Kimia Farma Rilis Aplikasi “Reseller” Toko Kesehatan Virtual “Mediv”

Kimia Farma merilis aplikasi Mediv sebagai bentuk inovasi di era perkembangan teknologi. Ditargetkan pada lima tahun mendatang lini bisnis digital perseroan dapat berkontribusi hingga 10% untuk total penjualannya.

Direktur Utama Kimia Farma Honesti Basyir menjelaskan, Mediv memiliki dua produk yang menyasar segmen konsumen yang berbeda. Pertama, untuk menyasar segmen orang-orang yang ingin menjadi pengusaha berbentuk aplikasi reseller Mediv.

“Kita desain aplikasi ini khusus untuk orang yang mau berbisnis produk kesehatan berupa alat kesehatan, kosmetik, skin care, suplemen kesehatan, personal care, dan lainnya. Ini terobosan baru untuk orang yang ingin mulai bisnis tapi khawatir harus menyimpan stok barang dan menyiapkan modal,” ujar Honesti, kemarin (29/4).

Menurutnya, tidak ada persyaratan khusus untuk terdaftar sebagai reseller. Pengguna hanya cukup verifikasi identitas diri. Ketika sudah berhasil terdaftar, reseller dapat berkreasi menciptakan toko virtual-nya dengan produk-produk yang disediakan perseroan.

Reseller kemudian menyebarkan link-nya ke berbagai platform media sosial untuk menarik transaksi. Pengiriman akan langsung ditangani oleh perseroan ketika transaksi berhasil dilakukan. Reseller mendapatkan komisi hingga 10% dari harga jual. Ditambah, ada sistem poin rewards untuk dorong loyalitas mereka.

“Secara berkala, kami akan tambah SKU hingga suplemen kesehatan agar semakin banyak opsi yang bisa dijual reseller.”

Demonstrasi Mediv Screen oleh Direktur Utama Kimia Farma Honesti Basyir / DailySocial
Demonstrasi Mediv Screen oleh Direktur Utama Kimia Farma Honesti Basyir / DailySocial

Produk Mediv yang kedua dikhususkan untuk end user dinamai Mediv Screen, berupa layar toko virtual yang di pasang di gerai apotek Kimia Farma. Di dalamnya, terdapat berbagai display alat kesehatan yang terdiri dari berbagai kategori, seperti alat bantu jalan, diagnosis portabel, furnitur medis, olahraga, dan penguat & penyangga.

Keseluruhan alat tersebut belum tentu tersedia di gerai apotek karena keterbatasan ruang. Konsumen dapat langsung membeli produk yang mereka incar dalam Mediv Screen dan membayarnya. Pengantaran akan dilakukan oleh mitra logistik yang sudah bekerja sama dengan perseroan dan sudah ter-cover dengan asuransi.

Honesti menjelaskan secara konsep, produk yang dijual di dua produk Mediv ini tidak jauh berbeda. Hanya sasaran konsumennya saja yang berbeda. Namun ia menegaskan produk yang tersedia di Mediv ini hanya yang bersifat tidak memerlukan resep dokter karena ada regulasi larangan obat resep untuk dijual secara bebas.

Tidak hanya itu, aplikasi Mediv dilengkapi dengan augmented reality (AR) dari WIR Group untuk memberikan pengalaman berbelanja yang berbeda. Ketika kamera smartphone diarahkan ke lambang Mediv maka akan muncul display barang-barang yang dijual reseller.

Mediv Screen secara bertahap akan disebar ke 1.200 gerai apotek Kimia Farma di seluruh Indonesia. Pada tahap awal ini baru tersedia di 50 gerai di Jabodetabek. Aplikasi Mediv diharapkan dapat gaet 1.000 reseller pada tahun ini.

Application Information Will Show Up Here

Kimia Farma Jajaki Penjualan Online, Bisnis E-Commerce Mulai Masuk di Segmen Spesifik

Kimia Farma melalui anak usahanya PT Kimia Farma Apotek merambah penjualan obat di ranah online dengan menghadirkan portal e-commerce kimiafarmaapotek.co.id. Perusahaan obat pelat merah tersebut kini sudah mulai mengoperasikan layanan online tersebut di wilayah Jabodetabek untuk varian produk obat bebas dan produk perawatan tubuh.

