Insta360 One X2 Hadir Membenahi Sejumlah Kekurangan Pendahulunya

Mengawali kiprahnya sebagai produsen aksesori kamera 360 derajat untuk smartphone, Insta360 telah berevolusi menjadi brand action cam yang sangat inovatif dalam kurun waktu yang cukup singkat. Kunci kesuksesannya, kalau menurut saya pribadi, adalah sinergi hardware dan software yang apik, kurang lebih seperti yang kita jumpai pada produk-produk DJI di kategori consumer drone.

Memasuki penghujung tahun 2020 ini, Insta360 punya satu persembahan baru, yakni Insta360 One X2. Sesuai namanya, ia merupakan penerus langsung dari Insta360 One X yang diluncurkan dua tahun silam. Fisiknya memang cukup identik, dengan wujud menyerupai balok kecil yang pipih dan bobot kurang dari 150 gram.

Tentu saja ada beberapa perubahan yang sudah diterapkan. Yang paling utama, seperti yang bisa kita lihat, adalah kehadiran layar sentuh yang dapat berfungsi sebagai viewfinder di salah satu sisinya, menggantikan layar indikator kecil yang terdapat pada pendahulunya.

Adanya layar semacam ini jelas bakal memudahkan kegiatan vlogging, apalagi mengingat pengguna dapat menggeser-geser tampilan preview-nya saat tengah merekam video 360 derajat. Kita patut berterima kasih kepada DJI selaku yang memulai tren ini, yang pada akhirnya juga ditiru oleh GoPro baru-baru ini.

Dua hal yang sebelumnya cukup sering dikeluhkan konsumen Insta360 One X adalah terkait ketahanan air dan kualitas audio yang dihasilkan. Kabar baiknya, dua hal itu tidak lagi menjadi problem buat One X2.

Berbekal sertifikasi IPX8, One X2 siap diajak menyelam sampai kedalaman 10 meter tanpa perlu bantuan casing sama sekali. Barulah untuk kegiatan diving yang lebih ekstrem, pengguna bisa membeli aksesori Dive Case dan membawanya sampai sedalam 45 meter.

Terkait kualitas audio, One X2 dilengkapi dengan empat buah mikrofon. Pengguna dibebaskan memilih antara merekam suara stereo dengan algoritma wind-reduction aktif, atau merekam suara ambisonic (multi-channel) guna mendapatkan pengalaman yang lebih immersive. Alternatifnya, pengguna juga dapat menyambungkan mikrofon eksternal menggunakan bantuan sebuah adaptor yang dijual terpisah.

Insta360 juga tidak lupa menyempurnakan daya tahan baterainya. Meski dimensinya tidak jauh berbeda, One X2 punya baterai berkapasitas lebih besar (1.630 mAh) yang diklaim sanggup bertahan hingga 80 menit perekaman di resolusi maksimumnya, alias 20 menit lebih lama dari sebelumnya. Baterainya ini tetap bisa dilepas-pasang, yang berarti pengguna bisa menyiapkan unit cadangan ketika hendak mengabadikan momen-momen spesial.

Beralih ke pembahasan mengenai performa, One X2 sanggup menciptakan video 360 derajat dengan resolusi maksimum 5,7K 30 fps, atau video standar dengan resolusi maksimum 1440p 50 fps. Meski kemampuan merekam videonya tidak berubah, Insta360 bilang teknologi penstabil gambar FlowState yang ada di One X2 sudah disempurnakan agar dapat semakin efektif menggantikan peran gimbal.

Secara total, ada empat mode perekaman yang One X2 tawarkan. Selain mode 360 dan mode standar tadi, terdapat juga mode yang dinamai MultiView, dan yang paling baru, InstaPano. Seperti yang bisa ditebak dari namanya, InstaPano memungkinkan pengguna untuk mengambil gambar panorama dengan satu kali klik saja ketimbang harus melakukan panning secara manual.

Namun kualitas gambar baru sebagian dari cerita utuh One X2, sebab ia turut mengunggulkan sederet fitur pintar yang siap menunjang kreativitas para penggunanya. Seperti sebelumnya, One X2 juga datang bersama aplikasi pendamping yang sanggup menyunting video secara otomatis, memilah-milah mana saja momen terbaik yang sempat terekam, dan dari perspektif mana momen tersebut kelihatan paling bagus.

Pada praktiknya, ini berarti pengguna tidak perlu menghadapkan kamera ke arah tertentu selagi merekam. Cukup tekan tombol record dan biarkan perangkat merekam video dari segala arah, lalu persilakan AI mengedit hasilnya menjadi sebuah video yang bisa langsung dibagikan ke media sosial. Berbagai template efek sinematik juga bisa ditambahkan dengan mudah pasca perekaman.

