Acer Predator Triton 300 SE Sajikan Performa Gaming yang Mumpuni dalam Kemasan ala Laptop Bisnis

Seperti halnya Asus maupun Lenovo, Acer juga memperkenalkan sederet laptop baru di CES 2021. Namun satu yang paling memikat menurut saya adalah Acer Predator Triton 300 SE. Lucunya, ketimbang harus tampil heboh agar mengundang banyak perhatian, daya tarik Predator Triton 300 SE justru terletak pada sisi minimalisnya.

Dalam keadaan tertutup, mungkin tidak akan ada yang mengira bahwa laptop ini merupakan laptop gaming. Bahkan saat sudah dibuka pun, Anda mungkin masih akan menganggapnya sebagai laptop biasa sebelum akhirnya sadar bahwa keyboard-nya dilengkapi backlight RGB. Dengan penampilan serba logam yang seelegan itu, Predator Triton 300 SE semestinya bisa menarik perhatian para pebisnis profesional yang hobi bermain game.

Berbeda dari Predator Triton 300, laptop ini punya wujud yang lebih ringkas. Tebalnya cuma 17,9 mm, dan bobotnya tidak lebih dari 1,7 kg. Ukuran layar IPS-nya juga lebih kecil di angka 14 inci, tapi masih dengan resolusi 1080p dan refresh rate 144 Hz. Pada samping kiri dan kanannya, Anda bisa menjumpai beragam port, mulai dari Thunderbolt 4, USB 3.2 Gen 2, sampai port HDMI.

Sebagai laptop keluaran tahun 2021, jeroannya sudah pasti menggunakan komponen-komponen yang terbaru. Pada konfigurasi termahalnya, Predator Triton 300 SE mengandalkan prosesor Intel Core i7-11375H yang memiliki boost clock 5 GHz plus GPU RTX 3060 versi laptop yang baru Nvidia umumkan belum lama ini. Melengkapi spesifikasinya adalah RAM dengan kapasitas maksimum 24 GB dan SSD sebesar 1 TB.

Satu detail yang belum Acer ungkap sejauh ini adalah kapasitas baterai yang tertanam di Predator Triton 300 SE, akan tetapi mereka menargetkan masa pakai selama 10 jam per charge – tentu saja bukan untuk dipakai gaming, dan cukup rasional untuk standar laptop dengan layar FHD.

Rencananya, Acer bakal melepas Predator Triton 300 SE ke pasaran mulai bulan Februari. Di Amerika Serikat, harganya dibuka di angka $1.400, akan tetapi Acer tidak merincikan seperti apa spesifikasi yang ditawarkan varian termurahnya tersebut. Buat yang mendambakan laptop gaming ringkas dengan gaya industrial yang simpel, doakan saja Acer bisa segera mendatangkannya ke tanah air.

Sumber: The Verge.

Tak Hanya Upgrade Spesifikasi, Lenovo Legion 7 Edisi 2021 Juga Unggulkan Layar yang Istimewa

Seperti biasa setiap tahunnya, Lenovo meluncurkan sederet laptop baru di ajang CES. Dari sekian banyak laptop yang diungkap tahun ini, salah satu yang paling mencuri perhatian adalah generasi terbaru dari Lenovo Legion 7.

Ketimbang sebatas mendapat penyegaran spesifikasi begitu saja, laptop ini juga menerima upgrade yang cukup dramatis di sektor layar: IPS 16 inci dengan resolusi 2560 x 1600 pixel (QHD dengan aspect ratio 16:10) dan refresh rate 165 Hz. Bandingkan dengan generasi sebelumnya yang hanya mengemas layar 15 inci dengan resolusi 1080p dan refresh rate 144 Hz.

Lenovo cukup berbangga menjadi yang pertama menawarkan kombinasi ukuran 16 inci dengan resolusi QHD dan refresh rate 165 Hz. Lebih lanjut, layar milik Legion 7 ini juga sudah mengantongi sertifikasi DisplayHDR 400, Dolby Vision, serta Nvidia G-Sync. Tingkat kecerahan maksimumnya pun cukup tinggi di angka 500 nit.

Lalu untuk spesifikasinya, tentu saja Lenovo tidak ingin melewatkan kesempatan untuk memanfaatkan inovasi yang paling baru, seperti misalnya GPU Nvidia RTX 30 Series untuk laptop. Pada konfigurasi termahalnya, Legion 7 menandemkan GPU RTX 3080 dengan prosesor 8-core AMD Ryzen 9 5900H yang juga masih sangat gres, plus RAM 32 GB dan SSD NVMe berkapasitas 2 TB.

Kinerja Legion 7 edisi 2021 juga semakin dioptimalkan berkat penyempurnaan pada sistem pendinginnya, yang bisa kita lihat dari banyaknya lubang ventilasi pada sasisnya. Menurut Lenovo, sistem pendingin generasi baru ini mampu meningkatkan sirkulasi udara hingga 18 persen jika dibandingkan dengan sistem milik generasi sebelumnya.

