Fujifilm Pamerkan Prototipe Kamera Mirrorless Medium Format, GFX 50S

Penantian yang cukup lama terhadap Fujifilm X-Pro2 membuat banyak pihak berspekulasi bahwa Fujifilm akan merilis kamera tersebut bersama sensor full-frame. Tebakannya meleset, X-Pro2 masih menggunakan sensor APS-C, meski resolusi dan performanya di kondisi low-light meningkat pesat.

Lalu kapan Fujifilm akan mengikuti tren full-frame di ranah mirrorless? Jawabannya kemungkinan tidak akan pernah, sebab Fujifilm baru-baru ini mengumumkan prototipe kamera mirrorless medium format, GFX 50S. Yup, daripada full-frame, kenapa tidak langsung lompat lebih jauh ke medium format saja?

Sensor yang terdapat dalam Fujifilm GFX 50S memiliki ukuran 4x lebih besar dari sensor APS-C dan 1,7x lebih besar dari sensor full-frame / Fujifilm
Sensor yang terdapat dalam Fujifilm GFX 50S memiliki ukuran 4x lebih besar dari sensor APS-C dan 1,7x lebih besar dari sensor full-frame / Fujifilm

Fujifilm GFX 50S bukanlah kamera mirrorless medium format pertama. Gelar tersebut dipegang oleh Hasselblad X1D yang diumumkan bulan Juni lalu. Pun begitu, ini merupakan kamera medium format digital pertama yang pernah Fujifilm produksi sejak mereka meninggalkan film.

Sepintas GFX 50S terlihat seperti Fujifilm X-T2 yang disuntik steroid. Tidak heran, mengingat sensor beresolusi 51,4 megapixel di dalamnya memiliki ukuran 4x lebih besar dari sensor APS-C, atau 1,7x lebih besar ketimbang sensor full-frame. Fujifilm mengklaim mengembangkan sensor ini sendiri, jadi semestinya tone warna yang dihasilkan tidak jauh-jauh dari lini yang ditawarkan lini X-Series sekarang, tapi dengan detail berkali lipat lebih bagus.

Fujifilm GFX 50S dilengkapi EVF yang bisa dilepas-pasang, dimiringkan dan diputar posisinya / Fujifilm
Fujifilm GFX 50S dilengkapi EVF yang bisa dilepas-pasang, dimiringkan dan diputar posisinya / Fujifilm

Menemani GFX 50S nantinya adalah jajaran lensa dengan tipe mount baru (G Mount). Variasinya mencakup tipe fixed dan zoom, dan jika melihat tradisi Fujifilm selama ini, kualitas optiknya sepertinya tidak perlu diragukan. Seluruh lensa ini juga dirancang agar tahan terhadap cuaca ekstrem, sama seperti bodi GFX 50S sendiri.

Rencananya kamera ini baru akan diluncurkan secara resmi pada awal tahun depan. Harganya diperkirakan tidak lebih dari $10.000 untuk bundel bersama lensa prime 63 mm, dan Fujifilm juga bakal menyediakan beragam aksesori lain seperti misalnya EVF yang bisa dilepas-pasang, dimiringkan dan diputar.

Sumber: DPReview.

Leica Sofort Siap Saingi Fujifilm Instax di Ranah Kamera Instan

Cukup mengejutkan dari Leica, pabrikan asal Jerman yang biasa memproduksi kamera high-end tersebut baru-baru ini mengumumkan sebuah kamera instan. Dijuluki Leica Sofort, cara kerjanya mirip seperti Fujifilm Instax. Dan pada kenyataannya, Sofort menggunakan format yang sama seperti Instax.

Desainnya cukup menarik dan orisinil; kotak, ringkas serta tersedia dalam tiga pilihan warna, yaitu putih, oranye dan mint. Sofort dibekali sebuah optical viewfinder untuk semakin menumbuhkan aura klasik yang diusungnya, plus sebuah LED flash seandainya dibutuhkan di kondisi yang minim cahaya.

Leica ingin memastikan bahwa Sofort dapat digunakan dengan mudah. Selain mode pemotretan manual, terdapat sejumlah mode otomatis yang telah dioptimalkan untuk skenario-skenario tertentu, misalnya “Macro”, “Party and People”, “Sport and Action”, “Double Exposure”, dan tentu saja, “Selfie”.

Leica Sofort tersedia dalam tiga pilihan warna: putih, mint dan oranye / Leica
Leica Sofort tersedia dalam tiga pilihan warna: putih, mint dan oranye / Leica

Bersamaan dengan Sofort, Leica juga akan memasarkan filmnya sendiri yang tersedia dalam opsi hitam-putih atau berwarna, masing-masing dihargai €14 dan €12 untuk paket berisi 10 lembar. Mengingat Sofort menggunakan format milik Instax, pengguna juga bisa memakai film keluaran Fujifilm.

