Game Gacha: Antara Judi, Psikologi, dan Pekerti

Harga rata-rata game AAA adalah US$60 atau sekitar Rp850 ribu. Namun, ada game yang bisa membuat para pemainnya rela menghabiskan jutaan atau bahkan puluhan juta rupiah walau game itu bisa dimainkan secara gratis. Ialah game gacha atau loot box. Sistem randomisasi dalam game gacha bisa membuat para pemainnya menghabiskan banyak uang demi mendapatkan karakter atau sebuah item yang mereka inginkan.

Pertanyannya, apa yang membuat game gacha begitu menarik sehingga ia bisa mendorong para pemainnya menghabiskan banyak uang, terkadang bahkan sampai mengacaukan keuangan mereka?

Game Gacha dan Trik Psikologi yang Digunakan

Sebelum membahas tentang daya tarik game gacha, saya akan membahas tentang pengertian game gacha terlebih dulu. Pada dasarnya, game gacha adalah game yang menggunakan sistem random untuk mendapatkan karakter/item tertentu. Memang, sistem randomisasi adalah bagian penting dari sebuah game. Ada banyak elemen dalam game yang menggunakan sistem acak, mulai dari kemungkinan mendapatkan critical hit, bertemu musuh, sampai world/level generation dalam sejumlah game. Satu hal yang membedakan game gacha/loot box dengan game non-gacha adalah game gacha mengharuskan pemainnya untuk mengeluarkan uang demi mendapatkan kesempatan memiliki karakter/item yang mereka inginkan.

Ketika Anda bermain game MMORPG, kemungkinan karakter Anda melakukan critical hit memang random. Namun, Anda tidak harus mengeluarkan uang untuk memastikan karakter Anda terus melakukan critical hit. Dalam game gacha, jika Anda ingin mendapatkan karakter/item tertentu, Anda harus membeli in-game currency — bisa berupa gems, orbs, bucks, atau mata uang lainnya — hanya untuk meraih kesempatan mendapatkan karakter yang Anda mau. Jadi, yang Anda beli bukanlah karakter/item itu, tapi kesempatan untuk mendapatkan karakter/item tersebut.

Biasanya, semakin langka karakter/item, semakin rendah pula kesempatan untuk mendapatkannya. Kesempatan pemain mendapatkan karakter SSR di game gacha biasanya tidak sampai 1%. Jadi, jangan heran jika ada gamers yang menghabiskan uang hingga puluhan juta rupiah untuk mendapatkan karakter/item yang mereka inginkan dalam game gacha.

Kebanyakan game gacha bisa dimainkan dengan gratis. Jadi, sebenarnya, Anda bisa memainkan game itu tanpa harus mengeluarkan uang sama sekali. Namun, pihak developer tentu saja mendesain game mereka sedemikian rupa sehingga pemain akan terdorong untuk menghabiskan uang dalam game untuk melakukan gacha. Salah satu trik psikologi yang developer gunakan untuk mendorong pemain melakukan in-game purchase adalah menggunakan in-game currency, seperti UC Cash di PUBG Mobile atau diamonds di Mobile Legends. Trik ini biasanya tidak hanya digunakan oleh developer game gacha, tapi juga developer dari game-game free-to-play.

Tujuan developer menggunakan in-game currency adalah agar pemain tidak menyadari berapa banyak uang yang dihabiskan untuk mendapatkan karakter/item yang mereka inginkan. Saya akan memberikan contoh memberikan gambaran menggunakan Genshin Impact. Bukan karena game gacha itu lebih baik/lebih buruk dari game gacha lain, tapi hanya karena Genshin Impact adalah satu-satunya game gacha yang saya mainkan saat ini.

Dalam Genshin Impact, jika Anda ingin melakukan gacha, Anda memerlukan Wish. Anda bisa mendapatkan 1 Wish dengan menukar 160 Primogems. Primogems ini bisa Anda dapatkan dengan melakukan quest dalam game atau membelinya dengan uang. Primogems dijual dalam paket dengan harga yang beragam. Paket paling murah dihargai Rp16 ribu, yang menawarkan 60 Genesis Crystals (yang bisa ditukar dengan Primogems). Paket paling mahal menawarkan 6480 Genesis Crystals (dengan bonus 1600 Crystals) dan dihargai Rp1,6 juta.

Dalam Genshin Impact, setiap 10 Wish, Anda akan mendapatkan setidaknya 1 karakter/senjata bintang 4. Dan setiap 80 Wish, Anda dijamin akan mendapatkan 1 karakter/senjata bintang 5. Jadi, untuk mendapatkan setidaknya 1 karakter bintang 4, Anda harus menghabiskan 1600 Primogems. Jika Anda tidak familier dengan game Genshin Impact, Anda tidak akan tahu berapa banyak uang yang harus Anda keluarkan untuk mendapatkan Primogems tersebut. FYI, jika Anda ingin mendapatkan setidaknya 1600 Primogems, Anda bisa membeli paket 1980+260 Primogems, yang dihargai Rp479 ribu.

Harga primogems di Genshin Impact.

Anda mungkin rela untuk menghabiskan 1600 Primogems untuk mendapatkan setidaknya 1 karakter/senjata bintang 4. Namun, apakah Anda bersedia untuk mengeluarkan hampir setengah juta hanya untuk mendapatkan 1 karakter/senjata dalam game? To be fair, Anda bisa mendapatkan lebih dari 1 karakter/senjata dalam 10 kali pulls. Tapi, biasanya, Anda hanya akan mendapatkan 2 karakter/senjata.

Menariknya, trik psikologi ini — menggunakan mata uang pengganti — juga digunakan oleh pihak manajemen kasino. Di kasino, Anda tidak bertaruh uang tunai, tapi menggunakan chip. Alasan kasino menggunakan chip sama dengan alasan developer menggunakan in-game currency, yaitu membuat pemain tidak sadar berapa banyak uang yang sudah dihabiskan di meja judi. Hal ini didukung oleh riset yang menyebutkan, konsumen cenderung menghabiskan uang lebih banyak ketika mereka menggunakan kartu debit daripada saat mereka membayar tunai.

Seiring dengan meningkatnya popularitas game online, bermain game kini mulai menjadi kegiatan sosial. Asumsi bahwa gamers adalah orang-orang anti-sosial kini tidak lebih dari sekadar mitos. Dan hal ini juga dimanfaatkan oleh developer game gacha. Saat sedang bermain game gacha, Anda pasti pernah mendapatkan notifikasi ketika teman Anda mendapatkan karakter/item langka. Dan walau tidak semua game gacha mengimplementasikan fitur ini, ada media sosial yang memudahkan gamers untuk memamerkan karakter/item yang mereka punya.

Developer memberikan notifikasi ketika teman Anda mendapatkan karakter/item langka bukan tanpa tujuan. Notifikasi itu bertujuan untuk mengacaukan persepsi Anda tentang kemungkinan untuk mendapatkan karakter/item langka. Melihat pemain lain mendapatkan karakter/item langka bisa membuat Anda berpikir: “Ah, kalau dia bisa dapat, saya juga bisa dapat.” Padahal, kemungkinan Anda mendapatkan satu karakter/item tidak dipengaruhi oleh apakah pemain lain mendapatkan karakter/item tersebut. Jika kesempatan untuk mendapatkan karakter SSR adalah kurang dari 1%, kesempatan itu tidak akan berubah, tidak peduli berapa banyak teman Anda yang memamerkan bahwa mereka telah mendapatkan karakter SSR.

