Sony A7S III Hadir di Indonesia dan Umumkan Program Eksklusif Alpha Privileged Club

Kamera dambaan videografer Sony A7S III telah resmi datang ke Indonesia, acara peluncurannya dilakukan secara virtual dan disiarkan langsung di channel YouTube Sony Indonesia. Hadirnya A7S melengkapi rangkaian kamera mirrorless full frame unik dari Sony, terutama A7R IV yang menawarkan resolusi tinggi, A9 II kecepatan, dan A7S sensitivitas.

Pengembangan kamera ini memang memakan waktu yang cukup lama, karena kami melakukan berbagai riset untuk menyempurnakan kamera ini. Melalui penantian panjang ini, kami selalu mendengarkan masukan dari konsumen dan melihat perkembangan industri sampai akhirnya A7S III hadir sebagai inovasi yang melampaui ekspektasi mereka,” ujar Kazuteru Makiyama, President Director PT Sony Indonesia.

Sony A7S III akan segera tersedia di Indonesia pada bulan November 2020 dengan harga Rp50.999.000. Kita sudah dapat memesannya secara pre-order mulai tanggal 25 September sampai 11 Oktober 2020 di seluruh Sony Authorized Dealer.

Untuk pembelian kamera Sony A7S III pada masa pre-order, konsumen akan mendapatkan paket spesial senilai Rp4.400.000 dalam bentuk CF Express Type A 80GB, baterai NP-FZ100 secara gratis, dan kesempatan menerima potongan harga sebesar Rp1.500.000 untuk lensa G Master PWP (model pilihan: SEL24F14GM, SEL70200GM, SEL2470GM, dan SEL1635GM).

Program Eksklusif ‘Alpha Privileged Club’

~ai-57f34150-4586-4e9f-b4ef-6e945c4f8115_

Bersama A7S III, Sony juga mengumumkan program keanggotaan eksklusif ‘Alpha Privileged Club’ dengan status Platinum yang merupakan persembahan Sony Indonesia untuk para pemilik setia kamera Alpha, khususnya pengguna lini produk full frame high-end Sony. Pendaftaran Alpha Privileged Club dapat dilakukan secara gratis mulai hari ini melalui laman resmi Alpha Privileged Club.

Syarat untuk dapat bergabung menjadi anggota Alpha Privileged Club Anda harus mempunyai setidaknya satu kamera kelas atas Sony dengan garansi Sony Indonesia yaitu Sony Alpha 9, A9 II, A7R IV, A7R III, A7R II, A7S II, dan A7S III. Pengguna merupakan penduduk Indonesia dan memiliki akun atau terdaftar pada microsite My Sony.

Kami memfokuskan program ini pada pengguna lini produk Full-Frame High terlebih dahulu, karena kami melihat peningkatan minat pengguna di Indonesia terhadap deretan lini produk ini. Kami harap dapat terus menghadirkan yang terbaik dan lebih dekat lagi dengan para konsumen kedepannya,” kata Kazuteru Makiyama.

Program ini menawarkan berbagai manfaat, seperti layanan sensor cleaning cuma-cuma di Sony Service Center tertentu, pick up delivery untuk setiap kamera yang membutuhkan perbaikan, hingga voucher berupa potongan khusus yang bisa digunakan dalam pembelian kamera dan lensa. Setiap anggota Alpha Privileged Club juga akan mendapatkan kartu keanggotaan, paket merchandise eksklusif yang dipersonalisasi, serta privilese khusus mengenai informasi produk, promo, maupun aktivitas terbaru yang diselenggarakan oleh Sony Indonesia.

Fitur Utama Sony A7S III

Tampilan Sony Alpha 7S III

Mengingat selisih lima tahun dengan generasi sebelumnya, Sony A7S III pun sepenuhnya dirancang ulang termasuk sensor dan prosesor gambar baru. Sensor gambarnya tetap beresolusi 12,1MP tetapi dengan struktur back-illuminated Exmor R CMOS yang mengurangi rolling shutter hingga tiga kali dan memiliki sensitivitas tinggi.

Sensor gambar terbaru ini mencakup sistem focal plane phase-detection AF untuk pertama kalinya pada kamera seri S. Penggunaan struktur back-illuminated juga meningkatkan kecepatan pembacaan data 2x dan dengan kombinasi prosesor gambar baru Bionz XR yang terdiri dari dua gabungan prosesor, membuat kinerja pemrosesan meningkat hingga 8x lebih tinggi dibandingkan dengan sistem konvensional.

Tampilan Layar Sentuh dari Kamera Sony Alpha 7S III

Beberapa fitur utama Sony A7S III antara lain kemampuan perekaman video 4K hingga 120p dengan kedalaman 10-bit dan pengambilan sampel warna 4:2:2. Serta, Full HD hingga 240 fps dengan full-pixel readout tanpa pixel binning dan mendukung ISO sampai 409.600.

