Google Dirumorkan Bakal Mengakuisisi Pionir Teknologi Light Field, Lytro

Google dirumorkan sedang dalam proses mengakuisisi Lytro. Kabar ini memang belum mendapat konfirmasi resmi, akan tetapi TechCrunch melaporkannya berdasarkan informasi dari beberapa sumber terpercaya.

Lytro, bagi yang tidak tahu, adalah salah satu pionir di bidang fotografi light field. Mereka sempat menjadi buah bibir di tahun 2012 lewat sebuah kamera berteknologi light field, yang memungkinkan pengguna untuk mengatur fokus pasca pemotretan.

Lalu di tahun 2014, pamornya kian naik berkat Lytro Illum, yang menawarkan teknologi serupa namun dalam kemasan ala kamera mirrorless. Kendati demikian, dua produk ini rupanya belum bisa menjadi fondasi bisnis yang menguntungkan.

Lytro Immerge / Lytro
Lytro Immerge / Lytro

Dari situ Lytro mulai memikirkan untuk pivot, dan menjelang akhir tahun 2015, mereka mulai mencoba mengimplementasikan teknologi light field pada ranah VR lewat sebuah kamera 360 derajat bernama Lytro Immerge. Sayangnya, perkembangan industri VR pun tidak sepesat yang mereka bayangkan.

Itulah yang pada akhirnya menjadi latar belakang atas berita akuisisi ini. Menurut salah satu sumber TechCrunch, deal-nya ini lebih pantas disebut sebagai penjualan aset, dengan mahar tidak lebih dari $40 juta, meski Lytro sendiri memiliki valuasi sekitar $360 juta di tahun 2017.

Aset yang dimaksud kemungkinan besar merujuk pada 59 hak paten seputar teknologi light field yang dipegang oleh Lytro. Pertanyaannya, mengapa Google tiba-tiba menginginkannya?

Eksperimen Google dengan teknologi light field / Google
Eksperimen Google dengan teknologi light field / Google

Sebenarnya bukan tiba-tiba, sebab belum lama ini Google sempat bereksperimen dengan teknologi light field, dengan tujuan untuk meningkatkan sensasi realistis yang ditawarkan konten VR. Buah eksperimen mereka adalah aplikasi Welcome to Light Fields, yang kompatibel dengan HTC Vive, Oculus Rift dan Windows Mixed Reality.

Asumsi saya, progress Google dalam bereksperimen dengan teknologi light field terhambat dikarenakan salah satu atau beberapa paten milik Lytro. Demi memuluskan inisiatif mereka, cara termudah adalah membelinya dari Lytro, apalagi kalau memang harganya ‘cuma’ $40 juta.

Di sisi lain, potensi light field sendiri sebenarnya tidak cuma terbatas di ranah VR saja. Google yang berkantong tebal semestinya merupakan pihak yang tepat untuk memaksimalkan potensi light field ketimbang perusahaan kecil yang kesulitan menghasilkan profit.

Sumber: TechCrunch.

Kamera Lytro Cinema Sanggup Menangkap Foto 755 Megapixel dan Video 40K

Setelah merilis Lytro Immerge menjelang akhir tahun kemarin, produsen kamera berteknologi light field itu kembali menyasar para pembuat film profesional lewat inovasi terbarunya: Lytro Cinema.

Lytro Cinema pada dasarnya merupakan kamera dengan spesifikasi luar biasa canggih yang didukung oleh teknologi light field. Penjelasan singkat soal light field sendiri bisa Anda baca di artikel tentang Lytro Immerge sebelumnya.

Seberapa fenomenalkah kamera ini? Utamanya, ia sanggup menjepret foto berformat RAW dalam resolusi 755 megapixel dan video beresolusi 40K. Yup, bukannya typo, tapi memang benar 40K, dengan kecepatan hingga 300 fps. Begitu luar biasanya, satu detik hasil rekamannya saja bisa memakan kapasitas 400 gigabyte.

Namun berkat teknologi light field, jumlah data yang luar biasa besar itu bisa dimaksimalkan oleh para pembuat film pasca perekaman. Kalau memindah fokus pasca pemotretan sudah bisa dilakukan oleh kamera maupun smartphone yang ada sekarang, Lytro Cinema memungkinkan penggunanya untuk mengubah variabel lain seperti shutter speed, depth of field, dan bahkan sampai dynamic range sekalipun.

Lytro Cinema

Hal ini dimungkinkan berkat kemampuan Cinema dalam mengumpulkan informasi yang amat lengkap dari pancaran cahaya yang ditangkap. Setiap pixel yang tertangkap memiliki properti warna dan arah pergerakannya sendiri sampai letak persisnya di dalam ruangan secara tiga dimensi.

Dengan demikian, pembuat film benar-benar tak perlu ambil pusing soal parameter-parameter di atas selagi proses syuting berlangsung. Semuanya bisa diubah-suai selesai merekam, bahkan frame rate-nya pun bisa diganti saat tengah mengedit hasil rekaman.

Lebih istimewa lagi, Lytro Cinema dilengkapi dengan fitur bernama Depth Screen. Fitur ini sejatinya memungkinkan pembuat film untuk menciptakan suatu adegan dengan special effect tanpa menggunakan green screen sama sekali.