Semua itu dikemas dalam bodi yang masih tergolong ringkas untuk ukuran laptop 16 inci. Tebal bodinya tidak lebih dari 23,5 mm, dan bobotnya berada di kisaran 2,5 kg. Meski demikian, Lenovo rupanya masih bisa menjejalkan baterai berkapasitas 80 Wh serta seabrek port di bagian samping maupun belakangnya, termasuk halnya port Ethernet.

Rencananya, Lenovo Legion 7 edisi 2021 ini baru akan dijual mulai bulan Juni 2021. Harganya dipatok mulai $1.670, namun sejauh ini belum diketahui varian termurahnya itu mencakup spesifikasi apa saja.

Sumber: Lenovo dan PC Gamer.

Razer Perbarui Blade 15 dan Blade Pro 17 dengan GPU RTX 30 Series dan Opsi Layar 360 Hz

Seperti biasa ketika Nvidia atau AMD memperkenalkan seri GPU baru untuk laptop, produsen laptop gaming pun langsung tancap gas memperkenalkan penawaran-penawaran terbarunya. Peristiwa yang sama terjadi pekan lalu setelah Nvidia menyingkap RTX 30 Series untuk laptop. Dikatakan bahwa sejauh ini sudah ada lebih dari 70 model laptop yang hadir mengusung seri GPU berarsitektur Ampere tersebut.

Dari lusinan laptop itu, lebih dari separuhnya mengemas layar dengan refresh rate 240 Hz atau lebih. Dua di antaranya datang dari Razer, yakni Razer Blade 15 dan Razer Blade Pro 17. Keduanya sama-sama dapat dikonfigurasikan dengan layar 1080p dan refresh rate 360 Hz, lebih tinggi lagi daripada yang ditawarkan tahun lalu.

Razer Blade 15

Alternatifnya, konsumen Blade 15 juga bisa memilih dua kombinasi lain, yaitu 1440p 240 Hz atau 4K 60 Hz dengan panel OLED, sedangkan konsumen Blade Pro 17 memiliki dua opsi alternatif berupa 1440p 165 Hz atau 4K 120 Hz. Tentu saja semua itu tidak akan bisa diwujudkan tanpa melibatkan GPU RTX 30 Series, dan di sini konsumen bebas memilih antara RTX 3060, RTX 3070, atau RTX 3080.

Untuk prosesornya, Razer ternyata masih memercayakan prosesor yang sama, yakni Intel Core i7-10875H pada varian termahalnya. Seandainya saya sempat membeli Razer Blade 15 atau Blade Pro 17 edisi 2020, saya pasti bakal sangat menyesal. Pasalnya, yang berubah kali ini memang hanyalah spesifikasi layar dan GPU-nya, dan Razer pun tidak menaikkan harganya secara drastis.

Razer Blade Pro 17 / Razer
Razer Blade Pro 17 / Razer

Sebagai contoh, Blade 15 edisi 2020 dijual seharga $1.600 untuk varian termurahnya yang mengemas GPU GTX 1660 Ti. Untuk tahun ini, varian termurah Blade 15 yang mengusung GPU RTX 3060 dihargai $1.700. Razer Blade Pro 17 pun juga demikian; varian paling murahnya tahun lalu dibanderol $2.600, sedangkan tahun ini varian termurahnya yang ditenagai RTX 3060 dijual seharga $2.300.

Harga tersebut memang jauh dari patokan harga yang Nvidia tetapkan, akan tetapi Razer cukup bangga menyebut Blade 15 sebagai salah satu laptop gaming 15 inci paling ringkas yang ditenagai RTX 30 Series yang ada di pasaran saat ini, serta Blade Pro 17 sebagai salah satu yang paling tipis, dengan tebal bodi tidak lebih dari 2 cm. Di saat yang sama, Razer juga masih bisa menyematkan konektivitas yang lengkap, termasuk halnya SD card reader, dan ini tentu bisa menjadi daya tarik tersendiri di kalangan kreator konten.

Sumber: Razer.

Drone dan Action Cam 8K Bakal Hadir pada Awal Tahun 2022

Di kalangan produsen system-on-a-chip (SoC), nama Ambarella memang kalah populer dibanding Qualcomm atau MediaTek. Kendati demikian, Ambarella selama ini punya peran besar dalam memajukan industri kamera dan drone, dan chip buatannya juga sudah lama menjadi otak di balik produk-produk populer keluaran GoPro maupun DJI.

Yang terbaru, Ambarella memperkenalkan AI vision processor CV5 di ajang CES 2021, dan SoC anyar ini bakal memulai tren action cam beserta drone dengan kemampuan merekam video 8K. Bukan sembarang 8K, melainkan 8K 60 fps. Sebagai referensi, ponsel flagship terbaru Samsung pun ‘hanya’ mampu merekam video 8K 24 fps.

