Drone dan Action Cam 8K Bakal Hadir pada Awal Tahun 2022

Di kalangan produsen system-on-a-chip (SoC), nama Ambarella memang kalah populer dibanding Qualcomm atau MediaTek. Kendati demikian, Ambarella selama ini punya peran besar dalam memajukan industri kamera dan drone, dan chip buatannya juga sudah lama menjadi otak di balik produk-produk populer keluaran GoPro maupun DJI.

Yang terbaru, Ambarella memperkenalkan AI vision processor CV5 di ajang CES 2021, dan SoC anyar ini bakal memulai tren action cam beserta drone dengan kemampuan merekam video 8K. Bukan sembarang 8K, melainkan 8K 60 fps. Sebagai referensi, ponsel flagship terbaru Samsung pun ‘hanya’ mampu merekam video 8K 24 fps.

Secara teknis, Ambarella CV5 memadukan AI engine CVflow dengan sepasang prosesor ARM Cortex-A76. Produksinya telah memanfaatkan teknologi pabrikasi 5 nanometer, dan itu berujung pada efisiensi energinya yang luar biasa: untuk encoding video 8K 30 fps misalnya, CV5 hanya mengonsumsi daya sebesar 2 watt saja.

Karena sangat irit daya, SoC ini tidak cuma ideal untuk action cam maupun drone saja, melainkan juga perangkat seperti kamera pengawas maupun kamera mobil. Namun tidak bisa dipungkiri, CV5 punya daya tarik tersendiri di mata produsen drone, terlebih berkat kemampuannya mengeksekusi fitur-fitur navigasi pintar selagi sedang mengolah data hasil perekaman video 8K 60 fps secara real-time.

Ambarella CV5 AI vision processor

Untuk produsen action cam, CV5 juga kian menarik berkat kemampuannya mengatasi perekaman video 4K 240 fps, yang berarti adegan slow-motion bisa diabadikan dalam resolusi yang lebih tinggi lagi. Lebih lanjut, fakta bahwa CV5 dapat memproses empat 4K stream sekaligus tentu bakal menarik perhatian para produsen kamera 360 derajat.

Ambarella sejauh ini memang belum menyebutkan pabrikan mana saja yang sudah berniat menggunakan SoC CV5 pada produknya, tapi semestinya brand besar seperti GoPro, Insta360, atau DJI tentu tidak akan melewatkan peluang untuk menciptakan kamera maupun drone dengan kemampuan merekam video 8K 60 fps atau 4K 240 fps, tidak ketinggalan pula dukungan terhadap fitur-fitur advanced macam HDR maupun image stabilization.

Kapan perangkat-perangkat tersebut bakal tersedia masih tanda tanya. Namun kalau menurut perwakilan Ambarella sendiri, yakni Christopher Day yang menjabat sebagai VP of Marketing and Business Development, biasanya butuh waktu sekitar satu tahun sebelum perangkat-perangkat yang menggunakan SoC terbaru Ambarella bisa diluncurkan ke pasaran. Dengan kata lain, sepertinya kita masih harus bersabar sampai awal tahun depan.

Sumber: CNET dan Ambarella.

Insta360 One X2 Hadir Membenahi Sejumlah Kekurangan Pendahulunya

Mengawali kiprahnya sebagai produsen aksesori kamera 360 derajat untuk smartphone, Insta360 telah berevolusi menjadi brand action cam yang sangat inovatif dalam kurun waktu yang cukup singkat. Kunci kesuksesannya, kalau menurut saya pribadi, adalah sinergi hardware dan software yang apik, kurang lebih seperti yang kita jumpai pada produk-produk DJI di kategori consumer drone.

Memasuki penghujung tahun 2020 ini, Insta360 punya satu persembahan baru, yakni Insta360 One X2. Sesuai namanya, ia merupakan penerus langsung dari Insta360 One X yang diluncurkan dua tahun silam. Fisiknya memang cukup identik, dengan wujud menyerupai balok kecil yang pipih dan bobot kurang dari 150 gram.

Tentu saja ada beberapa perubahan yang sudah diterapkan. Yang paling utama, seperti yang bisa kita lihat, adalah kehadiran layar sentuh yang dapat berfungsi sebagai viewfinder di salah satu sisinya, menggantikan layar indikator kecil yang terdapat pada pendahulunya.