Seperti yang kita tahu, selama ini studio-studio Hollywood banyak mengandalkan layar hijau guna mengganti latar dengan grafik buatan komputer. Dengan Cinema, latar yang direkam dapat dengan mudah dihilangkan dan diganti dalam proses editing, selagi masih mempertahankan wujud sang aktor secara penuh.

Lytro Cinema

Tentunya diperlukan komputer yang amat perkasa dan server yang istimewa untuk bisa menyimpan dan mengolah semua data berukuran masif ini. Untuk itu, Lytro juga bakal membundel perlengkapan pendukungnya, mulai dari software sampai jaringan cloud.

Sejauh ini Lytro belum berencana memasarkan Cinema secara langsung. Awalnya mereka hanya akan menyewakan Cinema ke tangan pembuat film yang membutuhkan. Biaya sewanya sendiri dimulai di angka $125 ribu, sudah mencakup hardware dan software-nya.

Sumber: TechCrunch dan Lytro.

Lytro Immerge Didapuk Sebagai Kamera VR Pertama yang Andalkan Teknologi Light Field

Pernah mendengar nama Lytro? Kalau belum, ini merupakan perusahaan asal AS yang bergerak di bidang light field photography. Produk perdananya merupakan sebuah kamera berbentuk balok yang dirilis di tahun 2012. Keunggulannya? Anda bisa mengatur fokus pasca pemotretan.

Rahasianya terletak pada teknik light field photography itu sendiri. Sederhananya, sensor milik kamera Lytro tidak cuma menangkap intensitas cahaya yang masuk, tetapi juga ke arah mana masing-masing sorotan cahaya bergerak. Begitu fenomenalnya teknik ini, sang pencetus, Ren Ng, berhasil memenangkan gelar tesis terbaik di bidang ilmu komputer dari Stanford University.

Namun kiprah Lytro tidak berhenti sampai di situ saja. Tahun lalu, mereka meluncurkan Lytro Illum, yang pada dasarnya merupakan sebuah kamera light field namun dengan kelengkapan fitur ala DSLR. Usai merilis Illum, pamor Lytro terkesan hilang entah ke mana. Namun rupanya mereka tengah sibuk meramu formula terbaik untuk menyambut tren terbaru di dunia fotografi dan videografi, yakni virtual reality (VR).

Kini, Lytro siap memamerkan inovasinya di bidang VR. Mereka memperkenalkan Lytro Immerge, sebuah kamera VR pertama yang ditenagai oleh teknologi light field. Cara kerjanya sangat berbeda ketimbang kamera VR atau kamera 360 derajat tradisional, di sini Immerge akan menangkap gambar 360 derajat secara langsung, tanpa mengandalkan metode stitching sama sekali.

Lytro Immerge

Melihat wujudnya, Anda bisa melihat bahwa Lytro Immerge ini tersusun dari sejumlah ‘cincin’. Cincin-cincin tersebut diklaim mengemas hingga ratusan sensor gambar, membuat Immerge sanggup mengumpulkan data yang sangat melimpah. Begitu melimpahnya, kamera ini bahkan akan didampingi oleh sebuah portable server untuk menyimpan video berdurasi sekitar 1 jam – bayangkan betapa besarnya data yang dikumpulkan kalau satu server saja hanya mampu menyimpan video 1 jam.

Kelebihan Lytro Immerge adalah data akan dikumpulkan dari segala arah di lokasi manapun dan dalam volume yang diinginkan. Pada akhirnya, tampilan virtual bisa dihasilkan dari titik mana saja, menghadap ke mana saja dan dalam sudut pandang apa saja. Singkat cerita, kesan immersive yang diciptakan bisa setara dengan sebuah game VR.

Kalau Anda bingung dengan cara kerja Lytro Immerge, Anda tidak perlu khawatir, karena pada dasarnya akses terhadap kamera ini akan benar-benar eksklusif. Lytro berencana merilis prototipenya di kuartal pertama tahun depan, dan banderol harganya kemungkinan akan mencapai angka ratusan ribu dolar. Maka dari itu, akan lebih masuk akal kalau Lytro nantinya hanya akan menyewakan Lytro seharga beberapa ribu dolar per hari.

Kendati demikian, sebagai konsumen kita tetap bakal diuntungkan oleh kehadiran Lytro Immerge, dimana nantinya konten video VR yang bisa dinikmati akan semakin bertambah dan kualitasnya pun sangat bagus untuk membuat kita betah berlama-lama mengenakan Oculus Rift, HTC Vive dan lain sejenisnya.

Sumber: Lytro dan The Verge.

Dengan Kamera Lytro Illium, Anda Bisa Mengatur Fokus Bahkan Setelah Foto Diabadikan

Biasanya, proses fotografi berjalan seperti ini: Anda melakukan setting lebih dulu di kamera, kemudian atur fokus, lalu silakan abadikan momen yang diinginkan. Tapi bagaimana jika Anda bisa mengatur ulang fokus setelah foto diambil? Apa yang Lytro masukkan ke dalam kamera Illum bukanlah sihir, namun merupakan kombinasi beberapa teknologi fotografi canggih. Continue reading Dengan Kamera Lytro Illium, Anda Bisa Mengatur Fokus Bahkan Setelah Foto Diabadikan