Hal yang paling mengejutkan adalah perihal banderol harganya. Di saat kita memprediksi harga selangit, ternyata Leica Sofort hanya dipatok $300 saja. Harga ini tentunya masih lebih mahal ketimbang model tertinggi Fujifilm Instax, tapi memang logo dot merah Leica tampaknya masih menjadi indikator premium dari kamera instan ini.

Sumber: Engadget dan Leica.

Andalkan Fitur Selfie, Fujifilm X-A3 Dibekali Layar Sentuh dan Sensor 24 Megapixel

Di tahun 2016 ini, Fujifilm bisa dibilang sebagai salah satu pemain paling berpengaruh di kancah mirrorless. Lewat X-Pro2 dan X-T2, Fujifilm membuktikan bahwa kamera mirrorless sangat ideal digunakan dalam kegiatan fotografi profesional. Kendati demikian, mereka juga tidak lupa dengan segmen amatir lewat model terbarunya, X-A3.

Melanjutkan jejak pendahulunya sebagai lini terbawah dari deretan kamera mirrorless Fujifilm, X-A3 menawarkan keseimbangan antara fitur dan harga. Meski tidak dibekali sensor X-Trans seperti kakak-kakaknya yang lebih mahal, X-A3 masih mengusung sensor APS-C baru beresolusi 24 megapixel, dengan rentang ISO 100 – 25.600.

Mode Film Simulation yang sangat dicintai oleh kalangan pengguna Fujifilm turut hadir, begitu pula dengan fitur Panorama dan Time Lapse. Fujifilm tidak lupa menyematkan kemampuan memotret dalam format RAW, sementara video bisa direkam dalam resolusi maksimum 1080p 60 fps.

Performanya tergolong lumayan, dengan shutter speed 1/4000 detik dan continuous shooting 6 fps. Sistem autofocus-nya hanya mengandalkan contrast-detection saja, dengan total 49 titik dalam mode Single AF atau 77 titik dalam mode lainnya.

Fujifilm X-A3 mempertahankan desain retro yang sudah sangat dikenal dari lini X-Series / Fujifilm
Fujifilm X-A3 mempertahankan desain retro yang sudah sangat dikenal dari lini X-Series / Fujifilm

Sama seperti pendahulunya, X-A3 juga mengedepankan fitur selfie. LCD 3 inci di belakangnya bisa diputar hingga menghadap ke depan, dan dalam posisi ini, fitur Eye Detection akan otomatis aktif. Layar ini juga bisa dioperasikan dengan sentuhan, membantu pengguna menentukan titik fokus dengan lebih cepat ketimbang harus memakai tombol di panel belakang.

Perihal desain, aura retro masih terasa sangat kental. Pelat depan, pelat atas dan sejumlah kenopnya terbuat dari aluminium, sedangkan lapisan kulit pada grip-nya mempunyai tekstur yang lebih baik untuk memantapkan genggaman. X-A3 turut dibekali Wi-Fi, memungkinkan pengguna untuk memindah foto dengan mudah maupun mengontrol kamera memakai smartphone.

Fujifilm X-A3 rencananya bakal dilepas mulai bulan Oktober bersama lensa kit XC 16-50mm f/3.5-5.6 OIS II seharga $600. Pilihan warna yang tersedia adalah silver, coklat dan pink.

Sumber: DPReview.

Fujifilm X-T2 Resmi Diperkenalkan, Untuk Pertama Kalinya Mengusung Perekaman Video 4K

Tahun 2016 rupanya menjadi tahun sekuel bagi Fujifilm. Setelah merilis Fujifilm X-Pro2 di bulan Januari kemarin, produsen kamera yang berdiri sejak 82 tahun silam tersebut kini memperkenalkan Fujifilm X-T2, yang tidak lain merupakan suksesor dari Fujifilm X-T1.

Apa saja yang baru dari X-T2? Well, dilihat dari luar, sepertinya tidak ada banyak perubahan. Kendati demikian, Fujifilm telah menerapkan sejumlah revisi kecil yang membuat X-T2 semakin matang dibanding pendahulunya.

Pembaruan yang paling utama adalah pemakaian sensor anyar X-Trans CMOS III dengan resolusi 24,3 megapixel. Sensor berukuran APS-C ini sama seperti yang bernaung di dalam bodi X-Pro2, dan ketika disandingkan dengan chip pengolah gambar yang baru pula, hasil fotonya di kondisi low-light dipastikan sangat baik dan minim noise.

Sensitivitasnya terhadap cahaya turut membaik, kini mendukung hingga tingkat ISO 12800. Namun yang lebih mencengangkan lagi, X-T2 menjadi kamera mirrorless pertama Fujifilm yang mengusung opsi perekaman video 4K 30 fps. Yup, sepertinya ini merupakan langkah awal Fuji untuk memperbaiki reputasinya di bidang video.