Insta360 pun tidak lupa memperbarui algoritma fitur tracking-nya sehingga One X2 dapat mengunci fokus pada subjek yang dipilih secara otomatis, entah itu manusia, binatang, atau objek-objek bergerak lainnya secara lebih baik lagi.

Saat ini Insta360 One X2 sudah dipasarkan seharga $430, atau $30 lebih mahal daripada harga perdana pendahulunya. Seperti yang saya bilang, Insta360 juga menawarkan sejumlah aksesori opsional buat One X2, mulai dari adaptor mikrofon, cover lensa, sampai unit docking fast charging yang bisa memuat hingga tiga modul baterai.

Ricoh Dirikan Perusahaan Baru Khusus Kamera 360 Derajat

Jauh sebelum GoPro punya kamera 360 derajat, Ricoh sudah lebih dulu menekuni segmen ini lewat lini Theta. Sejak 2013, mereka sudah melahirkan enam model Theta yang berbeda, dan sekarang Ricoh malah memutuskan untuk mendirikan perusahaan baru demi lebih berfokus di bidang tersebut.

Perusahaan baru itu dinamai Vecnos, dan akan beroperasi sebagai anak perusahaan Ricoh; cukup rasional mengingat Ricoh lebih dikenal sebagai brand yang memproduksi printer, mesin fotokopi, maupun perlengkapan kantor lainnya. Individu yang ditunjuk untuk memimpin Vecnos adalah Shu Ubukata, salah satu sosok yang berkontribusi besar atas lahirnya seri Ricoh Theta selama ini.

Vecnos 360 camera

Gambar di atas adalah produk pertama Vecnos. Kamera 360 derajat itu belum bernama, dan spesifikasi lengkapnya juga belum dirincikan. Dimensinya sangat ringkas, kurang lebih seukuran spidol besar alias board marker, dengan sepasang tombol pengoperasian di badannya. Ia mengemas total empat buah lensa; tiga di sisi samping, dan satu di sisi atas.

Sepintas, kamera ini kelihatan jauh lebih simpel ketimbang mayoritas kamera 360 derajat yang sudah ada di pasaran. Tujuan Vecnos memang demikian. Mereka ingin menciptakan kamera 360 derajat yang mudah digunakan sekaligus elegan, dan target pasar mereka adalah kalangan Gen Z.

Vecnos 360 camera

Seperti halnya kamera 360 derajat lain, kamera bikinan Vecnos ini bakal hadir bersama sebuah aplikasi pendamping. Aplikasi itu disebut bakal memanfaatkan kecerdasan buatan (AI) guna membantu pengguna menciptakan video pendek yang siap dibagikan ke platform seperti Instagram atau TikTok.

Rencananya, Vecnos akan memperkenalkan kamera 360 derajat perdananya ini pada musim panas mendatang. Lalu bagaimana nasib Ricoh Theta ke depannya? Kabarnya Ricoh masih akan terus memproduksi kamera 360 derajatnya sendiri, dan ini membuat saya berasumsi bahwa kamera buatan Vecnos bakal duduk di segmen yang agak berbeda.

Sumber: Wired.

Insta360 One R Adalah Action Cam dengan Lensa Lepas-Pasang Layaknya Kamera Mirrorless

Kamera 360 derajat bukan untuk semua orang. Itulah mengapa belakangan produsen seperti GoPro dan Insta360 turut menyertakan fitur untuk mengekstrak atau merekam video standar pada kamera 360 derajatnya.

Namun kalau menurut Insta360, video standar hasil reframing dari video 360 derajat ini kualitasnya masih kalah jika dibandingkan dengan rekaman kamera biasa. Berkaca pada kesimpulan tersebut, mereka merancang Insta360 One R, sebuah action cam yang dideskripsikan mampu beradaptasi sesuai kebutuhan.

Insta360 One R

Untuk mewujudkannya, Insta360 mengambil rute modular. Satu unit One R terdiri dari tiga jenis modul yang berbeda: Battery Base, Core yang memuat layar sentuh dan bisa dihadapkan ke sisi pengguna atau sebaliknya, dan Lens Mod yang dapat diganti-ganti layaknya sebuah kamera mirrorless. Lens Mod inilah yang menjadi daya tarik utama One R.

