Tren Industri Gaming Pada 2020 Menurut Newzoo

Gamer sering dianggap sebagai penyendiri. Padahal, banyak game yang mengajak para pemainnya untuk bermain bersama. Bahkan game solo player sekalipun mendorong para pemainnya untuk berkumpul, membahas tentang cerita dalam game atau strategi yang mereka gunakan. Dan sekarang, game mulai berevolusi menjadi media komunikasi bagi para pemainnya, sama seperti media sosial. Hal ini menjadi salah satu tren di industri gaming pada 2020, menurut Newzoo dalam laporan Global Games Market.

Berkat keberadaan mobile game, semakin banyak orang yang bisa memainkan game. Saat ini, tidak banyak orang-orang di rentang umur 12-30 tahun yang tidak pernah memainkan game sama sekali. Selain sebagai media hiburan, game kini juga mulai dijadikan sebagai tempat berkumpul dan bersosialisasi. Terutama karena platform seperti Steam dan Twitch sudah semakin berkembang. Selain itu, di media sosial, juga muncul grup yang khusus membahas tentang game. Layanan voice chat seperti Discord juga kini semakin sering digunakan.

tren gaming
Jumlah gamer terus bertambah dari tahun ke tahun. | Sumber: Newzoo

Bagi para advertisers, tren dalam dunia game ini menjadi kesempatan bagi mereka untuk memenangkan hati generasi muda, yang terkenal sulit untuk dijangkau oleh media tradisional karena mereka jarang menonton televisi atau mendengarkan radio. Hanya saja, mereka harus memastikan bahwa iklan yang mereka tawarkan sesuai dengan target audiens mereka.

Saat ini, banyak orang yang menjadikan game sebagai tempat berkumpul, baik untuk merayakan pernikahan dan kelulusan ataupun untuk berkabung. Ribuan pemain World of Warcraft berkumpul dalam game untuk mengenang Byron Daniel Bernstein alias Reckful yang meninggal pada 2 Juli 2020. Memang, kebanyakan orang melakukan hal ini karena mereka tidak bisa bertemu di dunia nyata akibat pandemi virus corona. Meskipun begitu, tren itu menunjukkan bahwa game berpotensi untuk menjadi tempat berkumpul para pemainnya.

Dengan keberadaan teknologi VR atau AR, maka batas antara dunia nyata dan dunia virtual juga akan semakin mengabur. Menurut Newzoo, salah satu tren di industri gaming pada tahun ini adalah kembali populernya teknologi VR. Salah satu alasannya adalah pengumuman dan peluncuran dari game Half-Life: Alyx, yang hanya bisa dimainkan menggunakan VR. Faktanya, Oculus Quest sempat terjual habis pada Mei 2020.

Tren lain di industri gaming pada 2020 adalah munculnya bisnis model baru. Tahun ini, Sony dan Microsoft akan meluncurkan konsol barunya, PlayStation 5 dan Xbox Series X. Keberadaan konsol next-gen tersebut akan mengubah lanskap bisnis game. Sekarang, pemasukan Microsoft dan Sony dari service — seperti Xbox Game Pass atau PlayStation Now — mulai naik. Dan hal ini tampaknya masih akan terus berlanjut. Selain peluncuran konsol next-gen, cloud gaming juga menjadi perhatian perusahaan teknologi besar. Di masa depan, keberadaan cloud gaming dapat mendorong kemunculan berbagai model bisnis baru dalam dunia game.

Sumber header: YouTube

2023, Newzoo Perkirakan Jumlah Gamer Capai 3 Miliar Orang

Jumlah gamer di dunia akan mencapai 3 miliar orang pada 2023, menurut laporan Newzoo. Saat ini, telah ada 2,69 miliar gamer. Pada akhir 2020, angka itu diduga akan naik menjadi 2,7 miliar. Salah satu alasan mengapa jumlah gamer terus naik adalah keberadaan mobile game. Game-game populer seperti Fortnite, League of Legends, dan Pokemon Go menjadi alasan lain mengapa jumlah gamer bertumbuh dengan cepat. Jumlah gamer juga bertambah pesat selama pandemi.

Dari 2,7 miliar gamer di dunia pada akhir 2020, sebanyak 2,5 miliar merupakan mobile gamer, sementara 1,3 miliar orang bermain di PC, dan 800 juta orang menggunakan konsol. Secara total, jumlah gamer melebihi 2,5 miliar karena ada orang-orang yang bermain di lebih dari satu platform.

Dalam beberapa tahun ke depan, jumlah gamer masih akan terus naik, khususnya di negara-negara di kawasan Asia Pasifik, Timur Tengah, Afrika, dan Amerika Latin. Jumlah gamer di kawasan-kawasan tersebut juga meningkat lebih pesat jika dibandingkan dengan negara-negara yang pasar game-nya telah matang. Misalnya, pada 2019, jumlah pemain di Timur Tengah dan Afrika melampaui jumlah gamer di Amerika Utara. Pada 2020, jumlah pemain di Timur Tengah dan Afrika diperkirakan akan melebihi jumlah gamer di Eropa.

jumlah gamer 2023
Jumlah gamer terus naik dari tahun ke tahun.

Hanya saja, Newzoo menyebutkan, kebanyakan gamer yang berada di kawasan Afrika dan Timur Tengah mreupakan mobile gamer. Biasanya, mobile gamer memainkan game gratis. Tak hanya itu, para pemain mobile game juga biasanya enggan untuk mengeluarkan uang saat bermain game. Namun, menurut laporan VentureBeat, Newzoo memperkirakan, jumlah pemain berbayar pada 2020 akan naik 5,3 persen.

