Sony Stop Jual Kamera DSLR

Eksistensi kamera mirrorless macam Sony A1 membuat kategori DSLR semakin tidak relevan di tahun 2021 ini. Saya tidak bilang DSLR sudah mati begitu saja, tapi arahnya sepertinya bakal ke sana jika melihat tren yang sedang berlangsung di industri kamera.

Baru-baru ini, situs Sony Alpha Rumors melaporkan bahwa Sony diam-diam sudah berhenti memasarkan lini kamera DSLR-nya yang menggunakan dudukan lensa A-mount. Kamera-kamera DSLR (DSLT kalau menurut kamus Sony) seperti Sony A68, Sony A77 II, maupun Sony A99 II semuanya sudah tidak bisa lagi ditemukan di situs resmi Sony maupun di peritel kenamaan macam B&H Photo Video.

Sejauh ini memang belum ada konfirmasi resmi dari Sony mengenai hal ini, tapi kabar ini sebenarnya sudah bisa kita tebak dari jauh-jauh hari. Pasalnya, terakhir kali Sony meluncurkan kamera DSLR adalah di bulan September 2016, yakni Sony A99 II yang membanggakan teknologi 4D Focus.

Kala itu, Sony bilang bahwa 4D Focus belum bisa diaplikasikan ke lini kamera mirrorless A7 karena keterbatasan ruang. Sekarang, 4D Focus bahkan sudah ada di kamera mirrorless sekelas A6100 sekalipun. Sony bisa dibilang sudah tidak punya alasan lagi untuk melanjutkan kiprahnya di kategori DSLR.

Lineup kamera mirrorless Sony sekarang sudah bisa memenuhi kebutuhan banyak kalangan sekaligus, dari yang baru memulai hobi fotografi, sampai yang sudah berkarir secara profesional di bidang fotografi maupun videografi selama bertahun-tahun. Sony merupakan salah satu kontributor terbesar terhadap popularitas kamera mirrorless sekarang, jadi tidak mengherankan apabila mereka merasa sudah waktunya untuk meninggalkan segmen DSLR sepenuhnya.

Sebagai informasi, Sony merilis DSLR perdananya, Sony A100, di tahun 2006 setelah sebelumnya lebih dulu mengakuisisi divisi kamera milik Konica Minolta. Sekitar empat tahun setelahnya, Sony merilis kamera mirrorless pertamanya, yakni Sony NEX-3 dan Sony NEX-5 yang sama-sama mengusung sensor APS-C. Barulah di tahun 2013, Sony merilis A7, kamera mirrorless pertama di dunia yang mengemas sensor full-frame.

Sumber: Engadget.

Sony Indonesia Hadirkan FX3, Kamera Cinema Line Paling Ringkas Dirancang Untuk Handheld Shooting

Sony telah resmi meluncurkan kamera FX3 (model ILME-FX3) di Indonesia. Kamera paling ringkas dari rangkaian Cinema Line ini dirancang untuk memberikan pengalaman sinematik yang sangat cocok digunakan oleh para kreator muda yang menekuni genre dokumenter, musik, dan komersial.

Cinema Line merupakan rangkaian kamera yang memiliki tampilan filmis yang dikembangkan dari pengalaman panjang Sony dalam produksi sinema digital. Mencakup kamera sinema digital VENICE yang sangat diakui untuk produksi film dan film serial di industri, kamera profesional FX9 dan FX6.

Sony FX3 hadir sebagai kamera paling ringkas pada rangkaian Cinema Line, posisinya berada di antara Sony A7S III dan FX6, dengan harga yang jauh lebih terjangkau dari FX6. Berbeda dengan saudaranya yang hadir dengan desain kotak, FX3 mengadopsi desain seperti lini kamera Alpha.

Industri perfilman kini semakin berkembang, begitu juga dengan kebutuhan para kreator untuk menghasilkan karya. Melihat kebutuhan dan perkembangan tersebut, kami berupaya untuk terus mendukung industri perfilman dunia dengan menghadirkan perangkat dengan teknologi terdepan melalui spesifikasi tingkat tinggi yang kami hadirkan dalam kamera full-frame FX3. Kami tidak sabar melihat para kreator bereksplorasi mewujudkan imajinasi visual mereka dan menghasilkan karya yang luar biasa,” ujar Kazuteru Makiyama, President Director PT Sony Indonesia.

Sony FX3 akan segera tersedia di Indonesia pada bulan Juni 2021 dengan harga Rp59.999.000. Pembelian secara pre-order dapat dilakukan mulai tanggal 30 April – 30 Mei 2021 di seluruh Sony Authorized Dealer. Khusus pembelian dalam masa pre-order, konsumen akan mendapatkan paket spesial senilai hingga Rp8.800.000 berupa satu buah kartu memori 160GB CFexpress Type-A dan dua buah baterai NP-FZ100.

Fitur dan Spesifikasi Kamera Cinema Line Full-Frame FX3

Sony FX3 mengusung sensor CMOS Exmor R back-illuminated full-frame dengan resolusi 10,2MP dan mesin pengolahan gambar BIONZ XR yang menawarkan sensitivitas tinggi dengan noise rendah. Rentang ISO standar dari kamera ini adalah 80 hingga 102.400 (dapat ditingkatkan hingga 409.600 saat merekam film) dan memiliki dynamic range lebar 15+ stop.

Untuk menciptakan tampilan sinematik tanpa pasca-produksi, FX3 dilengkapi profil tampilan S-Cinetone yang terinspirasi dari colour science kamera sinema digital VENICE yang juga digunakan pada kamera Cinema Line FX9 dan FX6. S-Cinetone menghadirkan mid-tone natural, warna lembut, dan highlight halus yang penting untuk tampilan sinematik. Juga didukung perekaman 4K hingga 120 frame per detik untuk slow-motion yang halus hingga 5x dengan autofokus.