Saat pengguna hendak merekam video 360 derajat, mereka dapat memasangkan Dual-Lens 360 Mod yang dapat merekam sisi depan dan belakang sekaligus, sebelum akhirnya digabungkan secara otomatis menjadi satu video 360 derajat beresolusi 5,7K. Kalau ingin merekam video biasa, tinggal lepas dan ganti dengan 4K Wide Angle Mod yang mendukung perekaman dalam resolusi 4K 60 fps serta slow-motion sampai 8x kecepatan asli.

Insta360 One R

Terakhir, ada 1-Inch Wide Angle Mod yang mengemas sensor 1 inci dan komponen optik hasil kolaborasi Insta360 dengan Leica. Mod ini sejatinya adalah versi lebih mumpuni dari 4K Wide Angle Mod, sanggup merekam video 5,3K maupun memotret foto 19 megapixel, dan berhubung ukuran sensornya besar, performanya di kondisi low-light bisa diandalkan.

Ketiga modul lensa ini turut mendukung fitur-fitur seperti sistem stabilization FlowState yang sangat efektif meredam guncangan, mode perekaman HDR maupun Night Shot untuk di pencahayaan minim ala ponsel-ponsel terkini. Satu fitur khusus untuk Dual-Lens 360 Mod yang menarik adalah Auto Frame, yang dirancang untuk memudahkan proses penyuntingan dengan merekomendasikan sejumlah subjek yang teridentifikasi dari keseluruhan video.

Insta360 One R

Secara fisik, dimensi One R tidak jauh berbeda dari action cam standar macam GoPro Hero8 Black. Sertifikasi IPX8 memastikan ia tahan air sampai kedalaman 5 meter tanpa bantuan casing tambahan, dan jika diperlukan, ada aksesori Dive Case yang siap membawanya sampai 60 meter di bawah air.

Urusan audio, One R dibekali dengan sepasang mic internal, namun pengguna dapat dengan mudah menyambungkan mikrofon eksternal via port USB-C, lalu menempatkannya di atas kamera dengan bantuan Accessory Shoe. One R juga mendukung pengoperasian via perintah suara, cocok untuk skenario seperti ketika kamera dipasangkan di atas helm.

Insta360 One R

Insta360 saat ini sudah memasarkan One R dalam tiga bundel yang berbeda, berikut rinciannya:

Ke depannya, Insta360 juga akan memasarkan bundel yang lebih ekstrem, yakni Insta360 One R Aerial Edition yang mencakup sistem mounting khusus supaya kamera bisa dipasangkan pada sejumlah drone. Di luar itu, konsumen juga dipersilakan membeli modul pendukung, seperti misalnya modul Boosted Battery Base yang memiliki kapasitas baterai dua kali lebih besar.

Sumber: Insta360.

Ricoh Theta SC2 Adalah Upgrade Signifikan Terhadap Kamera 360 Kelas Entry-Level

Segmen kamera 360 derajat belakangan kembali ramai dibicarakan berkat kehadiran Insta360 One X dan GoPro Max. Sebagai salah satu pelopor di bidang ini, Ricoh turut memanfaatkan momentum tersebut untuk memperkenalkan produk baru, yaitu Theta SC2, penerus langsung Theta SC yang dirilis tiga tahun silam.

Theta SC2 masih mempertahankan gaya desain yang sudah menjadi ciri khas seri Ricoh Theta selama ini. Seperti halnya Theta SC, ia diposisikan di kelas entry-level. Kendati demikian, peningkatan yang diusungnya terkesan amat signifikan jika dibandingkan pendahulunya.

Sepasang sensor yang Theta SC2 usung adalah sensor 1 inci yang sama seperti milik Theta V, yang sendirinya duduk di kelas yang lebih tinggi ketimbang Theta SC. Didampingi oleh image processing engine baru, Theta SC2 siap menjepret foto spherical dalam resolusi 14 megapixel, serta merekam video 360 dalam resolusi 4K 30 fps.

Ricoh Theta SC2

Sesuai dengan target pasarnya, yakni para pelancong yang tidak mau diribetkan dengan beragam jenis pengaturan kamera selama berwisata, Theta SC2 hadir membawa sejumlah mode otomatis. Mode “Face” misalnya, akan mendeteksi wajah manusia dan otomatis menerapkan skin smoothing. Contoh lainnya adalah mode “Night View”, yang siap menghasilkan gambar yang lebih jernih di kondisi pencahayaan yang kurang ideal.

