Lesunya Twitch di Indonesia: Harga Paket Data Tentukan Segalanya

Sekarang, bermain game tidak lagi menjadi hobi bagi segelintir orang. Faktanya, orang-orang tak hanya suka bermain game, tapi juga menonton orang lain bermain game. Karena itulah, industri esports dan game streaming bisa tumbuh pesat. Hal ini menarik banyak perusahaan untuk masuk ke industri game streaming. Namun, pasar game streaming tetap dikuasai beberapa pemain besar, seperti Twitch, YouTube, dan Facebook.

Di level global, Twitch masih menjadi platform game streaming nomor satu. Hanya saja, platform game streaming milik Amazon itu justru tidak terlalu dikenal di Indonesia. Riset dari DSResearch pada akhir 2019 menunjukkan, Twitch justru menjadi platform game streaming paling tidak populer di Tanah Air. Di Indonesia, YouTube merupakan platform game streaming terpopuler, diikuti oleh Facebook dan NimoTV.

Lalu, kenapa Twitch tidak populer di Indonesia?

 

Keadaan Industri Game Streaming 

Selama pandemi, industri game menjadi salah satu industri yang justru mengalami pertumbuhan. Pasalnya, orang-orang yang tidak bisa pergi keluar rumah menghabiskan banyak waktunya bermain game atau menonton konten game. Pada 2020, jumlah penonton live streaming konten game naik dua kali lipat jia dibandingkan dengan pada 2019. Sepanjang 2020, total hours watched dari konten game adalah 12 miliar, sementara total hours streamed mencapai 916 juta jam, menurut data StreamLab.

Total hours watched dari Twitch, Facebook Gaming, dan YouTube Gaming. | Sumber: StreamLab
Total hours watched dari Twitch, Facebook Gaming, dan YouTube Gaming. | Sumber: StreamLab

Pada Q2 2020, Twitch memecahkan rekor total hours watched. Untuk pertama kalinya, total hours watched mereka mencapai 5 miliar juta jam. Pada Q4 2020, mereka kembali memecahkan rekor ini. Di kuartal akhir 2020, total hours watched Twitch mencapai 5,44 miliar jam. Hal ini berarti, Twitch memberikan kontribusi 65,8% dari total hours watched di industri game streaming. Sebagai perbandingan, YouTube menyumbangkan 23,3% atau sekitar 1,9 miliar jam dan Facebook memberikan 901,1 juta jam atau sekitar 10,9%.

Selain total hours watched, Twitch juga unggul dari segi hours streamed (total durasi konten yang disiarkan oleh para streamers). Pada Q4 2020, semua streamers di Twitch menyiarkan 230,5 juta jam konten. Sementara di Facebook, angka ini hanya mencapai 14,5 juta jam dan di YouTube Gaming, hanya 10,4 juta jam. Hal ini tidak aneh, mengingat fungsi utama Twitch memang sebagai platform game streaming. Sementara Facebook merupakan media sosial yang juga menawarkan fitur game streaming dan YouTube lebih fokus pada konten yang tidak live.

Jumlah streamers di Twitch dari 2018 sampai 2021. | Sumber: Statista
Jumlah streamers di Twitch dari 2018 sampai 2021. | Sumber: Statista

Pada tahun lalu, jumlah streamers di Twitch juga naik drastis, seperti yang bisa Anda lihat pada gambar di atas. Pada puncaknya, jumlah streamers di Twitch mencapai 9,89 juta orang, menurut data dari Statista. Namun, pada Februari 2021, jumlah streamers di Twitch sempat turun menjadi 9,52 juta orang. Kabar baiknya, data dari Twitch Tracker menunjukkan bahwa jumlah streamers di Twitch kembali naik pada Maret 2021, menjadi 9,6 juta orang. Dalam seminggu terakhir, Just Chatting masih menjadi kategori paling populer. Posisi kedua diduduki oleh Grand Theft Auto V, diikuti oleh League of Legends, Fortnite, dan Call of Duty: Warzone.

Sebagai perbandingan, YouTube mengungkap bahwa pada 2020, jumlah active gaming channels di platform mereka mencapai 40 juta channels. Sementara total hours watched dari konten game di YouTube mencapai 100 miliar jam dan total hours watched dari live streaming konten game naik menjadi 10 miliar jam. Menariknya, game-game yang populer di YouTube agak berbeda dari game yang populer di Twitch.

Berikut daftar 5 game yang populer di YouTube:

  • Minecraft – 201 miliar views
  • Roblox – 75 miliar views
  • Free Fire – 72 miliar views
  • Grand Theft Auto V – 70 miliar views
  • Fortnite – 67 miliar views

Apa Kata Para Streamers?

Untuk mengetahui pendapat para streamers/kreator konten akan Twitch dan industri game streaming secara umum, Hybrid mewawancara beberapa orang. Salah satunya adalah Cindy “Cimon” Monika, yang mulai melakukan streaming karena tugasnya sebagai brand ambassador. Perempuan yang akrab dipanggil Cimon ini memilih YouTube sebagai platform utamanya. Dia menjelaskan, alasannya memilih YouTube adalah karena dia merasa, YouTube memang platform yang dibuat sebagai wadah konten video, termasuk konten gaming. Selain itu, dia percaya, audiens game streaming di YouTube lebih besar dari platform streaming lainnya.

“Dan YouTube sudah umum, Anda tidak perlu download aplikasi atau pergi ke link tertentu untuk menonton,” ujar Cimon saat dihubungi oleh Hybrid melalui pesan singkat. “Karena biasanya, orang cukup malas ya untuk download aplikasi baru untuk menonton.” Dia bercerita, dia sempat menggunakan Twitch, walau tidak lama. Dia merasa, Twitch adalah platform yang cocok untuk digunakan bagi streamers yang memang menargetkan penonton dari negara-negara Barat. “Twitch juga punya ‘hiasan’, yang membuat streamer layaknya sebuah ‘profesi’, seperti overlay dan lain-lain,” ujarnya. Meskipun begitu, saat ini, fitur seperti overlay juga sudah bisa ditemukan di platform streaming lain, termasuk YouTube.

Lain halnya dengan Clara Vauxhall alias Iris, yang lebih memilih untuk melakukan streaming di Twitch. Dia bahkan sudah masuk ke dalam program Twitch Affiliate. Pada dasarnya, seseorang yang sudah menjadi Twitch Affiliate dapat memonetisasi channel-nya dengan menawarkan langganan, Bits, dan penjualan game atau item dalam game. Ketika dihubungi oleh Hybrid, Clara mengungkap, alasannya untuk melakukan streaming di Twitch adalah karena dia memang menargetkan audiens di luar Indonesia.

“Saya memilih Twitch karena penontonnya lebih didominasi oleh orang luar negeri, yang membuat saya lebih nyaman dibandingkan dengan penonton dalam negeri,” ujar Clara. “Viewers YouTube biasanya didominasi oleh orang dalam negeri, sering lebih keras kepala dan kurang lenient jika dibandingkan dengan penonton Twitch.”

Selain itu, Clara memutuskan untuk tidak mengincar audiens lokal karena tidak ingin terlibat konflik internal dalam komunitas, yang bisa memicu drama. Meskipun begitu, hal itu bukan berarti dia mengacuhkan audiens lokal sama sekali. “Kalau saya prbadi, saya mencoba untuk menyeimbangkan penonton dari dalam dan luar negeri, meski penonton yang dari dalam negeri lebih sedikit jika dibandingkan dengan yang luar negeri,” katanya.

Clara bercerita, alasan lain dia memilih Twitch adalah karena desain tampilannya yang sesuai dengan seleranya. Dia juga cukup senang dengan keberadaan sistem Channel Points, yang mendorong audiens untuk menonton lebih lama. Pada dasarnya, dengan sistem Channel Points, seorang penonton akan mendapatkan poin berdasarkan pada durasi dia menonton. Poin ini bisa digunakan oleh penonton untuk meminta sang streamer melakukan sesuatu, seperti menyanyi. “Tapi, permintaan yang bisa diminta oleh penonton juga tergantung masing-masing streamer. Para streamers sendiri yang menentukan apa saja yang bisa di-redeem,” ujarnya. “Menurutku, hal ini bisa mendorong interaksi audiens dengan sang streamer.”

