Mastercard Kerja Sama Dengan DreamHack Untuk Gelaran NLC 2020

Mastercard, perusahaan layanan finansial asal Amerika Serikat, merupakan salah satu brand yang banyak terlibat dalam ekosistem esports, terutama League of Legends. Terakhir kali, brand ini menjadi salah satu brand pertama yang mengambil spot sponsor in-game, yang baru diterapkan oleh Riot Games pada bulan Mei 2020 lalu.

Kini, keterlibatan mereka di ekosistem esports League of Legends jadi semakin menjalar, lewat pengumuman kerja sama dengan DreamHack untuk Northern League of Legends Championship (NLC). Dengan kerja sama ini, maka Mastercard akan melayani sebagai official payment partner untuk kompetisi tersebut selama musim 2020.

https://twitter.com/NLClol/status/1277912630058012674

Lebih lanjut dijelaskan, bahwa kerja sama ini juga akan menawarkan hal lainnya. Salah satunya adalah sebuah aktivitas marketing bernama “Priceless Play of the Match”, yang merupakan hadiah yang diberikan kepada penonton setia tayangan NLC dan menyaksikan pertandingannya sepanjang musim selama satu tahun.

Mengutip dari Esports Insider, Roger Lodewick Co-CEO of DreamHack memberi komentarnya seputar kerja sama ini. “Esports terus bertumbuh dan berkemnbang, maka dari itu kami sangat bahagia sekali untuk menyambut kedatangan Mastercard ke dalam keluarga DreamHack dan dukungan yang mereka berikan kepada industri ini. Kami sangat menghargai kerja sama ini, dan tidak sabar untuk menawarkan lebih banyak konten lagi kepada penggemar tayangan NLC.

Agnes Woolrich Vice President of Marketing dari Mastercard UK, Ireland and the Nordics menambahkan. “League of Legends merupakan pusat dari dukungan kami terhadap esports di berbagai belahan dunia, maka dari itu kami dengan senang hati kami mengumumkan kerja sama dengan DreamHack dalam gelaran Northern League of Legends Championship. Kami merasa terhormat bisa berperan dalam membawa komunitas game di kawasan Eropa Utara untuk berkumpul menjadi satu, terutama dalam masa krisis ini. Kami tidak sabar untuk merayakan permainan terbaik di League of Legends, dan juga membantu para penggemar untuk bisa lebih dekat dengan passion mereka melalui hadiah dan pengalaman unik yang berharga.”

NLC sendiri merupakan brand baru dalam ekosistem esports League of Legends. Liga ini merupakan gabungan dari dua liga lokal di Eropa, yaitu liga untuk Britaina Raya (UKLC), dan negara-negara nordik (Nordic Championship). Karena beberapa pertimbangan, dua liga tersebut akhirnya bernasib seperti liga Taiwan, Hong Kong, dan Macau (LMS) dan liga Asia Tenggara (LST) yang disatukan jadi Pacific Championship Series (PCS). Dua liga yang berada di kawasan Eropa Utara tersebut disatukan menjadi NLC dengan DreamHack sebagai penyelenggara utama. Dapatkah kerja sama semakin mengembangkan ekosistem lokal Eropa Utara, dan semakin melebarkan sayap ekosistem esports League of Legends di dunia?

[IdeaPlay] Bagaimanakah Solusi yang Tepat untuk Mengurangi Gamer Toxic?

Jika Anda pernah bermain game multiplayer yang kompetitif, khususnya yang gratisan, kemungkinan besar Anda pernah bertemu dengan gamer toxicGamer toxic ini sebenarnya ada banyak jenis-jenisnya seperti para pemain yang lebih suka menyalahkan rekan satu timnya, semaunya sendiri dalam bermain (saat memilih role, misalnya), AFK atau rage quit, menggunakan cheat, ataupun perilaku menyebalkan lainnya.

Faktanya, gamer toxic selalu bisa ditemukan di setiap game kompetitif. Hal ini juga bahkan sudah mulai terlihat di Valorant yang dibuat dengan tujuan esports. League of Legends juga dikenal dengan komunitas yang salty. PB juga masih menjadikan cheater sebagai salah satu prioritas yang harus dibasmi. Dota 2, MLBB, AoV, PUBG Mobile ataupun game-game lainnya juga bisa dipastikan memiliki gamer-gamer toxic yang menyebalkan.

Kami juga sebenarnya pernah menuliskan soal toxicity panjang lebar beberapa waktu yang lalu untuk mencari tahu sejumlah penyebab kenapa banyak gamer toxic di game-game kompetitif.

Faktor-faktor ini saya kira memang harus dicari tahu sebelum mencari solusinya. Dari beberapa faktor yang bisa Anda baca di artikel sebelumnya tadi, menurut saya, memang ada yang bisa dicari solusinya dari sisi game publisher namun juga ada yang mungkin di luar jangkauan game publisher.