Satu pembeda fisik antara Theta SC2 dan pendahulunya adalah kehadiran layar OLED kecil di Theta SC2 yang berfungsi untuk menampilkan sejumlah indikator. Tidak ketinggalan juga adalah satu tombol terpisah yang berfungsi untuk mengaktifkan mode self-timer demi semakin memudahkan pengoperasiannya.

Ricoh Theta SC2 rencananya akan segera dipasarkan mulai 29 November mendatang seharga $299. Pilihan warna yang tersedia ada empat seperti yang bisa kita lihat pada gambar.

Sumber: 1, 2, 3.

QooCam 8K Buktikan Bahwa Kamera 360 Derajat Beresolusi 8K Tidak Harus Sebesar Bola Basket

Insta360 One X dan GoPro Max sudah membuktikan bahwa ukuran bukanlah penghalang bagi kamera 360 derajat untuk bisa memaksimalkan potensinya. Dua kamera tersebut sama-sama mudah disimpan dalam kantong, akan tetapi output video yang dihasilkan tetap memuaskan di resolusi 5,6K 30 fps.

Kalau yang dikejar adalah resolusi yang lebih tinggi lagi, opsi yang tersedia sayangnya tidak ada lagi yang masuk kategori pocketable, melainkan yang sebesar bola basket atau termos. Benarkah demikian? Tidak kalau menurut pabrikan asal Tiongkok bernama Kandao.

Bantahan itu mereka buktikan lewat QooCam 8K, sebuah kamera 360 derajat berdimensi ringkas yang sanggup merekam dalam resolusi 8K (7680 x 3840 pixel). Pocketable tapi beresolusi amat tinggi, QooCam jelas merupakan spesies kamera 360 derajat yang masih langka sejauh ini. Andai diperlukan, ia pun juga siap merekam video dalam resolusi 4K 120 fps.

QooCam 8K

Output video sebesar itu datang dari sensor yang berukuran besar pula, 1/1,7 inci, dengan kemampuan memotret di resolusi 30 megapixel. Ia bahkan mewarisi fitur image stacking ala smartphone, dan yang ditumpuk di sini adalah gambar dalam format RAW, sehingga hasil akhir fotonya diyakini punya detail dan dynamic range yang lebih baik.

Mengikuti tren stabilization internal yang begitu efektif yang dipopulerkan oleh Insta360 dan GoPro, QooCam 8K turut mengemas gyroscope 6-axis untuk menstabilkan video yang tengah direkam tanpa harus bergantung pada gimbal. Sistem stabilization ini juga membuatnya ideal dipakai untuk vlogging, dan ia memang dibekali mode khusus untuk vlogging layaknya GoPro Max.

Dalam mode tersebut, lensa dan sensornya cuma berfungsi di satu sisi saja. Di sisi sebaliknya, layar sentuh 2,4 inci bertugas menampilkan preview yang tengah direkam secara real-time. Tentu saja layar ini juga berguna untuk meninjau hasil rekaman atau jepretan tanpa harus menyambungkannya terlebih dulu ke smartphone.

Urusan editing, aplikasi pendampingnya ternyata tidak kalah cerdas. Sebuah fitur bernama 8K Express Edit memungkinkan pengguna untuk menyunting video 8K langsung di smartphone. Bukankah itu merupakan tugas yang amat berat untuk hardware sekelas ponsel? Betul, akan tetapi ini bisa diakali dengan metode proxy editing.

Jadi yang dilihat dan disunting sebenarnya bukanlah video aslinya, melainkan salinannya yang sudah di-downgrade menjadi resolusi 4K supaya tidak memberatkan ponsel. Setelahnya, aplikasi secara otomatis akan menerapkan semua penyesuaian pada video aslinya, sehingga hasil akhirnya tetap di resolusi 8K.

Buat yang lebih suka menyiarkan rekamannya secara langsung, QooCam 8K mendukung live streaming ke berbagai platform, akan tetapi resolusi maksimumnya cuma 4K. Kandao berencana melepas QooCam 8K ke pasaran mulai bulan Desember mendatang dengan banderol $599.

Sumber: Digital Trends.

GoPro Hero 8 Black dan GoPro Max Resmi Diluncurkan

GoPro punya action cam baru. Bukan cuma satu, melainkan dua sekaligus, yaitu GoPro Hero 8 Black dan GoPro Max. Max sendiri merupakan penerus dari Fusion, kamera 360 derajat yang GoPro rilis dua tahun lalu.

Kita mulai dari Hero 8 Black terlebih dulu. Desainnya memang nyaris tidak berubah jika dibandingkan Hero 7 Black, namun keistimewaan Hero 8 Black adalah kemudahannya untuk di-mount ke beragam aksesori tanpa harus dipasangkan ke dalam case terlebih dulu. Ini dikarenakan ia dilengkapi pengait terintegrasi yang tersembunyi di pelat bawahnya.