Tombol pada kenop shutter speed dan ISO milik X-T2 kini cukup diklik satu kali untuk membuka kuncinya, tidak perlu ditahan seperti di X-T1 / Fujifilm
Tombol pada kenop shutter speed dan ISO milik X-T2 kini cukup diklik satu kali untuk membuka kuncinya, tidak perlu ditahan seperti di X-T1 / Fujifilm

Kualitas gambar dan video yang oke didukung oleh performa X-T2 yang kian gegas. Shutter speed maksimumnya kini berada di angka 1/8.000 detik, sedangkan kinerja autofocus-nya dijamin meningkat pesat dibanding pendahulunya, dengan pilihan 325 titik fokus – 91 titik di antaranya merupakan titik fokus phase detection untuk pemotretan objek bergerak.

Kinerja tracking autofocus yang semakin sempurna ini dibarengi oleh electronic viewfinder (EVF) baru yang mempunyai refresh rate 100 fps dalam mode Boost. Resolusi dan tingkat perbersarannya masih sama, yakni 2,36 juta dot dan 0,77x, namun Fujifilm memastikan objek bergerak bisa tersaji di EVF tanpa terhambat sedikitpun, bahkan di kondisi minim cahaya. Melengkapi semua itu adalah tingkat kecerahan maksimum yang meningkat dua kali lipat.

LCD milik X-T2 bisa dimiringkan ke samping kanan, berguna saat hendak mengambil gambar dalam posisi berdiri / Fujifilm
LCD milik X-T2 bisa dimiringkan ke samping kanan, berguna saat hendak mengambil gambar dalam posisi berdiri / Fujifilm

Meski desainnya sepintas terlihat identik seperti X-T1, X-T2 yang sama-sama tahan terhadap cuaca ekstrem ini telah dirancang supaya bisa lebih nyaman di genggaman pengguna. Tidak hanya dengan grip baru yang lebih besar, tetapi juga perbaikan rancangan kenop putar di panel atas serta penambahan joystick di belakang untuk memudahkan pengaturan titik fokus.

LCD 3 incinya pun kini bisa dimiringkan, tidak cuma ke atas atau bawah, tapi juga ke samping kanan – ideal ketika pengguna hendak memotret dalam orientasi portrait. Tepat di sisi kanan, tertanam sepasang slot SD card yang keduanya mendukung model UHS-2 yang berkecepatan tinggi.

Kapan Anda bisa meminang Fujifilm X-T2? Mulai bulan September besok, dengan harga $1.600 untuk bodinya saja, atau $1.900 bersama lensa XF 18-55mm f/2.8-4.

Sumber: Fujifilm.

Fujifilm Resmi Hadirkan Instax SHARE SP-2, Lebih Cepat dan Cetakan Lebih Jernih

Setelah diwarnai oleh berbagai rumor dan bocoran, kemarin waktu setempat Fujifilm akhirnya resmi memperkenalkan Instax SHARE SP-2 yang tak lain merupakan suksesor Instax SHARE SP-1. Dalam debutnya, perangkat menghadirkan wajah baru dan sejumlah peningkatan terutama dalam hal performa.

Untuk pengingat saja, Instax SHARE SP-1 merupakan printer mobile generasi pertama yang memungkinkan pengguna mencetak foto langsung dari smartphone. Perangkat ini menggunakan film aktual yang memang cocok untuk mereka yang lebih suka menyimpan foto dalam bentuk fisik, ketimbang digital.

Instax SHARE SP-2 mencetak dengan lebih cepat dan jernih
Instax SHARE SP-2 mencetak dengan lebih cepat dan jernih

Peningkatan paling menggembirakan adapada kecepatan cetakan, di mana waktu yang dibutuhkan untuk mencetak sebuah foto hanya 10 detik. Durasi ini jauh lebih cepat ketimbang versi sebelumnya yang menjanjikan keceptan cetakan selama 16 detik. Kemampuan baru ini merupakan hasil dari penggunaan laser eksposur baru yang ditanamkan di dalam printer. Dan untuk mencetak banyak salinan dari foto yang sama, Fujifilm telah menyiapkan tombol reprint di salah satu bagian perangkat.

Ponten merah yang didapat Instax Share SP-1 dalam hal resolusi ternyata mendapatkan perhatian dari Fujifilm. Di versi terbarunya ini, mereka meningkatkan kualitas cetakan menjadi 800×600 dots dan 320dpi, lebih tinggi ketimbang pendahulunya.

Itu dari sisi kecepatan, resolusi dan piranti keras, di bagian piranti lunak Fujifilm juga memberikan bekal baru berupa versi terkini aplikasi Fujifilm Share yang memperoleh rombakan signifikan. Versi ini menawarkan lebih banyak alat untuk melakukan kustomisasi terhadap gambar, memungkinkan pengguna mengatur variable umum seperti pencahayaan, ketajaman, dan saturasi. Aplikasi juga disertai beragam pilihan filter termasuk filter kolase yang mempermudah pengguna menggabungkan banyak foto dalam satu frame.

