Analis: Penjualan Hardware PC Gaming Meningkat Pesat Karena Pandemi

Pandemi COVID-19 menciptakan jutaan gamer PC baru. Itu bukan pendapat saya yang sejak kecil memang punya bias berlebih terhadap PC gaming, melainkan berdasarkan hasil riset ekstensif yang dilakukan Jon Peddie Research (JPR) baru-baru ini.

Dibandingkan tahun lalu, penjualan hardware PC gaming secara global diprediksi bakal naik hingga 10,3%. Alasannya sederhana: lockdown mendorong konsumen untuk membeli PC baru atau meng-upgrade milik mereka agar bisa digunakan untuk bermain game dengan lancar.

“Pasar hardware PC gaming sedang berada dalam skenario langka di mana semua segmennya mengalami peningkatan,” ujar Ted Pollak selaku analis senior JPR yang menuliskan laporan risetnya. “Kami melihat banyak orang membeli dan meng-upgrade komputer pribadi serta pemberian perusahaannya dengan komponen yang lebih baik, dengan tujuan untuk bermain video game,” tambahnya.

Di segmen entry-level, JPR memperkirakan penjualannya bakal naik sebesar 21,7%, dan sebagian besar angka pertumbuhan itu berasal dari gamer baru. Untuk segmen mid-range, grafik penjualannya akhirnya naik dan menunjukkan pertumbuhan yang positif. Lanjut ke segmen high-end, penjualan monitor beresolusi 1440p+ memicu konsumen untuk meng-upgrade komponen lainnya demi mengejar pengalaman gaming di 60+ fps.

Bahkan penjualan perangkat simulasi balap juga ikut naik berkat sejumlah ajang balapan bergengsi seperti Formula 1 atau Le Mans yang mengambil jalur virtual. Di kategori ini, perangkatnya mencakup PC berspesifikasi tinggi dengan setup audio premium, peripheral balap lengkap seperti setir, tuas persneling dan pedal gas/rem, dan terkadang juga kursi balap. Para penggemar baru sim racing ini disebut tidak segan mengucurkan dana hingga sebesar $2.000 – $5.000.

Ilustrasi memainkan game di PC / Pexels
Ilustrasi memainkan game di PC / Pixabay

Menurut saya pribadi, fenomena ini cukup bisa dipahami mengingat industri hiburan memang sedang terpukul. Jumlah film blockbuster yang dirilis dalam empat bulan terakhir ini menurun drastis, dan di saat orang-orang kehabisan tontonan, sebagian dari mereka akhirnya beralih ke gaming.

Pertanyaan berikutnya, kenapa PC? Kenapa tidak console saja? Saya setidaknya punya dua jawaban. Alasan yang pertama berkaitan dengan karakteristik multi-fungsi dari PC itu sendiri. PC bisa dipakai untuk bekerja sekaligus bermain, sehingga meng-upgrade PC bisa dilihat juga sebagai salah satu cara untuk menjalani tren WFH.

Yang kedua, ada kemungkinan konsumen menahan diri untuk membeli console dikarenakan semakin dekatnya perilisan next-gen console (PlayStation 5 dan Xbox Series X). Sebagian yang mengincar console current-gen mungkin juga berpikir mereka bisa mendapatkan potongan harga jika mereka menunggu sampai PS5 dan Xbox Series X dirilis, meski tentu saja ini berarti mereka melewatkan momen emas untuk bermain game di kala pandemi.