Contoh sistem Channel Points di Twitch.
Contoh sistem Channel Points di Twitch.

Tentu saja, selama melakukan streaming di Twitch, Clara juga menemui masalah. Salah satunya adalah Terms of Service yang lebih ketat. “Kata-kata yang sebenarnya tidak mengandung SARA, seperti simp dan virgin, tidak boleh digunakan di Twitch,” katanya. Masalah lain yang kerap dia hadapi adalah ping yang besar ketika dia berkolaborasi dengan streamer lain dari luar Indonesia. “Ketika hendak melakukan kolaborasi dengan streamer lain, karena target audiensnya luar negeri, ada beberapa masalah vital, seperti latensi ping, zona waktu, dan lain sebagainya,” ungkapnya. “Dalam hal ini, memiliki audiens dalam negeri lebih menguntungkan.”

Platform game streaming tidak hanya digunakan oleh para individu yang ingin beken di kalangan para gamers, tapi juga perusahaan yang berkutat di bidang game dan esports. Salah satunya adalah RevivalTV. Sama seperti Cimon, YouTube menjadi platform pilihan RevivalTV. Hanya saja, mereka juga aktif di Nimo TV, merek di bawah HUYA, platform game streaming asal Tiongkok. Chief Growth Officer, RevivalTV, Irliansyah Wijanarko Saputra menjelaskan alasan utama mengapa RevivalTV memilih kedua platform ini adalah karena komunitas gaming dan esports memang sudah tumbuh besar di kedua platform tersebut.

The community is there and we’re part of it,” ujar Irli sambil tersenyum. Dia menyebutkan, dua game yang komunitasnya besar di YouTube dan Nimo TV adalah Mobile Legends dan PUBG Mobile. Dia mengungkap, YouTube dan Nimo TV merupakan tempat berkumpul bagi komunitas game dan esports, petinggi perusahaan esports, serta Key Opinion Leaders (KOL). Hal ini menjadi salah satu kelebihan dari kedua platform tersebut

Ketika ditanya tentang faktor yang menentukan sukses atau tidaknya sebuah platform streaming game di Indonesia, dia menjawab, “Tongkrongan/komunitas/main sama siapa. Benefits ke streamer-nya apa dan kedekatan dengan streamer mereka.” Lebih lanjut, dia menjelaskan kenapa Nimo TV lebih diterima daripada Twitch.

“Twitch itu produk barat dan Nimo produk timur. Approach orang-orang di belakang Twitch dan Nimo juga berbeda jauh,” ujar Irli. “Twitch pasif. Mereka tidak berikan benefit lain selain fakta bahwa platform mereka memang sudah bagus. Produk timur, termasuk Nimo, mereka turun ke grassroot, growing bareng komunitasnya. Selain itu, Twitch juga terlambat untuk beradaptasi. Pada 2016-2017, mereka tidak punya saingan, tapi mereka tidak buka server di SEA, sehingga nge-lag. Their loss.”

 

Biaya Menonton Twitch vs YouTube Secara Live

Lag menjadi salah satu kekhawatiran netizen Indonesia saat hendak menonton Twitch. Untuk mengetahui apakah kekhawatiran ini nyata, saya mencatat kecepatan data downstream saat menonton Twitch di laptop. Setelah itu, saya membandingkannya dengan kecepatan downstream saat menonton YouTube. Ketika saya menonton video 720p secara live di Twitch, kecepatan download ada di kisaran 1,1 Mbps sampai 3,2 Mbps, dengan kecepatan rata-rata 2,5 Mbps.

Jika dibandingkan, keceptan downstream saat saya menonton video dengan resolusi yang sama di YouTube jauh lebih fluktuatif. Kecepatan terendah ada di 8 kbps sementara kecepatan tertinggi mencapai di 16,4 Mbps. Sementara kecepatan data downstream rata-rata adalah 3,4 Mbps. Hal ini menunjukkan, Anda tidak memerlukan koneksi yang lebih cepat untuk bisa menonton Twitch.

Selain di laptop, saya juga melakukan pengujian yang sama di smartphone. Saat menonton video 720p di Twitch, kecepatan terendah ada di 360 kbps dan kecepatan tertinggi pada 1,1 Mbps. Sementara kecepatan data downstream rata-rata adalah 790 kbps. Sebagai perbandingan, saat saya menonton YouTube, kecepatan terendah ada di 133 kbps dan kecepatan tertinggi 367 kbps, dengan kecepatan download rata-rata 307 kbps. Artinya, di mobile, YouTube memerlukan kecepatan yang lebih rendah daripada Twitch.

Masing-masing operator biasanya punya paket khusus untuk media sosial dan YouTube.
Masing-masing operator biasanya punya paket khusus untuk media sosial dan YouTube.

Saat membahas soal sumber pemasukan streamers, saya juga pernah bertanya pada Fandra “Octoramonth” Octo alasan mengapa Twitch tidak populer di Indonesia. Menurutnya, tidak adanya paket khusus untuk menonton Twitch menjadi salah satu alasannya mengapa Twitch kurang populer di Indonesia. Dan memang, saat saya memeriksa daftar paket internet yang ditawarkan oleh Telkomsel, saya menemukan “paket ketengan” untuk YouTube, Facebook, dan bahkan Instagram, tapi tidak ada paket khusus untuk Twitch.

Pertanyaannya, apa ketiadaan paket khusus untuk Twitch memberikan dampak besar? Mari kita menghitung berapa banyak uang yang harus Anda keluarkan untuk menonton konten di YouTube menggunakan paket khusus dan di Twitch tanpa paket apapun.

Untuk menonton video 720p selama 1 jam, Anda membutuhkan sekitar 1,6GB data. Mengingat Twitch tidak punya paket data khusus, saya akan menggunakan harga paket data biasa dari Telkomsel. Salah satu paket yang Telkomsel sediakan adalah paket OMG. Dengan paket ini, Anda bisa mendapatkan 27GB selama sebulan dengan harga Rp152 ribu. Hal itu berarti, 1GB dihargai Rp4,7 ribu. Dan jika Anda menonton video 720p selama 1 jam, berarti Anda akan mengeluarkan biaya sekitar Rp7,5 ribu.

Sekarang, mari beralih ke biaya yang diperlukan untuk menonton YouTube dengan paket khusus. Telkomsel menyediakan “paket ketengan YouTube”. Anda bisa menonton YouTube sepuasnya selama seminggu hanya dengan Rp15,2 ribu. Dengan asumsi Anda harus bekerja atau mengerjakan tugas sekolah kuliah, Anda hanya bisa menyisihkan waktu sekitar 4 jam setiap hari untuk menonton YouTube — yang berarti Anda bisa menonton 28 jam konten selama seminggu. Jadi, biaya yang harus Anda keluarkan untuk menonton video YouTube selama 1 jam adalah Rp15,2 ribu dibagi 28 jam, yaitu Rp542.

Jika Anda adalah orang yang sibuk dan hanya bisa menonton video di YouTube selama 2 jam setiap hari, berarti uang yang harus Anda keluarkan untuk menonton 1 jam konten adalah Rp1,1 ribu. Ilustrasi di atas membuktikan, tanpa paket khusus, biaya untuk menonton Twitch memang jauh lebih mahal jika dibandingkan dengan biaya untuk menonton YouTube.

 

Kesimpulan

Sekilas, Twitch, YouTube Gaming, dan Facebook Gaming menawarkan hal yang sama, yaitu platform streaming untuk para kreator konten game. Meskipun begitu, ketiganya sebenarnya punya produk utama yang berbeda-beda. Pada awalnya, YouTube dibuat sebagai wadah untuk mengunggah video yang sudah direkam. Sementara Facebook sejatinya merupakan media sosial. Dan Twitch, sejak awal, platform ini memang dibuat sebagai platform game streaming.