Lagi, trik psikologi ini juga diterapkan di kasino. Kesempatan Anda memenangkan slot machine sebenarnya sangat kecil. Namun, jika ada pelanggan yang berhasil mendapatkan jackpot, mesin akan mengeluarkan suara keras dan cahaya terang, menarik perhatian pengunjung lain. Tujuan dari “perayaan” kemenangan seorang pelanggan ini adalah untuk menunjukkan pada pelanggan lain bahwa mereka juga bisa menang. Dengan begitu, para pelanggan diharapkan akan terus menghabiskan uang walau mereka kalah.

Mesin slot. | Sumber: Wikipedia

Selain dua trik psikologi di atas, pihak manajemen kasino juga menerapkan  beberapa trik psikologi lain. Misalnya, mereka menempatkan ATM di dalam kasino dan menawarkan kamar hotel/makanan gratis bagi orang yang telah menghabiskan uang dalam jumlah tertentu. Dua hal ini dilakukan oleh pihak manajemen dengan tujuan agar para pelanggan tidak keluar dari kasino untuk makan/tidur/mengambil uang. Pihak manajemen kasino juga biasanya tidak memasang jam di dalam kasino serta melapisi kaca jendela dengan kaca film. Tujuannya adalah agar para pelanggan lupa waktu.

Trik-trik psikologi yang digunakan oleh kasino di atas memang tidak digunakan oleh developer game gacha. Sebaliknya, game gacha biasanya punya mekanisme yang membatasi seberapa lama pemain bisa bermain, seperti keterbatasan energi yang bisa pemain gunakan. Namun, pembatasan ini sebenarnya juga trik untuk membuat pemain menghabiskan uang dalam game. Karena, energi di game biasanya bisa dibeli dengan uang.

Ego Depletion merupakan salah satu konsep psikologi yang menjadi basis bagi developer game untuk membuat game gratis yang memiliki in-game purchase. Berdasarkan konsep Ego Depletion, kendali diri merupakan sumber daya mental yang bisa tergerus habis, sama seperti kesabaran. Jadi, saat pertama kali bermain game, Anda mungkin tidak tergoda untuk membeli item sama sekali. Namun, seiring dengan waktu, Anda akan semakin tergoda untuk menghabiskan uang dalam game.

Developer game juga bisa mendorong pemainnya menjadi spender dengan memberikan “fun pain“. Istilah “fun pain” pertama kali digunakan oleh Roger Dickey dari Zynga. Dia menjelaskan, fun pain adalah keadaan ketika pemain menghadapi masalah yang bisa diselesaikan jika dia melakukan in-game purchase, seperti yang disebutkan oleh Huffington Post.

Daya Tarik dan Bahaya Game Gacha 

Ketika Anda mendapatkan karakter/item langka dalam game gacha, otak Anda akan mengeluarkan hormon dopamin, yang juga dikenal dengan hormon kebahagiaan. Satu hal yang harus diingat, otak manusia tidak hanya terpicu untuk mengeluarkan hormon dopamin ketika Anda mendapatkan karakter/item yang Anda inginkan, tapi juga ketika Anda mengantisipasi karakter/item yang akan Anda dapatkan, yaitu ketika Anda melakukan gacha/membuka loot box.

Dalam psikologi, ada konsep yang disebut dengan intermittent rewards. Berdasarkan konsep tersebut, Anda bisa membentuk kebiasaan seseorang dengan memberikan hadiah ketika dia melakukan hal yang Anda inginkan. Hanya saja, Anda memberikan hadiah dalam interval acak. Misalnya, developer game gacha ingin mendorong pemainnya menghabiskan uang di game. Mereka bisa memberikan “hadiah” — berupa karakter/item langka — secara random pada pemain. Masalahnya, sistem pemberian hadiah yang random ini justru bisa membuat otak kita menjadi lebih merasa senang.

Sistem random adalah bagian dari game. | Sumber: Nerdist

“Model judi yang paling menggoda adalah model judi yang menawarkan hadiah secara acak,” kata Frank Lantz, game designer dan juga dosen, pada Polygon. Dia menjelaskan, berdasarkan konsep intermittent rewards,  semakin random hadiah yang bisa seseorang dapatkan, maka hal ini justru akan membuatnya semakin tergoda untuk mendapatkan hadiah tersebut. Alasannya, otak tetap merilis dopamin bahkan ketika kita belum tahu apakah kita akan mendapatkan hadiah atau tidak.

“Setiap game gacha didasarkan pada konsep intermittent reward. Prinsip ini tidak akan berjalan jika Anda bisa menebak kapan Anda akan mendapatkan hadiah,” ujar Lantz. “Jika hadiah yang diberikan sudah bisa diprediksi, perasaan excitement yang kita rasakan justru berkurang.”

Dengan kata lain, ketidakpastian akan karakter/item apa yang akan Anda dapatkan dalam game gacha justru membuat Anda merasa lebih senang. Apalagi karena dalam game gacha, karakter/item langka yang Anda dapat pun random. Jadi, Anda mungkin saja mendapatkan karakter/item langka, tapi belum tentu karakter/item langkah itu sesuai harapan Anda.

“Dopamin dirilis ketika kita mendapatkan sesuatu atau saat kita berharap untuk mendapatkan sesuatu, misalnya saat kita membuka loot box,” kata Luke Clark, Head of Gaming Research Arm, University of British Columbia, seperti dikutip dari IGN. Tak hanya itu, tingkat rarity dari karakter/item juga bisa meningkatkan jumlah dopamin yang dikeluarkan oleh otak.

Ketidaktahuan akan karakter/item yang akan didapat dari game gacha justru memicu dopamin.

“Tampaknya, banyak gamers yang membayangkan apa yang akan mereka lakukan jika mereka mendapatkan item atau karakter tertentu. Kecenderungan ini sama seperti orang yang membeli lotre. Mereka juga membayangkan apa yang akan mereka beli jika mereka menang,” kata Clark.

Ketidakpastian akan karakter/item yang akan kita dapatkan memang bisa membuat otak merilis dopamin. Namun, hal itu tidak menghentikan rasa kecewa ketika kita tidak mendapatkan karakter/item yang kita inginkan. Dan  menurut Clark, rasa kecewa itu bisa mendorong para pemain game gacha untuk menghabiskan uang lebih banyak, demi bisa mendapatkan karakter/item yang mereka inginkan.

Kebanyakan — jika tidak semua — game premium punya akhir yang jelas. Game akan tamat setelah Anda melakukan semua tugas yang harus Anda lakukan. Lain halnya dengan game gacha. Biasanya, game gacha tidak punya akhir yang jelas. Developer game gacha biasanya akan merilis update secara berkala, menambah konten yang tersedia, berupa karakter/item baru. Jadi, para pemain game gacha akan selalu terancam akan perasaan Fear of Missing Out (FOMO). Hal ini diperparah dengan keberadaan media sosial.

Mengingat bermain game sudah menjadi kegiatan sosial, semakin banyak gamers yang memamerkan pencapaian mereka di media sosial. Saat bermain game gacha, “pencapaian” itu biasanya berupa keberuntungan untuk mendapatkan karakter/item terbaru. Jika tidak kuat iman, pemain game gacha yang iri dan cemburu bisa menghabiskan uang mereka hanya demi bisa pansos di media sosial.