Lebih lanjut, FX3 mendukung perekaman internal dalam format XAVC S dan XAVC S-I dalam 4K (QFHD) serta FHD dan format XAVC HS (MPEG-H HEVC/H.265, hanya 4K). Output video 4K 60p dalam format 10-bit 4:2:2 atau 16-bit RAW dapat dikeluarkan ke perangkat eksternal melalui jack HDMI Type-A pada FX3.

Agar dapat merekam terus menerus, FX3 menggabungkan kipas untuk pendinginan aktif dengan pembuangan panas efektif untuk memungkinkan perekaman 4K 60p tanpa gangguan dan penghentian termal. Bodinya tahan debu dan kelembapan, dengan casis magnesium alloy yang tahan lama dan  mendukung pengisian daya secara cepat USB PD (Power Delivery).

Selama perekaman film, Sony FX3 menawarkan Fast Hybrid autofocus (AF) dengan menggunakan sistem focal plane phase-detection 627 titik. Lengkap dengan Touch Tracking (Real-time Tracking) di mana hanya dengan menyentuh subjek yang diinginkan pada layar monitor, fokus otomatis dan pelacakan pada subjek tersebut akan memulai.

FX3 memiliki 5-axis optical in-body image stabilization yang sangat efektif untuk pengambilan gambar secara handheld. Stabilisasi gambar dalam bodi artinya stabilisasi efektif dapat tercapai dengan berbagai lensa, termasuk lensa E-mount yang tidak memiliki stabilisasi sendiri. Menariknya lagi, kamera FX3 merekam metadata stabilisasi gambar yang dilakukan dengan penyesuaian lebih mudah saat pasca-produksi menggunakan Catalyst Browse/Prepare.

Kamera ini juga dilengkapi fitur konektivitas canggih dengan fungsionalitas LAN nirkabel berkecepatan tinggi (band 2.4 GHz atau 5 GHz) dan koneksi kabel LAN melalui adaptor USB-ke-Ethernet yang kompatibel. FX3 ini juga mendukung pengambilan gambar jarak jauh dari PC dengan aplikasi Imaging Edge Desktop “Remote” melalui WiFi atau koneksi Superspeed USB 5Gbps melalui terminal USB Type-C.

Dengan bodi ringkas, kamera Cinema Line ini sangat ideal untuk melakukan perekaman menggunakan genggaman tangan (handheld shooting), gimbal, dan pemasangan pada drone. Beratnya hanya 715 gram termasuk baterai dan kartu memori. Bodi kamera ini memiliki tinggi 77,8 mm dengan lebar 129,7 mm dan kedalaman 84,5 mm – tanpa tonjolan.

Pada sekitar bodinya terdapat 5 thread hole (1/4-20 UNC) untuk memasang aksesori yang kompatibel dengan mudah. Unit pegangan XLR yang sudah tersedia dapat terpasang dengan aman ke bodi kamera melalui Multi Interface Shoe tanpa memerlukan alat khusus juga telah dilengkapi dengan 3 thread hole tambahan untuk aksesoris: dua di bagian atas dan satu di bagian ujung.

Dirancang tanpa kompromi dalam hal kontrol dan pengoperasian profesional. Tombol yang sering digunakan dalam perekaman film seperti penyesuaian ISO, iris, white balance terletak di grip dan di atas bodi. Selain itu, ada 140 fungsi yang dapat ditetapkan ke 15 tombol kustom.

Selain itu, lampu perekaman (tally) tersedia di bagian depan atas dan belakang kamera, sehingga kita dapat dengan mudah membedakan saat kamera dalam kondisi menyala. Monitor LCD panel sentuh vari-angle bukaan samping memungkinkan pengoperasian mudah dan cocok untuk pemasangan pada gimbal, pada sudut yang sulit, pengoperasian handheld dan masih banyak lagi.

Atomos Umumkan Ninja V+ dan Stream, Tawarkan Kapabilitas 8K 30fps ProRes Raw

Atomos telah mengumumkan dua perangkat monitor/recorder baru yaitu Ninja V+ dan Ninja Stream. Serta, pembaruan besar untuk Ninja V dengan firmware berbayar pertamanya seharga US$99 atau sekitar Rp1,4 jutaan yang rencananya akan dirilis pada bulan Mei 2021.

Ninja V sendiri dirilis pada tahun 2018, sejak itu Atomos secara konsisten merilis pembaruan gratis agar kompatibel dengan kamera baru. Lewat firmware berbayar ini Atomos meningkatkannya dengan memberi dukungan codec H.265 (HEVC). Berkat codec baru, monitor HDR 5 inci 1000 nit ini memungkinkan merekam footage 4K 60fps 10-bit 4:2:2 full ‘i’ frame dan juga 8-bit dengan opsi kecepatan data bervariasi.

Ninja V+ dan Ninja Stream

Butuh tiga tahun bagi Otomos untuk merilis penerus Ninja V. Dari segi desain, keduanya berbagi form factor yang sama. Bedanya bezel Ninja V+ dipoles dengan warna stealth grey. Tentu saja, perubahan besar terletak pada bagian dalamnya untuk merekam video dengan kualitas setinggi mungkin.

Keunggulan Ninja V+ dibanding pendahulunya adalah kemampuannya merekam video hingga resolusi 8K 30fps dan 4K 120fps secara terus menerus di format Apple ProRes RAW pada sistem kamera yang kompatibel. Ninja V+ secara bawaan juga sudah mendukung codec H.265 (HEVC) tanpa perlu melakukan upgrade berbayar.

Atomos belum mengungkap daftar lengkap kamera yang kompatibel dengan Ninja V+, pada press release-nya Atomos menyebut Canon EOS R5 untuk perekaman 8K 30fps. Sedangkan untuk dukungan 4K 120fps akan datang ke Z CAM E2 dan E2-M4.