Sebagai salah satu pioneer di ranah game streaming, tidak heran jika Twitch mendominasi. Sampai saat ini, Twitch juga masih menjadi platform game streaming nomor satu secara global. Salah satu keunggulan Twitch adalah ia kaya akan fitur. Contohnya, fitur Channel Points. Selain itu, Twitch juga mendukung fitur khusus untuk game-game populer, seperti Live Tracker untuk League of Legends. Sayangnya, fitur khusus tersebut biasanya hanya tersedia untuk game PC. Sementara di Indonesia dan Asia Tenggara, mobile game justru jadi populer. Jadi, tidak heran jika tidak banyak streamers Indonesia yang tertarik untuk menggunakan Twitch.

Alasan lain mengapa Twitch kurang populer adalah karena mereka cenderung pasif. Sejauh ini, mereka tidak menjalin kerja sama apapun dengan operator telekomunikasi. Jadi, tidak ada paket khusus untuk menonton Twitch, yang bisa menekan biaya data yang digunakan para penonton. Di Tanah Air Tercinta, yang orang-orangnya masih sering berbagi berita tanpa membaca isinya karena keterbatasan kuota, saya rasa, besar kuota yang diperlukan untuk menonton sebuah konten adalah masalah penting.

Darimana Sumber Pendapatan Streamer Game?

Beberapa tahun belakangan, industri esports tumbuh pesat. Ke depan, industri esports diperkirakan masih akan tumbuh. Tahun ini, nilai industri esports bahkan diperkirakan akan mencapai US$1 miliar. Salah satu alasan di balik pertumbuhan esports adalah karena competitive gaming diprediksi akan menjadi hiburan next-gen.

Turnamen dan atlet esports tentunya memegang peran kunci dalam dunia competitive gaming. Namun, streamer atau kreator konten juga memiliki peran yang tak kalah penting. Buktinya, ada organisasi esports besar punya divisi khusus untuk kreator konten, sebut saja EVOS Esports atau FaZe Clan.

Namun, seorang streamer game tak melulu terikat kontrak dengan organisasi esports. Ada juga streamer yang memilih untuk membuat personal brand mereka. Dan jangan salah, jika sukses, para streamer mandiri ini juga bisa mendulang banyak uang. Misalnya, Michael “Shroud” Grzesiek, streamer yang pernah menjadi pemain Counter-Strike: Global Offensive profesional di Cloud9, diperkirakan memiliki kekayaan sebesar US$8-12 juta.

Pertanyaannya, penghasilan para streamer game ini sebenarnya berasal darimana?

Sistem Monetisasi Twitch

Sebelum Anda protes kenapa saya membahas soal Twitch di sini — “Di Indonesia, Twitch kan nggak populer!” — saya akan memberikan justifikasi mengapa saya merasa perlu membahas sistem monetisasi di Twitch. Alasannya sederhana: karena Twitch masih menjadi platform streaming game nomor satu di dunia. Jangan salah, platform streaming game lain — seperti Facebook Gaming dan YouTube Gaming — juga tumbuh pesat, khususnya selama pandemi. Namun, saat ini, Twitch masih mendominasi pasar platform streaming game.

Twitch menawarkan beberapa metode monetisasi bagi para streamer-nya. Salah satunya adalah Cheer. Seperti namanya, Cheer memungkinkan penonton untuk menyemangati streamer saat siaran tengah berlangsung. Dan cara terbaik untuk menyemangati seseorang itu dengan memberinya uang, kan? Namun, melakukan Cheer tidak gratis. Anda akan menggunakan mata uang virtual bernama Bits. Anda bisa mendapatkan Bits dengan menonton iklan atau membelinya langsung ke Twitch. Satu Bit bernilai satu cent dollar. Jumlah minimal Bits yang bisa Anda beli adalah 100 Bits.

Melakukan Cheer sangat mudah. Anda cukup mengklik tombol Cheer — yang terletak di kolom chat — dan menentukan jumlah Bits yang hendak Anda berikan pada sang streamer. Saat Anda memberikan Cheer, akan muncul animasi pada kolom chat streamer. Semakin banyak Bits yang Anda berikan, semakin kompleks juga animasi yang muncul.

Tak hanya itu, seorang streamer juga bisa memasang leaderboard untuk menunjukkan fans yang memberikan Bits paling banyak. Tujuannya? Agar para fans yang ingin di-notice oleh senpai streamer favoritnya bisa memberikan donasi Bits sebanyak-banyaknya. Namun, fungsi Cheer bersifat opsional. Jadi, seorang streamer boleh memilih untuk tidak menggunakan fitur Cheer di Twitch.

Semakin besar Bits yang Anda donasikan, semakin kompleks animasinya.
Semakin besar Bits yang Anda donasikan, semakin kompleks animasinya.

Selain Cheer, Twitch juga memiliki sistem donasi. Misalnya, Anda menyukai seorang streamer dan ingin menunjukkan dukungan lebih padanya, Anda bisa memberikan donasi. Namun, proses memberikan donasi tidak semudah melakukan Cheer. Untuk melakukan Cheer, Anda cukup menekan tombol Cheer saat Anda menonton seseorang melakukan streaming. Sementara untuk melakukan donasi, Anda harus masuk ke halaman Profile sang streamer. Anda akan menemukan tombol donasi pada bagian About. Sama seperti Cheer, seorang streamer bisa memutuskan untuk tidak membuka donasi.

Besar donasi yang bisa Anda berikan pada seorang streamer beragam, tergantung pada rentang donasi yang ditentukan oleh streamer itu sendiri. Biasanya, semakin populer seorang streamer. semakin besar pula angka donasi yang bisa Anda berikan. Misalnya, rentang donasi untuk Shroud — yang punya pengikut di Twitch sebanyak 7,7 juta orang — adalah US$5 sampai US$50. Sementara Imane “Pokimane” Anys — dengan jumlah pengikut 5,4 juta orang — memiliki rentang donasi dari US$2 sampai US$20.

Halaman donasi Pokimane.
Halaman donasi Pokimane.

Kabar baiknya, jika Anda ingin memberikan donasi pada streamer di Twitch, platform streaming game tersebut kini tidak hanya menerima metode pembayaran berupa kartu debit atau kartu kredit, yang jumlah penggunanya di Indonesia sangat sedikit. Untuk melakukan donasi atau membeli Bits di Twitch, Anda juga bisa menggunakan metode pembayaran lokal, seperti GoPay, OVO, atau bahkan Indomaret.

Jika Anda sangat, sangat, sangat suka pada seorang streamer, Anda bisa berlangganan pada channel mereka. Pada Twitch, fungsi subscription atau berlangganan agak berbeda dari platform streaming lain, seperti YouTube. Untuk berlangganan pada sebuah channel di Twitch, Anda harus membayar US$4.99. Tentu saja, ada beberapa fitur khusus yang bisa Anda dapatkan setelah berlangganan, seperti bebas iklan atau emote spesial yang hanya bisa digunakan oleh subscriber.

Seorang streamer juga bisa mengatur channel-nya sedemikian rupa sehingga hanya subscriber yang bisa berkomentar di chat. Terkadang, streamer juga membuat server Discord khusus untuk subscriber mereka. Tujuannya, agar orang-orang yang berlangganan bisa berinteraksi dengan satu sama lain dan dengan sang streamer di luar jadwal siaran. Pada akhirnya, semua ini bertujuan untuk mengeratkan hubungan para subscriber dengan seorang streamer dan menciptakan komunitas di kalangan pelanggan channel. Hal tersebut juga akan mendorong para penonton untuk menjadi subscriber.

Tombol donasi dapat ditemukan pada bagian About di Profile streamer.
Tombol donasi dapat ditemukan pada bagian About di Profile streamer.

Biaya berlangganan di sebuah channel Twitch adalah US$4.99. Namun, tidak semua uang tersebut mengalir ke tangan streameer. Biasanya, Twitch mengambil potongan 50 persen. Namun, jika seorang streamer memiliki banyak penggemar, mereka bisa mendapatkan potongan yang lebih besar, sampai lebih dari 70 persen dari total biaya berlangganan yang mereka dapatkan.