Penopang daya Instax SHARE SP-2 masih berupa baterai internal yang dapat diisi ulang. Perangkat hadir dalam dua balutan warna, yakni silver dan gold dengan banderol mulai $199. Perangkat direncanakan menyapa pasar pada pertengah bulan Juli mendatang.

Sumber berita Fujifilm.

Fujifilm Luncurkan X70, Kamera Saku dengan Sensor APS-C dan Layar Sentuh

Setelah Panasonic, kini giliran Fujifilm yang menghadirkan rival sepadan buat Sony RX100 IV. Didapuk Fujifilm X70, ini merupakan kamera paling mungil dari lini X-Series yang mengemas sensor APS-C – memang ada yang lebih mungil, yakni XQ2, tapi ukuran sensornya tidak sebesar ini.

Dimensi X70 cuma berkisar 112,5 x 64,4 x 44,4 mm, dengan bobot total 340 gram. Memang masih sedikit lebih bongsor dibandingkan Sony RX100 IV, akan tetapi ukuran sensornya juga lebih besar – RX100 memakai sensor 1 inci, sedangkan X70 mengusung sensor APS-C, seukuran dengan yang dimiliki kamera mirrorless milik Fuji maupun kamera DSLR kelas entry.

Lalu apa manfaat dari sensor besar ini? Jawabannya adalah performa di kondisi minim cahaya. Semakin besar ukuran sensor, semakin baik hasil foto yang diambil pada kondisi remang-remang. Apalagi ditambah sensor milik X70 ini memakai teknologi X-Trans II yang sudah terbukti keandalannya lewat kamera-kamera seperti Fujifilm X-T1, X-T10, X-E2 dan lain sebagainya.

Fujifilm X70

Sensor ini punya resolusi 16,3 megapixel dan sensitivitas ISO maksimum 51.200. Hasil gambarnya bisa dipastikan sama persis dengan lini mirrorless Fuji, sedangkan video bisa ia rekam dalam resolusi maksimum 1080p 60 fps. Untuk urusan video, saya rasa Sony RX100 IV masih belum tertandingi. Tapi soal foto, sepertinya saya lebih menjagokan X70 ini.

Menemani sensor tersebut adalah lensa wide-angle 18,5 mm f/2.8. Lensa ini memang fixed, alias tidak bisa di-zoom, akan tetapi Fuji menjanjikan hasil jepretannya akan tampak tajam dari tengah hingga ke bagian ujung. Mengitari lensa ini adalah sepasang cincin berbahan aluminium untuk mengatur fokus maupun aperture sehingga pengoperasian bisa menjadi lebih mudah.

Bicara soal fokus, kinerja autofocus X70 juga tidak kalah dibanding kakak-kakak mirrorless-nya. Fuji turut menyematkan teknologi phase-detection ke dalam X70, memungkinkannya untuk mengunci fokus pada objek-objek bergerak dalam hitungan 0,1 detik. Singkat cerita, kecil kemungkinan Anda akan kehilangan momen, apalagi mengingat X70 bisa langsung digunakan 0,5 detik setelah tombol On/Off ditekan.

Fujifilm X70

Yang membuat X70 semakin menarik adalah kehadiran layar sentuh 3 inci di bagian belakangnya, yang berarti pengguna bisa menetapkan fokus hanya dengan menyentuh bagian layar. Ini merupakan pertama kalinya ada layar sentuh pada lini kamera X-Series Fujifilm. Dan lagi layar ini bisa diputar 180 derajat menghadap ke depan. Selfie, selfie, selfie dan selfie!

Fujifilm X70

Di panel atasnya, terdapat sepasang kenop untuk mengatur kecepatan shutter dan exposure compensation. Di saat yang sama, terdapat tuas berlabel Auto dimana kamera akan menyesuaikan kondisi pencahayaan dengan sendirinya saat mengambil foto, sangat ideal buat pengguna yang masih awam dengan teknik-teknik fotografi.

Di angka $700, Fujifilm X70 bisa menarik perhatian konsumen umum maupun para fotografer profesional yang tengah mengincar kamera cadangan untuk dipakai saat travelling – atau mereka bisa saja langsung melirik Fujifilm X-Pro2 yang juga baru saja dirilis. Fuji berencana untuk memasarkannya mulai bulan Februari mendatang.

Sumber: Fujifilm.

Fujifilm X-Pro2 Dirilis, Usung Sensor Baru, Hybrid Viewfinder dan Performa di Atas Rata-Rata

Setelah dinanti-nanti selama beberapa tahun, Fujifilm akhirnya merilis suksesor dari kamera mirrorless pertamanya. Bernama Fujifilm X-Pro2, kamera ini masih mempertahankan segala kebaikan pendahulunya selagi membawa peningkatan yang begitu signifikan.