Kendati tidak mewajibkan adanya resep medis, penjualan lepas obat di layanan online ini akan disertai dengan menu konfirmasi dari apoteker. Sehingga pada penyampaian obat pengguna akan mendapatkan informasi mengenai gejala penyakit, manfaat dan aturan pemakaian obat yang dibeli tersebut.

Pembelian obat umumnya diperlukan dalam keadaan mendesak dan dibutuhkan cepat, untuk itu Kimia Farma Apotek menjalin kemitraan dengan layanan on-demand Go-Jek untuk jasa pengantaran obat ke alamat tujuan, tepatnya menggunakan layanan belanja Go-Mart.

Sebelumnya Go-Jek sendiri sudah memiliki layanan antar obat Go-Med, bekerja sama dengan HaloDoc/ApotikAntar.

Dengan inovasi ini diharapkan pada tahun 2017 layanan online menyumbang peningkatan penjualan mencapai 10% dari total keseluruhan untuk menumbuhkan bisnis hingga 21%. Sebelumnya pada tahun 2016 dibukukan penjualan obat mencapai Rp 3,1 triliun.

Potal e-commerce Kimia Farma Apotek, belum tersedia aplikasi mobile
Potal e-commerce Kimia Farma Apotek, belum tersedia aplikasi mobile

Layanan e-commerce di bidang medis penjualan obat

Daftar platform digital penyedia layanan kesehatan di Indonesia sudah sangat bertumbuh pesat. Sebelumnya dengan model bisnisnya masing-masing layanan seperti GoApotik, ApotikAntar, HaloDoc, dan Go-Med (dari Go-Jek) juga memberikan jasa yang sama dengan apa yang diberikan Kimia Farma. Layanan apotek lain seperti K-24 (K24klik.com) juga telah merilis model e-commerce, bahkan di Bali telah bekerja sama dengan startup on-demand Medi-Call untuk distribusi produk jualannya.

Dibandingkan dengan layanan yang menyajikan model marketplace produk obat seperti GoApotik atau ProSehat, Kimia Farma menjual obat yang diproduksi dan dikelola dalam tokonya sendiri, sedangkan layanan marketplace sebagai pengecer. Keuntungan lain Kimia Farma sudah memiliki apotek cabang di berbagai daerah, terlebih menggandeng Go-Jek sebagai jasa logistik, yang juga telah memiliki cakupan luas.

Artinya tantangan justru pada bagaimana akselerasi bisnis online ini digencarkan. Termasuk urgensi pengembangan aplikasi mobile guna memudahkan pemesanan. Dalam prototipe awalnya, Kimia Farma Apotek baru menyajikan kanal penjualan melalui media situs online.

Fragmentasi layanan e-commerce, makin spesifik dan diminati bisnis besar

Ambisi Kimia Farma Apotek dengan layanan onlinenya menambah panjang daftar korporasi atau bisnis yang mulai menjual produknya secara langsung melalui medium digital. Kendati layanan e-commerce dan online marketplace sudah semakin kuat dalam menata pangsa pasar, namun sektor jual-beli online ini masih terfragmentasi. Artinya masih memberikan banyak celah untuk berkembang, termasuk bagi bisnis tradisional untuk melakukan transformasi.

Tren ke depan layanan e-commerce makin spesifik. Kendati ada layanan yang menjual produk secara umum, situs online khusus dari setiap bisnis akan hadir. Lalu kompetisi akan berfokus pada layanan, logistik, kemudahan akses, logistik hingga harga yang ditawarkan. Karena pada akhirnya bisnis online juga akan menjadi hal yang umum, layaknya bisnis toko fisik yang saat ini ada di mana-mana.

Implikasinya saat bisnis melakukan transformasi perlu dilakukan secara berkesinambungan dan menyeluruh. Membawa produk ke ranah online bukan semata-mata meletakkan pada platform e-commerce, karena di balik itu ada berbagai komponen bisnis pendukung yang harus digencarkan. Misalnya mengubah cara promosi lebih digital, mengembangkan kanal distribusi online hingga strategi pengelolaan logistik.