Adanya layar semacam ini jelas bakal memudahkan kegiatan vlogging, apalagi mengingat pengguna dapat menggeser-geser tampilan preview-nya saat tengah merekam video 360 derajat. Kita patut berterima kasih kepada DJI selaku yang memulai tren ini, yang pada akhirnya juga ditiru oleh GoPro baru-baru ini.

Dua hal yang sebelumnya cukup sering dikeluhkan konsumen Insta360 One X adalah terkait ketahanan air dan kualitas audio yang dihasilkan. Kabar baiknya, dua hal itu tidak lagi menjadi problem buat One X2.

Berbekal sertifikasi IPX8, One X2 siap diajak menyelam sampai kedalaman 10 meter tanpa perlu bantuan casing sama sekali. Barulah untuk kegiatan diving yang lebih ekstrem, pengguna bisa membeli aksesori Dive Case dan membawanya sampai sedalam 45 meter.

Terkait kualitas audio, One X2 dilengkapi dengan empat buah mikrofon. Pengguna dibebaskan memilih antara merekam suara stereo dengan algoritma wind-reduction aktif, atau merekam suara ambisonic (multi-channel) guna mendapatkan pengalaman yang lebih immersive. Alternatifnya, pengguna juga dapat menyambungkan mikrofon eksternal menggunakan bantuan sebuah adaptor yang dijual terpisah.

Insta360 juga tidak lupa menyempurnakan daya tahan baterainya. Meski dimensinya tidak jauh berbeda, One X2 punya baterai berkapasitas lebih besar (1.630 mAh) yang diklaim sanggup bertahan hingga 80 menit perekaman di resolusi maksimumnya, alias 20 menit lebih lama dari sebelumnya. Baterainya ini tetap bisa dilepas-pasang, yang berarti pengguna bisa menyiapkan unit cadangan ketika hendak mengabadikan momen-momen spesial.

Beralih ke pembahasan mengenai performa, One X2 sanggup menciptakan video 360 derajat dengan resolusi maksimum 5,7K 30 fps, atau video standar dengan resolusi maksimum 1440p 50 fps. Meski kemampuan merekam videonya tidak berubah, Insta360 bilang teknologi penstabil gambar FlowState yang ada di One X2 sudah disempurnakan agar dapat semakin efektif menggantikan peran gimbal.

Secara total, ada empat mode perekaman yang One X2 tawarkan. Selain mode 360 dan mode standar tadi, terdapat juga mode yang dinamai MultiView, dan yang paling baru, InstaPano. Seperti yang bisa ditebak dari namanya, InstaPano memungkinkan pengguna untuk mengambil gambar panorama dengan satu kali klik saja ketimbang harus melakukan panning secara manual.

Namun kualitas gambar baru sebagian dari cerita utuh One X2, sebab ia turut mengunggulkan sederet fitur pintar yang siap menunjang kreativitas para penggunanya. Seperti sebelumnya, One X2 juga datang bersama aplikasi pendamping yang sanggup menyunting video secara otomatis, memilah-milah mana saja momen terbaik yang sempat terekam, dan dari perspektif mana momen tersebut kelihatan paling bagus.

Pada praktiknya, ini berarti pengguna tidak perlu menghadapkan kamera ke arah tertentu selagi merekam. Cukup tekan tombol record dan biarkan perangkat merekam video dari segala arah, lalu persilakan AI mengedit hasilnya menjadi sebuah video yang bisa langsung dibagikan ke media sosial. Berbagai template efek sinematik juga bisa ditambahkan dengan mudah pasca perekaman.

Insta360 pun tidak lupa memperbarui algoritma fitur tracking-nya sehingga One X2 dapat mengunci fokus pada subjek yang dipilih secara otomatis, entah itu manusia, binatang, atau objek-objek bergerak lainnya secara lebih baik lagi.

Saat ini Insta360 One X2 sudah dipasarkan seharga $430, atau $30 lebih mahal daripada harga perdana pendahulunya. Seperti yang saya bilang, Insta360 juga menawarkan sejumlah aksesori opsional buat One X2, mulai dari adaptor mikrofon, cover lensa, sampai unit docking fast charging yang bisa memuat hingga tiga modul baterai.