Secara teknis, Ambarella CV5 memadukan AI engine CVflow dengan sepasang prosesor ARM Cortex-A76. Produksinya telah memanfaatkan teknologi pabrikasi 5 nanometer, dan itu berujung pada efisiensi energinya yang luar biasa: untuk encoding video 8K 30 fps misalnya, CV5 hanya mengonsumsi daya sebesar 2 watt saja.

Karena sangat irit daya, SoC ini tidak cuma ideal untuk action cam maupun drone saja, melainkan juga perangkat seperti kamera pengawas maupun kamera mobil. Namun tidak bisa dipungkiri, CV5 punya daya tarik tersendiri di mata produsen drone, terlebih berkat kemampuannya mengeksekusi fitur-fitur navigasi pintar selagi sedang mengolah data hasil perekaman video 8K 60 fps secara real-time.

Ambarella CV5 AI vision processor

Untuk produsen action cam, CV5 juga kian menarik berkat kemampuannya mengatasi perekaman video 4K 240 fps, yang berarti adegan slow-motion bisa diabadikan dalam resolusi yang lebih tinggi lagi. Lebih lanjut, fakta bahwa CV5 dapat memproses empat 4K stream sekaligus tentu bakal menarik perhatian para produsen kamera 360 derajat.

Ambarella sejauh ini memang belum menyebutkan pabrikan mana saja yang sudah berniat menggunakan SoC CV5 pada produknya, tapi semestinya brand besar seperti GoPro, Insta360, atau DJI tentu tidak akan melewatkan peluang untuk menciptakan kamera maupun drone dengan kemampuan merekam video 8K 60 fps atau 4K 240 fps, tidak ketinggalan pula dukungan terhadap fitur-fitur advanced macam HDR maupun image stabilization.

Kapan perangkat-perangkat tersebut bakal tersedia masih tanda tanya. Namun kalau menurut perwakilan Ambarella sendiri, yakni Christopher Day yang menjabat sebagai VP of Marketing and Business Development, biasanya butuh waktu sekitar satu tahun sebelum perangkat-perangkat yang menggunakan SoC terbaru Ambarella bisa diluncurkan ke pasaran. Dengan kata lain, sepertinya kita masih harus bersabar sampai awal tahun depan.

Sumber: CNET dan Ambarella.

JBL Luncurkan Headphone dan Empat TWS Noise Cancelling Baru

JBL merayakan hari jadinya yang ke-75 tahun ini, dan anak perusahaan Harman itu langsung menyerbu CES 2021 dengan sederet perangkat audio baru. Spesifiknya, JBL memperkenalkan satu headphone dan empat TWS baru, semuanya lengkap dengan teknologi active noise cancellation (ANC).

JBL Tour One

Kita mulai dari yang paling besar dulu, yakni JBL Tour One yang akan dijual mulai akhir bulan Mei mendatang. Dengan banderol $300, ia pada dasarnya bakal bersaing langsung dengan Sony WH-1000XM4, salah satu headphone ANC terpopuler di rentang harga ini. Secara estetika, kedua headphone ini juga sama-sama mengusung desain yang simpel sekaligus elegan.

Urusan kualitas suara, Tour One mengandalkan sepasang driver 40 mm plus sertifikasi Hi-Res Audio. Total ada empat buah mikrofon yang tertanam di dalamnya, dan JBL tidak lupa membekalinya dengan teknologi ANC yang bersifat adaptif, yang dapat menyesuaikan sendiri intensitas fitur noise cancellation-nya berdasarkan kondisi di sekitar secara real-time.

Juga menarik adalah fitur SilentNow, yang memungkinkan pengguna untuk sebatas mengaktifkan fitur ANC tanpa harus memutar musik, cocok ketika hendak menenangkan pikiran dalam suasana yang benar-benar hening. Dalam sekali pengisian, Tour One diyakini dapat beroperasi hingga 25 jam nonstop, atau malah sampai 50 jam kalau fitur ANC-nya dimatikan.

JBL Tour Pro+

JBL Tour Pro+ / JBL
JBL Tour Pro+ / JBL

Kalau kurang suka dengan headphone over-ear, ada JBL Tour Pro+ yang mengemas sejumlah fitur unggulan Tour One dalam wujud TWS. Bukan cuma fitur ANC yang adaptif, tapi juga fitur SilentNow tadi sehingga penggunanya dapat memblokir suara luar tanpa harus diiringi dengan lagu.

Tidak ketinggalan juga adalah fitur Fast Pair yang secara otomatis akan menyambungkan perangkat ke smartphone sesaat setelah case-nya di buka. Kualitas suaranya sendiri ditunjang oleh sepasang driver berdiameter 6,8 mm beserta tiga buah mikrofon. Semua itu dikemas dalam bodi yang tahan cipratan air dengan sertifikasi IPX4.