Sumber:
Sumber: Riot Games

Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap toxic-nya gamer yang mungkin berada di luar jangkauan game publisher itu adalah elemen kompetitif, kultur sosial negatif (sekarang ini), ataupun soal sistem free-to-play.

Elemen kompetitif tentunya tak bisa dihilangkan juga jika memang hal tersebut yang jadi nilai jual utama game-game kompetitif. Sedangkan dari faktor sistem free-to-play, ada beberapa alasan kenapa hal ini juga berpengaruh dalam merebaknya jumlah gamer toxic.

Pertama, karena bisa dimainkan gratis, para pemain toxic jadi tidak merasakan konsekuensi untuk berperilaku seenaknya sendiri. Jika akun mereka di-ban karena terlalu banyak menerima laporan negatif mereka juga bisa dengan mudah membuat akun baru.

Kedua, karena freeto-play dan salah satu tujuan/tolak ukur kesuksesan sebuah game adalah jumlah pemain, mengatur perilaku orang banyak itu jadinya jelas lebih sulit ketimbang mengatur perilaku lebih sedikit orang.

Sistem free-to-play tadi, meski berpengaruh, memang mungkin tak bisa diubah begitu saja. Namun sistem reward and punishment tadi yang mungkin bisa diperbaiki untuk mencegah perilaku toxic.

Sumber: League of Legends
Sumber: League of Legends

Solusi yang bisa dilakukan publisher game dalam mengurangi gamer toxic

Setelah membahas penyebabnya secara singkat tadi, menurut saya, inilah mindset yang bisa dimiliki oleh publisher untuk mengurangi perilaku toxic.

Saya percaya bahwa solusi paling efektif dan paling mudah diimplementasikan adalah dengan lebih menekankan pada hadiah (reward) untuk perilaku baik ketimbang hukuman untuk perilaku toxic. Meski hampir semua game sudah memiliki sistem reputasi, misalnya sistem Honor di League of Legends ataupun Credit Score di MLBB, penekanannya lebih pada hukuman buat gamer toxic. Implementasi hukuman ini yang tidak efektif dan mudah disiasati.

Di MLBB misalnya, para pemain yang memiliki Credit Score rendah memang akhirnya akan dilarang untuk bermain Ranked. Namun batasan minimal Credit Score untuk bermain mode Ranked ini terlalu rendah dan hukumannya pun mungkin tak terlalu berarti. Apalagi, selain bisa dengan mudah membuat akun baru dan menanjak Rank setidaknya sampai Grand Master atau Epic, praktek jual beli akun dan jasa joki juga masih marak ditemukan.

Sistem hukuman Credit Score ini juga masih sangat bergantung pada laporan para pemainnya. Dengan meningkatnya perilaku individualis tiap-tiap orang di zaman modern, sistem laporan tadi juga mungkin tidak efektif. Misalnya saja seperti ini, di MOBA, satu tim berisikan 5 orang. Misalnya saja saya hanya toxic terhadap 1 orang, hanya orang itu saja yang merasa dirugikan dan melaporkan saya — sedangkan 3 orang lainnya mungkin tidak merasa memiliki alasan untuk melaporkan saya.

Sebaliknya, jika penekanan sistemnya lebih kepada reward buat mereka-mereka yang berperilaku baik, hal tersebut mungkin akan lebih efektif untuk membangun kultur positif di dalam komunitas.

Mengubah penekanan pada perilaku terpuji, di bayangan saya, bisa jadi seperti contoh berikut. Jika seorang pemain berhasil mempertahankan reputasi (Honor, Credit Score, atau apapun namanya) di tingkat tertinggi dalam satu bulan penuh, ia bisa mendapatkan mata uang yang bisa dibelanjakan. Memberikan ataupun mendapatkan reputasi baik (Like, misalnya) dari pemain lainnya juga bisa mendapatkan reward.

Contoh konkretnya, jika hal tersebut diterapkan di MLBB, misalnya seperti ini. Jika saya bisa mempertahankan Credit Score di angka 110 terus menerus dalam 30 hari, saya akan mendapatkan 100 Diamond. Di MLBB, kita juga bisa memberikan Like/Love kepada pemain lain setelah setiap pertandingan. Setiap kita memberikan Like ke satu pemain, kita akan mendapatkan 10 Gold. Setiap Like yang kita dapat dari pemain lain, kita juga akan mendapatkan 50 Gold.