Untuk mendukung pengguna SDI, Atomos juga memperkenalkan Ninja V+ Pro Kit yang dilengkapi dengan aksesori tambahan seperti adapter AtomX SDI. Dengan ini memungkinkan perekaman 4K 120fps ProRes RAW dari output SDI RAW pada Sony FX9 dan FX6.

Geser ke Ninja Stream, Atomos bilang bahwa monitor/recorder ini dirancang khusus untuk mengatasi tantangan produksi pada pembatasan jarak sosial seperti saat pandemi saat ini. Ninja Stream menawarkan perekaman ProRes dan H.264/5 proxy secara simultan dengan nama file dan timecode bersama, sambil mengirim feed video ke Ninja lain, smart device, atau platform berbasis web secara bersamaan.

Untuk detail spesifikasinya, monitor/recorder HDR 5 inci 4K dengan kecerahan maksimum 1.000 nit ini telah dilengkapi konektivitas WiFi, Ethernet, dan port USB-C. Feed video dari Ninja Stream dapat dibagikan dengan orang lain melalui WiFi atau melalui Ethernet 1Gbe hingga 300 meter tanpa perlu PC untuk transfer data dan live streaming.

Sumber: DPreview

7 Tips Shutterstock Contributor dan Bahas Kondisi Stok Foto

Fotografi itu hobi mahal, terutama bagi mereka yang gampang keracunan gear kamera baru. Bagaimanapun harga kamera digital, lensa, dan aksesori lainnya tidak murah. Lantas, apakah ada jalan tengah (baca solusi) terkhusus bagi pemula yang serius ingin membangun karir di bidang fotografi?

Jawabannya stok foto bisa menjadi salah satu opsi sebagai langkah awal, banyak yang bilang seperti membuat celengan. Shutterstock Contributor adalah salah satu agensi microstock atau tempat jual beli foto terbesar.

Namanya juga celengan, sedikit demi sedikit upload secara rutin membangun portofolio dan butuh waktu buat jadi banyak. Saya bergabung sebagai Shutterstock Contributor pada bulan Juni 2018 atau jalan 35 bulan dan menghasilkan US$2.097 atau sekitar Rp30 jutaan.

Terlihat besar bukan? Namun bila dihitung rata-rata dibagi 35 bulan, hanya sekitar Rp850.000 per bulan. Belum lagi ada perubahan sistem pembayaran pada pertengahan tahun 2020 lalu akibat dari dampak pandemi covid-19 yang menyebabkan penurunan penghasilan hingga lebih 50%.

Pertanyaannya, apakah menekuni stok foto di tahun 2021 masih memiliki prospek bisnis yang bagus? Berikut sederet tips menjual foto di Shutterstock Contributor dan mari bahas kondisi stok foto saat ini.

1. Definisi Stok Foto

Mari mulai dari definisinya, secara sederhana stok foto dapat diartikan sebagai koleksi foto-foto berkualitas yang tersedia untuk disewakan hak publikasinya. Artinya kita tidak menjual foto sebagai barang, melainkan hanya menyewakan hak publikasinya dan hak cipta dari karya foto yang Anda upload tetap menjadi milik sang fotografer.

Di Shutterstock Contributor istilahnya ‘royalty free license’ dan di sana kita akan bergabung sebagai kontributor non eksklusif. Dengan demikian, foto yang sudah kita upload ke Shutterstock Contributor, bisa kita upload ke agensi microstock lain. Namun kelemahannya adalah harga per download-nya sangat kecil.

2. Sistem Pembayaran Baru Shutterstock

Bergabung pada tahun 2018, saya termasuk telat memasuki dunia stok foto dan mungkin melewatkan masa keemasannya. Setelah setengah tahun konsisten membangun portofolio, setidaknya pada tahun 2019 sampai pertengahan 2020, saya menikmati hasil jerih payah tersebut dan dipakai untuk upgrade kamera dan beli lensa baru.

Pada bulan Mei, Shutterstock mengirim sepucuk surat cinta yang menginformasikan sistem pembayaran baru yang berlaku mulai 1 Juni 2020. Di sistem lama, para kontributor yang memiliki jumlah portofolio besar dan volume download yang tinggi sangat diuntungkan karena harga per download-nya cukup tinggi. Pada sistem yang baru, level para kontributor di-reset setiap tahunnya dan akibatnya pendapatan yang diperoleh merosot drastis setelah di-reset.

3. Gear yang Tepat

Kamera apa yang cocok untuk stok foto? Sebaiknya pilihlah paket gear yang sesuai dengan kebutuhan kita masing-masing. Optimalkan kamera yang Anda miliki saat ini, bahkan tak masalah bila masih lensa kit. Kesalahan saya dulu pas awal belajar fotografi adalah alih-alih rajin menambah jam terbang, saya sibuk mencari kamera yang sempurna dan terburu-buru upgrade yang bila dihitung-hitung berubah jadi hobi mahal.

Dalam kasus saya, yang mengasah skill fotografi dengan cara domentasi acara peliputan teknologi, hunting, dan kadang blusukan foto keliling. Kamera yang nyaman harus ringkas dan tak masalah pakai lensa fix, harga kamera juga tidak perlu mahal-mahal agar tidak sayang mengeluarkannya saat mengeksplorasi tempat-tempat baru.

Lain cerita bila yang digemari adalah food photography, still life, macro, dan foto portrait misalnya. Kombinasi gear kamera yang cocok tentu saja berbeda, jadi sesuaikan dengan genre fotografi yang digemari.

4. Jenis Foto

Ada dua jenis foto yang diterima oleh Shutterstock Contributor yaitu commercial dan editorial. Untuk foto komersial, kualitas biasanya menjadi perhatian utama, baik dari segi teknik dan komposisi, serta harus bebas dari logo brand dan perlu release dari model atau properti yang ditampilkan.