Baterai Tour Pro+ diklaim mampu bertahan hingga 6 jam pemakaian, atau hingga 8 jam tanpa ANC (total 30 jam kalau dipadukan dengan charging case-nya). Perangkat ini rencananya akan dijual seharga $200 mulai akhir bulan Mei.

JBL Live Pro+

JBL Live Pro+ / JBL
JBL Live Pro+ / JBL

Buat yang lebih nyaman menggunakan TWS bertangkai ala AirPods, JBL punya Live Pro+ yang dihargai $180. ANC dan mode ambient merupakan fitur standar di sini, demikian pula fitur Fast Pair dan Dual Connect + Sync, yang memungkinkan unit sebelah kiri dan kanan untuk digunakan secara terpisah.

Dalam sekali pengisian, JBL Live Pro+ disebut sanggup beroperasi selama 6 jam, atau 7 jam kalau tidak mengaktifkan fitur ANC-nya. Disandingkan dengan charging case-nya, total daya tahan baterai yang disuguhkan mencapai angka 21 jam. Perangkat ini kabarnya akan hadir lebih dulu mulai bulan Maret.

JBL Live Free NC+

JBL Live Free NC+ / JBL
JBL Live Free NC+ / JBL

Masih di seri Live, JBL juga mengumumkan Live Free NC+ yang mengadopsi desain TWS tradisional. Fitur-fitur yang ditawarkan hampir mirip seperti Live Pro+, hanya saja ia tidak dibekali mikrofon berteknologi echo cancelling. Pun demikian, fisiknya justru lebih tahan air dengan sertifikasi IPX7 ketimbang IPX4.

Selagi terisi penuh, Live Free NC+ siap menemani penggunanya beraktivitas hingga 7 jam nonstop, sedangkan charging case-nya bisa menyuplai 14 jam daya baterai ekstra. Harganya dipatok $150, dengan jadwal pemasaran yang sama seperti Live Pro+.

JBL Reflect Mini NC TWS

JBL Reflect Mini NC TWS / JBL
JBL Reflect Mini NC TWS / JBL

Terakhir, JBL turut menyingkap Reflect Mini NC TWS yang punya tampilan sporty dan dibekali semacam sirip yang adjustable demi memantapkan posisinya selagi berada di dalam telinga pengguna. Meski mungil, ia masih ditenagai driver berdiameter 6 mm, dan JBL pun tak lupa menyematkan fitur-fitur praktis macam Fast Pair maupun auto-pause.

Perangkat ini punya baterai yang bisa bertahan sampai 7 jam pemakaian, atau sampai 21 jam kalau digabungkan dengan charging case-nya. JBL berencana memasarkannya seharga $150 mulai musim semi mendatang.

Sumber: CNET.

Asus Umumkan Keyboard dan Mouse Gaming Baru, ROG Claymore II dan ROG Gladius III

Asus meluncurkan sederet perangkat gaming anyar di ajang CES 2021 pekan lalu. Dua di antaranya adalah periferal yang cukup menarik, yakni keyboard ROG Claymore II dan mouse ROG Gladius III.

Kita mulai dari keyboard-nya terlebih dulu. Secara teknis, Claymore II merupakan sebuah keyboard wireless dengan layout TKL alias tenkeyless. Menariknya, ia datang bersama sebuah numpad yang dapat dilepas-pasang dengan mudah, memberikan akses cepat ke tombol-tombol angka, sekaligus empat tombol shortcut yang dapat diprogram beserta sebuah kenop volume.

Wujud modular ini jelas membuatnya sangat fleksibel, persis seperti generasi pertamanya yang dirilis lima tahun silam. Jadi saat sedang bekerja, biarkan saja numpad-nya terpasang, lalu saat waktu bermain sudah tiba, pengguna dapat melepas numpad-nya.

Alternatifnya, modul numpad tersebut juga bisa dipindah ke sebelah kiri keyboard, cocok bagi yang memerlukan sederet tombol macro ekstra selama bermain. Selain numpad, ada pula wrist rest yang dapat dilepas-pasang secara magnetis.

Namun bentuk yang modular belum menceritakan perangkat ini secara lengkap. Inovasi lainnya juga dapat kita temukan di balik masing-masing tombolnya, yakni switch baru bertipe optical. Dibandingkan mechanical switch biasa, optical switch menjanjikan responsivitas dan ketahanan yang lebih baik berkat cara kerjanya yang melibatkan sinar inframerah ketimbang pelat logam yang ringkih.

Sejauh ini populasi keyboard gaming yang dibekali optical switch di pasaran memang belum banyak. Dua yang paling populer adalah Razer Huntsman dan Corsair K100, dan sekarang tampaknya Asus juga ingin mencuri sebagian pangsa pasar di kategori tersebut.

Sama seperti Razer, Asus juga menawarkan dua macam optical switch yang bisa dibedakan melalui warnanya: merah (linear) atau biru (tactile). Namun apapun yang konsumen pilih, switch-nya dipastikan tahan hingga 100 juta kali klik.