Nilai industri game diperkirakan akan mencapai US$159,3 miliar pada 2020. Pemasukan dari in-game purchase masih terus tumbuh. Sementara pemasukan dari penjualan game justru menurun. Mengingat game free-to-play kini mendominasi mobile game dan PC game, tidak heran jika pemasukan dari in-game purchase — yang merupakan model bisnis game gratis — terus naik.

Tren ini juga menyebabkan perubahan pada model monetisasi pada game konsol. Diperkirakan, di masa depan, semakin banyak game konsol yang menggunakan model bisnis in-game purchase. Sementara untuk mobile game, in-game purchase menjadi kontributor terbesar dari total pemasukan. Kontribusi in-game purchase mencapai 98 persen dari total pemasukan mobile game. Newzoo memperkirakan, angka itu masih akan terus naik, mendekati 100 persen.

Sumber header: Business Today

Pemasukan Digital Game Pada Mei 2020 Tembus Rp145 Triliun

Pada Mei 2020, total pemasukan digital game, mencakup penjualan game dan DLC, biaya langganan, serta microstransaction, mencapai US$10,2 miliar (sekitar Rp145 triliun), menurut laporan dari SuperData. Jika dibandingkan dengan Mei 2019, pemasukan pada Mei tahun ini naik 14 persen. Memang, pada Maret dan April 2020, pemasukan industri digital game juga mengalami kenaikan yang cukup signifikan.

“Industri game masih terus mengalami pertumbuhan pada Mei meski tidak banyak game besar yang dirilis pada bulan ini,” tulis SuperData, seperti dikutip dari The Wrap. Dalam laporannya, SuperData juga menyebutkan bahwa pemasukan digital game untuk konsol pada Mei 2020 turun 27 persen dari bulan sebelumnya. Meskipun begitu, pemasukan untuk konsol tetap naik 23 persen jika dibandingkan dengan Mei 2019. Sementara itu, pemasukan digital game untuk mobile pada Mei 2020 naik 14 persen dari tahun lalu dan pemasukan untuk PC naik 8 persen.

pemasukan digital game
Pemasukan digital game selama Januari-Mei 2020. | Sumber: TweakTown

Di PC, League of Legends menjadi pendorong pertumbuhan total belanja para gamers. Sementara pertumbuhan di konsol didorong oleh FIFA 20 dan Grand Theft Auto V. Faktanya, FIFA 20 menjadi game konsol dengan penjualan terbanyak sepanjang Mei 2020. Di mobile, game yang memberikan kontribusi terbesar pada pertumbuhan total spending adalah Peacekeeper Elite — PUBG Mobile di Tiongkok — dan Honor of Kings alias Arena of Valor, lapor TweakTown.

Salah satu alasan mengapa total pemasukan digital game pada Mei 2020 turun jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya adalah karena tidak ada peluncuran game ternama. Pada bulan lalu, game terpopuler yang diluncrukan adalah Minecraft Dungeons, yang merupakan spinoff dari Minecraft buatan Mojang. Game itu mendapatkan 1,8 juta pemain tak lama setelah peluncurannya pada 26 Mei. Hanya saja, SuperData mengatakan, pendapatan dari game itu dibatasi oleh model bisnis yang digunakan.

Sementara itu, keputusan Epic Games untuk memberikan game gratis melalui platform distribusi game digital mereka, Epic Games Store, membuat banyak orang mulai memainkan game baru. Salah satu game yang Epic berikan secara cuma-cuma adalah Sid Meier’s Civilization VI. Hal ini membuat jumlah pemain dari game buatan Take-Two itu naik hingga 477 persen. Game lainnya yang Epic berikan secara gratis adalah Grand Theft Auto V. Begitu banyak orang yang ingin mendapatkan game tersebut secara gratis sehingga EGS sempat crash.

Sepanjang pandemi virus corona, banyak industri yang mengalami masalah. Namun, industri game justru mengalami pertumbuhan. Pada Q1 2020, total spending gamer di Tiongkok dan Amerika Serikat justru mengalami kenaikan. Untuk Juni 2020, total pemasukan digital game diperkirakan akan lebih besar dari Mei. Pasalnya, ada beberapa game populer yang diluncurkan pada Juni, seperti seperti The Last of Us II dari Naughty Dog, Valorant dari Riot, dan The Outer Worlds di Nintendo Switch. Game-game ini diduga akan mendorong total belanja para gamer.

Sumber header: Business Insider

Q1 2020, Pandemi Dorong Pertumbuhan Game Hiperkasual

Di tengah pandemi, game menjadi semakin populer. Karena itu, tidak heran jika total belanja para gamer naik. Menurut perkiraan Adjust, platform pemasaran global, ada 2,7 miliar mobile gamer di seluruh dunia. Sementara total belanja para mobile gamer tersebut diperkirakan akan mencapai US$77,2 miliar pada 2020.

Adjust lalu melakukan studi untuk mengetahui genre game apa yang paling diuntungkan. Menurut laporan mereka, game hiperkasual akan menjadi genre yang mengalami pertumbuhan paling pesat. Untuk membuat laporan ini, Adjust menganalisa sekumpulan data kampanye iklan dari berbagai game hiperkasual yang dibuat menggunakan Unity engine.