Yang paling utama adalah penggunaan sensor APS-C CMOS X-Trans III yang benar-benar gres. Secara garis besar, sensor ini sama jagonya dengan varian X-Trans terdahulu. Hanya saja, resolusinya kini meningkat drastis menjadi 24,3 megapixel, dan sensitivitas ISO-nya ikut naik menjadi 12.800.

Keandalan sensor gambar ini turut didukung oleh sebuah prosesor baru yang diklaim empat kali lipat lebih gesit daripada sebelumnya. Alhasil, Fujifilm tak segan menyebut X-Pro2 sebagai kamera mirrorless-nya yang paling responsif saat ini.

Fujifilm X-Pro2

Segesit apa memang? Hanya 0,4 detik sejak dinyalakan, ia sudah bisa dipakai untuk mengambil gambar. Interval pengambilan gambar tentu juga bertambah cepat, tepatnya di angka 0,25 detik. Dan yang pasti, performa autofocus-nya kini juga semakin kencang, dapat mengunci fokus dalam waktu 0,06 detik saja.

Kinerja autofocus yang dimiliki X-Pro2 semakin sempurna dengan bertambah banyaknya titik fokus yang bisa dijangkau. Total ada 273 titik fokus yang bisa dipilih, 77 di antaranya mengadopsi teknologi phase-detection agar pengguna dapat mengunci fokus pada objek bergerak.

Kinerja autofocus yang cepat dan akurat ini bahkan masih bisa diandalkan ketika memotret dalam mode continuous dengan kecepatan 8 fps. Semuanya akan kian lengkap berkat kemampuan shutter mekanik X-Pro2 yang kini bisa mencapai angka 1/8.000 detik, sangat cocok untuk ‘membekukan’ aksi-aksi dalam kecepatan tinggi.

Fujifilm X-Pro2

Sensor baru, prosesor baru, X-Pro2 juga mengemas viewfinder yang sangat canggih. Viewfinder ini mengadopsi sistem hybrid, yang artinya pengguna bisa berganti antara viewfinder optik atau elektronik beresolusi 2,36 juta dot dengan cepat. Terdapat pula mode khusus dimana pengguna bisa menggunakan keduanya secara bersamaan; optik, tapi di ujung bawah kanan ada tampilan viewfinder elektronik untuk mengecek fokus maupun pengaturan exposure.

Dari segi fisik, di sinilah X-Pro2 banyak mempertahankan elemen-elemen positif yang diusung pendahulunya. Desainnya masih sangat retro, tapi juga terasa premium berkat rangka magnesium dan sederet kenop yang terbuat dari aluminium. Tapi yang lebih penting, bodi X-Pro2 tahan terhadap cuaca ekstrem; bisa dipakai saat hujan deras atau ketika berada di lokasi dengan suhu -10 derajat Celsius.

Fujifilm X-Pro2

Di belakang, Anda akan disambut oleh LCD 3 inci dengan resolusi 1,62 juta dot. Sayangnya, LCD ini bukan layar sentuh dan tidak bisa dimiringkan. Untuk menutupi kekurangan ini, Fujifilm menyematkan sebuah joystick kecil di sisi kanan atas layar, yang bisa dimanfaatkan untuk mengatur letak titik fokus dengan mudah dan cepat.

Secara keseluruhan, X-Pro2 bisa dipastikan semakin oke dalam hal pengoperasian, apalagi mengingat handgrip-nya sedikit lebih gemuk ketimbang sebelumnya. Keunikan lain X-Pro2 ada pada sisi kanannya, dimana untuk pertama kalinya buat kamera Fujifilm, terdapat slot SD card ganda.

Penggemar kamera mirrorless maupun para fotografer profesional tentunya sudah tidak sabar menanti kehadiran Fujfilm X-Pro2. Pemasarannya akan dimulai bulan Februari mendatang, dengan banderol harga $1.700 untuk bodinya saja. Namanya saja “Pro”, jelas harganya juga ikut pro.

Sumber: Fujifilm.