Selain menawarkan konektivitas wireless, ROG Claymore II juga dapat disambungkan via kabel USB-C jika diperlukan. Dalam posisi wireless, baterainya diklaim sanggup bertahan hingga 40 jam per charge, atau sampai 100 jam apabila lampu RGB-nya dimatikan. Asus belum menentukan berapa harga jual dari keyboard ini, akan tetapi pemasarannya dijadwalkan berlangsung mulai kuartal kedua tahun ini.

ROG Gladius III

Untuk mouse-nya, ROG Gladius III hadir dalam dua varian: wireless atau wired. Desain ergonomis milik pendahulunya masih dipertahankan, akan tetapi bobotnya telah dipangkas secara drastis, dari 130 gram menjadi 89 gram. Varian wired-nya malah lebih ringan lagi di angka 79 gram, dan semua ini bakal terasa semakin nyaman dipakai bermanuver ketika dipadukan dengan mouse feet berbahan PTFE 100%.

Seperti sebelumnya, Gladius III datang membawa total enam buah tombol yang semuanya dapat diprogram sesuai kebutuhan. Juga sudah menjadi tradisi adalah switch tombol kiri dan kanannya yang mudah sekali dilepas-pasang. Dengan demikian, seandainya kinerja switch yang dipakai sudah mulai memburuk akibat umur pemakaian (double click), pengguna tinggal melepas dan menggantinya dengan yang baru tanpa melibatkan solder sama sekali.

Selain untuk memperpanjang umur mouse, kemudahan melepas-pasang switch ini juga berarti pengguna dapat melakukan kustomisasi jenis switch sesuai preferensinya masing-masing. Yang baru pada Gladius III adalah kompatibilitasnya dengan optical switch generasi anyar yang menggunakan lima buah pin konektor ketimbang tiga.

Untuk performanya, ROG Gladius III menggunakan sensor generasi baru yang menawarkan sensitivitas maksimum 19.000 DPI dan kecepatan tracking 400 IPS. Pada varian wireless-nya, pengguna bisa memilih antara konektivitas wireless 2,4 GHz, Bluetooth 5.1 LE, atau via kabel USB-C. Sayangnya Asus tidak bilang seberapa lama baterainya bisa bertahan di masing-masing mode.

Asus sampai saat ini juga belum mengumumkan harganya. Penjualannya sendiri tidak akan dimulai sebelum kuartal kedua 2021, sama seperti keyboard ROG Claymore II tadi.

Sumber: Asus 1, 2.

Galaxy Buds Pro Adalah TWS Paling Premium yang Samsung Punya Saat Ini

Bersamaan dengan peluncuran Galaxy S21 Series, Samsung turut mengumumkan TWS baru bernama Galaxy Buds Pro. Didesain sebagai TWS yang paling premium dari semua penawaran Samsung, Buds Pro mengunggulkan kelebihan dari segi desain, kualitas suara, serta fitur active noise cancellation (ANC) yang efektif.

Kita mulai dari desainnya terlebih dulu. Secara umum, bentuknya lebih mirip Galaxy Buds Plus ketimbang Galaxy Buds Live yang menyerupai kacang. Buds Pro juga mengadopsi desain in-ear seperti biasanya ketimbang desain yang terbuka, akan tetapi Samsung telah menyempurnakan desainnya dengan cara mengurangi area kontak antara telinga dan perangkat, sehingga bisa meminimalkan rasa seperti kuping yang terbuntu.

Di saat yang sama, Buds Pro masih tetap mempertahankan sejumlah elemen desain milik Buds Live, utamanya finish bergaya metalik dan charging case yang menyerupai kotak perhiasan. Buds Pro juga hadir membawa sertifikasi ketahanan air IPX7, paling tinggi di seluruh lini Galaxy Buds.

Masing-masing earpiece-nya dihuni oleh woofer 11 mm dan tweeter 6,5 mm, dengan fokus pada penyajian kualitas suara yang berimbang antara low, mid, dan high. Kalau menurut Samsung sendiri, TWS ini cocok dipakai untuk menikmati musik hip-hop maupun musik klasik.

Samsung juga tidak lupa menyematkan teknologi Dolby Head Tracking ke Buds Pro demi mewujudkan pengalaman menonton yang lebih immersive. Cara kerjanya kurang lebih sama seperti teknologi spatial audio yang Apple terapkan pada AirPods Pro. Juga menarik adalah bagaimana pengguna Galaxy S21 dapat menggunakan Buds Pro sebagai mikrofon eksternal ketika sedang merekam video.

Bicara soal mikrofon, tiap-tiap earpiece Buds Pro dibekali tiga buah mikrofon (dua di luar, satu di dalam), lengkap beserta sebuah Voice Pickup Unit dan teknologi Wind Shield guna memastikan suara pengguna bisa ditangkap sejernih mungkin. Mic ini tentu juga dipakai untuk mewujudkan fitur ANC, dan Samsung mengklaim fitur ANC milik Buds Pro dapat mengeliminasi suara di sekitar hingga 99 persen.