Ricoh Dirikan Perusahaan Baru Khusus Kamera 360 Derajat

Jauh sebelum GoPro punya kamera 360 derajat, Ricoh sudah lebih dulu menekuni segmen ini lewat lini Theta. Sejak 2013, mereka sudah melahirkan enam model Theta yang berbeda, dan sekarang Ricoh malah memutuskan untuk mendirikan perusahaan baru demi lebih berfokus di bidang tersebut.

Perusahaan baru itu dinamai Vecnos, dan akan beroperasi sebagai anak perusahaan Ricoh; cukup rasional mengingat Ricoh lebih dikenal sebagai brand yang memproduksi printer, mesin fotokopi, maupun perlengkapan kantor lainnya. Individu yang ditunjuk untuk memimpin Vecnos adalah Shu Ubukata, salah satu sosok yang berkontribusi besar atas lahirnya seri Ricoh Theta selama ini.

Vecnos 360 camera

Gambar di atas adalah produk pertama Vecnos. Kamera 360 derajat itu belum bernama, dan spesifikasi lengkapnya juga belum dirincikan. Dimensinya sangat ringkas, kurang lebih seukuran spidol besar alias board marker, dengan sepasang tombol pengoperasian di badannya. Ia mengemas total empat buah lensa; tiga di sisi samping, dan satu di sisi atas.

Sepintas, kamera ini kelihatan jauh lebih simpel ketimbang mayoritas kamera 360 derajat yang sudah ada di pasaran. Tujuan Vecnos memang demikian. Mereka ingin menciptakan kamera 360 derajat yang mudah digunakan sekaligus elegan, dan target pasar mereka adalah kalangan Gen Z.

Vecnos 360 camera

Seperti halnya kamera 360 derajat lain, kamera bikinan Vecnos ini bakal hadir bersama sebuah aplikasi pendamping. Aplikasi itu disebut bakal memanfaatkan kecerdasan buatan (AI) guna membantu pengguna menciptakan video pendek yang siap dibagikan ke platform seperti Instagram atau TikTok.

Rencananya, Vecnos akan memperkenalkan kamera 360 derajat perdananya ini pada musim panas mendatang. Lalu bagaimana nasib Ricoh Theta ke depannya? Kabarnya Ricoh masih akan terus memproduksi kamera 360 derajatnya sendiri, dan ini membuat saya berasumsi bahwa kamera buatan Vecnos bakal duduk di segmen yang agak berbeda.

Sumber: Wired.

Insta360 One R Adalah Action Cam dengan Lensa Lepas-Pasang Layaknya Kamera Mirrorless

Kamera 360 derajat bukan untuk semua orang. Itulah mengapa belakangan produsen seperti GoPro dan Insta360 turut menyertakan fitur untuk mengekstrak atau merekam video standar pada kamera 360 derajatnya.

Namun kalau menurut Insta360, video standar hasil reframing dari video 360 derajat ini kualitasnya masih kalah jika dibandingkan dengan rekaman kamera biasa. Berkaca pada kesimpulan tersebut, mereka merancang Insta360 One R, sebuah action cam yang dideskripsikan mampu beradaptasi sesuai kebutuhan.

Insta360 One R

Untuk mewujudkannya, Insta360 mengambil rute modular. Satu unit One R terdiri dari tiga jenis modul yang berbeda: Battery Base, Core yang memuat layar sentuh dan bisa dihadapkan ke sisi pengguna atau sebaliknya, dan Lens Mod yang dapat diganti-ganti layaknya sebuah kamera mirrorless. Lens Mod inilah yang menjadi daya tarik utama One R.

Saat pengguna hendak merekam video 360 derajat, mereka dapat memasangkan Dual-Lens 360 Mod yang dapat merekam sisi depan dan belakang sekaligus, sebelum akhirnya digabungkan secara otomatis menjadi satu video 360 derajat beresolusi 5,7K. Kalau ingin merekam video biasa, tinggal lepas dan ganti dengan 4K Wide Angle Mod yang mendukung perekaman dalam resolusi 4K 60 fps serta slow-motion sampai 8x kecepatan asli.

Insta360 One R

Terakhir, ada 1-Inch Wide Angle Mod yang mengemas sensor 1 inci dan komponen optik hasil kolaborasi Insta360 dengan Leica. Mod ini sejatinya adalah versi lebih mumpuni dari 4K Wide Angle Mod, sanggup merekam video 5,3K maupun memotret foto 19 megapixel, dan berhubung ukuran sensornya besar, performanya di kondisi low-light bisa diandalkan.

