Riot Games Ungkap 21,8 Juta Orang Menonton Laga Final Worlds 2019

Riot Games baru-baru ini mengungkap angka penonton League of Legends World Championship Finals (Worlds 2019). Mengutip dari Esports Observer, Riot Games mengatakan bahwa laga final yang mempertemukan jagoan Eropa G2 Esports dengan jawara Tiongkok FunPlus Phoenix telah ditonton 21,8 juta orang, dengan jumlah penonton terbanyak pada saat bersamaan sejumlah 44 juta orang.

Menariknya, pada data yang baru diungkap ini, Riot Games menggunakan sebuah metrik atau perhitungan baru bernama Average-Minutes-Audience (AMA). Selama ini, sumber data jumlah penonton tayangan esports, biasanya mengandalkan data-data yang digunakan oleh platform streaming yang bersangkutan.

PARIS, FRANCE - NOVEMBER 10: --- during 2019 League of Legends World Championship Finals at AccorHotels Arena on November 10, 2019 in Paris, France. (Photo by Michal Konkol/Riot Games)
Pertandingan Grand Final Worlds 2019 yang menyedot perhatian gamers dari berbagai penjuru dunia. Sumber: Riot Games Official Documentation (Photo by Michal Konkol/Riot Games)

Ben Fischer, penulis Esports Observer mengatakan, bahwa data-data seperti concurrent viewers (penonton di saat bersamaan), total hours watched (jumlah total jam tayangan ditonton), ataupun unique viewers, tidak sebanding dengan rating yang dimiliki Televisi dan angkanya rentan dibuat berlebihan.

Penggunaan metrik AMA sebagai penghitung jumlah penonton bisa dibilang sebagai salah satu buah kerja sama antara Riot dengan Nielsen, selain dari penghitungan valuasi sponsorship esports.

Selain Riot, sudah ada beberapa perusahaan gaming/esports lain yang juga menggunakan AMA sebagai metrik penghitung jumlah penonton. Activision Blizzard salah satunya, menggunakan metrik tersebut sejak 2018 lalu untuk menghitung jumlah penonton Overwatch League. Pihak lainnya adalah ESL, yang menggunakannya untuk mengungkap jumlah penonton Intel Extreme Masters Katowice.

Sebelumnya Riot Games juga sempat mengungkap angka AMA League of Legends Championship Series (LCS) Amerika Serikat. LCS dianggap sebagai liga olahraga terpopuler ketiga di antara warga Amerika Serikat yang berumur 18-34 tahun dengan 124 ribu AMA. Laporan tersebut juga mengatakan, bahwa babak final LCS Summer Split memberikan dampak ekonomi sebesar US$5,44 juta (sekitar Rp76 milliar).

PARIS, FRANCE - NOVEMBER 10: --- during 2019 League of Legends World Championship Finals at AccorHotels Arena on November 10, 2019 in Paris, France. (Photo by Colin Young-Wolff/Riot Games)
Menghitung jumlah penonton online selama ini masih menjadi perdebatan tersendiri, mengingat banyaknya metrik yang bisa digunakan. Sumber: Riot Official Documentation (Photo by Colin Young-Wolff/Riot Games)

Jumlah Average-Minute-Audience ini kerap kali dianggap lebih reliabel, karena digunakan oleh dunia televisi dalam mengukur jumlah penonton, juga mengingat posisi Nielsen yang sudah bergerak dalam bidang data dan pengukuran data media sejak tahun 1923 lalu. Nielsen menjelaskan, bahwa metrik Average-Minute-Audience (AMA) adalah jumlah rata-rata penonton (program televisi) dalam waktu tertentu. Metode ini menghitung jumlah penonton untuk satu durasi program dalam setiap menitnya.

Namun demikian bukan berarti angka ini tidak dipertanyakan. Bagaimana jika penontonnya berpindah dari satu tayangan ke tayangan lain? Bagaimana jika satu penonton menonton dua tayangan sekaligus atau lebih? Itu adalah beberapa hal yang kerap dipertanyakan jika bicara soal angka penonton tayangan esports, baik menggunakan AMA ataupun data lainnya.