GoPro Hero 8 Black

Semua itu tanpa mempengaruhi durabilitas fisiknya; Hero 8 Black masih tahan air hingga kedalaman 10 meter tanpa dibungkus apa-apa. Juga sedikit berbeda adalah posisi mikrofonnya, yang kini menghadap ke depan demi menangkap kualitas audio yang lebih baik, lengkap dengan bantuan algoritma baru yang lebih efektif mengeliminasi gemuruh angin.

Terkait performanya, kita masih akan menjumpai angka-angka yang sama seperti pendahulunya: perekaman video dalam resolusi maksimum 4K 60 fps, slow-motion 1080 240 fps, serta pengambilan foto beresolusi 12 megapixel. Yang disempurnakan adalah sistem stabilization internalnya, yang GoPro sebut dengan istilah HyperSmooth.

HyperSmooth 2.0, demikianlah nama sistem stabilization baru yang diusung Hero 8 Black. GoPro mengklaim kinerjanya mengompensasi guncangan meningkat cukup dramatis jika dibandingkan dengan HyperSmooth generasi pertama. Namun yang paling istimewa, HyperSmooth 2.0 dapat diaplikasikan ke resolusi dan frame rate berapapun.

Kualitas hasil fotonya juga disebut meningkat pesat, terutama yang diambil menggunakan mode HDR. Pengambilan foto dalam format RAW kini berlaku untuk semua mode, termasuk halnya mode time lapse maupun burst. Juga menarik adalah fitur Digital Lenses untuk video maupun foto, yang pada dasarnya membebaskan pengguna memilih focal length yang diinginkan (Narrow, Linear, Wide, dan SuperView yang paling lebar).

GoPro Hero 8 Black

Namun Hero 8 Black masih menyimpan satu fitur yang benar-benar baru, yakni Mod. Mod berbeda dari aksesori standar GoPro pada umumnya. Tiga Mod pertama yang GoPro rilis untuk Hero 8 Black misalnya, dirancang untuk menyulap action cam tersebut menjadi senjata utama para vlogger.

Mod yang pertama, Media Mod ($80), adalah mic tipe shotgun yang menancap ke sisi kanan Hero 8 Black. Ia mengemas sepasang cold shoe untuk menyambungkan aksesori tambahan, tidak ketinggalan juga port USB-C, HDMI dan adaptor 3,5 mm untuk mic eksternal.

GoPro Hero 8 Black

Mod yang kedua, Display Mod ($80), adalah layar lipat 1,9 inci yang bisa dihadapkan ke depan atau belakang. Untuk bisa menggunakan Mod ini, pengguna juga wajib memiliki Media Mod, sebab ia memanfaatkan cold shoe dari Mod tersebut.

Terakhir, ada Light Mod ($50) yang dapat membantu memperbaiki kondisi pencahayaan di lokasi vlogging. Flash eksternal ini tahan air sampai kedalaman 10 meter, dan ia dibekali sebuah diffuser agar sorotannya tidak terlalu berlebihan. Selain berdiri sendiri, Light Mod juga dapat dipasangkan ke Media Mod maupun ke mount standar GoPro.

GoPro Max

GoPro Max

Untuk Max, pembaruan yang diusungnya benar-benar signifikan jika dibandingkan dengan Fusion. Namun menurut saya keunggulan utamanya terletak pada fleksibilitasnya; selain mengabadikan momen dari segala sudut, Max juga dapat diperlakukan sebagai action cam biasa ketika diperlukan.

GoPro bahkan mengibaratkan Max sebagai tiga kamera yang berbeda dalam satu kemasan: action cam, kamera 360 derajat, dan kamera khusus vlogging. Sebagai action cam, Max siap merekam video beresolusi 1440p 60 fps atau menjepret foto 5,5 megapixel, lengkap dengan sistem HyperSmooth 2.0 maupun fitur Digital Lenses seperti milik Hero 8 Black.

Sebagai kamera 360 derajat, Max siap menyajikan output video 360 beresolusi 5,6K 30 fps, dan lagi-lagi HyperSmooth kembali memegang peran penting. GoPro bahkan menyebut sistem stabilization milik Max ini sebagai yang terbaik dari semua penawarannya selama ini.