Opsi monetisasi terakhir yang ditawarkan oleh Twitch adalah iklan. Seorang streamer bisa menayangkan iklan ketika mereka melakukan siaran dan dia akan mendapatkan kompensasi tergantung pada jumlah penonton yang melihat iklan tersebut. Secara teori, seorang streamer bisa memasang iklan sebanyak-banyaknya. Namun, jika streamer terlalu rakus dan memasang terlalu banyak iklan, hal ini justru bisa membuat para fans merasa ilfeel.

 

Streaming Game di Indonesia

Twitch boleh menjadi raja di pasar global. Namun, di Indonesia, platform streaming game milik Amazon itu bukanlah pilihan utama bagi orang-orang yang hendak menonton konten game atau esports. Sebenarnya, hal ini tidak aneh, mengingat Indonesia memang bukan salah satu target pasar utama Twitch.

Untuk mengetahui alasan mengapa Twitch kurang populer di Tanah Air, saya lalu menanyakan pendapat beberapa streamer. Salah satunya Fandra “Octoramonth” Octo. Dia mengatakan, salah satu alasan mengapa Twitch tidak populer di Indonesia adalah karena Twitch berat.

“Selain itu, Twitch belum didukung oleh provider seluler untuk paket nonton gratis atau bonus kuota. Sementara YouTube dan Facebook, sudah ada banyak provider yang menawarkan gratis menonton,” kata Fandra ketika dihubungi melalui pesan singkat.

Fandra telah menjadi streamer sejak September 2016. Dia bercerita, pada awalnya, dia tertarik untuk membuat streaming hanyalah karena teman-temannya juga melakukan streaming di YouTube. Dia mengaku, pada mulanya, streaming tidak lebih dari sekedar hobi. Namun, sekarang, dia telah mendapatkan kontrak dengan Facebook Gaming sebagai streamer resmi.

Sementara itu, menurut Cindy “Cimon” Monika, yang tertarik dengan dunia streaming game karena tugasnya sebagai brand ambassador, penggunaan bahasa asing merupakan salah satu masalah mengapa Twitch kurang populer di Indonesia. “Soal pemahaman bahasa Inggris atau penggunaan bahasa Inggris untuk bercakap-cakap, warga Indonesia masih kurang jika dibandingkan dengan negara tetangga,” ujar Cindy dalam wawancara di Hybrid Talk.

Menurut Cindy, meskipun banyak orang Indonesia yang menonton streamer game di Twitch, kemungkinan, mereka hanya menonton dan mendengarkan tapi tidak berinteraksi dengan sang streamer atau fans lain. Dia menduga, kemungkinannya adalah karena penonton Indonesia tidak terlalu percaya diri atau merasa kurang menguasai bahasa Inggris. “Dan karena para penonton Indonesia ingin berinteraksi dengan para streamer, mereka lalu pergi menonton streamer yang menggunakan bahasa Indonesia di YouTube atau Facebook,” ungkapnya.

Lalu, jika tidak menggunakan Twitch, bagaimana streamer Indonesia mendapatkan uang? Sebagai streamer resmi Facebook Gaming, Fandra menerima bayaran secara rutin, sama seperti pekerja kantoran. Namun, sebelum menjadi streamer resmi, dia mengatakan, sumber pemasukannya sebagai streamer adalah dari “saweran penonton”. Dia juga mengungkap, YouTube dan Facebook kini menawarkan opsi monetisasi subscription dan donasi, sama seperti Twitch.

Memang, Facebook Gaming menawarkan metode monetisasi yang mirip dengan Twitch. Salah satu opsi monetisasi di Facebook Gaming adalah memasang iklan. Selain itu, penonton Facebook Gaming juga bisa memberikan tip pada streamer dalam bentuk Star, serupa Bits di Twitch. Terakhir, Facebook Gaming juga sudah menawarkan fitur Fan Support, yang memiliki fungsi sama seperti fitur Subscribe pada Twitch.

Data viewership Facebook Gaming per April 2020.
Data viewership Facebook Gaming per April 2020.

Selama pandemi, viewership Facebook Gaming di Indonesia juga tumbuh pesat. Per April 2020, viewership Facebook Gaming naik 210 persen dari tahun lalu. Tak hanya itu, para penonton di Indonesia juga cukup dermawan dalam memberikan Star. Facebook mengungkap, per April 2020, telah ada 5,6 juta Stars yang diberikan pada para streamer di platform mereka.

Sayangnya, sama seperti menjadi atlet esports, menjadi seorang streamer game tidak semudah yang dibayangkan. Ada berbagai masalah yang harus mereka hadapi. Menurut Fandra, salah satu tantangan menjadi streamer adalah hate comment dari para penonton.

“Tapi, kalau menjalani streaming tanpa beban, feedback apapun bakal jadi fun,” ujar Fandra. Masalah lain yang dia hadapi saat dia belum lama menjadi streamer adalah membangun personal brand-nya agar dia bisa eksis di dunia maya. Untuk itu, dia harus menemukan karakter yang hendak dia tunjukkan pada para fans. Memang, untuk menjadi streamer, seseorang tak hanya memerlukan perlengkapan yang memadai, tapi juga personalitas yang menarik.

 

Penutup

Industri esports kini tengah tumbuh pesat. Pasalnya, esports diduga akan menjadi hiburan di masa depan bagi generasi milenial dan gen Z. Karena itu, para kreator konten atau streamer game memiliki peran penting dalam mengembangkan industri esports. Seorang streamer bisa bernaung di bawah organisasi esports. Namun, mereka juga bisa menjadi streamer mandiri.

Untungnya, berbagai platform streaming game, seperti Twitch dan Facebook Gaming, telah menawarkan metode monetisasi yang beragam, mulai dari donasi sampai subscription. Dengan begitu, para streamer dapat memilih sistem monetisasi yang sesuai dengan kebutuhan mereka.

Buat Anda yang bertanya kenapa tidak ada pembahasan soal sumber pendapatan konten kreator tapi bukan streamer (yang merekam kontennya dan mengunggahnya; yang biasanya lebih banyak ditemukan di Indonesia), mungkin lain kali kita akan membahasnya lebih spesifik soal itu.

Sumber: The Esports Observer

Sumber header: MSI

Twitch Tanda Tangani Kontrak Eksklusif dengan DrLupo, LIRIK, dan TimTheTatman

Twitch menandatangani kontrak eksklusif dengan tiga streamer ternama, yaitu Ben “DrLupo” Lupo, Saqib “LIRIK” Zahid, dan Timothy “TimTheTatman” Betar. Melalui perjanjian ini, ketiga streamer tersebut akan melakukan streaming eksklusif di Twitch selama beberapa tahun ke depan. Sayangnya, tidak diketahui berapa nilai dari kontrak eksklusif ini.  Konsultan esports Rod Breslau memperkirakan, kontrak ini bernilai jutaan dollar per tahunnya.

Satu hal yang pasti, kontrak tersebut akan membantu Twitch untuk mempertahankan posisi mereka sebagai platform live streaming terpopuler. Lupo dan Betar telah menyiarkan konten di Twitch sejak 2012, sementara Zahid mulai melakukan streaming pada 2011. Secara total, ketiganya memiliki lebih dari 10 juta pengikut di Twitch. Menurut laporan The Washington Post, selama menjadi streamer di Twitch, ketiga streamer ini telah mendapatkan 550 juta view di Twitch.

“Kami senang karena DrLupo, LIRIK, dan TimTheTatman akan tetap setia pada Twitch,” kata Mike Aragon, Senior VP of Content and Partnerships, Twitch, menurut laporan The Verge. “Mereka adalah pemain dan rekan yang hebat, dan masing-masing dari mereka memiliki gaya streaming yang unik yang benar-benar disukai oleh para fans mereka. Sejauh ini, mereka telah mendapatkan berbagai pencapaian, dan kami senang dapat bekerja sama dengan mereka sehingga mereka bisa melanjutkan kesuksesan mereka di masa depan.”