Sumber Header: Riot Games Official Documentation (Photo by Colin Young-Wolff/Riot Games)

Tyler1 Championship Series dengan Modal Pribadi Suguhkan Total Hadiah US$50.000

Turnamen Tyler1 Championship Series (TCS) yang diselenggarakan oleh Tyler “Tyler1” Steinkamp telah dimulai dan sudah berjalan hingga babak final. Tyler1 Championship Series pertama kali diadakan pada tahun 2017 dan, tahun ini, memasuki rangkaian ketiga turnamen. Babak final akan diadakan pada tanggal 21 Desember 2019 mendatang yang disiarkan langsung di channel twitch Tyler 1.

16 tim akan berpartisipasi dalam TCS, tim-tim ini dipilih oleh Tyler1 melalui pendaftaran yang dibuka melalui Discord milik Tyler1. Jalannya turnamen ini semua diatur oleh Tyler1 sendiri, baik pemilihan tim, menjadwalkan pertandingan turnamen dan menjadi caster.

Turnamen Dengan Biaya Sendiri Untuk Komunitas

Sumber: Riot Games

Menariknya, turnamen tersebut dibiayai sepenuhnya oleh Tyler1 sendiri tanpa bantuan pihak sponsor manapun. Bahkan iklan yang ditayangkan ketika break antar pertandingan adalah buatan Tyler1 sendiri guna menghibur penontonnya. Dengan total hadiah mencapai 50.000 Dollar Amerika, seluruh hadiah tersebut hanya diberikan kepada juara pertama turnamen ini dan tidak ada hadiah untuk runner-up. Pemain yang sedang bermain di LCS (League of Legends Championship Series) tidak diperbolehkan untuk mengikuti turnamen ini. Jadi turnamen ini tertutup untuk professional player. Hal ini guna mengembangkan komunitas dan pemain amatir agar berlatih menjadi yang lebih baik lagi dengan exposure penonton yang besar.

Berdasarkan TwitchTracker, pada babak playoff di tanggal 14-15 Desember 2019. TCS berhasil meraih peak viewers sebanyak 89 ribu penonton. Angka fantastis juga diraih Tyler1 ketika menggelar TCS di tahun 2018 karena ia berhasil meraih peak viewers sebanyak 123 ribu penonton. Jika dibandingkan dengan acara dari Riot Games, League of Legends All-star 2019 meraih peak viewers sebanyak 293k penonton. Sebuah turnamen amatir yang diselenggarakan oleh satu orang bisa mencapai hampir setengah viewership event yang bertaraf all-star merupakan hal yang luar biasa.

Jika Anda memperkirakan sebuah turnamen semi-pro pasti tidak akan sukses. Tetapi TCS berhasil berjalan selama 3 tahun ini, apa yang membuat TCS berhasil? Selain Tyler1 memang adalah seorang streamer terkenal, bukti kecintaannya pada komunitas League of Legends lah yang menggerakan komunitas League of Legends juga berbalik mencintai Tyler1.

Banyak Caster dan Streamer Yang Menghibur

Jeremy "DisguisedToast" Wang dan William "scarra" Li | Sumber: Twitch Tyler1
Jeremy “DisguisedToast” Wang dan William “scarra” Li | Sumber: Twitch Tyler1

Jumlah peak viewers yang banyak juga bukan tanpa alasan, banyaknya personality League of Legends yang turut menghibur ketika stream berjalan juga menjadi alasan utamanya. Nama-nama seperti Timothy “Trick2g” Foley, William “scarra” Li dan Jeremy “DisguisedToast” Wang turut ikut menghibur para penonton stream.

Dampak Ekonomi League of Legends Championship Series Capai Rp76 Miliar

Jumlah merek non-endemik yang bekerja sama dengan organisasi atau liga esports kini terus bertambah. Sayangnya, umur industri esports yang masih sangat pendek berarti tidak ada rekam jejak yang bisa digunakan oleh perusahaan sebagai tolok ukur. Riot Games, pemilik properti intelektual League of Legends, lalu bekerja sama dengan Nielsen dengan tujuan untuk mengukur nilai kerja sama mereka dengan liga League of Legends.