Lalu sebagai kamera vlogging, Max siap memudahkan pekerjaan lewat layar front-facing dan enam buah mikrofon yang, kalau menurut GoPro, kinerjanya pantas disetarakan shotgun mic. Pengguna bahkan bisa memilih hendak memfokuskan pengambilan suara dari depan atau dari arah sebaliknya.

GoPro Max

Fleksibilitas semacam ini penting mengingat tidak semua orang suka menonton video 360 derajat, saya salah satunya. Dengan atau tanpa VR headset, saya kurang bisa menikmati video 360 derajat, apalagi mengingat kualitas gambarnya selalu kalah jauh dibandingkan video biasa.

Namun kamera seperti Max ini tetap bisa terkesan menarik bagi konsumen yang tak menyukai video 360 derajat seperti saya. Yang dicari bukanlah kemampuannya merekam dari segala sudut, melainkan kebebasan mengatur perspektif video standar dari hasil tangkapan 360 derajatnya – ibarat menjadi sutradara atas momen yang sempat diabadikan.

Dari segi desain, secara garis besar Max masih mempertahankan rancangan milik Fusion. Pengait tersembunyi seperti milik Hero 8 Black untuk memudahkan mounting juga ada di sini, akan tetapi ketahanan air Max cuma sampai kedalaman 5 meter saja, dan itu pun setelah pengguna memasangkan lensa protektif yang termasuk dalam paket penjualan.

Harga dan ketersediaan

20 Oktober adalah tanggal yang ditunjuk sebagai penjualan perdana GoPro Hero 8 Black di skala global. Harganya dipatok $400, dan GoPro masih akan memasarkan Hero 7 Black seharga $330 – Mod-nya sendiri baru bisa dibeli mulai bulan Desember. Untuk GoPro Max, pemasarannya bakal dimulai pada 25 Oktober, dan banderolnya dipasang $500.

Sumber: GoPro.

Berkat Firmware Update, Rylo Kini Dapat Merekam Video 360 dalam Resolusi 5,8K

Setahun lalu, pencipta teknologi Hyperlapse memutuskan untuk terjun ke bidang hardware dan merilis Rylo, kamera 360 derajat yang dibekali sistem stabilization super-efektif. Di samping stabilization, fitur unggulan Rylo lainnya adalah kemampuan untuk ‘mengekstrak’ hasil rekaman menjadi video 1080p normal (non-360).

Kendalanya, resolusi 4K kurang bisa memberikan detail yang bagus pada hasil konversinya menjadi video dengan aspect ratio 16:9. Namun pengembangnya sudah menyiapkan solusinya. Melalui firmware update terbaru, Rylo kini bisa merekam video 360 derajat dalam resolusi 5,8K.

Resolusinya ini sedikit lebih tinggi daripada Insta360 One X yang baru dirilis bulan lalu. Namun yang lebih penting adalah, peningkatan resolusi ini semestinya bisa menghasilkan lebih banyak detail, baik pada video 360 derajat maupun video standar hasil konversinya.

Dalam kesempatan yang sama, Rylo juga kedatangan aplikasi pendamping untuk perangkat desktop, meski sayang baru untuk platform macOS saja. Sebelumnya, pengguna harus menggunakan iPhone atau ponsel Android untuk bisa mengedit hasil tangkapannya.

Apa yang dilakukan pengembang Rylo ini sejatinya patut diapresiasi. Ketimbang menelurkan produk generasi kedua dengan pembaruan yang kurang begitu signifikan – dan yang semestinya bisa diwujudkan melalui software – mereka terus rajin merilis firmware update demi menjadikan Rylo lebih menonjol dibandingkan rival-rivalnya.

Sumber: DPReview dan Rylo.

Insta360 One X Dapat Merekam Dalam Resolusi 5,7K dengan Sangat Stabil

GoPro punya teknologi HyperSmooth, Insta360 punya FlowState. Tujuan yang hendak dicapai keduanya sama persis, yakni mewujudkan sistem stabilization yang sangat efektif sampai-sampai perangkat tidak perlu dipasangkan pada gimbal guna menciptakan video yang mulus.

Teknologi FlowState ini kembali menjadi sorotan melalui kamera 360 derajat baru bernama Insta360 One X. Sesuai namanya, ia merupakan penerus dari Insta360 One yang diluncurkan tahun lalu, dan bersamanya datang sederet pembaruan yang menarik.

Dari segi estetika, desain One X berubah cukup signifikan. Yang tadinya serba mengilap (glossy) kini berubah menjadi matte, dengan bodi yang lebih tipis dari sebelumnya (28 mm). Juga baru adalah layar indikator kecil pada salah satu sisi One X.