Jadi, hanya dengan selalu berlaku positif saja, kita bisa mendapatkan 90 Gold tambahan setiap pertandingan dan 100 Diamond per bulan. Tentunya, nominal dan currency reward tadi bisa saja disesuaikan dengan perhitungan masing-masing publisher. Namun, intinya, publisher game harus memberikan alasan dan tujuan yang jelas dan berharga kenapa kita harus berperilaku positif di game mereka. Selain memberikan konsekuensi untuk perilaku negatif — seperti yang sekarang sudah berlaku. Jika ingin lebih jauh lagi, ada ranking juga buat para pemain yang bisa mempertahankan Credit Score paling lama.

Menurut saya, hal ini sebenarnya mudah diimplementasikan (hanya tinggal menghitung berapa nominal dan currency yang masuk akal saja) dan akan lebih efektif untuk mendorong kultur positif di komunitas game tersebut. Dengan kultur positif yang semakin tinggi, otomatis, perilaku toxic juga akan semakin berkurang.

Penutup

Via: Wellspace
Via: Wellspace

Terakhir, ibaratnya saja seperti ini. Baik dengan orang tua, guru, atau atasan, hukuman, teguran, atau cacian saat berlaku negatif itu memang nyatanya lebih sering kita rasakan ketimbang pujian ataupun hadiah saat berlaku positif. Hal ini jadi lebih membuat kita mencari aman ketimbang mengambil inisiatif untuk berlaku positif.

Game sendiri juga sebenarnya sudah menekankan sistem reward dan punishment yang lebih gamblang dan efektif. Anda harus farming jika ingin mendapatkan uang dan EXP. Sebaliknya, Anda tidak boleh sering mati juga jika tidak ingin kehilangan waktu untuk farming. Sistemnya memang dibuat untuk mendorong yang positif dan menghindari yang negatif.

Gameplay-nya tentu saja jadi tidak akan efektif jika Anda hanya didorong untuk menghindari yang negatif. Jika Anda hanya perlu mencari aman, kemungkinan besar, sebagian besar pemain akan lebih memilih untuk bermain pasif.

Apakah Anda setuju dengan solusi ini? Atau apakah Anda memiliki solusi lain yang lebih efektif dan masuk akal untuk dilakukan dalam mengurangi perilaku gamer toxic?

Tim INTZ Asal Brazil Membuka Diri untuk Seri Pendanaan

Organisasi esports asal Brazil, INTZ mengumumkan bahwa dirinya membuka seri pendanaan. Inisiatif yang diambil adalah usaha pencarian dana untuk mendukung operasi dan ekspansi bisnis INTZ di masa depan.

Penawaran yang diumumkan baru-baru ini masih terbuka sampai dengan akhir bulan Agustus 2020. Adapun besarnya kepemilikan saham yang ditawarkan oleh INTZ adalah sejumlah 10 persen.

Melalui pernyataan Lucas Almeida, CEO INTZ kepada The Esport Observer, “alasan kami membuka seri pendanaan adalah kebutuhan kami untuk mengamankan slot Brazilian Championship League of Legends, serta untuk proyek lain yang direncanakan di tahun 2021.”

via: intz.com.br
via: intz.com.br

Sebelumnya INTZ dikenal dengan nama INTZ e-sports dan berdiri di tahun 2014. Hanya dalam waktu 6 bulan saja sejak didirikan, INTZ berhasil mencapai BEP (Break Even Point. Lebih jauh lagi INTZ sudah berkembang pesat dengan menjadi tempat bernaung bagi hampir 70 atlet esports dari berbagai divisi dan 30 karyawan lainnya.

Meninjau skena esports di Brazil, pembukaan seri pendanaan oleh organisasi esports bukanlah yang pertama. Sebelumnya, Simplicity Esports juga mendapatkan pendanaan senilai 500.000 Dolar Amerika di awal tahun 2020. Dana yang didapat akan dipakai untuk mengamankan franchise slot di Brazilian Championship League of Legends musim 2021.

via: intz.com.br
via: intz.com.br

Lebih jauh lagi, membuka seri pendanaan melalui venture capital adalah pilihan terbaik bagi organisasi esports untuk memperoleh dana segar dan melakukan ekspansi bisnis. Proses mendaftarkan diri untuk menjadi perusahaan publik dan melakukan penawaran saham perdana bagi perusahaan di Brazil terbilang sulit. Selain dari sisi biaya yang tinggi, banyak juga persyaratan yang harus dipenuhi.

Sesuai dengan bagian dari perjanjian, daftar penyandang dana yang sudah bergabung ke dalam seri pendanaan INTZ tidak dapat diumumkan ke publik. Namun demikian, bagi siapapun yang berminat melakukan investasi, INTZ juga bisa dihubungi secara langsung.

via: intz.com.br
via: intz.com.br

Rencananya Riot Games akan mengubah sistem penyelanggaraan liga ke dalam model franchise di tahun kompetisi 2021. Perubahan dari sistem liga sebelumnya menjadi franchise menandakan bahwa ekosistem esports Brazil sudah cukup stabil. Di sisi lain untuk bisa mengamankan  franchise slot dibutuhkan jumlah dana yang tidak sedikit.