Dengan S-Log3 yang menawarkan dynamic range 15+ stop dan punya ISO minimum 160 sehingga lebih fleksibel saat pengambilan gambar maupun saat post-production. Juga menawarkan berbagai mode perekaman video, seperti All-Intra dan MPEG-H HEVC/H.265 coding (XAVC HS). Serta, memungkinkan output hingga 4K 60p 16-bit RAW ke perekam eksternal melalui konektor HDMI Tipe-A.

Desain Alpha 7S III juga telah dirombak untuk memastikan pembuangan panas yang lebih efektif dan mencegah pemanasan berlebih – bahkan selama sesi perekaman video terus-menerus dengan fitur 4K 60p 10-bit 4:2:2 selama satu jam atau lebih.

Tampilan Sony Alpha 7S III dengan Slot Kartu Dual CFexpress Tipe A

Selain itu, Sony A7S III juga menarkan fitur-fitur seperti mode aktif dengan 5-axis in-body image stabilization, interface layar sentuh, layar LCD vari-angle bukaan samping, viewfinder electronic OLED 9,44 juta-dot, dan merupakan kamera pertama di dunia dengan slot kartu dual CFexpress Tipe A.

Untuk fitur fotografinya, A7S III mengusung sistem Hybrid AF cepat dengan titik 759 phase-detection AF yang mencakup 92% sensor gambar. Kamera ini juga dapat mencapai ketepatan AF tinggi untuk fokus akurat dalam cahaya hingga EV-6, di mana subjek sulit untuk dilihat dengan jelas bahkan dengan mata telanjang.

Kita dapat melakukan pemotretan terus-menerus, lebih dari 1000 gambar RAW yang tidak terkompresi hingga 10fps atau hingga 8fps dalam mode live view, baik secara shutter mekanis atau elektronik. A7S III juga menyertakan HEIF (Format File Gambar dengan Efisiensi Tinggi) yang memungkinkan gradasi 10-bit yang halus dan teknologi kompresi mutakhir untuk menjaga kualitas gambar sekaligus secara signifikan mengurangi ukuran file dan menghemat ruang penyimpanan.

Kata Para Profesional

Dalam acara peluncuran A7S III, Sony juga mengundang Upie Guava selaku Alpha Professional Videographer dan Fajar Bustomi – Indonesian Box Office Film Director untuk menceritakan pengalaman mereka menggunakan A7S III. Bicara filmmaking, menurut Upie Guava di masa depan akan ke arah tidak adanya lagi pembatasan kreativitas, hanya karena support sistem produksi dalam hal ini adalah kamera dan ekosistemnya. Sekat-sekat dalam industri pun akan melebur karena semakin terbukanya platform baru di era internet.

Indie filmmaking atau dengan kata lain limited crew production akan menjadi hal yang mainstream dan akan bersaing di platform yang sama dengan produksi yang dapat dikatakan besar saat ini dan pada masa tersebut ekosistem di sebuah produksi pasti akan berubah sesuai dengan kebutuhannya. Tool atau alat tidak akan lagi menjadi penentu atau pembatas sebuah kreativitas.

Low light sensitivity adalah kunci utamanya, performa kamera ini dalam hal sensitivitas terhadap cahaya membuka banyak peluang untuk mengeksploasi shot-shot yang sebelumnya hanya berakhir di benak kita karena terbentur keterbatasan produksi. Tidak perlu tergantung pada lighting dengan watt yang besar misalnya. Buat Upie Guava, ekosistem LED lighting saat ini dengan Sony A7S III merupakan kombinasi yang sempurna.

Sementara menurut Fajar Bustomi, efek rolling shutter pada A7S III hampir tidak ada dan sudah seperti kamera cinema. Sehingga tidak menutup kemungkinan A7S III bisa digunakan untuk produksi film layar lebar karena bioskop di Indonesia sendiri saat ini rata-rata resolusinya di 2K. Semua yang dibutuhkan untuk produksi film bioskop pun sudah tersedia di A7S III yaitu video 4K 10-bit 4:2:2.

Secara teknologi, menurut mereka Sony A7S III adalah kamera yang cerdas. Tidak hanya bicara spesifikasi yang tinggi tapi fitur-fiturnya juga cerdas dalam artian memenuhi kebutuhan seorang videografer. Misalnya autofocus tidak hanya bicara soal kecepatan tapi juga soal keakuratan dan cara transisi fokusnya natural seperti dikontrol oleh sang videografer.

Alice Adalah Konsep Kamera dengan Sensor MFT dan Menggabungkan Kekuatan AI Smartphone

Fotografi merupakan aspek penting dari sebuah smartphone. Setiap model smartphone baru dirilis, kamera selalu menjadi sorotan utama dan teknologinya terus menerus berkembang.

Kedepannya apakah mungkin kamera smartphone memiliki sistem lensa yang bisa diganti? Atau justru sebaliknya, pabrikan kamera mengadopsi sistem operasi Android dan menghadirkan fungsi smartphone di kamera mirrorless. Sayangnya saat ini belum kesana, tetapi konsep kamera bernama ‘Alice’ mendekatinya.