Game gacha bisa membuat para pemainnya menghabiskan uang tanpa sadar. YouTuber Michael “Mtashed” Tash pernah menghabiskan US$2 ribu untuk mendapatkan Klee di Genshin Impact. Dia mengaku menyesal karena menghabiskan uang sebanyak itu demi karakter yang menurutnya tidak sekuat harapannya.

YouTuber lain, Tectone, juga merupakan salah satu “whale” alias sultan di game gacha. Dia mengaku, dia pernah menghabiskan semua uangnya di game gacha. Dikabarkan, kebiasaan buruknya itu pernah membuatnya kehilangan tempat tinggal. Sekarang, dia mengaku sudah berubah. Tectone mengungkap, sekarang, dia membuat konten akan berapa banyak uang yang dia habiskan dalam game gacha sebagai “pembelajaran”. Tujuannya adalah agar penontonnya bisa menjadi lebih bijak dalam menghabiskan uang di gacha game.

“Saya rasa, akan lebih mudah bagi orang-orang untuk tidak melakukan gacha ketika mereka tahu betapa tidak berguna dan berbahayanya melakukan hal itu,” kata Tectone pada Polygon. “Saya rasa, kalau penonton saya melihat saya menghabiskan sekitar US$600 sampai US$700 untuk mendapatkan Klee, mereka tidak akan berpikir, ‘Oh, hanya US$600-700? Saya siap untuk menghabiskan uang sebanyak itu.’ Saya pikir, mereka akan berpikir, ‘Kenapa orang ini begitu bodoh untuk menghabiskan uangnya hanya demi cewek anime?’ Benar, kan? Menurut saya, hal itulah yang akan terjadi.”

Regulasi Game Gacha

Mekanisme randomisasi di game gacha serupa dengan judi. Selain itu, game gacha juga berpotensi membuat pemainnya menghabiskan uang tanpa kendali. Pemerintah dari beberapa negara menyadari bahaya dari game gacha dan memutuskan untuk membuat regulasi terkait game gacha/loot box.

Salah satu negara yang memiliki regulasi terkait game gacha adalah Belgia. Pemerintah negara Eropa itu melarang game yang menggunakan mekanisme gacha atau loot box sepenuhnya. Jadi, jika perusahaan game ingin meluncurkan game mereka di Belgia, mereka harus memastikan bahwa game itu bebas dari mekanisme loot box/gacha. Dan jika perusahaan game gagal memenuhi peraturan yang ditetapkan pemerintah, mereka bisa dikenakan denda hingga EUR600 ribu (sekitar Rp10 miliar). Tak hanya itu, pihak publisher juga bisa terkena hukuman penjara hingga 5 tahun, menurut laporan BBC.

Negara lain yang pemerintahnya menunjukkan perhatian akan game gacha adalah Belanda. Pada April 2018, Netherlands Gaming Authority mengadakan studi akan 10 game. Dari studi itu, mereka menemukan, 4 game melanggar hukum judi di Belanda. Jika sebuah perusahaan ingin menggunakan mekanisme gacha/loot box dalam game mereka, mereka harus mendapatkan lisensi dari pemerintah. Sayangnya, lisensi itu tidak bisa diberikan pada perusahaan game. Jadi, secara tidak langsung, game gacha/loot box dilarang di Belanda.

Game dengan sistem loot box telah dilarang di beberapa negara. | Sumber: BBC

Tiongkok adalah negara lain yang punya regulasi terkait loot box dan gacha. Pada 2016, pemerintah Tiongkok mengeluarkan regulasi yang mengharuskan perusahaan game untuk menyebutkan persentase kemungkinan untuk mendapatkan karakter/item dalam game. Sebelum itu, perusahaan game telah diminta untuk memberitahu karakter/item apa yang bisa pemain dapatkan dari sebuah loot box/gacha.

Seiring dengan berjalannya waktu, Beijing juga terus memperketat regulasi terkait loot box. Sekarang, perusahaan harus memberikan gambaran berapa banyak loot box/pull yang harus pemain beli untuk bisa mendapatkan karakter/item yang mereka inginkan. Menurut ScreenRant, pemerintah Tiongkok juga membatasi berapa banyak loot boxes yang bisa pemain beli dalam sehari.

Gacha dari Sudut Pandang Perusahaan Game

Bagi pemain, game gacha memang berisiko. Namun, bagi perusahaan game, model bisnis gacha justru merupakan peluang. Buktinya, walau model monetisasi gacha pada awalnya hanya populer di kalangan developer dari Asia, beberapa tahun belakangan, developer dari Amerika dan Eropa pun mulai menggunakan sistem gacha/loot box. Bukti lainnya, ketika pemasukan divisi mobile Nintendo akhirnya menembus US$1 miliar, kontribusi terbesar datang dari Fire Emblem: Heroes, yang merupakan game gacha.

Kita juga bisa membandingkan pemasukan yang didapat miHoYo dari Genshin Impact dengan pemasukan Nintendo dari Legend of Zelda: Breath of the Wild. Ketika pertama kali diluncurkan, Genshin Impact menuai kontroversi, karena dianggap sebagai imitasi dari Breath of the Wild. Namun, dari Genshin Impact, miHoYo berhasil mendapatkan pemasukan yang jauh lebih besar. Menurut laporan Sensor Tower, hanya dalam waktu 5 bulan, Genshin Impact berhasil mendapatkan US$874 juta dari App Store dan Google Play. Dan angka itu tidak termasuk pemasukan miHoYo dari pemain Genshin Impact di konsol dan PC.

Keuntungan yang didapat miHoYo dari masing-masing banner. | Sumber: Sensor Tower

Sebagai perbandingan, per Oktober 2020, jumlah unit Breath of the Wild yang terjual adalah sekitar 20 juta unit. Mengingat harga dari game itu dipatok pada US$60, maka total pemasukan dari Breath of the Wild adalah US$1,2 miliar. Untuk mendapatkan pemasukan tersebut, Breath of the Wild — yang diluncurkan pada Maret 2017 — membutuhkan waktu lebih dari 3 tahun. To be fair, game Zelda itu hanya diluncurkan di dua konsol, yaitu Wii U dan Nintendo Switch.

Salah satu contoh game gacha paling sukses adalah Fate/Grand Order. Game itu bahkan masuk dalam daftar 10 game dengan pemasukan terbesar. Sejak diluncurkan pada 2015, FGO berhasil mendapatkan total pemasukan sebesar US$4 miliar pada Januari 2020. Memang, game-game yang masuk dalam daftar 10 game dengan pemasukan terbanyak tidak berisi game gacha/loot box. Namun, biasanya, game-game di daftar itu menyertakan elemen gacha. Misalnya, PUBG Mobile. Di PUBG Mobile, Anda memang tidak harus membuka loot box demi mendapatkan karakter/senjata yang unggul. Hanya saja, game itu tetap menerapkan elemen gacha untuk mendapatkan kostum/skin.

Kesimpulan

Pada 1981, perusahaan gas dan minyak asal Amerika Serikat, Exxon membayar peneliti kelas dunia untuk mempelajari efek dari penggunaan bahan bakar minyak (BBM) ke bumi, seperti yang disebutkan oleh BBC. Dari studi itu, diketahui bahwa jika kita terus menggunakan BBM tanpa henti, suhu Bumi akan meningkat dengan signifikan, yang akan menyebabkan perubahan iklim dan membuat kehidupan kita menjadi semakin sulit.