Ketiga modul lensa ini turut mendukung fitur-fitur seperti sistem stabilization FlowState yang sangat efektif meredam guncangan, mode perekaman HDR maupun Night Shot untuk di pencahayaan minim ala ponsel-ponsel terkini. Satu fitur khusus untuk Dual-Lens 360 Mod yang menarik adalah Auto Frame, yang dirancang untuk memudahkan proses penyuntingan dengan merekomendasikan sejumlah subjek yang teridentifikasi dari keseluruhan video.

Insta360 One R

Secara fisik, dimensi One R tidak jauh berbeda dari action cam standar macam GoPro Hero8 Black. Sertifikasi IPX8 memastikan ia tahan air sampai kedalaman 5 meter tanpa bantuan casing tambahan, dan jika diperlukan, ada aksesori Dive Case yang siap membawanya sampai 60 meter di bawah air.

Urusan audio, One R dibekali dengan sepasang mic internal, namun pengguna dapat dengan mudah menyambungkan mikrofon eksternal via port USB-C, lalu menempatkannya di atas kamera dengan bantuan Accessory Shoe. One R juga mendukung pengoperasian via perintah suara, cocok untuk skenario seperti ketika kamera dipasangkan di atas helm.

Insta360 One R

Insta360 saat ini sudah memasarkan One R dalam tiga bundel yang berbeda, berikut rinciannya:

Ke depannya, Insta360 juga akan memasarkan bundel yang lebih ekstrem, yakni Insta360 One R Aerial Edition yang mencakup sistem mounting khusus supaya kamera bisa dipasangkan pada sejumlah drone. Di luar itu, konsumen juga dipersilakan membeli modul pendukung, seperti misalnya modul Boosted Battery Base yang memiliki kapasitas baterai dua kali lebih besar.

Sumber: Insta360.

Ricoh Theta SC2 Adalah Upgrade Signifikan Terhadap Kamera 360 Kelas Entry-Level

Segmen kamera 360 derajat belakangan kembali ramai dibicarakan berkat kehadiran Insta360 One X dan GoPro Max. Sebagai salah satu pelopor di bidang ini, Ricoh turut memanfaatkan momentum tersebut untuk memperkenalkan produk baru, yaitu Theta SC2, penerus langsung Theta SC yang dirilis tiga tahun silam.

Theta SC2 masih mempertahankan gaya desain yang sudah menjadi ciri khas seri Ricoh Theta selama ini. Seperti halnya Theta SC, ia diposisikan di kelas entry-level. Kendati demikian, peningkatan yang diusungnya terkesan amat signifikan jika dibandingkan pendahulunya.

Sepasang sensor yang Theta SC2 usung adalah sensor 1 inci yang sama seperti milik Theta V, yang sendirinya duduk di kelas yang lebih tinggi ketimbang Theta SC. Didampingi oleh image processing engine baru, Theta SC2 siap menjepret foto spherical dalam resolusi 14 megapixel, serta merekam video 360 dalam resolusi 4K 30 fps.

Ricoh Theta SC2

Sesuai dengan target pasarnya, yakni para pelancong yang tidak mau diribetkan dengan beragam jenis pengaturan kamera selama berwisata, Theta SC2 hadir membawa sejumlah mode otomatis. Mode “Face” misalnya, akan mendeteksi wajah manusia dan otomatis menerapkan skin smoothing. Contoh lainnya adalah mode “Night View”, yang siap menghasilkan gambar yang lebih jernih di kondisi pencahayaan yang kurang ideal.

Satu pembeda fisik antara Theta SC2 dan pendahulunya adalah kehadiran layar OLED kecil di Theta SC2 yang berfungsi untuk menampilkan sejumlah indikator. Tidak ketinggalan juga adalah satu tombol terpisah yang berfungsi untuk mengaktifkan mode self-timer demi semakin memudahkan pengoperasiannya.

Ricoh Theta SC2 rencananya akan segera dipasarkan mulai 29 November mendatang seharga $299. Pilihan warna yang tersedia ada empat seperti yang bisa kita lihat pada gambar.