Banyak yang bilang, foto komersial berpeluang lebih besar daripada editorial. Contoh penggunaannya bisa dipakai oleh biro iklan, perusahaan pemasaran, dan lainnya untuk materi promosi mereka. Sementara, untuk editorial seperti namanya digunakan untuk kepentingan yang bersifat editorial saja.

5. Celengan Fotografer

Seperti yang saya bilang di awal, stok foto bisa menjadi celengan fotografer. Meski yang didapat tiap bulannya relatif kecil, apalagi yang baru mulai tetapi bila diakumulasi dan dibobok dalam satu tahun lamanya maka mungkin cukup untuk melengkapi peralatan gear Anda.

Selain itu, Shutterstock Contributor terdapat empat tipe download, mulai dari subscription yang nilainya paling kecil, on demand, enhanced, serta single & other. Bila mendapatkan download dari yang saya sebutkan tiga terakhir, bila beruntung satu foto bisa dihargai tinggi. Sebelum sistem pembayaran baru berlaku, saya sering mendapatkan kejutan US$25 per foto.

5. Alur Kerja

Sebagai gambaran, saya biasanya menghasilkan ratusan foto dalam satu minggu. Kebanyakan foto diambil pakai format Raw, setelah memfilter, saya akan edit ringan sebelum upload. Edit ringan ini berfokus pada exposure untuk memastikan foto cerah, highlight dan shadow untuk memulihkan detail pada area yang terang dan gelap, serta saturation untuk menebalkan sedikit warnanya.

Usai diedit, selanjutnya upload ke Shutterstock Contributor dan tugas besar yang menanti adalah kita harus mengisi deskripsi dan keyword yang sesuai. Jujur ini membosankan dan menyita waktu, tetapi sangat penting untuk memastikan foto kita terdistribusi dan ditemukan dengan mudah.

6. Konsisten dan Kreatif

Kunci usaha stok foto adalah konsisten dan kreatif. Di Shutterstock Contributor, menurut saya kualitas dan kuantitas harus secara seimbang. Jangan terlalu mengeluarkan effort yang luar biasa dan untuk kuantitas bisa dicapai dengan variasi sudut pengambilan gambar dan komposisi yang berbeda.

Untuk meningkatkan jumlah download, riset juga diperlukan untuk membuat konten yang fresh. Shutterstock sendiri merilis ‘the shot list’ setiap bulannya, yakni rekomendasi tema-tema foto yang dibutuhkan pasar. Untuk meningkatkan pemahaman terhadap stok foto, tonton juga video workshop di channel YouTube Shutterstock Tutorial dan membaca artikel di contributor blog-nya.

7. Prospek Bisnis Stok Foto

Saat ini pertumbuhan persediaan stok foto sudah jauh melebihi kebutuhan pasar. Imbasnya menyebabkan persaingan harga yang ketat, dengan paket berlangganan yang bervariasi, dan cenderung menjadi persaingan yang tidak sehat.

Sebagai informasi, pada bulan Desember 2020, Shutterstock sudah memiliki 360 juta gambar. Karya foto yang kita upload seketika akan tenggelam begitu saja, oleh sebab itu deskripsi dan keyword menjadi amat penting. Belum lagi ancaman nyata perkembangan kamera smartphone yang semakin canggih dan dapat menghasilkan foto yang layak untuk membuat ilustrasi.

Begitu lah kondisi stok foto, saat ini justru permintaan video yang sedang meningkat. Namun peralatan untuk membuat video berkualitas tidak murah dan secara teknis tingkat kesulitannya juga cukup tinggi. Sebagai pengingat, stok foto adalah satu dari banyak cara yang dapat Anda lakukan dalam upaya membangun karir di bidang fotografi. Melihat kondisi stok foto saat ini, sebaiknya jangan hanya berfokus pada stok foto saja. Sebaliknya, Anda bisa merintis sebagai digital creator di Instagram dan YouTube dan membangun audiens Anda sendiri.

Canon Umumkan Pengembangan EOS R3, Mirrorless High-End Baru dengan Stacked Sensor

Persaingan kamera mirrorless di segmen high-end bakal semakin memanas. Semuanya diawali oleh peluncuran Sony A1 di awal tahun, dan bulan lalu Nikon merespon dengan mengumumkan pengerjaan kamera mirrorless tercanggihnya, Nikon Z 9. Sekarang, Canon pun rupanya tidak mau kalah.

Lewat sebuah siaran pers, Canon mengumumkan bahwa mereka sedang sibuk mengembangkan EOS R3, kamera mirrorless terbarunya yang mengusung sensor full-frame. Bukan sembarang full-frame, melainkan yang mengadopsi model stacked demi meningkatkan kinerjanya secara drastis.

Berkat sensor baru ini, EOS R3 diklaim mampu menjepret secara terus-menerus dalam kecepatan 30 fps (menggunakan shutter elektronik), lengkap dengan AF/AE tracking dan rolling shutter yang minimal. Ya, angkanya sama persis seperti yang mampu dicatatkan oleh Sony A1, mengindikasikan bahwa kedua kamera ini bakal bersaing secara langsung di pasaran.

Canon tidak lupa menyoroti bahwa ini adalah pertama kalinya mereka menggunakan sensor tipe stacked. Di saat yang sama, teknologi Dual Pixel AF bakal tetap menjadi unggulan di EOS R3, bahkan dengan kemampuan mendeteksi subjek yang lebih baik lagi berkat pemanfaatan algoritma berbasis deep learning. EOS R3 juga disebut bakal menjadi kamera digital pertama Canon yang menawarkan fitur Eye Control AF.

Selebihnya, detail mengenai EOS R3 masih tergolong minim. Secara fisik, kamera ini bakal mengadopsi desain dual-grip seperti yang tampak pada gambar. Struktur bodinya juga telah dirancang dengan ketahanan air dan debu yang sekelas dengan milik EOS 1D, yang tidak lain merupakan seri kamera DSLR tertinggi sekaligus termahal Canon.