Alice adalah interchangeable lens camera dengan sensor Micro Four Thirds (MFT) yang terintegrasi dengan smartphone. Kamera ini memiliki chip AI khusus dengan machine learning untuk mendorong batasan dari apa yang dapat dilakukan oleh sebuah kamera.

Saat ini, kamera Alice masih dalam prototipe konsep dan akan tersedia di platform crowdfunding Indiegogo pada bulan Februari 2021 mendatang. Kamera ini dirancang oleh kolaborasi tim engineer, data scientist, dan content creator di Inggris sejak bulan November 2019 dan pada bulan Juli 2020 desain konsep ketiga Alice telah terbentuk berdasarkan umpan balik customer. Mereka juga telah mewawancari 1.000 fotografer dan videografer untuk mendengar keluh kesahnya dan menjawabnya lewat Alice.

5f17f3c4d278cc45971ffe32_website-3-gigapixel-scale-2_00x

Kamera ini tidak memiliki layar sendiri, jadi kita bisa memasangkan smartphone untuk mengendalikan pengaturan kamera, termasuk untuk melihat pratinjau dan meninjau foto. Kamera dan smartphone akan berkomunikasi menggunakan koneksi nirkabel 5GHz. Berkat chip AI yang dimilikinya, kamera akan menawarkan kemampuan dan teknik baru untuk autofocus, autoexposure, colour science, dan banyak lagi.

5f17f472a22e253e30dcc51d_iPhone-X-XS-11-Pro-–-8_2x_iphonexspacegrey_portrait-p-1080

Anda tentu setuju bahwa fitur-fitur berbasis AI di kamera smartphone selangkah lebih maju dibanding di kamera digital. Bayangkan semua kelebihan tersebut dikombinasikan dengan sensor sebesar Micro Four Thirds dan dukungan berbagai lensa berkualitas tinggi.

Untuk menjawab kebutuhan selfie dan vlogging, smartphone juga bisa dipasangkan secara terbalik dan kita bisa menggunakan sebagian layar smartphone untuk menyesuaikan komposisi. Penyimpanannya menggunakan Micro SD dan hasilnya bisa segera ditransfer untuk diedit dan dibagian ke media sosial.

5f17f4171e5dbcd12cb80393_transparent-1-gigapixel-scale-2_00x-p-500_copy

Alice dapat merekam video 4K pada 30p atau Full HD pada 60p dan kita bisa memanfaatkan Alice untuk melakukan live streaming. Ukuran piksel besar dan struktur Quad Bayer memberikan performa di kondisi pencahayaan rendah lebih baik dan dynamic range lebih luas.

Harga normal Alice Camera nantinya dibanderol £750 atau sekitar Rp14,3 juta. Namun untuk pengguna awal lewat pemesanan di Indiegogo harga £450 dan £550 dengan deposit sebesar £50, kemudian akan dikirim mulai bulan Maret 2021.

Sumber: DPreview

Canon PowerShot Zoom Adalah Kamera Unik dengan Bentuk Seperti Teropong

Menjadi salah satu produsen kamera terbesar di dunia tidak mencegah Canon untuk terus bereksperimen dengan kategori-kategori kamera baru. Salah satu yang terbaru dan cukup unik adalah PowerShot Zoom, yang sepintas kelihatan lebih mirip teropong monokular ketimbang sebuah kamera.

Cara penggunaannya memang mirip seperti teropong, dengan ujung belakang yang bertindak sebagai jendela bidik. Di dekat viewfinder tersebut, ada tombol untuk menjepret foto dan memulai perekaman video yang dapat dioperasikan dengan mudah menggunakan ibu jari selagi perangkat ditempelkan ke mata.

Di dekat ujung depannya juga ada beberapa tombol, yakni tombol power, tombol menu, dan tombol untuk zoom in atau zoom out. Seperti yang sudah bisa ditebak melalui namanya, kemampuan zoom kamera ini memang cukup istimewa berkat penggunaan lensa 100-400mm f/5.6-6.3. Andai masih kurang dekat, ada opsi digital zoom untuk melipatgandakan jangkauannya menjadi 800mm.

Di balik lensanya, bernaung sensor CMOS berukuran 1/3 inci dengan resolusi 12,1 megapixel dan ISO maksimum 3200. Ditandemkan dengan prosesor DIGIC 8, kamera ini sanggup merekam video dengan resolusi maksimum 1080p 30 fps, atau menjepret secara terus-menerus dengan kecepatan hingga 10 fps.

Sistem image stabilization (kemungkinan besar elektronik) maupun fitur Face AF juga tersedia pada kamera ini. Semua hasil tangkapannya disimpan ke kartu microSD, atau bisa juga dilihat melalui aplikasi pendampingnya di smartphone mengingat kamera ini menyimpan konektivitas Bluetooth 4.2.

Charging-nya mengandalkan konektor USB-C. Dalam sekali pengisian, baterainya diestimasikan bisa bertahan sampai 150 kali jepretan foto. Secara keseluruhan, bobot perangkat tidak lebih dari 145 gram. Dimensi persisnya sendiri tercatat 103,2 x 50,8 x 33,4 mm.