Berkaca dari perkembangan industri esports global, Brazil adalah region yang potensial. Dengan adanya pertumbuhan per tahun yang signifikan, INTZ merasa yakin dengan prospek yang ditawarkannya. Nilai tukar mata uang lain ke dalam Real Brazil adalah salah satu faktor yang sangat menarik ketika ditawarkan bagi investor dari luar Brazil.

 

Anggota Super Junior Kim Hee-Chul Tanamkan Modal di Tim Esports

Artis asal Korea Selatan, Kim Hee-Chul berencana untuk menanamkan investasi di BRION E-Sports, menurut laporan INVEN. Selain Hee-Chul, juga ada tiga atlet lain yang berencana untuk berinvestasi di BRION E-Sports. Ketiga atlet tersebut adalah dua atlet basket Park Yong-taik dan Kim Tae-kyun serta atlet tembak Jin-Jong-oh. Hee-Chul merupakan anggota dari boyband Korea Selatan, Super Junior. Sementara Jong-oh adalah atlet tembak yang berhasil memenangkan empat medali empas dalam Olimpiade Musim Panas pada 2008-2016.

Kucuran dana segar ini akan digunakan oleh BRION E-Sports untuk ikut serta dalam League of Legends Champions Korea (LCK). Liga League of Legends untuk Korea Selatan itu akan mulai menggunakan model franchise pada tahun depan, sama seperti liga League of Legends di Amerika Utara, Eropa, dan Tiongkok.

Super Junior esports
Kim Hee-Chul (kiri) dan Faker (kanan). | Sumber: MBC via Esports Observer

Jadi, tim-tim yang ingin ikut serta dalam LCK harus membayar sejumlah uang. Bagi tim yang telah ikut dalam LCK, mereka harus membayarkan 10 miliar won (sekitar Rp118 miliar). Sementara untuk tim yang sama sekali baru, mereka harus membayar sekitar 12-15 miliar won (sekitar Rp141-177 miliar), menurut laporan The Esports Observer.

Selain memberikan bantuan dalam bentuk modal, empat selebritas ini juga akan memberikan bantuan lain pada BRION E-Sports. Kim Hee-Chul, Park Yong-taik, dan Kim Tae-kyun akan berbagi pengetahuan mereka tentang cara berkomunikasi yang baik dan menjaga hubungan dengan para fans. Sementara Jin-Jong-oh akan menyediakan dukungan berupa psikolog olahraga. Memang, meski terlihat hanya bermain di depan PC, para atlet esports sebenarnya menghadapi tekanan mental yang sama beratnya dengan atlet olahraga tradisional. Keberadaan psikolog terbukti dapat membantu tim esports untuk memberikan performa yang lebih baik.

Kim Hee-Chul bukanlah selebritas pertama yang tertarik untuk masuk ke dunia esports. Tahun lalu, Kiari Kendrell Cephus, rapper yang dikenal dengan nama Offset, juga menanamkan investasi ke organisasi esports FaZe Clan. Selain artis, atlet olahraga tradisional juga terlihat berminat untuk menjajaki industri esports. Salah saatunya adalah Gareth Bale, pesepak bola asal Wales, yang membuat tim esports bernama Elleven Esports.

Biaya Liga Franchise LCK Dikabarkan Mencapai 175 Miliar Rupiah

Tanggal 6 April 2020 kemarin, diumumkan bahwa liga LoL Korea Selatan (LCK) berubah model dari promosi-relegasi menjadi sistem liga tertutup atau franchise model di tahun 2021. Perubahan ini menjadi berita yang cukup besar, karena LCK terbilang sebagai salah satu kiblat skena kompetitif League of Legends internasional.

Ketika diumumkan, besaran harga untuk memasuki liga ini masih belum diinformasikan, tetapi Gen.G sudah memiliki indikasi keingingan untuk masuk ke dalamnya. 17 Juni 2020 kemarin, Esports Observer akhirnya mendapatkan informasi bahwa biaya liga franchise LCK adalah sebesar 10 miliar Won Korea (sekitar 116 miliar Rupiah) untuk tim yang bertanding di LCK sebelumnya.

Untuk tim yang ingin memasuki LCK, biaya investasi yang harus dibayarkan akan lebih besar, yaitu sekitar 12 hingga 15 miliar won Korea (sekitar 140 hingga 175 miliar Rupiah). Namun, Esports Observer mengatakan bahwa besaran biaya tersebut masih dalam diskusi bersama dengan para pemangku kepentingan, yang berpendapat biaya investasi untuk pendatang baru seharusnya lebih tinggi lagi. Secara kasar, biaya ini terbilang lebih murah. Ini mengingat LCS (liga LoL AS) bahkan mematok biaya yang lebih besar, yaitu US$25 juta (sekitar 354 miliar Rupiah) pada tahun 2017.