DrLupo, TimTheTatman, Ninja, dan CouRage. | Sumber: Twitter
DrLupo, TimTheTatman, Ninja, dan CouRage. | Sumber: Twitter

Sebelum kabar ini diumumkan, para penonton Betar sempat bercanda bahwa dia akan pindah ke Mixer. Tampaknya, Twitch menyadari bahwa  menjadi platform streaming terbesar tak menjami para streamer akan setia pada mereka. Dengan menjalin kerja sama jangka panjang, Twitch bisa memastikan beberapa top streamer mereka tak berpindah ke platform lain.

Sebelum ini, ada beberapa streamer yang menjadi populer di Twitch sebelum pindah ke platform streaming lain. Misalnya, Tyler “Ninja” Blevins dan Michael “Shroud” Grzesiek yang pindah ke Mixer, platform streaming milik Microsoft, Jack “CouRage” Dunlop yang mendapatkan kontrak eksklusif dengan YouTube Gaming, atau Gonzalo “ZeRo” Barrios yang pindah ke Facebook Gaming. Grzesiek mengaku bahwa jumlah penontonnya sekarang tak sebanyak ketika dia masih ada di Twitch, tapi dia tidak menyesali keputusannya karena dia merasa, komunitas Mixer lebih baik dari penonton di Twitch.

Seiring dengan semakin populernya esports, persaingan antara platform streaming juga semakin ketat. Dan Microsoft memiliki alasan tersendiri mengapa mereka berkeras untuk bertahan di industri gaming dan esports. Kabar baik untuk para streamer, kini mereka dapat memilih layanan streaming yang mereka gunakan.

Atlet Esports Pensiun di Usia Muda, Lalu Apa?

Batas usia pensiun BPJS Ketenagakerjaan adalah 57 tahun. Atlet olahraga, seperti pemain sepak bola, biasanya dapat pensiun pada umur yang jauh lebih mudah. Menurut Profesional Footballers’ Association (FPA), rata-rata, para pemain sepak bola pensium ketika mereka berumur 35 tahun. Umur pensiun para atlet esports biasanya lebih muda dari pemain sepak bola. Memulai karir ketika umur masih di bawah 20 tahun, pemain profesional bisa mengundurkan diri ketika mereka masih berumur 20-an tahun.

Ialah Michael “Shroud” Grzesiek, mantan pemain profesional Counter-Strike: Global Offensive, yang kini menjadi streamer. Dia memulai karirnya pada 2014 ketika dia masih berumur 19 tahun. Bersama dengan Cloud9, dia berhasil menjadi juara dua di ESL One Cologne 2017 dan menjadi juara pertama ESL Pro League Season 4 pada 2016. Meskipun karirnya terbilang sukses, dia memutuskan untuk mengundurkan diri pada 2018, saat dia masih berumur 23 tahun. Kepada The Hollywood Reporter, Grzesiek mengatakan, dia sering harus berpergian ke berbagai kota dan negara ketika dia masih aktif sebagai atlet esports. Saat itu, dia merasa tidak keberatan. Namun, sekarang, dia mengaku tak lagi ingin melakukan itu.

Setelah mengundurkan diri sebagai pemain profesional, Grzesiek memutuskan untuk menjadi streamer. Sejak itu, dia sukses menjadi salah satu streamer paling terkenal dengan lebih dari 6,9 juta pengikut di Twitch. Tidak hanya itu, dia juga sukses mendapatkan kontrak sponsorship dengan Postmates dan Madrinas Coffee. Dia mengaku, dia tidak akan bisa sesukses sekarang sebagai streamer jika dia tak pernah bergabung dengan Cloud9. Namun, dia baru bisa sukses sebagai streamer setelah dia memutuskan untuk berhenti bekerja sebagai pemain profesional karena sukses menjadi streamer memang bukanlah hal yang mudah.

Sumber: Twitter
Setelah mengundurkan diri, Shroud memutuskan untuk jadi streamer. Sumber: Twitter

“Seseorang yang bekerja sebagai streamer full-time harus berinteraksi dengan fans mereka setiap hari,” kata Head of Esports, United Talent Agency, Damon Lau, seperti dikutip dari THR. “Setiap para pemain esports pasti tahu bahwa menjadi streamer adalah karir alternatif yang bisa mereka ambil. Namun, terkadang, langkah untuk menjadi streamer membingungkan.” Untuk bisa menjadikan streamer sebagai pekerjaan utama, seseorang harus dapat membangun audiens mereka. Bagi pemain profesional, mereka harus melakukan itu sebelum mereka berhenti menjadi atlet esports. Itu artinya, mereka harus dapat menyeimbangkan jadwal latihan wajib bersama dengan tim dan waktu untuk membuat konten.

Jadwal latihan untuk masing-masing tim memang berbeda-beda. Bagi tim esports besar seperti divisi League of Legends 100 Thieves, berlatih enam sampai delapan jam sehari selama lima hari dalam seminggu adalah hal yang wajar. Sementara pada akhir pekan, terkadang para pemain profesional harus berlaga dalam pertandingan. Ini membuat waktu luang para pemain profesional semakin terbatas. “Mereka harus bisa menyeimbangkan waktu, fokus pada kompetisi dan pada saat yang sama, membangun popularitas mereka sendiri,” kata Brice Paccento, Co-founder Bad Moon Talent, badan agensi esports yang baru didirikan. Pria berumur 22 tahun itu memutuskan untuk menjadi pelatih setelah berhenti sebagai pemain profesional.

Pemain 100 Thieves, Bae “Bang” Jun-sik and Zaqueri “Aphromoo” Black| Sumber: Riot Games via The Verge
Pemain 100 Thieves, Bae “Bang” Jun-sik and Zaqueri “Aphromoo” Black| Sumber: Riot Games via The Verge

Lalu, bagaimana dengan tim esports profesional? Apakah mereka mengizinkan para pemainnya menjadi kreator konten? Jacob Toft-Andersen, VP Esports, 100 Thieves mengatakan bahwa pihak manajemen tim tidak keberatan jika para pemain juga membuat konten sebagai streamer. “Kami tidak memaksakan pemain kami untuk melakukan streaming, tapi kami mendorong mereka untuk melakukan itu dan mencoba untuk mengedukasi mereka tentang cara untuk membangun personal brand dan menempatkan diri mereka untuk karir di masa depan,” ujarnya. Selain menjadi streamer, opsi karir lain bagi pemain esports adalah menjadi analis di ESPN atau channel khusus game dan esports seperti VENN, yang baru akan diluncurkan pada tahun depan.

Umur atlet esports memang tidak panjang. Hal ini juga diakui oleh CEO RRQ, Andrian Pauline. Menurutnya, karir pemain profesional biasanya tak lebih dari tiga sampai empat tahun. Karena itu, dia menyebutkan, penting bagi tim esports untuk membuat siklus regenerasi yang baik. Setelah selesai berkarir sebagai atlet esports, seorang pemain bisa masuk ke bagian manajemen, seperti menjadi pelatih atau manajer. Untuk RRQ, mengingat tim itu ada di bawah naungan MidPlaza Holding, mereka juga bisa menawarkan pekerjaan di perusahaan-perusahaan mereka.

Menjadi Game Streamer: Bukan Sekadar Main Game, Bersenang-senang, lalu Dapat Uang

Terbentuknya kompetisi game menjadi industri esports, telah menurunkan suatu kultur di kalangan komunitas gamers. Kultur tersebut adalah menonton orang bermain game. Walau sebenarnya kebiasaan ini sudah ada sejak lama, perkembangan teknologi internet dan riuh rendah industri esports membuatnya semakin populer. Kalau Anda sempat mengalami masa-masa bermain game di warnet, Anda mungkin pernah mengalami keseruan menonton seseorang memainkan game baru, atau memainkannya sangat mahir.