Saya sendiri termasuk salah satu konsumen yang meng-upgrade PC-nya di saat pandemi, meski saya punya alasan yang berbeda: slot PCIe motherboard saya rusak, hingga akhirnya saya harus mengganti motherboard, CPU dan RAM sekaligus, dan tidak lama setelahnya pun GPU saya ikut rusak. Berhubung PC merupakan sarana utama yang saya perlukan untuk bekerja, rencana upgrade PC ini pun langsung mendapat lampu hijau dari pasangan saya. Bonusnya, saya bisa memainkan lagi The Outer Worlds di setting grafik tertinggi 🙂

Menariknya, peningkatan penjualan hardware ini sudah mulai terjadi bahkan sebelum Nvidia dan AMD mengumumkan GPU generasi terbarunya masing-masing, yang rumornya tidak lama lagi. Di saat GPU Nvidia Ampere dan AMD RDNA 2 sudah diluncurkan nanti, bukan tidak mungkin penjualannya malah semakin meningkat lagi, meski memang ada kemungkinan juga pemasarannya baru dimulai tahun depan akibat proses produksi yang terhambat selama pandemi.

Via: PC Gamer. Gambar header: Artiom Vallat via Unsplash.

Pasar Hardware Gaming di PC Tembus Angka US$ 30 Miliar

Banyak orang meremehkan segmen DIY, bahkan beberapa firma riset hanya fokus pada penjualan dan pengapalan PC buat mengukur pangsa pasarnya, dan melaporkan bahwa angkanya terus menyusut. Faktanya, ranah do-it-yourself merupakan jantung dari kegiatan gaming di PC, dan berdasarkan penyelidikan Jon Peddie Research, angkanya baru saja menyentuh rekor baru.

Perusahaan riset asal Kalifornia itu belum lama mengumumkan berita menggembirakan bagi semua gamer PC. Untuk pertama kalinya, pasar komponen gaming komputer mencapai nilai US$ 30 miliar di tahun 2016 – termasuk upgrade hardware, aksesori, hingga periferal. Kenaikan tersebut kabarnya lebih cepat dua tahun dari prediksi, sebelumnya US$ 30 miliar diperkirakan baru akan diperoleh di tahun 2018.

Menurut JPR, faktor pendorong melesatnya peningkatan ini adalah besarnya budaya gaming dan populasi gamer, serta minimnya perlawanan dari console – dengan konsumen di Asia Pasifik sebagai ujung tombaknya. Negara-negara di kawasan lain tentu saja menunjukkan pertumbuhan, dan menariknya, penjualan hardware high-end di Amerika Utara dan Eropa Barat lebih tinggi dari Asia Pasifik, meski kenaikannya lebih rendah (masing-masing 5,78% dan 6,63% versus 9,61%).

JPR 1

Ted Pollak selaku senior game industry analyst JPR menjelaskan ada banyak faktor penyebab semakin banyak orang merangkul PC gaming. Pertama, penyajian desktop kian populer karena pengguna dapat melihat detail lebih tinggi walaupun permainan cuma dijalankan di resolusi HD ataupun full-HD. Kedua, skema kontrol keyboard dan mouse lagi-lagi terbukti lebih superior, salah satu buktinya adalah judul-judul eSport mayoritas dimainkan di PC.

Sebagai tambahan, para desainer produk telah menyediakan ribuan opsi untuk user dalam melakukan kustomisasi PC di sisi fungsi serta estetika. Contohnya: setup multi-monitor, kartu-kartu grafis berperforma monster, berbagai pilihan notebook gaming dari mulai perangkat super-tipis hingga desktop replacement; belum lagi pernak-pernik seperti liquid cooling, sistem lighting, SSD, mouse gaming, keyboard mekanik, sampai aksesori Xbox yang kompatibel.

JPR juga melihat bahwa AMD dan Nvidia makin memerhatikan konsumen-konsumen entry-level, dan mulai menyediakan produk-produk kartu grafis di rentang harga US$ 120, seperti GTX 1050 dan Radeon RX 460. CPU Ryzen juga sangat menarik karena AMD mempunyai agenda untuk menyediakannya di perangkat kelas paling dasar, mid-range, sampai high-end. Bahkan GPU integrated di CPU Intel pelan-pelan mulai menyaingi console.

Seperti yang bisa Anda lihat, dominasi PC sulit dibendung. Dari pada menunda-nundanya, ayo bergabung bersama ‘master race‘ sekarang.