Dengan perubahan sistem ini, maka LCK akan menghilangkan sistem promosi-relegasi. Sebagai gantinya, LCK akan menghadirkan liga akademi, sistem bagi hasil keuntungan liga kepada tim peserta, dan ketentuan minimal gaji tahunan bagi pemain tim peserta LCK sebesar 60 juta won Korea (sekitar 698 juta Rupiah).

Melihat perubahan sistem dan rekam jejak 10 tim peserta LCK sebelumnya, mungkin setidaknya sudah ada 2 tim yang kemungkinan besar masuk ke dalam liga. Dua tim tersebut adalah T1 yang juga dimiliki oleh Comcast Spectator, dan tentunya Gen.G Esports yang memiliki Dennis Wong dan Silicon Valley Bank sebagai investor.

Sumber: LCK Official
Tim peserta LCK Spring 2020. Sumber: LCK Official

Selain tim dari Korea Selatan sendiri, dikabarkan bahwa tim luar Amerika Serikat juga memiliki ketertarikan untuk masuk ke dalam liga LCK. Masih dari Esports Observer yang mengutip dari media lokal Korea, Fomos, ada dua organisasi esports asal Amerika Utara yang mengirimkan surat tanda ketertarikan. Dua organisasi tersebut adalah NRG Esports dan FaZe Clan.

Kira-kira bagaimana dampak perubahan sistem ini terhadap skena kompetitif League of Legends di Korea Selatan? Satu kemungkinan yang bisa terjadi adalah, kita juga akan melihat organisasi esports asal barat, turut mengikuti liga LoL asal Korea Selatan tersebut.

Sepekan Alpha Test, Wild Rift Sudah Dapatkan Balancing Patch

Pekan lalu, tepatnya 6 Juni 2020, fase Alpha Test dari game mobile League of Legends, yaitu Wild Rift, sudah dimulai untuk Filipina. Walau masih Alpha Test, namun antusiasme komunitas Filipina dan Asia Tenggara terlihat sangat tinggi terhadap game ini, terbukti lewat banyaknya konten yang tercipta selama masa tersebut, dan jumlah penonton.

Setelah satu pekan, dan eksperimen yang dilakukan penerima Alpha Test Wild Rift, Riot Games gerak cepat, dan meluncurkan balancing perdana. Lewat sebuah twit, Riot Games mengumumkan apa saja yang akan diubah, dan alasan atas perubahan tersebut.

Salah satu yang berdampak cukup besar adalah perubahan untuk Turret/Tower. Memang selama Alpha Test, banyak yang berpendapat bahwa Turret/Tower di Wild Rift terlalu lemah dan terlalu mudah untuk dijebol. Namun, alasan kenapa Turret lebih mudah dijebol di Wild Rift sebenarnya masuk akal, karena game ini dirancang untuk dapat selesai dalam durasi kisaran 15-20 menit.

Namun pada akhirnya Riot menambah kuat sedikit Turret di Wild Rift agar tetap dapat dijebol dengan mudah, namun tidak terlalu cepat. Perubahan yang dilakukan adalah penambahan damage serangan dan pertahanan Turret jika ia di-backdoor. Selain itu Riot juga meningkatkan tingkat pertahanan Turret dalam, dari tadinya tingkat damage reduction hanya 35 persen saja, menjadi 50%.

Selain dari itu, total ada 5 Champion yang menerima balancing pada Wild Rift Alpha Patch Notes 16 Juni ini. Gragas mendapat buff setelah melihat Mana miliknya terlalu cepat habis, dan damage Barrel Roll serta Drunken Rage terlalu lemah. Ezreal juga mendapat buff, yaitu damage serta rasio AD Mystic Shot ditingkatkan.

Sementara itu, 3 Champion lain diberikan nerf. Pertama Master Yi, dengan mengurangi efek Wuju Style yang selama ini memberi damage terlalu besar. Kedua Vayne, yang damage-nya terlalu besar, karena efek aktif Silver Bolts memberi bonus attack speed terlalu besar. Lalu Jinx, yang juga jadi terlalu mematikan karena punya attack speed yang terlalu tinggi.

Selain nerf dan buff, Riot Games juga memberikan daftar Watchlist. Daftar ini berisikan hero dan juga mekanisme permainan yang sejauh ini dianggap masih baik-baik saja, namun sudah mendapat banyak feedback dari komunitas.

Untuk sementara ini, Smite, Blitzcrank, Nani, Champion Marksmen, dan Jax sedang diawasi, karena sudah mendapat feedback dari komunitas, namun masih terlihat aman sejauh ini. Lebih lengkap Anda dapat melihat twit dari akun resmi wildrift.