Sumber: 1, 2, 3.

QooCam 8K Buktikan Bahwa Kamera 360 Derajat Beresolusi 8K Tidak Harus Sebesar Bola Basket

Insta360 One X dan GoPro Max sudah membuktikan bahwa ukuran bukanlah penghalang bagi kamera 360 derajat untuk bisa memaksimalkan potensinya. Dua kamera tersebut sama-sama mudah disimpan dalam kantong, akan tetapi output video yang dihasilkan tetap memuaskan di resolusi 5,6K 30 fps.

Kalau yang dikejar adalah resolusi yang lebih tinggi lagi, opsi yang tersedia sayangnya tidak ada lagi yang masuk kategori pocketable, melainkan yang sebesar bola basket atau termos. Benarkah demikian? Tidak kalau menurut pabrikan asal Tiongkok bernama Kandao.

Bantahan itu mereka buktikan lewat QooCam 8K, sebuah kamera 360 derajat berdimensi ringkas yang sanggup merekam dalam resolusi 8K (7680 x 3840 pixel). Pocketable tapi beresolusi amat tinggi, QooCam jelas merupakan spesies kamera 360 derajat yang masih langka sejauh ini. Andai diperlukan, ia pun juga siap merekam video dalam resolusi 4K 120 fps.

QooCam 8K

Output video sebesar itu datang dari sensor yang berukuran besar pula, 1/1,7 inci, dengan kemampuan memotret di resolusi 30 megapixel. Ia bahkan mewarisi fitur image stacking ala smartphone, dan yang ditumpuk di sini adalah gambar dalam format RAW, sehingga hasil akhir fotonya diyakini punya detail dan dynamic range yang lebih baik.

Mengikuti tren stabilization internal yang begitu efektif yang dipopulerkan oleh Insta360 dan GoPro, QooCam 8K turut mengemas gyroscope 6-axis untuk menstabilkan video yang tengah direkam tanpa harus bergantung pada gimbal. Sistem stabilization ini juga membuatnya ideal dipakai untuk vlogging, dan ia memang dibekali mode khusus untuk vlogging layaknya GoPro Max.

Dalam mode tersebut, lensa dan sensornya cuma berfungsi di satu sisi saja. Di sisi sebaliknya, layar sentuh 2,4 inci bertugas menampilkan preview yang tengah direkam secara real-time. Tentu saja layar ini juga berguna untuk meninjau hasil rekaman atau jepretan tanpa harus menyambungkannya terlebih dulu ke smartphone.

Urusan editing, aplikasi pendampingnya ternyata tidak kalah cerdas. Sebuah fitur bernama 8K Express Edit memungkinkan pengguna untuk menyunting video 8K langsung di smartphone. Bukankah itu merupakan tugas yang amat berat untuk hardware sekelas ponsel? Betul, akan tetapi ini bisa diakali dengan metode proxy editing.

Jadi yang dilihat dan disunting sebenarnya bukanlah video aslinya, melainkan salinannya yang sudah di-downgrade menjadi resolusi 4K supaya tidak memberatkan ponsel. Setelahnya, aplikasi secara otomatis akan menerapkan semua penyesuaian pada video aslinya, sehingga hasil akhirnya tetap di resolusi 8K.

Buat yang lebih suka menyiarkan rekamannya secara langsung, QooCam 8K mendukung live streaming ke berbagai platform, akan tetapi resolusi maksimumnya cuma 4K. Kandao berencana melepas QooCam 8K ke pasaran mulai bulan Desember mendatang dengan banderol $599.

Sumber: Digital Trends.

GoPro Hero 8 Black dan GoPro Max Resmi Diluncurkan

GoPro punya action cam baru. Bukan cuma satu, melainkan dua sekaligus, yaitu GoPro Hero 8 Black dan GoPro Max. Max sendiri merupakan penerus dari Fusion, kamera 360 derajat yang GoPro rilis dua tahun lalu.

Kita mulai dari Hero 8 Black terlebih dulu. Desainnya memang nyaris tidak berubah jika dibandingkan Hero 7 Black, namun keistimewaan Hero 8 Black adalah kemudahannya untuk di-mount ke beragam aksesori tanpa harus dipasangkan ke dalam case terlebih dulu. Ini dikarenakan ia dilengkapi pengait terintegrasi yang tersembunyi di pelat bawahnya.

