Bagaimana Payment Gateway Bantu Bisnis Lokal Bertahan

Pandemi yang masih berlangsung, ditambah dengan penerapan aturan PPKM, membuat seluruh lini bisnis harus lebih sigap meresponsnya dengan menyusun strategi agar dapat bertahan lebih lama. Memanfaatkan layanan digital pun menjadi jawaban termutlak yang perlu diambil pelaku bisnis.

Bagi korporasi, migrasi ke digital bukanlah hal yang sulit karena sudah memiliki sumber daya yang dapat membantu prosesnya lebih cepat. Beda halnya buat UMKM yang menjadi tulang punggung ekonomi negara, dengan segala keterbatasannya merekalah yang paling membutuhkan bantuan solusi teknologi.

Salah satu aspek penting yang dibutuhkan untuk bisnis dapat bertahan adalah memanfaatkan payment gateway. Midtrans adalah salah satu pemain di sektor ini yang ingin berbagi rangkaian inovasi solusi pembayaran yang mereka kembangkan semenjak pandemi.

Berkaitan dengan itu, sesi #SelasaStartup kali ini mengundang Head of Marketing Midtrans Rezki J. Warni dan Chief of Business & Operational Gramedia Digital George M. Souisa sebagai pembicaranya. Berikut rangkumannya:

Adaptif terhadap kebutuhan pasar

Rezki menyadari bahwa tantangan terbesar untuk transformasi digital adalah mengubah kebiasaan. Pandemi memaksa semua pihak, baik itu perusahaan maupun konsumen, untuk mengadopsi produk digital.

“Tantangan bagi pelaku bisnis adalah harus manuver dengan cepat, namun tetap efisien dari sisi development dan hemat pengeluaran. Kita lihat ada potensi yang bisa dilakukan Midtrans untuk bantu itu,” ucapnya.

Satu inovasi yang dirilis Midtrans sejak pandemi adalah Payment Link. Ini adalah link sederhana yang bisa pelaku bisnis buat melalui web dashboard atau aplikasi mobile, lalu dibagikan kepada para pelanggan melalui kanal apa pun, termasuk WhatsApp, media sosial, SMS, juga email. Payment Link menyediakan 24 pilihan metode pembayaran, mulai dari kartu debit, kartu kredit, e-money, virtual account, dan direct debit.

Tia, panggilan akrab Rezki, melanjutkan bahwa Payment Link merupakan solusi untuk semua skala bisnis karena cara penggunaannya yang sangat simpel. Buat skala UMKM, layanan tersebut merupakan solusi yang tepat karena tidak membutuhkan upaya ekstra untuk pengembangannya, apalagi mereka yang tidak memiliki tim IT.

“Keinginan kita adalah membuat ekosistem yang inklusif untuk semua orang karena teknologi itu enggak bisa dinikmati oleh segelintir saja, seharunya memudahkan pelaku bisnis dan ujung-ujungnya konsumen [yang menikmatinya].”

Kini, pengguna Payment Link naik sebanyak 105% sepanjang Juni 2020-Juni 2021. Dalam periode yang sama, transaksi juga meningkat hingga 20%. Tiga kategori merchant yang banyak menggunakan fitur ini adalah ritel, groceries, dan fesyen, yang mayoritas dari mereka memiliki gerai fisik.

Perkembangan inovasi baru tentunya perlu dibarengi dengan edukasi secara rutin. Tia menjelaskan dalam grup Gojek telah melakukan banyak inisiasi edukasi agar semakin banyak pelaku usaha yang ter-update dengan perkembangan terkini.

Salah satu yang saat ini masih dilakukan adalah Kamus (Akademi Mitra Usaha by Gojek) yang dijadikan sebagai wadah komunitas dan komunikasi. Di dalamnya terdapat sejumlah inisiatif, seperti Komunitas Partner GoFood, A Cup of Moka, Bincang Biznis, dan Temu Midtrans. Masing-masing dari mereka memiliki target pengguna yang berbeda-beda.

Dampak penerapan solusi pembayaran digital

Chief of Business & Operational Gramedia Digital George M. Souisa mengatakan, Gramedia Digital dirintis sejak 2015 untuk menjawab tantangan di dunia percetakan yang semakin dihadapkan dengan dunia digital. Pandemi menjadi pembuktian bahwa akselerasi digital adalah hal yang mutlak dan perlu digalakkan untuk strategi ke depannya.

“Karena kita sudah siap sejak empat tahun lalu [mendirikan Gramedia Digital], kita selalu mencoba menyesuaikan diri dengan perkembangan digital dan selalu adaptif agar tetap relevan,” kata Alvin, panggilan akrab dari George.

Gramedia Digital adalah salah satu pengguna solusi payment gateway dari Midtrans. Alvin mengaku banyak peningkatan bisnis yang turut dirasakan. Misalnya, perusahaan tidak perlu mengecek satu per satu setiap pembayaran yang masuk, dari sisi konsumen pun jadi lebih leluasa memilih opsi pembayaran yang sudah tersedia di Midtrans.