Menurut laman resmi, Wild Rift direncanakan rilis akhir tahun 2020 ini. Namun, semoga saja ada kejutan seperti yang dilakukan Riot Games saat merilis VALORANT lebih dini dari yang sudah dijadwalkan.

DragonX dan Kakao Talk Jalin Kerja Sama untuk Menjangkau Fans Global

Layanan messenger asal Korea Selatan, Kakao Talk, beberapa waktu yang lalu menjalin kerja sama dengan tim League of Legends, DragonX. Masuknya layanan messenger ke dalam industri esports menandakan perkembangan yang menarik. Bulan lalu, perusahaan teknologi Samsung bekerja sama dengan tim League of Legends, T1, melalui lini produk monitornya.

Jersey baru DragonX | via: @drxglobal
Jersey baru DragonX | via: @drxglobal

Sejarah DragonX bermula dari tim yang dibentuk awal tahun 2018 bernama Longzhu Gaming. Setelah berganti pelatih dan roster beberapa kali, DragonX kini ajeg dengan formasi yang mampu memberikan performa terbaik sampai sekarang.

Bila kita menilik performa DragonX di gelaran LCK Spring kemarin, tim DragonX berhasil finis di peringkat ketiga. Raihan prestasi sebelumnya di KeSPA Cup 2019 dan Rift Rivals 2019 membuktikan bahwa tim DragonX sanggup bersaing dengan tim papan atas seperti T1 dan Gen.G yang sering mendominasi skena League of Legends Korea Selatan.

LCK-Spring-609x400
LoL Park. Via: Facebook

Sedangkan untuk Kakao Talk, layanan messenger tersebut pertama kali dirilis 10 tahun yang lalu. Sejak diluncurkan hingga saat ini tercatat sekitar 44 juta pengguna aktif setiap bulannya. Kakao Talk sekarang sudah tersedia dalam 15 bahasa dan populer di luar Korea Selatan seiring membanjirnya K-wave. 

Tidak hanya bergantung pada basis penggemar tim DragonX, Kakao Friends sendiri berhasil bertransformasi dari yang mulanya stiker emoticon menjadi merchandise dan konten digital yang dicintai di Korea Selatan maupun secara global.

Langkah awal yang terlihat dari kerja sama antara DragonX dan Kakao Talk adalah keberadaan gambar karakter ‘Ryan’ dari Kakao Friends yang tersemat di jersey baru tim DragonX. Tidak sampai di situ saja, karakter Kakao Friends lainnya akan muncul pada konten digital, stream, dan merchandise tim DragonX.

Dalam pernyataan Sang-in ChoiCEO dari DragonX kepada invenglobal.com, “kami akan menyajikan konten yang menyenangkan bersama karakter dari Kakao Friends dan mengembangkan skena esports lebih lagi.”

Kakao Friends | via: store.kakaofriends.com
Kakao Friends | via: store.kakaofriends.com

Berbarengan dengan penerapan strategi rebranding November lalu dan meningkatnya prestasi tim DragonX, mereka mendapatkan sponsor dari produsen mobil kenamaan McLaren Seoul. Beberapa brand lainnya yang sudah lebih dulu menjadi sponsor tim DragonX adalah Red Bull, Logitech, dan Xenics.

Riot Games Buat Banner Sponsor di League of Legends Jelang Liga Summer Split

Sponsorship di dalam esports datang dengan berbagai macam rupa. Video advertising, logo placement pada tayangan live-streaming mungkin jadi beberapa yang masih bisa dilakukan oleh penyelenggara pihak ketiga. Namun dari ragam sponsorship, ada satu varian yang bisa dibilang hanya jadi monopoli sang pengembang game, yaitu in-game sponsorship.

Pada skena lokal, MLBB menjadi salah satu yang menerapkan ini, dengan meletakkan banner sponsor di dalam in-game client khusus turnamen. Sementara itu pada skena internasional, ada Riot Games yang baru-baru ini mengumumkan akan melakukan hal tersebut. Lewat in-game sponsor placement, skena esports League of Legends dibuat jadi layaknya pertandingan olahraga.

Dari skena lokal, Moonton menjadi salah satu pengembang yang juga menerapkan sponsorship via banner in-game. Sumber: Youtube Channel Mobile Legends: Bang Bang
Dari skena lokal, Moonton menjadi salah satu pengembang yang juga menerapkan sponsorship via banner in-game. Sumber: Youtube Channel Mobile Legends: Bang Bang

Mengutip dari Esports Observer, sistem in-game sponsor placement yang diberi nama Summoner’s Rift Arena branding ini akan mulai dilakukan pada musim pertandingan Summer Split nanti.