Pertumbuhan game hiperkasual terlihat dari jumlah instalasi dan juga lama bermain yang naik pesat sepanjang Q1 2020. Di dunia, jumlah instalasi game dengan genre ini naik 103 persen pada periode Desember 2019 sampai Maret 2020. Pertumbuhan terbesar terjadi di Tiongkok, dengan jumlah instalasi naik hingga 3,5 kali lipat.

game hiperkasual
Game hiperkasual biasanya punya mekanisme dan desain yang sederhana. | Sumber: Hypercasualgames.org

Tak hanya itu, durasi bermain dari game hiperkasual juga meningkat tajam. Pada Maret 2020, lama bermain game hiperkasual naik 72 persen. Lagi-lagi, Tiongkok mengalami pertumbuhan paling tinggi, mencapai 300 persen. Sebagai perbandingan, lama durasi bermain game hiperkasual di Korea Selatan naik 152 persen, di Jepang 137 persen, dan di Jerman 69 persen. Peningkatan lama durasi bermain game hiperkasual di Amerika Serikat dan Inggris relatif rendah, yaitu hanya 35 persen untuk AS dan 34 persen untuk Inggris. Pasalnya, para pemain kasual di kedua negara itu telah berubah menjadi hardcore gamer.

“Belakangan, game hiperkasual semakin diminati karena masyarakat harus berdiam di rumah akibat pandemi virus corona. Hal ini membuat persaingan antara game hiperkasual untuk menarik gamer baru menjadi semakin ketat,” ujar Agatha Hood, Head of Global Advertising Sales, Unity Technology. “Dengan memahami metrik dan mekanisme di balik game hiperkasual, developer dapat membuat strategi akuisisi pengguna dan monetisasi sesuai dengan keadaan sekarang.”

Game hiperkasual biasanya memiliki gameplay dan desain yang sederhana. Karena itu, para pemainnya biasanya lebih tidak keberatan dengan keberadaan iklan. Karena itu, tidak aneh jika 95 persen dari total pemasukan game hiperkasual berasal dari iklan.

Game hiperkasual menggabungkan mekanisme yang menarik dan pengalaman iklan terbaik sehingga ia bisa menjangkau banyak pemain dari berbagai kategori,” kata Paul H. Müller, co-founder dan CTO Adjust dalam pernyataan resmi yang diterima oleh Hybrid.co.id. “Ketertarikan pemain pada game ini biasanya tidak bertahan lama dan mereka terus mencari aplikasi baru, yang biasanya dibuat oleh perusahaan yang sama. Dengan begitu, hal ini akan menimbulkan efek bola salju, memungkinkan perusahaan menambah jumlah total pemain game buatan mereka.”

Sumber header: Hipster Whale via VentureBeat

2024, Pasar Konsol di Tiongkok Bakal Bernilai Rp30 Triliun

Selama berpuluh-puluh tahun, pemerintah Tiongkok melarang penjualan konsol di negaranya. Karena itu, industri game yang tumbuh pesat adalah industri mobile game dan PC. Namun, pada 2014, pemerintah Tiongkok mulai mengizinkan penjualan konsol resmi. Pada 2019, total jumlah pemilik konsol di Tiongkok mencapai 11 juta orang. Niko Partners memperkirakan, angka itu akan naik menjadi 19,15 juta orang pada 2024.

Sementara total nilai penjualan konsol dan game-nya diperkirakan akan mencapai US$2,15 miliar (sekitar Rp30 triliun) pada 2024, naik dari US$997 juta (sekitar Rp14 triliun) pada 2019. Angka ini mencakup pasar legal dan juga gray market, yaitu konsol yang ditujukan untuk kawasan lain tapi dijual di Tiongkok secara ilegal.

Total penjualan konsol juga diperkirakan naik. Pada 2024, total penjualan konsol legal di Tiongkok diperkirakan akan mencapai 975 ribu unit, naik lebih dari dua kali lipat dari 460 ribu unit pada 2019. Sementara penjualan konsol di gray market justru diperkirakan akan turun, dari 1,18 juta unit pada 2018 menjadi 1,02 juta unit pada 2024.

pasar konsol Tiongkok
Pasar konsol di Tiongkok. | Sumber: VentureBeat

Salah satu alasan mengapa pertumbuhan pasar konsol di Tiongkok tak terlalu pesat adalah karena ketatnya peraturan pemerintah. Selain itu, investasi di industri game konsol lokal juga tidak banyak. Sony sempat meluncurkan China Project Hero untuk mendanai developer game asal Tiongkok. Sayangnya, program itu tak terlalu sukses. Untungnya, Tencent dan NetEase kini mulai tertarik untuk memasuki pasar game konsol.

“Agar bisnis game dan layanan untuk konsol tumbuh, diperlukan jumlah pengguna konsol yang cukup besar,” kata President Niko Partners, Lisa Cosmas Hanson pada GamesBeat. “Kunci ada pada harga konsol dan juga fitur serta game yang tersedia di masing-masing konsol. Misalnya, popularitas Switch di Tiongkok mendorong game-game kasual seperti Ring Fit Adventure serta Animal Crossing. Sementara peraturan ketat dari pemerintah diperkirakan justru akan menghambat pertumbuhan pasar konsol legal.”

Gray market konsol di Tiongkok tumbuh karena peraturan pemerintah yang ketat membatasi game-game konsol yang dijual secara legal. Sampai 2024, gray market diperkirakan masih akan menjadi sumber pemasukan utama dari pasar konsol. Pasalnya, gamer di Tiongkok juga ingin memainkan game-game yang tidak dijual secara legal di negaranya.