GoPro Hero 8 Black

Semua itu tanpa mempengaruhi durabilitas fisiknya; Hero 8 Black masih tahan air hingga kedalaman 10 meter tanpa dibungkus apa-apa. Juga sedikit berbeda adalah posisi mikrofonnya, yang kini menghadap ke depan demi menangkap kualitas audio yang lebih baik, lengkap dengan bantuan algoritma baru yang lebih efektif mengeliminasi gemuruh angin.

Terkait performanya, kita masih akan menjumpai angka-angka yang sama seperti pendahulunya: perekaman video dalam resolusi maksimum 4K 60 fps, slow-motion 1080 240 fps, serta pengambilan foto beresolusi 12 megapixel. Yang disempurnakan adalah sistem stabilization internalnya, yang GoPro sebut dengan istilah HyperSmooth.

HyperSmooth 2.0, demikianlah nama sistem stabilization baru yang diusung Hero 8 Black. GoPro mengklaim kinerjanya mengompensasi guncangan meningkat cukup dramatis jika dibandingkan dengan HyperSmooth generasi pertama. Namun yang paling istimewa, HyperSmooth 2.0 dapat diaplikasikan ke resolusi dan frame rate berapapun.

Kualitas hasil fotonya juga disebut meningkat pesat, terutama yang diambil menggunakan mode HDR. Pengambilan foto dalam format RAW kini berlaku untuk semua mode, termasuk halnya mode time lapse maupun burst. Juga menarik adalah fitur Digital Lenses untuk video maupun foto, yang pada dasarnya membebaskan pengguna memilih focal length yang diinginkan (Narrow, Linear, Wide, dan SuperView yang paling lebar).

GoPro Hero 8 Black

Namun Hero 8 Black masih menyimpan satu fitur yang benar-benar baru, yakni Mod. Mod berbeda dari aksesori standar GoPro pada umumnya. Tiga Mod pertama yang GoPro rilis untuk Hero 8 Black misalnya, dirancang untuk menyulap action cam tersebut menjadi senjata utama para vlogger.

Mod yang pertama, Media Mod ($80), adalah mic tipe shotgun yang menancap ke sisi kanan Hero 8 Black. Ia mengemas sepasang cold shoe untuk menyambungkan aksesori tambahan, tidak ketinggalan juga port USB-C, HDMI dan adaptor 3,5 mm untuk mic eksternal.

GoPro Hero 8 Black

Mod yang kedua, Display Mod ($80), adalah layar lipat 1,9 inci yang bisa dihadapkan ke depan atau belakang. Untuk bisa menggunakan Mod ini, pengguna juga wajib memiliki Media Mod, sebab ia memanfaatkan cold shoe dari Mod tersebut.

Terakhir, ada Light Mod ($50) yang dapat membantu memperbaiki kondisi pencahayaan di lokasi vlogging. Flash eksternal ini tahan air sampai kedalaman 10 meter, dan ia dibekali sebuah diffuser agar sorotannya tidak terlalu berlebihan. Selain berdiri sendiri, Light Mod juga dapat dipasangkan ke Media Mod maupun ke mount standar GoPro.

GoPro Max

GoPro Max

Untuk Max, pembaruan yang diusungnya benar-benar signifikan jika dibandingkan dengan Fusion. Namun menurut saya keunggulan utamanya terletak pada fleksibilitasnya; selain mengabadikan momen dari segala sudut, Max juga dapat diperlakukan sebagai action cam biasa ketika diperlukan.

GoPro bahkan mengibaratkan Max sebagai tiga kamera yang berbeda dalam satu kemasan: action cam, kamera 360 derajat, dan kamera khusus vlogging. Sebagai action cam, Max siap merekam video beresolusi 1440p 60 fps atau menjepret foto 5,5 megapixel, lengkap dengan sistem HyperSmooth 2.0 maupun fitur Digital Lenses seperti milik Hero 8 Black.

Sebagai kamera 360 derajat, Max siap menyajikan output video 360 beresolusi 5,6K 30 fps, dan lagi-lagi HyperSmooth kembali memegang peran penting. GoPro bahkan menyebut sistem stabilization milik Max ini sebagai yang terbaik dari semua penawarannya selama ini.

