Selain Wizards Unite, Warner Bros. Juga Garap Game Harry Potter Untuk Console

Enam tahun sudah berlalu sejak Harry Potter and the Deathly Hallows Part 2 tayang di layar lebar. Untuk memelihara ketertarikan fans terhadap franchise hiburan terbesar di dunia itu, dibangunlah website digital publishing sekaligus eCommerce Pottermore, dan baru saja, Warner Bros. mengumumkan kerja sama dengan Niantic Labs buat menciptakan game Harry Potter berbasis AR.

Dan kabar gembira buat penggemar tak berhenti sampai di sana. Lewat situs Pottermore, Warner Bros. Interactive Entertainment juga mengumumkan proyek penggarapan permainan Harry Potter di console. Dan menariknya lagi, mereka tak hanya berniat mengembangkan satu atau dua judul saja, tapi menyajikannya secara bersambung. Permainan-permainan ini nantinya akan diluncurkan di console serta perangkat mobile.

Untuk menunjang agenda mereka itu, Warner Bros. Interactive Entertainment turut meresmikan label baru bernama Portkey Games, diberi tugas mengawasi (dan mungkin mengelola) peluncuran game-game bertema dunia Harry Potter. Kata Portkey terdengar familier? Itu karena di jagat sihir J.K. Rowling ini, Portkey adalah objek yang bisa membawa Anda ke suatu lokasi cukup dengan menyentuhnya.

Informasi terkait permainan anyar Harry Potter masih sangat minim. Warner Bros. hanya bilang bahwa game-game tersebut akan mengajak Anda berkenalan dengan tokoh-tokoh baru serta bertemu karakter-karakter klasik. Kata sang publisher, momen itu ‘bisa terjadi di periode berbeda dalam hidup sang tokoh’, mengindikasikan latar belakang era yang bervariasi. Game boleh jadi merupakan prekuel, sekuel, atau di-setting saat tujuh buku (atau delapan film-nya) sedang berlangsung.

President of Warner Bros. Interactive Entertainment David Haddad mengungkapkan kegembiraannya terkait pengumuman ini, “Dengan berdirinya Portkey Games, kami merasa bersemangat buat memenuhi permintaan para penggemar yang menginginkan lebih banyak permainan berbasis Dunia Sihir J.K. Rowling. Saat ini, kami berkolaborasi bersama para kreator bertalenta untuk menciptakan game berkonsep ‘player-generated stories‘.”

Player-generated stories adalah salah satu bentuk dari konsep konten user-generated. Beberapa game yang mengusungnya adalah Star Trek Online, Second Life dan EverQuest 2, sehingga ada kemungkinan permainan anyar tersebut adalah game MMO. Saya pribadi lebih mengharapkan permainan single-player sandbox yang mempersilakan pemain menciptakan karakter custom-nya sendiri.

Sejak 2001, publisher berbeda telah mengadopsi Harry Potter ke medium hiburan video game, namun mayoritas dari mereka ialah tie-in film, dan sisanya merupakan versi Lego. Belum ada dari mereka yang betul-betul mengesankan, kecuali mungkin Quidditch World Cup.

Bagaimana Jika Novel Harry Potter Ke-9 Ditulis Oleh AI, Bukan J. K. Rowling?

Meski saga Harry Potter berakhir setelah ia berhasil mengalahkan Tom Riddle, fans beratnya sudah tidak sabar menanti kelanjutan kisah sang penyihir saat J. K. Rowling menyingkap Harry Potter and the Cursed Child. Rencananya, drama panggung Cursed Child baru akan digelar di akhir Juli nanti, tapi kabar baiknya, Anda sudah bisa membaca ‘fan fiction buku ke-9′ sekarang.

Menyebutnya sebagai fan fiction sebetulnya kurang tepat karena tulisan tersebut bukan dibuat oleh manusia, melainkan kecerdasan buatan kreasi Max Deutsch. Sang programer menggunakan empat buku Harry Potter pertama sebagai acuan LSTM Recurrent Neural Network, yaitu sebuah algoritma deep learning. Selanjutnya, ia meminta AI untuk membagi tulisan dalam bab terpisah. Hasilnya sangatlah unik.

Tentu saja karya LSTM Recurrent Neural Network masih berada jauh di bawah kelas J. K. Rowling. Setelah membaca beberapa paragraf, Anda akan mulai mengerutkan dahi karena lama-kelamaan ceritanya menjadi kian surealis. Namun Deutsch dari awal memang tidak bermaksud mengimitasi kemampuan Rowling, ia ingin menunjukkan bagaimana seandainya neural network digunakan dalam bidang kreatif.

Pada Digital Trends, Deutsch menjelaskan bahwa selama beberapa minggu ia telah melakukan eksperimen terhadap deep learning, dan upaya pembuatan ‘Buku ke-9 Harry Potter’ tersebut merupakan salah satu hasil terbaiknya. “Selain itu, proyek ini adalah cara saya menerapkan ilmu yang telah dipelajari, mencoba menggarap sesuatu yang enak dibaca,” tuturnya.

Deutsch menerangkan lebih lanjut kapabilitas AI ini: komputer ternyata cukup baik dalam membaca ritme serta gaya penulisan sumber teks, namun kalimat-kalimat di sana terasa seperti ocehan tidak jelas. Menariknya, sesekali, kecerdasan buatan betul-betul menuliskan kata-kata yang masuk akal. Oh, karena hanya berbasis dari empat novel Harry Potter, AI tidak mengetahui beberapa tokoh yang ia sertakan di sana telah tewas di buku berikutnya.

Deutsch memang masih membutuhkan banyak waktu menyempurnakan ciptaannya jika ia berharap suatu hari nanti hasil tulisan AI dapat dipublikasi layaknya penulis sungguhan. Buat sekarang, proyek ini sukses membuktikan bahwa komputer tak hanya bisa menganalisa, namun juga mampu melakukan aksi kreatif.

“Definisi kreativitas sulit dijelaskan, bahkan dari sisi manusia,” kata Deutsch. “Jika arti kreativitas hanya terbatas pada menciptakan karya baru – dengan mengolah ide-ide yang sudah ada – maka Harry Potter ciptaan neural network boleh dibilang sangat kreatif. Dalam hal ini, mungkin baru pertama kalinya mesin menciptakan kalimat: ‘Dumbledore akan keluar dari belakang kue krim.”

Tulisan lengkap dari LSTM Recurrent Neural Network dapat Anda baca di Medium.com.