Satu hal yang paling mengecewakan dari Canon PowerShot Zoom adalah, sejauh ini ia cuma dipasarkan di Jepang melalui situs crowdfunding Makuake, dan semua kuotanya pun telah terjual habis. Di sana, harga paling murah yang tertera adalah 31.460 yen, atau setara dengan Rp4,4 juta.

Sumber: PetaPixel.

Canon Umumkan Generasi Baru Kamera Printer Instan IVY CLIQ Series

Canon telah mengumumkan sepasang kamera printer instan baru IVY CLIQ series yaitu IVY CLIQ +2 dan IVY CLIQ 2. Seperti iNSPiC S dan C, kedua kamera ini dilengkapi printer bawaan yang dapat menghasilkan cetakan 3×2 inci.

Nah menariknya foto yang telah dicetak tersebut bisa digunakan sebagai stiker yang mana sisi belakangnya dapat dikletek dan kita bisa menempelnya ke smartphone, laptop, dinding, dan lainnya. Border-nya juga dapat dihias sebelum dicetak.

IVY_CLIQ_2_MidnightNavy_Light_Front

Untuk spesifikasinya, IVY CLIQ 2 mengusung kamera 5MP dan dibekali filter internal yang bisa diakses oleh pengguna di dalam kamera. Sementara, untuk IVY CLIQ +2 memiliki kamera 8MP dan didukung aplikasi Canon Mini Print yang memungkinkan kita memilih hasil foto dan mengeditnya sebelum dicetak. Lewat aplikasi tersebut, kita juga bisa mencetak koleksi foto yang diambil oleh smartphone.

Untuk memudahkan pengambilan komposisi saat selfie, keduanya punya fitur selfie mirror di keliling ring LED agar wajah terlihat glowing. Ada tiga mode foto yang dipilih yaitu landscape, portrait, dan selfie.  

IVY_CLIQ2_Turquoise_Back

Proses pencetakannya, Canon menggunakan teknologi cetak ZING Zero Ink. Jadi tanpa kartrid tinta tetapi menggunakan panas untuk mengeluarkan pewarna CMY yang sudah tertanam di kertas. Menurut Canon, pencetakan foto 3×2 inci membutuhkan waktu sekitar 50 detik.

IVY_CLIQ_2_RoseGold_Top_copy

Kamera dapat menampung sepuluh lembar kertas sekaligus dan dapat mencetak hingga 25 cetakan sekali charge. Harga Canon IVY CLIQ +2 akan dibanderol US$149 atau sekitar Rp2,1 jutaan, sedangkan IVY CLIQ2 dijual US$99 atau Rp1,4 jutaan. Untuk kertasnya, satu paket stiker bundar dijual US$12.99 atau Rp190 ribuan dan kertas persegi panjang biasa $9.99 atau Rp140 ribuan.

Sumber: DPreview

Nikon Menambah Dua Lensa untuk Sistem Z-mount, 14-24 F2.8 S dan 50mm F1.2 S

Bulan Agustus tahun 2018, Nikon secara resmi mengumumkan kamera mirrorless full frame pertamanya dengan mount Nikon Z atau Z-mount. Adalah Nikon Z6 dan Z7 bersama tiga lensa Nikkor Z 35mm F1.8 S, 50mm F1.8 S, dan 24-70 F4 S.

Kemudian pada tahun 2019, Nikon merilis satu kamera dengan Z-mount tetapi menggunakan sensor APS-C yaitu Nikon Z50. Beberapa lensa yang hadir di tahun 2019 antara lain Nikkor Z 14-30 F4 S, 24-70mm F2.8 S, 85mm F1.8 S, 24 F.8 S, DX 16-50mm F3.5-6.3 VR, 58mm F0.95 S Noct, dan DX 50-250mm F4.5-6.3 VR.

Lanjut ke tahun 2020, Nikon sudah melepas Nikon Z5 pada bulan Juli lalu. Kamera mirrorless full frame dengan harga yang lebih terjangkau dari Nikon Z6. Untuk lensanya, ada Nikkor Z 70-200 F2.8 VR S, 24-200mm F4-6.3 VR, 20mm F1.8 S, dan 24-50mm F4-6.3.

Sekarang Nikon menambah dua lensa lagi untuk sistem Nikon Z yaitu Nikkor Z 50mm F1.2 S dan 14-24mm F2.8 S. Dengan ini berarti jumlah kamera dengan Nikon Z ada empat dan lensa native-nya ada sekitar 16 model dengan focal length beragam.

Nikkor Z 14-24mm F2.8 S

Nikon_Z_14-24_2.8_angle1

Lensa zoom wide-angle ini menggunakan desain optik baru yang membuatnya 35% lebih ringan dibanding versi Nikon FX (DSLR) yaitu Nikon AF-S Nikkor 14-24mm f/2.8G ED. Berkat elemen depan yang hampir rata, lensa ini tetap memiliki ulir filter konvensional di bagian depannya. Meski ukurannya cukup besar 112mm dan juga mendukung filter gel di belakang.