Sejauh ini sama sekali belum ada informasi terkait kapan Canon EOS R3 bakal diluncurkan secara resmi. Kalau melihat kelebihan-kelebihannya — performa burst shooting yang sangat cepat beserta tracking autofocus yang lebih cekatan — semestinya kamera ini Canon tujukan buat para fotografer olahraga, dan bisa jadi Canon bakal merilisnya mendekati perhelatan Olimpiade Tokyo pada akhir Juli mendatang.

Sumber: DP Review dan Canon.

Anker Luncurkan Webcam Pintar dan Portable Conference Speaker

Pandemi yang tak kunjung berakhir menjadi alasan kuat untuk meluncurkan produk yang dapat menunjang kegiatan WFH (work from home). Bahkan pabrikan seperti Anker pun juga tidak mau kehilangan momentum.

Perusahaan yang dikenal lewat portofolio produk power bank dan charger-nya itu baru saja memperkenalkan AnkerWork, lini produk baru yang berfokus di kategori home office equipment. Dua produk pertama dari lini tersebut adalah webcam Anker PowerConf C300 dan portable conference speaker Anker PowerConf S500.

Untuk webcam-nya, Anker menandemkan kamera 1080p dengan chipset AI untuk memaksimalkan akurasi warna yang dihasilkan sekaligus kualitas gambar di kondisi low-light. Autofocus juga merupakan fitur standar di webcam ini, dan AI yang tertanam juga menawarkan fitur smart framing.

Kalau melihat video promosinya, fitur smart framing ini memiliki cara kerja yang mirip seperti fitur auto crop, yang berfungsi untuk memastikan subjek selalu berada di tengah bingkai. Lensanya sendiri memiliki sudut pandang seluas 115°, namun ketika memerlukan tampilan yang lebih terfokus, pengguna juga bisa memilih dua opsi lain, yakni 90° atau 78°.

Sepasang mikrofon yang tertanam dirancang untuk menangkap suara subjek secara jelas. Alternatifnya, pengguna tentu juga bisa meminang PowerConf S500 sekaligus demi meng-upgrade kualitas audionya. Speaker ini dibekali empat buah mikrofon, tidak ketinggalan pula teknologi beam-forming dan DSP (digital signal processing) yang telah di-tune agar dapat menangkap suara subjek yang berbicara selagi mengabaikan suara-suara di sekitar yang tidak relevan.

Anker PowerConf S500

Guna mendukung skenario penggunaan yang berbeda, pickup pattern mikrofonnya juga dapat disesuaikan melalui aplikasi pendamping AnkerWork di Android maupun iOS. Untuk ruangan berukuran besar, pengguna juga bisa menyambungkan dua unit PowerConf S500 sebagai setup stereo.

Di Amerika Serikat, Anker PowerConf C300 saat ini telah dipasarkan dengan harga $130, sedangkan PowerConf S500 masih belum punya informasi harga maupun jadwal rilis. Kehadiran AnkerWork secara langsung melengkap tiga sub-brand lain Anker yang selama ini berfokus di kategori perangkat yang berbeda: Eufy (smart home), Nebula (proyektor), dan Soundcore (audio).

Sumber: PR Newswire.

Moza Moin Camera Adalah Kamera 4K Berukuran Mini dengan Gimbal Terintegrasi

Produsen gimbal kamera yang cukup populer, Moza, baru saja memperkenalkan produk kamera pertamanya, yakni Moin Camera. Melihat bentuknya, tampak jelas bahwa perangkat ini banyak terinspirasi oleh DJI Pocket 2.

Bagi yang kurang familier, perangkat ini pada dasarnya merupakan sebuah kamera yang duduk di atas gimbal 3-axis. Keberadaan gimbal terintegrasi semacam ini membuatnya sangat kapabel untuk merekam video secara mulus, bahkan ketika pengguna tengah merekam sambil berlari sekalipun.

Kameranya sendiri terdiri dari sensor CMOS 1/2,3 inci yang sanggup menjepret foto 12 megapixel (JPEG maupun RAW) serta merekam video beresolusi 4K 60 fps, dan lensa f/2.2 dengan sudut pandang seluas 120°. Kamera ini menawarkan shutter speed antara 60 detik sampai 1/8.000 detik, serta rentang ISO 100 hingga 3200.

Sebagai perbandingan, DJI Pocket 2 hadir mengusung sensor yang berukuran lebih besar di angka 1/1,7 inci, tidak ketinggalan pula lensa dengan bukaan yang juga lebih besar di f/1.8. Singkat cerita, kalau untuk pemotretan maupun perekaman video di kondisi low-light, DJI Pocket 2 semestinya lebih bisa diandalkan ketimbang Moin.

Yang istimewa dari Moin adalah aspek pengoperasiannya. Di saat DJI Pocket 2 mengandalkan layar sentuh mungil yang mudah sekali tertutup jempol, Moin justru menyimpan layar sentuh IPS sebesar 2,45 inci yang dapat diputar-putar, sekaligus yang bisa dilipat rata dengan bodi sampingnya ketika sedang tidak diperlukan.

Namun demikian, konsekuensinya adalah fisik Moin memang kalah ringkas jika dibandingkan dengan DJI Pocket 2. Selisih bobot antara keduanya pun cukup jauh; Moin di 176 gram, sedangkan DJI Pocket 2 di 117 gram. Moin mengemas baterai berkapasitas 950 mAh yang diklaim bisa tahan sampai 145 menit jika digunakan untuk merekam video dalam resolusi 1080p 30 fps.

Di Amerika Serikat, Moza Moin Camera saat ini telah dipasarkan dengan banderol $299, atau kurang lebih sekitar Rp4,38 jutaan. Semoga saja harga jualnya di sini tidak jauh-jauh dari itu sehingga bisa menjadi alternatif yang lebih terjangkau dari DJI Pocket 2.