Fujifilm Instax Mini 70 Adalah Kamera Instan-nya Para Pencinta Selfie

Polaroid boleh memulai tren kamera instan di era 50-an, namun dalam beberapa tahun terakhir lini Fujifilm Instax juga cukup sukses memikat hati para konsumen, khususnya kaum hawa. Sekedar informasi, Fujifilm Instax sendiri memiliki cara kerja yang hampir sama seperti kamera Polaroid. Continue reading Fujifilm Instax Mini 70 Adalah Kamera Instan-nya Para Pencinta Selfie

Kamera Fuji X-T1 IR, Ditujukan Buat ‘Sherlock Holmes Modern’

Ada beragam sebab mengapa belakangan kamera mirrorless Fujifilm banyak dipilih para fotografer. Perhatian sang produsen pada warna, detail dan desain ialah alasan umum mengapa ia begitu disukai (juga digemari penulis kami, Glenn). Kira-kira dua bulan silam lalu, Fuji menyingkap versi terjangkau dari X-T1, dan kali ini mereka memperkenalkan model spin-off-nya. Continue reading Kamera Fuji X-T1 IR, Ditujukan Buat ‘Sherlock Holmes Modern’

5 Kamera Mirrorless Terbaik yang Bisa Anda Beli Saat Ini (Updated)

Minggu kemarin, saya sudah merangkum 5 kamera mirrorless pilihan dengan harga di bawah Rp 10 juta. Kali ini, saya akan mencantumkan kamera-kamera mirrorless paling top yang sudah atau belum lama dipasarkan. Kamera-kamera ini tidak cuma dibekali fitur yang lebih lengkap, tetapi juga kinerja yang amat mumpuni.

Dari sekian banyak kamera mirrorless, tidak banyak yang pantas disejajarkan dengan kamera DSLR kelas atas, yang umumnya berharga puluhan juta rupiah. Namun demikian, kamera-kamera yang termasuk dalam daftar ini – yang juga berharga puluhan juta rupiah – terbukti sanggup mendampingi kebutuhan para profesional di masing-masing bidangnya.

Tanpa perlu berpanjang-panjang lagi, mari kita mulai membahas satu per satu dari 5 kamera mirrorless terbaik yang bisa Anda beli saat ini.

1. Fujifilm X-T1

fujifilm-x-t1

Dikenal, dilupakan, lalu kembali dipuja-puja, itulah Fujifilm. Kalau Anda bertanya, “Apa kamera mirrorless terbaik saat ini?” Sebagian besar mungkin akan menjawab Fujifilm X-T1. Sensor X-Trans APS-C beresolusi 16,3 megapixel-nya sanggup mereproduksi gambar yang tak cuma tajam, tapi juga kaya warna sekaligus akurat. Dalam kondisi remang-remang, noise juga hampir tak mengganggu hasil foto.

Performanya pun sangat mantap. Electronic viewfinder-nya adalah salah satu yang terasa paling lapang dan ber-refresh rate tinggi. Burst rate-nya mencapai 8 fps, dengan ukuran buffer yang cukup besar. Melalui update firmware terbaru, sistem autofocus-nya kini semakin beringas, baik dalam menangkap fokus objek diam maupun bergerak.

Info menarik: Fujifilm Luncurkan X-A2, Kamera Mirrorless Khusus Selfie Pertamanya

Semua itu turut didukung oleh desain retro yang sangat anggun sekaligus kokoh. Bodinya yang weather resistant dilengkapi dengan seabrek dial dan tombol layaknya kamera analog, sedangkan LCD 3 incinya memiliki resolusi 1,04 juta dot dan bisa di-tilt.

Kalau saya diminta untuk memberikan kritik, ada dua yang harus saya sampaikan: 1) kualitas rekaman video 1080p-nya bukan yang terbaik, dan 2) saya mendambakan LCD-nya dilengkapi panel sentuh. Terlepas dari itu, Fujifilm X-T1 masih merupakan salah satu kamera mirrorless terbaik. Anda bisa memperolehnya seharga Rp 15.999.000 (body only), atau Rp 20.999.000 termasuk lensa 18–55mm f/2.8–4.

2. Olympus OM-D E-M1

olympus-om-d-e-m1

Berdesain cantik dan ringkas, bodi E-M1 juga tahan terhadap cuaca ekstrem seperti Fuji sebelumnya. Kamera ini merupakan kamera andalan Olympus, dengan sensor Micro Four Thirds 16,3 megapixel. Ukuran sensor ini boleh lebih kecil dari APS-C, tapi hasil fotonya di ISO 3.200 pun masih layak untuk dicetak.

Di belakangnya, terdapat layar sentuh 3 inci beresolusi 1,04 juta dot dan EVF. Berdasarkan pengalaman saya mencobanya tahun lalu, handling kamera ini adalah satu yang terbaik dari sekian banyak kamera mirrorless. Kecepatan autofocus-nya pun tidak tertandingi – selain oleh Panasonic – dan burst rate-nya mencapai 10 fps, dengan buffer yang juga besar.

Info menarik: Olympus Luncurkan Sekuel OM-D E-M5 dengan Kemampuan Memotret 40 Megapixel

Soal video, meski cuma beresolusi 1080p, hasil rekamannya tetap apik ditonton di layar besar. Namun yang menjadi sorotan utama dari E-M1 adalah sistem image stabilization 5-axis-nya. Tidak peduli lensa apapun yang Anda pasangkan, ia siap meredam guncangan yang diakibatkan oleh genggaman tangan Anda. Dari pengalaman pribadi, saya berhasil memotret gambar yang tajam (tanpa tripod) meski shutter speed tengah menunjuk angka 1/4 detik – silakan mencobanya dengan kamera lain, dan saya cukup yakin hasilnya agak kabur.