Lensa ini berukuran 88.5mm x 124.5mm, dengan bobot 650 gram berkat penggunaan material magnesium alloy pada bodinya. Secara optik, Nikkor Z 14-24mm F2.8 S terdiri dari 16 elemen dalam 11 grup, mencakup aperture sembilan bilah, empat elemen ED, lapisan anti-reflektif Nano Crystal dan ARNEO untuk mengurangi ghosting, flare, dan coma.

Selain itu, Nikkor Z 14-24mm F2.8 S juga sudah weather sealing dan memiliki panel OLED kecil yang dapat menampilkan berbagai informasi seperti aperture serta tombol dan ring kontrol yang dapat disesuaikan. Rencananya lensa ini akan dijual pada bulan November dengan harga US$2400 atau sekitar Rp35,6 jutaan.

Nikkor Z 50mm F1.2 S

Nikon_Z_50_1.2_angle1

Sebelumnya Nikon juga sudah memiliki lensa prime atau fix 50mm, tetapi kali ini Nikon membawa versi yang lebih premium lagi dengan aperture F1.2. Lensa Nikkor Z 50mm F1.2 S ini memiliki desain optik ‘symmetrical‘ yang menurut Nikon meningkatkan kemampuannya untuk memberikan ketajaman dari ujung ke ujung.

Secara optik, lensa ini terdiri dari 17 elemen dalam 15 grup. Meliputi 2 elemen ED, tiga elemen aspherical, serta lapisan anti-reflektif Nano Crystal dan ARNEO untuk mengurangi ghosting dan flare. Rencananya Nikkor Z 50mm F1.2 akan mulai dijual pada bulan Desember dengan harga US$2.100 atau sekitar Rp31 jutaan.

Sumber: DPreview

Sony a7C Usung Sensor Full-Frame dalam Bodi Seukuran Kamera APS-C

Sony a7S III rupanya bukan satu-satunya kamera mirrorless full-frame yang Sony luncurkan di tahun pandemi ini. Mereka juga baru saja mengumumkan a7C, yang mereka klaim sebagai kamera mirrorless terkecil yang mengusung sensor full-frame.

Oke, sebelum membahasnya lebih jauh, klaim tersebut mungkin perlu agak diluruskan. a7C tercatat memiliki dimensi 124 x 71,1 x 59,7 mm, dengan bobot 509 gram. Bandingkan dengan Sigma fp, yang sama-sama merupakan kamera mirrorless bersensor full-frame, tapi yang dimensinya cuma 112,6 x 69,9 x 45,3 mm, dan beratnya hanya 422 gram.

Sony bukannya bohong, tapi deskripsi terkecil tadi rupanya kurang lengkap. Yang lebih tepat adalah menyebut Sony a7C sebagai kamera mirrorless terkecil yang dibekali sensor full-frame plus in-body image stabilization (IBIS). Sigma fp memang lebih mungil, tapi kamera tersebut sama sekali tidak dilengkapi sistem penstabil.

Ini tentu juga bukan pertama kalinya Sony menyematkan sensor sebesar ini di bodi sekecil ini. Jauh sebelum ini pernah ada seri kamera Sony RX1, akan tetapi bedanya kamera tersebut punya lensa yang fixed, sedangkan a7C bisa dilepas-pasang lensanya. Desainnya sepintas kelihatan mirip seperti Sony a6600, dan ternyata bobot kedua kamera memang hampir sama meski ukuran sensornya berbeda jauh.

Secara teknis, a7C mengusung spesifikasi yang nyaris identik seperti a7 III, yang mencakup sensor full-frame 24 megapixel, IBIS 5-axis, burst shooting dengan autofocus sekencang 10 fps, perekaman video 4K 30 fps dengan dukungan format S-Log2 maupun S-Log3, sampai baterai NP-FZ100 yang berkapasitas besar. Sebagai bagian dari keluarga besar Sony a7, tracking autofocus berbasis AI juga menjadi salah satu suguhan utama di a7C.

Di bagian belakang, Anda akan menemukan touchscreen 3 inci yang bisa dihadapkan ke depan untuk vlogging. Sayang viewfinder elektroniknya lebih inferior ketimbang milik a7 III. Resolusinya memang sama-sama 2,36 juta dot, akan tetapi tingkat perbesarannya lebih kecil di angka 0,59x.

Sony a7C kabarnya akan mulai dipasarkan pada akhir Oktober. Di Amerika Serikat, ia dihargai $1.800 body-only, atau $2.100 bersama sebuah lensa kit. Lensanya kebetulan juga baru: 28-60mm f/4-5.6 dengan model collapsible yang membuatnya jadi lebih ringkas.

Sumber: DPReview.

5 Peralatan yang Perlu Dipersiapkan Saat Memulai Bisnis Fotografi

Memotret adalah kegiatan yang sangat menyenangkan. Setelah memiliki kamera digital untuk pertama kalinya, saya pun mulai aktif mengikuti berbagai workshop dan komunitas fotografi.