Namun, Exxon tidak mengungkap temuan mereka ke masyarakat umum. Sebaliknya, CEO perusahaan ketika itu justru mengatakan bahwa belum ada bukti ilmiah yang menunjukkan bahwa kegiatan manusia mempengaruhi iklim Bumi. Tak berhenti sampai di situ, Exxon bahkan sengaja membuat orang-orang meragukan temuan ilmuwan akan dampak penggunaan BBM pada iklim Bumi.

Apa yang Exxon lakukan memang tindakan tidak bermoral. Tapi, mereka melakukan hal itu untuk memaksimalkan keuntungan perusahaan. Dan tujuan perusahaan memang mendapatkan untung. Saya tidak membenarkan tindakan Exxon, tapi dari keputusan mereka, kita bisa tahu bahwa perusahaan akan mementingkan keuntungan di atas segalanya.

Jadi, selama model monetisasi gacha menguntungkan, perusahaan game akan tetap menggunakan sistem itu. Tergantung pada di negara mana Anda tinggal, Anda mungkin bisa mengharapkan pemerintah untuk membuat regulasi tentang game gacha, memaksa perusahaan game untuk tidak mengeksploitasi pemain mereka habis-habisan. Tapi, tidak ada salahnya jika kita juga belajar untuk lebih waspada akan bahaya game gacha. Bukan berarti saya melarang Anda memainkan game gacha. Hanya saja, sebaiknya kita tetap berhati-hati dalam menghabiskan uang di game gacha.

Sumber header: Sensor Tower

5 Fitur yang Buat Mobile Game Populer di AS dan Tiongkok

Setiap negara punya budaya gaming yang berbeda-beda. Misalnya, kebanyakan warga Indonesia mengenal internet pertama kali berkat smartphone. Jadi, sebagian besar gamer di Tanah Air adalah mobile gamer. Karena itu, untuk memaksimalkan pendapatan, developer bisa memasang fitur yang disukai oleh gamers yang menjadi target mereka. Contohnya, bagi gamer Tiongkok, bermain game merupakan salah satu cara untuk bersosialisasi dengan teman. Alhasil, gamers Tiongkok menganggap fitur co-op dan PvP penting.

Untuk mengetahui fitur di mobile game yang membuat para gamer rela menghabiskan uang, GameRefinery menganlisa 200 game iOS paling populer di Tiongkok dan Amerika Serikat. Berikut lima fitur pada mobile game yang membuatnya menjadi populer di pasar AS dan Tiongkok, seperti yang disebutkan oleh VentureBeat.

1. Gacha di Game RPG

Gacha alias loot box adalah salah satu fitur yang biasa ditemukan di mobile game, khususnya game RPG. Biasanya, game yang memiliki fitur gacha menawarkan banyak karakter yang bisa dikoleksi. Game-game RPG populer biasanya punya lebih dari satu tipe gacha, seperti gacha untuk karakter, pet, senjata, dan lain sebagainya. Salah satu tipe gacha yang sering diterapkan oleh developer adalah gacha eksklusif dengan batasan waktu. Jadi, pemain hanya bisa mendapatkan karakter/senjata/pet khusus selama periode waktu tertentu saja. Memang, eksklusivitas item menjadi salah satu alasan mengapa seorang gamer rela membeli item dalam game.

Anda membutuhkan orbs untuk mendapatkan karakter baru di Fire Emblem Heroes. | Sumber: US Gamer

Cara lain yang developer gunakan untuk mendorong para pemain membeli loot box adalah dengan menawarkan bonus. Contohnya, jika Anda membeli 100 orbs/gems untuk gacha, Anda akan mendapatkan potongan harga atau orbs/gems ekstra. Contoh game RPG populer yang menggunakan model gacha adalah Fire Emblem Heroes dan Genshin Impact. Pada awalnya, sistem gacha dipopulerkan oleh developer Asia. Namun, belakangan, game gacha juga semakin populer di kalangan gamers Barat.

2. Item Kosmetik: Skin dan Aksesori

Jika model gacha dipopulerkan oleh developer Asia, item kosmetik menjadi populer berkat game-game buatan developer Barat. Pada awalnya, item kosmetik banyak ditemukan di game shooters. Sekarang, item kosmetik juga ada di banyak mobile game, bahkan game kasual sekalipun. Rupa item kosmetik beragam, mulai dari kostum untuk karakter, stiker, sampai emote. Sesuai namanya, item kosmetik hanya berfungsi untuk mempercantik tampilan karakter dalam game. Namun, para gamers tetap rela mengeluarkan uang untuk membeli item kosmetik karena item-item itu memungkinkan mereka untuk mengekspresikan diri mereka. Sama seperti model gacha, developer juga bisa menawarkan skin/item kosmetik khusus dalam jangka waktu tertentu untuk mendorong pemain membeli item tersebut.

3. Guild

Sekarang, fitur guild punya peran penting dalam mempertahankan para mobile gamers untuk terus bermain. Fitur guild sendiri bisa diimplementasikan ke mobile game dengan cara yang berbeda-beda. Misalnya, guild bisa digunakan untuk membuat para pemain saling bekerja sama dengan satu sama lain. Sebaliknya, guild juga bisa digunakan untuk mengadu para pemain. Menariknya, saat ini, fitur guild tidak hanya digunakan pada game-game RPG, tapi juga game kasual seperti Homescapes. Game seperti Cookie Run pun punya sistem guild.

Saat pertama kali diluncurkan, fitur guild pada Homescapes sangat sederhana. Fitur itu hanya memungkinkan para pemain untuk saling mengobrol dan saling memberikan lives. Seiring dengan waktu, fitur guild di game itu terus berkembang. Sekarang, fitur guild di Homescapes juga memungkinkan para anggota untuk membantu satu sama lain demi mendapatkan hadiah tertentu. Tak hanya itu, developer Playrix juga menambahkan Team Tournament event, yang merupakan perlombaan antar guild.

Honor of Kings adalah salah satu game Tiongkok yang menerapkan sistem double guild. } Sumber: VentureBeat

Uniknya, game-game dari Tiongkok punya sistem “double guild“. Jadi, selain  sistem guild standar, game Tiongkok juga punya “guild” yang lebih kecil.  Jumlah anggota yang lebih sedikit memungkinkan pemain untuk menjalin hubungan yang lebih akrab. Salah satu game yang menggunakan model double guild adalah Honor of Kings.

4. Battle Pass

Dalam satu tahun terakhir, battle pass jadi salah satu fitur yang paling banyak diadopsi oleh developer mobile game. Setelah Fortnite mempopulerkan penggunaan battle pass, banyak developer mobile game lain yang mengikuti jejak Epic Games. Playrix menjadi salah satu developer yang memasang fitur battle pass pada puzzle game kasual mereka. Di Homescapes, battle pass akan memberikan berbagai boosters untuk para pemain. Sementara itu, di Tiongkok, game PvP, Battle of Balls juga meluncurkan fitur battle pass. Satu hal yang menarik, seorang pemain bisa memilih seorang temannya untuk berkontribusi pada progression dari battle pass itu.