Sumber: DP Review.

[Review] TTArtisan 50mm F1.2, Racun Asyik Buat Penggemar Fotografi

TTArtisan 50mm F1.2 menjadi lensa 50mm ketiga yang saya pasang di kamera mirrorless APS-C. Sebelumnya pengalaman pertama jatuh pada Sony E 50mm F1.8 OSS, berpasangan dengan kamera entry-level legendaris Sony A6000. 

Saat itu, saya belum genap satu tahun sejak mulai lebih serius belajar fotografi dan masih mengandalkan mode auto. Hasilnya mengejutkan sekaligus mengerikan karena ‘auto bokeh’, banyak informasi yang hilang pada foto dan sedikit wajah orang yang blur akibat kurangnya kontrol dan pemahaman akan pengaturan aperture yang ideal. 

Tahun 2019 skill fotografi saya mulai terbentuk dan saya mendapatkan Sigma 56mm F1.4 DC DN yang merupakan lensa jagoan Sigma di segmen APS-C. Berpadu dengan Sony A6400, kombinasi keduanya bisa dibilang salah satu yang terbaik untuk kamera mirrorless APS-C di kelas tengah. Ringkas, cepat, dan sangat cekatan untuk menangkap momen. 

Review-TTArtisan-50mm-3

Tahun 2020 saya mulai bermain-main dengan lensa manual yakni 7Artisans 35mm F1.2. Meski begitu, saya masih belum bisa sepenuhnya move on dari lensa 50mm dan akhirnya saya menukarnya dengan TTArtisan 50mm F1.2.

Dibanderol dengan harga Rp1.499.000, apakah kualitas lensa ini mampu melampaui harga jualnya? Berikut review TTArtisan 50mm F1.2 selengkapnya. 

Daya Tarik 50mm 

Review-TTArtisan-50mm-4

TTArtisan 50mm F1.2 tersedia dalam beberapa dudukan kamera yang berbeda, termasuk untuk Sony E, Canon EF-M, Fujifilm X, dan kamera dengan sensor Micro Four Thirds (MFT). Saya menggunakan versi Sony E-mount dengan ekuivalen 75mm di full frame

Focal length 75mm ini termasuk tele menengah, saya jatuh hati karena perspektif yang dihasilkan. Kebetulan genre fotografi yang saya geluti cocok, pertama untuk foto produk terutama gadget. Di mana memotret berbagai angle dan sudut pengambilan gambar terasa tetap proporsional. 

Tentu saja, lensa 50mm sangat dahsyat untuk foto portrait. Sudut pandang yang ditawarkan memang yang tidak terlalu luas, namun latar belakang yang blur alias bokeh yang tercipta saat menggunakan aperture besar benar-benar sangat cantik dan berkesan artistik. 

F1.2 dengan jarak fokus minimum 50cm
F1.2 dengan jarak fokus minimum 50cm

Untuk foto portrait menggunakan lensa manual, tips dari saya ialah tentukan jarak fokusnya. Misalnya closeup mengambil area kepala saja dulu, setelah cukup putar cincin fokus untuk mendapatkan kepala dengan bahu, setengah badan, dan sebagainya. 

Berkat bentuknya yang ringkas, TTArtisan 50mm F1.2 juga ideal untuk diajak traveling dan hunting street photography. Misalnya merekam aktivitas orang-orang alias human interest

Desain dan Spesifikasi

Review-TTArtisan-50mm-5

Lensa dan dudukannya terbuat dari logam, build quality-nya bagus dan terasa sangat solid. Beratnya mencapai 336 gram dan filter depannya berukuran 52mm, TTArtisan menyediakan lensa hood 52mm-nya yang bisa dibeli secara terpisah seharga Rp99.000. 

Pada bodi lensa terdapat ring kontrol aperture dan pemfokusan manual. Menariknya pergeseran aperture-nya menimbulkan bunyi klik, yang mana menjadi nilai lebih bagi fotografer karena kontrol aperture-nya menjadi lebih presisi, tetapi mungkin menjadi kekurangan bagi videografer. 

Review-TTArtisan-50mm-6

Bokeh indah yang dihasilkan lensa ini berkat penggunaan diafragma 10-blade dan memiliki rentang dari F1.2 hingga F16. Selain bokeh, keunggulan aperture besar ialah low light guna menekan ISO agar tidak terlalu tinggi. Sebagai informasi, asupan cahaya F1.2 lebih banyak 1,4 kali dari F1,4, 2,8 kali dari F2, dan 5,5 kali dari F2.8. 

Selain itu, bentuk ring kontrol pemfokusan manual cukup menonjol sehingga cukup mudah diputar dan grip-nya bukanlah karet melainkan logam berusuk yang bergaris. Proses pencarian fokus relatif presisi dan ring dapat diputar sekitar 120 derajat dari 50cm untuk jarak fokus minimum hingga tak terhingga. 

Untuk spesifikasi, TTArtisan 50mm F1.2 terdiri dari tujuh elemen dalam lima grup. Optiknya dibuat oleh DJ OPTICAL dengan desain Sonnar yang sudah diperbarui. Harus diakui, secara optik memang cukup sederhana dan bagaimanapun pada titik harga ini jangan menaruh ekspektasi terlalu tinggi. 

Maksud saya, bila pekerjaan Anda menuntut kinerja optik yang tinggi jelas lensa ini bukan pilihan yang tepat. Sebaliknya kita juga tidak boleh meremehkan kapabilitas lensa 50mm klasik ini. 

Dari sisi ketajaman, saat terbuka lebar f1.2 hasilnya lumayan tajam untuk foto portrait pada jarak dekat. Ada vignetting tetapi tidak banyak dan lensa dapat menangani flare dengan cukup baik. 