Bagi para penggemar fotografi seperti saya, menjadi fotografer profesional merupakan sebuah impian yang menurut saya sangat mungkin untuk dicapai. Sebab, potensi karir dan peluang bisnis dalam fotografi sangatlah luas.

Meski bisnis fotografi juga terpukul akibat pandemi covid-19, namun kita harus optimis bahwa badai pasti berlalu. Saat ini, kita bisa mematangkan persiapan dan giat menyerap ilmu. Ada banyak sekali workshop dan webinar fotografi yang bisa diikuti.

Lalu, peralatan esensial apa saja yang dibutuhkan untuk membuka bisnis fotografi?

1. Dua Kamera

Kamera

Saya mulai dari memilih setidaknya dua kamera, kenapa harus dua? Selain tentunya sebagai backup, kamera kedua bisa digunakan oleh penembak kedua atau menggunakan dua kamera langsung dengan dua lensa yang berbeda.

Untuk kebutuhan foto, kamera dengan sensor full frame memiliki banyak keunggulan dibanding APS-C terutama di kondisi pencahayaan rendah. Namun, kamera APS-C juga mampu menghasilkan foto yang berkualitas.

Skenario rekomendasi dari saya untuk Sony, kita bisa mengandalkan kamera utama dengan Sony A7 III atau A7 II juga masih sangat baik untuk foto meski fitur videonya sangat minim. Lalu, untuk kamera sekunder bisa memilih Sony A6xx series.

Dari Canon, kita juga bisa menggunakan konfigurasi full frame dan APS-C. Misalnya untuk kamera utama bisa mengandalkan Canon EOS R atau EOS RP, kemudian untuk APS-C bisa menggunakan EOS M50 atau EOS M6 Mark II.

Untuk Fujifilm, kita akan sepenuhnya mengandalkan kamera APS-C. Kombinasi yang pas menurut saya ialah Fujifilm X-T4 atau X-T3 sebagai kamera utama, kemudian X-T30/X-T20 sebagai kamera sekunder.

2. Lensa

Lensa

Lensa turut andil besar terhadap kualitas foto yang kita hasilkan, oleh karena itu memilih lensa yang tepat menjadi sangat penting dan pastikan mencakup focal length lebar hingga tele. Saya akan mulai dari tiga opsi lensa, yaitu dua lensa fix/prime dan satu lensa zoom.

Kenapa lensa fix? Karena memiliki aperture besar yang berguna untuk mengambil beauty shoot dan bisa diandalkan di kondisi pencahayaan rendah. Juga harganya lebih terjangkau, hasilnya tajam, dan ukurannya lebih compact.

Kita akan ambil satu lensa fix wide angle yang ekuivalen 35mm atau yang lebih lebar seperti 28mm, 24mm, dan seterusnya. Lalu, satu lensa fix tele menengah seperti 50mm, 85mm, atau 105mm. Pilih sesuai kebutuhan dan yang Anda suka.

Kemudian satu lensa zoom berkualitas dan kalau bisa yang memiliki aperture konstan f2.8. Harus diakui, harganya terbilang mahal bahkan bisa dapat satu bodi kamera lagi. Rentang zoom-nya sesuaikan kebutuhan, apakah butuh yang wide angle seperti 18-35mm atau yang mencakup lebih banyak seperti 24-105mm, hingga tele 70-200mm.

3. Laptop

Laptop

Sebelum lanjut saya ingin bertanya, apakah ada kebutuhan mengedit video dan seberapa tinggi mobilitas Anda? Ada dua model laptop yang bisa kita pilih yaitu antara laptop gaming yang menawarkan performa tinggi atau laptop mainstream premium yang menawarkan portabilitas dengan performa yang cukup saja.

Untuk kenyamanan dan efisiensi kerja jangka panjang, saya merekomendasikan laptop gaming 15,6 inci ditambah investasi monitor eksternal. Pastikan Anda membeli laptop dengan prosesor terbaru, berarti antara 10th Gen Intel Core H-Series dan AMD Ryzen 4000 H-Series. Ditambah penyimpanan berbasis SSD dan RAN 16GB dengan konfigurasi dual-channel.

Namun lain ceritanya kalau Anda mementingkan portabilitas, ada banyak pilihan laptop ultra thin yang menyuguhkan performa cukup tinggi. Namun biasanya, prosesor yang digunakan ialah versi hemat daya atau biasanya U-Series (ultra-low power).

4. Memori

sd-card
Foto Depositphotos.com (https://depositphotos.com/stock-photos/sd-card.html?filter=all&sorting=best_sales&qview=186738092)

Saat memilih SD card, kualitas juga harus diutamakan dari kecepatan baca tulisnya, kapasitas, dan juga merek. Karena tugasnya penting, yaitu menyimpan project foto dan video yang sedang berjalan. Untuk project foto, kapasitas 32GB masih cukup ideal tapi bila mengambil video juga maka harus 64GB atau 128GB. Pastikan kecepatannya minimal 95MBps atau bila merekam video 1080p dan 4K sudah mendukung video class 30 (V30).