Insta360 One X

Di balik sepasang lensa 200° f/2.0 miliknya, tertanam dua sensor CMOS 1/2,3 inci bikinan Sony, masing-masing dengan resolusi 18 megapixel. Kenapa resolusinya turun? Karena ukuran pixel individual pada sensor One X lebih besar, yang berarti kualitas gambarnya di kondisi minim cahaya pasti lebih bagus.

Resolusi fotonya boleh turun, tapi resolusi videonya malah meningkat pesat. One X mampu merekam video 360 derajat dalam resolusi maksimum 5,7K 30 fps. Kalau yang dicari frame rate tinggi, masih ada opsi perekaman dalam resolusi 4K 50 fps atau 3K 100 fps.

HDR, time lapse, hyperlapse, semuanya tersedia pada One X. Demikian pula kemampuan untuk ‘mengekstrak’ video normal (non-360) pasca perekaman, sehingga pengguna dapat mengubah perspektif video dengan mudah.

Insta360 One X

Terkait FlowState, Insta360 mengklaim algoritmanya telah diperbarui sehingga efeknya bakal lebih terasa pada One X. Juga unik adalah fitur Bullet Time, di mana kamera akan merekam dalam perspektif mengorbit dengan efek slow-motion. Di One X, fitur ini memiliki sudut pandang yang lebih luas lagi beserta resolusi yang lebih tinggi (3K).

Selain Bluetooth, One X turut mengemas konektivitas Wi-Fi 5,8 GHz yang menjanjikan proses transfer data lebih cepat (transfer via kabel juga mungkin dilakukan). One X dibekali baterai 1.200 mAh, dengan estimasi daya tahan hingga satu jam saat dipakai merekam dalam resolusi 5,7K 30 fps.

Deretan aksesori

Insta360 One X cases

Seperti pendahulunya, One X dikategorikan sebagai action cam oleh Insta360. Maka dari itu, wajar apabila tersedia sejumlah aksesori opsional untuknya, dari yang umum sampai yang cukup nyentrik.

Yang umum adalah dua jenis casing: Venture Case untuk menambah ketangguhannya, dan Dive Case untuk kegiatan menyelam sampai kedalaman 30 meter. Kemudian ada pula monopod sepanjang 3 meter yang tidak akan kelihatan wujudnya pada hasil perekaman sebab aplikasi pendamping One X bakal menghapusnya secara otomatis, sehingga kamera terkesan sedang melayang.

Insta360 One X GPS Smart Remote

Aksesori lain yang tak kalah unik adalah GPS Smart Remote, yang memudahkan pengguna untuk mengontrol kamera ketika sedang terpasang, misalnya, di atas helm. Di saat yang sama, remote tersebut juga akan merekam data GPS secara lengkap, termasuk halnya informasi kecepatan, arah, elevasi, dan tentu saja lokasi.

Insta360 One X Drifter

Terakhir, ada aksesori nyentrik bernama Drifter yang bentuknya mirip roket kecil atau dart. Selipkan One X ke dalamnya, tekan tombol record, lalu lemparkan seperti sebuah dart. Hasilnya adalah video slow-mo di udara yang Insta360 sebut dengan istilah Drift Shot.

Harga dan ketersediaan

Insta360 One X rencananya akan dipasarkan mulai 17 Oktober seharga $400, lebih mahal $100 dari pendahulunya. Harganya masih lebih terjangkau ketimbang kamera 360 derajat lain seperti Rylo maupun GoPro Fusion.

Sumber: Insta360.

Facebook Singkap Manifold, Kamera 360 Derajat Hasil Kolaborasinya dengan RED

Mei lalu, Facebook mengumumkan bahwa mereka telah menggandeng RED untuk menciptakan kamera 360 derajat pamungkas. Tanpa harus menunggu lama, buah kolaborasi mereka sudah langsung diumumkan. Namanya Manifold, dan ia rupanya jauh melebihi ekspektasi banyak orang.

Bentuknya yang seperti bola memang mirip seperti kamera Surround 360 bikinan Facebook sendiri. Yang berbeda tentu saja adalah dalamannya: Manifold mengemas total 16 sensor RED Helium 8K, masing-masing ditemani oleh lensa fisheye (180°) f/4.0 bikinan Schneider. Semua modul kamera itu bekerja secara bersamaan merekam video dalam resolusi 8K 60 fps.