Gray market memungkinkan gamer untuk memainkan game yang belum mendapatkan izin dari pemerintah atau bahkan konsol yang belum dirilis,” ujar Hanson. “Nintendo Switch dari gray market lebih populer daripada versi legal karena konsol dari gray market bisa mengakses server di luar Tiongkok dan mengunduh game-game yang belum mendapatkan izin pemerintah. Sementara pemilik Nintendo Switch legal tidak bisa melakukan itu. Ada banyak game AAA untuk konsol lama yang tidak dirilis di Tiongkok tapi tersedia di gray market.”

Saat ini, PlayStation 4 menjadi pemimpin di pasar konsol Tiongkok. Namun, diperkirakan, Nintendo Switch akan mengalahkan konsol buatan Sony tersebut. Faktanya, ke depan, Nintendo Switch diperkirakan akan terus mendorong pertumbuhan pasar konsol di Tiongkok. Faktor lain yang mendorong pertumbuhan pasar konsol di Tiongkok adalah peluncuran konsol next-gen. PlayStation 5 dan Xbox Series X diperkirakan akan dirilis di Tiongkok pada 2021.

Sumber header: Gamestation

Fortnite Mobile Cetak Satu Miliar Dolar AS Dalam 2 Tahun

Tak bisa dipungkiri bahwa Fortnite merupakan salah satu game terbesar di dunia. Mengutip dari statista, Fortnite dikabarkan memiliki 350 juta pemain terdaftar di dalam game mereka pada Mei 2020. Ada beberapa hal yang menjadi kekuatan bagi Fortnite, rilis untuk beberapa platform sekaligus jadi salah satunya. Terakhir kali, Epic Games merilis Fortnite untuk mobile pada tahun 2018 lalu.

Walau lebih muda dari platform lainnya, Fortnite Mobile ternyata sudah tunjukkan kekuatannya. Baru beredar untuk mobile selama 2 tahun lamanya, Fortnite dikabarkan sudah cetak pemasukan sebesar satu miliar dollar AS (sekitar Rp15 miliar), mengutip dari Sensortower.

Sumber: Fortnite
Konten inovatif jadi salah satu pendorong pemasukan ini. Gambar di atas adalah contoh dari sajian konten Battle Pass di dalam Fortntite. Sumber: Fortnite

Walau ini merupakan jumlah pemasukan akumulatif selama 2 tahun, namun pemasukan Fortnite Mobile memang mengalami peningkatan yang signifikan pada bulan April 2020, yaitu sebesar 90% jika dibandingkan dengan Maret 2020. Pada bulan Maret, Fortnite Mobile berhasil kumpulkan US$23,3 juta (sekitar Rp346 juta). Sementara pada April, pemasukan tersebut naik signifikan jadi US$44,3 (sekitar Rp659 juta).

Peningkatan ini disebabkan oleh banyak faktor. Sensortower, mengatakan bahwa setidaknya ada 3 faktor, yaitu perilisan di Google Play, konser Astronomical yang menampilkan rapper Travis Scott, dan lockdown pandemi COVID-19 yang terjadi selama beberapa bulan belakangan.

Secara demografis, Amerika Serikat masih menjadi negara dengan penyumbang pemasukan terbesar terhadap Fornite Mobile. Sensortower mencatat sebesar US$632,2 juta pemasukan datang dari Amerika Serikat, atau sekitar 63 persen dari total pemasukkan. Sementara itu, peringkat kedua datang dari Inggris, dengan pemasukan sebesar US$38,2 juta, atau sekitar 3,8 persen dari total pemasukkan. Ketiga datang dari Swiss dengan pemasukan sebesar US$36,3 atau 3,6 persen dari total pemasukkan.

“Sementara pemasukan Fortnite sempat menurun, namun titel Battle Royale tetap menjadi salah satu game dengan pemasukan terbesar di dunia. Kabar ini menjadi luar biasa, mengingat jumlah pemasukan pada bulan lalu tersebut hanya datang dari Apple App Store saja.” tulis Sensortower dalam laporannya.

Konten inovatif bisa dibilang jadi salah satu magnet bagi Fortnite, terlepas dari platform yang digunakan. Terakhir kali, konser Astronomical berkolaborasi dengan rapper Travis Scott yang digelar secara digital di dalam game, dikabarkan berhasil menarik perhatian 12 juta pasang mata penonton.

Mengutip Business Insider, jumlah tersebut secara kasar hampir sama dengan jumlah rata-rata penonton program Monday Night Football, laga pertandingan American Football paling ditunggu oleh khalayak AS.

Fortnite mencatatkan 125 juta download di Apple App Store hingga saat ini. Bahkan versi Play Store yang baru rilis belakangan sudah mendapat 4,2 juta download. Akankah Fortnite terus bertahan sebagai game Battle Royale paling populer di dunia?

Q1 2020, Total Belanja Game AS Capai Rp162 Triliun

Total belanja konsumen di Amerika Serikat untuk video game pada Q1 2020 mencapai hampir US$10,9 miliar (sekitar Rp162 triliun), naik 9 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Ini adalah total belanja game paling tinggi di AS dalam satu kuartal. Menurut laporan The NPD Group, yang berjudul Q1 2020 Games Market Dynamics: US, sebagian besar spending tersebut digunakan untuk membeli game. Secara total, total belanja untuk game mencapai US$9,58 miliar (sekitar Rp142,5 triliun), naik 11 persen dari tahun lalu.