Pekerjaan Anda, hasil foto dan video merupakan aset yang sangat berharga. Maka dari itu, manajemen dan solusi penyimpanan harus dipikirkan matang-matang untuk backup dan arsip. Strategi backup yang populer salah satunya 3-2-1, artinya saat menangani project yang berjalan kita harus punya tiga salinan. Dua bersifat offline, misalnya di hardisk laptop dan satu di harkdisk eksternal, serta satu di cloud storage.

5. Aksesori Lainnya

Foto Depositphotos.com (https://depositphotos.com/stock-photos/tripod.html?sorting=best_sales&qview=9364565)
Foto Depositphotos.com (https://depositphotos.com/stock-photos/tripod.html?sorting=best_sales&qview=9364565)

Aksesori pendukung lainnya berikut bisa disesuiakan dengan kebutuhan, seperti tripod yang juga banyak jenisnya. Misalnya tripod travel tentu berbeda dengan tripod video, juga yang harus diperhatikan ialah bahannya yaitu aluminium atau carbon fiber.

Selanjutnya flash eksternal atau Speedlight dengan flash trigger bila perlu. Terkait pemeliharaan dan keamanan kamera, tentunya kita harus menyimpan di tempat yang aman yaitu drybox, cleaning kit, strap, dan juga tas kamera.

Verdict

Kalau ditotal semuanya, modal untuk peralatan fotografi ini memang cukup besar. Namun kita tidak harus membeli semuanya dalam satu waktu, kita bisa mulai dengan sepasang kamera dan lensa. Kemudian sambil membangun portofolio, kita melengkapi alat-alat yang dibutuhkan.

Panasonic Lumix S5 Diungkap, Lebih Kecil dari GH5 tapi dengan Sensor Full-Frame

Panasonic sejauh ini sudah punya tiga kamera full-frame: Lumix S1, Lumix S1R, dan Lumix S1H yang lebih difokuskan untuk videografi. Hari ini, anggota keluarga Lumix full-frame sudah resmi bertambah satu lagi, yaitu Lumix S5.

Panasonic memosisikan S5 sebagai kamera hybrid yang bisa diandalkan untuk fotografi maupun videografi. Ia mengemas sensor full-frame 24 megapixel yang sama seperti milik S1 dan S1H, dengan sensitivitas ISO 100 – 51200 serta dukungan teknologi Dual Native ISO. Juga masih dipertahankan adalah sistem image stabilization internal 5-axis yang bisa ditandemkan dengan stabilization bawaan lensa.

Satu bagian yang sudah Panasonic benahi adalah autofocus, yang diklaim dapat bekerja lebih cepat dan responsif di S5. Fitur head tracking juga semakin menyempurnakan kinerja sistem autofocus-nya, dan ini bisa digunakan juga selagi merekam video.

Buat penggemar fotografi landscape, S5 juga dilengkapi mode High Resolution untuk menciptakan gambar sebesar 96 megapixel. Lalu untuk kalangan videografer, S5 mendukung perekaman dalam format V-Log atau HLG sehingga mereka bisa lebih leluasa melakukan color grading dalam proses editing.

Resolusi video maksimum yang dapat S5 hasilkan adalah 4K 30 fps, atau 4K 60 fps dengan crop factor setara kamera APS-C. Dari kacamata sederhana, kemampuan merekam video S5 cukup mirip dengan S1H, hanya saja resolusinya mentok di 4K ketimbang 6K. Komponen penting seperti dukungan video 10-bit dengan chroma sub-sampling 4:2:2 tetap tersedia pada S5.

Semua itu dikemas dalam bodi magnesium yang lebih kecil ketimbang trio S1. S5 bahkan sedikit lebih ringkas daripada Lumix GH5, padahal kita tahu ukuran sensor keduanya berbeda jauh (GH5 cuma Micro Four Thirds). Terlepas dari itu, Panasonic memastikan S5 masih dilengkapi sejumlah komponen weather sealing.

Berhubung lebih kecil, baterai S5 tidak seawet milik trio S1, dengan klaim daya tahan hingga 440 kali jepretan. Viewfinder elektroniknya juga tidak setajam milik S1, dengan resolusi standar 2,36 juta dot saja. Dimensi layar sentuhnya juga lebih kecil di angka 3 inci dengan resolusi 1,84 juta dot, akan tetapi engselnya bisa memutar ke segala arah sehingga sangat ideal dipakai untuk merekam video.

Juga tidak kalah penting dari layar yang fully-articulated seperti ini adalah kehadiran jack headphone sekaligus mikrofon (bisa juga via sambungan XLR dengan bantuan adaptor), serta dua slot SD card sekaligus. Sayang cuma satu slot saja yang mendukung tipe UHS-II, dan port HDMI-nya juga bukan yang full-size seperti di lini S1.

Panasonic Lumix S5 rencananya akan dipasarkan mulai pertengahan September di Amerika Serikat. Harganya dipatok $2.000 untuk bodinya saja, atau $2.300 jika dibundel bersama lensa 20-60mm f/3.5-5.6.