Salah satu data yang didapatkan oleh Riot terkait League of Legends Championship Series, liga untuk kawasan Amerika Utara, adalah dampak ekonomi dari turnamen ini. Babak final dari LCS Summer Split diadakan di Detroit, Michigan. Riot mengatakan, keberadaan turnamen ini memberikan dampak ekonomi sebesar US$5,44 juta (sekitar Rp76 miliar). Sebelum ini, Riot juga mengungkap, babak final dari League of Legends European Championship (LEC) Spring Split memberikan dampak ekonomi sebesar US$2,25 juta (sekitar Rp31,5 miliar) pada Rotterdam, tempat turnamen tersebut diadakan, menurut laporan The Esports Observer.

Sebagai perbandingan, turnamen Major dari Rainbow Six yang diadakan di Rayleigh memberikan dampak ekonomi sebesar US$1,45 juta atau sekitar Rp20,5 miliar. Memang, turnamen esports bisa mendorong industri pariwisata lokal. Alasannya, para fans esports biasanya berasal dari seluruh dunia. Jadi, ketika sebuah turnamen esports diadakan di sebuah kota, para fans rela untuk datang meski mereka berasal dari kawasan atau bahkan negara yang berbeda.

Sumber: Riot Games
Sumber: Riot Games

Selain dampak ekonomi, dalam laporan tentang performa LCS, Riot juga membahas beberapa hal lain, seperti jumlah penonton. Mereka mengatakan, 53 ribu orang datang langsung ke studio LCS di Detroit dan St Louis. LCS juga disiarkan secara online. Secara total, turnamen tersebut ditonton selama 2,4 juta jam, lapor Esports Insider. Pada puncaknya, jumlah concurrent viewers mencapai 609 ribu. Sementara jumlah concurrent viewer rata-rata mencapai 433 ribu. Dengan Average-Minute-Audience (AMA) 124 ribu, Riot mengklaim bahwa LCS adalah liga olahraga terpopuler ketiga di kalangan warga Amerika Serikat yang berumur 18 sampai 34 tahun.

Terkait sponsorship, Riot mengatakan bahwa pada tahun ini, mereka mendapatkan 11 rekan baru. Mereka juga bangga karena 91 persen dari perusahaan yang menjadi rekan mereka membuat kontrak lebih dari satu tahun atau memperbarui kontrak mereka. Ini menunjukkan bahwa mereka puas dengan apa yang mereka dapatkan. Beberapa sponsor LCS antara lain Honda, Alienware, dan Red Bull.

Ruined King dan Conv/rgence Adalah Dua Game Pertama di Dunia League of Legends

Sama seperti Dota 2, League of Legends (LoL) dengan segudang hero-nya memiliki lore yang kompleks. Satu dekade sudah LoL jalani, dan Riot Games menilai kini sudah saatnya mereka memperluas lore LoL melalui sejumlah game di luar LoL itu sendiri. Buah inisiatif mereka adalah Riot Forge, publishing label baru yang diresmikan belum lama ini.

Di acara The Game Awards 2019, Riot Forge akhirnya mengungkap dua game pertama yang akan mereka terbitkan, yakni Ruined King dan Conv/rgence. Meski sama-sama mengusung embel-embel “A League of Legends Story” pada judulnya, kedua game ini digarap oleh developer yang berbeda.

Ruined King dikerjakan oleh Airship Syndicate, studio yang didirikan empat tahun silam oleh empat veteran asal Vigil Games, dan yang baru-baru ini menggarap Darksiders Genesis. Vigil Games sendiri merupakan pencipta seri Darksiders, akan tetapi Ruined King rupanya tidak akan menawarkan gameplay hack-and-slash, melainkan masuk kategori RPG dengan sistem turn-based.

Kalau melihat teaser trailer-nya, Ruined King yang menitikberatkan pada aspek narasi ini bakal mengambil Bilgewater sebagai setting lokasinya, namun area mistis Shadow Isles pun juga akan ikut dilibatkan. Jadwal rilisnya belum ditetapkan, namun Riot Forge memastikan game ini akan tersedia di PC sekaligus console.