“Di tengah masa sulit seperti sekarang, game memberi kenyamanan pada masyarakat dan memungkinkan mereka untuk saling terhubung dengan satu sama lain,” kata Analis The NPD Group, Mat Piscatella, seperti dikutip dari Games Industry. “Karena masyarakat telah lama harus diam di rumah, mereka menjadikan game sebagai pelarian dan hiburan. Selain itu, game menjadi alat bagi mereka untuk tetap terhubung dengan teman dan keluarga mereka. Baik game di konsol atau mobile, PC atau virtual reality, penjualan game pada kuartal satu naik.”

total belanja game AS
Animal Crossing jadi salah satu game terpopuler di AS.

Beberapa game yang populer di kalangan konsumen Amerika Serikat antara lain Animal Crossing: New Horizons, Call of Duty: Modern Warfare, DOOM Eternal, Dragon Ball Z: Kakarot, Fortnite, Grand Theft Auto V, Minecraft, MLB The Show 20 dan NBA 2K20.

Selain penjualan game, penjualan hardware dan aksesori serta program berlangganan layanan game juga mengalami kenaikan. Penjualan hardware pada Q1 2020 naik 2 persen dari tahun lalu menjadi US$773 juta (sekitar Rp11,5 triliun). Menariknya, penjualan semua konsol kecuali Nintendo Switch mengalami penurunan. Sementara itu, penjualan aksesori gaming mencapai US$503 juta (sekitar Rp7,5 triliun), naik 1 persen jika dibandingkan dengan tahun lalu.

Tak hanya di Amerika Serikat, di Tiongkok, total belanja game juga mengalami kenaikan. Alasannya, para gamer menghabiskan lebih banyak waktu untuk bermain game selama karantina akibat pandemi virus corona. Ini membuat mereka menghabiskan uang lebih banyak dalam game. Selama pandemi, game shooter menjadi salah satu genre paling populer. Menurut Newzoo, nilai industri game pada 2020 akan naik 9,3 persen dari tahun lalu, menjadi US$159,3 miliar (sekitar Rp2.370 triliun).

Q1 2020, Pendapatan Tencent Capai Rp227 Triliun

Tencent baru saja mengumumkan laporan keuangannya untuk periode Q1 2020. Dalam 3 bulan pertama dari 2020, pendapatan bersih mereka mencapai 108,1 miliar yuan (sekitar Rp227 triliun), naik 26 persen jika dibandingkan dengan pendapatan bersih pada Q1 2019, yang hanya mencapai 85,5 miliar yuan (sekitar Rp180 triliun). Sementara itu, untung bersih yang didapatkan oleh Tencent pada Q1 2020 mencapai 29,4 miliar yuan (sekitar Rp62 triliun), naik 6 persen dari periode yang sama pada tahun 2019.

Ini menunjukkan, Tencent, yang merupakan perusahaan terbesar di industri game global, berhasil untuk mempertahankan keuntungan di tengah pandemi. Menurut laporan The Esports Observer, terkait hal ini, CEO dan Chairman Tencent, Ma Huateng berkata, “Dalam waktu yang sulit ini, kami ingin memberikan layanan online yang bisa membantu masyarakat untuk tetap terhubung dengan satu sama lain, mendapatkan informasi, produktif, dan terhibur. Sejauh ini, bisnis kami terbukti tangguh dan tetap dapat menghasilkan arus kas yang positif.”

keuangan tencent q1 2020
Laporan keuangan Tencent pada Q1 2020. | Sumber: The Esports Observer

Tencent mengungkap, pada Q1 2020, pendapatan mereka dari online game naik 31 persen dari tahun lalu menjadi 37,3 miliar yuan (sekitar Rp78 triliun). Kontribusi terbesar datang dari mobile game di pasar domestik, seperti Peacekeeper Elite dan Honor of Kings. Selain itu, beberapa game yang Tencent rilis di luar Tiongkok juga memberikan kontribusi signifikan, seperti PUBG Mobile dan Clash of Clans. Sayangnya, game PC tidak memberikan kontribusi besar dalam total pendapatan mereka.

Secara keseluruhan, pendapatan Tencent dari mobile game mencapai 34,8 miliar yuan (sekitar Rp73 triliun). Sementara pendapatan game PC hanya mencapai 11,8 miliar yuan (sekitar Rp25 triliun). Mereka menyebutkan, salah satu alasan mengapa jumlah pemain PC menurun adalah karena internet cafe alias warnet ditutup sementara akibat pandemi virus corona. Menariknya, waktu bermain game dan interaksi dalam game justru mengalami kenaikan. Menurut survei yang dilakukan oleh Niko Partners, pandemi virus corona justru membuat gamer Tiongkok menghabiskan waktu lebih banyak untuk bermain game. Karena itu, tidak heran jika pemasukan industri game di Tiongkok justru naik 30 persen selama pandemi.

Sumber header: Campaign Live

Tahun 2020, Nilai Industri Game Diperkirakan Jadi US$159,3 Miliar

Newzoo memperkirakan, nilai industri gaming global akan mencapai US$159,3 miliar pada 2020, naik 9,3 persen jika dibandingkan dengan tahun lalu. Salah satu alasan mengapa game menjadi semakin diminati adalah pandemi virus corona. Di tengah lockdown dan karantina, banyak orang yang mengisi waktu luangnya dengan bermain game. Selain itu, bermain game bisa menjadi cara bagi seseorang untuk melarikan diri dari kenyataan, walau hanya sementara. Tentu saja, pandemi bukan satu-satunya faktor di balik pertumbuhan industri game pada tahun ini. Alasan lainnya adalah peluncuran konsol next-gen pada akhir tahun 2020.