Seiring perkembangan zaman, teknologi internet kini membantu memfasilitasi kegiatan tersebut, membuatnya jadi lebih mudah dilakukan. Anda tak perlu lagi datang ke suatu tempat untuk menonton orang yang jago tersebut bermain. Anda cukup duduk menatap layar komputer yang sudah terkoneksi internet, untuk menonton sang jagoan main lewat platform berbagi video. Populernya fenomena ini juga menurunkan sebuah pekerjaan yang bernama streamer atau game streamer.

Pada dasarnya streamer dengan esports tak beda jauh; menjadikan kegiatan bermain game jadi varian hiburan baru buat para penontonnya. Bedanya mungkin esports lebih terorganisir dan masif, lebih banyak pemangku kepentingan untuk menyajikan tontonan kepada khalayak gamers. Ditambah lagi, esports biasanya punya aura kompetitif yang lebih kental.

Streamer di sisi lain, biasanya punya skala yang kecil, dengan hanya seorang individu menampilkan wajah, personalitas, dan keahliannya bermain game di dalam platform berbagi video demi memberi hiburan kepada para penontonnya.

Kendati pekerjaan ini lebih sering terlihat sisi menyenangkannya saja, namun bagaimana sebenarnya kenyataan di balik hal tersebut? Bagaimana senang susahnya menggeluti pekerjaan ini? Apakah bayarannya sepadan? Bagaimana dengan keberlanjutan pekerjaan ini di masa depan?

Jadi Streamer, Main Game, Lalu Tiba-Tiba Dapat Uang? 

Sumber: Red Bull Esports Official Media
Sumber: Red Bull Esports Official Media

Bicara soal streamer di luar sana, nama yang mungkin langsung terbersit di benak Anda adalah Tyler “Ninja” Blevins atau Michael “Shroud” Grzesiek. Dua nama tersebut berhasil menjadi top of mind khalayak gamers, terutama para pemain game FPS. Kita mungkin melihat mereka mengerjakan pekerjaan impian mereka; cukup main game dengan santai dan dapat uang dari hal tersebut.

Tetapi apa iya menjadi streamer hanya soal main game lalu ketiban rejeki? Tidak sesederhana itu tentunya.

Mengutip dari British Esports Associationstreamer game disebut sebagai seseorang yang merekam permainan game, lalu menayangkannya secara langsung lewat platform live-streaming yang ada di internet. Unsur live, adalah garis tegas pembeda antara streamer dengan content creator; atau yang mungkin lebih Anda kenal dengan nama YouTuber. Kalau content creator harus melewati proses editing video agar konten buatannya jadi lebih menarik. Streamer biasanya tidak perlu melewati proses editing video, karena konten yang mereka sajikan sifatnya adalah tayangan langsung.

Oke, kita sekarang sudah paham teknis pekerjaan streamer atau game streamer. Lalu, kalau saya sudah bermain game, menayangkannya secara langsung pada live streaming platform tertentu yang ada di internet, bagaimana cara mendapat uang dari sini?

Ada proses yang cukup panjang untuk sampai akhirnya Anda bisa mendapat uang dari menayangkan permainan Anda di platform streaming yang ada di internet. Pekerjaan ini sebenarnya mirip seperti kebanyak pekerjaan performer (musisi, aktor, artis, dan lain sebagainya) di dunia hiburan. Hal yang perlu Anda ingat, tugas streamer adalah menghibur para penonton. Jadi bisa dibilang, Anda baru bisa mendapatkan sesuatu setelah banyak orang terhibur dengan apa yang Anda tampilkan.

Lalu, apa modal penting yang harus dimiliki seorang streamer agar dapat menggaet para penonton. Apakah seorang streamer harus lucu? Harus jago? Atau harus punya personalitas yang unik?

Bicara soal ini kami bicara dengan Agree Cory, Public Relation & Social Media Executive dari Game.ly. Sebagai salah satu platform streaming yang sedang berkembang di Indonesia, ia sempat menceritakan soal kriteria streamer yang banyak dicari pengguna Game.ly. Menurutnya, selain kriteria-kriteria yang saya sebutkan di atas, seorang streamer juga wajib memiliki passion terhadap game yang dimainkan.

Grand Launch Game.ly. Sumber: Hybrid
Game.ly salah satu layanan streaming game di Indonesia. Sumber: Hybrid

Memang, apapun bidang pekerjaan yang Anda geluti, passion adalah bahan bakar yang membuat Anda tetap punya alasan atas apa yang Anda lakukan. Cory juga melanjutkan bahwa dengan passion, maka kecintaannya terhadap game yang dimainkan akan terpancar lewat cara ia membawakan tayangan live streaming yang sedang dilakoni.

Tetapi lebih lanjut, Cory mengatakan bahwa personalitas adalah salah satu modal penting yang perlu dimiliki seorang streamer. “Tonjolkan kelebihan dari karakter yang dimiliki, keunikan atau ciri khas dari masing-masing diri sendiri tanpa menduplikat orang lain. Sebab, hal itulah yang membuat Anda seorang streamer jadi diingat oleh banyak orang.” Jadi sebenarnya, memang menjadi jago saja tidak cukup untuk menjadi sukses di bidang ini; Anda bisa jadi atlet esports kalau memang Anda hanya modal jago saja.

Kalau Anda sadar, Shroud yang sangat jago sekalipun juga tidak serta merta terkenal karena kemampuannya bermain game saja. Beberapa sifat dan sikap yang dia miliki juga membantunya menjadi dikenal lebih banyak orang. Salah satu yang membuat dirinya jadi semakin dikenal adalah nilai hidup sederhana, jujur, suka membantu orang, dan blak-blakan yang selalu dia pegang teguh.

Nilai hidup tersebut terpancar, sehingga hal tersebut kerap menjadi konten secara spontan, yang berhasil menarik hati para penonton. Contoh nyata hal ini adalah ketika Shroud mendorong para penontonnya untuk berdonasi kepada seorang streamer perempuan yang menampilkan tayangan musik di Twitch, agar sang streamer dapat membayar tagihan pengobatannya.

Jika Anda sudah memiliki penonton setia, sudah semakin dikenal banyak orang, dari titik ini Anda sudah bisa mendapatkan keuntungan dari menjadi seorang streamers. Jalur yang punya pendapatan paling pasti adalah teken kontrak dengan platform streaming tertentu.

Kalau di luar negeri salah satu kontrak kerja sama streaming yang paling menjanjikan adalah dengan Twitch.tv. Selain karena Twitch adalah wadah utama komunitas gamers menyaksikan streamer favoritnya, menjadi Twitch Partner juga akan memberikan keuntungan tertentu seperti: mendapat uang dari setiap iklan yang ditayangkan oleh Twitch kepada para pemirsa, mendapat uang untuk setiap penonton yang subscribe pada kanal streaming milik seorang streamer, dan juga berhak mendapat uang dari setiap Bits (mata uang virtual saweran dari penonton) yang didapatkan.

Kalau di Indonesia, pilihan streaming partner terbilang cukup beragam. Ada Game.ly yang sempat menggelar ajang pencarian bakat dengan hadiah berupa kontrak tahunan. Ada juga beberapa platform streaming lain yang menyediakan kesempatan partnership dengan sang streamer, seperti NimoTV ataupun Facebook (FB) Gaming.

Tetapi, peluang pendapatan Anda tidak berhenti sampai situ saja. Anda bisa juga menerima pendapatan lewat kontrak endorse, iklan, sumbangan dari penonton, atau mungkin menjadi bintang iklan seperti Tyler “Ninja” Blevins.

Suka Duka Menjadi Streamer

Di balik dari keceriaan sang streamer, menyambut dan berinteraksi dengan para penonton, pekerjaan ini tentu bukan melulu tentang tertawa bahagia setiap saat saja. Ada saja sisi sulit atau sisi kelam dari suatu pekerjaan. Salah satu yang paling kelam yang tercatat oleh sejarah adalah, ketika pekerjaan streamer ternyata sempat membuat pelakunya meninggal dunia.