Lalu sebagai kamera vlogging, Max siap memudahkan pekerjaan lewat layar front-facing dan enam buah mikrofon yang, kalau menurut GoPro, kinerjanya pantas disetarakan shotgun mic. Pengguna bahkan bisa memilih hendak memfokuskan pengambilan suara dari depan atau dari arah sebaliknya.

GoPro Max

Fleksibilitas semacam ini penting mengingat tidak semua orang suka menonton video 360 derajat, saya salah satunya. Dengan atau tanpa VR headset, saya kurang bisa menikmati video 360 derajat, apalagi mengingat kualitas gambarnya selalu kalah jauh dibandingkan video biasa.

Namun kamera seperti Max ini tetap bisa terkesan menarik bagi konsumen yang tak menyukai video 360 derajat seperti saya. Yang dicari bukanlah kemampuannya merekam dari segala sudut, melainkan kebebasan mengatur perspektif video standar dari hasil tangkapan 360 derajatnya – ibarat menjadi sutradara atas momen yang sempat diabadikan.

Dari segi desain, secara garis besar Max masih mempertahankan rancangan milik Fusion. Pengait tersembunyi seperti milik Hero 8 Black untuk memudahkan mounting juga ada di sini, akan tetapi ketahanan air Max cuma sampai kedalaman 5 meter saja, dan itu pun setelah pengguna memasangkan lensa protektif yang termasuk dalam paket penjualan.

Harga dan ketersediaan

20 Oktober adalah tanggal yang ditunjuk sebagai penjualan perdana GoPro Hero 8 Black di skala global. Harganya dipatok $400, dan GoPro masih akan memasarkan Hero 7 Black seharga $330 – Mod-nya sendiri baru bisa dibeli mulai bulan Desember. Untuk GoPro Max, pemasarannya bakal dimulai pada 25 Oktober, dan banderolnya dipasang $500.

Sumber: GoPro.

Insta360 Evo Adalah Kamera 360 Derajat dan Kamera VR180 dalam Satu Kemasan

Insta360 punya kamera baru yang sangat menarik. Namanya Evo, dan sepintas ia kelihatan seperti kamera 360 derajat pada umumnya. Namun yang begitu unik adalah desain lipatnya, yang memungkinkan perangkat untuk dipakai merekam video 360 derajat maupun video stereoscopic 3D 180 derajat.

Dalam posisi standar (terlipat), ia sebenarnya tidak jauh berbeda dari Insta360 One X yang diluncurkan belum setahun lalu. Pada kenyataannya, spesifikasinya amat identik: mampu merekam video 360 derajat dalam resolusi 5,7K, lengkap beserta teknologi image stabilization FlowState, dan sanggup menjepret foto 18 megapixel dengan bantuan lensa f/2.2 miliknya.

Di luar posisi standarnya, Evo langsung beralih fungsi menjadi kamera untuk format VR180. Insta360 sebenarnya bukan yang pertama kali menerapkan desain lipat seperti ini. Sebelumnya, sudah ada Vuze XR yang mengusung konsep serupa. Kedua perangkat ini sama-sama menawarkan fleksibilitas ekstra bagi konsumen kamera 360 derajat.

Insta360 Evo

Wi-Fi, Bluetooth 4.0, serta slot microSD merupakan fitur standar pada Evo, tapi yang disayangkan charging-nya masih mengandalkan micro USB ketimbang USB-C. Satu hal yang menjadi kekurangannya adalah tidak adanya panel layar sama sekali, yang berarti untuk sebatas mengakses pengaturan pun pengguna harus mengandalkan bantuan aplikasi pendamping di ponsel.

Dari segi harga, Evo juga tidak berbeda jauh dari One X. Insta360 saat ini sudah memasarkannya seharga $420, cuma selisih $20 dari banderol One X. Di saat yang sama, Insta360 juga menawarkan aksesori pendukung bernama Holoframe, yang pada dasarnya merupakan cover display untuk smartphone sehingga pengguna dapat melihat video maupun foto 3D tanpa bantuan kacamata khusus. Aksesori ini dijual terpisah seharga $30.

Sumber: DPReview.