Putar ke f2 atau f2.8, angka ini cukup ideal untuk portrait jarak dekat dan menengah. Detailnya cukup dan lebih kontras dengan rendering warna yang tidak terlalu kuat yang bagus untuk warna kulit. Ketajaman optimalnya dicapai pada f5.6-f8, yang serbaguna untuk jenis pemotretan lainnya.

Verdict

Review-TTArtisan-50mm-7

Ada cukup banyak pilihan lensa 50mm di tiap sistem kamera, bisa dibilang kita tidak kekurangan pilihan baik lensa native maupun buatan pihak ketiga dengan kisaran harga bervariasi. Harga murah menjadi daya tarik utama TTArtisan 50mm F1.2 dengan build quality, kualitas gambar yang layak dengan bokeh yang menawan, dan punya ring aperture yang klik. 

Tentu saja saya harus menekankan bahwa ini adalah lensa dengan fokus manual, yang mana sisi baiknya sangat bagus untuk melatih kreativitas, baik untuk pemula maupun yang berpengalaman. Namun bagi sebagian orang, kehilangan fitur autofocus menjadi kerugian besar. Jadi, saya pikir lebih cocok dijadikan sebagai lensa sekunder. 

Menurut saya, TTArtisan 50mm F1.2 merupakan lensa yang sangat menyenangkan untuk dimainkan pada kamera mirrorless APS-C. Kompetitor terdekatnya ialah 7Artisans 55mm F1.4 keluaran 2017 yang berada di rentang harga yang sama, namun saya pikir sudah saatnya 7Artisans memperbarui lensa tersebut. 

Sparks

  • Harga terjangkau dengan aperture besar F1.2
  • Ring kontrol aperture klik
  • Ring kontrol pemfokusan presisi
  • Bulid quality kokoh dari logam 

Slacks

  • Lensa manual
  • Secara optik, desainnya sederhana

 

Sony A1, Lensa FE 50mm F1.2 G Master, dan Tiga Lensa Seri G Resmi Hadir di Indonesia

Sony telah meluncurkan kamera dan empat lensa full frame terbarunya di Indonesia. Meliputi mirrorless flagship Alpha 1, lensa FE 50mm F1.2 G Master (SEL50F12GM), serta tiga lensa seri G dengan desain ringkas yakni FE 50mm F2.5 G (SEL50F25G), FE 40mm F2.5 G (SEL40F25G), dan FE 24mm F2.8 G (SEL24F28G).

Kami selalu mendengarkan masukan dari para pelanggan dan terus berinovasi untuk menghadirkan produk-produk pencitraan terbaik kepada para pecinta fotografi dan videografi. Dengan hadirnya kamera Alpha 1, lensa FE 50mm F1.2 GM dan tiga lensa terbaru dari seri G Lens, kami harap seluruh pengguna Sony dapat memanfaatkan produk-produk ini untuk lebih bebas bereksplorasi dan menghasilkan karya-karya menakjubkan dengan kualitas yang luar biasa.” Ujar Kazuteru Makiyama, President Director PT Sony Indonesia.

Sony Alpha 1

[FOTO 1] Tampilan Sony Alpha 1

Mari mulai dari Sony Alpha 1 yang merupakan pencapaian tertinggi Sony untuk kamera mirrorless full-frame. Sebab Sony berhasil menggabungkan keunggulan A7R IV yang menawarkan resolusi tinggi, A7S III dengan sensitivitas tinggi dan video, serta A9 II dengan kecepatannya. Menurut Sony, Alpha 1 ini sangat cocok untuk para fotografer dan videografer profesional, serta sangat direkomendasikan untuk para fotografer portrait dan birding.

Sony A1 mengusung sensor gambar Exmor RS CMOS full-frame terbaru dengan resolusi 50,1MP yang dibuat dengan memori integral. Sensor gambar ini dipasangkan dengan mesin pemrosesan gambar BIONZ XR yang telah ditingkatkan dengan daya pemrosesan delapan kali lebih banyak, memungkinkan pengambilan gambar 50,1MP secara terus menerus pada 30fps tanpa blackout dengan perhitungan hingga 120 AF/AE per detik.

Selain itu, hal ini juga memungkinkan kamera untuk menghasilkan wide dynamic range sebanyak 15+ stop untuk video dan 15 stop untuk still.  Sony A1 juga sanggup merekam video hingga 8K 30p menggunakan seluruh lebar sensor. Kamera menggunakan semua piksel horizontal, menangkap footage 8,6K dan kemudian memperkecil ukurannya menjadi 8K. Footage 8K dapat ditangkap hingga 10-bit 4:2:0 menggunakan format XAVC HS.

[FOTO 2] SEL50F12GM dengan Kamera Alpha 1

Kamera ini juga memiliki kemampuan autofokus yang canggih, dengan 759 phase detection point dalam sistem AF phase-detection yang mencakup sekitar 92% area gambar. Lalu, dengan mesin pemrosesan gambar BIONZ XR, Real-time Eye AF Sony meningkatkan performa deteksi sebesar 30% dibandingkan sistem sebelumnya. Selain memiliki Real-time Eye AF untuk manusia dan hewan, A1 juga menyediakan Real-time Eye AF untuk burung yang pertama dalam seri Alpha.

Untuk pertama kalinya di dunia, kamera terbaru ini dilengkapi shutter elektronik yang menawarkan pengambilan gambar secara terus-menerus anti-flicker senyap, tanpa suara mekanis dan getaran. Kamera A1 ini juga memungkinkan sinkronisasi flash shutter elektronik hingga 1/200 detik untuk pertama kalinya dalam kamera Alpha. Selain itu, A1 juga dapat lebih mudah menangkap gerakan dinamis berkat adanya mechanical shutter flash dengan sinkronisasi hingga 1/400 detik.