Seperti kebanyakan TWS lain yang dibekali fitur ANC, Buds Pro turut dilengkapi mode ambient untuk membiarkan suara di sekitar jadi terdengar oleh pengguna. Menariknya, suara di sekitar ini juga dapat diamplifikasi hingga 20 desibel seandainya diperlukan. Lalu di saat pengguna berbicara, Buds Pro secara otomatis bakal mematikan fitur ANC dan mengaktifkan mode ambient, mirip seperti fitur yang ditawarkan oleh headphone Sony WH-1000XM4.

Dalam sekali pengisian, baterai Buds Pro diperkirakan mampu bertahan sampai 5 jam penggunaan, atau sampai 8 jam kalau fitur ANC-nya dimatikan. Charging case-nya di sisi lain sanggup menyuplai hingga 13 jam daya baterai ekstra, atau hingga 20 jam tanpa ANC. Selain menggunakan kabel, charging case juga dapat diisi ulang secara nirkabel.

Di Indonesia, Galaxy Buds Pro saat ini sudah bisa dibeli dengan harga Rp2.749.000, atau sebagai bonus pre-order apabila Anda membeli Galaxy S21 Ultra selama periode 14 – 27 Januari 2021. Pilihan warna yang tersedia ada tiga, yakni hitam, silver, dan ungu.

Sumber: Samsung.

Trio Samsung Galaxy S21 Resmi Diluncurkan, Kini dengan Desain Baru yang Lebih Segar

2021 baru berjalan selama dua pekan, akan tetapi Samsung sudah tancap gas dengan meluncurkan lini smartphone flagship terbarunya, yakni Galaxy S21 Series. Melanjutkan tradisi tahun lalu, Samsung menghadirkan tiga model sekaligus: Galaxy S21, Galaxy S21+, dan Galaxy S21 Ultra.

Dibandingkan generasi sebelumnya, trio Galaxy S21 ini mengusung desain baru yang lebih segar. Perubahan yang paling kentara, sekaligus yang kelihatan paling manis, terletak pada bagian kamera belakangnya. Tonjolan kameranya kini dibuat menyatu dengan frame perangkat, dan finish glossy-nya tampak kontras dengan permukaan belakang perangkat yang memiliki finish matte.

Khusus pada Galaxy S21 Ultra, tonjolan kameranya lebih besar karena spesifikasinya memang berbeda cukup drastis. Supaya lebih jelas, mari kita bahas satu per satu.

Galaxy S21 dan Galaxy S21+

Sepintas, kedua ponsel ini memang kelihatan sangat identik, namun sebenarnya masih ada perbedaan fisik yang tidak tampak secara kasat mata. Perbedaan ini baru ketahuan saat kita menggenggamnya; Galaxy S21 memiliki panel belakang yang terbuat dari bahan polikarbonat, sedangkan Galaxy S21+ menggunakan material kaca. Alhasil, selisih bobot di antara keduanya pun cukup signifikan, 30 gram persisnya.

Tentu saja perbedaan bobot ini juga dipengaruhi faktor ukuran. Galaxy S21 hadir mengusung layar 6,2 inci, sedangkan Galaxy S21+ mengemas layar 6,7 inci. Spesifikasi layarnya sendiri sama persis; sama-sama AMOLED beresolusi 1080p, dengan refresh rate maksimum 120 Hz. 1080p? Ya, berbeda dari pendahulunya, Galaxy S21 dan Galaxy S21+ tidak punya opsi resolusi 1440p 60 Hz.

Kesamaannya terus berlanjut sampai ke bagian dapur pacu dan kamera. Menjadi otak keduanya adalah chipset baru Exynos 2100 yang dibuat menggunakan proses pabrikasi 5 nanometer, menjanjikan peningkatan performa sekaligus konsumsi daya yang lebih efisien ketimbang sebelumnya. Prosesor tersebut ditemani oleh RAM LPDDR5 8 GB dan pilihan storage internal 128 atau 256 GB, tapi sayangnya sudah tidak ada lagi slot kartu microSD.

Untuk kameranya, spesifikasinya adalah sebagai berikut: kamera utama 12 megapixel f/1.8 dengan dukungan teknologi OIS dan Dual Pixel AF, kamera ultra-wide 12 megapixel f/2.2, dan kamera telephoto 64 megapixel f/2.0 dengan dukungan 3x optical zoom. Di bagian depan, ada kamera selfie 10 megapixel f/2.2 yang juga dilengkapi teknologi Dual Pixel AF.