Pada tahun 2020, ketiga segmen gaming — PC, konsol, dan mobile — mengalami pertumbuhan. Namun, mobile adalah segmen yang mengalami pertumbuhan paling besar, mencapai 13,3 persen. Nilai industri mobile game diperkirakan akan mencapai US$77,2 juta pada tahun ini. Salah satu alasan mengapa mobile game mengalami pertumbuhan terbesar adalah karena mobile game mudah untuk diakses. Untuk memainkan mobile game, Anda hanya memerlukan smartphone, yang dimiliki oleh sekitar dua per lima dari populasi dunia. Tak hanya itu, banyak mobile game yang bisa dimainkan secara gratis.

Alasan lain mengapa mobile game populer adalah mobile game menjadi opsi alternatif bagi orang-orang yang tak lagi bisa bermain game di internet cafe. Terakhir, proses pengembangan mobile game relatif lebih sederhana jika dibandingkan dengan game PC atau konsol. Jadi, kemungkinan proses pengembangan mobile game terdisrupsi akibat COVID-19 lebih kecil. Meskipun begitu, tidak banyak pemain mobile game yang merupakan pemain berbayar. Dari total 2,6 miliar pemain, hanya 38 presen pemain yang rela mengeluarkan uang saat bermain.

industri game 2020
Pertumbuhan pasar game berdasarkan segmen. | Sumber: Newzoo

Sementara itu, industri ikonsol akan tumbuh 6,8 persen menjadi US$45,2 miliar. Total pendapatan dan juga interaksi pemain game konsol diperkirakan akan naik dalam jangka pendek berkat pandemi. Namun, dalam jangka panjang, corona akan menyebabkan masalah tersendiri. Pandemi akan menyebabkan masalah terkait distribusi game secara fisik dan mempersulit kolaborasi antar developer game. Semua ini dapat membuat waktu peluncuran game menjadi tertunda. Pada Q2 2020, ada 2 game eksklusif PlayStation 4 — The Last of Us 2 dan Ghost of Tshushima — yang waktu peluncurannya ditunda akibat pandemi. Anda bisa melihat daftar game-game yang peluncurannya harus dimundurkan karena corona di sini.

Didorong oleh 1,3 miliar pemainnya, industri game PC juga tumbuh 4,8 persen, menjadi US$36,9 miliar pada 2020. Alasan utama dari pertumbuhan segmen game PC adalah karena lockdown. Untungnya, ekosistem PC tak lagi menggantungkan diri pada distribusi game secara fisik. Jadi, ini tidak akan menjadi masalah. Sayangnya, itu bukan berarti industri game PC sama sekali tak terpengaruh oleh corona. Ada beberapa game PC yang jadwal peluncurannya harus ditunda karena corona, termasuk Death Stranding.

Sumber header: RedBull

Strategi Publisher dan Developer Lokal untuk Pasarkan Game di Pasar Global

Di era serba digital ini, batas antar negara semakin mengabur. Dengan internet, Anda dapat terhubung dengan hampir semua orang di seluruh dunia. Dalam industri game, keberadaan platform distribusi game digital seperti Steam dan Google Play memberikan keuntungan tersendiri. Ini memungkinkan para developer untuk bisa menyasar audiens global. Semakin besar pasar yang ditargetkan, semakin besar pula potensi pemasukan yang didapatkan. Tentu saja, ada berbagai masalah yang harus bisa diselesaikan oleh pihak developer jika mereka ingin game-nya sukses di pasar global.

Apa yang Harus Diperhatikan Ketika Menargetkan Audiens Global?

Melalui platform seperti Steam atau Play Store dan App Store, developer bisa langsung menerbitkan game buatan mereka ke pasar global selama mereka menggunakan bahasa Inggris dalam game, ungkap CEO Toge Productions, Kris Antoni saat dihubungi oleh Hybrid.co.id melalui pesan singkat. Dia menambahkan, “Tapi, untuk beberapa negara yang mayoritas penduduknya tidak berbahasa Inggris, misal Tiongkok, Jepang, Korea, Brazil, dan lain sebagainya, kita perlu melakukan pelokalan. Tentu, biayanya tidak murah, tapi dapat dilakukan bertahap.” Ketika ditanya tentang apa yang harus diperhatikan ketika developer hendak menyasar audiens global, dia menjawab, “Perhatikan target market-nya. Negara/region apa saja yang mau kita tuju, dibandingkan dengan biaya pelokalan dan peraturan atau kultur.”

Senada dengan Kris, CEO dan Pendiri Digital Happiness, Rachmad Imron berkata bahwa sekarang, developer lokal dapat menyasar pasar global dengan lebih mudah. “Dalam konteks komoditi digital global, untuk distribusi, tinggal centrang saja di negara mana saja yang mau kita rilis. Yang membedakan adalah apresiasi dari jumlah revenue yang bisa didapatkan dari market global,” ujarnya.