Kalau Anda punya dana Rp 26.289.000 dan tidak segan menghabiskannya demi sebuah kamera dan lensa, Olympus OM-D E-M1 bisa jadi pilihan tepat, sudah termasuk lensa 12–40mm f/2.8.

3. Panasonic Lumix GH4

panasonic-lumix-gh4

Dari lima kamera yang ada dalam artikel ini, Lumix GH4 adalah satu-satunya yang difokuskan untuk videografer. Sensor Micro Four Thirds-nya bisa merekam video 4K dalam kecepatan 30 fps, lalu menyimpan video tersebut langsung ke dalam memory card, tanpa harus mengandalkan komponen eksternal apapun. Di saat yang sama, foto still 16,1 megapixel yang dihasilkannya pun tidak kalah apik dibanding hasil jepretan Olympus sebelumnya.

Dari video 4K tersebut, Anda bisa mencomot foto-foto beresolusi 8 megapixel. Ketika Anda memang tengah ingin mengabadikan aksi-aksi cepat, burst rate-nya yang mencapai 12 fps dan kecepatan autofocus-nya yang setara Olympus OM-D E-M1 akan sangat-sangat membantu.

Info menarik: Cuma $800, Kamera Mirrorless Panasonic Lumix G7 Bisa Merekam Video 4K

Dari segi desain, saya setuju jika Anda menyebutnya kurang menarik. Namun di belakang Anda masih disambut oleh layar sentuh 3 inci dengan resolusi 1,04 juta dot dan sebuah EVF. Satu catatan pribadi, tampilan menu software Panasonic menurut saya adalah salah satu yang terbaik.

Jadi, jika Anda berencana mendalami videografi dalam kancah profesional, Anda bisa menebus Panasonic Lumix GH4 seharga Rp 17.999.000 (body only).

4. Sony A7 II

sony-a7-ii

Paling unik dalam daftar ini, Sony A7 II merupakan satu-satunya yang mengemas sensor full-frame 24,3 megapixel. Pada prakteknya, foto-foto dalam kondisi low light yang dihasilkan oleh Sony A7 II bisa disejajarkan dengan DSLR berharga puluhan juta sekalipun.

Dalam generasi keduanya ini, Sony A7 II turut dibekali dengan image stabilization 5-axis, mirip seperti milik Olympus OM-D E-M1 sebelumnya. Desain generasi pertamanya masih dipertahankan, dengan sudut-sudut kaku yang tampak elegan nan masih nyaman dalam genggaman.

Info menarik: Leica Luncurkan Suksesor Kamera Mirrorless Hitam-Putih M Monochrom

Di bagian belakang, Anda akan menjumpai layar sentuh 3 inci beresolusi 1,23 juta dot, plus sebuah EVF berpanel OLED. Soal video, resolusi maksimum yang bisa direkam adalah 1080p, namun ia memiliki sepupu bernama Sony A7S yang memang ditakdirkan untuk merekam video 4K.

Keberhasilan Sony membenamkan sensor full-frame ke dalam bodi yang ringkas ini rupanya harus ditebus dengan harga yang cukup mahal. Sony A7 II dibanderol seharga Rp 19.950.000, tanpa didampingi lensa apapun.

5. Samsung NX1

samsung-nx1

Jangan terburu-buru kaget mendengar nama Samsung di dunia fotografi, karena kamera andalannya ini menyimpan sejumlah fitur yang tak dimiliki oleh pesaing-pesaingnya. Samsung NX1 memakai sensor APS-C dengan resolusi 28,2 megapixel, mengemas sistem autofocus yang tak kalah cepat dari rival-rivalnya, serta sanggup merekam video 4K.

Tapi bukan itu yang wajib dicatat, melainkan kemampuannya menjepret puluhan gambar tanpa henti dalam resolusi maksimum, dan dengan kecepatan 15 fps. Melihat performa seganas ini, wajar apabila NX1 diposisikan sebagai pesaing kamera-kamera DSLR yang ditargetkan untuk para jurnalis olahraga.

Info menarik: Samsung NX500 Adalah Kamera Mirrorless dengan Sensor 28 Megapixel dan Fungsi Perekaman Video 4K

Dari segi desain, Samsung NX1 mengadopsi gaya DSLR seperti Panasonic Lumix GH4. Hal ini pun berujung pada salah satu kekurangannya: dimensinya paling besar dibanding empat kamera lainnya di artikel ini. Di belakang, Anda akan disambut oleh layar sentuh Super AMOLED 3 inci dengan resolusi 1,04 juta dot dan EVF OLED.