Berhubung dimensinya berbeda, otomatis kapasitas baterai yang tertanam pun juga berbeda: 4.000 mAh pada Galaxy S21, 4.800 mAh pada Galaxy S21+. Keduanya sama-sama mendukung wireless charging 15 W dan fast charging 25 W. Namun kabar buruknya, Anda harus menyiapkan sendiri charger-nya, sebab paket penjualan Galaxy S21 Series (termasuk Galaxy S21 Ultra) tidak mencakup satu pun adaptor USB-C (dan juga earphone).

Galaxy S21 Ultra

Beralih ke Galaxy S21 Ultra, konsumen bakal langsung disambut oleh layar yang paling besar sekaligus paling superior: AMOLED 6,8 inci, dengan resolusi 1440p, refresh rate 120 Hz, dan tingkat kecerahan maksimum 1.500 nit. Sisi kiri dan kanan layarnya juga sedikit melengkung mengikuti kontur bodi perangkat, tidak seperti milik Galaxy S21 dan Galaxy S21+ yang datar.

Untuk spesifikasinya, Samsung tetap menggunakan chipset Exynos 2100 pada Galaxy S21 Ultra, akan tetapi ada perbedaan di kapasitas RAM dan penyimpanan internalnya. Konsumen Galaxy S21 Ultra pada dasarnya punya tiga opsi RAM dan storage: 12 GB/128 GB, 12 GB/256 GB, dan 16 GB/512 GB. Sebagai yang paling bongsor, Galaxy S21 Ultra juga punya baterai berkapasitas paling besar di angka 5.000 mAh.

Lalu tibalah kita pada bagian yang paling menjual dari Galaxy S21 Ultra, yakni kamera. Tonjolan besar di belakangnya itu menampung sensor laser autofocus dan empat kamera dengan rincian sebagai berikut: kamera utama 108 megapixel f/1.8, kamera ultra-wide 12 megapixel f/2.2, kamera periskop 10 megapixel dengan 10x optical zoom, dan kamera telephoto 10 megapixel dengan 3x optical zoom.

Yang istimewa, tiga kamera di samping kamera utamanya itu sama-sama dibekali teknologi Dual Pixel AF, dan pengguna kini juga dapat merekam video 4K 60 fps menggunakan keempat kamera yang tersedia. Juga berbeda dari kedua adiknya, Galaxy S21 Ultra punya kamera depan 40 megapixel f/2.2.

Terakhir, Galaxy S21 Ultra juga berbeda sendiri berkat kemampuannya mengenali stylus S Pen milik seri Galaxy Note. Kendati demikian, fitur-fitur yang didukung tidak selengkap di seri Galaxy Note, dan Galaxy S21 Ultra juga tidak punya ruang khusus untuk menyimpan S Pen kecuali Anda membeli casing yang spesifik.

Harga dan ketersediaan

Semua varian warna yang tersedia untuk Galaxy S21 Series / Samsung
Semua varian warna yang tersedia untuk Galaxy S21 Series / Samsung

Tanpa perlu menunggu lama, trio Samsung Galaxy S21 ini sudah langsung tersedia di Indonesia. Untuk Galaxy S21, harganya dipatok mulai Rp12.999.000, sedangkan Galaxy S21+ mulai Rp15.999.000. Galaxy S21 Ultra di sisi lain ditawarkan dengan banderol mulai Rp18.999.000.

Program pre-order untuk ketiga smartphone ini sudah dimulai dari tanggal 14 Januari hingga 27 Januari 2021. Konsumen yang melakukan pemesanan Galaxy S21 atau Galaxy S21+ dalam periode tersebut berhak mendapatkan bonus TWS Galaxy Buds Live, tracker Galaxy SmartTag, langganan gratis Samsung Care+ selama satu tahun, dan cashback hingga sebesar Rp1.000.000. Khusus Galaxy S21 Ultra, bonusnya hampir sama, akan tetapi TWS-nya adalah TWS anyar Galaxy Buds Pro.

Khusus untuk yang melakukan pre-order pada tanggal 14 hingga 17 Januari, mereka punya kesempatan untuk mendapatkan free upgrade pembelian Galaxy S21+ 128 GB ke Galaxy S21+ 256 GB. Galaxy S21 Ultra pun juga demikian; ada bonus free upgrade pembelian dari 128 GB ke 256 GB, dan dari 256 GB ke 512 GB selama melakukan pemesanan sebelum 17 Januari 2021.

Lenovo ThinkBook Plus Gen 2 Hadir Membawa Layar E Ink yang Lebih Besar Sekaligus Lebih Tajam

Ajang CES tahun lalu menjadi saksi atas lahirnya laptop unik dari Lenovo yang bernama ThinkBook Plus. Unik karena laptop tersebut mempunyai dua layar; satu di tempat biasanya, satu lagi layar sentuh E Ink pada cover penutupnya.