Memang, ide Brian “PoshHybrid” Vigneault menciptakan konten streaming yang menarik agak sedikit berlebihan. Ia melakukan streaming maraton selama 24 jam penuh, demi menggalang dana untuk Make-A-Wish Foundation. Mengutip artikel New York Times terbitan Maret 2017 lalu, tujuan streaming PoshHybrid ternyata tidak tercapai, dan terhenti pada durasi 22 jam. Setelah itu ia menghilang dari stream, baru setelahnya ia ditemukan telah meninggal dunia oleh kepolisian setempat.

2
Brian “Poshhybrid” Vigenault, sosok yang sempat menggemparkan komunitas game, karena kasusnya yang meninggal gara-gara streaming selama 24 jam. Sumber: Kotaku.com

Tetapi itu adalah contoh paling ekstrim. Walaupun memang punya tantangannya tersendiri, namun pekerjaan ini tidak akan menyebabkan kematian jika dilakukan sesuai dengan kadarnya.

Membahas topik ini, saya mencoba berbincang dengan Jessica “Jelly” Azali. Anda penggemar esports PUBG Mobile mungkin sudah tidak asing dengan sosok cici cantik yang satu ini. Sosoknya yang ceria kerap membuat pertandingan-pertandingan PUBG Mobile di Indonesia jadi lebih seru lewat komentar-komentar yang diberikannya. Tetapi selain menjadi shoutcaster, kini Jelly juga aktif melakukan streaming lewat platform Facebook, dan juga merupakan streamer partner dari FB Gaming.

Lalu, bagaimana sebenarnya cerita di balik layar dari seorang streamer seperti Jelly ini. Kalau soal suka-duka, ia bercerita bahwa sebenarnya ada banyak hal yang terjadi sepanjang pengalaman dirinya menjadi seorang streamer. “Suka duka sih banyak banget! Kayak roller coaster!” kata Jelly. Namun, dari semua suka-duka tersebut, menurutnya salah satu yang selalu membuatnya bahagia adalah ketika penonton sedang ramai dan kebanyakan mereka memberikan komentar-komentar positif.

streamer #3
Sumber: Jessica Azali Official Page

“Seneng banget kalau misalnya ketika streaming ramai, udah gitu banyak yang support dan memberi komentar positif.” Lalu bagaimana dengan komentar negatif? Kalau Anda adalah pengguna internet, terutama Facebook, Anda tentu paham bagaimana para warganet itu terkenal buas. Jelly sendiri mengakui kerap menerima komentar-komentar negatif yang bersifat toxic, bahkan kadang komentar-komentar yang dilontarkan menjurus ke pelecehan seksual.

Kendati demikian, Jelly cerita bahwa komentar-komentar tersebut tidak pernah ia terima sampai hati. “Komentar toxic, walaupun ada, tapi itu bukan merupakan duka bagiku, malah jadi hiburan tersendiri. Sebab, kalau ada komentar toxic biasanya malah aku balas lagi jadi komentar lucu-lucu. Intinya sih, kalau jadi streamer memang nggak boleh baper sama netizen.” Jawab Jelly, mencoba melihat sisi positif. Begitupun jika ada komentar-komentar cabul. Jelly tak pernah sampai hati menerima komentar tersebut dan membalasnya dengan becandaan saja.

Jelly, lewat pengalamannya menjadi seorang streamer juga bercerita soal apa-apa saja yang harus ditonjolkan agar penonton tetap tertarik untuk menonton. Kalau bicara soal modal awal, menurutnya jago bisa jadi salah satu hal, tapi bukan satu-satunya hal yang harus ditonjolkan.

“Karena viewer punya selera yang macam-macam, jadi wajar kalau streamer juga biasanya punya modal atau daya jual sendiri-sendiri. Ada yang modal jago, modal cantik atau tampan, atau modal personalitas entah karena dia orang yang jenaka atau memang asik diajak berbincang dengan viewers.” kata Jelly.

“Sementara kalau aku, selama perjalanan menjadi streamer, yang aku fokus adalah menjadi diriku sendiri dan tak lupa selalu berinteraksi sama penonton. Jadi kalau lagi streaming, aku ngelawak iya, becandaan toxic iya, tapi tentunya yang tidak kelewat batas, becandain viewer atau temen main juga suka aku lakukan. Intinya sih memang be yourself, percaya diri, senyum depan kamera, interaksi sama penonton, dan fokus menghibur penonton.” Jelly lebih lanjut menjelaskan senjata utama yang kerap ia gunakan dalam menggaet penonton.

Selain soal sikap yang ceria dan suka berinteraksi, Jelly menambahkan soal pentingnya kreatif berimprovisasi. Ia menceritakan ini lewat satu momen pengalaman ketika tayangan streaming yang ia tampilkan saat itu sebenarnya tidak sebegitu menarik. “Waktu itu aku pernah, 3 jam streaming cuma dapat too soon (mati terlalu cepat di PUBG). Tapi aku nggak sedih atau kecewa, malah hal tersebut aku alihkan menjadi konten. Saat akhir live aku buat kuis, aku suruh penonton hitung, ‘berapa kali Jelly too soon pada live hari ini’. Terus aku suruh penonton untuk DM ke akun Instagramku, nanti yang jawabannya benar dan yang tercepat aku kasih hadiah UC. Alhasil jadinya penonton tetap terhibur, walaupun sebenarnya aku too soon terus selama streaming.

Now It’s Live! Tapi Bagaimana Masa Depan Menjadi Streamer?

Lalu bagaimana dengan kewajiban seorang streamer yang terafiliasi dengan streaming platform tertentu? Bagaimana juga dengan pendapatannya? Apakah sebanding? Menurut salah satu streamer yang saya wawancarai (yang menolak untuk disebutkan namanya), KPI atau beban kerja seorang streamer sebenarnya lumayan.

Ada seorang steramer yang kewajiban kerjanya adalah melakukan live streaming minimal 20 video atau 20 kali per bulan, dengan durasi 3 jam setiap pada setiap video atau streaming. Angka ini mungkin kurang lebih hampir mendekati seperti kerja kantoran Senin sampai Jumat, hanya bedanya kewajiban ini bisa Anda penuhi dengan lebih fleksibel.

Jadi mungkin Anda bisa saja tidak melakukan streaming pada hari Senin, namun Anda langsung streaming selama 4 atau mungkin 6 jam pada hari esoknya. Lalu, sebenarnya seberapa berat memenuhi kewajiban tersebut? Menurut cerita streamer yang saya wawancara, sebenarnya lumayan berat memenuhi kewajiban tersebut. Jadi agar dapat terpenuhi, Anda harus cermat mengatur waktu dan tentunya juga tidak memaksakan diri untuk streaming, agar nasib Anda tidak seperti sosok PoshHybrid.

Cory dari Game.ly juga turut angkat bicara soal kewajiban streamer dari sudut pandang Game.ly. Menurutnya, streamer yang dikontrak oleh Game.ly punya kewajiban untuk streaming 80-100 jam per bulan (sekitar 3 sampai 3,5 jam setiap harinya).

Tetapi selain itu Game.ly juga punya ketentuan-ketentuan tertentu yang harus dipenuhi oleh sang streamer. Salah satunya seperti memastikan konten streaming bersifat interaktif, tidak boleh bicara SARA, merokok selama live-streaming, dan terakhir juga harus memancarkan aura positif kepada khalayak yang sedang menonton.

Kalau kewajibannya terbilang cukup berat, apalagi Anda harus konsisten terlihat ceria di depan kamera selama kurang lebih 3 jam setiap hari, apakah pendapatan seorang streamer sepadan dengan beban kerjanya? Menurut cerita dari streamer lokal yang saya wawancarai tersebut, ia bisa menerima US$1500 (sekitar Rp21 juta) setiap bulannya. Namun itu belum pendapatan bersih, karena masih dipotong biaya agensi sebesar 30%. Jadi, pendapatan bersih yang ia terima adalah US$1050 (Sekitar Rp14 juta).