Conv/rgence / Riot Forge
Conv/rgence / Riot Forge

Untuk Conv/rgence, developer yang bertanggung jawab adalah Double Stallion Games, pencipta game Speed Brawl dan OK, K.O.! versi mobile, yang keduanya sama-sama sarat nuansa kartun. Conv/rgence sendiri juga bakal mengadopsi art style 2D kalau melihat teaser trailer-nya.

Dalam Conv/rgence, pemain bakal menjalankan Ekko, champion yang deretan skill-nya berkenaan dengan waktu, dan yang digambarkan dalam game ini sebagai pemuda jenius dengan gadget canggih untuk memanipulasi waktu. Setting lokasi yang diambil sendiri juga ada dua, yaitu Zaun dan Piltover.

Pemilihan Ekko sebagai lakon menurut saya cukup rasional, apalagi mengingat Conv/rgence bakal masuk dalam kategori action-platformer. Saya bisa membayangkan Ekko memanfaatkan kemampuannya memanipulasi waktu selagi melompat dari satu titik ke yang lain, terdengar seru sekaligus menantang.

Seperti halnya Ruined King, Conv/rgence belum memiliki jadwal rilis. Juga sama adalah ketersediaannya di PC sekaligus console.

Sumber: Riot Games via VentureBeat 1, 2.

Louis Vuitton Luncurkan Koleksi LVxLOL, Harga Sampai Rp79 Juta

Louis Vuitton memasuki ranah esports dengan bekerja sama dengan Riot Games pada September 2019. Ketika itu, merek fashion mewah asal Prancis tersebut akan membuat travel case untuk trofi dari League of Legends World Championship, Summoner’s Cup. Selain itu, Louis Vuitton juga mendesain sejumlah skin untuk karakter League of Legends. Sekarang, mereka memamerkan koleksi pakaian terbaru mereka. Riot mengklaim, kerja sama mereka dengan Louis Vuitton merupakan kerja sama pertama antara merek fashion mewah dengan pelaku esports.

Koleksi yang dinamai LVxLOL ini didesain oleh Nicolas Ghesquière, Artistic Director of Women’s Collection dari Louis Vuitton, lapor Business Insider. Harga dari koleksi terbaru Louis Vuitton beragam, mulai dari US$170 (Rp2,4 juta) sampai US$5.600 (Rp78 juta). Sebuah kaos dengan gambar Qiyana pada bagian depan dan belakang dihargai US$670 (Rp9,4 juta). Produk paling mahal dalam koleksi ini adalah jaket kulit seharga US$5.650 (Rp79 juta).

Koleksi LVxLOL ini akan tersedia pada Februari atau Maret 2020. Sama seperti produk Louis Vuitton lainnya, pakaian dalam koleksi terbaru mereka ini memiliki logo Louis Vuitton. Selain itu, banyak pakaian yang menggunakan pola tiger stripe, yang memang tidak ada kaitannya langsung dengan game League of Legends, tapi memberikan kesan gagah pada pemakainya.

Koleksi LVxLOL. | Sumber: Louis Vuitton via Business Insider
Koleksi LVxLOL. | Sumber: Louis Vuitton via Business Insider

Keputusan Louis Vuitton untuk bekerja sama dengan Riot Games sebenarnya tidak aneh. Sekarang, tak hanya merek endemik saja yang mendukung liga dan organisasi esports. Merek non-endemik, termasuk fashion, juga mulai tertarik untuk masuk ke industri esports. Salah satu alasannya adalah untuk memenangkan hati para penonton esports, yang merupakan generasi milenial dan gen Z. Selain itu, ada beberapa alasan lain mengapa kerja sama antara merek fashion pelaku esports akan menguntungkan kedua belah pihak. Meskipun pria muda dianggap sebagai audiens utama esports dan gaming, sebenarnya hampir 40 persen audiens esports merupakan perempuan. Mereka juga cukup peduli pada penampilan mereka.