5. Event Kolaborasi dengan Game Lain

Membuat event kolaborasi menjadi salah satu cara developer mobile game untuk meningkatkan engagement dan spending dari para pemainnya. Biasanya, event ini hanya akan dilangsungkan dalam jangka waktu tertentu. Untuk game yang menawarkan banyak opsi playable characters, developer juga bisa memperkenalkan karakter baru saat event.

Pemasukan Dragalia Lost naik ketika ada event kolaborasi. | Sumber: VentureBeat

Salah satu contoh game yang mengadakan event kolaborasi adalah Dragalia Lost dari Nintendo. Pada April 2019, game itu menyelenggarakan event khusus bersama franchise Fire Emblem. Event tersebut menampilkan PvE campaign yang fokus pada narasi dan juga karakter eksklusif, seperti Alfonse dan Marth. Setelah itu, Dragalia Lost juga mengadakan event kolaborasi dengan Megaman. Dalam event itu, pemain bisa mendapatkan Megaman dan equipment eksklusif lain. Belum lama ini, mereka juga mengadakan kolaborasi dengan Monster Hunter.

Poco X3 Pro dan Poco F3 Luncur: Gunakan Snapdragon 860 dan 870 dengan Harga Terjangkau

Awal kuartal kedua tahun 2021 diawali oleh Xiaomi dengan meluncurkan dua perangkat baru yang menggunakan sub-brand mereka. Kedua perangkat tersebut adalah Poco X3 Pro dan Poco F3. Kedua perangkat ini menggunakan SoC yang baru saja diluncurkan oleh Qualcomm pada tahun 2021 ini.

POCO X3 Pro merupakan smartphone pertama di dunia yang menggunakan Qualcomm Snapdragon 860 yang disebut sebagai chipset 4G terbaik tahun 2021 dengan baterai 5160 mAh yang mendukung pengisian cepat 33W. Hadir dengan layar 6,67” FHD+ DotDisplay yang mendukung refresh rate 120Hz dengan touch sampling rate 240Hz. Snapdragon 860 sendiri merupakan sebuah Snapdragon 855+ yang memiliki clock speed lebih tinggi.

“POCO X3 Pro adalah jawaban untuk smartphone gaming karena memiliki performa buas, tampilan tiada tanding, baterai tahan lama, serta pengalaman pakai yang sempurna. Inilah smartphone terbaik dengan performa buas untuk bermain game,” kata Product PR Lead POCO Indonesia, Andi Renreng.

Kamera utama Poco X3 NFC memiliki resolusi 48MP dengan sensor Sony IMX582. Kamera lainnya adalah kamera 8MP ultrawide, kamera macro 2MP, serta depth sensor 2MP. Di bagian depan, Xiaomi membenamkan kamera dengan resolusi 20MP.

Poco F3 merupakan penerus langsung dari Poco F1. Tanpa embel-embel Pro seperti pada F2 Pro, smartphone yang satu ini menggunakan cip Snapdragon 870. Snapdragon 870 merupakan turunan dari Snapdragon 865 yang memiliki prime core dengan clock  3,2 GHz yang saat ini merupakan paling tinggi.

Poco F3 menggunakan baterai berkapasitas 4520 mAh yang mendukung pengisian cepat 33W. Layar yang digunakan adalah AMOLED E4 dengan dimensi 6,67” FHD+ DotDisplay yang mendukung refresh rate 120Hz dengan touch sampling rate 360Hz.

Kamera yang ada pada Poco F3 mirip dengan konfigurasi X3 Pro. Kamera utamanya menggunakan resolusi 48MP dengan sensor Sony IMX582. Selanjutnya untuk ultrawide dengan resolusi 8 MP, kamera makro dengan 5 MP, dan selfie 20 MP.

Xiaomi menjual Poco X3 Pro pada harga Rp. 3.599.000 untuk varian 6/128 GB dan Rp. 4.099.000 untuk varian 8/256 GB. Untuk Poco F3, Xiaomi menjualnya pada harga Rp. 4.999.000 untuk varian 6/128 GB dan Rp. 5.499.000 untuk 8/256 GB. Poco X3 Pro akan tersedia pada tanggal 22 April 2021 sedangkan Poco F3 akan tersedia pada tanggal 28 April 2021.

Gacha?

Jika kita berbicara mengenai merek Xiaomi, pada beberapa grup komunitas di internet, sering kali banyak yang menyebut mengenai gacha. Gacha dalam sebuah permainan biasanya merujuk pada pengambilan atau pembelian sebuah barang yang diacak, sehingga item yang didapat bisa bagus atau bisa buruk. Saya pun menanyakan hal ini kepada Alvin Tse.

Menurut Alvin, istilah gacha muncul karena masalah build quality dan netizen memang suka bercanda. Ada beberapa hal yang membuat fenomena gacha muncul dan besar. Pertama adalah pengguna Xiaomi sangat aktif dan vokal secara online serta suka beropini. Produk Xiaomi juga menarik banyak orang yang suka membaca review, melakukan perbandingan spesifikasi, suka mem-flash ROM, serta aktif dalam sebuah komunitas.

Yang kedua adalah mereka yang suka menggunakan perangkat Xiaomi tidak berkomentar pada sosial media. Untuk pengguna yang terkena satu bug saja, langsung berteriak pada sosial media dan melakukan share statusnya. Hal ini juga membentuk sebuah opini tentang gacha tersebut.

Yang ketiga adalah pada saat berinternet ada istilah yang bernama enjoying the crowd, di mana jika ada satu keburukan, yang lain akan mengikutinya. Padahal, belum tentu yang mengikuti tersebut menggunakan perangkat Xiaomi. Beberapa mungkin mengungkit masalah yang dihadapi saat memiliki perangkat Xiaomi yang beredar beberapa tahun yang lalu.

Yang keempat adalah beberapa dari mereka juga merupakan promotor dari merek-merek lain. Alvin juga pernah melihat beberapa penjual mencetak sampul Redmi Note 8 dan menempelkannya pada kotak penjualan mereka. Ada juga penjual yang mengatakan bahwa mereka menjual perangkat Xiaomi dan saat pelanggan masuk ke toko mereka, sang penjual mengatakan produk Xiaomi habis dan menawarkan merek lainnya.

Dan berbicara mengenai kualitas produk, saat ini Xiaomi sudah melakukan dua hal. Yang pertama saat pengguna memiliki produk yang bermasalah dan datang ke pusat servis Xiaomi, datanya akan dilacak. Yang kedua adalah jika mereka melaporkan bug melalui aplikasi Service and Feedback, Xiaomi juga bisa melacak datanya. Kedua hal ini penting untuk dilakukan agar Xiaomi bisa melihat data tersebut, seberapa banyak yang bermasalah.

Data yang diterima oleh Xiaomi saat ini dari banyaknya penjualan mereka adalah tingkat kerusakan hanya 0,2 persen saja. Alvin juga menyadari bahwa tidak semua datang ke pusat servis atau pun menggunakan aplikasi Service and Feedback. Oleh karena itu, Xiaomi akan melakukan edukasi dengan menghadirkan lebih banyak pusat servis yang saat ini jumlahnya lebih dari 150 tempat. Dengan begitu, diharapkan akan banyak data yang terkumpul dan akan bisa diperbaiki dengan segera.

Alvin juga meneruskan bahwa tidak ada satu pun perangkat yang terbebas dari bug. Bahkan perangkat termahal pun juga memiliki beberapa bug. Kuncinya adalah memiliki mekanisme feedback yang cepat agar bisa memperbaikinya dengan cepat. Dan terakhir, Alvin meminta agar pengguna tidak percaya kepada hoax, yang sangat berkontribusi pada fenomena gacha.