Angka pendapatan tersebut cukup mengagumkan bukan? Secara lokal, memang iya. Tetapi secara internasional, angka tersebut seperti butiran debu…

Kalau kita mengacu kepada streamer internasional, hasil yang mereka dapatkan bisa berkali lipat lebih besar dari streamer lokal yang saya wawancara tersebut. Pada salah satu pembahasan Hybrid contohnya, artikel tersebut menyebut Tyler “Ninja” Blevins bisa menerima sampai dengan US$1 juta dalam satu kali kontrak. Itu pun merupakan kontrak jangka pendek yang diterima Ninja ketika ia diminta untuk mempromosikan battle royale besutan EA, Apex Legends.

Apex Legends, pada saat perilisannya menggunakan jasa streamer untuk mempromosikan game mereka di kalangan komunitas gamers. Sumber: EA Official Media
Apex Legends, pada saat perilisannya menggunakan jasa streamer untuk mempromosikan game mereka di kalangan komunitas gamers. Sumber: EA Official Media

British Esports Association juga memberi contoh lain, yaitu streamer asal Inggris yang bernama Ali “GrossGore” Larsen. Menurut artikel tersebut, GrossGore bisa menerima sampai dengan 100.000 Poundsterling (sekitar Rp1,8 miliar). Itu pun hanya pendapatan yang berasal dari donasi yang diberikan para penonton saja. Belum termasuk kontrak streaming dengan platform tertentu, ads Youtube, serta banyak kontrak kerjasama lainnya.

Tapi tentunya, pendapatan tersebut hanya diterima beberapa streamer yang memang sangat populer saja. British Esports Association juga mengatakan, bahwa pendapatan sebesar GrossGore hanya diterima oleh streamer yang punya puluhan ribu penonton reguler. Jadi jika Anda baru merintis, jangan harap bisa langsung terima puluhan juta Rupiah setiap bulannya.

Selain soal pendapatan, dalam konteks Indonesia, kekhawatiran dari pekerjaan ini adalah soal infrastruktur internet yang belum sebegitu mapan. Menanggapi soal ini, Cory mengatakan bahwa di sinilah pemerintah berperan penting untuk memajukan dan menjaga kemajuan industri ini. “Pengakuan dan dukungan pemerintah memberi sinyal positif terhadap pertumbuhan industri game dan esports. Karena hal ini, kami juga yakin bahwa  pemerintah punya rencana besar untuk industri ini, yang dilakukan seiring dengan terus digarapnya pemerataan infrastruktur internet di Indonesia.”

Membahas soal industri streaming dan infrastruktur internet, saya kembali teringat dengan apa yang dikatakan Izzudin Al-Azzam, CEO Emago Cloud Gaming dalam saat membahas soal Cloud Gaming bersama Hybrid. Ketika itu ia mengutip kata-kata dari Natali Ardianto, ex-CTO Tiket.com, mengatakan bahwa infrastruktur yang belum siap adalah saat yang tepat untuk membangun sebuah industri. Sebab kalau Anda membuat suatu teknologi atau industri saat infrastrukturnya sudah siap, kemungkinan besar Anda sudah telat.

Jadi sebenarnya, membangun brand diri Anda sendiri lewat menjadi streamer di saat infrastruktur internet Indonesia yang belum sebegitu mapan adalah saat yang tepat. Jadi nantinya brand diri Anda akan mapan berbarengan seiring dengan mapannya infrastruktur internet di Indonesia. Siapa tahu, mungkin the next Ninja dari Indonesia.

Jelly juga sempat bercerita bagaimana internet juga menjadi salah satu tantangan baginya ketika melakukan streaming. Jadi walaupun hal tersebut masih jadi kendala sampai sekarang, harapannya adalah industri streaming nantinya bisa mapan berbarengan dengan infrastruktur internet di masa depan.

Menutup pembahasan ini, patut diingat bahwa pekerjaan ini seperti banyak pekerjaan depan layar lainnya. Anda bisa dapat keuntungan yang sangat banyak dari pekerjaan ini dalam jangka waktu yang pendek, namun jangan harap popularitas tersebut bisa bertahan dengan sangat lama. Ada masanya ketika brand personal Anda sudah tidak lagi nyambung dengan zamannya.

Maka dari itu, soal nilai kreatif berimprovisasi dari cerita Jelly juga bisa Anda petik untuk menghadapi perubahan zaman yang sangat cepat ini.

Ini dia 20 Streamer Bintang Debutan Game.ly MLBB Rising Stars!

Game.ly MLBB Rising Stars telah menyelesaikan rangkaian kompetisi yang mereka selenggarakan. Setelah 41 hari saling menunjukkan kebolehan bermain MLBB di platform streaming Game.ly, akhirnya muncul 20 bintang dari kompetisi yang selesai 24 Februari 2019 kemarin.

Gelaran Game.ly MLBB Rising Stars merupakan usaha Game.ly dan Moonton, untuk menciptakan bintang baru di dunia hiburan Mobile Legends. Alasan penyelenggaraan MLBB Rising Stars waktu itu sempat diungkap Ryan Lymn, Vice President Game.ly, kepada senior editor Hybrid, Yabes Elia.

Dalam sebuah artikel wawancara, Ryan mengatakan keresahan yang ia miliki seputar hubungan antara game streamer dengan dukungan platform. Menurutnya banyak streamer amatir yang punya potensi, namun sayangnya tidak bisa atau belum mendapat dukungan dari platform streaming. Untuk itu Game.ly MLBB Rising Stars muncul sebagai solusi atas keresahan yang dirasakan Ryan tadi.

Sumber:
Sumber: gamely.com

Ternyata apa yang dirasakan Ryan benar adanya, acara ini berhasil menarik perhatian banyak streamer kecil yang punya mimpi besar. Salah satu kisah yang menarik untuk disimak adalah kisah perjuangan dari salah satu pemenang, Novi “NovKrissst” Kristina. Sosok yang satu ini bercerita, bahwa alasan ia mengikuti Game.ly MLBB Rising Stars ini sebenarnya sesederhana karena ia hobi bermain Mobile Legends.

Berpikir bisa mendapatkan sesuatu dari hobinya, Novi lalu mencoba peruntungan dalam kompetisi antar streamer yang dibesut Game.ly ini. Ketika mengikuti kompetisi, harapan Novi pun sebenarnya juga tidak muluk. Ia hanya ingin mencoba peruntungan lewat hal-hal baru dan berharap bisa menuai prestasi dari percobaan tersebut, agar dapat membanggakan orang tuanya.

Sumber:
Sumber: Instagram @gamelyofficial

“Menjadi sebuah kebanggan bagi kami bisa melihat begitu antusiasnya para gamers, sampai akhirnya MLBB Rising Stars dapat melahirkan bintang baru. Perjalanan karir mereka baru saja dimulai, yang tentu dengan berbagai rintangan di depan. Oleh karena itu Game.ly berkomitmen, bahu-membahu, membantu para pemenang menggeluti profesi ini.” ucap Noppy Angreani, Community Manager Moonton Indonesia.

“Berakhirnya kompetisi MLBB Rising Stars bukan berarti akhir dari perjuangan, melainkan sebuah awal karir dari para pemenang. Event ini telah menjadi bukti nyata bahwa talent bisa diciptakan, menjadi penanda lahirnya influencer baru di Game.ly. Kehadiran mereka diharapkan dapat memotivasi gamers lainnya untuk berani berkarya dan berprestasi dalam industri game streaming.” ungkap Ryan Lymn, Vice President Game.ly.

Sumber: MLBB
Sumber: MLBB

Game.ly dan Moonton akan bersama-sama mendukung serta membimbing perjalanan karir para pemenang MLBB Rising Stars. Para pemenang tersebut mendapatkan hadiah berupa kontrak eksklusif dengan Game.ly selama 1 tahun dan Moonton Indonesia selama 2 tahun.

Selamat bagi para pemenang! Semoga mimpi besar kalian untuk menjadi esports-preneur bisa tercapai dan mendapat karir yang cemerlang di ekosistem esports Indonesia.