Sebelum ini, Louis Vuitton juga telah mengadakan kerja sama dengan badan olahraga tradisional, seperti FIFA untuk membuat koleksi aksesori untuk World Cup 2018. Mengingat sekarang esports semakin diakui sebagai olahraga — salah satu buktinya adalah masuknya esports dalam SEA Games — maka tidak heran jika mereka juga memutuskan untuk bekerja sama dengan pelaku industri esports.

Bukan untuk Marketing, Esports Jadi Pilar Bisnis Riot Games

Riot Games mulai mengembangkan esports dari League of Legends pada sembilan tahun lalu. Sejak saat itu, esports scene dari game MOBA itu telah berkembang pesat. League of Legends kini memiliki 13 liga yang tersebar di berbagai kawasan. Dua liga terbaru adalah liga nasional di Belanda dan Belgia. Beberapa liga seperti di Korea Selatan dan Tiongkok tidak hanya sudah balik modal, tapi juga sudah menghasilkan keuntungan. Karena itu, tidak heran jika Riot tidak segan untuk mengeluarkan US$100 juta setiap tahun untuk mengembangkan esports League of Legends.

Faktanya, esports kini menjadi salah satu pilar bisnis utama bagi Riot. “Anda tidak bisa melihat esports sebagai bagian dari marketing,” kata CEO Riot Games, Nicolo Laurent pada The Esports Observer. “Kami melihat esports sebagai bisnis. Kami ingin memastikan setiap orang mendapatkan sesuatu dari ini.”

Esports League of Legends terbukti sukses. Ribuan orang datang untuk menonton babak final dari League of Legends yang diadakan di Paris, Prancis sementara jutaan orang menonton pertandingan tersebut secara online. Meskipun begitu, Laurent mengaku, mereka tidak selalu percaya diri bahwa esports akan berkembang menjadi sebesar sekarang. “Kami tidak yakin esports bisa tumbuh seperti sekarang, pada awalnya,” ujar Laurent. Korea Selatan menjadi negara yang esports scene-nya berkembang. Namun, Riot tak yakin apakah itu merupakan bukti potensi esports ataukah esports hanya dapat diterima di Korea Selatan.

League of Legends World Championship 2017. | Sumber: Dot Esports
League of Legends World Championship 2017. | Sumber: Dot Esports

Riot mengadakan League of Legends World Championship (LWC) pertama kali di DreamHack Summer 2011. Ketika itu, tidak ada satupun tim Korea Selatan yang bertanding. Menariknya, jumlah penonton turnamen tersebut tetap melebihi ekspektasi. “Ini membuat kami percaya bahwa esports tidak hanya menarik untuk warga Korea Selatan saja,” ujarnya. “Sekarang, kami memiliki 13 liga dan 3 turnamen internasional, dan di masa depan, kami mungkin akan menambah beberapa liga baru.”

Salah satu perubahan terbesar yang Riot Games lakukan dalam mengembangkan esports League of Legends adalah mengubah sistem terbuka — membiarkan tim manapun untuk bertanding dalam liga selama mereka memang lolos babak kualifikasi — menjadi sistem tertutup, yang mengharuskan tim yang hendak berlaga untuk membayar sejumlah uang. Slot untuk satu tim bernilai setidaknya US$13 juta, tergantung pada lokasi sebuah tim. Dengan model ini, tim-tim yang ikut bertanding dalam liga juga akan mendapatkan sebagian keuntungan yang didapatkan dari liga.

Di Indonesia, satu-satunya kompetisi esports yang menggunakan sistem franchise atau tertutup adalah Mobile Legends Professional League Season 4. Keputusan Moonton untuk menggunakan model tersebut sempat menuai pro dan kontra. Namun, masih belum diketahui apakah investasi awal yang ditanamkan oleh para organisasi esports untuk ikut dalam MPL Season 4 akan berbuah manis.