Sampai saat ini sudah ada dua brand yang mengambil spot sponsor Summoner’s Rift arena branding, yaitu Mastercard dan Alienware. Lebih lanjut soal sistem sponsorship ini, dikatakan bahwa Riot Games membebaskan 12 liga LoL regional yang diselenggarakan di berbagai belahan dunia untuk memiliki sponsor mereka masing-masing. Ini artinya, Mastercard dan Alienware tidak serta-merta tampil di semua liga LoL yang ada ketika mengambil spot sponsor tersebut.

Riot juga membuat visual sponsor ini hanya dapat dilihat oleh penonton saja. Pemain tidak dapat melihat banner sponsor tersebut tersebut di dalam game, demi menjaga integritas kompetisi. Untuk menilai seberapa efektif bentuk sponsorship ini, Riot juga bekerja sama dengan Nielsen. Masih dari Esports Observer, Riot Games mengatakan bahwa bentuk sponsorship ini akan menjadi salah satu branding paling efektif dan bernilai.

Naz Aletaha, Head of Global Esports Partnership Riot Games mengatakan. “Mulai dari pertandingan tatap muka, hingga tayangan online, kami berjuang keras untuk mendefinisikan esports sebagai modern sports dengan melakukan inovasi terhadap bagaimana khalayak menikmati pengalaman menonton League of Legends. Untuk pertama kalinya dalam sejarah League, kami memberikan pengalaman imersif dengan meletakkan brand di medan pertarungan League of Legends lewat SR Arena Banners, yang memberi rasa layaknya sponsor pada lapangan pertandingan olahraga.”

Naz Aletaha, Head of Global Esports Partnership Riot Games. Sumber: Riot Games
Naz Aletaha, Head of Global Esports Partnership Riot Games. Sumber: Riot Games

Raja Rajamannar, Chief Marketing & Communications Officer Mastercard menambahkan. “Mastercard telah menjadi rekan global dari League of Legends, karena game tersebut menghubungkan banyak orang di berbagai belahan dunia yang memiliki passion terhadap game tersebut. Evolusi sponsorship ini membantu kami untuk menjangkau para fans lewat cara yang secara kontekstual lebih relevan, lewat kegiatan yang sangat mereka cintai, yaitu menonton esports League of Legends.”

Bentuk sponsorship ini mungkin menjadi salah satu yang pertama dilakukan oleh tim pengembang dari game esports yang bersifat global. Sebelumnya, Dota 2 sudah memperkenankan hal ini, namun dengan cara yang sedikit berbeda.

Pada Dota 2 sistem peletakan sponsor in-game dibuat menjadi open-source oleh Valve, yang memperkenankan tim bertanding meletakkan logo tim serta sponsor mereka untuk menjadi in-game banner, yang bisa dilihat oleh penonton.

Pertanyannya, bagaimana sistem sponsorship seperti ini berdampak pada pengalaman menonton penggemar esports? Akankah pengalamannya jadi lebih buruk, lebih baik, atau tidak berdampak sama sekali?

League of Legends Mid-Season Streamathon Jadi Ajang Galang Dana Penanggulangan COVID-19

Memasuki pertengahan tahun, penggemar esports League of Legends biasanya sudah gegap gempita dengan kehadiran kompetisi internasional paruh-tahun, Mid-Season Invitational. Namun demikian, pandemi COVID-19 mengubah segalanya. Walau LoL Worlds 2020 dikabarkan akan tetap berjalan pada Oktober 2020 mendatang, namun Mid-Season Invitational 2020 yang seharusnya diadakan bulan Juli 2020 harus tetap dibatalkan.

Namun, Anda penggemar esports League of Legends tak usah khawatir, karena sebagai gantinya Riot menyiapkan sajian Mid-Season Streamathon untuk mengisi kekosongan. Seperti namanya, Mid-Season Streamathon menampilkan tayangan League of Legends selama 48 jam dengan jadwal non-stop.

Sumber: VCS Official
Selain sajian LPL vs LCK, aksi EVOS Esports dari liga VCS Vietnam juga jadi hal lain yang patut disaksikan dari tayangan League of Legends Mid-Season Streamathon. Sumber: VCS Official

Selama jadwal tersebut, Anda bisa menikmati berbagai macam tayangan pertandingan League of Legends dari berbagai regional, termasuk sajian rivalitas dua regional terpanas di League of Legends antara LPL vs LCK.

Tidak hanya itu saja, bagi penikmat skena kompetitif League of Legends Asia Tenggara, Mid-Season Streamathon juga menyajikan pertandingan antara dua liga besar di wilayah Asia Pasific, yaitu pertandingan antara liga PCS (SEA-APAC) melawan liga VCS (Vietnam). Liga PCS diwakili oleh Talon Esports asal Hong Kong dan Machi Esports asal Taiwan, sementara liga VCS akan diwakili oleh EVOS Esports dan juga Team Flash.