Terlepas dari itu, kemampuan Samsung NX1 mengolah puluhan gambar dengan jutaan pixel dalam waktu singkat patut diacungi jempol. Jika Anda gemar mengabadikan aksi-aksi cepat dan punya dana Rp 19.999.000, Anda bisa memboyong bodinya saja, atau Rp 36.499.000 beserta lensa 16–50mm f/2–2.8.

Update: Untuk memudahkan pembaca, saya telah meng-update harga terbaru sekaligus menambahkan tautan menuju ke toko online yang menjual masing-masing kamera. Selain itu, di bawah ini saya tambahkan tiga kamera mirrorless baru yang juga pantas menyandang gelar terbaik saat ini.

6. Fujifilm X-Pro2

Fujifilm X-Pro2

Merupakan suksesor dari kamera yang mengawali kiprah Fujifilm dalam ranah mirrorless, X-Pro2 adalah kamera terbaik, tercanggih sekaligus tercepat yang pernah Fujifilm ciptakan sejauh ini. Kamera ini mengandalkan sensor APS-C X-Trans generasi ketiga yang kini resolusinya meningkat drastis menjadi 24,3 megapixel, dengan sensitivitas ISO 12.800.

Kinerja autofocus-nya amat cepat dan akurat berkat 77 titik phase-detection di antara 273 total titik fokus. Bodinya juga tahan terhadap cuaca ekstrem, sama seperti Fujifilm X-T1 di atas. Sebagai kamera nomor satu Fujifilm saat ini, tentunya ia punya fitur yang tak dimiliki X-T1.

Yang pertama adalah viewfinder hybrid yang memungkinkan pengguna berganti antara viewfinder optik atau elektronik beresolusi 2,36 juta dot. Kemudian ada pula joystick kecil di sisi kanan atas layar yang memungkinkan pengaturan titik fokus berlangsung jauh lebih cepat. Menutup semua itu adalah slot SD card ganda yang makin membuatnya terkesan profesional.

Jadi kalau X-T1 masih terdengar kurang canggih buat Anda, X-Pro2 bisa Anda pinang seharga Rp 22.999.000, belum termasuk lensa sama sekali.

7. Panasonic Lumix GX85

Panasonic Lumix GX85

Kalau Lumix GH4 di atas terlalu mahal buat Anda, atau Anda sekadar tidak suka dengan desain ala DSLR-nya, maka Lumix GX85 ini bisa jadi alternatifnya. Sensor yang diusungnya sama, yaitu Micro Four Thirds 16 megapixel, akan tetapi kali ini tanpa komponen low-pass filter sehingga hasil fotonya bisa sedikit lebih detail.

Ia pun turut menawarkan opsi perekaman video 4K 30 fps serta sistem autofocus yang sangat cepat, akurat, dan bisa diandalkan kapan saja. Malahan, kamera ini adalah kamera mirrorless Panasonic yang pertama kali mengemas sistem image stabilization 5-axis untuk meredam guncangan semaksimal mungkin ketika pengguna tidak memakai tripod.

Lalu seberapa murah ia jika dibandingkan dengan Lumix GH4? Well, dengan budget hanya Rp 11.499.000, Anda sudah bisa membawa pulang kamera ini beserta lensa 12-32mm f/3.5-5.6.

8. Sony A6300

Sony A6300

Sama halnya seperti Lumix GX85 yang merupakan alternatif lebih terjangkau, Sony A6300 bisa menjadi pilihan apabila budget Anda terlalu cekak untuk meminang Sony A7 II di atas. Ia memang hanya mengemas sensor APS-C 24,2 megapixel – bukan full-frame – tapi toh itu bukan pertanda bahwa kualitas gambarnya buruk. Dan lagi, ia siap merekam video dalam resolusi 4K tanpa metode pixel binning.

Di sisi lain, kamera ini justru disebut-sebut sebagai kamera mirrorless dengan performa autofocus tercepat saat ini, termasuk halnya untuk mengunci fokus pada objek yang bergerak. Bagaimana tidak, jumlah titik fokus phase-detection miliknya saja ada 425 titik, sekaligus memastikan akurasinya di atas rata-rata.

Masih seputar performa, A6300 sanggup memotret dalam kecepatan 11 fps meski autofocus dinyalakan. Bahkan dalam posisi live view aktif, ia masih bisa memotret dalam kecepatan 8 fps. Singkat cerita, kinerjanya tidak kalah dibanding sejumlah model DSLR.

Soal harga, Anda cuma memerlukan modal Rp 13.999.000 untuk meminang bodinya saja, atau Rp 16.375.000 bersama lensa 16-50mm f/3.5-5.6.

Sumber gambar: B&H Photo Video. Gambar header: Girl taking photos via Shutterstock.