Dari segi hadiah, turnamen esports tak kalah dari kompetisi olahraga tradisional. Sebagian liga esports, seperti liga League of Legends, juga sudah menggunakan model franchise, membuatnya semakin menyerupai liga olahraga tradisional. Meskipun begitu, tim esports yang berlaga di dalamnya tidak memiliki saham dari liga itu sendiri, berbeda dengan sistem yang digunakan liga olahraga tradisional. Terkait hal ini, Laurent mengatakan, tak tertutup kemungkinan, mereka akan mengadopsi model serupa di masa depan. “Masalahnya, jika Anda ingin melakukan ini, Anda harus punya rencana yang jelas tentang cara memonetisasi liga itu sendiri, atau melakukan IPO. Jika tidak, Anda hanya akan membuat struktur dengan insentif yang buruk,” ujarnya.

Sumber header: Hotspawn

Riot Gandeng Developer Lain untuk Buat Game League of Legends Baru

Pada Oktober 2019, Riot Games merayakan ulang tahun League of Legends yang ke-10. Ketika itu, mereka mengumumkan sejumlah game adaptasi dari League of Legends, mulai dari card game sampai mobile game. Riot tampaknya masih ingin memperluas dunia League of Legends lagi. Karena itu, mereka meluncurkan publishing label baru bernama Riot Forge.

Riot Forge akan bekerja sama dengan developer pihak ketiga yang ingin mengembangkan game berdasarkan dunia League of Legends. Dengan begitu, cerita League of Legends akan tersedia dalam banyak game dengan berbagai genre dan dapat dimainkan di platform yang beragam. Leanne Loombe, Head of Riot Forge mengatakan, mereka tidak akan fokus pada satu genre. Sebagai gantinya, mereka akan merilis game dengan genre yang berbeda-beda. Satu hal yang pasti, mereka akan meluncurkan game dengan akhir yang jelas.

“Kami selalu mencari cara untuk menyajikan World of Runeterra dan karakter di dalamnya pada gamer di seluruh dunia,” kata Greg Street, Vice President of IP and Entertainment, Riot Games, dikutip dari Polygon. “Ada banyak studio game bertalenta di dunia yang memiliki pengalaman dan kemampuan dalam pengembangan game dan kami tidak sabar untuk bekerja sama dengan mereka untuk membawa IP LoL ke game baru yang menawarkan pengalaman bermain yang berbeda.”

Sumber: Riot Games via Polygon
Sumber: Riot Games via Polygon

Sementara itu, Loombe mengatakan, rekan developer mereka akan memiliki tanggung jawab penuh untuk membuat dan mendesain game yang mereka inginkan. Riot hanya akan turun tangan untuk membantu mereka untuk memahami lore dari League of Legends yang memang kompleks. “Mereka memiliki kebebasan untuk memilih jenis grafik dan gameplay yang mereka inginkan untuk membuat game yang terbaik,” katanya pada The Verge. “Riot akan mendukung dan menjamin bahwa developer kami memahami semua aspek dari dunia League of Legends untuk memastikan game itu tetap otentik.”

Loombe menjelaskan, Riot Forge akan bekerja sama dengan developer yang telah memiliki rekam jejak yang jelas. “Salah satu karakteristik yang kami cari dari sebuah studio adalah mereka pernah membuat game yang hebat,” ujarnya. “Kami sangat tertarik untuk bekerja sama dengan studio yang memiliki ciri khas, baik berupa grafik yang unik, desain atau mekanisme game yang berbeda, atau sesuatu yang lain yang membuat sebuah studio berbeda dan dapat membuat game adaptasi League of Legends yang unik.”

Sayangnya, masih belum diketahui kapan Riot Forge akan merilis game baru. Mereka hanya mengatakan, telah ada beberapa game yang tengah dikembangkan dan akan diluncurkan di bawah nama Riot Forge.

Sumber header: The Verge

Riot Games Siapkan Kompensasi Rp141 Miliar untuk Korban Diskriminasi Gender

Pada November 2018, dua mantan pekerja Riot Games, developer dan publisher League of Legends, mengajukan tuntutan ke pengadilan, mengklaim bahwa Riot membiarkan budaya dikriminasi gender yang penuh dengan pelecehan seksual pada pekerja wanita merajalela. Diskriminasi juga dilakukan oleh para manajer. Misalnya, para manajer pria memiliki daftar pekerja perempuang yang dianggap paling cantik. Seolah itu tidak cukup buruk, ketika ketika karyawan wanita protes akan hal ini, mereka justru mendapatkan hukuman. Tuduhan ini diperkuat dengan artikel yang ditulis oleh Kotaku pada Agustus 2018 setelah mewawancarai puluhan mantan pekerja dan karyawan Riot tentang budaya kerja di perusahaan tersebut.