Sumber: DPReview.

Layar Depan Berwarna Bakal Jadi Sajian Utama GoPro Hero9 Black?

Sejak tahun 2016, GoPro rutin meluncurkan action cam kelas flagship (Hero Black) baru di bulan September atau Oktober. Kalau tahun lalu mereka memperkenalkan Hero8 Black, tidak lama lagi semestinya bakal ada Hero9 Black – meski tidak menutup kemungkinan pandemi memaksa GoPro untuk menunda rencananya sampai tahun depan.

Terlepas dari itu, pembaruan seperti apa yang kira-kira bisa dihadirkan Hero9? Kalau rumor yang baru-baru ini beredar tidak meleset, Hero9 Black bakal hadir mengusung layar depan yang berwarna layaknya DJI Osmo Action. Bocoran gambarnya bahkan sudah disebar oleh WinFuture, situs asal Jerman yang sudah beberapa kali terbukti bisa dipercaya terkait bocoran gadgetgadget terbaru.

Kumpulan gambar render GoPro Hero9 Black dari beragam angle ini menunjukkan bahwa tidak ada lagi perubahan fisik lain sedrastis layar depannya. Di Hero8 Black, kita tahu bahwa layar depannya berukuran kecil dan hanya bisa menyajikan informasi-informasi tertentu dalam tampilan monokrom.

Layar depan yang berwarna seperti ini tentu bakal sangat bermanfaat bagi para vlogger, sebab layarnya dapat berfungsi sepenuhnya sebagai jendela bidik alias viewfinder. Kalaupun tidak hobi vlogging, pengguna masih bisa memanfaatkannya untuk memudahkan pengambilan selfie.

GoPro Hero9 Black

Lalu mungkin yang jadi pertanyaan adalah, kenapa GoPro tidak menerapkan desain ini sejak tahun lalu, apalagi mengingat DJI Osmo Action memang dirilis 5 bulan lebih awal ketimbang Hero8 Black? Entahlah, tapi yang pasti tahun lalu GoPro lebih memilih menawarkan koleksi Mod yang opsional untuk Hero8 Black, termasuk salah satunya Display Mod untuk keperluan vlogging.

Bukan cuma kurang praktis, mengandalkan aksesori semacam ini berarti konsumen juga perlu mengeluarkan biaya ekstra. Hero9 Black dengan layar depan berwarnanya semestinya bisa mengatasi problem ini, meski memang ada kemungkinan juga harga jualnya jadi sedikit lebih mahal daripada Hero8 Black.

WinFuture juga menyinggung opsi perekaman dalam resolusi 5K sebagai pembaruan lain yang dibawa Hero9, tapi sejauh ini belum ada detail lebih lanjut soal itu. Satu hal yang saya pribadi berani jamin adalah, mekanisme mounting aksesorinya sama simpelnya seperti Hero8 Black – kamera memiliki pengaitnya sendiri di bagian bawah sehingga tidak perlu dipasangkan ke dalam case terlebih dulu – atau malah bisa lebih disempurnakan lagi.

Sumber: WinFuture via Engadget.

Venus Optics Umumkan Lensa Laowa Ultra Wide Angle 11mm F4.5 untuk Kamera Mirrorless Full Frame

Venus Optics kembali merilis lensa Laowa terbarunya, sebuah lensa fix ultra wide angle dengan focal length 11mm yang dapat menangkap pemandangan yang luas. Imbuhan ‘FF’ dan ‘RL’ pada namanya menekankan bahwa lensa ini dirancang untuk kamera mirrorless dengan sensor full frame.

Laowa 11mm F4.5 FF RL merupakan lensa manual yang dibuat dari 14 elemen dalam 10 grup. Termasuk dua elemen aspherical dan tiga elemen extra-low dispersion. Serta, memiliki diafragma aperture lima bilah dengan rentang f4.5 sampai f22.

Leica_L

Meski didesain untuk kamera full frame, dimensinya masih terbilang ringkas. Panjangnya hanya 63,5mm dengan lebar 58mm, dan berbobot 254 gram. Dilengkapi dengan filter berulir berukuran 62mm yang dapat disekrup ke lensa secara langsung dan punya jarak fokus minimum 19cm.

Dengan sudut pandang 126 derajat, Laowa 11mm F4.5 FF RL bisa menjadi andalah para fotografer landscape, travel, dan interior. Kelebiha lensa ini antara lain kita bisa memasukkan area yang luas dalam satu bidang foto dan juga untuk menangkap objek yang luas dalam jarak dekat atau ruang yang kecil.

Laowa 11mm F4.5 FF RL tersedia untuk sejumlah sistem kamera, yaitu Leica M, Leica L, Sony FE, dan Nikon Z. Khusus untuk Laowa 11mm F4.5 FF RL versi Leica M dibanderol seharga US$799 atau sekitar Rp11,6 jutaan. Sementar, versi lainnya sedikit lebih murah yakni US$699 atau Rp10,1 jutaan.

Sumber: Dpreview