5 Alasan Psikologis Gamer Beli Item di Game

Jika Anda punya uang Rp64 juta yang bisa Anda gunakan sesuka hati, apa yang akan Anda lakukan? Beli Super Cub C125, yang diklaim sebagai motor bebek termahal di Indonesia? DP rumah? Langganan Hybrid selama lebih dari 200 tahun? Atau… Beli primogem demi mendapatkan Albedo C6 di Genshin Impact, seperti yang dilakukan oleh YouTuber ini?

Dalam industri game, in-app purchase menjadi salah satu model bisnis yang bisa digunakan oleh para developer game. Item yang mereka jual pun beragam: mulai dari item kosmetik, powerup, sampai karakter. Secara teknis, item atau karakter yang dijual oleh developer tidak lebih dari kode programming dan juga piksel. Namun, hal itu tidak menghentikan sejumlah gamer untuk menghabiskan jutaan atau bahkan ratusan juta rupiah demi mendapatkan item atau karakter yang mereka inginkan.

Pertanyaannya, apa yang membuat sebagian gamer rela menghabiskan uang demi mendapatkan item dalam game? Kali ini, Hybrid.co.id akan membahas lima alasan psikologis seorang gamer mau mengeluarkan uang untuk mendapatkan sebuah item atau karakter dalam game.

 

1. Uang Sebagai Jalan Pintas

Ketika saya masih SD, saya menghabiskan waktu berpuluh-puluh jam untuk memaksimalkan level tiga karakter utama dalam game Legend of Legaia. Tujuannya adalah untuk mendapatkan Juggernaut, yang disebut sebagai Sim-Seru paling kuat dalam game. Sekarang, jika ada opsi untuk “membeli” Juggernaut, kemungkinan saya akan lebih rela mengeluarkan uang demi mendapatkan Sim-Seru itu.

Jika Anda bertanya pada para gamer mengapa mereka mau membeli item virtual, salah satu jawaban yang Anda dengar paling sering adalah karena item itu memang berguna. Misalnya, membuat karakter menjadi lebih kuat. Memang, dalam game gratis atau free-to-play sekalipun, Anda akan tetap memperkuat karakter Anda dengan menaikkan level atau menggunakan equipment yang memadai. Namun, biasanya, item yang harus Anda beli tetap menawarkan status yang lebih bagus. Terkadang, Anda tetap bisa mendapatkan sebuah item tanpa harus mengeluarkan uang. Sebagai gantinya, Anda harus rela untuk menghabiskan waktu dan tenaga Anda untuk bermain.

Gamer senang mencari jalan pintas bahkan sebelum model in-app purchase ditetapkan. | Sumber: Wikipedia
Gamer senang mencari jalan pintas bahkan sebelum model in-app purchase ditetapkan. | Sumber: Wikipedia

Dalam kasus ini, uang layaknya cheat code yang memungkinkan para pemain untuk memperkuat karakternya dalam sekejap. Namun, jangan salahkan developer game karena menawarkan jalan pintas bagi pemain yang rela untuk membuka dompetnya. Pasalnya, bahkan sebelum model in-app purchase marak digunakan oleh developer, gamer sudah terbiasa mencari cara untuk mengakali mekanisme dalam game. Contohnya, dengan menggunakan GameShark di zaman PS1 dulu.

Meskipun begitu, keinginan para gamer untuk bisa menjadi kuat — atau menjadi kaya — secara instan dalam game bukanlah hal yang aneh. Di dunia nyata sekalipun, ada saja orang yang menggunakan pelet demi memenangkan hati pujaan hatinya. Memang, manusia punya kecenderungan untuk mencari jalan pintas, memilih jalan yang tidak memakan banyak waktu dan tenaga.

Dalam psikologi, pikiran manusia alias human mind dianggap sebagai cognitive miser. Hal itu berarti, manusia cenderung untuk mencari cara paling sederhana dan membutuhkan daya pikir paling sedikit untuk memecahkan masalah. Tidak heran, karena manusia memang penuh dengan keterbatasan, mulai dari keterbatasan pengetahuan, waktu, sampai keterbatasan untuk fokus pada satu hal. Jadi, jangan heran jika ada gamer yang rela untuk mengeluarkan uang demi membeli item dan memperkuat karakternya dengan instan.

 

2. Ekslusivitas

Fungsi bukan satu-satunya alasan seorang gamer mau membeli item virtual. Pasalnya, ada juga gamer yang mau membeli item kosmetik, yang hanya membuat karakter tampil lebih keren tanpa memberikan kenaikan status apapun. Terkait item kosmetik, salah satu alasan mengapa gamer mau membeli item tersebut adalah eksklusivitas. Memang, item dalam game sebenarnya tersedia dalam jumlah tak terbatas. Berbeda dengan produksi konsol, developer tidak memerlukan bahan mentah untuk membuat item atau karakter dalam game. Mereka bisa saja membuat item atau karakter sebanyak-banyaknya.

Meskipun begitu, developer tetap bisa membuat sebuah item menjadi eksklusif dengan memberikan batasan waktu. Misalnya, Anda hanya bisa mendapatkan skin bertema Natal pada bulan Desember. Hal ini akan mendorong gamer untuk membeli item tersebut karena mereka berpikir, mereka tidak bisa mendapatkan item itu lagi setelah periode penawaran habis. Developer juga bisa membuat sebuah item menjadi eksklusif dengan membatasi ketersediaan jumlah item dalam game. Di Indonesia, seorang gamer pernah menghabiskan sekitar Rp1,2 miliar demi mendapatkan kostum Evangelion edisi terbatas di Ragnarok M: Eternal Love.

Kostum Evangelion Unit-01 yang terjual seharga sekitar Rp1,2 miliar. | Sumber: GameBrott
Kostum Evangelion Unit-01 yang terjual seharga sekitar Rp1,2 miliar. | Sumber: GameBrott

Lagi, trik membatasi waktu penjualan tidak hanya digunakan oleh developer, tapi juga perusahaan di bidang lain, seperti situs e-commerce. Bagi Anda yang suka belanja online, Anda pasti familier dengan sistem flash sale atau daily deal. Seperti namanya, flash sale menawarkan diskon dalam periode waktu singkat, sekitar satu jam atau beberapa jam saja. Menariknya, metode ini bisa mendorong konsumen untuk membeli produk yang mungkin sebenarnya tidak mereka terlalu butuhkan dengan membuat mereka berpikir bahwa mereka akan mendapatkan untung karena membeli barang diskonan.

Fenomena Fear Of Missing Out (FOMO) juga membuat konsumen melakukan pembelian produk diskonan secara impulsif. Dalam buku Neuromarketing, Patrick Renvoise dan Christophe Morin mengungkap, manusia cenderung membuat keputusan dengan alasan emosional. Setelah itu, mereka baru akan menjustifikasi keputusan mereka secara rasional, seperti yang disebutkan oleh Business Insider.