“Namun, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Salah satunya adalah pelokalan konten, yang bisa meliputi script text, penamaan karakter, atau bahkan sampai di perancangan desainnya. Dicari benang merahnya yang bersifat global, sehingga game bisa dimengerti secara universal,” kata Rachmad. Dia memberikan contoh dalam penamaan Linda, tokoh utama DreadOut, game horror buatan Digital Happiness. “Nama Linda yang kita gunakan adalah nama yang universal dan pengucapannya pun hampir semuanya sama,” jelasnya.

Digital Happiness sengaja memilih nama Linda yang universal. |Sumber: Steam
Digital Happiness sengaja memilih nama Linda yang universal. |Sumber: Steam

Salah satu keuntungan menyasar pasar global adalah potensi pemasukan yang lebih besar, terutama jika developer membuat game PC atau konsol premium. Memang, Indonesia merupakan pasar yang cukup besar dengan populasi mencapai lebih dari 270 juta orang. Meskipun begitu, konsumen Indonesia cenderung sensitif terhadap harga. Selain itu, masyarakat di negara berkembang juga memiliki daya beli yang lebih kuat. Jadi, developer bisa mematok harga yang lebih tinggi untuk game-nya, selama mereka dapat memberikan kualitas yang memang memuaskan.

“Dikarenakan global market khususnya Tiongkok, AS, Rusia, Eropa, ekosistem industrinya telah matang puluhan tahun jauh di depan kita, daya beli masyarakat mereka pun tinggi sehingga mendongkrak revenue kita secara umum,” ujar Rachmad. Pada saat yang sama, dia menjelaskan, menyasar pasar global juga akan meningkatkan biaya operasi developer. Alasannya, karena mereka harus menyediakan dana untuk proses pelokalan game.

Menargetkan pasar global memang menggiurkan. Sayangnya, potensi pemasukan yang besar itu hanya bisa direalisasikan jika sebuah developer bisa mengatasi berbagai tantangan yang mereka hadapi.

Tantangan Menyasar Pasar Global?

Menurut Rachmad, salah satu tantangan yang dihadapi developer lokal ketika hendak masuk ke pasar global adalah persaingan ketat dengan para developer yang sudah lebih besar dan berpengalaman. “Kita harus bersaing dengan developer besar, yang punya ratusan pekerja dan dana ratusan juta dolar. Dibandingkan dengan kita, ya kayak bumi dan langit,” ujar Rachmad sambil tertawa.

“Semua orang bisa membuat game, tapi belum tentu kita bisa bersaing dengan developer-developer besar,” kata Rachmad. Menurutnya, bagi developer Indonesia yang enggan untuk mencoba menargetkan pasar global, mereka bisa memilih untuk fokus untuk menguasai pasar domestik. “Menarik apabila kita bisa menguasai pasar lokal. Tampaknya, kita juga nggak perlu go global, seperti yang terjadi di beberapa negara seperti Korea Selatan, Tiongkok, dan Jepang,” dia bercerita.

Coffee Talk adalah salah satu game terbaru Toge. | Sumber: Steam
Coffee Talk adalah salah satu game terbaru Toge. | Sumber: Steam

Meskipun begitu, menurut Kris, terlepas apakah developer menyasar pasar global atau hanya menargetkan pasar domestik, mereka tetap harus bersaing dengan developer/publisher raksasa. Memang, berbeda dengan Tiongkok, pemerintah Indonesia tidak membatasi developer asing yang hendak meluncurkan game buatannya di Indonesia. Di Tiongkok, jika developer asing ingin meluncurkan game di negara Tirai Bambu tersebut, mereka harus bekerja sama dengan perusahaan lokal.

Namun, Kris setuju, persaingan dengan game-game internasional merupakan salah satu masalah yang harus dihadapi developer lokal yang ingin menerbitkan game-nya di tingkat global. “Kita sekarang melakukan seleksi yang cukup ketat untuk memilih game yang akan kita kembangkan dan publish. Hanya game yang memiliki keunikan yang kuat, hook dan value proposition yang kuat yang akan kita pasarkan,” ungkapnya. Lebih lanjut, Kris bercerita, tantangan lain yang harus dihadapi oleh developer lokal adalah visibility dan market reach.

“Gimana caranya agar game Indonesia bisa dikenal di luar negeri? Kita berjuang keras untuk mengirimkan game-game kita ke kompetisi dan event eksibisi internasional. Dari situ, kita pelan-pelan membangun kredibilitas dan jaringan,” ujar Kris.

Strategi Dalam Menargetkan Pasar Global

Menurut laporan dari PCGamesN, pada 2019, ada 8.290 game yang dirilis di Steam. Tidak mudah bagi developer untuk membuat game-nya tampil menonjol di antara ribuan game tersebut. Karena itu, marketing menjadi sangat penting. Kris bercerita, di Toge, ketika mereka hendak memasarkan game di pasar global, mereka akan melakukan marketing secara digital. Dengan digital marketing, Toge dapat memperluas jangkauan mereka dan menekan pengeluaran, mengingat biaya marketing digital relatif lebih murah jika dibandingkan dengan marketing tradisional.

Selain itu, Toge juga melakukan pelokalan konten. Namun, terkait hal ini, Kris berkata bahwa Toge biasanya tidak mengubah isi konten game. “Pelokalan yang kita lakukan kebanyakan hanya sebatas bahasa,” ujarnya saat ditanya strategi Toge untuk masuk ke negara-negara yang memiliki budaya dan kebiasaan masing-masing.