Mid-Season Streamathon diselenggarakan mulai tanggal 27 hingga 31 Mei 2020, berikut jadwalnya.

Sumber: Riot Games
Sumber: Riot Games

Gelaran Mid-Season Streamathon juga akan menjadi ajang galang dana untuk meringankan beban perjuangan melawan wabah pandemi COVID-19. Para penggemar bisa turut berpartisipasi, yang mana donasi tersebut nantinya akan didistribusikan oleh Riot Games Social Impact Fund kepada beberapa organisasi yaitu ImpactAssets COVID Response Fund dan GlobalGiving Coronavirus Relief Fund. Nantinya dana tersebut akan digunakan untuk membantu para pekerja medis yang bertarung di lini depan melawan pandemi yang sudah menjangkiti hampir 5 juta orang di seluruh dunia.

Ini bukan kali pertama Riot Games turut berpartisipasi dalam meringankan beban perjuangan melawan pandemi COVID-19. Sebelumnya, Riot Games juga sempat menyumbangkan 1,5 juta dolar AS kepada pemerintah kota Los Angeles untuk membantu meringankan beban perjuangan melawan pandemi COVID-19.

Semua pertandingan Mid-Season Streamathon nantinya dapat Anda saksikan pada laman resmi esports League of Legends yaitu watch.lolesports.com, mulai 27 Mei 2020 pukul 07:00 WIB hingga 31 Mei 2020 pukul 11:00 WIB.

Sudah siap untuk menyaksikan aksi permainan League of Legends terbaik dari berbagai regional?

T1 Investasi ke Startup Analitik Esports, Mobalytics

Organisasi esports T1 Entertainment & Sports mengumumkan bahwa mereka menanamkan investasi di startup analitik esports, Mobalytics. Sayangnya, tidak disebutkan berapa besar investasi yang T1 tanamkan. Dalam kerja sama ini, fokus pertama dari kedua perusahaan adalah Valorant, game shooter buatan Riot Games yang kini masih dalam tahap beta. Mobalytics akan membuat program latihan untuk tim Valorant dari T1.

“Semua pemain, pelatih, dan tim di T1 menggantungkan diri pada analisa in-game. Inilah alasan mengapa kami pikir, kami harus berinvestasi di Mobalytics,” kata CEO T1, Joe Marsh, seperti dikutip dari The Esports Observer. “Kami sangat senang dapat bekerja sama dengan tim Mobalytics dalam membuat program latihan baru untuk tim Valorant. Jadi, kami akan bisa mengembangkan talenta baru dan berkembang dalam game terbaru dari Riot.”

Mobalytics memenangkan TechCrunch Disrupt Battlegrounds pada 2016. Tak hanya itu, mereka juga telah menjalin kerja sama dengan sejumlah publisher game. Selain membuat program latihan untuk Valorant, Mobalytics juga akan menyediakan tool dan analitik untuk game-game buatan Riot lainnya, seperti League of Legends, Teamfight Tactics, dan Legends of Runeterra. Sebelum ini, Mobalytics juga pernah bekerja sama dengan tim esports League of Legends lain, seperti Golden Guardians.

T1 Mobalytics
Brax jadi pemain Valorant pertama dari T1. | Sumber: ONE Esports

“T1 akan menjadi rekan strategis yang sangat baik untuk Mobalytics,” kata Marsh. “Dari segi tim, para pemain dan pelatih Valorant kami dapat memberikan insight penting untuk tool mereka. Sementara untuk produk terkait League, setelah tool tersebut dioptimasi untuk liga Korea Selatan, kami akan bekerja sama dalam mendekatkan diri dengan komunitas esports Korea Selatan dan fans T1 agar dapat meningkatkan performa tool mereka. Saya juga akan menjadi penasehat internal bagi tim Mobalytics saat mereka berusaha membuat lebih banyak layanan baru.”

T1 paling dikenal dengan tim League of Legends mereka. Tim tersebut berlaga di League of Legends Champions Korea (LCK). Saat ini, mereka adalah tim dengan jumlah trofi League of Legends World Championship (LCW) paling banyak. T1 juga tertarik untuk masuk ke dalam scene esports Valorant. Mereka telah merekrut Braxton “Brax” Pierce, mantan pemain Counter-Strike: Global Offensive profesional, untuk menjadi anggota tim Valorant. Selain itu, mereka juga telah mengadakan turnamen Valorant pada April 2020 lalu.

“Kami sangat senang dapat bekerja sama dengan T1 dan belajar dari pemain serta staf elite seperti Faker serta Brax dan membantu mereka berlatih dengan lebih baik,” kata pendiri Mobalytics, Amine Issa, menurut laporan Esports Insider. “Tujuan kami adalah untuk membantu semua pemain yang ingin dapat bermain lebih baik, tidak hanya para pemain profesional.”