Steam Sale yang menggoda iman. | Sumber: PC Gamer
Steam Sale yang menggoda iman. | Sumber: PC Gamer

Jadi, konsumen yang melakukan pembelian impulsif sekalipun — seperti saya yang membeli game diskonan saat Steam Sale walau masih banyak game yang belum saya mainkan di library saya — akan membuat alasan rasional untuk menjustifikasi keputusan mereka. Contoh alasan yang mereka buat adalah “Toh sedang diskon” atau “Nanti, keburu barangnya habis”. Secara pribadi, alasan yang paling sering saya gunakan adalah lebih baik menyesal telah membeli daripada menyesal karena tidak beli.

 

3. Dorongan dari Orang Lain

Di dunia nyata, luxury goods — seperti mobil Ferrari, tas Chanel, atau iPhone — bisa menjadi simbol dari status sosial seseorang. Di game, item juga bisa menjadi lambang status sosial pemainnya. Kita hidup dalam tatanan masyarakat yang cenderung untuk memandang seseorang berdasarkan status sosial mereka. Jadi, tidak aneh jika ada orang yang membeli sebuah barang hanya demi meningkatkan status sosial mereka. Fenomena ini disebut sebagai social shopping. Faktanya, salah satu alasan seseorang membeli barang mewah adalah untuk meningkatkan rasa percaya diri. Fenomena social shopping juga terjadi di dalam game.

Di Amerika Serikat, Fortnite sangat populer, layaknya Free Fire di Indonesia. Lebih dari sekedar game, Fortnite juga menjadi tempat virtual bagi para pemainnya untuk berkumpul bersama, termasuk di kalangan siswa SMP. Namun, Fortnite juga menjadi alasan sebagian siswa dirisak. Seperti yang dilaporkan oleh Polygon, alasan sebagian murid dirisak bukan karena mereka kurang jago atau masih n00b, tapi karena mereka menggunakan default skin.

Paul Towler, seorang guru SMP, bercerita bahwa salah satu muridnya bahkan memohon pada orangtuanya untuk memberikan uang agar dia bisa membeli skin di Fortnite. Alasannya, teman-temannya tidak mau bermain dengannya karena dia menggunakan default skin. Padahal, skin di Fortnite tidak lebih dari item kosmetik. Skin tidak memengaruhi status para pemain dalam game. Hal ini menjadi bukti bahwa bagi sebagian gamer, meningkatkan status sosial menjadi alasan mereka item virtual.

Skin di Fortnite bisa menjadi lambang status sosial.
Skin di Fortnite bisa menjadi lambang status sosial.

Alasan untuk membeli item dalam game tidak melulu sedramatis demi menghindari bullying. Terkadang, seorang gamer membeli item karena mereka ingin tampil matching dengan teman mereka atau karena item tersebut sedang populer. Dan konsumen cenderung untuk membeli produk yang tengah hype. Karena manusia adalah makhluk sosial dan pendapat mereka dipengaruhi oleh opini masyarakat. Jadi, ketika sebuah produk menjadi populer, secara otomatis, kita akan menganggap barang atau layanan tersebut pantas untuk dibeli.

 

4. Keinginan untuk Tampil Unik

Di satu sisi, manusia ingin bisa berbaur dengan orang-orang di sekitarnya. Di sisi lain, kita ingin tampil unik. Dalam game, tampilan yang keren atau cool factor menjadi salah satu alasan seorang gamer mau membeli item virtual. Karena itulah, item kosmetik, yang tidak menawarkan penambahan status apapun, juga bisa laku dijual.

Dalam artikel The Significance of Being Unique, Earl C. Kelley menyebutkan, tidak ada manusia yang sama, baik dari segi penampilan fisik maupun perilaku mereka. Setiap orang juga punya tujuan hidup atau “drive” yang berbeda-beda. Dari segi penampilan fisik, manusia menjadi berbeda-beda karena kita terlahir dari dua orang yang berbeda. Sementara itu, perilaku seseorang dipengaruhi oleh berbagai hal, mulai dari kebiasaan, pengetahuan, sampai bias yang mereka miliki. Lebih lanjut, Kelley menjelaskan, persepsi memegang peran penting dalam bagaimana seseorang menjalani kehidupan mereka. Tanpa persepsi, hidup manusia tidak akan jauh berbeda dengan tanaman, yang tak bisa mengambil tindakan aktif. Sementara itu, persepsi seseorang dipengaruhi oleh rangsangan yang ada di sekitarnya, baik berupa suara, bau, sentuhan, dan lain sebagainya.

Namun, manusia tidak bisa menerima dan memproses semua rangsangan yang ada di sekitarnya. Alasannya, ada terlalu banyak data yang harus diproses di sekitar kita. Jadi, kita hanya memerhatikan segala sesuatu yang ada kaitannya dengan tujuan hidup kita sebagai manusia. Misalnya, ketika Anda duduk di bangku sekolah, tujuan Anda — idealnya — adalah belajar. Jadi, Anda seharusnya fokus Anda adalah pada segala sesuatu yang menunjang proses belajar Anda. Contoh lainnya, ketika Anda bermain sebagai support/helaer dalam game MMORPG, fokus Anda harusnya adalah pada buff/debuff/heal. Soal bagaimana cara memaksimalkan DPS, masalah itu bukanlah prioritas Anda.

Karena setiap orang terlahir unik dan punya persepsi yang juga uni, dia akan menganggap dirinya sebagai pusat dari dunianya, tokoh utama dalam cerita hidupnya. Dan ketika Anda menjadi seorang tokoh utama, tentunya, Anda ingin merasa spesial, berbeda dari yang lain. Dalam game sekalipun, penampilan karakter Anda dan NPC biasanya berbeda. Para NPC biasanya memiliki penampilan yang lebih sederhana. Tidak jarang, Anda akan menemukan NPC dengan wajah yang sama.

Kustomisasi jadi salah satu hal yang membuat pemain senang bermain game. | Sumber: Dual Shockers
Kustomisasi jadi salah satu hal yang membuat pemain senang bermain game. | Sumber: Dual Shockers

Hanya saja, bagi sebagian gamer, terlihat unik dari NPC saja tidak cukup. Mereka juga ingin tampil beda bahkan jika dibandingkan dengan pemain lain. Karena itulah, bagi sebagian gamer, kustomisasi karakter sangat penting. Karena avatar dalam game merupakan representasi diri mereka dan mereka ingin bisa menampilkan keunikan mereka melalui avatar tersebut. Selain itu, kustomisasi karakter juga penting karena hal itu bisa menjadi cara bagi sebagian gamer untuk mengekspresikan diri. Dan jika seorang gamer rela mengeluarkan uang demi tampil unik dalam game, hal itu sah-sah saja.

 

5. Kecenderungan Berjudi

Di dunia programming, ada konsep What You See Is What You Get (WYSIWYG): hasil akhir yang Anda dapatkan sesuai dengan apa yang Anda lihat. Di dunia nyata, ketika Anda membeli sebuah produk, Anda akan mendapatkan barang atau layanan sesuai deskripsi. Dalam game, Anda juga bisa membeli item yang rupa dan fungsinya sudah jelas. Namun, hal ini tidak berlaku pada game yang menggunakan mekanisme loot box atau gacha, seperti Overwatch atau Genshin Impact dan lain sebagainya.

Dalam game loot box atau gacha, Anda tidak membeli item, tapi kesempatan untuk mendapatkan item atau karakter tertentu. Dan persentase untuk mendapatkan sebuah item atau seorang karakter rare dalam sebuah game gacha sangat kecil. Contohnya, untuk mendapatkan karakter SSR dalam game Fate/Grand Order, Anda memiliki kesempatan 1%. Sementara di Genshin Impact, kesempatan Anda untuk mendapatkan karakter bintang 5 adalah 0,6%. Yup, saya tidak salah ketik. Persentasenya memang di bawah 1%. Hal ini memunculkan pertanyaan: apakah game gacha termasuk judi?