Sony A1 akan segera hadir di Indonesia pada bulan Mei 2021 dengan harga Rp91.999.000. Pembelian secara pre-order telah dibuka mulai dari tanggal 26 Maret – 25 April 2021. Khusus pembelian dalam masa pre-order, konsumen akan mendapatkan paket spesial senilai Rp6.000.000 berupa vertical grip VG-C4EM. Juga ada paket purchase with purchase dengan cashback hingga Rp3.000.000 untuk pembelian lensa dan aksesori tertentu yaitu lensa SEL200600G, SEL100400GM, dan baterai NP-FZ100.

Sony FE 50mm F1.2 G Master

[FOTO3] Tampilan SEL50F12GM

Beralih ke Sony FE 50mm F1.2 G Master, lensa ini dapat memberikan mobilitas tinggi dan penanganan mudah untuk lensa 50mm F1.2 berkat faktor bentuk yang ringkas. Lensa G Master terbaru ini dapat menghasilkan bokeh yang dalam dan halus di latar depan, serta latar belakang berkat adanya unit bukaan melingkar 11-blade dan desain optik yang disempurnakan dengan spherical aberration minimal.

Disamping itu, lensa FE 50mm F1.2 GM memiliki empat XD (extreme dynamic) Linear Motors yang memberikan efisiensi daya dorong tinggi, sehingga dapat menjaga subjek dalam fokus tajam bahkan pada shallow depth of field dengan AF, serta pelacakan yang cepat, tepat, dan senyap. Dengan mekanisme fokus melayang pada lensa yang dikontrol oleh algoritma penggerak lensa khusus, lensa ini dapat mencapai resolusi tinggi pada seluruh rentang fokus dengan jarak fokus minimum 0,4m.

Lensa Sony FE 50mm F1.2 GM akan hadir di Indonesia pada bulan Mei 2021 dengan harga Rp30.999.000. Sony Indonesia akan menghadirkan pembelian secara pre-order mulai tanggal 26 Maret – 25 April 2021. Sony Indonesia juga akan mengadakan aktivitas hands-on bagi para pelanggan untuk merasakan kecanggihan kamera A1 dan lensa FE 50mm F1.2 GM di berbagai kota besar di Indonesia dalam waktu dekat.

Tiga Lensa Terbaru dari Seri G

[FOTO 4] Tampilan FE 24mm F2.8 G, FE 40mm F2.5 G dan FE 50mm F2.5 G (1)

Sony juga memperkenalkan tiga lensa terbaru dari seri G yaitu FE 50mm F2.5 G, FE 40mm F2.5 G, dan FE 24mm F2.8 G dalam desain yang ringan dan ringkas. Lensa ini diperkenalkan sebagai set foto dan video yang sempurna untuk berbagai penggunaan, termasuk pengambilan gambar snap, portrait dan lanskap.

Ketiga lensa terbaru ini masing-masing memberikan focal length untuk pengambilan gambar apa pun, dengan 50mm yang terbaik untuk portrait, 40mm optimal untuk pengambilan gambar snap still atau film, dan 24mm yang ideal untuk lanskap dan juga pembuatan film.

Ketiga lensa ini memiliki ukuran yang sama diameter 68mmx45mm), diameter filter 49mm, dan berat yang hampir sama, FE 50mm F2.5 G 174 gram, FE 40mm F2.5 G 173 gram, dan FE 24mm F2.8 G 162 gram. Serta menampilkan desain eksterior yang sama, namun focal length ditandai dengan jelas untuk pergantian yang cepat.

Kualitas gambar dapat dicapai berkat penggunaan optik dengan elemen aspherical dan elemen kaca ED (Extra-low Dispersion) yang menghasilkan resolusi tinggi dan menekan color fringing. Elemen aspherical memastikan performa resolusi tinggi di setiap sudut gambar, bahkan dari bukaan terlebar dengan shallow depth of field.

Bokeh dari G Lens dicapai dengan pengoptimalan bukaan melingkar dan dihasilkan pada poin terlebar dari setiap lensa.Sony Indonesia akan segera mengumumkan informasi mengenai harga dan ketersediaan dari lensa FE 50mm F2.5 G, FE 40mm F2.5 G, dan FE 24mm F2.8 G di Indonesia dalam waktu dekat.

Canon Merilis Kit Aksesori Webcam untuk Kamera DSLR dan Mirrorless-nya

Kebutuhan video conference saat bekerja dari rumah meningkat tajam. Tahun lalu, banyak produsen kamera yang merilis software yang memungkinkan menyulap kamera digital menjadi webcam berkualitas tinggi.

Canon salah satunya, mereka memiliki software bernama Canon Webcam Utility. Kini Canon telah mengumumkan kit aksesori webcam untuk pemilik kamera DSLR dan mirrorless tipe tertentu yang memungkinkan menggunakan kamera sebagai webcam dalam jangka waktu yang lama tanpa takut kehabisan baterai.

Kit aksesori webcam dari Canon dibanderol dengan harga mulai dari US$89.99 atau sekitar Rp1,2 jutaan dan terdiri dari tiga versi. Mulai dari versi untuk kamera mirrorless EOS M atau APS-C terbaru meliputi Canon EOS M50, EOS M50 Mark II, dan EOS M200.

Lalu, yang kedua untuk lini kamera DSLR-nya yang terdiri dari Canon EOS Rebel T3, T5, T6, dan T7. Satu lagi versi terakhir khusus untuk pemilik kamera mirrorless Canon EOS RP dan dibanderol lebih mahal yakni US$159 atau sekitar Rp2,2 jutaan.

Tiga versi kit aksesori webcam ini memiliki kelengkapan yang berbeda-beda. Namun setiap versi dilengkapi kabel USB untuk menghubungkan kamera ke komputer atau laptop Anda, baterai tiruan, dan adaptor daya untuk mengisi daya kamera langsung ke stopkontak. Namun dalam kit aksesori webcam ini belum termasuk tripod yang berguna untuk menempatkan posisi kamera dengan sudut yang baik.

Sumber: DPreview