Skandal ini membuat reputasi Riot tercoreng. Pada April 2019, mereka lalu berusaha untuk menyelesaikan masalah ini secara diam-diam dengan memaksa karyawan untuk melakukan arbitrasi. Dengan kata lain, mereka ingin melarang para karyawan menuntut perusahaan di pengadilan. Sebagai gantinya, Riot ingin masalah ini diselesaikan secara kekeluargaan. Apa yang dilakukan perusahaan justru berujung pada protes. Lebih dari 150 karyawan Riot melakukan walkout untuk menyatakan protes akan keputusan perusahaan.

Sekarang, Riot Games mengatakan bahwa mereka setuju untuk membayar US$10 juta (sekitar Rp141 miliar) atas tuntutan dikriminasi gender ini, lapor LA Times. Dengan ini, sekitar 1.000 pekerja wanita yang pernah bekerja di Riot sejak November 2014 akan mendapatkan uang kompensasi. Jumlah kompensasi yang diterima oleh masing-masing karyawan berbeda-beda, tergantung berapa lama karyawan telah bekerja di perusahaan dan juga status karyawan mereka. Jadi, pekerja tetap mendapatkan kompensasi lebih daripada kontraktor, lapor VP Esports.

Babak seperempat final League of Legends World Championship 2019. (Photo by Colin Young-Wolfl/Riot Games)
Babak seperempat final League of Legends World Championship 2019. (Photo by Colin Young-Wolfl/Riot Games)

Sejak saat itu, Riot Games telah berjanji untuk memperbaiki budaya seksisme mereka. Salah satu hal yang mereka lakukan adalah mempekerjakan Angela Roseboro sebagai Chief Diversity Officer mereka, menurut laporan The Esports Observer. Selain itu, mereka juga memastikan para atasan mendapatkan latihan yang cukup untuk memastikan mereka juga tidak ikut melakukan diskriminasi.

Kepada LA Times, juru bicara Riot Games, Joe Hixson mengatakan bahwa perusahaan senang karena akhirnya dapat menyelesaikan tuntutan ini. Dia menyebutkan, ini adalah langkah penting untuk menunjukkan komitmen Riot dalam menciptakan lingkungan kerja inklusif tanpa diskriminasi.

Budaya seksisme Riot Games merupakan salah satu skandal paling besar sepanjang 2018-2019. Ironisnya, perusahaan berusaha untuk mendorong para pemain League of Legends untuk berlaku lebih baik pada satu sama lain dan tidak saling mendiskriminasi.

Sumber header: Nexus League of Legends

Bilibili Bayar Rp1,6 Triliun untuk Dapatkan Hak Siar Eksklusif Atas League of Legends World Championship

Perusahaan streaming asal Tiongkok, Bilibili bersedia membayar 800 juta yuan (sekitar Rp1,6 triliun) pada TJ Sport — perusahaan joint venture dari Riot Games dan Tencent — untuk mendapatkan hak siar eksklusif atas League of Legends World Championship di negara asalnya. Kontrak ini berlaku selama tiga tahun, yaitu mulai 2020 sampai 2022.

Menurut laporan The Beijing News, ini adalah pertama kalinya hak siar eksklusif atas turnamen esports dilelang. Bilibili berhasil menang, mengalahkan beberapa perusahaan streaming lainnya, seperti Huya, Douyu, dan Kuaishou. Meskipun begitu, para ahli menganggap, nilai yang dibayarkan oleh Bilibili ini terlalu tinggi. Menurut mereka, harga yang pantas untuk hak siar atas LWC selama tiga tahun adalah 500 juta yuan (sekitar Rp1 triliun).