Di CES 2021, Lenovo sudah menyiapkan penerusnya, yakni ThinkBook Plus Gen 2. Dibandingkan pendahulunya, ThinkBook Plus Gen 2 punya layar E Ink yang lebih besar; dari 10,8 inci menjadi 12 inci, sehingga cuma menyisakan secuil ruang untuk label “ThinkBook” di bagian ujung. Selain lebih besar, layar E Ink-nya juga lebih tajam dengan resolusi 2560 x 1600 pixel.

Bukan cuma itu, Lenovo rupanya juga telah meningkatkan refresh rate layar E Ink-nya, sekaligus menyempurnakan tampilan antarmukanya. Untuk layar utamanya, ukurannya masih tetap 13,3 inci dan masih menggunakan panel IPS, akan tetapi aspect ratio-nya telah diubah menjadi 16:10, dan resolusinya juga telah ditingkatkan menjadi 2560 x 1600 pixel.

Upgrade lain yang tidak kalah menarik adalah adanya slot khusus untuk menyimpan stylus di sisi kanan laptop. Selebihnya, ThinkBook Plus Gen 2 tentu sudah dibekali spesifikasi yang lebih mumpuni, yang melibatkan prosesor Intel Core i7 generasi ke-11, RAM LPDDR4X 16 GB, dan SSD PCIe Gen 4 berkapasitas 1 TB pada konfigurasi termahalnya.

Secara keseluruhan, ThinkBook Plus Gen 2 punya desain yang lebih sleek ketimbang generasi pertamanya. Dimensinya pun juga lebih ringkas, dengan tebal hanya 13,9 mm dan bobot 1,3 kg. Kendati demikian, Lenovo masih bisa menjejalkan baterai berkapasitas 53 Wh, yang diyakini sanggup bertahan hingga 15 jam pemakaian, atau sampai 24 jam kalau hanya menggunakan layar E Ink-nya saja.

Sayangnya semua penyempurnaan tersebut pada akhirnya berujung pada harga jual yang lebih mahal. Di Amerika Serikat, Lenovo ThinkBook Plus Gen 2 bakal dipasarkan dengan banderol mulai $1.549 pada kuartal pertama tahun ini. Selisihnya cukup lumayan jika dibandingkan dengan ThinkBook Plus generasi pertama yang dihargai mulai $1.199 (Rp23.900.000 di Indonesia).

Sumber: The Verge dan Lenovo.

Razer Pamerkan Konsep Kursi Gaming Futuristis, Project Brooklyn

Razer meluncurkan kursi gaming pertamanya pada bulan Oktober 2020. Baru beberapa bulan berselang, mereka rupanya sudah punya gambaran ke mana kategori produk ini bakal mengarah ke depannya. Gambaran itu mereka tuangkan dalam wujud konsep kursi gaming canggih bernama Project Brooklyn.

Dalam posisi normal, Project Brooklyn tampak seperti kursi gaming standar yang dibekali aksen pencahayaan RGB. Namun senjata rahasianya tersembunyi pada bagian yang menopang punggung pengguna, yakni sebuah layar OLED fleksibel berukuran 60 inci yang bisa diposisikan persis di depan pengguna, menyuguhkan visual yang lebih immersive dari monitor gaming tradisional.

Bukan hanya itu, di dalam sandaran tangannya juga tersembunyi meja lipat untuk menaruh keyboard dan mouse. Lalu supaya pengalaman bermain yang dirasakan jadi kian immersive, Razer turut menyematkan teknologi haptic feedback HyperSense ke sandaran punggung kursi berangka serat karbon ini.

Secara keseluruhan, premisnya cukup mirip seperti yang ditawarkan oleh Predator Thronos, kursi gaming seharga Rp200 juta yang Acer perkenalkan dua tahun silam. Bedanya, Acer memanfaatkan teknologi yang sudah ada, sedangkan Project Brooklyn masih berstatus konsep karena memang layar yang sefleksibel itu belum eksis sampai saat ini.

Kapan konsep ini bisa direalisasikan menurut saya sepenuhnya bergantung pada perkembangan teknologi display. Seandainya produsen panel OLED macam Samsung atau LG sudah siap memproduksi layar secanggih itu secara massal, saya kira sah-sah saja Razer menawarkan produk semacam ini ke publik.

Untuk sekarang, yang mungkin sudah bisa diterapkan adalah inovasi-inovasi macam meja lipat dan sistem haptic feedback itu tadi. Pencahayaan RGB pun tentu juga sangat memungkinkan, dan saya tidak akan terkejut seandainya kursi gaming kedua Razer hadir mengusung elemen dekorasi warna-warni tersebut.

Rencananya, Razer akan terus mengembangkan konsep kursi gaming futuristis ini, mengujinya bersama atlet-atlet esport kenamaan dan kalangan influencer guna mendapatkan tolok ukur performa, kenyamanan, dan kelayakannya. Harapannya tentu adalah supaya masukan-masukan yang ditampung bisa Razer terapkan ke portofolio kursi gaming-nya dalam waktu dekat.

Sumber: PC Gamer dan Razer.