Hasilnya adalah adegan virtual reality yang begitu detail dan sangat immersive. Kesan immersive ini didapat berkat kemampuan Manifold merekam informasi kedalaman (depth), yang pada akhirnya menimbukan efek paralaks (videonya kelihatan ‘bereaksi’ saat penonton menggerak-gerakkan kepalanya) ketika disaksikan menggunakan VR headset dengan kapabilitas 6DoF (six degrees of freedom).

Video di bawah ini semestinya bisa memberi gambaran seperti apa hasil jadi rekaman Manifold.

Facebook dan RED juga merancang Manifold dengan fokus pada fleksibilitas. Contohnya: unit kontrol dan unit storage bisa diposisikan 100 meter di atas kameranya sendiri, dan durasi perekamannya bisa mencapai 1 jam atau lebih. Selain itu, Manifold hanya membutuhkan satu sambungan kabel SMPTE 304M untuk power, kontrol sekaligus data.

Baik Facebook maupun RED belum menyingkap kapan Manifold bakal tersedia. Harganya juga belum diketahui. Sebagai referensi, satu kamera RED dengan sensor Helium 8K dihargai $24.500. Harga sensornya saja memang tidak semahal itu, tapi setidaknya angka tersebut bisa menggambarkan betapa mahal Manifold nantinya, bahkan untuk kalangan kreator profesional sekalipun.

Sumber: Facebook.

Tak Perlu Dipegang, Action Cam 360 Derajat Fitt360 Bisa Dikenakan di Leher

Berkat banyaknya pilihan action camera dan dukungan beragam jenis mount, proses perekaman dan pengabadian momen bisa dilakukan di mana saja. Anda bisa memasangkannya di helm, skateboard hingga setang sepeda. Namun tanpa menggunakan aksesori tambahan seperti handle, pernahkah Anda membayangkan posisi apa yang paling ideal untuk membawa action cam?

Tim Linkflow telah menemukan jalan keluar terbaiknya. Mereka memperkenalkan Fitt360, sebuah kamera action unik yang bisa digunakan tanpa mengharuskan tangan untuk memeganggnya. Pendekatan desainnya juga lebih praktis dari action cam berwujud kacamata seperti Orbi Prime, karena Fitt360 dikenakan di sekitar leher ala kalung – atau lebih tepatnya mirip headset neckband.

Fitt360 merupakan kamera action berwujud neckband pertama di dunia, didesain untuk merekam kejadian di sekitar Anda dengan sudut penglihatan seluas 360 derajat. Itu artinya, Fitt360 sempurna untuk menyampaikan cerita dalam perspektif orang pertama, baik lewat rekaman ataupun live stream. Berkatnya, Anda bisa tetap beraktivitas secara normal – seperti bermain bersama buah hati atau bersepeda dengan kawan.

Penampilan Fitt360 betul-betul tampak seperti headset neckband dengan struktur melengkung untuk digantungkan di belakang leher. Perangkat ini menyimpan tiga modul lensa, masing-masing mampu melihat seluas 180 derajat lebih, diposisikan secara asimetris di beberapa titik di neckband. Saat diaktifkan, kamera-kamera tersebut bekerja secara sinkron menyulam tiga gambar sembari bekerja meminimalkan getaran sehingga konten siap dinikmati via headset VR.

Hasil rekaman/foto dari Fitt360 dapat disajikan dalam format 360 derajat atau 2K melalui tiga foto/video terpisah. Selanjutnya video, live stream atau hasil jepretan-jepretan Anda dapat di-share ke jejaring sosial.

Fitt360 3

Uniknya lagi, ketika fungsi kamera action 360 derajat sedang tidak digunakan, Fitt360 dapat dimanfaatkan sebagai speaker Bluetooth (mono, dengan output 8Ohm) wireless, bisa menghidangkan musik atau mempersilakan Anda melakukan/menerima panggilan telepon secara hands-free.

Fitt360 1

Selain itu, tubuh dari Fitt360 tahan terhadap panas, benturan, dan air (bersertifikasi IPX6); lalu perangkat juga sudah dibekali GPS. Baterai internalnya dapat menjaga kamera action neckband ini tetap aktif selama 90 menit.

Fitt360 4

Satu set lengkap Fitt360 sudah bisa Anda pesan sekarang melalui situs crowdfunding  Kickstarter seharga mulai dari US$ 417.

Kesederhanaan pemakaian Fitt360 serta desain yang tidak menonjol membuatnya sangat ideal untuk dijadikan perangkat pendukung aktivitas jurnalistik. Bayangkan, Anda tidak perlu lagi mengangkat kamera saat ingin membuat video wawancara, dan tidak akan menarik perhatian ketika sedang meliput peristiwa penting.