Pelokalan yang dilakukan oleh Toge biasanya hanya sebatas bahasa. | Sumber: Steam
Pelokalan yang dilakukan oleh Toge biasanya hanya sebatas bahasa. | Sumber: Steam

Saat menyasar audiens global, developer bisa meluncurkan game-nya di seluruh dunia secara serentak. Namun, ada juga developer yang memilih untuk merilis game-nya di kawasan atau negara tertentu terlebih dulu, seperti yang Niantic lakukan dengan Pokemon Go. Menurut Rachmad, jika developer mengincar pasar global dan memiliki dana yang memadai, mereka sebaiknya meluncurkan game mereka secara serentak di seluruh dunia pada berbagai platform sekaligus. Idealnya, developer juga sudah menyiapkan opsi bahasa selain bahasa Inggris, khususnya bahasa Mandarin, Rusia, Prancis, Italia, Jerman, dan Spanyol.

“Dalam kasus DreadOut 1 dulu, kita memang menyasar langsung global. Indonesia sangat membantu dalam memviralkannya. Tapi, angka sales (di Indonesia) sangat jauh dibandingkan dengan Amerika Serikat,” cerita Rachmad. “Untuk DreadOut 2, kami setengah-setengah. Kabar baiknya, pengguna asal Indonesia saat ini menempati urutan ke-2 pengguna berbayar, mengalahkan pemain AS yang di DreadOut 1 menempati peringkat pertama.”

Taktik Ekspansi Global oleh Developer Asing

Masing-masing developer memiliki strategi yang berbeda ketika mereka menyasar audiens global. Bagi Activision, ketika mereka menyasar pasar global dengan Call of Duty: Mobile, mereka tidak hanya berusaha untuk melokalkan konten, tapi juga berusaha untuk memastikan konten dalam game tetap relevan dengan para pemain, tak peduli di negara mana mereka tinggal. Jenny Taran, Head of Growth, Call of Duty Mobile at Activision menjelaskan, untuk membuat game terasa familier bagi pemain, Activision biasanya membuat tim lokal, yang mencakup customer support, media sosial, marketing, dan lain sebagainya, seperti dikutip dari VentureBeat.

Taran bercerita, saat hendak menargetkan pasar global, Activision memang akan melakukan pelokalan sejak awal. “Semua channel untuk akuisisi pemain dan konten kreatif dibuat secara khusus menargetkan kawasan tertentu,” ujarnya. “Terkait pelokalan, salah satu hal penting yang pelajari adalah untuk fokus pada video gameplay dari game kami.” Dia menambahkan, hal penting lainnya adalah untuk menjelaskan gameplay dengan cara yang memang dipahami dengan masyarakat di sebuah negara atau kawasan.”

Sejak awal, Activision menargetkan audiens global dengan COD:M. | Sumber: Actvision
Sejak awal, Activision menargetkan audiens global dengan COD:M. | Sumber: Actvision

Jika dibandingkan dengan developer lokal, Activision memiliki dana yang lebih besar. Namun, itu bukan berarti mereka bisa menghambur-hamburkan uang begitu saja. Ekspansi global tidak murah. Tidak hanya uang, developer juga harus siap untuk menyediakan waktu dan sumber daya ketika mereka hendak menyasar audiens global. Karena itu, Activision biasanya tidak sembarangan mencoba untuk masuk ke sebuah negara. Sebagai gantinya, mereka akan fokus pada pasar yang memang memiliki potensi besar.

Lalu, bagaimana Activision menentukan pasar mana yang harus mereka masuki? Taran menjelaskan, Activision memiliki tim analitik dan konten kreatif di seluruh dunia. Dari sini, mereka akan mencoba untuk mengetahui besar potensi pasar sebuah negara. Setelah itu, mereka akan memfokuskan sumber daya mereka — uang, pekerja, dan waktu — berdasarkan besarnya potensi pasar dari satu negara. Sementara strategi yang mereka gunakan akan ditentukan berdasarkan apa yang mereka butuhkan. “Jika ada penyalahgunaan sumber daya karena kurangnya proses otomasi, maka data dan analitik data akan menjadi prioritas kami. Jika ada banyak ide kreatif yang belum direalisasikan, maka prioritas kami adalah mengembangkan konten kreatif,” ujarnya.

Kesimpulan

Dulu, game biasanya dikemas dalam bentuk fisik, baik berupa cartridge atau kepingan CD. Namun, sekarang, seiring dengan semakin cepatnya koneksi internet dan semakin tingginya penetrasi internet, semakin banyak juga orang yang memilih untuk membeli game melalui platform distribusi digital, seperti Steam dan Epic Store. Bagi developer game, ini berarti mereka dapat menyasar audiens global dengan lebih mudah.

Sebagai negara dengan populasi terbanyak ke-4 di dunia, pasar di Indonesia memang sudah cukup besar. Meskipun begitu, menyasar pasar global tetap menawarkan potensi pemasukan yang lebih besar. Pasalnya, sejumlah negara memiliki industri game yang lebih matang dan daya beli masyarakat yang lebih tinggi.

Hanya saja, untuk bisa menembus pasar global, developer juga harus bisa menawarkan game yang memang menarik bagi gamer internasional. Di sinilah pentingnya pelokalan. Biasanya, pelokalan tidak lebih dari mengganti bahasa, khususnya untuk negara-negara yang tidak menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa ibu. Namun, ada juga developer yang membuat tim lokal untuk memastikan bahwa game mereka dapat diterima dengan baik. Pada akhirnya, tingkat pelokalan yang dilakukan oleh developer tergantung pada dana yang mereka miliki.

Sumber header: DailySocial