hero6 Black pada dasarnya bisa menjadi bukti atas kebesaran nama GoPro di ranah action cam. Ini dikarenakan Hero6 merupakan kamera pertama yang mengemas prosesor buatan GoPro sendiri, bukan lagi buatan Ambarella seperti sebelum-sebelumnya.

Perubahan ini penting dikarenakan belakangan mulai banyak action cam lain yang memakai chip buatan Ambarella, yang pada akhirnya menghadirkan peningkatan kualitas gambar dan performa yang cukup signifikan. Dengan menggunakan prosesor buatannya sendiri, GoPro setidaknya punya nilai jual unik yang tak bisa ditawarkan kompetitornya.

Keseriusan GoPro tampaknya terwujudkan cukup baik. Hero6 Black menjanjikan performa yang belum tersentuh rival-rivalnya, yang mencakup opsi perekaman video 4K 60 fps, serta 1080p 240 fps untuk slow-mo. Sampai detik ini masih belum banyak kamera atau smartphone yang mampu merekam 4K 60 fps ataupun 1080p 240 fps.

Rylo

Rylo

Satu-satunya kamera dalam daftar ini yang berasal dari pabrikan tak dikenal, Rylo sebenarnya dikembangkan oleh sosok yang tidak asing dalam perkembangan teknologi kamera. Mereka adalah pencipta Hyperlapse, teknologi image stabilization berbasis software yang efektivitasnya tidak kalah dibandingkan tripod.

Mereka memutuskan untuk memanfaatkan teknologi Hyperlapse pada kamera buatannya sendiri, dan dari situ lahirlah Rylo. Sepintas ia kelihatan seperti kamera 360 derajat pada umumnya, akan tetapi hasil rekaman beresolusi 4K-nya jauh lebih stabil dan mulus dibandingkan kamera lain di pasaran.

Tidak kalah menarik adalah kemampuan Rylo untuk mengesktrak video 1080p standar dari hasil rekamannya, sehingga pada dasarnya pengguna dapat menentukan ke mana ia harus membidikkan kamera setelah video selesai direkam. Fitur ini sama seperti yang diunggulkan GoPro Fusion, kamera 360 derajat perdana GoPro yang diumumkan bersamaan dengan Hero6 Black.

DJI Spark

DJI Spark

Oke, ini sebenarnya merupakan sebuah drone, tapi dengan dimensi yang tidak lebih besar dari iPhone 8 Plus (saat baling-balingnya terlipat), saya kira wajar apabila Spark dikategorikan sebagai kamera – kamera yang kebetulan saja bisa terbang, sekaligus bergerak dengan sendirinya, menghindari rintangan-rintangan yang ada tanpa input dari pengguna sama sekali.

Di sisi lain, saya pribadi melihat Spark sebagai drone pertama yang bisa digolongkan sebagai gadget mainstream. Pertama karena dimensinya yang mungil, kedua karena kemudahan pengoperasiannya yang berbasis gesture, dan ketiga karena harganya yang cukup terjangkau di angka $499.

Dengan modal yang sama, Anda memang sudah bisa mendapatkan kamera mirrorless yang cukup andal. Namun apakah kamera itu bisa terbang dan mengambil potret keluarga Anda bersama background pemandangan yang menawan dari ketinggian? Pastinya tidak, dan saya kira itulah yang menjadi nilai jual utama Spark sebagai sebuah kamera.

Google Pixel 2

Google Pixel 2 XL

Anggap saja ini sebagai honorable mention, tapi menurut saya Google Pixel 2 membawa pengaruh yang cukup besar pada peran smartphone sebagai kamera secara menyeluruh. Coba Anda telusuri berbagai ulasan atau video perbandingan kualitas kamera smartphone di internet, saya yakin hampir semuanya mengatakan bahwa Pixel 2 adalah yang terbaik saat ini.

Hasil fotonya sangat bagus, oke. Namun yang lebih penting lagi menurut saya adalah bagaimana Pixel 2 bisa membuktikan bahwa itu semua bisa diwujudkan melalui software, termasuk efek foto bokeh yang diandalkan oleh deretan smartphone berkamera ganda tahun ini.

Ya, Pixel 2 hanya dibekali masing-masing satu kamera saja di belakang dan di depan, tapi keduanya sama-sama bisa menghasilkan foto dengan efek blur yang tidak kalah dibanding smartphone lain yang berkamera ganda. Hardware memang penting, dan ini juga tidak mungkin terwujud tanpa teknologi Dual Pixel pada kamera Pixel 2, namun software dan AI memegang peranan penting dalam kinerjanya secara keseluruhan.

Ketergantungannya pada software juga berarti semuanya bisa ditingkatkan dengan mudah seiring berjalannya waktu. Poin lain yang menurut saya tidak kalah penting, Pixel 2 termasuk spesies yang cukup langka karena dua modelnya yang berbeda ukuran menawarkan kinerja kamera yang sama persis. Ini jelas berbeda dari tren yang diadopsi pabrikan lain, yang mengistimewakan kualitas kamera pada satu model tertentu.