Di Indonesia, belum ada peraturan jelas yang mengatur tentang game gacha atau loot box. Namun, di negara-negara tertentu, seperti di kawasan Eropa, sudah ada negara-negara lain yang mengatur tentang game loot box. Misalnya, pada 2018, Belgia melarang game yang menggunakan mekanisme loot box. Alasannya karena game gacha atau loot box menyerupai judi. Dan, tidak semua orang — apalagi gamer yang masih muda — bisa menahan diri untuk tidak menghabiskan uang saat bermain game loot box atau gacha. Di Jepang, mobile game yang mengandung unsur gacha bahkan mendapatkan kritik karena dianggap mendorong para pemainnya untuk berjudi.

Fire Emblem Heroes, game gacha, menjadi salah satu sumber pemasukan utama divisi mobile Nintendo. | Sumber: Sensor Tower
Fire Emblem Heroes, game gacha, menjadi salah satu sumber pemasukan utama divisi mobile Nintendo. | Sumber: Sensor Tower

Memang, saat ini, belum banyak studi yang membahas tentang kaitan antara bermain game gacha atau loot box dan kemungkinan seseorang untuk berjudi. Namun, berdasarkan studi Video game loot boxes are linked to problem gambling: Results of a large-scale survey, bermain game loot box akan membuat orang yang memang memiliki kecenderungan berjudi untuk menghabiskan uang demi membeli loot box. Selain itu, studi itu juga menunjukkan, semakin tinggi kecenderungan seseorang untuk berjudi, semakin banyak pula uang yang mereka habiskan saat bermain game loot box.

Menariknya, biaya gacha yang rendah justru akan mendorong para gamer — yang memang sudah punya kecenderungan untuk berjudi — untuk menghabiskan uang lebih banyak. Tren serupa dapat ditemukan pada para penjudi. Biasanya, semakin kecil biaya untuk berjudi, semakin banyak taruhan yang seorang penjudi buat. Dalam kasus game gacha, meskipun pada awalnya gamer tidak mengeluarkan uang banyak, di masa depan, ada kemungkinan mereka akan menghabiskan uang lebih banyak, terutama jika mereka sudah “menang” dan merasakan gratifikasi instan dari bermain gacha. Misalnya, mendapatkan item atau karakter yang mereka incar.

Kabar baiknya, jika seorang gamer memang tidak punya kecenderungan berjudi, maka kecil kemungkinan dia akan tergoda untuk menghabiskan uang saat bermain game loot box atau gacha. Selain itu, berdasarkan studi Long-Term Effects of In-Game Purchases and Event Game Mechanics on Young Mobile Social Game Players in Japan, mekanisme game gacha tidak membuat seseorang menjadi kecanduan bermain game. Dan sekalipun mereka bermain game dengan sistem gacha atau loot box, uang yang mereka habiskan biasanya tidak terlalu besar. Anda bisa melihat korelasi antara jumlah uang yang dihabiskan setiap bulan dengan kecenderungan seorang gamer untuk berjudi pada grafik di bawah.

Kaitan antara kecenderungan gamer untuk berjudi dan uang yang dihabiskan untuk membeli loot box. | Sumber: Studi
Kaitan antara kecenderungan gamer untuk berjudi dan uang yang dihabiskan untuk membeli loot box. | Sumber: Studi

 

Kesimpulan

Ketika saya SMP, saya membuat tagihan telpon di rumah melonjak karena bermain game Ragnarok Online setiap hari. Dan jangan tanya berapa banyak uang yang saya habiskan untuk membeli voucher dari game online tersebut. Sampai sekarang pun, saya lebih memilih untuk mengeluarkan uang untuk membeli game atau item di game daripada makeup. Sebagian orang mengaku heran karena saya lebih rela menghabiskan uang untuk item dalam game, sesuatu yang tak berwujud, yang sewaktu-waktu bisa hilang begitu saja jika developer game yang saya mainkan bangkrut.

Tentu saja, saya bisa memberikan penjelasan panjang lebar tentang mengapa gamer mau membeli item dalam game — atau menyodorkan artikel ini. Namun, bagi saya pribadi, jawabannya sederhana: it makes me happy. Sebagian orang senang dengan membeli makeup, sebagian lainnya rela menghabiskan uang berjuta-juta untuk action figure. Sementara bagi gamer, mereka merasa senang ketika bisa bermain game. Dan jika membeli item dalam game bisa membuat pengalaman bermain mereka lebih menyenangkan, hal itu bukan masalah. Tentu saja, asalkan mereka bisa mengatur keuangan mereka dengan baik. Misalnya, tidak menghabiskan biaya kuliah untuk gacha.

ESRB Siapkan Label Khusus untuk Game yang Menawarkan Loot Box atau Sistem Gacha

Loot box, gacha, dua istilah ini kerap menimbulkan kontroversi di industri gaming dalam beberapa tahun terakhir. Sebenarnya tidak ada yang salah dari pembelian dalam game (in-game purchase) menggunakan mata uang nyata, namun itu bisa jadi problem ketika sudah mengarah ke konsep pay-to-win.

Bagi sebagian orang, loot box atau gacha tidak berbeda dari judi. Pemain mengeluarkan uang untuk sesuatu yang tidak pasti atau bersifat acak, dan karena tak kunjung mendapat apa yang diinginkan, pemain pada akhirnya harus terus mengeluarkan biaya ekstra selama bermain.

Berdasarkan studi yang dilakukan badan rating ESRB, yang mengeluhkan sistem loot box ini bukan cuma kalangan orang tua saja, tapi juga para gamer itu sendiri. Pun demikian, keduanya punya perspektif yang agak berbeda.

Dari perspektif orang tua, yang dikhawatirkan biasanya cuma sebatas berapa banyak uang yang anaknya keluarkan selama bermain game. Kalau dari perspektif sang anak, yang dikhawatirkan justru lebih spesifik, yakni apakah pembelian dalam game yang mereka mainkan sifatnya acak atau tidak.

ESRB IGP IRI

Terkait kekhawatiran kalangan orang tua, ESRB sebenarnya sudah punya solusi dalam bentuk label “In-Game Purchases” yang ditambatkan pada game yang memang menawarkan konten ekstra yang dapat dibeli tanpa meninggalkan jendela permainan. Namun untuk kekhawatiran para pemain sendiri, ESRB menilai diperlukan indikator yang lebih spesifik.

Maka mulai hari ini, ESRB sudah menyiapkan label baru bertuliskan “In-Game Purchases (Include Random Items)” pada permainan yang mengadopsi sistem loot box atau gacha. Tujuannya adalah supaya para pemain bisa sadar akan sifat acak pada konten ekstra yang bisa dibeli dalam game sebelum mereka terlanjur mengeluarkan uang.

Mengapa “Random Items” dan bukan “Loot Box” begitu saja? Karena ESRB menilai tidak semua orang paham makna dari kata loot box, dan lagi label baru ini mereka maksudkan untuk semua bentuk in-game purchase yang sifatnya acak, entah itu cover card pack, prize wheel, dan lain sejenisnya.

Sumber: ESRB via Games Industry.