Walaupun begitu, Bilibli tetap dapat mendapatkan untung. League of Legends World Championship adalah salah satu turnamen esports paling populer dengan jumlah penonton paling banyak. LWC 2019 memecahkan beberapa rekor. Salah satunya adalah pertandingan esports yang paling banyak ditonton. Dalam babak semifinal — yang mempertemukan SK Telecom T1 dan G2 Esports — jumlah penonton sempat mencapai 3,9 juta orang.

League of Legends - Worlds 2018
Tim Tiongkok juga memenangkan LWC 2018.

Tidak hanya itu, ada banyak fans League of Legends di Tiongkok. Hal ini terlihat dari fakta bahwa League of Legends Pro League (LPL), liga LoL di Tiongkok, merupakan liga LoL terbesar dengan jumlah tim peserta terbanyak di dunia. Tak hanya itu, pada tahun depan, LWC akan diadakan di Shanghai, Tiongkok, yang akan meningkatkan jumlah penonton aktif. Tak hanya itu, dua tahun belakangan, tim asal Tiongkok juga sukses memenangkan LWC. Tahun ini, FunPlus Phoenix berhasil membawa pulang Summoner’s Cup meskipun mereka tidak dijagokan sementara pada tahun lalu, Invictus Gaming keluar sebagai juara.

Didirikan pada sembilan tahun lalu, Bilibili telah berkembang menjadi perusahaan streaming yang cukup besar sekarang. Pada 2017, Bilibili dikabarkan telah memiliki 31,6 juta pengguna. Namun, mereka mendapatkan sebagian besar keuntungan dari game mobile. Dikabarkan, game mobile menyumbangkan 80 persen dari total laba pada pertengahan 2018. Ketika esports mulai populer, mereka membuat Bilibili Gaming, organisasi esports yang membawahi dua tim profesional yang berlaga di League of Legends dan Overwatch.

Sumber: The Esports Observer, VP Esports, Dot Esports

Riot Games Gelar Festival dan Kompetisi League of Legends di Arab Saudi dengan Total Hadiah US$2 juta

Riot Games nampaknya kian garang melebarkan sayapnya, melakukan penetrasi ke wilayah-wilayah baru. Akhir pekan ini, Riot akan menggelar turnamen dan festival bertajuk League of Legends di Arab Saudi. Gelaran yang bertajuk Nexus Arabia ini akan hadir di kota Riyadh pada tanggal 5-7 Desember 2019. Acara ini ditujukan untuk menyasar pasar timur tengah dan negara-negara Afrika utara.

Konsep acara Nexus Arabia ini menarik karena ada semacam festival yang bisa digunakan untuk aktivitas bersama keluarga. Ada banyak permainan dalam festival kali ini seperti labirin bertema Teemo ataupun gulat sumo ala Gragas. Anda bisa melihat daftar lengkap aktivitasnya di situs resmi Nexus Arabia.

Sumber: League of Legends
Sumber: League of Legends

Selain berbagai aktivitas bersama keluarga yang semuanya kedengaran menyenangkan, Riot Games juga menyuguhkan konser dari Dj Mako dan Crystal Method. Di hari terakhir (7 Desember 2019), Riot Games akan menyuguhkan konser dari Jason Derulo.

Tentu saja, ada berbagai kompetisi League of Legends dalam rangkaian acara ini. Turnamen utamanya adalah 5v5 Summoner’s Rift yang berhadiah total US$850 ribu. Ada lagi turnamen 1v1 berhadiah US$100 ribu dan juga turnamen Teamfight Tactics (TFT) dengan jumlah hadiah yang sama. Tak ketinggalan ada juga turnamen untuk influencer yang berhadiah US$650 ribu (untuk LoL) dan US$100 ribu (untuk TFT). Plus, ada juga cosplay competition yang berhadiah total US$200 ribu.

Sumber: League of Legends
Sumber: League of Legends

Harga tiket tiga hari untuk ke acara ini berkisar antara US$30 (Rp300 ribu) sampai US$193 (US$2,7 juta). Sedangkan untuk tiket per harinya berkisar antara US$7 (Rp98 ribu) sampai US$123 (Rp1,7 juta). Anda bisa melihat lebih detail soal tiketnya di tautan ini (barangkali ada yang mau jalan-jalan ke Arab Saudi akhir pekan ini).