“Secara operasional, sudah tidak butuh karyawan khusus untuk menangani pembayaran lewat kanal digital. Setidaknya butuh satu tenaga admin untuk membuat invoice dan sebagainya.”

Di Gramedia Digital metode pembayaran yang paling populer adalah transfer bank. Kondisi tersebut berbeda dengan pembelian e-book, lebih populer e-money. Bila ditelusuri secara mendalam, perbedaan ini didasari oleh target konsumen yang berbeda antara pembeli di Gramedia Digital dan e-book. Pembeli e-book cenderung berasal dari generasi muda.

Tak hanya solusi gerbang pembayaran dari Midtrans, Gramedia Digital juga memanfaatkan solusi Selly yang juga ditenagai dengan Midtrans untuk kebutuhan solusi pembayaran di gerai Gramedia. Alvin mengaku Selly telah digunakan untuk di tujuh gerai Gramedia, ke depannya akan diperluas ke lebih banyak gerai Gramedia.

Selly adalah layanan spesifik di bawah ekosistem Gojek untuk UMKM mengelola logistik, operasional, hingga pembayaran dalam smartphone. Selly diperuntukkan buat social seller yang banyak memanfaatkan WhatsApp sebagai kanal penjualannya.

Alvin mengaku dengan penerapan teknologi pembayaran digital, mampu mengerek penjualan di Gramedia Digital sebesar 80% secara year on year. Pada tahun ini, perusahaan sedang mengembangkan platformnya untuk menjadi marketplace.

“Kita sedang mempersiapkan diri lebih jauh ke depannya, dibantu dengan pemain payment gateway untuk mempermudah bisnis kita dengan memanfaatkan teknologi. Kita sedang develop untuk menjadi marketplace pada tahun ini,” pungkasnya.

DStour #52: Mengunjungi Kantor Gramedia Digital Nusantara

Terletak di gedung Menara Kompas Jakarta, kantor baru Gramedia Digital Nusantara sarat dengan fasilitas lengkap dengan desain modern dan mengusung konsep open space. Kantor yang memiliki dua lantai ini, sengaja didesain sedemikian rupa, agar pegawai lebih betah dan nyaman bekerja. Salah satu ruangan yang menjadi favorit dari pegawai adalah ruang tidur yang didesain ala backpackers hostel, dengan bunk bed yang nyaman dan cozy.

Kantor ini juga memiliki Silent Room yang berfungsi untuk ruangan private, bisa dimanfaatkan pegawai untuk bekerja lebih fokus dalam ruangan khusus.

Dipandu Managing Director Gramedia Digital Nusantara Kelvin Wijaya, simak liputan #DStour selengkapnya.

Strategi Gramedia Digital Nusantara Gabungkan Kultur Startup dan Korporasi

Setelah melebur menjadi Gramedia Digital Nusantara pada tahun 2016 lalu, layanan Scoop yang berangkat dari kultur perusahaan startup masih mencoba untuk menggabungkan dua kultur yang berbeda, yaitu perusahaan yang sudah mapan (Gramedia) dan startup.

Kepada DailySocial, Managing Director Gramedia Digital Nusantara Kelvin Wijaya mengungkapkan, proses penggabungan ini tidak selalu berjalan dengan mudah, sarat dengan bentrokan dari sisi kebiasaan, cara kerja hingga tim yang terlibat di dalamnya.

“Proses integrasi memang benar-benar lumayan sulit, karena kita datang dari startup dan berhadapan dengan perusahaan yang telah berdiri selama 48 tahun lebih hadir di Indonesia. Jadi memang terdapat culture clash, people clash, SOP dan cara kerja yang clash,” kata Kelvin.

Sebagai pimpinan yang memiliki latar belakang startup, Kelvin berupaya untuk bisa melakukan integrasi tersebut dengan cara pembuktian hingga melakukan MVP (Minimum Viable Product). Dengan menerapkan proses tersebut, Kelvin dan tim mengklaim bisa memberikan hasil yang terbaik agar bisa melancarkan proses integrasi.

Fokus ke misi utama

Hadirnya Gramedia Digital Nusantara, menurut Kelvin, untuk membantu percepatan transformasi digital di Gramedia Group. Menyesuaikan fokus utama, keterlibatan antara pegawai yang berasal dari korporasi dan pegawai yang berasal dari startup bisa menjadi kolaborasi yang solid guna mempercepat pertumbuhan bisnis.

“Misi besar kita adalah untuk Gramedia. Jadi kita mempunyai tugas besar untuk melakukan transformasi digital untuk toko buku Gramedia. Perusahaan dibuat untuk mempercepat transformasi digital di grup,” kata Kelvin.

Salah satu langkah yang telah diterapkan untuk bisa membawa kultur startup ke perusahaan adalah memisahkan kantor Gramedia Digital, menjalankan bisnis secara independen, dan melakukan konsolidasi dengan grup. Cara ini, menurut Kelvin, bisa membawa perusahaan ke arah yang tepat dengan menciptakan keseimbangan tersebut.