Ricoh Theta Z1 Unggulkan Sederet Pembaruan yang Signifikan

2018 tidak ada Ricoh Theta baru. Model terakhirnya adalah Theta V yang dirilis pada bulan September 2017. Apakah Ricoh sudah bosan dengan kamera 360 derajat? Tidak. Mereka memilih memanfaatkan waktunya guna merancang model teranyar Theta dengan pembaruan yang signifikan. Dari situ lahirlah Ricoh Theta Z1.

Dilihat sepintas, penampilannya memang tidak banyak berubah. Perangkat masih berwujud seperti remote TV dengan sebuah lensa pada kedua sisinya. Satu hal baru yang langsung kelihatan adalah layar OLED 0,93 inci di bagian bawah salah satu sisinya yang berfungsi untuk menampilkan beragam indikator, sekaligus untuk mempermudah menavigasikan mode-modenya.

Meski serupa, jeroan Theta Z1 sangat berbeda dan jauh lebih mumpuni ketimbang pendahulunya. Sepasang sensor backside-illuminated 1 incinya mampu menangkap gambar spherical dalam resolusi 23 megapixel (hampir dua kali lipat Theta V), lalu video 360 derajat dalam resolusi 4K 30 fps. ISO maksimum yang bisa dicapai adalah 6400.

Yang paling menarik, JPEG kini bukan lagi satu-satunya format gambar yang bisa diambil. Ya, Theta Z1 mampu memotret dalam format RAW (Adobe DNG), sehingga pengguna bisa lebih leluasa dalam menyunting hasil jepretannya.

Bukan cuma sensornya, lensanya pun telah diperbarui. Pengguna sekarang bahkan bisa memilih aperture antara f/2.1, f/3.5 dan f/5.6. Agar rekaman videonya bisa lebih bagus lagi, Ricoh turut menyertakan sistem image stabilization 3-axis, lengkap beserta mikrofon 4-channel sehingga audio yang ditangkap juga bisa mencakup segala sudut.

Berbagai mode baru telah ditambahkan oleh Ricoh. Utamanya ada mode HDR Rendering, Interval Composite untuk memotret jejak bintang (star trail), serta mode multi-bracket. Dukungan plug-in juga tersedia berkat sistem berbasis Android-nya, termasuk plug-in Time-Shift Shooting yang berguna untuk menghapuskan subjek yang memegang kamera dari hasil jepretan.

Kabar buruknya, selisih harganya beda jauh dari sebelumnya. Ricoh membanderol Theta Z1 seharga $1.000. Harga itu bahkan jauh lebih mahal ketimbang GoPro Fusion, yang saat ini sudah menyentuh angka $600.

Sumber: DPReview.

Firmware Update Wujudkan Peningkatan Resolusi pada Kamera 360 Derajat GoPro Fusion

Tren penyempurnaan kamera 360 derajat melalui firmware update terus berlanjut. Rylo memulainya pada bulan November lalu dengan merilis update yang meningkatkan resolusi kameranya dari 4K menjadi 5,8K. Tidak lama setelahnya, Insta360 juga mengambil langkah serupa guna menghadirkan opsi perekaman video HDR pada One X.

Tahun 2019 ini, giliran GoPro yang bertindak. Mereka baru saja meluncurkan firmware update versi 2.0 untuk kamera 360 derajat GoPro Fusion, dan pembaruan paling utamanya adalah peningkatan resolusi menjadi 5,6K, serta opsi perekaman 24 fps demi menyuguhkan hasil akhir yang lebih sinematik.

5,2K menjadi 5,6K memang terkesan seakan tidak ada artinya, akan tetapi GoPro bilang bahwa kamera sebenarnya menangkap gambar dalam resolusi 5,8K, sebelum akhirnya di-stitch menjadi 5,6K, sehingga hasil akhirnya semestinya tampak cukup tajam dan mendetail. Bagi penggemar time lapse, opsi perekaman 5,6K 24 fps ini juga bisa dipakai dalam mode tersebut.

Di samping peningkatan resolusi, update ini juga mendatangkan dukungan format RAW pada night mode maupun time lapse dengan interval 5 detik atau lebih. GoPro pun tak lupa meng-update software pendamping Fusion Studio agar kualitas gambar di hasil akhir video bisa semakin ditingkatkan, sekaligus menghadirkan integrasi yang lebih mudah dengan software seperti Adobe Premiere CC maupun After Effects CC.

Sumber: Engadget dan GoPro.