“Baiknya buat kami yang memiliki latar belakang dari startup adalah, kemampuan untuk bergerak dengan cepat, sementara perusahaan seperti Gramedia cenderung untuk lebih hati-hati dan kurang berani untuk mengambil langkah yang agresif. Di situlah peranan kami untuk bisa menggabungkan proses kerja tersebut,” kata Kelvin.

Berikut wawancara lengkap dengan Kelvin Wijaya soal strategi dan tantangan Gramedia Digital mengonversi konsumen yang terbiasa mengonsumsi konten secara gratis menjadi konsumen berbayar.

Application Information Will Show Up Here

Scoop Resmi Jadi Gramedia Digital

Kompas Gramedia mengonfirmasi telah mengubah layanan Scoop menjadi Gramedia Digital. Hal ini disampaikan Managing Director Gramedia Digital Nusantara Kelvin Wijaya ketika dihubungi DailySocial. Dikatakan Kelvin, proses branding dilakukan menyesuaikan business direction Gramedia Store.

“Betul [Scoop berubah menjadi Gramedia Digital]. Sejak Scoop diakuisisi oleh Kompas Gramedia Group bulan Februari 2016, layanan Scoop memang dipercayakan ke Gramedia Digital Nusantara untuk pengelolaannya. Kemudian dalam perjalanannya kita memutuskan untuk mengubah Scoop menjadi Gramedia Digital supaya secara branding juga sejalan dengan business direction Gramedia Store ke depannya,” terang Kelvin.

Lebih lanjut Kelvin menjelaskan platform Gramedia Digital akan melebur dengan Gramedia.com menjadi satu pelayanan yang sama. Proses tersebut dilakukan secara pertahap yang diawali dengan rebranding aplikasi. Di tahap selanjutnya Gramedia Digital dan Gramedia.com akan menjual SKU (Stock Keeping Unit) yang sama, meliputi buku fisik, ebook, dan produk-produk non buku dan stationery yang tersedia di toko Gramedia.

“Kami juga melihat aplikasi Gramedia Digital sebagai salah satu sarana kami untuk melakukan transformasi pengalaman berbelanja di Gramedia menuju omnichannel experience,” jelas Kelvin.

Pihak Gramedia Digital Nusantara rencananya masih akan menerapkan expertise dari Scoop yang memang memiliki background startup karena kultur startup merupakan kultur ideal untuk tumbuh. Saat ini lebih dari 50% komposisi tim Gramedia Digital Nusantara merupakan personel Scoop.

Expertise dari Scoop yang memang ber-background startup masih kami terapkan di sini, karena kami percaya bahwa startup culture will be the most ideal way to manage and grow. Kita benar-benar mengadopsi ideologi lean dan agile dalam operasional kita, karena kita percaya bahwa iterasi terhadap product lah yang akan membuat kita stay competitive and innovative,”

Scoop selama ini dikenal sebagai layanan yang menyediakan berbagai bentuk karya berupa e-book, baik buku maupun majalah. Akuisisi yang dilakukan Kompas Gramedia dinilai menjadi langkah tepat untuk menyambut perubahan kebiasaan membaca buku, dari buku cetak ke buku digital. Terlebih Gramedia Digital Nusantara yang memiliki misi untuk meningkatkan pengalaman omni channel, Gramedia Digital akan memegang peran penting dalam perjalanan Gramedia Digital Nusantara ke depannya.

Application Information Will Show Up Here

Apps Foundry Raised SG$ 3 Million Series B Funding From Kompas Gramedia Group

Developer of prominent e-reader mobile app SCOOP, Apps Foundry, announced the second round (Series B) investment from Kompas Gramedia Group through its digital subsidiary, PT Gramedia Digital. This round funding reaches SG$ 3 million (US$ 2.4 million). Kompas Gramedia is the largest Indonesia multimedia publisher with businesses span from print media to radio, TV and digital media. Previously Apps Foundry has raised Series A investment from Gobi Partners and Mitsui Global Investments (MGI).

Continue reading Apps Foundry Raised SG$ 3 Million Series B Funding From Kompas Gramedia Group

Apps Foundry Dapatkan Investasi Series B SG$3 Juta dari Grup Kompas Gramedia

Pengembang aplikasi mobile e-reader terkemuka SCOOP, Apps Foundry, mengumumkan perolehan investasi putaran kedua (Series B) dar Grup Kompas Gramedia melalui anak perusahaannya, PT Gramedai Digital. Pendanaan kali ini mencapai SG$ 3 juta (US$ 2.4 juta). Kompas Gramedia adalah penerbit multimedia terbesar di Indonesia dengan bisnis yang mencakup media cetak, radio, TV dan media digital. Sebelumnya Apps Foundry telah memperoleh investasi Series A dari Gobi Partners dan Mitsui Global Investments (MGI).

Continue reading Apps Foundry Dapatkan Investasi Series B SG$3 Juta dari Grup Kompas Gramedia